Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN KASUS

DEMAM TYPHOID

Disusun oleh:
Mohammad Haniif Satrio legowo

Pendamping:
dr. Meidi Fazirin
dr. Khairul Yulian Z

PROGRAM DOKTER INTERNSIP


RUMAH SAKIT HARAPAN DAN DOA
KOTA BENGKULU
2019
I. Identitas Pasien
- Nama : Tn. L
- Usia : 29 Tahun
- Pekerjaan : Wiraswasta
- Agama : Islam
- Alamat : Sawah Lebar
- Tanggal Masuk : 16 Januari 2019

II. Anamnesa
Keluhan Utama :
Demam sejak ± 5 hari

Riwayat Penyakit Sekarang :


Pasien datang ke IGD RSHD dengan keluhan demam sejak 5 hari. Demam tinggi
dirasakan pada sore dan malam hari. Pasien mengaku demamnya terus menerus dirasakan,dan
menggigil sehingga aktivitas pasien terganggu. Pasien berobat ke Puskesmas terdekat sekitar
rumah pasien, ketika demam sudah masuk pada hari ± ke-3. Pasien mengeluhkan juga ulu hati
terasa kembung dan keras. Selama berobat di Puskesmas pasien mendapatkan paracetamol,
namun demam masih timbul dan pasien mengaku kondisi badan tidak ada perubahan.
Sehingga Dokter di puskesmas menyarankan agar pasien dirujuk berobat ke RSHD. Keluhan
lain yang dirasakan pasien yaitu mual namun tidak muntah,perut nyeri, belum BAB semenjak
sakit, batuk serta pilek, BAK dalam keadaan normal, lidah pahit dan perih sehingga nafsu
makan menurun.
Pasien menyangkal merasakan pusing,sariawan,sesak nafas, nyeri saat berkemih, gusi
berdarah, mimisan, nyeri tenggorokan dan radang tenggorokkan, ataupun pingsan. Pasien juga
menyangkal riwayat minum minuman alkohol, merokok dan penyalahgunaan obat-obatan.
Pasien mengaku sering makan-makanan pedas,membeli makanan di luar,dan ngopi(jarang).
Riwayat Penyakit Dahulu:
 Riwayat penyakit dengan keluhan yang sama sebelumnya disangkal.
 Riwayat penyakit paru-paru disangkal.
 Riwayat alergi,kencing manis,darah tinggi disangkal.
 Riwayat Penyakit jantung,penyakit ginjal,penyakit hati disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga:


 Tidak ada anggota keluarga yang mengeluh keluhan yang sama dengan pasien.
 Orangtua pasien (Ayah dan Ibu) memiliki riwayat darah tinggi.

Anamnesis Sistem:
III. Pemeriksaan Fisik
VITAL SIGNS:
- Kesadaran : Compos Mentis
- Keadaan Umum : Sakit Sedang
- Tekanan Darah : 110/70 mmHg
- Nadi : 84 x/menit
- Respirasi : 20 x/menit
- Suhu : 38,3C

STATUS GENERALIS:
KEPALA DAN MUKA

Bentuk dan ukuran kepala : Normocephali

Pertumbuhan Rambut : Baik (rambut berwarna hitam)

Bentuk wajah : Simetris (kanan / kiri)

MATA

Bentuk : Normal, kedudukan bola mata simetris


Konjungtiva : Anemis (-/-), Hiperemis (-/-)

Reflek cahaya : Langsung dan tidak langsung (+/+)

Sklera : Anikterik

Pupil :Bentuk bulat, isokor (+/+), ±Ø3mm (+/+)

TELINGA

Bentuk : Normal, nyeri tarik auricula (-/-), nyeri tekan tragus (-)

Liang telinga : Serumen (-/-)

Gendang telinga : Utuh (+/+),perforasi (-/-)

HIDUNG

Bentuk : Normal

Septum nasal : Deviasi (-)

Mukosa hidung : Hiperemis (-)

Cavum nasi : Perdarahan (-), sekret (-), polip (-)

MULUT DAN TENGGOROKAN

Bibir : Normal, sianosis (-)

Gigi geligi : Karies gigi (-), perdarahan gusi (-)

Mukosa mulut : Normal, hiperemis (-), tanda-tanda jamur (-)

Lidah : Normal, lidah kotor (+)

Tonsil : T1/T1, hiperemis(-)


Faring : Mukosa tidak hiperemis, arcus faringsimetris

Uvula : Di tengah
LEHER

Kelenjar Getah Bening : pembesaran KGB (-), nyeri tekan (-)

Kelenjar Gondok : pembesaran kelenjar tiroid (-)

JVP : 5-2 CmH2O

THORAX

PARU-PARU

Inspeksi : gerak dada simetris saat statis dan dinamis, retraksi (-),
jaringan parut (-), jejas (-), masa (-), pernafasan
torakoabdominal

Palpasi :fokal fremitus kanan sama dengan kiri, nyeri tekan sela iga
(-/-)

Perkusi :sonor di kedua lapang paru, batas paru hepar sela iga VI
pada linea midclavicula dextra, batas paru lambung pada
sela iga ke VIII pada linea axillaris anterior.

Aukultasi : suara napas vesikuler (+/+), wheezing (-/-), ronkhi (-/-)

JANTUNG

Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat pada dinding dada

Palpasi : ictus cordis tidak teraba pada dinding dada

Perkusi :kiri atas : ICS II linea parasternal sinistra

kanan bawah : ICS V linea parasternal dextra


pinggang jantung: ICS III midclavicula sinistra

Auskultasi : BJ I-II reguler, murmur (-), gallop (-)


ABDOMEN

Inspeksi : tampak datar, distensi (-), pelebaran vena (-), jaringan


parut (-), asites (-), darm countur (-), darm steifung(-)

Auskultasi : Bising usus (+) normal (15x/menit)

Palpasi :nyeri tekan (+) epigastrium, nyeri lepas (-), massa(-), hepar
dan lien tidak teraba.

Perkusi : Timpani pada lapang perut, pekak alih (-), pekak sisi (-)
Ketok CVA (-/-)

EKSTREMITAS

Ekstremitas superior dextra dan sinistra: Oedem (-), Deformitas (-)


Sianosis (-),Akral hangat (+)
Nyeri sendi (-), Ptekie (-)

Ekstremitas inferior dextra dan sinistra: Oedem (-), Deformitas (-)


Sianosis (-),Akral hangat (+)
Nyeri sendi (-), Ptekie (-)
IV. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan 16/01/2019 Nilai Normal

Hb 11,0 g/dl P: 14-18 W: 12-16

Ht 33% P: 40-48 W: 37-43

Leukosit 8.500 /µl 5000 - 10000

Trombosit 329.000 /µl 150 – 450 rb/µ

GDS 132 mg/dl < 200 mg/dl


Widal
S Typhi O 1/160 S Typhi H 1/320

S Paratyphi AO - S Paratyphi AH 1/320

S Paratyphi BO 1/320 S Paratyphi BH -

S Paratyphi CO - S Paratyphi CH -

V. DIAGNOSIS
Diagnosis Kerja:
Demam Typhoid

Diagnosa banding:
Gastroenteritis akut
Malaria
VI. RESUME
Pasien datang ke IGD RSHD dengan keluhan demam sejak 5 hari. Demam tinggi
dirasakan pada sore dan malam hari. Pasien mengaku demamnya terus menerus dirasakan,dan
menggigil sehingga aktivitas pasien terganggu. Pasien berobat ke Puskesmas terdekat sekitar
rumah pasien, ketika demam sudah masuk pada hari ± ke-3. Pasien mengeluhkan juga ulu hati
terasa kembung dan keras. Selama berobat di Puskesmas pasien mendapatkan paracetamol,
namun demam masih timbul dan pasien mengaku kondisi badan tidak ada perubahan.
Sehingga Dokter di puskesmas menyarankan agar pasien dirujuk berobat ke RSHD. Keluhan
lain yang dirasakan pasien yaitu mual namun tidak muntah,perut nyeri, belum BAB semenjak
sakit, batuk serta pilek, BAK dalam keadaan normal, lidah pahit dan perih sehingga nafsu
makan menurun.
Pasien menyangkal merasakan pusing,sariawan,sesak nafas, nyeri saat berkemih, gusi
berdarah, mimisan, nyeri tenggorokan dan radang tenggorokkan, ataupun pingsan. Pasien juga
menyangkal riwayat minum minuman alkohol, merokok dan penyalahgunaan obat-obatan.
Pasien mengaku sering makan-makanan pedas,membeli makanan di luar,dan ngopi(jarang).
Pemeriksaan fisik ditemukan konjungtiva anemis (-), mual (+), nyeri perut (+), nyeri tekan
epigastrium (+), bibir pecah-pecah dan lidah pahit.
Pemeriksaan penunjang Tes widal :
S typhi O 1/160
S paratyphi BO 1/360
S typhi H 1/320
S paratyphi AH 1/320

VII. PEMERIKSAAN ANJURAN


USG abdomen
Uji TUBEX

VIII. Terapi yang diberikan


Non farmakologis :
Tirah baring
IVFD RL 20 tpm
Farmakologis :
Inj.Ceftriakson 1 x 2 gr/iv
Inj.Omeprazole 1x40mg vial
Paracetamol 3 x 500mg

IX. Prognosis
- Quo ad vitam : ad bonam
- Quo ad functionam : ad bonam
- Quo ad sanationam : dubia ad bonam

X. Follow Up
Tanggal Follow Up Perjalanan Penyakit Terapi

Hari rawat S/Demam (+),tinggi pada sore hari,Lemas (+),  IVFD RL 20 tpm
ke- 2 mual (+), muntah (-),mencret (-),nyeri perut ,  Inj. Ceftriaxone 1 x 2
nyeri tekan perut,perut terasa kembung dan gr
17/01/2019
membesar.pusing(-)nafsu makan masih hilang.  Inj. omeprazole 1x 1
O/ KU : Sakit Sedang KS : Composmentis vial

TTV : TD : 110/70 mmHg  Paracetamol 3 x 1


tablet (k/p)
N : 82 x/menit

R : 22 x/menit

S : 38.3 oC

Kepala : Normocephal

Mata : Conjungtiva anemis -/-,

Sklera ikterik -/-

THT : bibir kering dan pecah-


pecah,lidah perih,tidak ada sariawan.

Thorax : Simetris, retraksi (-)

Pulmo : Vesikuler, Rhonki -/-,

Wheezing -/-

Cor : BJ I-II regular, Murmur (-),


Gallop (-)

Abdomen : Distensi, Bising Usus (+)

Nyeri tekan perlapang abdomen (+),

Ekstremitas : Akral hangat, edema (-) di


keempat ekstremitas

A/ Demam Tifoid

Hari rawat S/Demam (+),tinggi pada sore hari,Lemas (+),  IVFD RL 20 tpm
ke- 3 mual (+), muntah (-),mencret (-),nyeri perut ,  Inj. Ceftriaxone 1 x 2
nyeri tekan perut,perut terasa kembung dan gr
18/01/2019
membesar.pusing(-)nafsu makan mulai ada.  Inj. omeprazole 1x 1
O/ KU : Sakit Sedang KS : Composmentis vial

TTV : TD : 110/70 mmHg  Paracetamol 3 x 1


tablet (k/p)
N : 84 x/menit

R : 20 x/menit

S : 37.6 oC

Kepala : Normocephal

Mata : Conjungtiva anemis -/-,


Sklera ikterik -/-

THT : bibir kering dan pecah-


pecah,lidah perih,tidak ada sariawan.

Thorax : Simetris, retraksi (-)

Pulmo : Vesikuler, Rhonki -/-,


Wheezing -/-

Cor : BJ I-II regular, Murmur (-),


Gallop (-)

Abdomen : Distensi, Bising Usus (+)

Nyeri tekan perlapang abdomen (+),

Ekstremitas : Akral hangat, edema (-) di


keempat ekstremitas

A/ Demam Tifoid
XI. PEMBAHASAN

Demam tifoid adalah penyakit sistemik yang disebabkan oleh bakteri Salmonella typhi
dan Salmonella paratyphi yang masuk ke dalam tubuh manusia. Demam tifoid (tifus
abdominalis, enteric fever) adalah penyakit infeksi akut yang biasanya terdapat pada saluran
cerna dengan gejala demam lebih dari 7 hari, gangguan pada saluran cerna, dan gangguan
kesadaran.
Masa inkubasi demam tifoid sekitar 10-14 hari, rata-rata 2 minggu. Demam merupakan
gejala klinis terpenting yang timbul pada semua penderita demam tifoid. Demam dapat muncul tiba-
tiba, dalam 1-2 hari menjadi parah dengan gejala yang menyerupai septikemia karena Streptococcus
atau Pneumococcus daripada Salmonella typhi. Menggigil tidak biasa didapatkan pada demam tifoid
tetapi pada malaria. Namun, demam tifoid dan malaria dapat timbul bersamaan pada 1 penderita.

Minggu ke-1 penderita mengalami demam (suhu berkisar 39-40 oC), nyeri kepala,
epistaksis, batuk, anoreksia, mual, muntah, konstipasi, diare, nyeri perut, nyeri otot, dan malaise.
Minggu ke-2 pasien mengalami demam, lidah khas berwarna putih (lidah kotor), bradikardia
relatif, hepatomegali, splenomegali, meteorismus, dan bahkan gangguan kesadaran (delirium,
stupor, koma, atau psikosis).
Demam pada demam tifoid umumnya berangsur-angsur naik selama minggu ke-1,
terutama sore dan malam hari (febris remiten). Pada minggu ke-2 dan ke-3 demam terus-
menerus tinggi (febris kontinyu) kemudian turun secara lisis.
Pemeriksaan laboratorium untuk demam tifoid meliputi pemeriksaan hematologi,
urinalisis, kimia klinis, imunoserologi, mikrobiologi, dan biologi molekuler. Pemeriksaan ini
untuk membantu menegakkan diagnosis, menentukan prognosis, serta memantau perjalanan
penyakit, hasil pengobatan, dan timbulnya komplikasi.
Widal digunakan untuk mendeteksi antibodi di dalam darah terhadap antigen bakteri
Salmonella typhi atau paratyphi (reagen). Fase akut akan terjadi kenaikan titer O sampai 4x,
aglutinin O masih dijumpai setelah 4-6 bulan sedangkan aglutinin H menetap lebih lama 9-12
bulan. Jika titer O sekali periksa ≥ 1/200 atau terjadi kenaikan titer 4 kali, diagnosis demam
tifoid dapat ditegakkan. Aglutinin H dikaitkan dengan pasca imunisasi atau infeksi masa lampau
sedangkan Vi untuk deteksi pembawa kuman (karier).
Metode dari tes TUBEX adalah mendeteksi antibody melalui kemampuannya untuk
memblok ikatan antara reagent monoclonal anti-O9 s.typhi (antibody-coated indicator particle)
dengan reagent antigen O9 s.typhi (antigen-coated magnetic particle) sehingga terjadi pengendapan
dan pada akhirnya tidak terjadi perubahan warna. Jika nilai >6  nilai positif (indikasi kuat
terjadi demam tifoid)
Gall culture atau biakan empedu merupakan gold standard untuk demam tifoid. Jika
hasil positif, diagnosis pasti untuk demam tifoid. Jika hasil negatif, belum tentu bukan demam
tifoid karena hasil biakan negatif palsu dapat disebabkan jumlah darah terlalu sedikit (< dari 2
ml), darah tidak segera dimasukkan ke media gall (darah membeku dalam spuit sehingga kuman
terperangkap dalam bekuan), saat pengambilan darah masih dalam minggu ke-1 sakit, sudah
mendapatkan terapi antibiotik, dan sudah vaksinasi. Kekurangan uji ini adalah hasilnya tidak dapat
segera diketahui karena perlu waktu untuk pertumbuhan kuman (positif antara 2-7 hari, jika
belum ada ditunggu 7 hari lagi). Spesimen yang digunakan pada awal sakit adalah darah
kemudian untuk stadium lanjut atau carrier digunakan urin dan feses.
Penderita demam tifoid selama menjalani perawatan dianjurkan mengikuti petunjuk diet
makanan yang cukup cairan, kalori, vitamin, dan prottein, tidak mengandung banyak serat
makanan lunak diberikan selama istirahat.
Antibiotik diberikan untuk mencegah terjadinya penyebaran kuman. Antibiotik yang
dapat digunakan dalam demam tifoid adalah kloramfenikol 4 x 250 mg hari kedua dilajutkan 4 x
500mg, diberikan selama demam sampai 2 hari bebas demam dosis diturunkan menjadi 4 x

250mg selama 5 hari kemudian. Sefalosforin generasi ketiga ceftriaxone dengan dosis yang
dianjurkan adalah antara 3-4 gram sekali sehari, diberikan selama 3 hingga 5 hari. Golongan
kuinolon seperti ciprofloksasin 2 x 500mg/hari selama 6 hari namun tidak diberikan untuk anak-
anak dan wanita hamil karena dapat menyebabkan damage pada kartilago.
XII. KESIMPULAN
Pasien datang ke IGD RSHD dengan keluhan demam sejak 5 hari. Demam tinggi
dirasakan pada sore dan malam hari. Pasien mengaku demamnya terus menerus dirasakan,dan
menggigil sehingga aktivitas pasien terganggu. Pasien berobat ke Puskesmas terdekat sekitar
rumah pasien, ketika demam sudah masuk pada hari ± ke-3. Pasien mengeluhkan juga ulu hati
terasa kembung dan keras. Selama berobat di Puskesmas pasien mendapatkan paracetamol,
namun demam masih timbul dan pasien mengaku kondisi badan tidak ada perubahan.
Sehingga Dokter di puskesmas menyarankan agar pasien dirujuk berobat ke RSHD. Keluhan
lain yang dirasakan pasien yaitu mual namun tidak muntah,perut nyeri, belum BAB semenjak
sakit, batuk serta pilek, BAK dalam keadaan normal, lidah pahit dan perih sehingga nafsu
makan menurun.
Pasien menyangkal merasakan pusing,sariawan,sesak nafas, nyeri saat berkemih, gusi
berdarah, mimisan, nyeri tenggorokan dan radang tenggorokkan, ataupun pingsan. Pasien juga
menyangkal riwayat minum minuman alkohol, merokok dan penyalahgunaan obat-obatan.
Pasien mengaku sering makan-makanan pedas,membeli makanan di luar,dan ngopi(jarang).
Pemeriksaan fisik ditemukan konjungtiva anemis (-), mual (+), nyeri perut (+), nyeri tekan
epigastrium (+), bibir pecah-pecah dan lidah pahit. . Pemeriksaan penunjang Tes widal S
typhi O 1/160, S paratyphi BO 1/360, S typhi H 1/320, S paratyphi AH 1/320.Tatalaksana
yang diberikan adalah ceftriaxon 2x1 gr/iv, Omeprazole 1x1/iv dan pct tablet 3x500 mg
sesuai standar rekomendasi.
DAFTAR PUSTAKA

1. Cammie, F.L. & Samuel, I.M. 2005. Salmonellosis: Principles of Internal


Medicine: Harrison 16th Ed. 897-900.

2. Brusch, J.L. 2010. Typhoid Fever. www.emedicine.medscape.com.

3. Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2008. Buku Ajar Infeksi dan Pediatri Tropis 2nd
Ed. Jakarta: Badan Penerbit IDAI.

4. Djoko Widodo. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi IV. Jakarta:
Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK UI.

5. Mansjoer, A. 2000. Demam Tifoid: Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: FK UI.

6. Lentnek, A.L. 2007. Typhoid Fever: Division of Infection Disease.


www.medline.com.

Anda mungkin juga menyukai