Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN KASUS

PITIRIASIS ROSEA

Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan


Program Pendidikan Profesi Kedokteran Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin
Rumah Sakit Umum Daerah Kardinah Kota Tegal
Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti
Jakarta

Disusun oleh:
Dwian Akhmad Rinjani (030.13.064)

Pembimbing:
dr. Doddy Suhartono, Sp.KK

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KARDINAH KOTA TEGAL
PERIODE 3 JUNI - 21 JULI 2018
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
LEMBAR PENGESAHAN
1
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
JAKARTA
Laporan kasus dengan judul:

“Pitiriasis Rosea”

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat menyelesaikan


Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin
Rumah Sakit Umum Daerah Kardinah Kota Tegal

Periode 3 Juni - 21 Juli 2018

Disusun oleh :
Dwian Akhmad Rinjani
(030.13.064)

Tegal, 12 Juli 2018


Mengetahui,

dr. Doddy Suhartono, Sp.KK

KATA PENGANTAR

2
Segala puji bagi Allah SWT karena atas izin-Nya penulis dapat menyelesaikan
laporan kasus yang berjudul “Pitiriasis Rosea”. Laporan kasus ini disusun untuk memenuhi
salah satu tugas kepaniteraan klinik Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin di Rumah Sakit Umum
Daerah Kardinah Kota Tegal periode 3 Juni - 21 Juli 2018. Penulisan laporan kasus ini tidak
akan selesai tanpa bantuan, dukungan dan bimbingan berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam
kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Doddy Suhartono, Sp.KK
selaku pembimbing atas waktu, pengarahan, masukan serta berbagai ilmu yang telah
diberikan, sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus ini.
Adapun tugas ini disusun berdasarkan acuan dari berbagai sumber. Penulis menyadari
bahwa laporan kasus ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang
membangun sangat diperlukan untuk melengkapi laporan kasus ini. Akhir kata, semoga Allah
SWT membalas kebaikan semua pihak dan laporan kasus ini dapat memberi wawasan kepada
pembaca dan penulis serta bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan, profesi, dan
masyarakat, terutama dalam bidang Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin.

Tegal, 12 Juli 2018

Penulis

LAPORAN KASUS
3
PITIRIASIS ROSEA
dr. Doddy Suhartono, Sp.KK
Oleh: Dwian Akhmad Rinjani (030.13.064)

I. PENDAHULUAN
Pitiriasis Rosea adalah penyakit kulit yang belum diketahui penyebabnya yang dimulai
dengan sebuah lesi perimer yang dikarakteristikkan dengan gambaran herald patch berbentuk
eritema dan skuama halus yang kemudian diikuti dengan lesi sekunder yang mempunyai
gambaran khas.2
Istilah Pitiriasis Rosea pertama kali dideskripsikan oleh Robert Willan pada tahun
1798 dengan nama Roseola Annulata, kemudian pada tahun 1860, Gilbert memberi nama
Pitiriasis Rosea yang berarti skuama berwarna merah muda ( rosea ).3
Insiden tertinggi pada usia antara 15 – 40 tahun 1. Wanita lebih sering terkena
dibandingkan pria dengan perbandingan 1.5 : 1.3
Diagnosis Pitiriasis Rosea dapat ditegakkan dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik.
Dapat juga dilakukan pemeriksaan penunjang untuk memastikan diagnosis apabila sulit
menegakkan diagnosis Pitiriasis Rosea. Biasanya Pitiriasis Rosea didahului dengan gejala
prodromal ( lemas, mual, tidak nafsu akan, demam, nyeri sendi, pembesaran kelenjar limfe ).
Setelah itu muncul gatal dan lesi dikulit.4 Banyak penyakit yang memberikan gambaran
seperti Pitiriasis Rosea seperti dermatitis numularis, sifilis sekunder, dan sebagainya2
Pitiriasis Rosea merupakan penyakit yang dapat sembuh sendiri, oleh karena itu,
pengobatan yang diberikan adalah pengobatan suportif. Obat yang diberikan dapat berupa
kortikosteroid, antivirus, dan obat topikal untuk mengurangi pruritus.
Pada Laporan Kasus kali ini akan dibahas secara keseluruhan tentang Pitiriasis Rosea
meliputi definisi hingga penatalaksaan serta prognosisnya.

4
II. KASUS
IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. L
Umur : 29 tahun
Status perkawinan : Menikah
Pendidikan terakhir : SMA
Pekerjaan : Pengerajin kayu
Alamat : Jl. Musi
Agama : Islam
Tanggal masuk : 02/07/2018

A. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis di Poliklinik Kulit dan Kelamin RSUD dr.
Kardinah Tegal pada tanggal 02 Juli 2018 pukul 11.00 WIB.
Keluhan utama:
Bercak bercak merah merata di badan
Keluhan tambahan :
Terkadang sedikit gatal
Riwayat penyakit Sekarang :
Pasien laki-laki usia 29 tahun datang ke poliklinik Kulit dan Kelamin RSUD dr.
Kardinah Tegal pada tanggal 02 Juli 2018 dengan keluhan timbulnya bercak merah di seluruh
badan sejak 7 hari SMRS. Keluhan bercak merah timbul semakin banyak dan cepat. Pasien
mengatakan bahwa 2 minggu yang lalu pada awalnya timbul 1 bercak merah, berbentuk oval,
berdiameter kira kira 3 cm, di bagian dada depan. Lalu pasien membiarkannya, setelah 1
minggu kemudian bercak merah bertambah banyak dan merata di badan.
Pasien terkadang juga merasa sedikit gatal hilang timbul. Sebelum timbul bercak
merah pasien mengaku tidak pernah merasa badannya flu, pusing, mual ataupun demam.
Pasien belum pernah mengalami keluhan seperti ini sebelumnya. Lalu pasien membeli obat
salep di warung sejak 5 hari yang lalu, namun bercak bertambah banyak dan tidak ada
perbaikan.

Riwayat Penyakit Dahulu


- Keluhan serupa sebelumnya disangkal
- Riwayat alergi disangkal
- Riwayat minum obat obatan sebelumnya disangkal
- Riwayat asma disangkal
- Riwayat DM, Hipertensi disangkal
- Riwayat gigitan serangga disangkal

5
Riwayat Penyakit Keluarga
- Riwayat keluhan serupa disangkal
- Riwayat hipertensi, diabetes melitus, paru, jantung disangkal
- Riwayat alergi disangkal
- Riwayat infeksi kulit lainnya disangkal

Riwayat Kebiasaan
- Pasien bekerja sebagai pengerajin kayu
- Riwayat mengkonsumsi obat obatan disangkal

Riwayat Sosial Ekonomi


- Pengobatan dengan menggunakan biaya pribadi

B. PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 02 juli 2018 pukul 11.15 WIB di Poliklinik
Kulit dan Kelamin RSUD dr. Kardinah Tegal.
1. STATUS GENERALIS
Keadaan umum Keadaan umum : Tampak sakit ringan
Kesadaran : Compos mentis
Kesan gizi : Baik
Tanda vital Tekanan Darah : 110/70 mmHg
Nadi : 82x/menit, regular
Pernapasan : 18x/menit
Suhu : 36,7ºC
Antropometri Tinggi Badan : 165 cm
Berat Badan : 68 kg
Kepala Normosefali, rambut hitam, tidak rontok, terdistribusi merata, tidak
terdapat jejas atau bekas luka, tidak terdapat efloresensi kulit yang
bermakna
Mata: pupil isokor, refleks pupil +/+, konjungtiva anemis -/-, sklera
ikterik -/-
Telinga: normotia, kemerahan (-), oedem (-), liang telinga lapang,
serumen (-), nyeri tekan (-), nyeri tarik (-)
Hidung: deviasi septum (-), deformitas (-), sekret (-), pernapasan
cuping hidung (-)
Mulut: mukosa bibir merah muda, sianosis (-), gusi kemerahaan (-)

6
oedem (-), plak gigi (+) caries (-), normoglosia, atrofi papil (-),
tonsil T1-T1, uvula ditengah, arkus faring simetris, mukosa faring
hiperemis (-)
Leher Inspeksi: oedem (-), hematom (-), kelainan kulit (+)
Palpasi: deviasi trakea (-), pembesaran KGB dan kelenjar tiroid (-),
nyeri tekan (-)
Thorax Inspeksi: bentuk dada fusiformis, gerak dinding dada simetris saat
statis dan dinamis, tipe pernapasan abdominotorakal, sela iga
normal, sternum datar, retraksi sela iga (-)
Palpasi: pernapasan simetris, vocal fremitus simetris, tidak teraba
thrill, ictus cordis teraba di ICS VI linea midclavicularis sinistra
Perkusi: hemitoraks kanan dan kiri sonor, batas paru dan hepar
setinggi ICS VI linea midclavicularis dextra dengan perkusi redup,
batas bawah paru dan lambung setinggi ICS VIII linea axillaris
anterior sinistra dengan perkusi timpani. Batas paru dan jantung
kanan setinggi ICS IV linea parasternal dextra, batas paru dan
jantung kiri setinggi ICS VI linea midclavicularis sinistra, batas atas
jantung ICS II linea parasternalis sinistra, pinggang jantung setinggi
ICS III linea parasternal sinistra
Auskultasi: Suara napas vesikuler +/+, ronki -/-, wheezing -/-,
Bunyi Jantung I dan II reguler, gallop (-), murmur (-)
Abdomen Inspeksi: bentuk datar, ikterik (-), kemerahan (-), spider naevi (-),
benjolan (-), kelainan kulit (+)
Auskultasi: bising usus 4x/menit, arterial bruit (-)
Palpasi: teraba supel, massa (-), nyeri tekan (-), nyeri lepas (-),
hepar dan lien tidak membesar, ballottement ginjal (-), undulasi (-)
Perkusi: timpani di keempat kuadran, shifting dullness (-)
Genitalia Tidak dilakukan pemeriksaan
Ekstremitas Ekstremitas Atas
Simetris kanan dan kiri, deformitas -/-, kelainan kulit -/-, turgor kulit
baik, CRT < 2 detik, akral hangat +/+, oedem -/-, ptekie -/-
Ekstremitas Bawah
Simetris kanan dan kiri, deformitas -/-, kelainan kulit -/-, turgor kulit
baik, CRT < 2 detik, akral hangat +/+, oedem -/-, ptekie -/-

2. STATUS DERMATOLOGIS
Warna kulit : coklat disertai bercak-bercak merah
Lokasi : leher, dada, dan perut
7
Ukuran : numular, plakat
Bentuk dan susunan : oval, anular
Batas : berbatas tegas
Distribusi : generalisata
Efloresensi : makula eritematosa disertai skuama halus di pinggir lesi

Gambar 1. makula eritematosa disertai skuama halus di tepinya

C. RESUME
Pasien laki-laki usia 29 tahun datang ke poliklinik Kulit dan Kelamin RSUD dr.
Kardinah Tegal pada tanggal 02 Juli 2018 dengan keluhan timbulnya bercak merah di seluruh
badan sejak 7 hari SMRS. Keluhan bercak merah timbul semakin banyak dan cepat. Pasien
mengatakan bahwa 2 minggu yang lalu pada awalnya timbul 1 bercak merah, berbentuk oval,
berdiameter kira kira 3 cm, di bagian dada depan. Lalu pasien membiarkannya, setelah 1
minggu kemudian bercak merah bertambah banyak dan merata di badan.
Pasien terkadang juga merasa sedikit gatal hilang timbul. Sebelum timbul bercak
merah pasien mengaku tidak pernah merasa badannya flu, pusing, mual ataupun demam.
Pasien belum pernah mengalami keluhan seperti ini sebelumnya. Lalu pasien membeli obat
salep di warung sejak 5 hari yang lalu, namun bercak bertambah banyak dan tidak ada
perbaikan. Riwayat alergi, riwayat digigit serangga, riwayat penyakit asma, dan adanya luka
disangkal. Anggota keluarga lain mengalami keluhan yang sama disangkal, riwayat alergi dan
penyakit kulit lainnya disangkal. Kesadaran compos mentis dan keadaan umum pasien
tampak sakit ringan dengan tanda vital dalam batas normal. Pada status generalis tidak
ditemukan kelainan. Pada status dermatologis ditemukan warna kulit coklat disertai bercak-

8
bercak merah yang tersebar di badan, berbatas tegas, bentuk oval, anular, berukuran numuler
dan plakat. Efloresensi didapatkan makula eritematosa disertai skuama halus di pinggir lesi.

D. DIAGNOSIS KERJA
Pitiriasis Rosea

E. DIAGNOSA BANDING
- Tinea corporis - Dermatitis numular
- Sifilis sekunder - Psoriasis gutata

F. USULAN PEMERIKSAAN
- VDRL
- TPHA

G. PENATALAKSANAAN
UMUM
1. Menjelaskan kepada pasien mengenai penyakit dan cara pengobatannya
2. Memberikan informasi kepada pasien bahwa penyakitnya bersifat sembuh sendiri
3. Memotivasi pasien untuk kontrol secara rutin serta menyarankan pasien minum
obat secara teratur dan tidak menghentikan pengobatan tanpa seizin dokter
4. Menasehati pasien untuk tidak mengaruk garuk lesi
5. Memberitahu pasien untuk menjaga kesehatan dan beristirahat cukup.
6. Menerangkan bahwa kemungkinan kambuh lagi ada
7. Menjelaskan pemakaian obat yang diberikan

KHUSUS
Sistemik:
 metil prednisolone 2 x 8mg selama 7 hari
 cetirizine 2 x 7,5mg selama 7 hari
 cefadroxil 2 x 500mg selama 7 hari
Topikal:
 kloderma cream 10 mg
 nerilon cream 10 mg
* di oles pagi dan sore di tempat yang merah
H. PROGNOSIS
- Ad Vitam : ad bonam
- Ad Fungtionam : ad bonam
- Ad Sanationam : dubia ad bonam

9
III. PEMBAHASAN
PITIRIASIS ROSEA
III.1 Definisi
Pitiriasis Rosea berasal dari kata pityriasis yang berari skuama halus dan rosea yang
berarti berwarna merah muda4.
Pitiriasis Rosea adalah erupsi kulit yang dapat sembuh sendiri, berupa plak berbentuk
oval, soliter dan berskuama pada trunkus ( herald patch ) dan umumnya asimptomatik.3
Menurut Andrew ( 2006 ), Pitiriasis Rosea adalah peradangan kulit berupa eksantema yang
ditandai dengan lesi makula-papula berwarna kemerahan ( salmon colored ) berbentuk oval,
circinate tertutup skuama collarette, soliter dan lama kelamaan menjadi konfluen.2 Ketika lesi
digosok menurut aksis panjangnya, skuama cenderung terlipat melewati garis gosokan (
hanging curtain sign ).2

III.2 Epidemologi

10
Pitiriasis Rosea terjadi pada seluruh ras yang ada di dunia. Prevalensi Pitiriasis Rosea
adalah 0,13% pada laki-laki dan 0,14% pada wanita per total penduduk dunia dengan usia
antara 10-34 tahun.1
Penyakit ini lebih banyak terjadi pada anak-anak dan usia dewasa muda dengan
rentang usia antara 15-40 tahun. Jarang terjadi pada bayi dan orang lanjut usia.2

III.3 Etiologi
Penyebab dari penyakit ini belum diketahui, demikian pula cara penyebaran
infeksinya. Ada yang mengemukanan hipotesis bahwa penyebabnya adalah virus karena
merupakan penyakit swasima (self limiting disease) yang umumnya sembuh sendiri dalam
waktu 3-8 minggu.(1)
Watanabe et al melakukan penelitian dan mempercayai bahwa Pitiriasis Rosea
disebabkan oleh virus. Mereka melakukan replikasi aktif dari Herpes Virus ( HHV )-6 dan -7
pada sel mononuklear dari kulit yang mengandung lesi, kemudian mengidentifikasi virus pada
sampel serum penderita.3 Jadi, Pitiriasis Rosea ini merupakan reaksi sekunder dari reaktivasi
virus yang didapatkan pada masa lampau dan menetap pada fase laten sebagai sel
mononuklear.1 Pitiriasis Rosea juga dapat disebabkan oleh obat-obatan atau logam, misalnya
arsenik, bismut, emas, methopromazine, metronidazole, barbiturat, klonidin, kaptopril dan
ketotifen.1,3 Hipotesis lain menyebutkan peranan autoimun, atopi dan predisposisi genetik
dalam kejadian Pitiriasis Rosea.7

III.4 Faktor risiko


Predisposisi genetik yang terjadi pada keluarga, dan kekurangan beberapa zat gizi
akan memudahkan tubuh terkena berbagai penyakit. Insiden pityriasis rosea meningkat pada
sejumlah penderita dengan penekanan sistem imun misalnya pada penderita kanker,
transplantasi ginjal, dan HIV/AIDS serta dapat terjadi pada penderita penyakit cushing
syndrome. Beberapa obat-obatan sistemik seperti antibiotik, steroid, kontrasepsi oral dan obat-
obatan immunosupresan merupakan faktor yang dapat memacu terjadinya pityriasis rosea. 11

III.5 Patogenesis
Para ahli masih berbeda pendapat tentang faktor-faktor penyebab timbulnya Pitiriasis
Rosea. Ada yang menduga penyebabnya adalah virus, dikarenakan penyakit ini dapat sembuh
dengan sendirinya (self limited). Keterlibatan dua virus herpes yaitu HHV-6 dan HHV-7, telah

11
diusulkan sebagai penyebab erupsi. Dilaporkan terdapat DNA virus dalam peripheral blood
mononuclear cell (PBMC) dan lesi kulit dan hal ini tidak terpengaruh dari banyaknya orang
dengan PR akut. HHV-7 terdeteksi sedikit lebih banyak daripada HHV-6, tetapi sering kedua
virus ditemukan. Namun, bukti dari adanya HHV-6 atau HHV-7 dan aktivitasnya juga
ditemukan dalam proporsi (10-44%) dari individu yang tidak terpengaruh, hal ini
menunjukkan bahwa terdapat hubungan dengan infeksi, di mana virus tidak selalu
menyebabkan penyakit..(4)
Sementara ahli yang lain mengaitkan dengan berbagai faktor yang diduga berhubungan
dengan timbulnya PR, misalnya faktor penggunaan obat-obat tertentu.(3)

III.6 Gambaran Histopatologik


Gambaran histopatologik dari Pitiriasis Rosea tidak spesifik sehingga penderita
dengan Pitiriasis Rosea tidak perlu dilakukan biopsi lesi untuk menengakkan diagnosis.
Pemeriksaan histopatologi dapat membantu dalam menegakkan diagnosis Pitiriasis Rosea
dengan gejala atipikal. Pada lapisan epidermis ditemukan adanya parakeratosis fokal,
hiperplasia, spongiosis fokal, eksositosis limfosit, akantosis ringan dan menghilang atau
menipisnya lapisan granuler. Sedangkan pada dermis ditemukan adanya ekstravasasi eritrosit
serta beberapa monosit.2,4

Akantosis

Spongiosis Infiltrat
limfohistiosit

Gambar histologik non spesifik tipikal dari Pitiriasis Rosea,


menunjukkan parakeratosis, hilangnya lapisan granular, akantosis ringan,
spongiosis, dan infiltrat limfohistiosit pada dermis superficial 2

III.7 Gambaran Klinis

12
Tempat predileksi Pitiriasis Rosea adalah badan, lengan atas bagian proksimal dan paha
atas sehingga membentuk seperti gambaran pakaian renang.2 Sinar matahari mempengaruhi
distribusi lesi sekunder, lesi dapat terjadi pada daerah yang terkena sinar matahari, tetapi pada
beberapa kasus, sinar matahari melindungi kulit dari Pitiriasis Rosea. Pada 75% penderita
biasanya timbul gatal didaerah lesi dan gatal berat pada 25% penderita.1
1. Gejala klasik
Gejala klasik dari Pitiriasis Rosea mudah untuk dikenali. Penyakit dimulai dengan lesi
pertama berupa makula eritematosa yang berbentuk oval atau anular dengan ukuran
yang bervariasi antara 2-4 cm, soliter, bagian tengah ditutupi oleh skuama halus dan
bagian tepi mempunyai batas tegas yang ditutupi oleh skuama tipis yang berasal dari
keratin yang terlepas yang juga melekat pada kulit normal ( skuama collarette ). Lesi
ini dikenal dengan nama herald patch.1,2,3

Herald Patch

Gambar herald patch3

skuama

Gambar plak primer tipikal ( herald patch )

13
menunjukkan bentuk lonjong dengan skuama halus di tepi bagian dalam plak 4

Pada lebih dari 69% penderita ditemui adanya gejala prodromal berupa malaise, mual,
hilang nafsu makan, demam, nyeri sendi, dan pembengkakan kelenjar limfe. 4 Setelah
timbul lesi primer, 1-2 minggu kemudian akan timbul lesi sekunder generalisata. Pada
lesi sekunder akan ditemukan 2 tipe lesi. Lesi terdiri dari lesi dengan bentuk yang
sama dengan lesi primer dengan ukuran lebih kecil ( diameter 0,5 – 1,5 cm ) dengan
aksis panjangnya sejajar dengan garis kulit dan sejajar dengan kosta sehingga
memberikan gambaran Christmas tree. Lesi lain berupa paul-papul kecil berwarna
merah yang tidak berdistribusi sejajar dengan garis kulit dan jumlah bertambah sesuai
dengan derajat inflamasi dan tersebar perifer. Kedua lesi ini timbul secara bersamaan.2

Gambaran menyerupai pine tree (http://www.mayoclinic.com/health/medical/IM00515 )

1. Gejala atipikal
Terjadi pada 20% penderita Pitiriasis Rosea. Ditemukannya lesi yang tidak sesuai
dengan lesi pada Pitiriasis Rosea pada umunya. Berupa tidak ditemukannya herald
patch atau berjumlah 2 atau multipel. Bentuk lesi lebih bervariasi berupa urtika,
eritema multiformis, purpura, pustul dan vesikuler.3 Distribusi lesi biasanya menyebar
ke daerah aksila, inguinal, wajah, telapak tangan dan telapak kaki. Adanya gejala
atipikal membuat diagnosis dari Pitiriasis Rosea menjadi lebih sulit untuk ditegakkan
sehingga diperlukan pemeriksaan lanjutan.

14
Gambar Diagram skematik plak primer ( herald patch ) dan distribusi tipikal plak sekunder sepanjang garis kulit
pada trunkus dalam susunan Christmas tree3

III.8 Diagnosis
Penegakan diagnosis Pitiriasis Rosea didasarkan pada anamnesis, pemeriksaan klinis,
dan pemeriksaan penunjang.

15
1. Anamnesis
Anamnesis dibutuhkan untuk mendukung penegakan diagnosis Pitiriasis Rosea
yaitu:
a. Pada Pitiriasis Rosea klasik, pasien biasanya menggambarkan onset dari
timbulnya lesi kulit tunggal pada daerah badan, beberapa hari sampai minggu
kemudian diikuti timbulnya berbagai lesi kecil.(6)
b. Gatal hebat dirasakan pada 25% pasien PR tanpa komplikasi, 50% lainnya
merasakan gatal dari yang ringan sampai sedang, dan 25% lainnya tidak
mengeluhkan rasa gatal.(6)
c. Sebagian kecil pasien menunjukkan gejala prodromal seperti gejala flu, demam,
malaise, arthralgia, dan faringitis.(6,12)
2. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan terlihat:
a. Kelainan berupa bercak berskuama dengan batas tegas berbentuk oval atau bulat
(“herald patch”) yang meluas ke perifer, terlihat erupsi makulopapular berwarna
merah-coklat berukuran 0,5-4 cm.(6,12)
b. Bagian tepi lesi terlihat lebih aktif, meninggi, eritematosa dengan bagian tengah
berupa central clearing.(12)
c. Terlokalisasi pada badan, leher, dan daerah poplitea atau pada area yang lembab
dan hangat misalnya di area lipatan kulit.(6,12)
d. Erupsi sekunder mengikiuti garis Langer, berbentuk pola pohon natal atau pola
pohon cemara.(6,12)
3. Pemeriksaan penunjang
Umumnya untuk menegakkan diagnosis Pitiriasis Rosea tidak dibutuhkan
pemeriksaan penunjang. Namun dalan hal diagnosis susah ditegakkan, kita membutuhkan
pemeriksaan penunjang untuk menyingkirkan diagnosis banding lain.
Dapat dilakukan VDRL dan TPHA untuk skrining sifilis.8

III.9 Diagnosis Banding


a. Sifilis sekunder
Adalah penyakit yang disebabkan oleh Treponema pallidum, merupakan lanjutan dari
sifilis primer yang timbul setelah 6 bulan timbulnya chancre. Gejala klinisnya berupa
lesi kulit dan lesi mukosa. Lesi kulitnya non purpura, makula, papul, pustul atau
kombinasi, walaupun umumnya makulopapular lebih sering muncul disebut makula
sifilitika.2 Perbedaannya dengan Pitiriasis Rosea adalah sifilis memiliki riwayat
primary chancre ( makula eritem yang berkembang menjadi papul dan pecah

16
sehingga mengalami ulserasi di tengah ) berupa tidak ada herald patch, limfadenopati,
lesi melibatkan telapak tangan dan telapak kaki, dari tes laboratorium VDRL (+).10
b. Tinea korporis
Adalah lesi kulit yang disebabkan oleh dermatofit Trichophyton rubrum pada daerah
muka, tangan, trunkus atau ekstremitas. Gejala klinisnya adalah gatal, eritema yang
berbentuk cincin dengan pinggir berskuama dan penyembuhan di bagian tengah.
Perbedaan dengan Pitiriasis Rosea adalah pada Tinea korporis, skuama berada di tepi,
plak tidak berbentuk oval, dari pemeriksaan penunjang didapatkan hifa panjang pada
pemeriksaan KOH 10%.10
c. Dermatitis numuler
Adalah dermatitis yang umumnya terjadi pada dewasa yang ditandai dengan plak
berbatas tegas yang berbentuk koin ( numuler ) dan dapat ditutupi oleh krusta. Kulit
sekitarnya normal. Predileksinya di ekstensor. Perbedaan dengan Pitiriasis Rosea
adalah pada Dermatitis Numuler, lesi berbentuk bulat, tidak oval, papul berukuran
milier dan didominasi vesikel serta tidak berskuama.2
d. Psoriasis gutata
Adalah jenis psoriasis yang ditandai dengan eupsi papul di trunkus bagian superior
dan ekstremitas bagian proksimal. Perbedaan dengan Pitiriasis Rosea adalah pada
Psoriasis gutata, aksis panjang lesi tidak sejajar dengan garis kulit, skuama tebal.2

III.10 Penatalaksanaan
1. Umum
Walaupun Pitiriasis Rosea bersifat self limited disease ( dapat sembuh sendiri ), bukan
tidak mungkin penderita merasa terganggu dengan lesi yang muncul. Untuk itu
diperlukan penjelasan kepada pasien tentang :
- Pitiriasis Rosea akan sembuh dalam waktu yang lama
- Lesi kedua rata-rata berlangsung selama 2 minggu, kemudian menetap selama
sekitar 2 minggu, selanjutnya berangsur hilang sekitar 2 minggu. Pada beberapa
kasus dilaporkan bahwa Pitiriasis Rosea berlangsung hingga 3-4 bulan
- Penatalaksanaan yang penting pada Pitiriasis Rosea adalah dengan mencegah
bertambah hebatnya gatal yang ditimbulkan. Pakaian yang mengandung wol, air,
sabun, dan keringat dapat menyebabkan lesi menjadi bertambah berat.

2. Khusus
- Topikal
Untuk mengurangi rasa gatal dapat menggunakan zink oksida, kalamin losion atau
0,25% mentol. Pada kasus yang lebih berat dengan lesi yang luas dan gatal yang

17
hebat dapat diberikan glukokortikoid topikal kerja menengah ( bethametasone
dipropionate 0,025% ointment 2 kali sehari ).2,9
- Sistemik
Pemberian antihistamin oral sangat bermanfaat untuk mengurangi rasa gatal. 4
Untuk gejala yang berat dengan serangan akut dapat diberikan kortikosteroid
sistemik atau pemberian triamsinolon diasetat atau asetonid 20-40 mg yang
diberikan secara intramuskuler.
Penggunaan eritromisin masih menjadi kontroversial. eritromisin oral pernah
dilaporkan cukup berhasil pada penderita Pitiriasis Rosea yang diberikan selama 2
minggu3. Dari suatu penelitian menyebutkan bahwa 73% dari 90 penderita
pitiriasis rosea yang mendapat eritromisin oral mengalami kemajuan dalam
perbaikan lesi. Eritomisin diduga mempunyai efek sebagai anti inflamasi 5,6.
Namun dari penelitian di Tehran, Iran yang dilakukan oleh Abbas Rasi et al
menunjukkan tidak ada perbedaan perbaikan lesi pada pasien yang menggunakan
eritromisin oral dengan pemberian plasebo.7
Asiklovir dapat diberikan untuk mempercepat penyembuhan. Dosis yang dapat
diberikan 5x800mg selama 1 minggu.2 Pemakaian sinar radiasi ultraviolet B atau
sinar matahari alami dapat mengurangi rasa gatal dan menguranngu lesi.2
Penggunaan sinar B lebih ditujukan pada penderita dengan lesi yang luas, karena
radiasi sinar ultraviolet B ( UVB ) dapat menimbulkan hiperpigmentasi post
inflamasi.2

III.11 Prognosis
Pitiriasis rosea merupakan penyakit akut yang bersifat self limiting illnes yang
akan menghilang dalam waktu 3-8 minggu, dengan beberapa minngu pertama terkait
dengan lesi kulit inflamasi yang baru dan mungkin gejala seperti flu. Dapat terjadi
hipopigmentasi dan hiperpigmentasi pasca inflamasi pada kasus pityriasis rosea.
Relaps dan rekuren jarang ditemukan.(1,5,6)

18
IV. ANALISIS KASUS
Diagnosis kerja ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik baik status
generalis maupun status dermatologis, serta pemeriksaan penunjang sebagai berikut:
• Adanya keluhan keluarnya bercak merah pertama kali muncul 2 minggu yang
laberbentuk oval, dan tepinya bersisik berukuran plakat di dada depan, lalu setelah 7
hari bercak merah bertambah banyak pada leher, dada, punggung dan perut, disertai
sedikit rasa gatal yang hilang timbul. Hal ini sesuai dengan manifestasi klinis yang
terdapat pada pitiriasis rosea.
• Tidak memiliki riwayat trauma atau adanya luka sebelumnya, dan riwayat alergi
disangkal, minum obat obatan sebelumnya di sangkal, riwayat keluarga memiliki
penyakit serupa disangkal. Riwayat flu malaise, nyeri sendi, demam, disangkal.
• Tanda vital dan status generalis dalam batas normal.
• Pada status dermatologis didapatkan perubahan warna kulit, bercak merah berbatas
tegas berbentuk oval, anular, menyebar di leher, dada, punggung dan paha, serta
memiliki sisik halus di tepinya..
• Dari hasil pemeriksaan efloresensi kulit terdapat lesi awal macula eritematosa
berbentuk oval, berdiameter 3 cm dengan skuama di tepinya lalu menyebar di seluruh
badan. yang merupakan gambaran khas pada pityriasis rosea.
• Perlu dilakukan pemeriksaan penunjang VDRL dan TPHA untuk skrining sifilis
sebagai diagnosis banding.
• Pada pasien ini diberikan farmakoterapi sistemik cefadroxil untuk profilaksis adanya
infeksi bakteri, metil prednisolon sebagai anti inflamasi untuk menekan pertumbuhan
lesi, cetirizine sebagai antihistamin untuk mengurangi keluhan gatal pada pasien. dan
topikal kloderma dan nerilon yang merupakan kortikosteroid topical yang bersifat anti
inflamasi, anti proliferasi dan vasokonstriksi untuk menekan pertumbuhan lesi.
diberikan selama 7 hari dan kontrol perkembangan pengobatan seminggu sekali
sampai minimal 28 hari pengobatan.

19
V. KESIMPULAN
Pitiriasis Rosea adalah penyakit kulit yang belum diketahui penyebabnya yang dimulai
dengan sebuah lesi inisial berbentuk eritema dan skuama halus. Kemudian disusul oleh lesi-
lesi yang lebih kecil di badan, lengan dan paha atas yang tersusun sesuai dengan lipatan kulit
dan biasanya menyembuh dalam waktu 3-8 minggu.(1,2)
Gejala klinis dimulai dari lesi inisial yang berupa “herald patch”, kemudian disusul
oleh lesi-lesi yang lebih kecil. Umumnya herald patch ini terdapat di lengan atas, badan atau
leher, bias juga pada wajah, kepala atau penis.(8)
Para ahli masih berbeda pendapat tentang faktor-faktor penyebab timbulnya PR. Ada
yang menduga penyebabnya adalah virus, dikarenakan penyakit ini dapat sembuh dengan
sendirinya (self limited). Keterlibatan dua virus herpes yaitu HHV-6 dan HHV-7, telah
diusulkan sebagai penyebab erupsi
Penegakan diagnosis PR didasarkan pada anamnesis, pemeriksaan klinis, dan
pemeriksaan penunjang. Kebanyakan pasien tidak memerlukan pengobatan karena sifatnya
yang asimptomatik, Sangat penting bagi dokter untuk mengetahui spektrum yang luas dari
varian pityriasis rosea, sehingga manajemen yang tepat dan pasti dapat dilakukan. Terutama
pada anak-anak, diagnosis banding erupsi kulit lebih sulit dibandingkan orang dewasa. Untuk
erupsi yang atipikal tanpa diagnosis pasti, lebih aman untuk mempertimbangkan melakukan
biopsi pada lesi kulit dan pemeriksaan lainnya sehingga diagnosis banding penting untuk
tidak dilewatkan.(12)

20
DAFTAR PUSTAKA

1. Djuanda Adhi. Dermatosis Eritriskuamosa. Dalam: Djuanda Adhi, Hamzah Mochtar,


Aisah Siti, editor. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin; edisi ke-5. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI. 2007: 189-200
2. Blauvelt, Andrew. Pityriasis Rosea In: Dermatology in General Medicine
Fitzpatrick’s. The McGraw-Hill Companies, Inc. 2008; 362-265.
3. Sterling, J.C. Viral Infections. In : Rook’s textbook of dermatology.—7th ed. 2004.
25.79-82.
4. Lichenstein, A. Pityriasis Rosea. Diunduh dari www. Emedicine.com pada tanggal 15
Agustus 2010.
5. Broccolo F, Drago F, Careddu AM, et al. Additional evidence that pityriasis rosea is
associated with reactivation of human herpesvirus-6 and -7. J Invest Dermatol. 2005;
124:1234-1240.
6. Stulberg, D. L., Jeff W. Pityriasis Rosea. Am Fam Physician. 2004 Jan 1;69(1):87-91.
Diunduh dari www.aafp.org/20040101/p47.html pada tanggal 15 Agustus 2010.
7. Chuh, A et al. 2004. Pityriasis Rosea – evidence for and against at infectious disease.
Cambridge University Press :Cambridge Journal 132:3:381-390.
8. Galvan, S V et al. 2009. Atypical Pityriasis Rosea in a black child : a case report.
Cases Journal Vol 2 : 6796.
9. Zawar, Vijay. 2010. Giant Pityriasis Rosea. Indian Journal Dermatology. Aprl-Jun;
55(2): 192–194.
10. McPhee, S J, Maxine A P. 2009. Current Medical Diagnosis and Treatment forty
eighth edition. Mc Graw Hill Companies:USA.

21

Anda mungkin juga menyukai