Anda di halaman 1dari 20

1

PORTOFOLIO
“INTOKSIKASI RACUN RUMPUT”

Penyusun:
dr. Widia Pinasthika

Pembimbing Kasus:
dr. Ari Sisworo, Sp.PD

Pembimbing Internsip:
dr. Ganty Oktapariani
dr. Ibrahim Muhammad

PROGRAM INTERNSIP DOKTER UMUM RS AR BUNDA


PERIODE MEI 2018/2019
2

PORTOFOLIO
Kasus 2
Topik : Intoksikasi Racun Rumput
Tanggal (kasus) : 03/09/2018 Presenter : dr. Widia Pinasthika
dr. Ari Sisworo, Sp.PD
Tanggal Presentasi : Pendamping : dr. Ganty Oktapariani
dr. Ibrahim Muhammad
Tempat Presentasi :
Objektif Presentasi :
□ Keilmuan □ Keterampilan □ Penyegaran □ Tinjauan Pustaka
□ Diagnostik □ Manajemen □ Masalah □ Istimewa
□ Neonatus □ Bayi □ Anak □ Remaja □ Dewasa □ Lansia □ Bumil
□ Deskripsi : Seorang laki laki datang dengan keluhan sesak nafas
□ Tujuan : Menegakkan diagnosis
Bahan
□ Tinjauan Pustaka □ Riset □ Kasus □ Audit
Bahasan :
Cara □ Presentasi dan □ Pos
□ Diskusi □ E-mail
Membahas : Diskusi
Data Pasien : Nama : Tn. Z , Laki-laki, 60 thn No. Registrasi : 18015496
Nama RS: RS Ar Bunda Lubuk Linggau Telp : Terdaftar sejak :
Data Utama untuk Bahan Diskusi :

- Gambaran Klinis: Pasien datang dengan penurunan kesadaran sehabis minum racun
rumput sejak 2 jam SMRS. Racun yang diminum merek topquat (sejenis Gramoxone)
sebanyak ¼ botol (±62,5ml). Pasien bicara meracau, gelisah (+), haus (+) muntah 1 kali.
Menurut pengakuan keluarga, pasien stress akibat penyakit livernya yang tak kunjung
sembuh walaupun sudah berobat kesana kemari.

1. Riwayat Pengobatan: -
2. Riwayat kesehatan/Penyakit: Liver (+), Hipertensi (-), Diabetes Mellitus (-)
3. Riwayat Keluarga : -
3

Hasil Pembelajaran :
1. Kandungan Racun Rumput
2. Asal Paparan Racun Rumput
3. Farmakokinetik Racun Rumput
4. Patofisiologi Intoksikasi Racun Rumput
5. Manifestasi Klinis Intoksikasi Racun Rumput
6. Diagnosis Intoksikasi Racun Rumput
7. Tatalaksana Intoksikasi Racun Rumput

Rangkuman Hasil Pembelajaran Portofolio

1. Subjektif :

Pasien datang dengan penurunan kesadaran sehabis minum racun rumput sejak 2 jam
SMRS. Racun yang diminum merek topquat (sejenis Gramoxone) sebanyak ¼ botol
(±62,5ml). Pasien bicara meracau, gelisah (+), nafas tampak sedikit sesak, haus (+)
muntah 1 kali. Menurut pengakuan keluarga, pasien stress akibat penyakit livernya yang
tak kunjung sembuh walaupun sudah berobat kesana kemari.

2. Objektif :

Keadaan Umum : Tampak Sakit Berat


Kesadaran : Delirium
Tanda Vital : TD: 110/70 mmHg, N: 105x/menit, RR: 26 x/menit S: 37ºC
SpO2: 99%
GCS: 11 (E3M5V3)
a. Pemeriksaan Fisik :

Kepala

Bentuk : Normosefali
Rambut : Hitam, tidak mudah dicabut.
Mata : CA (-/-), SI (-/-), pupil isokor ka/ki, refleks cahaya (+)
4

Mulut : Mukosa mulut dan bibir kering (+), sianosis (-) faring hiperemis
Leher : JVP 5±2 cmH2O
Thoraks : Simetris, retraksi (-)
Cor : Bunyi Jantung I dan II (+) reguler, murmur (-), gallop (-)
Pulmo : Vesikuler (+/+) normal, ronkhi (-), wheezing (-)

Abdomen : Datar, lemas, bising usus (+) normal, perkusi timpani


Hepar : Tidak Teraba
Lien : Tidak Teraba

Ekstremitas : Akral hangat, CRT <2 detik, clubbing finger (-),


edema pretibial (-/-)

b. Pemeriksaan Penunjang Laboratorium


HEMATOLOGI
PEMERIKSAAN HASIL NORMAL
Lk: 14-18 gr%
Hemoglobin 15,5gr%
Wn: 12-16 gr%
Leukosit 17.000 ul 4500-10.700 ul
Lk: 4.6- 6.2 ul
Eritrosit 5,3 juta ul
Wn: 4.2- 5,4 ul
Lk: 40-54 %
Hematokrit 46%
Wn: 38-47 %
Trombosit 277.000 u/l 159-400 u\l

3. Assesment :

Tn Z, 60 tahun, didiagnosis sebagai intoksikasi racun rumput jenis paraquat. Diagnosis


ditegakkan berdasarkan pengakuan keluarga yang melihat Tn. Z meminum racun rumput jenis
paraquat sebanyak ¼ botol sekitar 2 jam SMRS. Pasien penurunan kesadaran, bicara meracau,
gelisah (+), nafas tampak sedikit sesak, haus (+) muntah 1 kali. Hal ini dikarenakan efek dari
racun paraquat yang neurotoksik, sehingga dapat menyerang otak sehingga mengakibatkan gejala
seperti penurunan kesadaran, bicara meracau dan gelisah. Tingkat keparahan penyakit juga
tergantung dari seberapa banyak racun yang dikonsumsi, pada pasien ini racun yang dikonsumsi
sebanyak ¼ botol (sekitar 62,5 ml) dan ini termasuk paparan yang berat sehingga prognosis
5

pasien jelek karena dalam 24-48 jam, racun paraquat dengan dosis >40ml akan mengakibatkan
kematian karena multiple organ failure.

4. Plan :

Pengobatan:
- O2 3-5 L/m
- Pasang NGT alirkan
- IVFD RL gtt 20 tpm
- Injeksi Omeprazole 1x40mg
- Injeksi Ceftriaxon 2x1gr
- Cek lab/EKG
- Alih rawat dr. Ari Sisworo, Sp.PD

Pendidikan :
Edukasi dilakukan kepada pasien dan keluarganya:
 Memberitahu bahwa tidak ada pengobatan khusus untuk keracunan Paraquat.
Tujuannya adalah untuk meringankan gejala dan komplikasi yang ada (perawatan
suportif). Prognosis tergantung pada tingkat keparahan paparan.

5. Follow Up

03/09/2018; 03.00

- S : Penurunan kesadaran, gelisah, meracau, nafas sedikit sesak


- O : TD: 110/70, N: 105x/menit, RR: 26x/menit, T: 37ºC
- A : Intoksikasi Racun Rumput
P : O2 3-5 L/m
- NGT terpasang  keluar cairan berwarna biru kehijauan sekitar ± 300cc
- IVFD RL gtt 20 tpm
- Injeksi Omeprazole 1x40mg
- Injeksi Ceftriaxon 2x1gr

03/09/2018; 08.10
- S : Os tidak bernafas
- O : Cek responsi  (-), pulsasi arteri karotis (-), SpO2 tidak terbaca, pupil midriasis
maksimal, EKG asistole
- A : Cardiac Arrest
6

- P : Dilakukan RJP selama 10 menit dan terpasang monitor  asistole .


- Os dinyatakan meninggal pada pukul 08.10 WIB
7

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Gramoxone
1,BC
Gramoxone merupakan nama dagang dari paraquat yang paling banyak dipakai . Paraquat
yang digunakan lebih dari 120 negara bekerja secara non-selektif menghancurkan jaringan
tumbuhan dengan mengganggu/merusak membran sel. Paraquat (metil viologen),
[C12H14N2]2+, dengan nama kimia 1,1’-dimetil-4,4’-bipiridinum atau dalam bentuk paraquat
diklorida [C12H14N2]Cl2 , merupakan herbisida golongan bipiridil yang berefek toksik
sangat tinggi. Paraquat dapat pula ditemukan secara komersial sebagai garam metil sulfat
(C12H14N2 • 2CH3SO4)1,2.

Gambar 1. Paraquat dan metabolitnya3

Paraquat adalah produk sintesis yang pertama kali dibuat pada tahun 1882 oleh
Weidel dan Russo. Pada tahun 1933, Michaelis dan Hill menemukan kandungan redoks dan
disebut senyawa metil viologen. Kandungan paraquat pertama kali dijelaskan pada tahun
1958 dan mulai menjadi produk komersil pada tahun 1962 4,5.
8

Paraquat mempunyai ciri berupa 2,4,5:


a. berupa massa padat, tetapi biasanya dalam bentuk konsentrat 20-24%
b. berat molekul 257,2 D
c. pH 6,5 – 7,5 dalam bentuk larutan
d. titik didih pada 760 mmHg sekitar 175oC – 180oC.
e. berwarna kuning keputihan dan berbau seperti ammonia
f. sangat larut di dalam air, kurang larut dalam alkohol, dan tidak larut dalam senyawa
hidrokarbon
g. stabil dalam larutan asam atau netral dan tidak stabil dalam senyawa alkali
h. tidak aktif akibat paparan sinar ultraviolet

2.2. Asal Paparan


Jenis herbisida seperti paraquat memberikan efek toksik yang berbeda tergantung bagaimana
zat tersebut masuk ke dalam tubuh manusia. Beberapa di antaranya, yaitu5:
a. Oral
Merupakan jalan masuknya zat yang paling sering yang didasari adanya tujuan bunuh
diri. Tertelannya paraquat juga dapat terjadi secara kebetulan atau dari masuknya butiran
semprotan ke dalam faring, namun biasanya tidak menimbulkan keracunan secara
sistemik.
b. Inhalasi
Belum ada kasus keracunan sistemik yang dilaporkan dari paraquat akibat inhalasi droplet
paraquat yang ada di udara walaupun pada penilitian pada hewan menunjukkan tingginya
keracunan melalui inhalasi. Efek toksik melalui inhalasi melalui semprotan biasanya
hanya berupa iritasi pada saluran pernapasan atas akibat deposit paraquat pada daerah
tersebut.
c. Kulit
Kulit normal yang intak merupakan barier yang baik mencegah absorbsi dan keracunan
sistemik. Namun, jika terjadi kontak yang lama dan lesi kulit yang luas, keracunan
sistemik dapat terjadi dan dapat menyebabkan keracunan yang berat sampai kematian.
Kontak yang lama dan trauma dapat memperburuk kerusakan kulit, namun ini terbilang
jarang.
d. Mata
9

Konsentrat paraquat yang terpercik dapat menyebabkan iritasi mata yang berat yang jika
tidak diobati dapat menyebabkan erosi atau ulkus dari kornea dan epitel konjungtiva.
Inflamasi tersebut berkembang lebih dari 24 jam dan ulserasi yang terjadi menjadi faktor
resiko infeksi sekunder. Jika diberikan pengobatan yang adekuat, penyembuhan biasanya
sempurna walaupun memakan waktu yang lama.

Gambar 2. Paparan paraquat pada mata6

e. Parenteral
Keracunan sistemik jarang terjadi pada kasus akibat injeksi subkutan, intraperitonial, dan
intravena dari paraquat.

2.3. Farmakokinetik
Penelitian pada tikus dan anjing menunjukkan absorpsi paraquat yang cepat tetapi tidak
sempurna melalui traktus gastrointestinal khususnya lambung, kira-kira kurang dari 5%
diabsorpsi. Informasi absorpsi paraquat melalui lambung pada manusia belum ada, tetapi bisa
diasumsikan hal itu dapat disamakan, namun masih perlu penilitian untuk mendukung hal
tersebut. Absorpsi melalui kulit yang tidak intak dapat terjadi, namun terbatas hanya sekitar
0,3% dari dosis terapan5.
Paraquat yang terabsorpsi didistribusikan ke semua organ dan jaringan melalui aliran
darah. Paru-paru merupakan organ selektif tempat terkumpulnya paraquat dari plasma
melalui suatu proses energi. House et al (1990) menemukan bahwa waktu paruh paraquat
sekitar 5 – 84 jam. Paraquat tidak dimetabolisme tetapi direduksi menjadi radikal bebas yang
tidak stabil, yang kemudian mengalami reoksidasi untuik membentuk kation dan
menghasilkan anion superoksida5.
10

Penelitian pada hewan menunjukkan paraquat diekskresi secara cepat oleh ginjal.
Sekitar 80-90% diekskresi dalam waktu 6 jam dan hampir 100% dalam 24 jam. Paraquat
dapat menyebabkan nekrosis tubular akut yang dapat memperlambat ekskresi lebih dari 10-
20 hari5.

2.4. Patofisiologi
Ketika masuk dalam tubuh per oral dalam dosis yang adekuat, paraquat mempunyai efek
terhadap traktus gastrointestinal, ginjal, hepar, jantung, dan organ lainnya. Paru-paru
merupakan target organ utama dari paraquat dan efek toksik yang dihasilkan dapat
menyebabkan kematian walaupun toksisitas melalui inhalasi terbilang jarang7.
Mekanisme utama yang terjadi ialah paraquat menimbulkan stres oksidatif melalui
siklus redoks (reduksi oksidasi) sehingga membentuk radikal bebas yang dapat menyebabkan
kerusakan pada jaringan. Radikal bebas merupakan suatu kelompok bahan kimia baik berupa
atom atau molekul dengan reaksi jangka pendek yang memiliki satu atau lebih elektron
bebas. Atom atau molekul dengan elektron bebas ini dapat digunakan untuk menghasilkan
tenaga dan beberapa fungsi fisiologis di dalam tubuh. Namun oleh karena mempunyai tenaga
yang sangat tinggi, zat ini juga dapat merusak jaringan normal apabila jumlahnya terlalu
banyak. Radikal bebas yang terdiri atas unsur oksigen dikenal sebagai kelompok oksigen
reaktif (reactive oxigen species / ROS), seperti anion superoksida (O2-)7,8,9.
Telah ditemukan bukti bahwa reaksi redoks merupakan reaksi utama yang
bertanggung jawab terhadap toksisitas paraquat. Kation paraquat dapat direduksi oleh
NADPH-dependent mikrosomal flavoprotein reductase menjadi bentuk radikal tereduksi.
Kemudian bereaksi dengan molekul oksigen membentuk kation paraquat dan ion superoksida
(O2-). Paraquat berlanjut ke dalam siklus dari bentuk teroksidasi ke bentuk tereduksi dengan
elektron dan oksigen. Paraquat menyebabkan kematian sel melalui lipid peroksidase atau
deplesi NADPH, seperti yang terjadi pada paru-paru 5, 8.
Brian J. Day (1999) dalam salah satu jurnalnya menggambarkan bagaimana toksisitas
paraquat juga melibatkan nitrc oxide synthase (NOS). NOS adalah enzim yang memproduksi
NO dan molekul lainnya dengan mengkatalisis oksigen dan NADPH. Teori saat ini
menjelaskan NO bereaksi dengan O2- yang terbentuk dari paraquat untuk menghasilkan
toksin peroxynitrit. Dan dari hasil penelitiannya menunjukkan bahwa NOS merupakan
diaforase paraquat dan toksisitas berupa senyawa aktif redoks melibatkan penurunan aktivitas
NO. Diaforase adalah suatu kelas enzim yang memindahkan elektron dari NADH atau
11

NADPH ke molekul seperti tetrazolium, quinon, dan paraquat. Biasanya diaforase paraquat
merupakan enzim oksidoreduktase yang terdiri dari flavin dan menggunakan NADH atau
NADPH sebagai elektron donor. Pada umumnya enzim diaforase yang dapat bereaksi redoks
dengan paraquat adalah sitokrom P450 reduktase 8.
Edema paru akut dan kerusakan paru-paru dini dapat terjadi dalam beberapa jam
akibat paparan akut yang berat. Kerusakan lanjut berupa fibrosis paru, penyebab kematian,
yang kebanyakan terjadi 7-14 hari setelah paparan. Pada pasien yang terpapar dalam
konsentrasi yang sangat tinggi, beberapa di antaranya meninggal lebih cepat (sekitar 48 jam)
akibat kegagalan sirkulasi7.
Baik pneumatosit tipe I maupun tipe II bergerak ke daerah akumulasi paraquat.
Biotrasnformasi dari paraquat di dalam sel-sel tersebut menyebabkan produksi radikal bebas
sehingga terjadi peroksidase lipid dan kerusakan sel. Cairan protein hemoragik dan leukosit
menginfiltrasi alveolus, setelah terjadi proliferasi fibroblast yang cepat. Terjadi penurunan
progresif pada tekanan parsial oksigen arteri dan kapasitas difusi CO2. Kerusakan berat pada
pertukaran gas tersebut menyebabkan proliferasi yang cepat dari jaringan ikat fibrous di
dalam alveolus dan pada akhirnya kematian akibat asfiksia dan anoksia jaringan7.

Gambar 3. Mekanisme toksisitas paraquat10


12

Paraquat juga bersifat neurotoksik. Paraquat secara struktural menyerupai


neurotoksikan dopaminergik, yaitu 1-methyl-4-phenyl-1,2,3,6-tetrahydropyridine (MPTP).
Akhirnya telah disadari bahwa paraquat dapat menjadi faktor etiologi dari penyakit Parkinson
11,12
.
Wonsuk Yang (2005) pada penelitiannya mendapatkan adanya hubungan antara
toksistas paraquat terhadap dopaminergik akibat dari proses stres oksidatif dan disfungsi
proteasomal. Dari disertasinya dikemukakan beberapa bukti dan kesimpulan yang
mendukung hal tersebut, di antaranya 12:
a. paraquat meningkatkan konsentrasi ROS pada sel saraf yang diteliti (SY5Y)
b. paraquat menghambat aktivitas glutathione peroksidase
c. paraquat menurunkan potensial transmembran mitokondria (MTP)
d. paraquat menyebabkan peningkatan malondialdehyde (MDA) yang mengindikasikan
kerusakan oksidatif pada komponen sel yang diteliti
e. paraquat menurunkan aktivitas proteasomal, aktivitas mitokondria, dan tingkat ATP
intrasel, yang mengindikasikan disfungsi mitokondria disertai aktivasi jalur apoptosis
Kerusakan pada tubulus proksimal ginjal sering bersifat reversibel dibandingkan
kerusakan yang terjadi pada jaringan paru-paru. Namun, rusaknya fungsi ginjal menjadi
penting sebagai penentu pengeluaran racun dari paraquat. Sel tubulus normal secara aktif
mengekskresi paraquat melalui urin, secara efisien membersihkan racun dari dalam darah7.
Nekrosis lokal dari miokardium dan otot rangka adalah kelainan utama akibat
keracunan dibandingkan jaringan otot lainnya, dan secara khas terjadi sebagai fase kedua.
Keracunan paraquat yang lama memberi efek toksik pada otot lurik dan otot polos berupa
miopati akibat degenerasi fiber otot tipe I. Pernah dilaporkan keracunan melalui proses
pencernaan menyebabkan edema cerebral dan kerusakan pada otak 5,7.

2.5. Manifestasi Klinis


Gejala klinis yang timbul bergantung pada dosis atau konsentrasi racun yang pada akhirnya
menjadi dasar prognosis dari kasus keracunan paraquat5, 7,13:
 Dosis rendah, yaitu < 20 mg/kgBB (7,5 ml dalam konsentrasi 20%) tidak memberikan
gejala atau hanya gejala gastrointestinal yang muncul seperti muntah atau diare
13

 Dosis sedang, yaitu 20-40 mg/kgBB (7,5-15 ml dalam konsentrasi 20%) menyebabkan
fibrosis jaringan paru yang masif dan bermanifestasi sebagai sesak napas yang progresif
yang dapat menyebabkan kematian antara 2-4 minggu setelah masuknya racun. Gangguan
ginjal dan hati dapat ditemukan. Sesak napas dapat muncul setelah beberapa hari pada
beberapa kasus berat. Fungsi ginjal biasanya dapat kembali ke normal.
 Dosis besar, yaitu > 40 mg/kgBB (> 15 ml dalam konsentrasi 20%) menyebabkan
kerusakan multi organ, tetapi lebih progresif. Sering disertai tanda khas berupa ulkus pada
orofaring. Gejala gastrointestinal sama seperti pada konsumsi racun dengan dosis yang
lebih rendah namun gejalanya lebih berat akibat dehidrasi. Gagal ginjal, aritmia jantung,
koma, kejang, perforasi oesofagus, dan koma kemudian diakhiri dengan kematian yang
dapat terjadi dalam 24-48 jam akibat gagal multi organ.
Tertelannya paraquat dengan dosis yang sedang (20-40 mg/kgBB) dapat
menyebabkan kelainan morbiditas yang terdiri dari 3 tingkat, yaitu5:
a. Stage I : 1-5 hari. Efek korosif lokal seperti hemoptisis, ulserasi membran mukosa, mual,
diare, dan oligouria.
b. Stage II : dalam 2-8 hari didapatkan tanda-tanda kerusakan hati, ginjal, dan jantung
berupa ikterus, demam, takikardi, miokarditis, gangguan pernapasan, sianosis,
peningkatan BUN, kreatinin, alkali fosfatase, bilirubin, dan rendahnya protrombin.
c. Stage III : dalam 3-14 hari terjadi fibrosis paru. Batuk, dispnea, takipnea, edema, efusi
pleura, atelektasis, penurunan tekanan O2 arteri yang menunjukkan hipoksemia,
peningkatan gradien tekanan O2 alveoli, dan kegagalan pernapasan.
Dari beberapa penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, didapatkan kesimpulan
besar dosis dan toksiknya pada manusia11.
a. Estimasi dosis yang dapat diterima untuk manusia sekitar 0-0,005 mg ion paraquat/kgBB
b. Estimasi dosis gejala akut 0,006 mg/kgBB
c. Estimasi insiden mortalitas dari keracunan paraquat sekitar 33-50%5
Waktu merupakan faktor penting dalam menentukan seberapa besar konsentrasi letal.
Sebagai contoh, konsentrasi 100 g/L dalam 4 jam setelah masuknya racun,
mengindikasikan 70% kesempatan hidup, tetapi pada 20 jam mengindikasikan < 10%
kesempatan hidup5.
Gejala yang timbul bergantung pada jalur masuk paparan dan konsentrasi paraquat
dalam tipa produknya. Pada kasus tertelannya paraquat yang masif, dapat bermanifestasi
14

muntah, nyeri abdomen, diare, gagal ginjal dan hati, serta gagal jantung yang berkembang
pada 24 jam pertama. Kadang-kadang diakhiri dengan kematian akibat gagal jantung akut5.
Gejala dan tanda dini dari keracunan melalui melalui pencernaan di antaranya rasa
terbakar pada mulut, kerongkongan, dada, perut atas, akibat dari efek korosif paraquat
terhadap mukosa. Diare yang kadang-kadang dengan darah juga dapat terjadi. Muntah dan
diare dapat berujung hipovolemia. Pusing, sakit kepala, demam, mialgia, letargi, dan koma
adalah contoh lain dari gejala sistemik dan susunan saraf pusat (SSP). Pankreatitis dapat
menyebabkan nyeri abdomen berat. Proteinuria, hematuri, pyuria, dan azotemia menunjukkan
adanya kerusakan ginjal. Oligouria atau anuria mengindikasikan adanya nekrosis tubular akut
5,7,8
.
Oleh karena ginjal merupakan organ yang mengeliminasi paraquat dari jaringan
tubuh, gagal ginjal dapat terjadi akibat terbentuknya konsentrasi tinggi, termasuk paru-paru.
Kelainan patologik ini dapat terjadi dalam beberapa jam pertama setela masuknya paraquat
yang melalui pencernaan. Asidosis metabolik dan hiperkalemia dapat terjadi akibat gagal
ginjal5. Sebelum diberikan terapi untuk membatasi absorbsi dan efeknya, terjadi suatu reaksi
dari konsentrasi tersebut pada jaringan paru-paru. Hal ini menjadi alasan mengapa metode
terapi untuk mengeliminasi paraquat beberapa jam setelah tertelan dapat menurunkan angka
mortalitas7.
Batuk, sesak napas, dan takipnea biasanya muncul 2-4 hari setelah tertelannya
paraquat, tetapi dapat muncul setelah 14 hari. Sianosis secara progresif dan sesak napas
menunjukkan adanya gangguan pertukaran oksigen pada paru yang rusak. Pada beberapa
kasus, batuk berdahak adalah awal dan manifestasi terpenting dari kerusakan paru akibat
paraquat7.
Traktus gastrointestinal adalah tempat pertama atau keracunan fase I ke permukaan
mukosa melalui proses pencernaan dari zat tersebut. Keracunan ini bermanifestasi sebagai
edema dan nyeri akibat ulseratif pada mulut, faring, oesofagus, lambung, dan usus. Pada
derajat yang lebih tinggi, keracunan gastrointestinal yang lain berupa kerusakan sel-sel hati
13
yang menyebabkan peningkatan bilirubin dan enzim hati seperti AST, ALT, dan LDH .
Beberapa penelitian menjelaskan tentang fenomena toksisitas pada hati ini dan pada tahun
1977 oleh Cagen dan Gibson menemukan bahwa paraquat tidak bersifat hepatotoksik pada
jenis tikus tertentu 11,14.
15

Gambar 4. Kongesti pulmonal, edema, dan perdarahan akibat keracunan paraquat 15

Gejala pada kulit biasanya terjadi pada pekerja tani akibat keracunan paraquat.
Khususnya dalam bentuk konsentrat, paraquat menyebabkan kerusakan lokal pada jaringan
yang terpapar dengan zat tersebut. Kerusakan lokal pada kulit berupa dermatitis kontak.
Kontak yang lama akan menyebabkan eritema, vesikel, erosi dan ulkus, dan perubahan pada
kuku. Walaupun absorbsi melalui kulit lambat, kulit yang erosif akan mempertinggi tingkat
absorbsinya7.
Keracunan fatal dilaporkan telah terjadi akibat kontaminasi paraquat yang lama, tetapi
hal ini terjadi hanya pada kulit yang tidak intak. Kontak yang lama pada kulit akan
menimbulkan pengikisan atau ulserasi, yang cukup untuk mempermudah absorpsi ke
sistemik. Kontak racun pada kuku dapat menyebabkan bintik putih atau pada kasusu berat
dapat terjadi atrofi kuku7.
Sebagai tambahan, beberapa pekerja tani dapat terpapar melalui inhalasi semprotan
dengan gejala perdarahan hidung akibat kerusakan lokal. Namun, paparan melalui inhalasi
tidak menyebabkan keracunan sistemik karena penguapan dan konsentrasi yang rendah dari
paraquat. Kontaminasi pada mata menyebabkan konjungtivitis berat dan kadang-kadang
berlanjut ke kelainan kornea7.

2.6. Diagnosis
Kualitatif
Pada beberapa fasilitas pelatihan, tes kolorimetri digunakan untuk mengidentifikasi paraquat
dalam urin dan untuk memberikan indikasi seberapa besar konsentrasi zat yang diabsorpsi.
Pada alat terdapat lubang tes untuk paraquat di dalam urin atau aspirat cairan lambung.
Biasanya tes ini digunakan pada kasus darurat untuk konfirmasi adanya keracunan paraquat
16

secara cepat. Metode tes ini berdasarkan pada reduksi kation paraquat menjadi ion radikal
stabil berwarna biru oleh natrium dithionit 5,7.
Dalam satu volume urin, ditambahkan setengah volume dari urin preparat 1% sodium
ditionit dalam 0,1 N NaOH. Perubahan warna diperhatikan dalam waktu satu menit. Warna
biru mengindikasikan adanya paraquat sekitar 0,5 mg/l. Baik positif dan negatif kontrol
sebaiknya dijamin bahwa senyawa dithionitnya tidak teroksidasi dalam kemasannya7. Tes ini
bernilai jika 12 jam setelah masuknya paraquat dan dapat mendeteksi konsentrasi paraquat
dalam urin < 1 mg/L5.
Ketika urin 24 jam diperiksa, tes dithionit terlihat mempunyai beberapa nilai
prognosis. Konsentrasi yang kurang dari 1 mg/l (tidak berwarna biru terang), pada umumnya
menunjukkan tingkat keselamatan, sedangkan konsentrasi lebih dari 1 mg/l (biru gelap)
sering berakibat fatal7.

Kuantitatif
Paraquat dapat diukur di dalam cairan biologis seperti darah dan urin dengan
spektrofotometri, liquid kromatografi, dan metode radioimunoassay. Tes jenis ini tersedia
pada laboratorium klinik dan beberapa industri. Kelangsungan hidup biasanya dapat tercapai
jika konsentrasi dalam plasma tidak melebihi 2;0,6;0,3;0,16;dan 0,1 mg per liter berturut-
turut dalam waktu 4, 6, 10, 16, dan 24 jam, setelah masuk ke pencernaan7.
Metode radioimmunoassay yang digunakan untuk mendeteksi paraquat dalam
konsentrasi rendah dalam urin dan plasma pertama kali ditemukan oleh Levitt (1977).
Prosedur tes ini berdasarkan adanya antibodi yang meningkat terhadap derivat paraquat.
Sensivitas dari pemeriksaan ini 6 ng ion paraquat/ml plasma5.
High Performance Liquid Chromatography (HPLC) yang ditemukan oleh Gill (1983)
merupakan pemeriksaan yang berdasrkan ekstraksi paraquat menggunakan sep-pak C18
cartridge, dengan ethyl viologen (garam 1,1’dimethyl-4,4’-bipyridium sebagai standar.
Kromatografi dapat mendeteksi paraquat dalam urin sekitar 1 mg/L. Spektrofotometri yang
telah ditemukan oleh Smith (1993) berguna pula untuk menilai ekstrak dan reduksi natrium
dithionit dalam cairan biologis5.

2.7. Penatalaksanaan
Tidak ada pengobatan khusus untuk keracunan Paraquat. Tujuannya adalah untuk
meringankan gejala dan komplikasi yang ada (perawatan suportif). Lepaskan semua pakaian
17

yang terkontaminasi. Jika ada suatu bahan kimia yang menyentuh kulit, cuci area tersebut
dengan sabun dan air selama 15 menit, tanpa menggosok keras, agar tidak menimbulkan lecet
yang akan memungkinkan penyerapan lebih besar dari racun. Jika telah ada kontaminasi pada
mata, bilas dengan air selama 15 menit16.
Jika Paraquat tertelan, harus segera dibeikan arang aktif secepat mungkin. Pasien
yang sakit mungkin memerlukan prosedur yang disebut hemoperfusion, yang menyaring
darah melalui arang untuk mencoba untuk mengeluarkan Paraquat dari paru-paru16.

Gambar 5. Charcoal hemoperfusion16

Prinsip umum pada penatalaksanaan keracunan paraquat antara lain5:


a. prioritas yang dipikirkan adalah mencegah absorpsi paraquat lebih lanjut dengan
menyingkirkan semua bahan yang terkontaminasi dari tubuh
b. pemberian oksigen merupakan kontraindikasi dari keracunan paraquat karena dapat
memperbesar pembentukan radikal bebas (superoksida) yang merupakan patogenesis
penyebab kerusakan pada paru-paru
c. bilas lambung harus dipikirkan dalam satu jam pertama setelah masuknya racun yang
melalui saluran pencernaan
d. apabila terjadi asidosis sebaiknya dikoreksi dengan natrium bikarbonat intravena
e. gagal ginjal akut dapat diterapi dengan hemodialisis
f. efek paparan pada mata dapat dilakukan irigasi dengan air yang mengalir sekitar 15 menit
18

Ekskresi paraquat di urin 20-50 kali lebih besar daripada konsentrasi plasma. Pasien
dengan fungsi ginjal yang normal setelah tertelan paraquat memiliki clearance yang lebih
besar dibandingkan dengan creatinine clearance. Hal ini disebabkan sekresi tubular aktif dan
difusi nonionik additif ke laju filtrasi glomerulus. Paraquat tidak direabsorbsi pada tubulus
ginjal; sehingga, memaksa diuresis tidak akan meningkatkan eliminasi paraquat. Namun
diuresis tetap diperlukan untuk mengurangi konsentrasi paraquat di tubulus ginjal17.
Untuk memaksimalkan pengeluaran paraquat, dekontaminasi GI harus dilakukan
segera setelah tertelan paraquat. Dosis arang aktif untuk dewasa yaitu 30-100 g; untuk anak-
anak kurang dari 12 tahun yaitu 15-30 g atau 1-2g/kgBB. Benzonite clay USP (larutan 7%)
diberikan untuk dewasa sebanyak 100-150 g dan untuk anak-anak kurang dari 12 tahun
sebanyak 2g/kgBB. Dosis untuk fuller’s earth (larutan 30%) yaitu 100-150 g untuk dewasa
dan 2 g/kgBB untuk anak-anak kurang dari 12 tahun17.

2.8. Komplikasi
Adapun komplikasi yang dapat terjadi akibat keracunan paraquat16:
 Sindrom distress pernapasan akut
 Lubang di esofagus
 Inflamasi pada daerah antara paru-paru (mediastinitis)
 gagal ginjal
 Jaringan parut pada paru-paru (fibrosis paru)

2.9. Prognosis
Prognosis tergantung pada tingkat keparahan paparan. Beberapa orang mungkin mengalami
gejala respiratori ringan yang dapat sembuh total, sementara yang lainnya mungkin
mengalami perubahan permanen pada paru-paru. Jika seseorang menelan racun, kematian
dapat terjadi tanpa pertolongan medis segera16.
19

DAFTAR PUSTAKA

1. Mishra AK, Pandey AB. Paraquat. Available from : http://www.panap.net/ uploads/


media/paraquat_monograph_PAN_AP.pdf
2. Anonym. NIOSH Pocket Guide to Chemical Hazards-Paraquat. Available from
: http://www.cdc.gov/niosh/npg/npgd0478.html
3. Anonym. Paraquat. Available from:
http://www.inchem.org/documents/jmpr/jmpmono/v076pr19.htm
4. Bronstein 5. Herbicides. In : Dart RC, Ed. Medical Toxicology. 3rd ed. Philadelphia:
Lippincot Williams and Wilkins, 2004: 1515-24
5. Ashton C, Leahy N. Paraquat. Available from :
http://www.inchem.org/documents/pims/chemical/pim399.htm
6. Anonym. The ocular surface toxicity of Paraquat. Br J Ophthalmol 2002;86:350–362
7. Anonym. Paraquat. Available from : npic.orst.edu/RMPP/rmpp_ch12.pdf
8. Day BJ et al. A Mechanism of Paraquat Toxicity Involving Nitric Oxide
Synthase. PNAS;96(22):12760-12765
9. Anonym. Free Radical Introduction. Available from
: http://www.exrx.net/Nutrition/Antioxidants/Introduction.html
20

10. Saeed SAM, et al. 2001. Acute diquat poisoning with intracerebral bleeding. Postgrad
Med J 2001;77:329–332
11. Marrs TC, Adjei A. Pesticide residues in food-2003-Joint FAO/WHO Meeting on
Pesticide Residues - PARAQUAT. Available from :
http://www.inchem.org/documents/jmpr/jmpmono/v070pr19.htm
12. Yang W. The Bipyridyl Herbicide Paraquat-Induced Toxicity In Human Neuroblastoma
SH-S5Y5 Cells: Relevance To Dopaminergic Pathogenesis. Available from:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/16263688
13. Wesseling C et al. Paraquat in Developing Countries. Int J Occup Environ Health:1-23
14. Thundiyil JG et al. Acute Pesticide Poisoning:A Proposed Classification Tool. Available
from : http://www.who.int/bulletin/volumes/86/3/07-041814/en/
15. Anonym. Signs and Symptoms of Paraquat Poisoning. Available from:
http://chemweb.calpoly.edu/cbailey/377/PapersF2000/Jeff/symptoms.htm
16. Anonym. Paraquat poisoning – Treatment. University of Maryland Medical Center.
Available from: http://www.umm.edu/ency/article/001085trt.htm
17. Sullivan JB, Krieger GR. 2001. Clinical Enviromental Health and Toxic Exposure. 2nd
Ed. Lippincott Williams & Wilkins: USA. p.1100

Anda mungkin juga menyukai