Anda di halaman 1dari 36

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pada tahun 2030 transisi epidemiologi dari penyakit menular menjadi
penyakit tidak menular semakin jelas. Diproyeksikan jumlah kesakitan akibat
penyakit tidak menular dan kecelakaan akan meningkat dan penyakit menular
akan menurun. PTM seperti kanker, jantung, DM dan paru obstruktif kronik, serta
penyakit kronik lainnya akan mengalami peningkatan yang signifikan pada tahun
2030. Sementara itu penyakit menular seperti TBC, HIV/AIDS, Malaria, Diare
dan penyakit infeksi lainnya diprediksi akan mengalami penurunan pada tahun
2030. Peningkatan kejadian PTM berhubungan dengan peningkatan faktor risiko
akibat perubahan gaya hidup seiring dengan perkembangan dunia yang makin
modern, pertumbuhan populasi dan peningkatan usia harapan hidup.2
Sampai saat ini diabetes melitus masih tetap menjadi masalah karena
beberapa hal, antara lain meningkatnya prevalensi hipertensi, masih banyaknya
pasien diabetes melitus yang belum mendapat pengobatan maupun yang sudah
diobati tetapi gula darahnya belum mencapai target, serta adanya penyakit
penyerta dan komplikasi yang dapat meningkatkan morbiditas dan mortalitas.2
Pada umumnyadikenal 2 tipe diabetes, yaitudiabetes tipe 1 (tergantung
insulin), dan diabetestipe 2 (tidak tergantung insulin).Ada pula diabetes dalam
kehamilan, dan diabetes akibat malnutrisi. Diabetes tipe 1biasanya dimulai pada
usia anak-anak sedangkan diabetes tipe 2 dimulai pada usia dewasa pertengahan

(40-50 tahun). Kasus diabetes dilaporkan mengalami peningkatandi berbagai


negara berkembang termasukIndonesia.Jumlah penderita DMdi dunia dari
tahunke tahun mengalami peningkatan.3
Berdasarkan data Badan Kesehatan Dunia (WHO) pada tahun 2003,
jumlah penderita DM mencapai 194 juta jiwa dandiperkirakan meningkat menjadi
333 juta jiwa ditahun 2025 mendatang, dan setengah dari angka tersebut terjadi
dinegara berkembang, termasuk negara Indonesia.Angka kejadian DM di
Indonesia menempati urutan keempat tertinggi di dunia yaitu 8,4 juta jiwa.Jumlah
populasi

yang

meningkattersebut

berkaitan

dengan

hal

faktor

genetika,lifeekpectancy bertambah, urbanisasi yang merubah pola hidup.3

1.2.

Aspek Disiplin Ilmu Yang Terkait Dengan Pendekatan


Diagnosis Holistik pada Penderita Diabetes Melitus
Untuk pengendalian permasalahan Diabetes Melitus pada tingkat individu

dan masyarakat secara komprehentif dan holistik yang disesuaikan dengan


Standar Kompetensi Dokter Indonesia (SKDI), maka mahasiswa program profesi
dokter Universitas Muslim Indonesia melakukan kegiatan kepanitraan klinik pada
bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat dan Kedokteran Komunitas dilayanan primer
(Puskesmas) dengan tujuan untuk meningkatkan kompetensi yang dilandasi oleh
profesionalitas yang luhur, mawas diri dan pengembangan diri, serta
komunikasi efektif. Selain itu kompetensi mempunyai landasan berupa
pengelolaan informasi, landasan ilmiah ilmu kedokteran, keterampilan klinis,
dan pengelolaan masalah kesehatan.

Kompetensi tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:


1.2.1. Profesionalitas yang luhur (Kompetensi 1) : untuk mengidentifikasi dan
menyelesaikan permasalahan dalam pengendalian Diabetes Melitus secara
individual, masyarakat maupun pihak terkait ditinjau dari nilai agama, etik
moral dan peraturan perundangan.
1.2.2. Mawas diri dan pengembangan diri (Kompetensi 2) : Mahasiswa mampu
mengenali dan mengatasi masalah keterbatasan fisis, psikis , sosial dan
budaya sendiri dalam penangan Diabetes Melitus, melakukan rujukan bagi
kasus Diabetes Melitus, sesuai dengan Standar Kompetensi Dokter
Indonesia yang berlaku serta mengembangkan pengetahuan.
1.2.3. Komunikasi efektif (Kompetensi 3) : Mahasiswa mampu melakukan
komunikasi, pemberian informasi dan edukasi pada individu, keluarga,
masyarakat dan mitra kerja dalam pengendalian Diabetes Melitus.
1.2.4. Pengelolaan

Informasi

(Kompetensi

4)

Mahasiswa

mampu

memanfaatkan teknologi informasi komunikasi dan informasi kesehatan


dalam praktik kedokteran.
1.2.5. Landasan Ilmiah Ilmu Kedokteran (Kompetensi 5) : Mahasiswa mampu
menyelesaikan masalah pengendalian Diabetes Melitus secara holistik dan
komprehensif baik secara individu, keluarga maupun komunitas
berdasarkan landasan ilmiah yang mutakhir untuk mendapatkan hasil yang
optimum.

1.2.6. Keterampilan Klinis (Kompetensi 6) : Mahasiswa mampu melakukan


prosedur klinis yang berkaitan dengan masalah Diabetes Melitus dengan
menerapkan prinsip keselamatan pasien, keselamatan diri sendiri, dan
keselamatan orang lain.
1.2.7. Pengelolaan Masalah Kesehatan (Kompetensi 7) : Mahasiswa mampu
mengelola masalah kesehatan individu, keluarga maupun masyarakat
secara

komprehensif,

holistik,

koordinatif,

kolaboratif

dan

berkesinambungan dalam konteks pelayanan kesehatan primer


1.3.

TUJUAN DAN MANFAAT STUDI KASUS


Prinsip pelayanan dokter keluarga pada pasien ini adalah menatalaksana
masalah kesehatan dengan memandang pasien sebagai individu yang utuh terdiri
dari unsur biopsikososial, serta penerapan prinsip pencegahan penyakit promotif,
preventif, kuratif dan rehabilitatif. Proses pelayanan dokter keluarga dapat lebih
berkualitas bila didasarkan pada hasil penelitian ilmu kedokteran terkini (evidence
based medicine).

1.3.1. Tujuan Umum:


Tujuan dari penulisan laporan Studi Kasus ini adalah untuk dapat
menerapkan pelayanan dokter keluarga secara paripurna (komprehensif) dan
holistik, sesuai dengan Standar Kompetensi Dokter Indonesia (SKDI), berbasis
evidence based medicine (EBM) pada pasien dengan mengidentifikasi faktor
risiko dan masalah klinis serta prinsip penatalaksanaan pasien Diabetes Melitus
berdasarkan kerangka penyelesaian masalah pasien (problem oriented).

1.3.2 Tujuan Khusus


a. Untuk mengidentifikasi dan menyelesaikan permasalahan etika dalam
pengendalian Diabetes Melitus secara individual, masyarakat maupun
pihak terkait.
b. Untuk melakukan pengendalian Diabetes Melitusdan melakukan rujukan
bagi kasus Diabetes Melitus, sesuai dengan standar kompetensi dokter
Indonesia yang berlaku.
c. Untuk melakukan komunikasi, pemberian informasi dan edukasi pada
level individu, keluarga, masyarakat dan mitra kerja dalam pengendalian
Diabetes Melitus.
d. Untuk memanfaatkan sumber informasi terkini dan melakukan kajian
ilmiah dari data di lapangan, untuk melakukan pengendalian Diabetes
Melitus.
e. Untuk menggunakan landasan Ilmu Kedokteran Klinis dan Kesehatan
Masyarakat dalam melakukan upaya promotif, preventif, kuratif dan
rehabilitatif dalam pengendalian Diabetes Melitus.
f. Untuk dapat menggunakan dan menjelaskan epidemiologi, transmisi dan
patogenesis Diabetes Melitus.
g. Untuk melakukan anamnesis, pemeriksaan fisis dan pemeriksaan
penunjang, serta mengintepretasikan hasilnya dalam mendiagnosis
Diabetes Melitus.
h. Untuk melakukan prosedur tatalaksana Diabetes Melitus sesuai standar
kompetensi dokter Indonesia.
1.3.3. Manfaat Studi Kasus
1.

Bagi Institusi pendidikan.

Dapat dijadikan acuan (referensi) bagi studi kasus lebih lanjut sekaligus
sebagai bahan atau sumber bacaan di perpustakaan.
2.

Bagi Penderita (Pasien).


Menambah wawasan akan hipertensi yang meliputi proses penyakit dan
penanganan menyeluruh Diabetes Melitussehingga dapat memberikan
keyakinan untuk tetap berobat secara teratur.

3.

Bagi tenaga kesehatan.


Hasil studi ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi pemerintah
daerah dan instansi kesehatan beserta paramedis yang terlibat di dalamnya
mengenai pendekatan diagnosis holistik penderita Diabetes Melitus.

4.

Bagi Pembelajar Studi Kasus (Mahasiswa)


Sebagai pengalaman berharga bagi penulis sendiri dalam rangka
memperluas wawasan dan pengetahuan mengenai evidenve based dan
pendekatan diagnosis holistik Diabetes Melitus serta dalam hal penulisan
studi kasus.

1.4.

INDIKATOR KEBERHASILAN TINDAKAN


Indikator keberhasilan tindakan setelah dilakukan penatalaksanaan pasien

dengan prinsip pelayanan dokter keluarga yang holistik dan paripurna, berbasis
evidence based medicine adalah:
1.4.1. Kepatuhan penderita datang berobat di layanan primer (Puskesmas) sudah
teratur.

1.4.2. Perbaikan dapat dievaluasi setelah pengobatan fase intensif selesai dengan
didapatkan tercapainya target gula darah dan berkurangnya gejala.
Dari uraian tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa penilaian
keberhasilan tindakan pengobatan didasarkan pada hasil pemeriksaan gula darah
dan menghilangnya gejala. Hal ini disebabkan pengobatan diabetes melitus
umumnya seumur hidup. Penghentian pengobatan cepat atau lambat akan diikuti
dengan naiknya gula darah sampai seperti sebelum dimulai pengobatan diabetes
melitus. Walaupun demikian, ada kemungkinan untuk menurunkan dosis dan
jumlah obat diabetes melitus secara bertahap bagi pasien yang diagnosis diabetes
melitusnya sudah pasti serta tetap patuh terhadap pengobatan nonfarmakologis.

BAB II

ANALISIS KEPUSTAKAAN BERDASARKAN KASUS

I. KERANGKA TEORITIS

Gambaran Penyebab Diabetes Melitus

Faktor Genetik

Obesitas

defek sekresi atau aksi insulin

PENJAMU
PEKA

Hiperglikemi
DM

idiopatik

lifestyle

autoimun

Faktor resiko Diabetes Melitus

II. PENDEKATAN

DIAGNOSE

Mekanisme

HOLISTIK

PADA

PELAYANAN

KEDOKTERAN KELUARGA DI LAYANAN PRIMER


Prinsip pelayanan Kedokteran Keluarga di Layanan Primer adalah:
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.

Comprehensive care and holistic approach


Continuous care
Prevention first
Coordinative and collaborative care
Personal care as the integral part of his/her family
Family, community, and environment consideration
Ethics and law awareness
Cost effective care and quality assurance
Can be audited and accountable care

Pendekatan menyeluruh (holistic approach), yaitu peduli bahwa pasien


adalah seorang manusia seutuhnya yang terdiri dari fisik, mental, sosial dan
spiritual, serta berkehidupan di tengah lingkungan fisik dan sosialnya
Untuk melakukan pendekatan diagnosis holistik, maka perlu kita melihat
dari beberapa aspek yaitu:

Aspek personal : Keluhan utama, harapan, kekhawatiran.


Aspek klinis: diagnose klinis dan diagnose bandingnya
Aspek faktor resiko internal: perilaku kesehatan, persepsi kesehatan
Aspek faktor resiko eksternal: psikososial dan ekonomi keluarga, keadaan

lingkungan rumah dan pekerjaan.


Derajat fungsional (1 - 5)

III.DEFINISI
Menurut American Diabetes Association (ADA), Diabetes melitus
merupakan

suatu

kelompok

penyakit

metabolik

dengan

karakteristik

hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau
kedua-duanya. Sedangkan menurut WHO dikatakan bahwa diabetes melitus
sebagai suatu kumpulan problema anatomik dan kimiawi yang merupakan akibat
dari sejumlah faktor di mana didapat defisiensi insulin absolut atau relatif dan
gangguan fungsi insulin. 4
IV. Klasifikasi
Klasifikasi Diabetes Melitus menurut American Diabetes Association
(ADA), 2005, yaitu1 :
1. Diabetes Melitus Tipe 1

DM ini disebabkan oleh kekurangan insulin dalam darah yang terjadi akibat
kerusakan dari sel beta pankreas.Gejala yang menonjol adalah sering kencing
(terutama malam hari), sering lapar dan sering haus, sebagian besar penderita
DM tipe ini berat badannya normal atau kurus. Biasanya terjadi pada usia
muda dan memerlukan insulin seumur hidup.
2. Diabetes Melitus Tipe 2
DM ini disebabkan insulin yang ada tidak dapat bekerja dengan baik, kadar
insulin dapat normal, rendah atau bahkan meningkat tetapi fungsi insulin
untuk metabolisme glukosa tidak ada atau kurang. Akibatnya glukosa dalam
darah tetap tinggi sehingga terjadi hiperglikemia, dan 75% dari penderita DM
type II ini dengan obesitas atau kegemukan dan biasanya diketahui DM
setelah usia 30 tahun.
3. Diabetes Melitus Tipe lain
a. Defek genetik pada fungsi sel beta
b. Defek genetik pada kerja insulin
c. Penyakit eksokrin pankreas
d. Endokrinopati
e. Diinduksi obat atau zat kimia
f. Infeksi
g. Imunologi
4. DM Gestasional
V. Prevalensi
World Health Organization (WHO) memperkirakan, prevalensi global
diabetes melitus tipe 2 akan meningkat dari 171 juta orang pada 2000 menjadi
366 juta tahun 2030. WHO memperkirakan Indonesia menduduki ranking ke-4 di
dunia dalam hal jumlah penderita diabetes setelah China, India dan Amerika
Serikat. Pada tahun 2000, jumlah penderita diabetes mencapai 8,4 juta dan

10

diperkirakan pada tahun 2030 jumlah penderita diabetes di Indonesia akan


berjumlah 21,3 juta. Tetapi, hanya 50% dari penderita diabetes di Indonesia
menyadari bahwa mereka menderita diabetes, dan hanya 30% dari penderita
melakukan pemeriksaan secara teratur.2
VI. Patogenesis
Diabetes mellitus tipe 1
Pada saat diabetes mellitus tergantung insulin muncul, sebagian besar sel
pankreas sudah rusak. Proses perusakan ini hampir pasti karena proses autoimun,
meskipun rinciannya masih samar. Ikhtisar sementara urutan patogenetiknya
adalah: pertama, harus ada kerentanan genetik terhadap penyakit ini. Kedua,
keadaan lingkungan seperti infeksi virus diyakini merupakan satu mekanisme
pemicu, tetapi agen noninfeksius juga dapat terlibat.Tahap ketiga adalah insulitis,
sel yang menginfiltrasi sel pulau adalah monosit/makrofag dan limfosit T
teraktivasi.Tahap keempat adalah perubahan sel beta sehingga dikenal sebagai sel
asing.Tahap kelima adalah perkembangan respon imun. Karena sel pulau sekarang
dianggap sebagai sel asing, terbentuk antibodi sitotoksik dan bekerja sama dengan
mekanisme imun seluler. Hasil akhirnya adalah perusakan sel beta dan
penampakan diabetes.5
Diabetes Melitus Tipe 2
Pasien DM tipe 2 mempunyai dua defek fisiologik : sekresi insulin
abnormal dan resistensi terhadap kerja insulin pada jaringan sasaran (target).
Abnormalitas yang utama tidak diketahui.Secara deskriptif, tiga fase dapat
dikenali pada urutan klinis yang biasa. Pertama, glukosa plasma tetap normal

11

walaupun terlihat resistensi insulin karena kadar insulin meningkat. Pada fase
kedua, resistensi insulin cenderung memburuk sehingga meskipun konsentrasi
insulin meningkat, tampak intoleransi glukosa dalam bentuk hiperglikemia setelah
makan. Pada fase ketiga, resistensi insulin tidak berubah, tetapi sekresi insulin
menurun, menyebabkan hiperglikemia puasa dan diabetes yang nyata.5
VII.

Diagnosa
Berdasarkan keluhan klinik, biasanya pasien Diabetes Melitus akan

mengeluhkan apa yang disebut 4P : polifagi dengan penurunan berat badan,


Polidipsi dengan poliuri, juga keluhan tambahan lain seperti sering kesemutan,
rasa baal dan gatal di kulit 1.
Kriteria diagnostik :

Gejala klasik DM ditambah Gula Darah Sewaktu 200 mg/dl. Gula darah
sewaktu merupakan hasil pemeriksaan sesaat pada suatu hari tanpa
memerhatikan waktu makan terakhir, atau
Kadar Gula Darah Puasa 126 mg/dl. Puasa diartikan pasien tidak mendapat
kalori tambahan sedikit nya 8 jam, atau
Kadar gula darah 2 jam pada TTGO 200 mg/dl. TTGO dilakukan dengan
standard WHO, menggunakan beban glukosa yang setara dengan 75 gram
glukosa anhidrus yang dilarutkan dalam air.8

Gejala tidak klasik ditambah hasil pemeriksaan gula darah abnormal minimal
2x.3
Apabila hasil pemeriksaan tidak memenuhi kriteria normal atau DM, maka
dapat digolongkan ke dalamkelompok TGT (toleransi glukosa terganggu) atau
GDPT (glukosa darah puasa terganggu) dari hasil yang diperoleh
12

TGT : glukosa darah plasma 2 jam setelah pembenanan antara 140-199 mg/dl
GDPT : glukosa darah puasa antara 100-125 mg/dl
VIII. Penatalaksanaan
Tujuan pengobaan mencegah komplikasi akut dan kronik, meningkatkan kualitas
hidup dengan menormalkan KGD, dan dikatakan penderita DM terkontrol
sehingga sama dengan orang normal. Pilar penatalaksanaan Diabetes mellitus
dimulai dari :
1.

Edukasi
Pemberdayaan penyandang diabetes memerlukan partisipasi aktif pasien,
keluarga dan masyarakat.

2.

Terapi gizi medis


Terapi gizi medik merupakan ssalah satu dari terapi non farmakologik
yang sangat direkomendasikan bagi penyandang diabetes.Terapi ini pada
prinsipnya melakukan pengaturan pola makan yang didasarkan pada status
gizi diabetes dan melakukan modifikasi diet berdasarkan kebutuhan
individual.
Tujuan terapi gizi ini adalah untuk mencapai dan mempertahankan :

1. Kadar glukosa darah yang mendekati normal


a) Glukosa darah berkisar antaara 90-130 mg/dl
b) Glukosa darah 2 jam post prandial < 180 mg/dl
c) Kadar HbA1c < 7%
2. Tekanan darah <130/80
3. Profil lipid :
a) Kolesterol LDL <100 mg/dl
b) Kolesterol HDL >40 mg/dl
c) Trigliserida <150 mg/dl
4. Berat badan senormal mungkin, BMI 18 24,9
Beberapa faktor yang harus diperhatikan sebelum melakukan perubahan
pola makan diabetes antara lain, tinggi badan, berat badan, status gizi,,
13

status kesehatan, aktivitas fisik dan faktor usia. Selain itu ada beberapa
faktor fisiologi seperti masa kehamilan, masa pertumbuhan, gangguan
pencernaan pada usia tua, dan lainnya. Pada keadaan infeksi berat dimana
terjadi proses katabolisme yang tinggi perlu dipertimbangkan pemberian
nutrisi khusus. Masalah lain yang tidak kalah pentingnya adalah masalah
status ekonomi, lingkungan kebiasaan dan tradisi dalam lingkungan yang
bersangkutan serta kemampuan petugas kesehatan yang ada.
3.

Latihan Jasmani
Kegiatan fisik bagi penderita diabetes sangat dianjurkan karena
mengurangi resiko kejadian kardiovaskular dimana pada diabetes telah
terjadi mikroangiopati dan peningkatan lipid darah akibat pemecahan
berlebihan yang membuat vaskular menjadi lebih rentan akan penimbunan
LDL teroksidasi subendotel yang memperburuk kualitas hidup penderita.
Dengan latihan jasmani kebutuhan otot akan glukosa meningkat dan ini
akan menurunkan kadar gula darah.
Aktivitas latihan :
5-10 menit pertama : glikogen akan dipecah menjadi glukosa
10-40 menit berikutnya : kebutuhan otot akan glukosa akan
meningkat 7-20x. Lemak juga akan mulai dipakai untuk
pembakaran sekitar 40%
> 40 menit : makin banyak lemak dipecah 75-90% .
Dengan makin banyaknya lemak dipecah, makin banyak pula benda keton
yang terkumpul dan ini menjadi perhatian karena dapat mengarah ke
keadaan asidosis.Latihan berat hanya ditujukan pada penderita DM ringan

14

atau terkontrol saja, sedangkan DM yang agak berat, GDS mencapai > 350
mg/dl sebaiknya olahraga yang ringan dahulu.

4.

Intervensi Farmakologis
Intervensi farmakologis ditambahkan jika sasaran glukosa darah belum
tercapai degan pengaturan makanan dan latihan jasmani.

1. obat hipoglikemik oral


a. insulin secretagogue :
sulfonilurea : meningkatkan sekresi insulin oleh sel beta pankreas. Merupakan
obat pilihan utama untuk pasien dengan berat badan normal dan kurangm namun
masih boleh diberikan kepada pasien dengan berat badan lebih.Contohnya
glibenklamid.
Glinid : bekerja cepat, merupakan prandial glucose regulator. Penekanan pada
peningkatan

sekresi

insulin

fase

pertama.obat

ini

berisiko

terjadinya

hipoglikemia.Contohnya : repaglinid, nateglinid.


b. insulin sensitizers
Thiazolindindion. Mensensitisasi insulin dengan jalan meningkatkan efek insulin
endogen pada target organ (otot skelet dan hepar). Menurunkan resistensi insulin
dengan meningkatkan jumlah protein pengangkut glukosa, sehingga ambilan
glukosa di perifer meningkat.Agonis PPAR yang ada di otot skelet, hepar dan
jaringan lemak.
c. glukoneogenesis inhibitor
Metformin.Bekerja

mengurangi

glukoneogenesis

hepar

dan

juga

memperbaiki uptake glukosa perifer.Terutama dipakai pada penyandang diabetes

15

gemuk.Kontraindikasi pada pasien dengan gangguan ginjal dan hepar dan pasien
dengan kecendrungan hipoksemia.
d. Inhibitor absorbsi glukosa
glukosidase inhibitor (acarbose). Bekerja menghambat absorbsi glukosa di
usus halus sehingga mempunyai efek menurunkan kadar glukosa darah sesudah
makan. Obat ini tidak menimbulkan efek hipoglikemi
Hal-hal yang harus diperhatikan :
OHO dimulai dengan dosis kecil dan ditingkatkan decara bertahap sesuai respon
kadar glukosa darah, dapat diberikan sampai dosis maksimal.sulfonilurea generasi
I dan II 15-30 menit sebelum makan. Glimepirid sebelum/sesaat sebelum
makan.Repaglinid, Nateglinid sesaat/sebelum makan.Metformin sesaat/pada
saat/sebelum makan.Penghambat

glukosidase

bersama

makan

suapan

pertama.Thiazolidindion tidak bergantung jadwal makan.


2. Insulin
- Sekresi insulin fisiologis terdiri dari sekresi insulin basal dan sekresi insulin
prandial. Terapi insulin diupayakan mampu meniru pada sekresi insulin yang
-

fisiologis.
Defisiensi insulin mungkin hanya berupa defisiensi insulin basa, insulin
prandial atau keduanya. Defisiensi insulin basal menyebabkan timbulnya
hiperglikemia pada keadaan puasa, sedangkan defisiensi nsulin prandial akan

menimbulkan hiperglikemia setelah makan.


Terapi insulin untuk substitusi ditujukan untuk melakukan koreksi terhadap
defisiensi yang terjadi.

16

Terapi insulin dapat diberikan secara tunggal berupa insulin kerja cepat (rapid
insulin), kerja pendek (short acting), kerja menengah (intermediate acting) atau
insuli campuran tetap (premixed insulin)
Insulin diperlukan dalam keadaan : penurunan berat badan yang cepat,

hiperglikemia yang berta disertai ketosis, ketoasidosis diabetik, hiperglikemia


hiperosmolar non ketotik, hiperglikemia dengan asidosis laktat, gagal dengan
kombinasi OHO dengan dosis yang hampir maksimal, stress berat (infeksi
sistemik, operasi besar, IMA, stroke), kehamilan dengan DM/DM Gestasional
yang tidak terkendali dengan perencanaan makan, gangguan fungsi hepar atau
ginjal yang berat, kontraindikasi atau alergi OHO.

3. Terapi Kombinasi
Pemberian OHO maupun insulin selalu dimulai dengan dosis rendah untuk
kemudian diinaikan secara bertahap sesuai dengan respon kadar glukosa darah.
Untuk kombinasi OHO dengan insulin, yang banyak dipakai adalah kombinasi
OHO dan insulin basal (kerja menengah atau kerja lama) yang divberikan pada
malam hari atau menjelang tidur. Dengan pendekatan terapi tersebut pada
umumnya dapat diperoleh kendali glukosa yag baik dengan dosis insulin yang
cukup kecil. Dosis awal insulin kerja menengah adalah 6-10 unit yang diberikan
sekitar jam 22.00, kemudian dilakukan evaluasi dosis tersebut dengan menilai
kadar gula darah puasa keesokan harinya. Bila dengan cara seperti ini kadar gula
darah sepanjang hari masih tidak terkendali, maka OHO dihentikan dan diberikan
insulin

17

IX. PENCEGAHAN
a. Pencegahan Primer
Pencegahan primer adalah upaya yang ditujukan pada kelompok yang
memiliki faktor resiko, yakni mereka yang belum terkena tetapi berpotensi
untuk mendapat DM dan kelompok intoleransi glukosa.Materi penyuluhan
meliputi program penurunan berat badan, diet sehat, latihan jasmani dan
menghentikan kebiasaan merokok. Perencanaan kebijakan kesehatan ini
tentunya diharapkan memahami dampak sosio-ekonomi penyakit ini,
pentingnya menyediakan fasilitas yang memadai dalam upaya pencegahan
primer.6
b. Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder adalah upaya mencegah atau menghambat timbulnya
penyulit pada pasien yang telah menderita DM. Program ini dapat
dilakukan dengan pemberian pengobatan yang cukup dan tindakan deteksi
dini penyulit sejak awal pengelolaan penyakit DM. Penyulihan ditujukan
terutama bagi pasien baru, yang dilakukan sejak pertemuan pertama dan
selalu diulang pada setiap pertemuan berikutnya. Pemberian antiplatelet
dapat menurunkan resiko timbulnya kelainan kardiovaskular pada
penyandang Diabetes.
c. Pencegahan Tersier
Pencegahan tersier ditujukan pada kelompok penyandang diabetes yang
telah mengalami penyulit dalam upaya mencegah terjadinya kecacatan
lebih

menlanjut. Pada pencegahan tersier tetap dilakukan penyuluhan

kepada pasien dan juga kelurganya dengan materi upaya rehabilitasi yang

18

dapat dilakakukan untuk mencapai kualitas hidup yang optimal.Upaya


rehabilitasi pada pasien dilakukan sedini mungkin sebelum kecacatan
menetap, misalnya pemberian aspirin dosis rendah80-325 mg/hari untuk
mengurangi dampak mikroangiopati.Kolaborasi yang baik antar para ahli
di berbagai disiplin, jantung, ginjal, mata, bedah ortopedi, bedah vaskular,
radiologi, rehabilitasi medik, gizi, pediatrist dll sangat diperlukan untuk
menunjang keberhasilan pencegahan tersier.

X. PEMANTAUAN
Pasien yang telah mulai mendapatkan pengobatan harus datang kembali untuk
evaluasi lanjutan dan pengaturan dosis obat sampai target tekanan darah tercapai.
Strategi untuk meningkatkan kepatuhan pada pengobatan :
1.

Empati dokter untuk meningkatkan kepercayaan, motivasi dan


kepatuhan pasien

2.

Dokter harus mempertimbangkan latar belakang budaya ,


kepercayaan pasien serta sikap pasien terhadap pengobatan.
Pengobatan antihipertensi umumnya untuk selama hidup. Penghentian

pengobatan cepat atau lambat akan diikuti dengan naiknya gula darah sampai
seperti sebelum dimulai pengobatan. Walaupun demikian, ada kemungkinan untuk
menurunkan dosis dan jumlah obat secara bertahap bagi pasien yang didiagnosis
diabetes

melitus

sudah

pasti

serta

tetap

patuh

terhadap

pengobatan

nonfarmakologis.
BAB III

19

METODOLOGI STUDI KASUS

1.1.

Lokasi dan Waktu melakukan Studi Kasus.


Studi kasus dilakukan pertama kali saat penderita datang berobat di

puskesmas Jongaya pada tanggal 26 Mei 2015. Selanjutnya dilakukan home visit
untuk mengetahui secara holistik keadaan dari penderita.

1.2.

Pengumpulan data /informasi


Semua yang berkaitan dengan penyakit atau permasalahan kesehatan

penderita informasinya dikumpulkan dengan melakukan komunikasi personal


dengan pasien dan atau keluarganya dan analisis data.
1.3.

Cara Pengumpulan data/informasi


Dilakukan dengan komunikasi personal dengan pasien/keluarganya secara

langsung dengan menggunakan pertanyaan what, why, who, where, when dan
how.

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

20

1.1 HASIL STUDI KASUS


A. IDENTITAS PASIEN
No. Register
Nama
Umur
Jenis kelamin
Bangsa/suku
Agama
Pekerjaan
Alamat

: PS 0838
: Tn. Y
: 52tahun
: Laki-laki
: Bugis
: Islam
: Pegawai Negeri Sipil
: Jl. Kumala 1 No. 150 RT 008 RW 05, Bongaya,
Tamalate, Makassar

Tanggal Pemeriksaan

: 26-5-2015 di ruang POLI UMUM Puskesmas


Jongaya Makassar

B. ANAMNESIS
1) Keluhan utama

: luka pada telapak kaki kiri

2) Anamnesis Terpimpin :
Dialami sejak 3 bulan yang lalu yang awalnya lukanya kecil, namun
lama kelamaan melebar sampai saat ini, keram dirasakan pada kedua kaki
yang dialami sejak 5 bulan terakhir, keram seperti diitusuk-tusuk, pasien
sering tidak merasakan kakinya ketika berjalan, sekitar dua minggu
sebelumnya pasien mengeluh sering merasa lemas dan pusing, dan
kesulitan tidur, mual tidak ada, muntah tidak ada, penglihatan kabur tidak
ada. Pasien banyak makan dan minum sejak 2 tahun terakhir, namun tidak
disertai peningkatan berat badan yang sesuai, buang air kecil sering
terutama malam hari sebanyak 5 kali. Buang air besar biasa.

21

3) Riw. Penyakit Sebelumnya

a. Riw. Diabetes Melitus (+)sejak 3 tahun yang lalu


b. Riw. Merokok (-)
c. Riw. Hipertensi (-)
d. Riw. Penyakit Jantung (-)
e. Riw. Penyakit Ginjal (-)
4) Riw. Penyakit Keluarga :
a. Riw. Diabetes Melitus (-)
b. Riw. Hipertensi (-)
c. Riw. Penyakit Jantung (-)

C. PEMERIKSAAN FISIS

Tinggi Badan

: 165 cm

Berat Badan

: 73 kg

1) Tanda Vital :

Tekanan Darah

: 110/70 mmHg

Nadi

: 90 x/menit

Pernapasan

: 20 x/menit

Suhu

: 36,8 oC

2) Pemeriksaan fisis
a. Kepala

Ekspresi

: Biasa

Simetris muka

: Simetris ki=ka
22

Rambut

: Hitam, sulit dicabut

b. Mata

Eksoptalmus atau enoptalmus

: (-)

Tekanan bola mata

: Tidak dilakukan
pemeriksaan

Kelopak mata

: Dalam batas normal

Konjungtiva

: Anemi (-)

Kornea

: Jernih

Sklera

: Ikterus (-)

Pupil

: Isokor 2,5 mm

c. Telinga

Tophi

: (-)

Pendengaran

: Dalam batas normal

Nyeri tekan di prosesus mastoideus : (-)

d. Hidung

Perdarahan

: (-)

Sekret

: (-)

e. Mulut

Bibir : Kering (-)

Tonsil

: Hiperemis (-)

Gigi geligi: Karies (-)

Lidah

: Kotor (-)

Gusi

Farings

: Hiperemis (-)

: Perdarahan (-)

23

f. Leher

Kelenjar getah bening

: MT (-), NT (-)

Kelenjar gondok

: MT (-), NT (-)

DVS

: R-2 cmH2O

Kaku kuduk

: (-)

Tumor

: (-)

g. Dada

Inspeksi

: Simetris ki=ka

Bentuk

: Normochest

Pembuluh darah

: Bruit (-)

Buah dada

: Tidak ada kelainan

Sela iga

: Tidak ada pelebaran

h. Thorax

Palpasi : Fremitus Raba

: Ki=Ka
Nyeri tekan: (-)

Perkusi: Paru kiri

: Sonor

Paru kanan

: Sonor

Batas paru hepar

: ICS VI Dextra Anterior

Batas paru belakang kanan : V Th IX Dextra Posterior

Batas paru belakang kiri

Auskultasi

: V Th X Sinistra Posterior

: Bunyi pernapasan

: vesikuler

24

Bunyi tambahan

: Rh

-/-

Wh -/i. Punggung

Inpeksi

: skoliosis (-), kifosis (-)

Palpasi

: MT (-), NT (-)

Nyeri ketok

: (-)

Auskultasi

: Rh -/-

Inspeksi

: Ictus kordis tidak tampak

Palpasi

: Ictus cordis tidak teraba

Perkusi

: Pekak, batas jantung kesan normal

Auskultasi

: BJ I/II murni regular

Bunyi tambahan

: Bising (-)

Wh -/-

j. Cor

k. Abdomen

Inspeksi

: Datar, ikut gerak napas

Palpasi

: MT (-), NT (-) daerah epigastrium

Hati

: Tidak teraba

Limpa

: Tidak teraba

Ginjal

: Ballotement (-)

Lain-lain

: (-)

Perkusi

: Timpani

Auskultasi

: Peristaltik (+), kesan normal

25

l. Alat Kelamin
m. Anus dan rectum
n. Ekstremitas

: Tidak dilakukan pemeriksaan


: Tidak dilakukan pemeriksaan

Luka pada plantar pedis sinistra

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Gula Darah Sewaktu 230 g/dl

E. KELUARGA
1) Profil Keluarga :

Pasien adalah seorang ayah yang tinggal bersama istrinya dan

2anaknya yang berumur 28, dan 20 tahun.


2) Status Sosial dan Kesejahteraan Keluarga

Pekerjaan sehari-hari pasien adalah seorang wiraswasta yang

menjual bahan bangunan di rumahnya sendiri. Pasien ini tinggal dirumah


pribadi yang telah dihuni selama +15 tahun. Rumah pasien dalam kondisi
baik dan cukup luas. Rumah inti terdiri dari 4 kamar dan 2 kamar mandi.
Ventilasi di rumah baik, sirkulasi udara baik . Peralatan rumah tangga
lengkap, dan terdapat 2 buah kendaraan bermotor berupa sepeda motor.
3) Riwayat Penyakit Keluarga

Riwayat penyakit dalam keluarga yang menderita Diabetes melitus

tidak ada.
4) Pola Konsumsi Makanan Keluarga

26

Pola konsumsi keluarga tersebut cukup baik sesuai dengan

kebutuhan asupan gizi, namun pasien lebih sering mengonsumsi nasi yang
berlebih dan minum teh.
5) Psikologi Dalam Hubungan Antar Anggota Keluarga
Pasien memiliki hubungan yang baik dengan sesama anggota

keluarga yang lainnya, baik yang tinggal didalam rumah maupun yang
tidak.
6) Kebiasaan

Pasien jarang berolahraga secara teratur

7) Lingkungan
Lingkungan pemukiman keluarga bersih dan tertata dengan baik.

Sampah tersimpan pada tempatnya demikian juga dengan tata letak


peralatan dan perlengkapan rumah.

1.2 PEMBAHASAN

Penegakan diagnosis pada pasien ini berdasarkan anamnesis secara

holistik yaitu, aspek personal, aspek klinik, aspek resiko internal, dan
aspek resiko eksternal serta pemeriksaan penunjang dengan melakukan
pendekatan menyeluruh dan pendekatandiagnosis holistik.

27

a. Anamnese
Aspek Personal
Pasien datang ke Puskesmas Jongaya dengan keluhan utama luka
pada kaki kiri yang dialami sejak 3 bulan terakhir, keram dirasakan seperti
diitusuk-tusuk, pasien sering tidak merasakan kakinya ketika berjalan,
sekitar dua minggu sebelumnya pasien mengeluh sering merasa lemas dan
pusing, dan kesulitan tidur, mual tidak ada, muntah tidak ada, penglihatan
kabur tidak ada. Pasien banyak makan dan minum sejak 2 tahun terakhir,
namun tidak disertai peningkatan berat badan yang sesuai, buang air kecil
sering terutama malam hari sebanyak 5 kali. Buang air besar biasa.
Kekhawatiran: Takut sakit Diabetes Melitus, Takut penyakitnya
tidak sembuh, Takut penyakitnya akan bertambah parah.Harapan: Tidak
menderita Diabetes Melitus.

Aspek Klinik
1.

Luka pada telapak kaki kiri

2.

Keram dirasakan hilang timbul, keram dirasakan seperti


diitusuk-tusuk, pasien sering tidak merasakan kakinya ketika berjalan,

3.

Sekitar dua minggu sebelumnya pasien mengeluh sering


merasa lemas dan pusing,

4.

Susah tidur

5.

Pasien banyak makan dan minum sejak 2 tahun terakhir

28

6.

Buang air kecil sering terutama malam hari sebanyak 5


kali.
Aspek Faktor Resiko Internal

1.

Kurangnya pengetahuan tentang Diabetes Melitus

2.

Kepatuhan dalam berobat kurang

3.

Pasien jarang berolahraga secara teratur.

4.

Sering mengkonsumsi teh pada pagi hari.

Aspek Faktor Resiko Eksternal

Anggota keluarga kurang memahami tentang diabetes melitus


Derajat Fungsional

Tn. Y mengalami sedikit kesulitan dalam beraktivitas karena penyakit


yang di deritanya (derajat 2).

b. Pemeriksaan Fisik
Tinggi Badan 165 cm, Berat Badan 73 kg. Tanda Vital: TD 110/70
mmHg, Nadi 90x/menit, napas 20 x/menit, Suhu 36,8 oC

c. Pemeriksaan Penunjang
Gula Darah Sewaktu 230 g/dl

29

d. Genogram (Pohon Keluarga)

Gambar 2. Genogram pasien

e. Diagnosis Holistik (Bio-Psiko-Sosial)


Diagnose Klinis: Diabetes Melitus Tipe II
Diagnose Psikososial: diet tidak teratur (sering minum teh pada
pagi hari, mengonsumsi nasi berlebih), lifestyle kurang baik (jarang
berolahraga).

f. Penatalaksanaan

30

Penatalaksanaan

secara

holistik

pada

pasien

ini

meliputi

pencegahan primer, pencegahan sekunder (terapi untuk pasien dan


keluarga pasien).

Pencegahan Primer
Promosi kesehatan dengan pendekatan perilaku hidup sehat
1. Perbaikan lifestyle
2. Memperbaiki diet

Pencegahan Sekunder
Terapi untuk pasien
1) Pengobatan farmakologi berupa :

Sefadroxyl 500mg 2x1

Paracetamol 500 mg 3x1

Gentamycin zalf 1x1

Glimepirid 2 mg 1x1

Levemir 0-0-20

2) Pengobatan nonfarmakologis
Pengobatan umumnya seumur hidup, dengan menjelaskan pada
pasien bahwa penghentian pengobatan cepat atau lambat akan diikuti
dengan naiknya gula darah sampai seperti sebelum dimulai pengobatan

31

yang dapat berakibat terjadinya komplikasi yang tidak diinginkan.


Pengobatan nonfarmakologi, berupa saran-saran kepada pasien antara lain:
a. Melakukan diet DM dan menghindari makanan yang tinggi kadar
garam untuk mencegah hipertensi
b. Membiasakan diri untuk istirahat secara teratur
c. Kontrol kadar gula darah tiap bulan
d. Menurukan berat badan.
e. Latihan fisik yang ringan.
f. Meningkatkan konsumsi buah dan sayuran.
g. Menggunakan sandal yang tertutup dengan alas yang tebal

Terapi untuk keluarga


Terapi untuk kelurga hanya berupa penatalaksanaan secara non
farmakologi terutama yang berkaitan erat dengan emosi, psikis dan proses
pengobatan pasien. Dimana anggota keluarga diberikan pemahaman agar
bisa memberikan dukungan dan motivasi kepada pasien untuk berobat
secara teratur dan membantu memmantau terapi nonfarmakologi pasien
serta menciptakan suasana yang sehat terhadap emosi dan psikis pasien.
Hal ini dikarenakan penyakit dari pasien tidak menular sehingga tidak
dibutuhkan terapi spesifik terhadap anggota keluarga yang lain.

32

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

1.1.

Kesimpulan
Berdasarkan hasil studi kasus Diabetes Melitus yang dilakukan di
Puskesmas Jongaya mengenai penatalaksanaan penderita Diabetes Melitus
dengan pendekatan diagnose holistik, dapat diambil kesimpulan sebagai
berikut:
1. Diagnose Klinis : Tn. Y menderita Diabetes Melitus tipe II dengan hasil

pemeriksaan gula darah sewaktu 230 g/dl dengan penatalaksanaan


pemberian obat Diabetes Melitusglimepiride 1x1 dengan insulin
levemir 0-0-20 disertai dengan pemberian penyuluhan (edukasi) tentang
pengobatan secara teratur, rutin memeriksakan diri dipelayanan
kesehatan primer (Puskesmas).
2. Diagnose Psiko-sosial: Tn. Y ada kecemasan terhadap perilaku

anaknya, sosial ekonomi baik, diet tidak teratur, lifestyle kurang baik.
3. Gambaran dari Genogram : Tn. Y menderita DM, ibu dan bapak Tn. Y

tidak menderita DM, anak Tn. Y beresiko menderita DM.

33

4. Perbaikan dapat dievaluasi setelah pengobatan fase intensif selesai

dengan didapatkan tercapainya target gula darah dan berkurangnya


gejala.

1.2.

Saran
Dari beberapa masalah yang dapat ditemukan pada Tn.Y berupa :
penyakit Diabetes Melitus, diet dan lifestyle yang kurang baik

maka

disarankan untuk:
1. Mengidentifikasi faktor-faktor yang menyebabkan masalah Diabetes

Melitus;
2. Memberikan edukasi kepada pasien dan keluarga tentang penyakit

Diabetes Melitus;
3. Menatalaksanai pasien dengan modifikasi gaya hidup berupa:

a.

Mengurangi asupan makanan yang tinggi Karbohidrat


setiap makan.

b.

Mengurangi asupan glukosa yang berlebihan

c.

Membiasakan diri untuk beristirahat secara teratur.

d.

Membiasakan diri untuk tenang dan tidak memikirkan


hal-hal negatif.

e.

Kontrol gula darah bila ada keluhan atau tiap bulan.

f.

Menurukan berat badan.

g.

Latihan fisik yang ringan.

h.

Meningkatkan konsumsi buah dan sayuran.


34

i.

Menghindari stress yang berlebihan..

j.

Berobat secara teratur

DAFTAR PUSTAKA

1. Gustaviani R. Diagnosis dan Klasifikasi Diabetes Melitus. Dalam : buku ajar


ilmu penyakit dalam. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I dkk, editor. Jilid III.
Edisi IV. Jakarta : balai penerbit FKUI, 2006; 1857.
2. Persi.Faktor Lingkungan dan Gaya Hidup Berperan Besar Memicu
Diabetes.2008 [ diakses tanggal 12 Januari 2011] http: //pdpersi.co.id
3. Waspadji S. Komplikasi kronik diabetes : mekanisme terjadinya,
diagnosis dan strategi pengelolaannya. Dalam : buku ajar ilmu penyakit
dalam. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I dkk, editor. Jilid III. Edisi IV.
Jakarta : balai penerbit FKUI, 2006; 1906.
4. Soegondo S. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus tipe 2
di Indonesia 2011. Jakarta : PERKENI, 2011
5. Foster DW.Diabetes melitus. Dalam : Harrison Prinsip-prinsip ilmu penyakit
dalam. Asdie, A, editor. Volume 5. Jakarta : EGC, 2000; 2196.
6. PERKENI. Konsensus Pengelolaan dan pencegahan diabetes melitus tipe 2 di
Indonesia. 2006. Pengurus Besar Perkumpulan Endokrinologi Indonesia.
Jakarta. 2006

35

7. Waspadji S. Komplikasi Kronik Diabetes : Mekanise Terjadinya, Diagnosis,


dan Strategi Pengelolaan. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi III.
Departemen Ilmu Panyakit Dalam FKUI; 2006; hal. 1920
8. Gustavani R. Diagnosis dan Klasifikasi Diabetes Melitus. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. Edisi III. Departemen Ilmu Panyakit Dalam FKUI; 2006; hal.
1873
9. Price, Sylvia Aderson. Pankreas: Metabolisme glukosa dan diabetes mellitus.
Patofisiologi : Konsep klinis proses-proses/ Sylvia Anderson price, Lorraine
Mc Carty Wilson; alih bahasa, Brahm U. Pendit[et.al.]editor bahasa Indonesia.
Jakarta;2005; hal.1259

36

Anda mungkin juga menyukai