Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN KASUS

DEMAM BERDARAH DENGUE


IDENTITAS PASIEN
Nama

: Ny. W.

Tanggal Lahir : 21 April 1975


Jenis Kelamin : Perempuan
Nomor RM

: 681868

Alamat

: Kasorokang Tamalanrea, Makassar.

ANAMNESIS
KELUHAN UTAMA : Demam
ANAMNESIS TERPIMPIN:
Dialami sejak 5 hari sebelum masuk rumah sakit, dirujuk dari RS Stella
Maris dengan trombosit 86,000. Demam dirasakan semakin memberat, bersifat terus
menerus, tidak turun dengan obat penurun panas, ada menggigil. Riwayat pendarahan
spontan tidak ada. Pasien juga mengeluh sakit kepala. Batuk tidak ada, sesak tidak
ada. Mual dan muntah ada, frekuensi 2 kali, berisi makanan. Tidak ada penurunan
berat badan drastis.
BAK: Lancar, warna kuning, kesan sedikit.
BAB: Biasa, warna kuning, tidak hitam.
Riwayat Penyakit Sebelumnya:
- Riwayat keluar ke daerah endemis malaria tidak ada
- Riwayat Penyakit kuning tidak ada.
-Riwayat Hipertensi dan Diabetes tidak ada
Riwayat Keluarga:
- Riwayat tertangga dengan keluhan yang sama ada.

Riwayat Gaya Hidup:


- Merokok (-)
- Alkohol (-)
PEMERIKSAAN FISIS
Status Present

: Sakit Sedang/ Gizi Cukup/ Compos Mentis

Tekanan Darah : 90/60 mmHg

Nadi

: 80 x/menit

Pernapasan

: 18x/menit

Suhu

: 38.9 oC

Tinggi Badan

: 153 cm

IMT

: 20.9 kg/m2

Berat Badan

: 49 kg

Status Gizi

: Normal

Kepala
Deformitas

: Tidak ada

Simetris muka : Simetris kiri = kanan


Rambut

: Hitam, lurus, sukar dicabut

Ukuran

: Normosefal

Bentuk

: Mesosefal

Mata
Eksoptalmus
Konjugtiva
Kornea

: Tidak ada

Enoptalmus

: Anemi (-)
: Refleks kornea (+)

Sklera
Pupil

: Tidak ada
: Ikterus (-)
: Isokor, 2,5mm/2,5mm

Telinga
Pendengaran

: Dalam batas normal

Nyeri tekan di prosesus mastoideus : Tidak ada

Hidung
Pendarahan

: Tidak ada

Sekret

: Tidak ada

Mulut
Bibir

: Kering (-) Sianosis (-)

Lidah

: Kotor (-)

Tonsil

: T1-T1, Hiperemis (-)

Faring

: Hiperemis (-)

Leher
Kelenjar getah bening : Tidak ada pembesaran
Kelenjar gondok

: Tidak ada pembesaran

DVS

: R-2 cmH2O

Kaku Kuduk

: Tidak ada

Dada
Bentuk

: Normothorax, simetris kanan=kiri

Buah dada

: Tidak ada kelainan

Sela iga

: Sela iga kiri = kanan

Paru
Palpasi

: Fremitus raba simeris kiri=kanan


Nyeri tekan (-)

Perkusi

: Batas paru hepar ICS VI kanan


Batas paru belakang kanan ICS IX
Batas paru belakang kiri ICS X

Auskultasi

: Bunyi pernapasan vesikuler


Ronchi -/-, Wheezing -/-

Jantung
Inspeksi

: Ictus cordis tidak tampak

Palpasi

: Ictus cordis tidak teraba


3

Perkusi

: Batas atas ICS III kiri


Batas kanan linea parasternalis dextra
Batas kiri linea parasternalis sinistra

Auskultasi

: BJ I/II murni regular


Bising (-)

Abdomen
Inspeksi

: Datar, ikut gerak napas

Palpasi

: Massa tumor (-), Nyeri Tekan (-)


Hepar tidak teraba
Lien tidak teraba

Perkusi

: Timpani (+)

Auskultasi

: Peristaltik (+) kesan normal

Ekstremitas
Tampak petekie di ekstremitas atas, pada kedua lengan bawah dan ujian tourniket
positif.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium:
WBC

: 4200

PT

: 11.7, control = 9.1

HGB

: 12.4

APTT : 29.4, control = 22.2

PLT

: 72,000

INR

Ureum

: 15

DHF IgG/IgM : +/-

Kreatinin

: 0.60

IgM Salmonella Typhi: Negatif

SGOT

: 164

HCT

SGPT

: 59

MCH : 84

RBC

: 4.14

MCV : 30.0

: 1.00

: 34.9

RESUME

Seorang pasien usia 39 tahun, dirujuk dari RS Stella Maris dengan


trombosit 86,000 dengan keluhan demam dialami sejak 5 hari sebelum masuk
rumah sakit, dirasakan semakin memberat, bersifat terus menerus, tidak turun dengan
obat penurun panas, ada menggigil. Pasien juga mengeluh sakit kepala. Mual dan
muntah ada, frekuensi 2 kali, berisi makanan. Tidak ada penurunan berat badan
drastis. Buang air kecil lancar, warna kuning, kesan sedikit. Buang air besar biasa,
warna kuning, tidak hitam.
Riwayat keluar ke daerah endemis malaria tidak ada, riwayat penyakit kuning tidak
ada, riwayat Hipertensi dan Diabetes tidak ada.
Riwayat tertangga dengan keluhan yang sama ada.
Pemeriksaan fisik
Status Present

: Sakit Sedang/ Gizi Cukup/ Compos Mentis

Tekanan Darah : 90/60 mmHg

Nadi

: 80 x/menit

Pernapasan

: 18x/menit

Suhu : 38.9 oC

Kepala

: Anemis (-), Ikterus (-)

Leher

: DVS R-2 cmH2O

Paru

: Bunyi pernapasan vesikuler


Ronchi -/-, Wheezing -/-

Jantung

: BJ I/II murni reguler, Bising (-)

Ekstremitas

: Tampak petekie di ekstremitas atas, pada kedua lengan bawah dan

ujian tourniket positif.


ASSESSMENT
Demam Berdarah Dengue grade II

PLANNING
Pengobatan

:
5

Cairan adekuat
IVFD Asering 40 tetes/menit
Sistemol 500mg/8jam/oral
Omeprazole 20mg/12jam/oral

Rencana pemeriksaan :
-

Kontrol darah rutin/12jam


Evaluasi tanda-tanda pendarahan dan tanda vital

PROGNOSIS
Ad Functionam

: Dubia et bonam

Ad Sanationam

: Dubia et bonam

Ad Vitam

: Dubia et bonam

CATATAN PERJALANAN PENYAKIT


TANGGAL
25/09/2014

PERJALANAN PENYAKIT
Perawatan hari ke-1

INSTRUKSI DOKTER
R/

T:110/70mmHg S: Demam 6 hari.

O2

N: 88 x/menit

2litre/menit
Diet lunak
IVFD
Asering

Mual ada, muntah tidak ada.

P : 30 x/menit
S : 38,40C

O: SS/GC/CM
Konjungtiva anemis -/Sklera ikterik -/Lab:
PLT= 72 - 67
PT= 11.7, control 9.1
INR=1.0
APTT=29.4, control 22.2
Ur/Cr=15/0.6

nasal

canule

40tpm
Sistenol
500mg/8jam/oral
Omeprazole
20mg/24jam
Maxiliv 1-0-0
Plan:
- Darah rutin
-Awasi tanda pendarahan

SGOT/SGPT=164/59
A: Demam Berdarah Dengue grade II

26/09/2014

Perawatan hari ke-2

R/
Diet lunak
IVFD
Asering

T:100/70mmHg S: Demam 6 hari. Haid 2 hari yang lalu,


N : 112 x/menit

hari ini haid lagi.

40tpm
Sistenol

P : 20 x/menit
S : 38,60C

O: Konjungtiva anemis -/-

500mg/8jam/oral
Omeprazole

Sklera ikterik -/Lab:

20mg/24jam
Maxiliv 1-0-0

PLT=72 67 70
HGB=10.7 11.4
A: Demam Berdarah Dengue grade II

27/10/2014

Perawatan hari ke-3

T:110/70mmHg S: Masih demam. Pendarahan spontan


N : 92 x/menit

disangkal.

P : 26 x/menit
S : 38,40C

O: Konjungtiva anemis -/Sklera ikterik -/Lab:


PLT=72-67-70-80

Plan:
- Darah rutin
-Awasi tanda pendarahan

R/
Diet lunak
IVFD
Asering
40tpm
Sistenol
500mg/8jam/oral
Omeprazole
20mg/24jam
Maxiliv 1-0-0

A: Demam Berdarah Dengue grade II

Plan:
-Darah rutin
-Elektrolit
-Awasi tanda pendarahan

29/09/2014

Perawatan hari ke-5

R/
Diet lunak
IVFD
Asering

T:100/70mmHg S: Demam masih ada, pendarahan


N : 96 x/menit

spontan tidak ada.

40tpm
Sistenol

P : 22 x/menit
S : 39.0 0 C

O: Konjungtiva anemis -/-

500mg/8jam/oral
Omeprazole

Sklera ikterik -/Lab:

20mg/24jam
Maxiliv 1-0-0

PLT=72-67-70-80-87
A: Demam Berdarah Dengue grade II

Plan :
- Darah rutin
-Awasi tanda pendarahan

30/09/2014

Perawatan hari ke-6

T:110/80mmHg S: Demam sudah berkurang. Pendarahan


N : 60x/menit

spotan tidak ada.

P : 20 x/menit
S : 36.5 0 C

O: Konjungtiva anemis -/Sklera ikterik -/Lab:


PLT=72-67-70-80-87-139

R/
Diet lunak
IVFD
Asering
40tpm
Sistenol
500mg/8jam/oral
Omeprazole
20mg/24jam
Maxiliv 1-0-0

HGB=9.5
Plan:

- Darah rutin
A: Demam Berdarah Dengue grade II
(perbaikan)
DISKUSI
Dari anamnesis, pasien wanita berusia 39 tahun ini dirujuk dari RS Stella Maris
dengan keluhan demam sudah 5 hari dengan trombosit 86,000 sudah dapat diarahkan
pada diagnosis Demam Berdarah Dengue (DBD). Demam yang bersifat terus
menerus, tidak turun dengan obat penurun panas dan mengiggil merupakan gejala
klinis yang dapat menunjang ke DBD. Selain itu, ada juga keluhan mual dan muntah
disertai sakit kepala, terutama petekie yang tampak di ekstremitas atas, menandakan
pendarahan spotan. Oleh karenanya, pasien ini sudah dapat didiagnosis sebagai DBD.
Terdapat 4 derajat DBD menurut WHO 1997, derajat I adalah, demam disertai
gejala tidak khas dan uji turniket positif dan derajat II adalah, gejala dari derajat I
disertai perdarahan spontan di kulit /perdarahan lain. Pada pasien ini, dikatakan DBD
grade II karena adanya gejala demam yang tidak khas, ujian tornikuet positif dan
adanya petekie di kedua lengan bawah pasien.
Diagnosis DBD juga dilihat dari hasil laboratorium, dimana kriteria
laboratoris adalah, trombositopenia ( 100000/l) dan hemokonsentrasi. Diagnosis
pasti DBD adalah dua kriteria klinis pertama, yang bisa ditentukan dari derajat DBD
menurut WHO, 1997 disertai trombositopenia dan hemokonsentrasi. Sebagai
tambahan, PT dan APTT pada pasien ini juga memanjang dan SGOT/SGPT
cenderung meningkat menandakan kriteria laboratoris dari DBD.
Penatalaksanaan pada pasien ini adalah rehidrasi dengan intake cairan yang
adekuat dibantu oleh infus asering 40 tetes/menit. Antipiretik, sistemol diberikan
karena SGOT/SGPT pada pasien ini cenderung tinggi. Perlu monitor berkala,
pemantauan tanda vital (kesadaran, tekanan darah, frek.nadi, jantung, nafas) supaya
mencegah terjadinya komplikasi yang lebih berat, seperti syok.

Selama perawatan, harus dilakukan evaluasi darah rutin tiap hari untuk
melihat perbaikan jumlah trombosit dan evaluasi berkala fungsi hati, fungsi ginjal,
dan status elektrolit. Ini bermanfaat untuk mendeteksi ada tidaknya efek samping obat
atau dan pecegahan komplikasi yang lebih berat dari DBD.
TINJAUAN PUSTAKA
DEMAM BERDARAH DENGUE
I.

PENDAHULUAN
World Health Oganisation (WHO) menyatakan bahwa penyakit Demam
Berdarah Dengue (DBD) sebagai penyebab utama kesakitan dan kematian
anak di Asia Tenggara. Diperkirakan bahwa setiap tahun terdapat sekitar 50
100 juta kasus DBD dan sebanyak 500.000 di antaranya memerlukan
perawatan di rumah sakit.[1]
Nyamuk Aedes aegypti merupakan spesies serangga yang sangat
penting di lingkungan pemukiman, khususnya. A. aegypti adalah vektor utama
penyakit DBD di berbagai belahan dunia, termasuk di Indonesia. Penyakit
tersebut sering menimbulkan epidemi, namun terabaikan dari aspek
pendanaan dan program penanggulangan oleh Global Fund. WHO mencatat
hingga tahun 2008, lebih dari 60 negara di daerah tropis dan subtropis
terjangkit penyakit DBD; angka insidensi meningkat 30 kali lipat, dan setiap
tahun terjadi 50 juta kasus.
WHO telah merekomendasikan vaksin untuk pencegahan penyakit
demam kuning sejak tahun 1990, namun hingga saat ini belum ada obat dan
vaksin

yang

direkomendasikan

untuk

demam

dengue,

DBD,

dan

Chikungunya. Upaya penanggulangan ketiga penyakit tersebut sangat


bergantung pada program pengendalian vektor, karena tuntasnya penanganan
kasus belum dapat memutus rantai penularan.

[2]

10

II.

ETIOLOGI
Host alami DBD adalah manusia, agentnya adalah virus dengue yang
termasuk ke dalam famili Flaviridae dan genus Flavivirus, terdiri dari 4
serotipe yaitu Den-1, Den-2, Den3 dan Den-4, ditularkan ke manusia melalui
gigitan nyamuk yang terinfeksi, khususnya nyamuk Aedes aegypti dan Ae.
albopictus 2 yang terdapat hampir di seluruh pelosok Indonesia.
Masa inkubasi virus dengue dalam manusia (inkubasi intrinsik)
berkisar antara 3 sampai 14 hari sebelum gejala muncul, gejala klinis rata-rata
muncul pada hari keempat sampai hari ketujuh, sedangkan masa inkubasi
ekstrinsik (di dalam tubuh nyamuk) berlangsung sekitar 8-10 hari. [3]

III.

EPIDEMIOLOGI
Pada tahun 2008, untuk seluruh wilayah Asia Tenggara, dilaporkan ada
peningkatan kasus sekitar 18% dan dilaporkan ada peningkatan kematian
akibat dengue sekitar 15% pada periode yang sama dibandingkan tahun
sebelumnya. Peningkatan kasus yang dilaporkan terutama di Thailand,
Indonesia, dan Myanmar.
Transmisi dengue dengan puncak peningkatan kasus di Indonesia pada
bulan Februari, di Thailand pada bulan Juni, dan di Myanmar pada bulan Juli.
Data sampai dengan akhir tahun 2006, jumlah kasus DBD di Indonesia
sebanyak 57% dari total kasus di Asia Tenggara, diikuti oleh Thailand 23%,
kemudian Srilangka, Myanmar, dan India masing masing 6%. DBD
merupakan kasus endemik yang menyebar di seluruh wilayah Indonesia dan
sekarang endemik hampir di 300 kabupaten yang ada. Ae. aegypti adalah
vektor utama dari penyakit DBD seluruh wilayah Indonesia memiliki risiko
untuk terjangkit penyakit DBD kecuali daerah dengan ketinggian di atas
1000m di atas permukaan laut. Penyakit DBD di Indonesia yang pada
mulanya ditemukan di Surabaya pada tahun 1968 dengan jumlah kasus 58

11

orang dan yang meninggal sebanyak 24 orang (Case fatality rate= 41,3%).
Perkembangan penyakit ini dari tahun ke tahun cenderung mengalami
peningkatan baik jumlah kasus maupun wilayah penyebarannya. Pada
awalnya penyakit ini lebih banyak terjadi di kota-kota besar namun sekarang
sudah terjadi di kota kecil bahkan sampai ke daerah pedesaan. [1]
DBD merupakan masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Angka
insidensi tingkat nasional tahun 2008 mencapai 60/100.000 penduduk, dengan
daerah terjangkit mencapai lebih dari 78% kabupaten/kota. Tiga provinsi
dengan kasus DBD tertinggi adalah Daerah Khusus Ibukota Jakarta, Jawa
Barat, dan Jawa Tengah. Jumlah kasus baru DBD di Jawa Tengah tahun 2008
mencapai 19.235 penderita; incidence rate (IR) 58,45/100.000 penduduk dan
case fatality rate (CFR) 1,19%. Insidensi ini meningkat pada tahun 2010,
dengan jumlah kasus baru 19.362 penderita, IR 58,9/100.000 penduduk dan
CFR 1,29%.[2]
IV.

PATOGENESIS
Nyamuk Aedes spp yang sudah terinfeksi virus dengue, akan tetap infektif
sepanjang hidupnya dan terus menularkan kepada individu yang rentan pada
saat menggigit dan menghisap darah. Setelah masuk ke dalam tubuh manusia,
virus dengue akan

menuju organ sasaran yaitu sel kuffer hepar, endotel

pembuluh darah, nodus limpaticus, sumsum tulang serta paru-paru. Beberapa


penelitian menunjukkan, sel monosit dan makrofag mempunyai peran pada
infeksi ini, dimulai dengan menempel dan masuknya genom virus ke dalam
sel dengan bantuan organel sel dan membentuk komponen perantara dan
komponen struktur virus. Setelah komponen struktur dirakit, virus dilepaskan
dari dalam sel. Infeksi ini menimbulkan reaksi immunitas protektif terhadap
serotipe virus tersebut tetapi tidak ada cross protective terhadap serotipe virus
lainnya.

12

Secara invitro, antibodi terhadap virus dengue mempunyai 4 fungsi


biologis yaitu netralisasi virus, sitolisis komplemen, antibody dependent cellmediated cytotoxity (ADCC) dan antibody dependent enhancement (ADE).
Berdasarkan perannya, terdiri dari antobodi netralisasi atau neutralizing
antibody yang memiliki serotipe spesifik yang dapat mencegah infeksi virus,
dan antibody non netralising serotype yang mempunyai peran reaktif silang
dan dapat meningkatkan infeksi yang berperan dalam pathogenesis DBD dan
sindrom syok dengue sindrom syok dengue (SSD).
Terdapat dua teori atau hipotesis immunopatogenesis DBD dan DSS
yang masih kontroversial yaitu infeksi sekunder (secondary heterologus
infection) dan antibody dependent enhancement (ADE). Dalam teori atau
hipotesis infeksi sekunder disebutkan, bila seseorang mendapatkan infeksi
sekunder oleh satu serotipe virus dengue, akan terjadi proses kekebalan
terhadap infeksi serotipe virus dengue tersebut untuk jangka waktu yang lama.
Tetapi jika orang tersebut mendapatkan infeksi sekunder oleh serotipe virus
dengue lainnya, maka akan terjadi infeksi yang berat. Ini terjadi karena
antibody heterologus yang terbentuk pada infeksi primer, akan membentuk
kompleks dengan infeksi virus dengue serotipe baru yang berbeda yang tidak
dapat dinetralisasi bahkan cenderung membentuk kompleks yang infeksius
dan bersifat oponisasi internalisasi, selanjutnya akan teraktifasi dan
memproduksi IL-1, IL-6, tumor necrosis factor-alpha (TNF-A) dan platelet
activating factor (PAF); akibatnya akan terjadi peningkatan (enhancement)
infeksi virus dengue. TNF alpha akan menyebabkan kebocoran dinding
pembuluh darah, merembesnya cairan plasma ke jaringan tubuh yang
disebabkan kerusakan endothel pembuluh darah yang mekanismenya sampai
saat ini belum diketahui dengan jelas. Pendapat lain menjelaskan, kompleks
imun yang terbentuk akan merangsang komplemen yang farmakologisnya
cepat dan pendek dan bersifat vasoaktif dan prokoagulan sehingga
menimbulkan kebocoran plasma (syok hipolemik) dan perdarahan. Anak di
13

bawah usia 2 tahun yang lahir dari ibu yang terinfeksi virus dengue dan terjadi
infeksi dari ibu ke anak, dalam tubuh anak tersebut terjadi non neutralizing
antibodies akibat adanya infeksi yang persisten. Akibatnya, bila terjadi infeksi
virus dengue pada anak tersebut, maka akan langsung terjadi proses
enhancing yang akan memacu makrofag mudah terinfeksi dan teraktifasi dan
mengeluarkan IL-1, IL-6 dan TNF alpha juga PAF. Pada teori ADE
disebutkan, jika terdapat antibodi spesifik terhadap jenis virus tertentu, maka
dapat mencegah penyakit yang diakibatkan oleh virus tersebut, tetapi
sebaliknya apabila antibodinya tidak dapat menetralisasi virus, justru akan
menimbulkan penyakit yang berat. Kinetik immunoglobulin spesifik virus
dengue di dalam serum penderita demam dengue (DD), DBD dan SSD,
didominasi oleh IgM, IgG1 dan IgG3.
Selain kedua teori tersebut, masih ada teori-teori lain tentang
pathogenesis DBD, di antaranya adalah teori virulensi virus yang
mendasarkan pada perbedaan serotipe virus dengue yaitu DEN 1, DEN 2,
DEN 3 dan DEN 4 yang kesemuanya dapat ditemukan pada kasus-kasus fatal
tetapi berbeda antara daerah satu dengan lainnya. Selanjutnya ada teori
antigen-antibodi yang berdasarkan pada penderita atau kejadian DBD terjadi
penurunan aktivitas sistem komplemen yang ditandai penurunan kadar C3, C4
dan C5. Disamping itu, pada 48- 72% penderita DBD, terbentuk kompleks
imun antara IgG dengan virus dengue yang dapat menempel pada trombosit,
sel B dan sel organ tubuh lainnya dan akan mempengaruhi aktivitas
komponen sistem imun yang lain. Selain itu ada teori moderator yang
menyatakan bahwa makrofag yang terinfeksi virus dengue akan melepas
berbagai mediator seperti interferon, IL-1, IL-6, IL-12, TNF dan lain-lain,
yang bersama endotoksin bertanggungjawab pada terjadinya sok septik,
demam dan peningkatan permeabilitas kapiler.
Pada infeksi virus dengue, viremia terjadi sangat cepat, hanya dalam
beberapa hari dapat terjadi infeksi di beberapa tempat tapi derajat kerusakan
14

jaringan

(tissue

destruction)

yang

ditimbulkan

tidak

cukup

untuk

menyebabkan kematian karena infeksi virus; kematian yang terjadi lebih


disebabkan oleh gangguan metabolik. [3]

Gambar 1. Hipotesis Secondary heterologous dengue infection.

V.

[6]

GAMBARAN KLINIS
DBD ditandai dengan demam mendadak, biasanya berlangsung 2 - 7 hari, dan
tanda-tanda gejala non-spesifik. Selama fase akut, sulit untuk membedakan
antara DBD, DD dan penyakit lain yang bisa ditemukan di daerah tropis.
Namun, pada fase kritis yaitu pada saat suhu turun (the time of defervescence),
tanda-tanda kegagalan sirkulasi atau manifestasi hemoragik dapat terjadi,

15

paling umum adalah petekie, lesi purpura, dan ekimosis. Epistaksis,


perdarahan gusi, perdarahan gastrointestinal, dan hematuria jarang terjadi.
Derajat yang paling parah yaitu Sindrom Syok Dengue (SSD) terjadi
pada sekitar sepertiga kasus demam berdarah dengue, pasien mengalami
hipotensi, penurunan tekanan nadi dan kegagalan sirkulasi. Pasien mungkin
mengeluh nyeri abdomen sebelum terjadinya syok.
Pemeriksaan fisik yang sering ditemukan pada SSD termasuk kulit
yang dingin, lembab dan berbintik, sianosis, diaforesis, takipnea, dan oliguria.
Hepatomegali, efusi paru, dan edema biasa terjadi, sebagaimana juga
leukopenia. Menurut definisi, pasien DBD harus memiliki memiliki bukti
obyektif kebocoran plasma seperti hemokonsentrasi (hematokrit peningkatan
sebanyak 20%), dan trombositopenia dengan jumlah trombosit 100 000/mm3
atau kurang. Enzim hati dalam serum mungkin juga turut meningkat. Durasi
syok biasanya pendek. Tingkat mortalitas pada pasien yang diobati secara
agresif adalah 1 persen atau kurang. [4]

Gambar 2. Manifestasi klinis infeksi virus dengue. [6]

VI.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
16

Leukopenia adalah salah satu ciri khas, dan peningkatan transaminase sering
ditemukan pada demam dengue. Trombositopenia, peningkatan fibrinolisis,
dan hemokonsentrasi terjadi lebih sering dalam bentuk hemoragik penyakit
ini. Abnormalitas fungsi hati adalah hampir universal. Oleh karena gejala
yang non-spesifik, verifikasi dari pemeriksaan laboratorium untuk diagnosis
diperlukan, biasanya dengan IgM dan IgG ELISA setelah fase febris.[5] Oleh
karena anti-dengue antibodi IgM menetap selama beberapa bulan, dan karena
tidak semua pasien memiliki antibodi IgM yang bisa terdeteksi 6-10 hari
setelah onset, diagnosis yang hanya berdasarkan hasil IgM antibodi MACELISA harus dianggap provisional. [4]
Virus dapat ditemukan di darah pada fase akut. PCR atau deteksi
protein virus spesifik NS1 dengan ELISA bisa menjadi diagnostik hanya
untuk selama beberapa hari pertama infeksi. Imunohistokimia untuk deteksi
antigen dalam sampel jaringan juga dapat digunakan. Foto thorax pada
demam berdarah dengue menunjukkan infiltrat dan efusi, sejajar dengan
pertemuan abnormalitas hasil laboratorium.[5]
VII.

DIAGNOSIS
Masa inkubasi dalam tubuh manusia sekitar 4 6 hari (rentang 3 14 hari),
timbul gejala prodormal yang tidak khas seperti : nyeri kepala, nyeri tulang
belakang, dan perasaan lelah.
Demam Dengue (DD)
Merupakan penyakit demam akut selama 2 -7 hari, ditandai dengan dua atau
lebih manifestasi klinis sebagai berikut :
- Nyeri kepala
- Nyeri retro-orbital
- Mialgia / atralgia
- Ruam kulit
- Anoreksia (penurunan nafsu makan)
- Manifestasi perdarahan (petekie atau uji bending positif)

17

- Leukopenia dan pemeriksaan serologi dengue positif, atau ditemukan pasien


DD/DBD yang sudah dikonfirmasi pada lokasi dan waktu yang sama
Demam Berdarah dengue (DBD)
Berdasarkan criteria WHO 1997, diagnosis DBD ditegakkan bila hal dibawah
ini dipenuhi :
Demam atau riwayat demam akut, antara 2 7 hari, biasanya bifasik
Terdapat minimal satu dari manifeatasi perdarahan berikut :
o Uji bendung positif
o Petekie, ekimosis, atau purpura
o Perdarahan mukosa (tersering epistaksis atau perdarahan gusi), atau
perdarahan dari tempat lain.
o Hematemesis atau melena
Trombositopenia (jumlah trombosit < 100.000)
Terdapat minimal satu tanda-tanda plasma leakage (kebocoran plasma)
sebagai berikut :
o Peningkatan hematokrit >20% dibandingkan standar sesuai dengan
umur dan jenis kelamin.
o Penurunan hematokrit >20% setelah mendapat terapi cairan,
dibandingkan dengan nilai hematokrit sebelumnya.
o Tanda kebocoran plasma seperti : efusi pleura, asites, atau
hipoproteinemia.
Dari keterangan di atas terlihat bahwa perbedaan utama antara DD dan DBD
adalah pada DBD ditemukan adanya kebocoran plasma.[6]
Untuk menentukan penatalaksanaan pasien infeksi virus dengue, perlu
diketahui klasifikasi derajat penyakit.

18

DD/ DBD

Derajat*

Gejala

Laboratorium

DD

Demam disertai 2 atau lebih


tanda: sakit kepala, nyeri
retro-orbital,
mialgia,
artralgia.

Leukopenia, trombositopenia,
tidak
ditemukan
adanya
kebocoran plasma, serologi
dengue (+)

DBD

Gejala diatas+uji bendung


(+)

Trombositopenia (<100.000),
terbukti adanya kebocoran
plasma

DBD

II

Gejala
spontan

diatas+perdarahan

Trombositopenia (<100.000),
terbukti adanya kebocoran
plasma

DBD

III

Gejala
diatas+kegagalan
sirkulasi (kulit dingin dan
lembab serta gelisah)

Trombositopenia (<100.000),
terbukti adanya kebocoran
plasma

DBD

IV

Syok berat disertai dengan


tekanan darah dan nadi tidak
terukur

Trombositopenia (<100.000),
terbukti adanya kebocoran
plasma

*DBD derajat III dan IV juga disebut sindrom syok dengue (SSD)
Tabel 1. Klasifikasi derajat penyakit infeksi virus dengue.[6]

19

VIII.

PENATALAKSANAAN
Protokol 1 penanganan tersangka (probable) DBD dewasa tanpa syok
Seseorang yang tersangka menderita DBD di Instalasi Gawat Darurat (IGD)
dilakukan pemeriksaan hemoglobin(Hb), hematokrit(Ht), dan trombosit:

Hb,Ht, dan trombosit normal atau trombosit antara 100,000-150,000,


pasien dapat dipulangkan dengan anjuran kontrol atau berobat jalan ke
poliklinik dalam waktu 24 jam, lalu lakukan pemeriksaan Hb,Ht, dan
trombosit ulangan. Kalau keadaan penderita memburuk langsung di bawa

ke IGD.
Hb,Ht normal tetapi trombosit < 100.000 di anjurkan dirawat.
Hb,Ht, meningkat dan trombosit Normal atau turun juga di anjurkan di
rawat.

Gambar 3. Observasi dan pemberian cairan suspek DBD dewasa tanpa renjatan di IGD. [6]

Protokol 2 pemberian cairan pada tersangka DBD dewasa di ruang.

20

Pasien yang tersangka DBD tanpa perdarahan spontan dan masif dan tanpa
syok maka di ruang rawat di berikan cairan infus kristaloid dengan jumlah
seperti rumus berikut ini:
1500 + {20 x (BB dalam kg 20)}
Contoh volume rumatan untuk BB 55 kg: 1500 +{20 x (55-20)} = 2200 ml
Setelah di berikan cairan di lakukan pemeriksaan Hb,Ht, tiap 24 jam

Bila Hb, Ht meningkat 10-20 % dan trombosit < 100.000 jumlah


pemberian cairan tetap seperti rumus diatas tetapi pemantauan Hb, Ht,

trombo di lakukan tiap 12 jam.


Bila Hb, Ht, meningkat >20 % dan trombosit <100.000 maka
pemberian cairan sesuai dengan protokol penatalaksanaan DBD
dengan peningkatan Ht > 20%

Gambar 4. Pemberian cairan pada suspek DBD dewasa di ruang. [6]

Protokol 3 ( DBD dengan Ht > 20%)


Meningkatnya Ht > 20% menunjukkan bahwa tubuh mengalami defisit cairan
sebanyak 5%. Pada keadaan ini, terapi awal pemberian cairan adalah dengan
memberikan infus cairan kristaloid sebanyak 6-7ml/kg/jam. Pasien kemudian
dipantau setelah 3-4jam pemberian cairan. Bila terjadi perbaikan yang
ditandai dengan tanda-tanda hematocrit menurun, frekuensi nadi turun,

21

tekanan darah stabil, produksi urin meningkat maka jumlah cairan infus
dikurangi.[6]

Gambar 5. Penatalaksanaan DBD dengan hematokrit >20%.[6]

Protokol 4 (Perdarahan spontan pada DBD)


Perdarahan spontan dan masif adalah: epistaksis yang tak terkendali,
perdarahan saluran cerna (hematemesis dan melena atau hematoskesia),
saluran kencing (hematuri), otak atau tersembunyi sebanyak 4-5 ml/kgbb/jam.
[6]

22

Gambar 6.Penatalaksanaan pendarahan pada DBD dewasa. [6]

Protokol 5 (Tatalaksana SSD)


Bila kita berhadapan dengan SSD maka hal pertama yang harus diingat adalah
bahwa renjatan harus segera diatasi dan oleh karena itu penggantian cairan
intravaskular yang hilang harus segera dilakukan.
Angka kematian meningkat 10 kali lipat di bandingkan dengan penderita
DBD tanpa renjatan, dan renjatan dapat terjadi karena keterlambatan
mendapatkan pertolongan/pengobatan, dan penatalaksanaan yang kurang
tepat.
Pada kasus SSD cairan kristaloid adalah pilihan utama yang diberikan.
Selain resisutasi cairan, penderita juga diberikan oksigen 2-4 liter/menit.
Pemeriksaaan-pemeriksaaan yang harus dilakukan adalah darah perifer
lengkap, hemostasis, analisa gas darah, elektrolit, ureum dan kreatinin.[6]

23

Gambar 7. Penatalaksanaan sindrom syok dengue.

[6]

24

DAFTAR PUSAKA
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Misti R, Tri B, Studi kohort kejadian penyakit demam berdarah dengue.


Berita Kedokteran Masyarakat, Vol. 26, No. 4, Desember 2010.
Sayono, Din S, Distribusi Resistensi Nyamuk Aedes Aegypti terhadap
insektisida Sipermetrin di Semarang. LPPM UNIMUS 2012.
Aryu C, Demam Berdarah Dengue: Epidemiologi, Patogenesis dan factor
resiko penularan. Aspirator Vol. 2 No. 2 Tahun 2010 : 110 119.
Warrell, David A, Oxford Textbook of Medicine, 4th Edition. Oxford
University Press, 2003.
Stephen J. McPhee Current Medical Diagnosis & Treatment 2010, FortyNinth Edition. The McGraw-Hill Companies, Inc 2010.
Suhendro, Nainggolan L, Demam Berdarah Dengue dalam Buku ajar Ilmu
Penyakit Dalam jilid III Edisi V. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit
Dalam FKUI, Jakarta, 2007.

DAFTAR ISI

25

Lembar Pengesahan .. 2
Daftar Isi ..........
I.

Laporan kasus.... 1

II.

Diskusi.11

III.

Pendahuluan12

IV.

Etiologi13

V.

Epidemiologi ......13

VI.

Patogenesis.......................... 14

VII.

Gambaran klinis.... 18

VIII.

Pemeriksaan penunjang.19

IX.

Diagnosis....... 20

X.

Penatalaksanaan .22

Daftar pusaka... iii

26

Anda mungkin juga menyukai