Alexsandro
I. IDENTITAS
Nama : Tn. DA
Umur : 21 tahun
Tempat/Tanggal Lahir : Palu, 3November 1996
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Alamat : Manado (Kos)
Agama : Islam
Suku/Bangsa : Palu
Pendidikan Terakhir : Kuliah
Status Pernikahan : Belum Menikah
Pekerjaan : Mahasiswa
Tanggal Berobat ke Poli Kulit RS Husada : 3 April 2017
(pukul 11:00 WIB)
1. Keluhan Utama
Luka koreng pada telinga dan pipi kanan, tangan, perut, bokong, kaki.
2. Keluhan Tambahan
Sangat gatal
Bercak kemerahan pada telinga dan pipi kanan
Bercak kehitaman pada selangkangan dan bokong
Bercak putih pada telinga
Perih
Demam
menggigil. Pasien juga mengeluh perih pada semua luka yang ada.
Namun, perih semakin membaik jika luka telah menjadi koreng.
Pasien juga mengadukan adanya bercak kehitaman pada daerah
selangkangan dan bokong sejak 1 tahun yang lalu. Bercak
awalnya berwarna merah dan terus membesar, semakin lama
daerah tersebut menjadi hitam dan ada kulit yang terkelupas.
Bercak hitam tidak diperberat maupun diperingan dengan kondisi
apapun. Bercak tersebut dimulai dari selangkangan lalu menyebar
ke bagian bokong.
Bercak kehitaman tersebut terasa gatal. Gatal hilang timbul. Gatal
diperberat terutama saat kondisi berkeringat dan membaik jika
kondisi dingin. Untuk keluhan daerah selangkangan, pasien sudah
memberikan bedak fungiderm dan tidak ada perbaikan.
Pasien juga mengeluhkan adanya bercak keputihan pada daerah
telinganya yang sempat merah juga. Bercak putih tidak meluas.
Tidak disertai rasa gatal maupun perih. Ini adalah pertama kalinya,
dan keluarga besar tidak punya keturunan bercak putih.
5. Riwayat Keluarga
Keluhan serupa : Disangkal
Alergi : Disangkal
Hipertensi : Disangkal
Diabetes mellitus : Disangkal
Penyakit ginjal dan saluran kemih: Disangkal
Penyakit jantung dan pembuluh darah: Disangkal
Keganasan dan lainnya : Disangkal
6. Riwayat Pengobatan
Dengan keluhannya, pasien belum berobat ke dokter. Pasien menggunakan
obat di apotek yaitu fungiderm dan paracetamol oral. Selain itu, pasien
tidak ada mengonsumsi obat rutin apapun.
PEMERIKSAAN FISIK
Thorax:
Paru-paru:
o Inspeksi: bentuk normal, simetris dalam keadaan statis maupun
dinamis, retraksi sela iga (-)
o Palpasi: tidak teraba massa, nyeri tekan (-), stem fremitus sama kuat
kiri dan kanan
o Perkusi: sonor di seluruh lapang paru
o Auskultasi: vesikuler di seluruh lapang paru, ronkhi (-)/(-), wheezing
(-)/(-)
Jantung:
o Inspeksi: pulsasi ictus cordis tidak tampak
o Palpasi: pulsasi ictus cordis teraba di ICS V MCL sinistra
o Perkusi:
Batas atas: ICS II PCL sinistra
Batas kanan: ICS IV sternal line dextra
Batas kiri: ICS V MCL sinistra
o Auskultasi: bunyi jantung I dan II reguler, gallop (-), murmur (-)
Abdomen:
Inspeksi: tampak datar, simetris, striae (-), sikatriks (-), massa (-), pelebaran
vena (-), kulit (lihat status dermatologikus)
Asukultasi: bising usus (+) normal, bruit (-)
Perkusi: timpani di seluruh abdomen, nyeri ketok CVA (-)/(-)
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RS Husada, Jakarta
Periode 20 Maret 2017 22 April 2017
LAPORAN KASUS ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN Rio
Alexsandro
Palpasi: supel, hepar dan lien tidak teraba, massa (-), ballotement (-)/(-),
defans muskular (-)
Ekstremitas: kulit (lihat status dermatologikus), akral hangat, edema (-), CRT <2s
STATUS DERMATOLOGIKUS
I
Distribusi : Lokalisata
Jumlah : Multipel
Bentuk : Polimorfik
II
Distribusi : Lokalisata
Warna : Eritematosa
Ukuran : Lentikuler
Jumlah : Multipel
Batas : Tegas
III
Distribusi : Lokalisata
Efloresensi : Makula
Warna : Hipopigmentasi
Ukuran : Lentikuler-Numuler
Jumlah : Multipel
Palpasi : Turgor kulit baik, kulit kering (+), suhu kulit normal
IV. RESUME
Keluhan serupa seperti bercak merah pada pipi dan telinga pernah dialami
pada lipat paha dan bokong pasien 1 tahun yang lalu. Sekarang bercak
kemerahan pada telinga berubah menjadi agak putih, sedangkan pada lipat
paha dan bokong sudah berubah menjadi kehitaman. Pasien sudah
menggunakan fungiderm namun belum ada perbaikan.
Pasien mengaku tinggal di kos-kosan dan jarang dibersihkan. Sprei dan sarung
bantal sangat jarang dicuci. Riwayat higienitasi pasien kurang baik, pasien
kadang-kadang tidak mandi , baju dicuci 2 hari sekali, celana dicuci 3 hari
sekali. Helm motor pasien juga sering lembab dan jarang dicuci maupun
dijemur.
V. DIAGNOSIS KERJA
Ektima + Tinea facialis impetigenisata + Tinea Cruris + Hipopigmentasi
pasca inflamasi
Khusus:
Topikal:
Sistemik:
VIII. PROGNOSIS
Ad vitam : Bonam
Ad functionam : Bonam
Ad sanationam : Dubia ad bonam
LAMPIRAN
Gambar 1. Regio telinga dan pipi kanan
Gambar 5. Abdomen
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I. EKTIMA
1. 1 Definisi
1.2 Etiologi
Infeksi diawali pada lesi yang disebabkan karena trauma pada kulit, misalnya,
ekskoriasi, varicella atau gigitan serangga. 1,2
1.3 Epidemiologi
Umur : frekuensi pada anak-anak lebih tinggi daripada dewasa, biasanya pada
usia 6 bulan 18 tahun
Jenis kelamin : pria dan wanita sama
Ras : tidak ada perbedaan ras
Daerah : tropis
Musim / iklim : panas dan lembab
Kebersihan / hiegiene : kebersihan yang kurang dan hiegene yang buruk, serta
malnutrisi. Tingkat kebersihan dari pasien dan kondisi kehidupan sehari-harinya
merupakan penyebab yang paling terpenting untuk perbedaan angka serangan,
beratnya lesi, dan dampak sistemik yang didapatkan pada pasien ektima
Lingkungan : kotor
Menurunnya daya tahan tubuh
Jika telah ada penyakit lain di kulit
I.4 Patofisiologi
spesifik dari sel T menyebabkan pelepasan masif Tumor Necrosis Factor- (TNF-),
Interleukin-1 (IL-1), dan Interleukin-6 (IL-6) dari makrofag. Sitokin ini menyebabkan
gejala klinis berupa demam, ruam erythematous, hipotensi, dan cedera jaringan. 1,2,4
Gatal
Lesi awal berupa vesikel atau vesikopustula di atas kulit yang eritematosa,
membesar dan pecah (diameter 0,5 3 cm), beberapa hari kemudian terbentuk
krusta tebal dan kering berwarna kuning yang sukar dilepas dari dasarnya.
Biasanya terdapat kurang lebih 10 lesi yang muncul. Jika krusta dilepas, terdapat
ulkus dangkal dengan gambaran punched out appearance atau berbentuk cawan
dengan dasar merah dan tepi meninggi. Lesi cenderung menjadi sembuh setelah
beberapa minggu dan meninggalkan sikatriks. Biasanya berlokasi di tungkai
bawah, yaitu tempat yang relatif banyak mendapat trauma.
Jika keadaan umum baik, akan sembuh sendiri dalam waktu sekitar 3 minggu,
meninggalkan jaringan parut yang tidak berarti. Jika keadaan umum buruk dapat
menjadi ganggren.
Gambar : Tahapan ektima. Lesi dimulai sebagai sebuah pustule yang kemudian
pecah membentuk ulkus.
Gambar : Ektima. Ulkus dengan krusta tebal pada tungkai pasien yang menderita
diabetes dan gagal ginjal
1.7 Diagnosis
Anamnesis
Pasien biasanya datang dengan keluhan luka pada anggota gerak bawah. Pasien
biasanya menderita diabetes dan orang tua yang tidak peduli dengan kebersihan dirinya. 1,2
Pemeriksaan Fisik
Gambar : Pada Lesi ektima yang diangkat krustanya akan terlihat ulkus yang dangkal
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaaan penunjang yang dapat dilakukan. yaitu biopsi kulit dengan jaringan
dalam untuk pewarnaan Gram dan kultur. Selain itu, juga dapat dilakukan pemeriksaan
histopatologi.1,2,3
Gambar : Pioderma
1.9 Komplikasi
1.10 Penatalaksanaan1,2,3,5,6
Farmakologi
Pengobatan farmakologi bertujuan mengurangi morbiditas dan mencegah
komplikasi
a. Sistemik
Pengobatan sistemik digunakan jika infeksinya luas. Pengobatan sistemik
dibagi menjadi pengoatan lini pertama dan pengobatan lini kedua.
b. Topikal
Neomisin merupakan obat topikal yang stabil dan efektif yang tidak
digunakan secara sistemik, yang menyebabkan reaksi kulit minimal, dan
memiliki angka resistensi bakteri yang rendah sehingga menjadi terapi
antibiotik lokal yang valid. Neomisin dapat larut dalam air dan memiliki
kestabilan terhadap perubahan suhu. Neomisin memiliki efek bakterisidal
secara in vitro yang bekerja spektrum luas gram negatif dan gram positif.
Efek samping neomisin berupa kerusakan ginjal dan ketulian timbul pada
pemberian secara parenteral sehingga saat ini penggunaannya secara
topical dan oral.
1.11 Prognosis
1.12 Pencegahan1,5
Pada daerah tropis, perhatikan kebersihan dan gunakan lotion antiserangga untuk
mencegah gigitan serangga.
Menghilangkan faktor predisposisi, antara lain penyuluhan mengenai hiegene
perorangan dan lingkungan
Bila ada penyakit kulit yang lain segera diobati (misalnya gigitan serangga,
dermatitis).
II. TINEA
Definisi
Tinea kruris (eczema marginatum, dhobie itch, jockey itch, ringworm of the
groin) adalah infeksi jamur dermatofita pada daerah kruris dan sekitarnya; yaitu lipatan
paha, daerah perineum dan sekitar anus
Etiologi
Klasifikasi
Secara etiologis dermatofitosis disebabkan oleh tiga genus dan penyakit yang
ditimbulkan sesuai dengan penyebabnya. Diagnosis etiologi ini sangat sukar oleh karena
harus menunggu hasil biakan jamur dan ini memerlukan waktu yang agaklama dan tidak
praktis. Disamping itu sering satu gambaran klinik dapat disebabkan oleh beberapa jenis
spesies jamur, dan kadang-kadang satu gambaran klinis dapat disebabkan oleh beberapa
spesies dematofita sesuai dengan lokalisasi tubuh yang diserang.
Istilah tinea dipakai untuk semua infeksi oleh dermatofita dengan dibubuhi
tempat bagian tubuh yang terkena infeksi, sehingga diperoleh pembagian dermatofitosis
sebagai berikut:
Gejala Klinis
Tinea kruris merupakan salah satu bentuk klinis yang sering ditemukan di
Indonesia.
Tinea kruris dapat bersifat akut atau menahun, bahkan dapat merupakan penyakit
yang berlangsung seumur hidup. Lesi kulit dapat terbatas pada daerah genito-krural saja,
atau meluas ke daerah sekitar anus, intergluteal sampai ke gluteus. Dapat pula meluas ke
suprapubis dan abdomen bagian bawah, atau bagian tubuh yang lain.
Pembantu Diagnosis
Pemeriksaan mikologik untuk membantu menegakkan diagnosis terdiri atas
pemeriksaan langsung sediaan basah dan biakan.
Pengambilan spesimen
Pada sediaan kulit yang terlihat adalah elemen jamur dalam bentuk hifa panjang,
sebagai dua garis sejajar, terbagi oleh sekat dan bercabang, maupun spora berderet
(artospora).
Diagnosa Banding
Psoriasis intertriginosa (pada sela paha) dapat menyerupai tinea kruris. Lesi-lesi
pada psoriasi biasanya lebih merah, skuama lebih tebal dan berlapis-lapis. Adanya lesi
psoriasis pada tempat lain dapat membantu menentukan diagnosis. Kandidosis pada lipat
paha mempunyai konfigurasi hen dan chicken. Kelainan ini biasanya lebih basah,berbatas
jelas dan berkrusta disertai lesi-lesi satelit. Pada wanita ada tidaknya fluor albus dapat
membantu pengarahan diagnosis. Eritrasma merupakan penyakit tersering berlokalisasi di
sela paha. Efloresensi yang sama, yaitu eritema dan skuama, pada seluruh lesi merupakan
tanda-tanda khas penyakit ini. Selain itu batas lesi tegas, jarang disertai infeksi.
Pemeriksaan dengan lampu wood dapat menolong dengan adanya fluoresensi merah
(coral red).
Pengobatan
A. Pengobatan Pencegahan :
1. Perkembangan infeksi jamur diperberat oleh panas, basah dan maserasi. Jika
faktor-faktor lingkungan ini tidak diobati, kemungkinan penyembuhan akan
lambat. Daerah intertrigo atau daerah antara jari-jari sesudah mandi harus
dikeringkan betul dan diberi bedak pengering atau bedak anti jamur.
2. Alas kaki harus pas betul dan tidak terlalu ketat.
3. Pasien dengan hiperhidrosis dianjurkan agar memakai kaos dari bahan katun
yang menyerap keringat, jangan memakai bahan yang terbuat dari wool atau
bahan sintetis.
4. Pakaian dan handuk agar sering diganti dan dicuci bersih-bersih dengan air
panas.
B. Terapi lokal :
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RS Husada, Jakarta
Periode 20 Maret 2017 22 April 2017
LAPORAN KASUS ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN Rio
Alexsandro
Infeksi pada badan dan lipat paha dan lesi-lesi superfisialis, di daerah jenggot,
telapak tangan dan kaki, biasanya dapat diobati dengan pengobatan topikal saja.
1. Lesi-lesi yang meradang akut yang ada vesikula dan ada eksudat harus dirawat
dengan kompres basah secara terbuka, dengan berselang-selang atau terus
menerus. Vesikel harus dikempeskan tetapi kulitnya harus tetap utuh.
2. Toksilat, haloprogin, tolnaftate dan derivat imidazol seperti mikonasol, ekonasol,
bifonasol, kotrimasol dalam bentuk larutan atau krem dengan konsentrasi 1-2%
dioleskan 2 x sehari akan menghasilkan penyembuhan dalam waktu 1-3 minggu.
3. Lesi hiperkeratosis yang tebal memerlukan terapi lokal dengan obat-obatan yang
mengandung bahan keratolitik seperti asam salisilat 3-6%. Obat ini akan
menyebabkan kulit menjadi lunak dan mengelupas. Obat-obat keratolotik dapat
mengadakan sensitasi kulit sehingga perlu hati-hati kalau menggunakannya.
Obat Topikal
-- Salep Whitfield
-- Castelani's paint
-- Asam Undesilinat
Kerja obat-obat ini sebagai keratolitik, antifungal dan anti-bakteri. Obat-obat ini
mempunyai spektum sempit, dan penggunaannya terbatas hanya untuk infeksi di kulit.
-- Tolnaftate 2%
-- Tolsildat
-- Haloprogin
-- Cyclopirox olamine 1%
-- Naftifine 1%
Clotrimazole sebagai first line drug dalam pengobatan tinea kruris, merupakan
anti jamur spektrum luas yang bekerja menghambat pertumbuhan dengan mengubah
permeabilitas membran sehingga menyebabkan kematian sel- sel jamur.
C. Terapi sistemik
Griseofulvin
Telah dipakai untuk mengatasi dermatofitosis sejak 30 tahun. Obat ini berasal
dari sejenis penicillium. Kerja obat ini bersifat fungistatik, dengan menghambat mitosis
jamur dengan mengikat protein mikrotubuler dalam sel.
Efek samping yang berat jarang timbul akibat pemakaian griseofulvin. Sakit
kepala merupakan keluhan utama, terjadi pada kira-kira 15% penderita, yang biasanya
hilang sendiri sekalipun pemakaian obat dilanjutkan.
Ketoconazole
Pemberian 200 mg sehari pada waktu makan. Lama pemberian tergantung kepada
lokalisasi dermatofitosis tersebut. Dosis anak di atas usia 2 tahun 3,3- 6,6mg/kg BB
sehari. Merupakan kontraindikasi untuk wanita hamil, kelainan fungsi hati dan
hipersensitivitas terhadap ketoconazole.
Golongan Triazole
* Itraconazole
Obat ini mempunyai daya kerja spektrum luas. Pemberian 100 mg sehari selama
15 hari, efektif untuk tinea corporis dan tinea cruris. Sedang untuk infeksi palmoplantar
diberikan 100 mg sehari selama 30 hari.
* Fluconazole
Terbinafine
Obat ini analog dengan naftifine, bersifat fungisidal dengan cara menghambat squalene
epoxidase, enzim yang berperan dalam sintesis ergosterol, sehinga terjadi penurunan
sintesis ergosterol, mengakibatkan kematian sel- sel jamur. Efek samping yang
ditimbulkan umumnya berupa gangguan gastrointestinal. Efek samping minimal
dibandingkan griseofulvin. Diberikan dalam dosis 2 x 250 mg per hari 2-4 minggu untuk
tinea kruris.
Tinea fasialis (tinea faciei) adalah suatu dermatofitosis superfisial yang terbatas
pada kulit yang tidak berambut, yang terjadi pada wajah, memiliki karakteristik sebagai
plak eritema yang melingkar dengan batas yang jelas. Pada pasien anak-anak dan wanita,
infeksi dapat terlihat pada setiap permukaan wajah, termasuk pada bibir bagian atas dan
dagu. Pada pria, kondisi ini disebut juga tinea barbae karena infeksi dermatofit terjadi
pada daerah yang berjanggut.
Penderita tinea fasialis biasanya datang dengan keluhan rasa gatal dan terbakar,
dan memburuk setelah paparan sinar matahari (fotosensitivitas). Namun, kadang-kadang,
penderita tinea fasialis dapat memberikan gejala yang asimptomatis. Ini sesuai dengan
keluhan penderita yang mengeluh rasa gatal seperti terbakar sejak 2 minggu yang lalu
didaerah wajah pasien.
Tanda klinis yang dapat ditemukan pada tinea fasialis, antara lain: bercak,
makula sampai dengan plak, sirkular, batas yang meninggi, dan regresi sentral memberi
bentuk seperti ring-like appearance. Kemerahan dan skuama tipis dapat ditemukan. Pada
pasien awalnya timbul bintik-bintik kemerahan pada muka yang dirasakan gatal, digaruk
oleh pasien dan akhirnya timbul bercak kemerahan dan kulit yang mengelupas pada muka
pasien.
gambar 1. Gambaran eritema dan skuama tipis pada pasien gambar 2.Lesi
asimetris, berbatas
tegas, plak eritema,
dengan skuama dan
krusta
Gambar . Dermatitis seboroik pada wajah. Terlihat eritema dan skuama kekuningan pada
dahi, pipi, plica nasolabialis, dan dagu
A. PENATALAKSANAAN
1. Sistemik
Untuk pengobatan sistemik dalam mengeradikasi dermatofit, obat-obatan oral
yang digunakan, antara lain:
Itrakonazol: untuk dewasa 400 mg/hari selama 1 minggu dan untuk anak-
anak 5 mg/kg/hari selama 1 minggu. Sediaannya 100 mg dalam kapsul; solusio
oral (10 mg/ml) dalam intravena. Untuk Triazole, kerjanya membutuhkan pH
asam pada lambung agar kapsulnya larut. Dapat menimbulkan aritmia
ventrikular bila dikonsumsi bersama terfenadine/astemizole, meskipun jarang.
Golongan azole lainnya, yaitu ketokonazole juga memiliki potensial interaksi
dengan obat lain, seperti agen hipoglikemik oral, kalsium antagonis, fenitoin,
dan lain-lain.
Terbinafin: dosis untuk dewasa adalah 250 mg/hari selama 2 minggu, dan
dosis anak-anak adalah 62,5 mg/hari (<20 kg), 125 mg/hari (2040 kg) atau 250
mg/hari (>40 kg) selama 2 minggu. Sediaannya 250 mg dalam tablet. Dapat
menyebabkan mual, dispepsia, nyeri perut, kehilangan pengecapan.
Mikonazol (Micatin)
Ketokonazol (Nizoral)
Imidazoles
Ekonazol (Spectazole)
Oxikonizol (Oxistat)
Sulkonizol (Exelderm)
Naftifin (Naftin)
Allylamines
Terbinafin (Lamisil)
3. Edukasi
Diperlukan pula perawatan diri di rumah (home care), seperti: menghindari
menggaruk daerah lesi, karena hal tersebut dapat membuat infeksi bertambah
parah. Menjaga kulit tetap kering dan bersih dengan menghindari aktivitas yang
dapat mengeluarkan keringat. Mandi minimal sekali sehari dan ingat untuk
mengeringkan tubuh seluruhnya. Aplikasi krim topikal anti jamur, seperti: krim
Klotrimazol (Lotrimin), Terbinafin (Lamisil), Tolnaftat (Tinactin). Beberapa
agen oral yang dapat digunakan untuk mengobati gatal yang timbul, antara lain:
Difenhidramin (Benadryl), Klorfeniramin, Loratadin (Claritin), dan Setirizin
(Zyrtec), sesuai dengan medikasi yang diberikan. Dan mengingatkan penderita
untuk memperhatikan bila ada efek samping segera kembali berobat.
DAFTAR PUSTAKA
1. Naya, et al. 2011. Referat Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin : Ektima.
http://referatnaya.blogspot.com/2011/08/v-behaviorurldefaultvml-o.html
2. http://www.scribd.com/doc/92490531/Ektima
3. Siregar, 2005. RS. Penyakit Virus. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit. Edisi
Ke-2. Jakarta: ECG.
4. http://www.scribd.com/doc/210452078/EKTIMA
5. Djuanda Adhi. 2007. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi kelima. Balai
penerbit FK UI. Jakarta.
6. Pedoman pelayanan Medis (PPM) Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan
Kelamin. Perjan RS. Dr. Cipto Mangunkusumo : Jakarta. 2005