PENDAHULUAN
yang
meningkattersebut
berkaitan
dengan
hal
faktor
1.2.
Informasi
(Kompetensi
4)
Mahasiswa
mampu
komprehensif,
holistik,
koordinatif,
kolaboratif
dan
Dapat dijadikan acuan (referensi) bagi studi kasus lebih lanjut sekaligus
sebagai bahan atau sumber bacaan di perpustakaan.
2.
3.
4.
1.4.
dengan prinsip pelayanan dokter keluarga yang holistik dan paripurna, berbasis
evidence based medicine adalah:
1.4.1. Kepatuhan penderita datang berobat di layanan primer (Puskesmas) sudah
teratur.
1.4.2. Perbaikan dapat dievaluasi setelah pengobatan fase intensif selesai dengan
didapatkan tercapainya target gula darah dan berkurangnya gejala.
Dari uraian tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa penilaian
keberhasilan tindakan pengobatan didasarkan pada hasil pemeriksaan gula darah
dan menghilangnya gejala. Hal ini disebabkan pengobatan diabetes melitus
umumnya seumur hidup. Penghentian pengobatan cepat atau lambat akan diikuti
dengan naiknya gula darah sampai seperti sebelum dimulai pengobatan diabetes
melitus. Walaupun demikian, ada kemungkinan untuk menurunkan dosis dan
jumlah obat diabetes melitus secara bertahap bagi pasien yang diagnosis diabetes
melitusnya sudah pasti serta tetap patuh terhadap pengobatan nonfarmakologis.
BAB II
I. KERANGKA TEORITIS
Faktor Genetik
Obesitas
PENJAMU
PEKA
Hiperglikemi
DM
idiopatik
lifestyle
autoimun
II. PENDEKATAN
DIAGNOSE
Mekanisme
HOLISTIK
PADA
PELAYANAN
III.DEFINISI
Menurut American Diabetes Association (ADA), Diabetes melitus
merupakan
suatu
kelompok
penyakit
metabolik
dengan
karakteristik
hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau
kedua-duanya. Sedangkan menurut WHO dikatakan bahwa diabetes melitus
sebagai suatu kumpulan problema anatomik dan kimiawi yang merupakan akibat
dari sejumlah faktor di mana didapat defisiensi insulin absolut atau relatif dan
gangguan fungsi insulin. 4
IV. Klasifikasi
Klasifikasi Diabetes Melitus menurut American Diabetes Association
(ADA), 2005, yaitu1 :
1. Diabetes Melitus Tipe 1
DM ini disebabkan oleh kekurangan insulin dalam darah yang terjadi akibat
kerusakan dari sel beta pankreas.Gejala yang menonjol adalah sering kencing
(terutama malam hari), sering lapar dan sering haus, sebagian besar penderita
DM tipe ini berat badannya normal atau kurus. Biasanya terjadi pada usia
muda dan memerlukan insulin seumur hidup.
2. Diabetes Melitus Tipe 2
DM ini disebabkan insulin yang ada tidak dapat bekerja dengan baik, kadar
insulin dapat normal, rendah atau bahkan meningkat tetapi fungsi insulin
untuk metabolisme glukosa tidak ada atau kurang. Akibatnya glukosa dalam
darah tetap tinggi sehingga terjadi hiperglikemia, dan 75% dari penderita DM
type II ini dengan obesitas atau kegemukan dan biasanya diketahui DM
setelah usia 30 tahun.
3. Diabetes Melitus Tipe lain
a. Defek genetik pada fungsi sel beta
b. Defek genetik pada kerja insulin
c. Penyakit eksokrin pankreas
d. Endokrinopati
e. Diinduksi obat atau zat kimia
f. Infeksi
g. Imunologi
4. DM Gestasional
V. Prevalensi
World Health Organization (WHO) memperkirakan, prevalensi global
diabetes melitus tipe 2 akan meningkat dari 171 juta orang pada 2000 menjadi
366 juta tahun 2030. WHO memperkirakan Indonesia menduduki ranking ke-4 di
dunia dalam hal jumlah penderita diabetes setelah China, India dan Amerika
Serikat. Pada tahun 2000, jumlah penderita diabetes mencapai 8,4 juta dan
10
11
walaupun terlihat resistensi insulin karena kadar insulin meningkat. Pada fase
kedua, resistensi insulin cenderung memburuk sehingga meskipun konsentrasi
insulin meningkat, tampak intoleransi glukosa dalam bentuk hiperglikemia setelah
makan. Pada fase ketiga, resistensi insulin tidak berubah, tetapi sekresi insulin
menurun, menyebabkan hiperglikemia puasa dan diabetes yang nyata.5
VII.
Diagnosa
Berdasarkan keluhan klinik, biasanya pasien Diabetes Melitus akan
Gejala klasik DM ditambah Gula Darah Sewaktu 200 mg/dl. Gula darah
sewaktu merupakan hasil pemeriksaan sesaat pada suatu hari tanpa
memerhatikan waktu makan terakhir, atau
Kadar Gula Darah Puasa 126 mg/dl. Puasa diartikan pasien tidak mendapat
kalori tambahan sedikit nya 8 jam, atau
Kadar gula darah 2 jam pada TTGO 200 mg/dl. TTGO dilakukan dengan
standard WHO, menggunakan beban glukosa yang setara dengan 75 gram
glukosa anhidrus yang dilarutkan dalam air.8
Gejala tidak klasik ditambah hasil pemeriksaan gula darah abnormal minimal
2x.3
Apabila hasil pemeriksaan tidak memenuhi kriteria normal atau DM, maka
dapat digolongkan ke dalamkelompok TGT (toleransi glukosa terganggu) atau
GDPT (glukosa darah puasa terganggu) dari hasil yang diperoleh
12
TGT : glukosa darah plasma 2 jam setelah pembenanan antara 140-199 mg/dl
GDPT : glukosa darah puasa antara 100-125 mg/dl
VIII. Penatalaksanaan
Tujuan pengobaan mencegah komplikasi akut dan kronik, meningkatkan kualitas
hidup dengan menormalkan KGD, dan dikatakan penderita DM terkontrol
sehingga sama dengan orang normal. Pilar penatalaksanaan Diabetes mellitus
dimulai dari :
1.
Edukasi
Pemberdayaan penyandang diabetes memerlukan partisipasi aktif pasien,
keluarga dan masyarakat.
2.
status kesehatan, aktivitas fisik dan faktor usia. Selain itu ada beberapa
faktor fisiologi seperti masa kehamilan, masa pertumbuhan, gangguan
pencernaan pada usia tua, dan lainnya. Pada keadaan infeksi berat dimana
terjadi proses katabolisme yang tinggi perlu dipertimbangkan pemberian
nutrisi khusus. Masalah lain yang tidak kalah pentingnya adalah masalah
status ekonomi, lingkungan kebiasaan dan tradisi dalam lingkungan yang
bersangkutan serta kemampuan petugas kesehatan yang ada.
3.
Latihan Jasmani
Kegiatan fisik bagi penderita diabetes sangat dianjurkan karena
mengurangi resiko kejadian kardiovaskular dimana pada diabetes telah
terjadi mikroangiopati dan peningkatan lipid darah akibat pemecahan
berlebihan yang membuat vaskular menjadi lebih rentan akan penimbunan
LDL teroksidasi subendotel yang memperburuk kualitas hidup penderita.
Dengan latihan jasmani kebutuhan otot akan glukosa meningkat dan ini
akan menurunkan kadar gula darah.
Aktivitas latihan :
5-10 menit pertama : glikogen akan dipecah menjadi glukosa
10-40 menit berikutnya : kebutuhan otot akan glukosa akan
meningkat 7-20x. Lemak juga akan mulai dipakai untuk
pembakaran sekitar 40%
> 40 menit : makin banyak lemak dipecah 75-90% .
Dengan makin banyaknya lemak dipecah, makin banyak pula benda keton
yang terkumpul dan ini menjadi perhatian karena dapat mengarah ke
keadaan asidosis.Latihan berat hanya ditujukan pada penderita DM ringan
14
atau terkontrol saja, sedangkan DM yang agak berat, GDS mencapai > 350
mg/dl sebaiknya olahraga yang ringan dahulu.
4.
Intervensi Farmakologis
Intervensi farmakologis ditambahkan jika sasaran glukosa darah belum
tercapai degan pengaturan makanan dan latihan jasmani.
sekresi
insulin
fase
pertama.obat
ini
berisiko
terjadinya
mengurangi
glukoneogenesis
hepar
dan
juga
15
gemuk.Kontraindikasi pada pasien dengan gangguan ginjal dan hepar dan pasien
dengan kecendrungan hipoksemia.
d. Inhibitor absorbsi glukosa
glukosidase inhibitor (acarbose). Bekerja menghambat absorbsi glukosa di
usus halus sehingga mempunyai efek menurunkan kadar glukosa darah sesudah
makan. Obat ini tidak menimbulkan efek hipoglikemi
Hal-hal yang harus diperhatikan :
OHO dimulai dengan dosis kecil dan ditingkatkan decara bertahap sesuai respon
kadar glukosa darah, dapat diberikan sampai dosis maksimal.sulfonilurea generasi
I dan II 15-30 menit sebelum makan. Glimepirid sebelum/sesaat sebelum
makan.Repaglinid, Nateglinid sesaat/sebelum makan.Metformin sesaat/pada
saat/sebelum makan.Penghambat
glukosidase
bersama
makan
suapan
fisiologis.
Defisiensi insulin mungkin hanya berupa defisiensi insulin basa, insulin
prandial atau keduanya. Defisiensi insulin basal menyebabkan timbulnya
hiperglikemia pada keadaan puasa, sedangkan defisiensi nsulin prandial akan
16
Terapi insulin dapat diberikan secara tunggal berupa insulin kerja cepat (rapid
insulin), kerja pendek (short acting), kerja menengah (intermediate acting) atau
insuli campuran tetap (premixed insulin)
Insulin diperlukan dalam keadaan : penurunan berat badan yang cepat,
3. Terapi Kombinasi
Pemberian OHO maupun insulin selalu dimulai dengan dosis rendah untuk
kemudian diinaikan secara bertahap sesuai dengan respon kadar glukosa darah.
Untuk kombinasi OHO dengan insulin, yang banyak dipakai adalah kombinasi
OHO dan insulin basal (kerja menengah atau kerja lama) yang divberikan pada
malam hari atau menjelang tidur. Dengan pendekatan terapi tersebut pada
umumnya dapat diperoleh kendali glukosa yag baik dengan dosis insulin yang
cukup kecil. Dosis awal insulin kerja menengah adalah 6-10 unit yang diberikan
sekitar jam 22.00, kemudian dilakukan evaluasi dosis tersebut dengan menilai
kadar gula darah puasa keesokan harinya. Bila dengan cara seperti ini kadar gula
darah sepanjang hari masih tidak terkendali, maka OHO dihentikan dan diberikan
insulin
17
IX. PENCEGAHAN
a. Pencegahan Primer
Pencegahan primer adalah upaya yang ditujukan pada kelompok yang
memiliki faktor resiko, yakni mereka yang belum terkena tetapi berpotensi
untuk mendapat DM dan kelompok intoleransi glukosa.Materi penyuluhan
meliputi program penurunan berat badan, diet sehat, latihan jasmani dan
menghentikan kebiasaan merokok. Perencanaan kebijakan kesehatan ini
tentunya diharapkan memahami dampak sosio-ekonomi penyakit ini,
pentingnya menyediakan fasilitas yang memadai dalam upaya pencegahan
primer.6
b. Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder adalah upaya mencegah atau menghambat timbulnya
penyulit pada pasien yang telah menderita DM. Program ini dapat
dilakukan dengan pemberian pengobatan yang cukup dan tindakan deteksi
dini penyulit sejak awal pengelolaan penyakit DM. Penyulihan ditujukan
terutama bagi pasien baru, yang dilakukan sejak pertemuan pertama dan
selalu diulang pada setiap pertemuan berikutnya. Pemberian antiplatelet
dapat menurunkan resiko timbulnya kelainan kardiovaskular pada
penyandang Diabetes.
c. Pencegahan Tersier
Pencegahan tersier ditujukan pada kelompok penyandang diabetes yang
telah mengalami penyulit dalam upaya mencegah terjadinya kecacatan
lebih
kepada pasien dan juga kelurganya dengan materi upaya rehabilitasi yang
18
X. PEMANTAUAN
Pasien yang telah mulai mendapatkan pengobatan harus datang kembali untuk
evaluasi lanjutan dan pengaturan dosis obat sampai target tekanan darah tercapai.
Strategi untuk meningkatkan kepatuhan pada pengobatan :
1.
2.
pengobatan cepat atau lambat akan diikuti dengan naiknya gula darah sampai
seperti sebelum dimulai pengobatan. Walaupun demikian, ada kemungkinan untuk
menurunkan dosis dan jumlah obat secara bertahap bagi pasien yang didiagnosis
diabetes
melitus
sudah
pasti
serta
tetap
patuh
terhadap
pengobatan
nonfarmakologis.
BAB III
19
1.1.
puskesmas Jongaya pada tanggal 26 Mei 2015. Selanjutnya dilakukan home visit
untuk mengetahui secara holistik keadaan dari penderita.
1.2.
langsung dengan menggunakan pertanyaan what, why, who, where, when dan
how.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
20
: PS 0838
: Tn. Y
: 52tahun
: Laki-laki
: Bugis
: Islam
: Pegawai Negeri Sipil
: Jl. Kumala 1 No. 150 RT 008 RW 05, Bongaya,
Tamalate, Makassar
Tanggal Pemeriksaan
B. ANAMNESIS
1) Keluhan utama
2) Anamnesis Terpimpin :
Dialami sejak 3 bulan yang lalu yang awalnya lukanya kecil, namun
lama kelamaan melebar sampai saat ini, keram dirasakan pada kedua kaki
yang dialami sejak 5 bulan terakhir, keram seperti diitusuk-tusuk, pasien
sering tidak merasakan kakinya ketika berjalan, sekitar dua minggu
sebelumnya pasien mengeluh sering merasa lemas dan pusing, dan
kesulitan tidur, mual tidak ada, muntah tidak ada, penglihatan kabur tidak
ada. Pasien banyak makan dan minum sejak 2 tahun terakhir, namun tidak
disertai peningkatan berat badan yang sesuai, buang air kecil sering
terutama malam hari sebanyak 5 kali. Buang air besar biasa.
21
C. PEMERIKSAAN FISIS
Tinggi Badan
: 165 cm
Berat Badan
: 73 kg
1) Tanda Vital :
Tekanan Darah
: 110/70 mmHg
Nadi
: 90 x/menit
Pernapasan
: 20 x/menit
Suhu
: 36,8 oC
2) Pemeriksaan fisis
a. Kepala
Ekspresi
: Biasa
Simetris muka
: Simetris ki=ka
22
Rambut
b. Mata
: (-)
: Tidak dilakukan
pemeriksaan
Kelopak mata
Konjungtiva
: Anemi (-)
Kornea
: Jernih
Sklera
: Ikterus (-)
Pupil
: Isokor 2,5 mm
c. Telinga
Tophi
: (-)
Pendengaran
d. Hidung
Perdarahan
: (-)
Sekret
: (-)
e. Mulut
Tonsil
: Hiperemis (-)
Lidah
: Kotor (-)
Gusi
Farings
: Hiperemis (-)
: Perdarahan (-)
23
f. Leher
: MT (-), NT (-)
Kelenjar gondok
: MT (-), NT (-)
DVS
: R-2 cmH2O
Kaku kuduk
: (-)
Tumor
: (-)
g. Dada
Inspeksi
: Simetris ki=ka
Bentuk
: Normochest
Pembuluh darah
: Bruit (-)
Buah dada
Sela iga
h. Thorax
: Ki=Ka
Nyeri tekan: (-)
: Sonor
Paru kanan
: Sonor
Auskultasi
: V Th X Sinistra Posterior
: Bunyi pernapasan
: vesikuler
24
Bunyi tambahan
: Rh
-/-
Wh -/i. Punggung
Inpeksi
Palpasi
: MT (-), NT (-)
Nyeri ketok
: (-)
Auskultasi
: Rh -/-
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Bunyi tambahan
: Bising (-)
Wh -/-
j. Cor
k. Abdomen
Inspeksi
Palpasi
Hati
: Tidak teraba
Limpa
: Tidak teraba
Ginjal
: Ballotement (-)
Lain-lain
: (-)
Perkusi
: Timpani
Auskultasi
25
l. Alat Kelamin
m. Anus dan rectum
n. Ekstremitas
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
E. KELUARGA
1) Profil Keluarga :
tidak ada.
4) Pola Konsumsi Makanan Keluarga
26
kebutuhan asupan gizi, namun pasien lebih sering mengonsumsi nasi yang
berlebih dan minum teh.
5) Psikologi Dalam Hubungan Antar Anggota Keluarga
Pasien memiliki hubungan yang baik dengan sesama anggota
keluarga yang lainnya, baik yang tinggal didalam rumah maupun yang
tidak.
6) Kebiasaan
7) Lingkungan
Lingkungan pemukiman keluarga bersih dan tertata dengan baik.
1.2 PEMBAHASAN
holistik yaitu, aspek personal, aspek klinik, aspek resiko internal, dan
aspek resiko eksternal serta pemeriksaan penunjang dengan melakukan
pendekatan menyeluruh dan pendekatandiagnosis holistik.
27
a. Anamnese
Aspek Personal
Pasien datang ke Puskesmas Jongaya dengan keluhan utama luka
pada kaki kiri yang dialami sejak 3 bulan terakhir, keram dirasakan seperti
diitusuk-tusuk, pasien sering tidak merasakan kakinya ketika berjalan,
sekitar dua minggu sebelumnya pasien mengeluh sering merasa lemas dan
pusing, dan kesulitan tidur, mual tidak ada, muntah tidak ada, penglihatan
kabur tidak ada. Pasien banyak makan dan minum sejak 2 tahun terakhir,
namun tidak disertai peningkatan berat badan yang sesuai, buang air kecil
sering terutama malam hari sebanyak 5 kali. Buang air besar biasa.
Kekhawatiran: Takut sakit Diabetes Melitus, Takut penyakitnya
tidak sembuh, Takut penyakitnya akan bertambah parah.Harapan: Tidak
menderita Diabetes Melitus.
Aspek Klinik
1.
2.
3.
4.
Susah tidur
5.
28
6.
1.
2.
3.
4.
b. Pemeriksaan Fisik
Tinggi Badan 165 cm, Berat Badan 73 kg. Tanda Vital: TD 110/70
mmHg, Nadi 90x/menit, napas 20 x/menit, Suhu 36,8 oC
c. Pemeriksaan Penunjang
Gula Darah Sewaktu 230 g/dl
29
f. Penatalaksanaan
30
Penatalaksanaan
secara
holistik
pada
pasien
ini
meliputi
Pencegahan Primer
Promosi kesehatan dengan pendekatan perilaku hidup sehat
1. Perbaikan lifestyle
2. Memperbaiki diet
Pencegahan Sekunder
Terapi untuk pasien
1) Pengobatan farmakologi berupa :
Glimepirid 2 mg 1x1
Levemir 0-0-20
2) Pengobatan nonfarmakologis
Pengobatan umumnya seumur hidup, dengan menjelaskan pada
pasien bahwa penghentian pengobatan cepat atau lambat akan diikuti
dengan naiknya gula darah sampai seperti sebelum dimulai pengobatan
31
32
BAB V
1.1.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil studi kasus Diabetes Melitus yang dilakukan di
Puskesmas Jongaya mengenai penatalaksanaan penderita Diabetes Melitus
dengan pendekatan diagnose holistik, dapat diambil kesimpulan sebagai
berikut:
1. Diagnose Klinis : Tn. Y menderita Diabetes Melitus tipe II dengan hasil
anaknya, sosial ekonomi baik, diet tidak teratur, lifestyle kurang baik.
3. Gambaran dari Genogram : Tn. Y menderita DM, ibu dan bapak Tn. Y
33
1.2.
Saran
Dari beberapa masalah yang dapat ditemukan pada Tn.Y berupa :
penyakit Diabetes Melitus, diet dan lifestyle yang kurang baik
maka
disarankan untuk:
1. Mengidentifikasi faktor-faktor yang menyebabkan masalah Diabetes
Melitus;
2. Memberikan edukasi kepada pasien dan keluarga tentang penyakit
Diabetes Melitus;
3. Menatalaksanai pasien dengan modifikasi gaya hidup berupa:
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
j.
DAFTAR PUSTAKA
35
36