Pembimbing
dr. Abu Bakar El Bahar Sp.P.,M.Kes
Oleh :
TIKA AWALIA KAMAL (08310307)
IRFAN YANUAR HILMI (09310233)
EKO NUZUL ABDILLAH KHAIRUL RIZKI (09310195)
I IDENTITAS PASIEN
II
Nama
: Tn. N
Umur
: 45 Tahun
Alamat
Pekerjaan
: Dagang
Status Perkawinan
: Menikah
Agama
: Islam
Tanggal MRS
: 9 April 2015
No. RM
: 398772
ANAMNESIS
Keluhan utama
: Lemas
III
PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum
: Baik
Kesadaran
: compos mentis
Tanda vital:
Tekanan darah : 140/80 mmHg
Nadi
: 76 x/menit
Respirasi
: 20 x/menit
Suhu
: 37,5oC
Status generalis:
Kepala
: Normocephal
Mata
Hidung
Telinga
Leher
Thorax
Pulmo
:
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Cor
:
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Abdomen:
Inspeksi
: perut soepel
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Ekstremitas :
Ekstr. Atas
Ekstr. Bawah : Akral hangat, RCT< 2 detik, edema (-/-), sianosis (-/-)
IV
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Laboratorium (09-04-2015)
Jenis
Pemeriksaan
Hematologi
Hasil
Satuan
Nilai Normal
P: 12-16; L: 14-18
Hemoglobin
12,4
g/dl
P: 35-45; L: 40-50
Hematokrit
35,9
Jumlah Leukosit
4,4
103 /uL
Dewasa: 5,0-10,0
150-350
Jumlah Trombosit
GDS
LED
144
10 /uL
128
26
Kimia Darah
SGOT
310
U/L/37^0 C
SGPT
308
U/L/37^0 C
Ureum
15,2
Kreatinin
0,74
Asam urat
12,0
2. Radiologi
Diagnosis
Drug Induce Hepatitis e.c OAT
TB paru BTA (-) kasus baru dalam pengobatan OAT Bulan ke-1
VI Penatalaksanaan
Ranitidine 2 x 1 ampul
Proliva 2 x 1
Ulsafat syr 3 x 1 C
VII
Tanggal
10/04/15
(hari ke2)
Follow up
Subjective
Lemas
(+),
Batuk (+) ,
dahak (-)
Objective
CM, TD 110/70 mmHg,
nadi 78x/menit, RR
20x/menit, suhu 36,6 C
Mata : konjungtiva
anemis -/-, sclera ikterik
-/Pulmo : I: B & G
simetris, P: V.F simetris
kanan dan kiri P: sonor
diseluruh lapang paru,
A: Suara napas vesicular
(+/+), RBK (-/-), RBH
(-/-), wheezing (-/-)
11/04/15 Lemas
(+), CM, TD 120/80 mmHg,
(hari ke- Batuk
nadi 74x/menit, RR
3)
berdahak (+)
22x/menit, suhu 36 C
Mata : konjungtiva
anemis -/-, sclera ikterik
-/Pulmo : I: B & G
simetris, P: V.F simetris
kanan dan kiri P: sonor
diseluruh lapang paru,
A: Suara napas vesicular
(+/+), RBK (-/-), RBH
(-/-), wheezing (-/-)
Assessment
Planning
Drug
induce OAT ditunda sementara
hepatitis
IVFD RL 20 gtt/menit
Tb paru bta (-)
+ Neurobion drip
kasus baru dalam Ranitidine 2 x 1
pengobatan OAT
ampul
bulan ke-1
Paracetamol 500 mg 3
x 1 tab
Inj. Ceftriaxone 2 x 1
gr i.v
Proliva 2 x 1
Ulsafat syr 3 x 1 C
Etambutol 500 mg 1 x
2 tab
Inj. Streptomisin 750
ml I.M
Drug
induce OAT ditunda sementara
hepatitis
IVFD RL 20 gtt/menit
Tb paru bta (-)
+ Neurobion drip
kasus baru dalam Ranitidine 2 x 1
pengobatan OAT
ampul
bulan ke-1
Paracetamol 500 mg 3
x 1 tab
Inj. Ceftriaxone 2 x 1
gr i.v
Proliva 2 x 1
Ulsafat syr 3 x 1 C
Etambutol 500 mg 1 x
2 tab
Inj. Streptomisin 750
ml I.M
Drug
induce OAT ditunda sementara
hepatitis
IVFD RL 20 gtt/menit
Tb paru bta (-)
+ Neurobion drip
kasus baru dalam Ranitidine 2 x 1
pengobatan OAT
ampul
bulan ke-1
Paracetamol 500 mg 3
x 1 tab
Inj. Ceftriaxone 2 x 1
7
13/04/15 Lemas
(-), CM, TD 140/80 mmHg,
(hari ke- Batuk
nadi 79 x/menit, RR
5)
berkurang
22x/menit, suhu 36 C
Mata : konjungtiva
anemis -/-, sclera ikterik
-/Pulmo : I: B & G
simetris, P: V.F simetris
kanan dan kiri P: sonor
diseluruh lapang paru,
A: Suara napas vesicular
(+/+), RBK (-/-), RBH
(-/-), wheezing (-/-)
gr i.v
Proliva 2 x 1
Ulsafat syr 3 x 1 C
Etambutol 500 mg 1 x
2 tab
Inj. Streptomisin 75
ml I.M
Ulsafat syr 3 x 1C
OAT ditunda sementara
IVFD RL 20 gtt/menit
+ Neurobion drip
Ranitidine 2 x 1
ampul
Paracetamol 500 mg 3
x 1 tab
Inj. Ceftriaxone 2 x 1
gr i.v
Proliva 2 x 1
Ulsafat syr 3 x 1 C
Etambutol 500 mg 1 x
2 tab
Inj. Streptomisin 75
ml I.M
Ulsafat syr 3 x 1C
Drug
induce
hepatitis
Tb paru bta (-)
kasus baru dalam
pengobatan OAT
bulan ke-1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Kerusakan hati akibat obat (Drug Induced Liver Injury) adalah kerusakan
hati yang berkaitan dengan gangguan fungsi hati yang disebabkan oleh karena
terpajan obat atau agen non-infeksius lainnya.3 FDA-CDER (2001)
mendefinisikan
kerusakan
hati
sebagai
peningkatan
level
B. Epidemiologi
Angka kejadian DILI (Drug Induced Liver Injury) sebagian besar
tidakdiketahui dengan pasti, hal ini dikarenakan penelitian prospektif pada
populasi yang berhubungan dengan kerusakan hati yang diakibatkan oleh obat
masih relatif rendah. Angka kejadian DILI pada populasi umumdiperkirakan
12 kasus per 100.000 orang pertahun. Pada pusat rujukantersier kira-kira
terdapat 1,2% hingga 6,6% kasus penyakit hati akut yangdiakibatkan oleh
DILI. Sedangkan estimasi insiden DILI adalah 14 per100.000 pasien per tahun
pada penelitian prospektif yang dilakukan diPrancis bagian utara, yang berarti
10 kali lebih tinggi dari rata-rata yangdilaporkan oleh penelitian lain.5
Laporan terbaru mengindikasikan bahwaDILI terjadi dalam 1/100 pasien yang
dirawat di bagian penyakit dalam. 7DILI adalah kejadian yang jarang tetapi
10
Etiologi
Cedera hati dapat menyertai inhalasi, ingesti atau pemberian
secaraparenteral dari sejumlah obat farmakologis dan bahan kimia.
Terdapat kuranglebih 900 jenis obat, toksin dan herbal yang telah
dilaporkan dapatmengakibatkan kerusakan pada sel-sel hati.1 Beberapa
diantaranya sepertipada tabel 1 dibawah ini merupakan penyebab paling
sering dari Drug Induced Liver Injury.
Tabel 1. Obat-obat yang telah dilaporkan dapat menyebabkan DrugInduced Liver Injury7
11
(2,9%)
dan
Clarithromycin
(2,8%),
Anestesiseperti
12
D. Mekanisme Hepatotoksisitas
Mekanisme jejas hati imbas obat yang mempengaruhi protein-protein
transport pada membran kanalikuli dapat terjadi melalui mekanisme apoptosis
hepatosit imbas empedu. Terjadi penumpukan asam-asam empedu di dalam hati
karena gangguan transport pada kanalikuli yang meghasilkan translokasi
fassitoplasmik
ke
membrane
plasma,
dimana
reseptor
ini
mengalami
13
membuat ikatan kovalen obat dengan enzim, sehingga menghasilkan ikatan baru
yang tak punya peran. Kompleks obat-enzim ini bermigrasi ke permukaan sel di
dalam vesikel-vesikel untuk berperan sebagai imunogen-imunogen sasaran
serangan sitolitim ke sel T, merangsang respon imun multifaset yang melibatkan
sel-sel T sitotoksik dan bebagai sitokin. Obat-obat tertentu menghambat fungsi
mitokondria dengan efek ganda pada beta-oksidasi dan enzim-enzim rantai
respirasi. Metabolit-metabolit toksis yang dikeluarkan dalam empedu dapat
merusak epitel saluran empedu. Cedera pada hepatosit dapat terjadi akibat
toksisitas langsung, terjadi melalui konversi xenobiotik menjadi toksin aktif oleh
hati, atau ditimbulkan oleh mekanisme imunologik (biasanya oleh obat atau
metabolitnya berlaku sebagai hapten untuk mengubah protein sel menjadi
immunogen). (Bayupurnama, Putut, 2006)
Reaksi obat diklasifikasikan sebagai reaksi yang dapat diduga (intrinsic)
dan yang tidak dapat diduga (idiosinkratik).Reaksi Intrinsik terjadi pada semua
orang yang mengalami akumulasi obat pada jumlah tertentu.
Reaksi
respon
imun
terhadap
antigen,
dan
kecepatan
pejamu
14
E. Implikasi Klinis
Gambaran klinis hepatoksisitas imbas obat sulit dibedakan secara klinis
dengan penyakit hepatitis atau kolesatsis dengan etiologi lain. Riwayat
pemakaian obat-obat atau substansi-substansi hepatotoksiklain harus dapat
diungkap. (Bayupurnama, Putut, 2006)
Cedera hati mungkin timbul atau memerlukan waktu beberapa minggu dan
bulan, dan dapat berupa nekrosis hepatosit, kolestasis, disfungsi hati.
Gambaran
klinis pada hepatitis kronis akibat virus atau autoimun, tidak dapat dibedakan
dengan hepatitis kronis akibat obat, baik secara klinis maupun histologist,
15
International
Consensus
Criteria,
maka
diagnosis
16
Dikatakan reaksi drug related jika semua tiga kriteria pertama terpenuhi
atau jika dua dari tiga kriteria pertama terpenuhi dengan respon positif pada
pemaparan ulang obat. (Mehta, Nilesh, 2010)
Mengidentifikasikan reaksi obat dengan pasti adalah hal yang sulit, tetapi
kemungkinan sekecil apapun adanya reaksi terhadap obat harus dipertimbangkan
pada setiap pasien dengan disfungsi hati. Riwayat pemakaian obat harus diungkap
dengan seksama termasuk di dalamnya obat herbal atau obat alternative lainnya.
Obat harus selalu menjadi diagnosis banding pada setiap abnormalitas tes fungsi
hati dan/atau histologi. Keterlambatan penghentian obat yang menjadi penyebab
berhubungan dengan risiko tinggi kerusakan hati persisten. Bukti bahwa pasien
tidak sakit sebelum minum obat, menjadi sakit selama minum obat tersebut dan
membaik secara nyata setelah penghentian obat merupakan hal essensial dalam
diagnosis hepatotoksisitas imbas obat. (Mehta, Nilesh, 2010)
Awitan umumnya cepat, gejalanya dapat berupa malaise, ikterus, gagal
hati akut terutama jika masih meminum obat setelah awitan hepatotoksisitas.
Apabila jejas hepatosist lebih dominan maka konsentrasi aminotransferas dapat
meningkat hingga paling tidak lima kali batas atas normal, sedangkan kenaikan
alkali fosfatase dan bilirubin menonjol pada kolestasi. Mayoritas reaksi obat
idiosinkratik melibatkan kerusakan hepatosit seluruh lobul hepatic dengan derajat
nekrosis dan apoptosis bervariasi. Pada kasus ini gejala hepatitis biasanya muncul
dalam beberapa hari atau minggu sejak minum obat dan mungkin terus
17
jejas
hepatosit
terutama
area
sentrilobular.
Konsentrasi
menghasilkan
terjadinya kerusakan jaringan.CYP
(Cytochrome P450), IFN (Interferon), IL
(Interleukin), NL (Natural Killer Cell), NKT
(Natural Killer T Cell), danTNF (Tumor
Necrosis Factor).10
18
3. Seks : Meskipun alasan tidak diketahui, reaksi obat hati lebih sering terjadi
pada wanita.
4. Konsumsi alkohol: orang yang sering mengkonsumsi alkohol rentan
terhadap keracunan obat karena alkohol menyebabkan cedera pada hati
yang
mengubah
metabolisme
obat.
Alkoholmenyebabkan
deplesi
19
Modifikasi dosis pada orang dengan penyakit hati harus didasarkan pada
pengetahuan enzim spesifik yang terlibat dalam metabolisme. Pasien
dengan infeksi HIV yang koinfeksi dengan virus hepatitis B atau C akan
meningkatkan risiko untuk efek hepatotoksik apabila diobati dengan terapi
antiretroviral. Demikian pula, pasien dengan sirosis beresiko mengalami
peningkatan dekompensasi dengan obat beracun.
6. Faktor genetik: Sebuah gen yang unik pada pengkodean P-450 protein.
Perbedaan genetik di P-450 enzim dapat menyebabkan reaksi yang
abnormal terhadap obat. Debrisoquine adalah obat antiaritmiayang
mengalami metabolisme yang tidak baik karena ekspresi abnormal P-450II-D6. Hal ini dapat diidentifikasi dengan amplifikasi polymerase chain
reaction gen mutan. Hal ini mengakibatkan kemungkinan deteksi masa
depan orang-orang yang dapat memiliki reaksi abnormal terhadap suatu
obat.
7.
20
21
Klinis
Hepatotoksisitas
Imbas OAT
Presentasi klinis hepatitis akibat Obat Anti Tuberkulosis (OAT)
terkaitmirip dengan hepatitis virus akut. OAT bisamenyebabkan hepatotoksisitas
22
1. Isoniazid (INH)
23
Sekitar 10-20% dari pasien selama 4-6 bulan pertama terapi memiliki
disfungsi hati ringan yang ditunjukkan oleh peningkatan ringan dan sementara
serum AST,ALT dan konsentrasi bilirubin. Beberapapasien, kerusakan hati yang
terjadi dapat menjadi progresif danmenyebabkan hepatitis fatal. Asetil hidrazin,
suatu metabolitdari INH bertanggung jawab atas kerusakan hati. INH
harusdihentikan
apabila
AST
meningkat
menjadi
lebih
dari
kali
2. Rifampisin
24
3. Pirazinamid
Efek samping yang paling utama dari obat iniadalah hepatotoksisitas.
Hepatotoksisitas dapat terjadi sesuai dosis terkait dandapat terjadi setiap saat
selama
terapi.Di
Centre
Disease
Control
(CDC)
Update,
48kasus
25
4. Etambutol
Ada
sedikit
laporan
hepatotoksisitas
denganEtambutol
dalam
pengobatan TB. Tes fungsi hati yang abnormal telah dilaporkan pada beberapa
pasienyang menggunakan etambutol yang dikombinasi dengan OAT lainnya
yang menyebabkan hepatotoksisitas. (Kishore, dkk, 2010)
5. Streptomisin
Tidak ada kejadian hepatotoksisitas yangdilaporkan. (Kishore, dkk, 2010)
Hepatitis imbas obat adalah kelainan fungsi hati akibat penggunaan obat-obat
hepatotoksik (drug induced hepatitis).
Penatalaksanaan:
-
Bila Klinis (+) (Ikterik, gejala mual, muntah), maka OAT distop
Bila gejala (+) dan SGOT, SGPT > 3 kali, maka OAT distop
SGOT dan SGPT >5 kali nilai normal, maka OAT distop
26
Setelah itu monitor klinis dan laboratorium, bila klini dan laboratorium
kembali normal (bilirubin, SGOT dan SGPT), maka tambahkkan
Isoniazid (H) desensitisasi sampai dengan dosis penuh 300 mg. selama
itu perhatikan klinis dan periksa laboratorium saat Isoniazid dosis
penuh. Bila klinis dan laboratorium kembali normal, tambahkan
Rifampicin, desensitisasi sampai dengan dosis penuh (sesuai berat
badan). Sehingga paduan obat menjadi RHES.
27
Rekomendasi British Thoracic Society (BTS) untuk restart terapi pada pasien
hepatotoksisitas
INH harus diberikandengan dosis awal 50 mg / hari, dinakikkan perlahan sampai
300 mg / hari setelah 2-3hari.Jika tidak terjadi reaksi, lanjutkan.
Setelah 2-3 hari tanpa reaksi terhadap INH, tambahkan Rifampisin dengan dosis
75mg / hari
28
lalu naikkan menjadi 300 mg setelah 2-3 hari, dan kemudian 450 mg (<50 kg)
atau 600 mg (> 50 kg) yang sesuai untukberat badan pasien. Jika tidak ada reaksi
yang terjadi, lanjutkan.
Akhirnya, pirazinamid dapat ditambahkan pada dosis 250 mg / hari, meningkat
menjadi 1,0 g setelah 2-3 hari dan kemudian ke1,5 g (<50 kg) atau 2 g (> 50 kg).
(Kishore, dkk, 2010)
K. Strategi Untuk Meminimalisir Terjadinya Hepatotoksisitas OAT
Tes fungsi hati harus dilakukan sebelum memulai pengobatan TB dan
sebaiknya dipantau setiap 2 minggu selama awal dua bulan pada kelompok
berisiko seperti pasien dengan gangguan hati yang sudah ada, alkoholik, yang
lansia dan kurang gizi. Hal ini tidak hanya menjadi tanggung jawab para
profesional kesehatan akan tetapi pendidikan kesehatan ini harus dibebankan
kepada semua pasien yang menjalani pengobatan TB secara rinci tidak hanya
mengenai kepatuhan dan manfaat dari OAT tetapi juga efek samping. Para pasien
harus waspada dan melaporkan segera jika terjadi gejala yang mengarah pada
hepatitis seperti hilangnya nafsu makan, mual, muntah, jaundice, yang terjadi
selama pengobatan. Selanjutmya, kondisi klinis pasien harus dinilai tidak hanya
dalam hal pengendalian penyakit tetapi juga dalam gejala dan tanda-tanda
hepatitis pada mereka ikuti. OAT harus dihentikan segera jika ada kecurigaan
klinis reaksi hepatitis. Lalu tes fungsi hati harus diperiksa seperti ALT, AST dan
kadar bilirubin. (Kishore, dkk, 2010)
29
50% dari kimia hati yang abnormal. (Jaime, Ungo, dkk, 2010)
30
minggu setelah memulai pengobatan dan kemudian setiap dua bulan selanjutnya,
kecuali ada masalah yang terdeteksi. Peningkatan kadar bilirubin dapat terjadi
akibat pemakaian Rifampicin (blok ekskresi bilirubin) dan namun biasanya
kembali normal setalah 10 hari (peningkatan enzim hati untuk mengimbangi
produksi). Peningkatan pada transaminase hati (ALT dan AST) yang utama di tiga
minggu pertama pengobatan. Jika pasien asimtomatik dan elevasi tidak berlebihan
maka tidak ada tindakan yang perlu diambil. Beberapa ahli menganggap
pengobatan harus dihentikan jika penyakit kuning menjadi bukti klinis.
Jika hepatitis klinis signifikan terjadi saat pengobatan TB, maka semua obat harus
dihentikan sampai kadar transaminase kembali normal. Jika pengobatan TB tidak
dapat dihentikan, maka dapat diberikanStreptomycin dan Etambutosampai kadar
transaminase kembali normal (kedua obat tidak berhubungan dengan hepatitis).
Obat harus kembali diperkenalkan secara individual. Ini tidak dapat dilakukan
dalam suasana rawat jalan, dan harus dilakukan di bawah pengawasan ketat.
Seorang perawat harus hadir untuk mengambil nadi pasien dan tekanan darah
pada 15 interval menit selama minimal empat jam setelah tiap dosis uji diberikan
(masalah yang paling akan terjadi dalam waktu enam jam pemberian dosis uji,
(jika mereka akan terjadi). Pasien dapat menjadi sangat tiba-tiba sakit dan akses
ke fasilitas perawatan intensif harus tersedia Obat-obatan yang harus diberikan
dalam urutan ini.:
31
Tidak lebih dari satu tes dosis per hari harus diberikan, dan semua obat lain harus
dihentikan sementara dosis uji yang sedang dilakukan. Maka pada hari 4,
misalnya, pasien hanya menerima RMP dan tidak ada obat lain yang diberikan.
Jika pasien melengkapi sembilan hari dosis tes, maka wajar untuk menganggap
bahwa PZA telah menyebabkan hepatitis dan tidak ada dosis uji PZA perlu
dilakukan.
Alasan untuk menggunakan perintah untuk pengujian obat-obatan adalah karena
kedua obat yang paling penting untuk mengobati TB INH dan RMP, jadi ini
adalah diuji pertama: PZA adalah obat yang paling mungkin menyebabkan
hepatitis dan juga merupakan obat yang bisa paling mudah dihilangkan . EMB
berguna ketika pola kepekaan organisme TB tidak diketahui dan dapat
dihilangkan jika organisme diketahui sensitif terhadap INH. Rejimen masingmasing menghilangkan obat standar tercantum di bawah ini.
Urutan di mana obat yang diuji dapat bervariasi menurut pertimbangan sebagai
berikut:
32
1. Obat yang paling bermanfaat (INH dan RMP) harus diuji dahulu, karena tidak
adanya obat-obatan dari rejimen pengobatan sangat merusak kemanjurannya
2. Obat yang paling mungkin menyebabkan reaksi harus diuji sebagai paling
akhir (dan mungkin tidak perlu diuji sama sekali). (Wikipedia, 2008)
Daftar Pustaka
1) Amin, Zulkifli dan Asril Bahar. Pengobatan Tuberkulosis Mutakhir. Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam Universitas Indonesia Jilid II. Balai Penerbit
FK-UI. Jakarta. 2006.
3) Aditama,
Yoga
dkk.
Pedoman
Diagnosis
dan
Penatalaksanaan
33
34
35