PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Dekstrometorfan telah disetujui oleh US Food and Drug
Administration (FDA) pada tahun 1958 sebagai obat antitusif yang dapat
diperoleh secara bebas (Over The Counter) baik dalam bentuk cairan
maupun tablet.1,2 Romilar merupakan sediaan tablet pertama dan ditarik dari
perdagangan
dikarenakan
penyalahgunaan.
Sediaan
dekstrometorfan
kemudian diganti menjadi sediaan sirup dan gel tabs serta rasanya dibuat
menjadi tidak enak untuk menurunkan angka kejadian penyalahgunaan.3
Keracunan Dekstrometorfan dapat disebabkan karena tertelannya
obat dengan dosis tunggal yang besar atau penggunaan dosis supraterapeutik
yang kronis. Dekstrometorfan dapat juga digunakan sebagai subtansi
penyalahgunaan atau usaha untuk bunuh diri. Berdasarkan data dari Drug
Abuse Warning Network of US Emergency Departments tahun 2004, sekitar
12.584 orang datang ke unit gawat darurat dikarenakan masalah yang
berhubungan dengan Dekstrometorfan; yang terdiri dari 44,3% berhubungan
dengan penyalahgunaan; 30,3% efek samping dari penggunaan dosis
terapeutik; 14,1% sebagai usaha bunuh diri; dan 11,3% ketidaksengajaan.1
Penyalahgunaan Dekstrometorfan telah diketahui dalam beberapa
tahun ini, dan terdapat peningkatan insiden penggunaan oleh para remaja.
Berdasarkan laporan pada
tahun; dari tahun 1999 sampai dengan tahun 2004 serta data dari American
Association of Poison Control Centers (APCC) dan Drug Abuse Warning
Network,
terdapat
1.382
orang
yang
mengalami
penyalahgunaan
tahun
2006,
proporsi
murid
yang
menyalahgunakan
3,4
2,3,6
Word Drug Report 2009 oleh United Nations Office on Drugs and Crime,
bahwa terdapat distribusi baru untuk obat-obatan yaitu melalui internet dan
peningkatan penyalahgunaan dari obat-obatan yang mempunyai efek
psikoaktif pada remaja (zat yang dapat mengubah kesadaran, mood dan
pemikiran).6,7,8 Faktor sosial tersebut, ditambah dengan intensitas efek obat
dapat menyebabkan emerging epidemiologi menjadi lebih luas, sehingga
diharapkan para klinisi dapat memahami kriteria ketergantungan, serta para
ahli forensik dapat memahami tanda, gejala toksisitas, dan prinsip
tatalaksana yang efektif baik secara farmakologis maupun perilaku.6,8
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dalam latar belakang, maka dirumuskan
permasalahan sebagai berikut:
2
pengetahuan
mengenai
intoksikasi
farmakodinamik
dan
farmakokinetik
Dekstrometorfan.
Mengetahui patofisiologi intoksikasi Dekstrometorfan.
Mengetahui
tanda-tanda
korban
dengan
intoksikasi
khususnya
mengenai
intoksikasi
Dekstrometorfan.
Dapat menjadi sumber informasi dan landasan teori bagi tulisan-tulisan
ilmiah selanjutnya mengenai intoksikasi Dekstrometorfan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
TOKSIKOLOGI UMUM
Pestisida
Bahan Industri
Bahan untuk rumah tangga
Bahan obat-obatan
Racun (tanaman dan hewan)
Berdasarkan sumber dan tempat dimana racun-racun tersebut mudah
Misalnya:
o Asam oksalat
o Asam karbol
Selain menimbulkan rasa nyeri (efek lokal) juga akan menimbulkan
depresi pada susunan syaraf pusat (efek sistemik). Hal ini
dimungkinkan karena sebagian dari asam karbol tersebut akan diserap
dan berpengaruh terhadap otak.9
o Arsen
o Garam Pb
2.1.4 Faktor Yang Mempengaruhi Keracunan. 9
a. Cara masuk
Setiap racun baru akan menimbulkan efek yang maksimal pada
tubuh jika cara pemberiannya tepat. Misalnya jika racun-racun yang
berbentuk gas tentu akan memberikan efek maksimal bila masuknya ke
dalam tubuh secara inhalasi. Jika racun tersebut masuk ke dalam tubuh
secara ingesti tentu tidak akan menimbulkan akibat yang sama hebatnya
walaupun dosis yang masuk ke dalam tubuh sama besarnya.
Berdasarkan cara pemberian, maka umumnya racun akan paling
cepat bekerja pada tubuh jika masuk secara inhalasi, kemudian secara
injeksi (i.v, i.m dan s.c), absorbsi melalui mukosa dan yang paling lambat
jika racun tersebut masuk ke dalam tubuh melalui kulit yang sehat.
b. Keadaan tubuh
Umur
Pada umumnya anak-anak dan orang tua lebih sensitif terhadap racun
bila dibandingkan dengan orang dewasa. Tetapi pada beberapa jenis
racun seperti barbiturate dan belladonna, justru anak-anak akan lebih
tahan.
Kesehatan
Pada orang-orang yang menderita penyakit hati atau penyakit ginjal,
biasanya akan lebih mudah keracunan bila dibandingkan dengan orang
sehat, walaupun racun yang masuk ke dalam tubuhnya belum
6
mencapai dosis toksis. Hal ini dapat dimengerti karena pada orangorang tersebut, proses detoksikasi tidak berjalan dengan baik,
demikian pula halnya dengan ekskresinya. Pada mereka yang
menderita penyakit yang disertai dengan peningkatan suhu atau
penyakit pada saluran pencernaan, maka penyerapan racun pada
umumnya jelek, sehingga jika pada penderita tersebut terjadi
kematian, kita tidak boleh terburu-buru mengambil kesimpulan bahwa
kematian penderita disebabkan oleh racun. Dan sebaliknya pula kita
tidak boleh tergesa-gesa menentukan sebab kematian seseorang karena
penyakit tanpa melakukan penelitian yang teliti, misalnya pada kasus
keracunan
arsen
(tipe
gastrointestinal)
dimana
disini
gejala
preparat-preparat
mempunyai
zat-zat
korosif,
konsentrasi
lebih
penting
bila
kedokteran
kehakiman,
kemungkinan-kemungkinan
8
3. Adanya tanda / gejala klinis biasanya hanya terdapat pada kasus yang
bersifat darurat dan pada prakteknya lebih sering kita terima kasus-kasus
tanpa disertai dengan data-data klinis tentang kemungkinan kematian
karena kematian sehingga harus dipikirkan terutama pada kasus yang
mati mendadak, non traumatik yang sebelumnya dalam keadaan sehat.
4. Ditemukannya kelainan-kelainan pada tubuh korban, baik secara
makroskopik atau mikroskopik yang sesuai dengan kelainan yang
diakibatkan oleh racun yang bersangkutan. Bedah mayat (otopsi) mutlak
harus dilakukan pada setiap kasus keracunan, selain untuk menentukan
jenis-jenis racun penyebab kematian, juga penting untuk menyingkirkan
kemungkinan lain sebagai penyebab kematian. Otopsi menjadi lebih
penting pada kasus yang telah mendapat perawatan sebelumnya, dimana
pada kasus-kasus seperti ini kita tidak akan menemukan racun atau
metabolitnya, tetapi yang dapat ditemukan adalah kelainan-kelainan pada
organ yang bersangkutan.
5. Secara analisa kimia dapat dibuktikan adanya racun di dalam sisa
makanan / obat / zat yang masuk ke dalam tubuh korban. Kita selamanya
tidak boleh percaya bahwa sisa sewaktu zat yang digunakan korban itu
adalah racun (walaupun ada etiketnya) sebelum dapat dibuktikan secara
analisa
kimia,
kemungkinan-kemungkinan
seperti
tertukar
atau
Darah dan urin adalah material yang paling baik untuk analisa zat
organik non volatile, misalnya obat sulfa, barbiturate, salisilat dan
morfin.
Darah, tulang, kuku, dan rambut merupakan material yang baik untuk
pemeriksaan keracunan logam yang bersifat kronis.
Untuk racun yang efeknya sistemik, harus dapat ditemukan dalam
darah atau organ parenkim ataupun urin. Bila hanya ditemukan dalam
lambung saja maka belum cukup untuk menentukan keracunan zat tersebut.
Penemuan racun-racun yang efeknya sistemik dalam lambung hanyalah
merupakan penuntun bagi seorang analis toksikologi untuk memeriksa
darah, organ, dan urin ke arah racun yang dijumpai dalam lambung tadi.
Untuk racun-racun yang efeknya lokal, maka penentuan dalam lambung
sudah cukup untuk dapat dibuat diagnosa.
A. Pengambilan Bahan Pemeriksaan Toksikologik
Lebih baik mengambil bahan dalam keadaan segar dan lengkap
pada waktu autopsi daripada kemudian harus mengadakan penggalian
kubur untuk mengambil bahan-bahan yang diperlukan dan melakukan
analisis toksikologik atas jaringan yang sudah busuk atau sudah
diawetkan.
Pengambilan darah dari jantung dilakukan secara terpisah dari
sebelah kanan dan sebelah kiri masing-masing sebnayak 50 ml. Darah
tepi sebanyak 30-50 ml, diambila dari vena iliaka komunis bukan darah
dari vena porta. Pada korban yang masih hidup, darah adalah bahan
yang terpenting, diambil 2 contoh darah masing-masing 5 ml, yang
pertama diberi pengawet NaF 1% dan yang lain tanpa pengawet.
Urin dan bilasan lambung diambil semua yang ada didalam
kandung kemih untuk pemeriksaannya. Pada mayat diambil lambung
beserta isinya. Usus beserta isinya berguna terutama bila kematian
terjadi dalam waktu beberapa jam setelah menelan racun sehingga dapat
12
diperkirakan saat kematian dan dapat pula ditemukan pil yang tidak
hancur oleh lambung.
Organ hati harus diambil setelah disisihkan untuk pemeriksaan
patologi anatomi dengan alasan takaran forensik kebanyakan racun
sangat kecil, hanya beberapa mg/kg sehingga kadar racun dalam tubuh
sangat rendah dan untuk menemukan racun, bahan pemeriksaan harus
banyak, serta hati merupakan tempat detoksikasi tubuh terpenting.
Ginjal harus diambil keduanya, organ ini penting pada keadan
intoksikasi logam, pemeriksaan racun secara umum dan pada kasus
dimana secara histologik ditemukan Caoksalat dan sulfo-namide. Pada
otak, jaringan lipoid dalam otak mampu menahan racun. Misalnya
CHCI3 tetap ada walaupun jaringan otak telah membusuk. Otak bagian
tengah penting pada intoksikasi CN karena tahan terhadap pembusukan.
Untuk menghidari cairan empedu mengalir ke hati dan mengacaukan
pemeriksaan, sebaiknya kandung empedu jangan dibuka.
Cara lain yang dapat dilakukan untuk mengambil sampel selain
dengan cara yang telah disebutkan, adalah: 11
1. Tempat masuknya racun (lambung, tempat suntikan)
2. Darah
3. Tempat keluar (urin, empedu)
B. Wadah Bahan Pemeriksaan Toksikologi11
Idealnya terdiri dari 9 wadah dikarenakan masing-masing bahan
pemeriksaan diletakkan secara tersendiri, yaitu :
13
Alkohol absolut
Larutan garam dapur jenuh
Larutan NaF 1 %
Larutan NaF + Na sitrat
Na benzoat + fenil merkuri nitrat
Volume pengawet sebaiknya dua kali volume bahan pemeriksaan
2.2 DEKSTROMETORFAN
2.2.1 Struktur Kimia
Dekstrometorfan merupakan senyawa dari methylether dextrorotary
enantiomer dari methyl ether, levorphanol, suatu senyawa analgesic opioid
yang
tingkat
penyalahgunaannya
dextromethorphan
adalah
cukup
tinggi.
Penamaan
untuk
(+)-3-methoxy-17-methyl-9,13,14-
morphinan.12,13
14
umur
tahun
Dekstrometorfan
HBr
(Benylin,
(30 mg/hari)
Robitussin,
Vicks
jam
mg tiap 6-8
(60
mg/hari)
5 mg tiap 4 jam (30 5-15 mg tiap 5-15 mg tiap 2-4
lozenges mg/hari)
(Trocal)
Dekstrometorfan
jam
mg/hari)
2.2.4 Farmakokinetik
a. Absorbsi
Pada penggunaan secara oral, dekstrometorfan diabsorbsi secara
cepat pada traktus gastrointestinal dan mengalami metabolisme dalam
waktu sampai 1 jam. Dalam waktu 2,5 jam, kadar konsentrasi dalam
plasma mencapai puncak.12,16 DMP cepat diserap melalui usus, kemudian
15
masuk ke aliran darah dan menembus sawar darah otak. Pertama kali
DMP akan melewati vena porta hepatica, sebagian obat akan diubah
menjadi bentuk metabolit aktif, dekstrofan, 3-hidroksi dekstrometorfan.
Aktivitas terapeutik dari DMP berasal dari obat ini dan metabolitnya.
b. Metabolisme
Di dalam hepar, dekstrometorfan mengalami proses demethylasi
oleh enzim CYP2D6 dan sitokrom P450 menjadi D-methoxymorphinan,
D-hydroxymorphinan dan dexthrorphan.12,16 CYP2D6 berperan penting
dalam metabolisme DMP menjadi bentuk inaktif. Sebagian populasi
mengalami defisiensi enzim CYP2D6 sehingga metabolisme obat
tersebut terganggu sehingga durasi dan efek obat tersebut mengalami
peningkatan tiga kali lipat.
Dari ketiga hasil proses demethylasi, dexthrorphan merupakan
metabolit senyawa antitusif yang paling banyak dihasilkan, sedangkan
dari seluruh dosis dekstrometorfan, hanya 15% saja yang diubah menjadi
metabolit
minor,
yaitu
D-methoxymorphinan
dan
D-
hydroxymorphinan.12,16
c. Ekskresi
Dektrometorfan terutama diekskresikan melalui urine. Hasil
ekskresi dekstrometorfan tergantung pada metabolism di hepar, sampai
11% dapat diekskresikan dalam bentuk tidak berubah dan sampai 100%
dapat
diekskresikan
dalam
bentuk
senyawa
morphin
yang
terkonjugasi.12,13,16
2.2.5 Farmakodinamik
Pada dosis terapeutik, dekstrometorfan dapat berperan secara sentral
(artinya bekerja pada otak) bukan secara lokal (pada traktus respiratorius).
Obat ini bekerja meningkatkan ambang batas batuk, tanpa menghambat
aktivitas silia. Obat ini cepat diserap melalui saluran cerna dan
dimetabolisme 15 sampai 60 menit setelah konsumsi, dipengaruhi juga oleh
16
usia. Dosis lazimnya 15-60mg, bergantung pada umur. Durasi kerja obat 3-8
jam
untuk
Dekstrometorfan
dekstrometorfan polistirex.17
hidrobromida
dan
10-12
jam
untuk
Sama
seperti
semua
antagonis
NMDA,
dekstrofan
dan
pencetusan
dari
nyeri
sekunder.
Dekstrometorfan
memiliki
ion
Ca2+,
sehingga
sensitisasi
menurun
dan
terjadi
pengurangan nyeri.19
b) Euforia
Respons afektif yang paling umum adalah euforia. Tetapi ada
juga yang dapat mengalami disforia.19
c) Sedasi
Terdapat sedikit amnesia atau tidak sama sekali.19
d) Depresi napas
Menghambat mekanisme pernapasan batang otak. PCO2
alveoler akan meningkat. Depresi napas ini tergantung pada dosis dan
dipengaruhi oleh tingkat masukan sensorik yang yang terjadi pada saat
itu.19
e) Penekan batuk
Dapat menekan
reflek
batuk,serta dapat
menyebabkan
18
20
dapat
digunakan
sebagai
anti
depresi
pernafasan.
(SSP)
terjadi
dalam
waktu
30
menit
setelah
menelan
dekstrometorfan.
Bilas lambung diikuti penggunaan arang aktif dapat digunakan
dalam waktu 1 sampai 2 jam setelah menelan DMP dan diindikasikan
untuk keracunan oral dalam jumlah besar atau pada pasien yang koma
atau risiko kejang-kejang. Bilas lambung pada pasien koma harus
didahului oleh intubasi.
Arang aktif / katarsis dapat diberikan sendiri atau dengan katarsis
seperti sorbitol atau magnesium sitrat, meskipun pada saat ini belum
ada data mengenai adsorpsi dekstrometorfan oleh arang. Karena tidak
ada data mengenai adsorpsi dekstrometorfan oleh arang dan
21
katarsis,
penggunaannya
tampak
logis
untuk
forced
atau
diuresis,
dialisis
alkalinization,
untuk
pengobatan
pengasaman,
overdosis
4.1 Dewasa
Nalokson dapat bermanfaat sebagai reverse efek pernapasan
dan SSP yang disebabkan dekstrometorfan. Meskipun ada laporan
tentang respon terhadap nalokson yaitu gejala neurologis yang
terjadi lebih dari tiga sampai delapan jam setelah pemberian
nalokson, dan hal ini lebih menggambarkan perjalanan alami
toksisitas dekstrometorfan daripada respon terhadap nalokson. Saat
ini tidak ada bukti yang menunjukkan keberhasilan signifikan yang
terkait dengan penggunaan nalokson.
4.2. Anak
Tidak ada data yang tersedia.
2.4
TEMUAN FORENSIK
Pada pemeriksaan luar dapat ditemukan:21,22
1. Sianosis pada muka dan ujung-ujung ekstrimitas (pada bibir, ujung jari
dan kuku). yang disebabkan tubuh mayat lebih membutuhkan HbCO 2
daripada HbO2.
2. Lebam mayat cepat timbul, luas, dan lebih gelap karena terhambatnya
pembekuan darah dan meningkatnya fragilitas/permeabilitas kapiler. Hal
ini akibat meningkatnya kadar CO2 sehingga darah dalam keadaan lebih
cair. Lebam mayat lebih gelap karena meningkatnya kadar HbCO2
3. Busa halus pada hidung dan mulut. Busa halus ini disebabkan adanya
fenomena kocokan pada pernapasan kuat.
4. Pelebaran pembuluh darah konjuntiva bulbi dan palpebra.
5. Bintik-bintik perdarahan (Tardieus spot) pada konjuntiva bulbi dan
palpebra. Tardieus spot merupakan bintik-bintik perdarahan (petekie)
akibat pelebaran kapiler darah setempat.
23
24
25
pengaruh
pemberian
dekstrometorfan
terhadap
hidropik, dan nekrosis. Selain itu, terdapat juga respon radang yang
ditunjukkan dengan terdapatnya deposit limfosit dan juga perdarahan
yang ditunjukkan dengan terdapatnya eritrosit.
27
2.5
LABORATORIUM PENUNJANG
Pemeriksaan urine dapat dilakukan ketika terdapat kecurigaan atau
riwayat menggunakan dekstrometorfan. Terdapat dua tipe utama skrining
obat-obatan dalam urine : pemeriksaan immunoassay dan kromatografi.26
Pemeriksaan immunoassay menggunakan antibodi untuk mendeteksi
adanya zat obat dengan menemukan metabolitnya. Pemeriksaan ini biasanya
digunakan pada awal pemeriksaan karena prosesnya yang cepat dengan
harga yang terjangkau. Dalam pemeriksaan dekstrometorfan, hasil positif
palsu seringkali terjadi karena hasil metabolit dekstrometorfan yang serupa
dengan metabolit obat golongan opiat dan atau penisiklidin. Deteksi opiat
dapat ditemukan setelah satu sampai tiga hari setelah konsumsi opiat, dan
metabolit penisiklidin dapat ditemukan dari tujuh hingga empat belas hari
setelah konsumsi penisiklidin.26
Pemeriksaan kromatografi urine pada dekstrometorfan menggunakan
prinsip menemukan metabolit berupa dekstorfan dengan cara menemukan
hasil assay dalam urine dengan high-performance liquid chromatography
(HLPC)
ataupun
dengan
Gas
Chromatography/Mass
Spectrometry
28
Pemeriksaan
untuk
menentukan
apakah
adanya
kandungan
29
BAB III
PEMBAHASAN KASUS
Kasus pertama:
Pasien A, perempuan usia 12 tahun, mempelajari bahwa dekstrometrofan
dapat digunakan untuk tujuan terlarang dari teman-teman di sekolah dan dari
program televisi. Bersama temannya (pasien B) dia mencuri beberapa kotak obatobatan yang mengandung dekstrometrofan. Dari toko obat lokal dan menelan 8
tablet gel (dekstrometrofan 30 mg; klorfeniramin 4 mg per tablet), sebelum
menonton film di bioskop. Beberapa menit kemudian kedua anak perempuan
tersebut memutuskan untuk menghabiskan seluruh obatnya dan mengkonsumsi 8
tablet gel lagi. Kurang lebih 30 menit setelah mengkonsumsi obat tersebut, pasien
muntah. Sepulangnya dari bioskop, ibu pasien menemukan anaknya tertawa
secara tidak wajar dan telah menyalahgunakan dekstrometrofan. Ibunya membawa
anaknya ke unit gawat darurat (UGD).7
Setibanya
di
UGD,
pasien
A mengalami
agitasi
ringan.
Dia
mengemukakan bahwa dia hampir selalu mencuri obat tersebut dan dosis
dekstrometrofan yang biasa dikonsumsi adalah 8 tablet gel dan telah
mengkonsusmi obat tersebut selama 12 bulan. Pada pemeriksaan fisik, pasien
tampak sakit ringan dan refleks pupil minimal, dengan diameter 6 mm, mukosa
oral kering dan wajah kemerahan. Nistagmus lateral positif. Pasien B
mengkonsumsi 16 tablet gel namun muntah sebanyak 5 kali setelah
mengkonsumsi obat. Di UGD, pasien mengakui menggunakan ganja secara
berkala, namun dia telah menyalahgunakan dekstrometrofan selama 1 tahun. Pada
pemeriksaan fisik, pasien tampak sakit ringan. Pada pemeriksaan fisik, terdapat
nistagmus lateral dan pemeriksaan fisik lainnya normal, walaupun pasien tampak
sedikit bingung. Pemeriksaan laboratorium, termasuk pemeriksaan kehamilan,
konsentrasi serum asetaminofen, dan skrining penyalahgunaan obat-obatan pada
kedua pasien negatif. Mereka pulang setelah menerima terapi suportif.7
30
Kasus kedua:
Pasien laki-laki usia 44 tahun yang mengalami ketergantungan terhadap
dekstrometrofan selama beberapa tahun, membeli obat tersebut di apotik tanpa
resep dokter. Dia mengkonsumsi obat tersebut dengan dosis 1800 mg setiap
harinya. Hal ini menyebabkan pekerjaan dan aktivitas sehari-harinya terganggu.
Pada pemeriksaan fisik dan neurologis normal kecuali adanya ataksia ringan pada
pemeriksaan tunjuk hidung. Meskipun dekstrometrofan tidak dapat terdeteksi
dengan skrining semikuantitatif, pemeriksaan gas kromatografi multidimensional
dapat
dilakukan.
Pemeriksaan
sampel
urine
ditemukan
mengandung
Pembahasan:
Dosis terapeutik dekstrometrofan maksimum 120 mg/hari. Pasien tersebut
didiagnosis telah mengalami ketergantungan terhadap dekstrometrofan selama 5
tahun. Dengan criteria ICD 10 yang terpenuhi berupa keinginan yang kuat untuk
mengkonsumsi dekstrometrofan, kurangnya kemampuan untuk mengkontrol
jumlah pemakaian zat, munculnya gejala putus obat, dan terganggunya kehidupan
sehari-hari.30
Kasus ketiga:
Seorang anak perempuan berumur 12 taghun dibawa ke UGD karena
penurunan kesadaran. Orangtua anak itu menceritakan riwayat kelebihan
penggunaan obat batuk antitusif, tablet kunign berukuran kecil, untuk niat yang
tidak baik. Kebiasaan anak itu mengkonsumsi obat tersebutsemakin meningkat
dosisnya, dan kadang-kadang mengkonsumsi beberapa tablet dalam sehari untuk
mendapatkan efek euforia.
BAB IV
32
PENUTUP
4.1 Simpulan
efek
euforia
dan
halusinasi
penglihatan
maupun
reverse
efek
pernapasan
dan
SSP
yang
disebabkan
waktu yang berbeda dan berbagai gejala yang ditimbulkan pada setiap
organ tubuh. Perlu dilakukan regulasi lebih lanjut untuk obat yang
mengandung
Dekstrometorfan
dekstrometorfan
memiliki
agar
potensi
tidak
untuk
dijual
bebas,
karena
disalahgunakan
apabila
DAFTAR PUSTAKA
1. Cyhka Peter et all. Dextromethorphan poisoning: An evidence-based
consensus guideline for out-of-hospital management. Clinical Toxicology
(2007): 45, 662677.
http://informahealthcare.com/doi/pdf/10.1080/15563650701606443.
(Maret 2011)
35
Pharmacy
Today
2009(Mar);15(3):4855.
http://archpedi.ama-assn.org/cgi/reprint/160/12/1217.
(Maret
2011)
5. Klein M. Drug Enforcement Administration Request for an Abuse
Potential
Evaluation
and
Dextromethorphan.
Scheduling
Recommendation
Amerika;2005.
hal
for
1-135.
http://www.fda.gov/downloads/advisorycommittees/drugs/ucm224446.pdf
6. Boyer
E.
Dextromethorphan
2004(Mar);12(20):1-6.
Abuse.
Pediatric
Emergency
Care
http://www.erowid.org/references/refs_view.php?
Dtsch
Arztebl
Int
2010;
107(30):
537-540
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2925345/pdf/Dtsch_Arzteb
l_Int-107-0537.pdf (Maret 2011)
8. WHO.
Neuroscience
of
Psychoactive
Substance
Use
and
Dependence.Geneva;2004.
36
http://www.who.int/substance_abuse/publications/en/Neuroscience_E.pdf
(Maret 2011)
9. Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Ilmu Kedokteran Forensik, Edisi Kedua. Jakarta: 1997
10. Badan Penerbit Universitas Diponegoro Semarang. Tanya Jawab Ilmu
Kedokteran Forensik. Semarang: 2009
11. http://www.majalah-farmacia.com/rubrik/one_news.asp?
IDNews=214( diunduh 12/03/2011)
12. Terry YC. Dextromethorphan Abuse [homepage on the Internet]. c2008
[cited
2010
Jan
28].
Available
from:
http://www.pharmacytimes.com/issue/pharmacy/2008/2008-11/2008-118747
13. Jody KB, Uerica KW, Jenny WH, Merilib B, Conan MD, Ilene BA.
Dextromethorphan Abuse in Adolescence. Arch Pediatr Adolesc Med
[serial online]. 2006 [cited 2009 Dec 7];160:6. Available from:
http://archpedi.ama-assn.org/cgi/content/full/160/12/1217
14. http://www.chemeurope.com/en/encyclopedia/Dextromethorphan.html
15. Chyka P, Erdman A. Manoguerra A. Christianson G. Booze L. Nelson L. et
al. Dextromethorphan poisoning: An evidence-based consensus guideline
for out-of-hospital management. Clinical Toxicology. 2007. 45 (6). 662677.
Available
from:
http://www.aapcc.org/FinalizedPMGdlns/dextromethorphan
%20Guideline.pdf) maret 2011
37
1996
Aug;
cited
2010
Jan
28].
Available
from:
http://www.inchem.org/documents/pims/pharm/pim179.htm
17. Frank Romanelli and Kelly M. Smith. Dextromethorphan abuse: Clinical
effects and management. Pharmacytoday. USA: American Pharmacists
Association.
2009.
http://www.pharmacytoday.org/pdf/2009/Mar_CE_exam.pdf
p50-51.
(30
maret
2011)
18. Hernandez SC, Bertolino M, Xiao Y, Pringle KE, Caruso FS, Kellar KJ.
Dextromethorphan and its metabolite dextrorphan block alpha3beta4
neuronal nicotinic receptors. J. Pharmacol. Exp. Ther. 293 (3): 962-7.
Available
from:
http://www.chemeurope.com/en/encyclopedia/Dextromethorphan.html
(Maret 2011)
19. Dextromethorphan [homepage on the Internet]. No Date [cited 2010 Jan
28].Available from: http://www.chemie.de/lexikon/e/Dextromethorphan/
20. http://www.inchem.org/documents/pims/pharm/pim179.htm#PartTitle:10.
%20MANAGEMENT
21. Chadha PV. Kematian Akibat Asfiksia. Dalam Ilmu Forensik dan
Toksikologi. Edisi kelima. Penerbit: Widya Medika.
22. Mansjoer A, Suprohaita dkk. Asfiksia, Tenggelam, dan Keracunan. Dalam
Kapita Selekta Kedokteran. Edisi ketiga. Jilid kedua. Penerbit:Media
Aeskulapius. FK-UI. 2000.
38
the
inaltered
dextromethorphan.
outcome
European
of
Journal
CYP2D6
of
phenotyping
Drug
Metabolism
with
and
Dtsch
Arztebl
Int
2010;
107(30):
537-540
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2925345/pdf/Dtsch_Arzteb
l_Int-107-0537.pdf (Maret 2011)
39
Thai.
2005.
(88);
242-243.
40