Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN KASUS

DEMAM DENGUE

Disusun oleh:
Mohammad Haniif Satrio legowo

Pendamping:
dr. Meidi Fazirin
dr. Khairul Yulian Z

PROGRAM DOKTER INTERNSIP


RUMAH SAKIT HARAPAN DAN DOA
KOTA BENGKULU
2019
I. Identitas Pasien
- Nama : Tn. HM
- Usia : 26 Tahun
- Pekerjaan : Wiraswasta
- Agama : Islam
- Alamat : Penurunan
- Tanggal Masuk : 08 Januari 2019

II. Anamnesa
Keluhan Utama :
Demam sejak ± 4 hari

Riwayat Penyakit Sekarang :


Pasien datang ke IGD RSHD dengan keluhan demam sejak 4 hari. Pasien mengaku
demamnya terus menerus dirasakan, dan menggigil sehingga aktivitas pasien terganggu.
Pasien mengeluhkan juga ulu hati terasa kembung. Mual (+) muntah (-),Selama ini pasien
hanya mengkonsumsi paracetamol, namun demam masih timbul dan pasien mengaku kondisi
badan tidak ada perubahan. Sehingga pasien berobat ke RSHD. Keluhan lain yang dirasakan
BAB dan BAK dalam keadaan normal.
Pasien menyangkal merasakan pusing,sariawan,sesak nafas, nyeri saat berkemih, gusi
berdarah, mimisan, nyeri tenggorokan dan radang tenggorokkan, ataupun pingsan. Pasien juga
menyangkal riwayat minum minuman alkohol, merokok dan penyalahgunaan obat-obatan.

Riwayat Penyakit Dahulu:


 Riwayat penyakit dengan keluhan yang sama sebelumnya disangkal.
 Riwayat penyakit paru-paru disangkal.
 Riwayat alergi,kencing manis,darah tinggi disangkal.
 Riwayat Penyakit jantung,penyakit ginjal,penyakit hati disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga:


 Tidak ada anggota keluarga yang mengeluh keluhan yang sama dengan pasien.
Anamnesis Sistem:
III. Pemeriksaan Fisik
VITAL SIGNS:
- Kesadaran : Compos Mentis
- Keadaan Umum : Sakit Sedang
- Tekanan Darah : 110/70 mmHg
- Nadi : 80 x/menit
- Respirasi : 24 x/menit
- Suhu : 38,1C

STATUS GENERALIS:
KEPALA DAN MUKA

Bentuk dan ukuran kepala : Normocephali

Pertumbuhan Rambut : Baik (rambut berwarna hitam)

Bentuk wajah : Simetris (kanan / kiri)

MATA

Bentuk : Normal, kedudukan bola mata simetris

Konjungtiva : Anemis (-/-), Hiperemis (-/-)

Reflek cahaya : Langsung dan tidak langsung (+/+)

Sklera : Anikterik

Pupil :Bentuk bulat, isokor (+/+), ±Ø3mm (+/+)

TELINGA

Bentuk : Normal, nyeri tarik auricula (-/-), nyeri tekan tragus (-)
Liang telinga : Serumen (-/-)

Gendang telinga : Utuh (+/+),perforasi (-/-)

HIDUNG

Bentuk : Normal

Septum nasal : Deviasi (-)

Mukosa hidung : Hiperemis (-)

Cavum nasi : Perdarahan (-), sekret (-), polip (-)

MULUT DAN TENGGOROKAN

Bibir : Normal, sianosis (-)

Gigi geligi : Karies gigi (-), perdarahan gusi (-)

Mukosa mulut : Normal, hiperemis (-), tanda-tanda jamur (-)

Lidah : Normal, lidah kotor (-)

Tonsil : T1/T1, hiperemis(-)


Faring : Mukosa tidak hiperemis, arcus faringsimetris

Uvula : Di tengah

LEHER

Kelenjar Getah Bening : pembesaran KGB (-), nyeri tekan (-)

Kelenjar Gondok : pembesaran kelenjar tiroid (-)

JVP : 5-2 CmH2O


THORAX

PARU-PARU

Inspeksi : gerak dada simetris saat statis dan dinamis, retraksi (-),
jaringan parut (-), jejas (-), masa (-), pernafasan
torakoabdominal

Palpasi :fokal fremitus kanan sama dengan kiri, nyeri tekan sela iga
(-/-)

Perkusi :sonor di kedua lapang paru, batas paru hepar sela iga VI
pada linea midclavicula dextra, batas paru lambung pada
sela iga ke VIII pada linea axillaris anterior.

Aukultasi : suara napas vesikuler (+/+), wheezing (-/-), ronkhi (-/-)

JANTUNG

Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat pada dinding dada

Palpasi : ictus cordis tidak teraba pada dinding dada

Perkusi :kiri atas : ICS II linea parasternal sinistra

kanan bawah : ICS V linea parasternal dextra


pinggang jantung: ICS III midclavicula sinistra

Auskultasi : BJ I-II reguler, murmur (-), gallop (-)

ABDOMEN

Inspeksi : tampak datar, distensi (-), pelebaran vena (-), jaringan


parut (-), asites (-), darm countur (-), darm steifung(-)

Auskultasi : Bising usus (+) normal (15x/menit)


Palpasi :nyeri tekan (+) epigastrium, nyeri lepas (-), massa(-), hepar
dan lien tidak teraba.

Perkusi : Timpani pada lapang perut, pekak alih (-), pekak sisi (-)
Ketok CVA (-/-)

EKSTREMITAS

Ekstremitas superior dextra dan sinistra: Oedem (-), Deformitas (-)


Sianosis (-),Akral hangat (+)
Nyeri sendi (-), Ptekie (-)

Ekstremitas inferior dextra dan sinistra: Oedem (-), Deformitas (-)


Sianosis (-),Akral hangat (+)
Nyeri sendi (-), Ptekie (-)
IV. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan 08/01/2019 Nilai Normal

Hb 12,3 g/dl P: 14-18 W: 12-16

Ht 35% P: 40-48 W: 37-43

Leukosit 4.200 /µl 5000 - 10000

Trombosit 99.000 /µl 150 – 450 rb/µ

V. DIAGNOSIS
Diagnosis Kerja:
Demam Dengue

Diagnosa banding:
1. Chikungunya haemorragic fever
2. Idiopathic thrombocytopenic purpura
3. Demam tifoid
VI. RESUME
Pasien datang ke IGD RSHD dengan keluhan demam sejak 4 hari. Pasien mengaku
demamnya terus menerus dirasakan, dan menggigil sehingga aktivitas pasien terganggu.
Pasien mengeluhkan juga ulu hati terasa kembung. Mual (+) muntah (-),Selama ini pasien
hanya mengkonsumsi paracetamol, namun demam masih timbul dan pasien mengaku kondisi
badan tidak ada perubahan. Sehingga pasien berobat ke RSHD. Keluhan lain yang dirasakan
BAB dan BAK dalam keadaan normal.
Pasien menyangkal merasakan pusing,sariawan,sesak nafas, nyeri saat berkemih, gusi
berdarah, mimisan, nyeri tenggorokan dan radang tenggorokkan, ataupun pingsan. Pasien juga
menyangkal riwayat minum minuman alkohol, merokok dan penyalahgunaan obat-obatan.

VII. PEMERIKSAAN ANJURAN


Serologi DHF

VIII. Terapi yang diberikan


Non farmakologis :
- Tirah baring

- Minum banyak, jenis minuman : air bening, the manis, sirup, jus buah, susu, oralit.

- Diet tinggi kalori tinggi protein

-Balance Cairan

- Awasi perdarahan

- Periksa Hb, Ht, trombosit tiap 24 jam

Farmakologis :
IVFD RL loading 500cc selanjutnya 40tpm

Paracetamol tab 3x1

Bcomp tab 2x1

Inj. Omeporazol 1x40mg iv


IX. Prognosis
- Quo ad vitam : ad bonam
- Quo ad functionam : ad bonam
- Quo ad sanationam : dubia ad bonam

X. Follow Up
Tanggal Follow Up Perjalanan Penyakit Terapi

Hari rawat S : Demam (+), Batuk (-) .muntah IVFD RL 40tpm


ke- 2 O : Ku :tampak sakit sedang Paracetamol tab 3x1
09/01/2019 TD : 110/70 mmhg, Hr : 80x/ menit Bcomp tab 2x1

T : 37,8 0 C, RR : 22 kali/ menit Inj. Omeporazol 1x40mg


iv
Pemeriksaan fisik
Cek H2TL setiap pagi
Dalam batas normal

A : - Demam Dengue

Hari rawat S : Demam (+), Batuk (-) .muntah IVFD RL 40tpm


ke- 3 O : Ku :tampak sakit sedang Paracetamol tab 3x1
09/01/2019 TD : 110/70 mmhg, Hr : 80x/ menit Bcomp tab 2x1

T : 37,8 0 C, RR : 22 kali/ menit Inj. Omeporazol 1x40mg


iv
Pemeriksaan fisik
Cek H2TL setiap pagi
Dalam batas normal

Darah Rutin

Hemoglobin : 11.1 g/dl

Leukosit : 3.900 /ul

Hematokrit : 34%
Trombosit : 126.000

A : - Demam Dengue

XI. PEMBAHASAN

Infeksi virus dengue pada manusia mengakibatkan spectrum manifestasi klinis yang
bervariasi antara penyakit paling ringan ( mild undifferentiated febrile illness ), demam dengue,
demam berdarah dengue ( DBD ) sampai dengan demam berdarah dengue disertai syok ( dengue
shock syndrome = DSS ) . Gambaran manifestasi klinis yang bervariasi ini memperlihatkan
sebuah fenomena guung es, dengan kasus DBD dan DSS yang dirawat di rumah sakit sebagai
puncak gunung es yang terlihat di atas permukaan laut, sedangkan kasus dengue ringan ( silent
dengue infection dan demam dengue ) merupakan dasarnya.

I. DEFINISI
Demam Dengue & Demam Berdarah Dengue adalah penyakit infeksi yang disebabkan
oleh virus Dengue . Yang membedakan Demam Dengue & Demam Berdarah Dengue adalah
pada DBD terdapat perembesan plasma yang ditandai oleh hemokonsentrasi.

II. EPIDEMIOLOGI
Istilah haemorrhagic fever di Asia tenggara pertama kali digunakan di Filipina pada
tahun 1953. Pada tahun 1958 meletus epidemic penyakit serupa di Bangkok, Setelah tahun 1958
penyakit ini dilaporkan berjangkit dalam bentuk epidemic dibeberapa Negara lain di Asia
Tanggara, di antaranya di Hanoi ( 1958 ), Malaysia ( 1962 – 1964 ), Saigon ( 1965 ) yang
disebabkan virus dengue tipe 2, dan Calcutta ( 19 63 ) dengan virus dengue tipe-2 dan Chikungu
berhasil diisolasi dari beberapa kasus. Di Indonesia DBD pertama kali dicurigai di Surabaya
pada tahun 1968, tetapi konfirmasi virologis baru diperoleh pada tahun 1970. Di jakarta kasus
pertama dilaporkan pada tahun 1969. Kemudian DBD berturut – turut dilaporkan di Bandung
( 1972 ), Yogyakarta ( 1972 ). Epidemi pertama di luar jawa dilaporkan pada tahun 1972 di
Sumatra Barat dan lampung, disusul oleh Riau, Sulawesi Utara & Bali ( 1973 ). Sejak tahun
1968 angka kesakitan rata – rata DBD id Indonesia terus meningkat dari 0,05 ( 1968 ) manjadi
8,14 ( 1973 ), 8,65 ( 1983 ), & mencapai angka tertinggi pada tahun 1998 yaitu 35,19 per
100.000 penduduk dengan jumlah penderita sebanyak 72.133 orang.

III. ETIOLOGI
Virus dengue termasuk group B aerthropod borne virus ( arboviruses ) dan sekarang
dikenal sebagai genus flavirus, family flaviviridae, yang mempunyai 4 jenis seroptipr yaitu den-
1, den-2, den-3, den-4. Infeksi dengan salah satu serotype akan menimbulkan antibody seumur
hidup terhadap serotipe yang bersangkutan tetapi tidak ada perlindungan terhadap serotype yang
lain. Seseorang yang tinggal di daerah endemis dengue dapat terinfeksi dengan 3 atau bahkan 4
serotipe selama hidupnya. Keempat jenis serotype virus dengue dapat ditemukan diberbagai
daerah di Indonesia. Di Indonesia, pengamataan virus dengue yang dilakukan sejak tahun 1975
di beberapa rumah sakit menunjukkan bahwa keempat seroptipe ditemukan & bersirkulasi
sepanjang tahun. Serotipe den-3 merupakan serotype yang dominan & banyak berhubungan
dengan kasus berat.
IV. PATOGENESIS

V. MANIFESTASI KLINIS

V.I. DEMAM DENGUE

Masa tunas berkisar antara 3 – 5 hari ( pada umumnya 5 – 8 hari ). Awal penyakit biasanya
mendadak, disertai gejalaprodormal seperti nyeri kepala, nyeri berbagai bagian tubuh, anoreksia,
rasa mengigil & malise. Dijumpai trias sindrom, yaitu demam tinggi, nyeri pada anggota badan,
dan timbulnya ruam ( rash ). Ruam timbul pada 6 – 12 jam sebelum suhu naik pertama kali, yaitu
pada hari sakit ke 3 – 5 berlangsung selama 3 – 4 hari. Ruam bersifat makulopapular yang
menghilang pada tekanan.

Pada lebih dari separuh pasien, gejala klinis timbul dengan mendadak, disertai kenaikan
suhu, nyeri kepala hebat, nyeri dibelakang bola mata, punggung, otot, sendi dan disertai rasa
mengigil. Pada beberapa penderita dpat dilihat bentuk kurva suhu yang menyerupai pelana kuda
atau bifasik, tetapi pada penelitian selanjutnya bentuk kurva ini tidak ditemukan pada semua
pasien sehingga tidak dapat dianggap patognomonik.
Kelainan darah tepi demam dengue ialah leucopenia selama periode pra – demam dan
demam, neutrofilia relative dan limfopenia, disusul oleh neutropenia relative dan limfositosis
pada periode puncak penyakit dan pada masa konvalesens. Eosinofil menurun atau menghilang
pada permulaan dan pada puncak penyakit, hitung jenis neutrofil bergeser ke kiri selama periode
demam, sel plasma meningkat pada periode memuncaknya penyakit dengan terdapatnya
trombositopenia. Darah tepi menjadi normal kembali dalam waktu 1 minggu.

Komplikasi demam dengue walaupun jarang dilaporkan ialah orkhitis atau ovaritis,
keratitis, dan retinitis. Berbagai kelainan neurologis dilaporkan, diantaranya menurunnya
kesadaran, paralisis sensorium yang bersifat sementara, meningismus, dan ensefalopati.
Diagnosis banding mencakup berbagai infeksi virus ( termasuk chicungunya ), bacteria dan
parasit yang memperlihatkan sindrim serupa. Menegakkan diagnosis klinis infeksi virus dengue
rinagn adalah mustahil, terutrama pada kasus – kasus sporadis.

V.II. DEMAM BERDARAH DENGUE

Demam berdarah dengue ditandai oleh 4 manifestasi klinis, yaitu demam tinggi, perdarahan
terutama perdarahan kulit, hepatomegali, dan kegagalan peredaran darah ( circulatory failure
).Fenomena patofisiologi utama yang menetukan derajat penyakit dan membedakan DBD & DD
ialah peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah, menurunnya volume plasma,
trombositopenia & diathesis hemoragik.

Patokan diagnosis DBD ( WHO, 1975 ) berdasarkan gejala klinis & laboraturium.

KLINIS
Demam tinggi mendadak dan terus menerus selama 2 – 7 hari.
1. Manifestasi perdarahan, minimal uji turniket positif dan salah satu bentuk perdarahan
lain ( petekie, purpura, ekimosis, epistaksis, perdarahan gusi ), hemetemesis dan atau
melena.
2. Pembesaran hati.
3. Syok yang ditandai oleh nadi lemah dan cepat disertai tekanan nadi menurun ( ≤ 20
mmHg ), tekanan darah menurun ( tekanan sistolik ≤ 80 mmHg ) disertai kulit yang
teraba dingin dan lembab terutama pada ujung hidung, jari dan kaki, pasien menjadi
gelisah, dan timbul sianosis di sekitar mulut.

LABORATORIUM
Trombositopenia ( ≤ 100.000 / ul ) dan hemokonsentrasi yang dapat dilihat dari peningkatan nilai
Ht ≥ 20% dibandingkan dengan nilai hematokritpada masa sebelum sakit atau masa konvalesen.
Ditemukannya 2 atau 3 patokan klinis pertamai disertai trombositopenia dan hemokonsentrasi
sudah cukup untuk klinis membuat diagnosis DBD.

WHO ( 1975 ) membagi derajat penyakit DBD dalam 4 derajat :


 Derajat I
 demam tidak khas, uji Tourniquet positif
 Derajat II
 derajat I + perdarahan spontan
 Derajat III
 kegagalan sirkulasi (gelisah, nadi cepat & lembut, tek.drh turun ≥ 20mmHg,
hipotensi, sianosis, akral dingin & lembab)
 Derajat IV
 syok berat, nadi tak teraba, tek.darah tak terukur

Pada DBD syok, setelah demam berlangsung selama beberapa hari keadaan umum tiba –
tiba memburuk, hal ini biasanya terjadi pada saat atau setalah demam menurun, yaitu diantara
hari sakit ke 3 – 7 hari. Hal ini dapat diterangkan dengan hipotesis peningkatan reaksi
imunologis ( the immunological enchancement hypothesis ). Pada sebagian besar kasus
ditemukan tanda kegagalan peredaran darah, kulit teraba lembab, dan dingin, sianosis sekitar
mulut, nadi menjadi cepat dan lembut. Anak tampak lesu, gelisah, dan secara cepat masuk dalam
fase syok. Pasien seringkali mengelug nyeri di daerah perut sesaat sebelum syok.

VI. DIAGNOSIS BANDING


Demam fase akut mencakup spectrum infeksi bakteri dan virus yang luas. Pada hari – hari
pertama diagnosis DBD sulit dibedakan dari morbili dan idiopathic thrombocytopenic purpura
( ITP ) ayng disertai demam. PAda hari demam ke 3 – 4, kemungkinan diagnosis DBD akan
lebih besar, apabila gejala klinis seperti manifestasi perdarahan dan pembesaran hati menjad
nyata. Kesulitan kadang – kadang dialami dalam membedakan syok pada DBD dengan sepsis ;
dalam hal ini trombositopenis dan hmokonsentrasi disamping penilaian gejala klinis lain seperti
tipe dan lama demam dapat membantu.

VII. PENATALAKSANAAN

Pada dasarnya pengobatan DBD bersifat suportif, yaitu mengatasi kehilangan cairan
plasma sebagai akibat peningkatan permeabilitas kapiler dan sebagai akibat perdarahan. Pasien
DD dapat berobat jalan sedangkan pasien DBD dirawat diruang perawatan biasa, tetapi pada
ksus DBD dengan komplikasi diperlukan perawatan intensif.

DEMAM DENGUE

Pasien DD dapat berobat jalan. Pada fase demam pasien dianjutkan tirah baring, selama
masih demam, obat antipiretik atau kompres hangat diberikan apabila diperlukan. Pada pasien
dewasa, analgerik atau sedative ringan kadang – kadang diperlukan untuk mengurangi rasa nyeri
kepala, nyeri otot, atau nyeri sendi. Dianjrkan pemberian cairan dan elektrolit per oral, jus buah,
sirop, susu, selain air putih, dianjurkan paling sedikit diberikan selam 2 hari. Tidak boleh
dilupakan monitor suhu, jumlah trombosit serta kadar hematokrit sampai normal kembali.
XII. KESIMPULAN

Pasien datang ke IGD RSHD dengan keluhan demam sejak 4 hari. Pasien mengaku
demamnya terus menerus dirasakan, dan menggigil sehingga aktivitas pasien terganggu.
Pasien mengeluhkan juga ulu hati terasa kembung. Mual (+) muntah (-),Selama ini pasien
hanya mengkonsumsi paracetamol, namun demam masih timbul dan pasien mengaku kondisi
badan tidak ada perubahan. Sehingga pasien berobat ke RSHD. Keluhan lain yang dirasakan
BAB dan BAK dalam keadaan normal.
Pasien menyangkal merasakan pusing,sariawan,sesak nafas, nyeri saat berkemih, gusi
berdarah, mimisan, nyeri tenggorokan dan radang tenggorokkan, ataupun pingsan. Pasien juga
menyangkal riwayat minum minuman alkohol, merokok dan penyalahgunaan obat-obatan.
Tatalaksana yang diberikan adalah IVFD RL loading 500cc selanjutnya 40tpm,Paracetamol
tab 3x1, Bcomp tab 2x1, Inj. Omeporazol 1x40mg iv sesuai standar rekomendasi.
DAFTAR PUSTAKA

1. Djoerban, Zubairi, Samsuridja.2006. Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III. Pusat
Penerbitan IPD FKUI.Jakarta.
2. Hadinegoro, S.R.2010. Demam Berdarah Dengue Naskah Lengkap Pelatihan bagi
Dokter Spesialis Anak dan Dokter Spesialis Penyakit Dalam dalam Tatalaksana Kasus
DBD. Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta
3. Soedarma, Garna, Hadinegoro, Safari.2012. Buku Ajar Infeksi & Pediatri Tropis Edisi
Kedua. Pusat Penerbitan Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI. Jakarta.
4. WHO. Comprehensive Guidelines for Prevention and Control of Dengue and Dengue
Haemorrhagic Fever. Revised and expanded edition. 2011.
5. Silitonga, ML. Chapter I [Online]. 2011. [cited 2014 Oktober 17]; Available from:
http://repository.usu.ac.id/123456789/5/Chapter%20I.pdf
6. Ilmu Penyakit Dalam PDSPDI jilid III
7. Abdullah. 2013. Demam Berdarah Dengue. Pedoman Pengobatan di Puskesmas: Depkes
RI.
8. Aminah N.S,S. Sigit, S. Partosoedjono, Chairul. 2005. S.Lerak, D. Metel dan E. Prostata
sebagai Larvasida Aedes aegypti. Cermin Dunia Kedokteran No. 131
9. Astuti D. (2008). Upaya pemantauan nyamuk aedes aegypti dengan pemasangan ovitrap
di desa Gonilan Kartasura Sukoharjo, Warta, Vol 2 Maret 2008 : 90- 98.
10. Borror DJ 1992. Pengendalian pelajaran Serangga Edisi VI. Diterjemahkan oleh
Partoseedijono. Yogyakarta: Gajah Mada University Press

Anda mungkin juga menyukai