Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN KASUS

KEJANG DEMAM SEDERHANA + HIL

Disusun oleh:
Mohammad Haniif Satrio legowo

Pembimbing :
dr. Laila Fitri, Sp.A

Pendamping:
dr. Meidi Fazirin
dr. Khairul Yulian Z

PROGRAM DOKTER INTERNSIP


RUMAH SAKIT HARAPAN DAN DOA
KOTA BENGKULU
2019
BAB I

LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS PASIEN
Nama : An. F

Umur : 2 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Alamat : Muko-muko

Agama : Islam

Masuk Rumah Sakit : 09 Februari 2019

B. ANAMNESA
HETEROANAMNESIS

Ibu pasien

KELUHAN UTAMA

Benjolan di selangkangan kiri

RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG

Pasien datang dengan keluhan terdapat benjolan di selangkangan kiri, benjolan tiba-
tiba awalnya hilang timbul , namun sekarang tidak dapat kembali lagi dalam 1 hari ini , mual
(+) muntah (-) BAB BAK tidak ada keluhan
RIWAYAT PENYAKIT DAHULU

Riwayat penyakit dengan keluhan yang sama sebelumnya disangkal.

RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA

Tidak ada anggota keluarga yang mengalami keluhan sama dengan pasien

C. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum

Kesan Sakit : Tampak sakit

Kesadaran : Compos mentis

Kesan Gizi : Baik

Status Gizi

Berat Badan : 11 kg

Tanda Vital

Nadi : 90 x / menit

Nafas : 24 x / menit

Suhu : 37.4 °C

SPO2 : 99

D. STATUS GENERALISATA
RAMBUT : Rambut hitam, distribusi merata dan tidak mudah dicabut

KULIT : Pucat (-), sianosis (-), ikterik (-), turgor menurun >2”

KUKU : Capillary refill time < 2 detik, tidak anemis, tidak sianosis

KGB : Tidak teraba membesar

KEPALA : Normocephali, ubun-ubun datar


MATA :

Ptosis : -/- Refleks cahaya : +/+

Sklera ikterik : -/- Konjunctiva anemis : -/-

Lensa jernih : +/+ Kornea jernih : +/+

Pupil : bulat, isokor Cekung : -/-

Strabismus : -/- Edema palpebra : -/-

THT : Sekret -/-, pernafasan cuping hidung -/-, Faring hiperemis (-)

BIBIR : mukosa berwarna merah muda, kering (-), sianosis (-)

MULUT : trismus (-) , oral hygiene baik, lidah kotor (-)

LEHER :

Kaku kuduk (-), Bentuk tidak tampak kelainan, tidak tampak pembesaran tiroid maupun
KGB, tidak tampak deviasi trakea, tidak teraba pembesaran tiroid maupun KGB, trakea
teraba di tengah

THORAKS :

Bentuk : Simetris

Sternum : Nyeri tekan (-)

Paru

Inspeksi : Bentuk dada dan pergerakan simetris, retraksi (-/-)

Palpasi : Pelebaran ICS (-/-)

Perkusi : Sonor (+/+)

Auskultasi: Vesikuler, rhonki (-/-), wheezing (-/-)

Jantung

Inspeksi : ictus cordis tampak

Palpasi : Iktus cordis teraba di ICS V linea midclavicularis kiri


Perkusi :

- Batas kiri jantung

Atas : SIC II sinistra di linea parasternalis sinistra

Bawah : SIC IV linea midclavicula sinistra

- Batas kanan Jantung

Atas : SIC II dextra di sisi lateral linea parastenalis dextra

Bawah : SIC IV dextra di sisi lateral linea parasternalis dextra

Auskultasi : BJ S1 dan S2 tunggal reguler, gallop (-), murmur (-)

ABDOMEN :

Inspeksi : perut cembung, tidak dijumpai adanya efloresensi pada kulit perut
maupun benjolan, kulit keriput (-), gerakan peristaltik (-), benjolan (+) regio inguinalis
sinistra

Palpasi : supel, nyeri tekan (-). turgor kulit normal. Hepar dan lien tidak teraba

Perkusi : timpani pada seluruh lapang perut

Auskultasi : Bising usus normal

ANGGOTA GERAK :

Ekstremitas : akral hangat pada keempat ekstremitas

Tangan Kanan Kiri

Tonus otot normotonus normotonus

Kekuatan otot 5 5

Kaki Kanan Kiri

Tonus otot normotonus normotonus

Kekuatan otot 5 5
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Hasil Laboratorium:

Tanggal 09 Februari 2019

Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan

Hemoglobin 10,5 14-16 gr/dl

Leukosit 14.000 5000 – 10.000 /ul

Hematokrit 30 36-46 %

Trombosit 438.000 150.000-500.000

F. DIAGNOSA
Hernia Inguinalis Lateral

G. TERAPI YANG DIBERIKAN


- IVFD RL 11 tpm
- Paracetamol inf 4x110 mg
- Puasa
- Pasang kateter
H. FOLLOW UP
Tanggal S O A P

09-02-2019 Pasien kejang Kesadaran: CM Kejang - Konsul SpB: rawat


selama ± 2 demam bersama SpA terapi
09.14 WIB TTV :
menit , kejang sederhana + kejang sesuai SpA
HR : 102 x/m
pertama kali , HIL - Konsul SpA:
kata ibu dan Suhu : 39.1 C 0
Ivfd RL 11 tpm
perawat saat RR : 38 x/ m Pct inf 150mg/8jam
kejang tangan Inj ceftriaxone iv
SPO2 : 99
dan kaki kaku , 500mg/12 jam
mata seperti Kepala : normocephali

melihat keatas, Mata : Anemis (-/-),


saat dokter Ikterik (-/-)
datang kejang
Hidung : pch -/-
sudah berhenti
Mulut : Kering (-)
tanpa
pemberian Leher : Pembesaran KGB -
obat, pasien Tho : simetris +, retraksi –
sadar penuh,
Pulmo : vesikuler, rh -/-,
menangis
wh -/-
kencang,
demam Cor : BJ I-II reg, m (-),

awalnya sejak gallop (-)

tadi pagi Abdomen : supel, timpani


namun demam (+), benjolan (+) a/r
tidak terlalu inguinalis Sinistra
tinggi
- Ekstremitas : akral
hangat, CRT <2”

Kaku kuduk (-)

Bruzinski I (-/-)

Bruzinski II (-/-)

09-02-2019 Apnoe Kesadaran: - - Lapor SpA:


Instruksi:
11.40 WIB TTV :
RJP
HR : tidak teraba
Bolus epinefrin 0.1
RR : - ml+ NacL sampai 1

Pupil: dilatasi (+/+) ml iv

- Dilakukan RJP 14 siklus


- Bolus epinefrin 2x
- Nadi tidak teraba
- Akral dingin
- Pupil dilatasi maksimal
- EKG: asistole
- Pasien dinyatakan meninggal hari sabtu 9 februari 2019 pukul
11.40 didepan keluarga pasien dan perawat
A. RESUME
Anak F beusia 2 tahun, pasien dating ke IGD RSUD Kota Bengkulu di bawa oleh
ibunya dengan terdapat benjolan di selangkangan kiri, benjolan tiba-tiba awalnya hilang
timbul , namun sekarang tidak dapat kembali lagi dalam 1 hari ini , mual (+) muntah (-)
BAB BAK tidak ada keluhan

09.14 Pasien kejang selama ± 2 menit , kejang pertama kali , kata ibu dan perawat
saat kejang tangan dan kaki kaku , mata seperti melihat keatas, saat dokter datang kejang
sudah berhenti tanpa pemberian obat, pasien sadar penuh, menangis kencang, demam
awalnya sejak tadi pagi namun demam tidak terlalu tinggi

11.10 pasien Apnoe Dilakukan RJP 14 siklus , Bolus epinefrin 2x ,Nadi tidak teraba ,
Akral dingin, Pupil dilatasi maksimal ,EKG: asistole, Pasien dinyatakan meninggal hari
sabtu 9 februari 2019 pukul 11.40 didepan keluarga pasien dan perawat
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI
Kejang demam ialah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu
rektal di atas 38oC) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium. 1 Kejang demam
adalah kejang yang berhubungan dengan demam (suhu diatas 39oC per rektal) tanpa adanya
infeksi susunan saraf pusat atau gangguan elektrolit akut, terjadi pada anak berusia 1 bulan
dan tidak ada riwayat kejang tanpa demam sebelumnya.2
Menurut Consensus Statement on Febrile Seizures (1980), kejang demam adalah suatu
kejadian pada bayi dan anak, biasanya terjadi antara umur 3 bulan dan 5 tahun, berhubungan
dengan demam tetapi tidak pernah terbukti adanya infeksi intrakranial atau penyebab
tertentu.3 Anak yang pernah kejang tanpa demam, kemudian kejang demam kembali tidak
termasuk dalam kejang demam.1,3 Kejang disertai demam pada bayi berumur kurang dari 4
minggu (1 bulan) tidak termasuk kejang demam.1,3 Kejang demam harus dibedakan dengan
epilepsi, yaitu ditandai dengan kejang berulang tanpa demam. 2 Definisi ini menyingkirkan
kejang yang disebabkan penyakit saraf seperti meningitis, ensefalitis atau ensefalopati.
Kejang pada keadaan ini mempunyai prognosis yang berbeda dengan kejang demam karena
keadaan yang mendasarinya mengenai susunan saraf pusat. 3 Bila anak berumur kurang dari
6 bulan atau lebih dari 5 tahun menaglami kejang didahului demam, pikirkan kemungkinan
lain misalnya infeksi SSP atau epilepsi yang kebetulan terjadi bersama demam. 2

B. EPIDEMIOLOGI
Kejadian kejang demam diperkirakan 2-4% di Amerika Serikat, Amerika Selatan dan
Eropa Barat. Di Asia dilaporkan lebih tinggi. Kira-kira 20% kasus merupakan kejang
demam kompleks. Umumnya kejang demam timbul pada tahun kedua kehidupan (17-23
bulan). Kejang demam sedikit lebih sering pada laki-laki. 3 Kejang demam terjadi pada 2-4%
anak berumur 6 bulan samapi 5 tahun.1Menurut IDAI, kejadian kejang demam pada anak
usia 6 bulan sampai 5 tahun hampir 2 - 5%.2,10
C. KLASIFIKASI
Kejang demam diklasifikasikan menjadi dua :
1. Kejang Demam Sederhana ( Simple Febrile Seizure)
Kejang demam yang berlangsung singkat, kurang dari 15 menit dan umumnya akan
berhenti sendiri. Kejang berbentuk umum tonik dan atau klonik, tanpa gerakan fokal.
Kejang tidak berulang dalam 24 jam. Kejang demam sederhana merupakan 80 % diantara
seluruh kejang demam.
2. Kejang Demam Kompleks (Complex Febrile Seizure)
Kejang demam dengan salah satu ciri berikut ini :
a. Kejang lama > 15 menit
b. Kejang fokal atau parsial satu sisi atau kejang umum didahului kejang parsial
c. Berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam.5

Menurut Prichard dan Mc Greal (Lumbantobing, 1995: 3) kejang demam dapat


diklasifikasikan sebagai berikut:
1. Kejang demam sederhana. Ciri-ciri kejang demam sederhana adalah:
a. Kejang bersifat simetris.
b. Usia penderita antara 6 bulan sampai 4 tahun.
c. Suhu 100°F (37,78°C) atau lebih.
d. Lamanya kejang berlangsung kurang dari 3 menit.
e. Keadaan neurologi (fungsi syaraf) normal dan setelah kejang juga normal.
f. EEG yang dibuat setelah tidak demam adalah normal.
2. Kejang demam tidak khas.
Kejang demam yang tidak sesuai dengan ciri-ciri tersebut diatas digolongkan sebagai
kejang demam tidak khas.

Menurut Livingston ( Lumbantobing, 1995: 4 ) mengklasifikasikan kejang demam sebagai


berikut:
1. Kejang demam sederhana.
Ciri-ciri demam kejang sederhana adalah:
a. Kejang bersifat umum.
b. Lamanya kejang berlangsung singkat (kurang dari 15 menit).
c. Usia waktu kejang pertama muncul kurang dari 6 tahun.
d. Frekuensi bangkitan kejang 1-4 kali dalam 1 tahun.
e. EEG normal.

2. Epilepsi yang dicetuskan oleh kejang. Kejang demam yang tidak sesuai dengan ciri-ciri
tersebut diatas disebut oleh Livingston sebagai epilepsi yang dicetuskan kejang.

Menurut Fukuyama (Lumbantobing, 1995: 5) menggolongkan kejang demam sebagai


berikut:

1. Kejang demam sederhana


Kejang demam sederhana harus memenuhi semua kriteria berikut:

a. Keluarga penderita tidak ada riwayat epilepsi.

b. Sebelumnya tidak ada riwayat cedera otak oleh penyebab apapun.

c. Serangan kejang yang pertama terjadi antara usia 6 bulan sampai 6 tahun.

d. Lamanya kejang berlangsung tidak lebih dari 20 menit.

e. Kejang tidak bersifat lokal.

f. Tidak didapatkan gangguan atau abnormalitas pasca kejang.

g. Sebelumnya jugs tidak didapatkan abnormalitas neurologic atau abnormalitas


perkembangan.

h. Kejang tidak berulang dalam waktu singkat.

2. Kejang demam kompleks


Bila ciri-ciri kejang demam tidak memenuhi kriteria diatas maka digolongkan kejang
demam kompleks.

D. FAKTOR RESIKO
Faktor resiko kejang demam pertama yang penting adalah demam. Selain itu terdapat
faktor riwayat kejang demam pada orang tua atau saudara kandung, perkembangan
terlambat, problem masa neonatus, anak dalam perawatan khusus, dan kadar natrium rendah.
Setelah kejang demam pertama, kira-kira 33% anak akan mengalami satu kali rekurensi atau
lebih dan kira-kira 9% anak mengalami 3 kali rekurensi atau lebih, resiko rekurensi
meningkat dengan usia dini, usia dibawah 18 bulan, cepatnya anak mendapat kejang setelah
demam timbul, temperatur yang rendah saat kejang, riwayat keluarga kejang demam dan
riwayat keluarga epilepsi. 5,6
Faktor risiko terjadinya epilepsi dikemudian hari ialah adanya gangguan
neurodevelopmental, kejang demam kompleks, riwayat epilepsi dalam keluarga, lamanya
demam saat awitan kejang dan lebih dari satu kali kejang demam kompleks. 5,6

E. PATOFISIOLOGI
Untuk mempertahankan kelangsungan hidup sel atau organ otak diperlukan suatu
energi yang didapat dari metabolisme. Bahan baku untuk metabolisme otak yang terpenting
adalah glukosa. Sifat proses itu adalah oksidasi dimana oksigen disediakan dengan
perantaraan fungsi paru-paru dan diteruskan ke otak melalui sistem kardiovaskuler. Jadi
sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah menjadi CO 2 dan
air. Sel dikelilingi oleh suatu membran yang terdiri dari permukaan dalam adalah lipoid dan
permukaan luar adalah ionik. Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui
dengan mudah oleh ion kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion Natrium (Na +) dan
elektrolit lainnya, kecuali ion Klorida (Cl-). Akibatnya konsentrasi K+ dalam sel neuron
tinggi dan konsentrasi Na+ rendah, sedangkan diluar sel neuron terdapat keadaan sebaliknya.
Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan diluar sel, maka terdapat
perbedaan potensial yang disebut potensial membran sel dari sel neuron. Untuk menjaga
keseimbangan potensial membran ini diperlukan energi dan bantuan enzim Na-KATPase
yang terdapat pada permukaan sel.
Keseimbangan potensial membran ini dapat dirubah oleh adanya :
a. Perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraseluler.
b. Rangsangan yang datangnya mendadak misalnya mekanis, kimiawi atau aliran listrik
dari sekitarnya.
c. Perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau keturunan.9
Pada keadaan demam kenaikan suhu 1oC akan mengakibatkan kenaikan metabolisme basal
10%-15% dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Pada seorang anak berumur 3 tahun
sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh tubuh, dibandingkan dengan orang dewasa yang
hanya 15%. Jadi pada kenaikan suhu tubuh tertentu dapat terjadi perubahan keseimbangan
dari membran sel neuron dan dalam waktu singkat terjadi difusi dari ion Kalium maupun ion
Natrium melalui membran tadi, dengan akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan
listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun ke membran sel
tetangganya dengan bantuan bahan yang disebut neurotransmiter dan terjadilah kejang. Tiap
anak mempunyai ambang kejang yang berbeda dan tergantung dari tinggi rendahnya
ambang kejang seseorang anak menderita kejang pada kenaikan suhu tertentu. Pada anak
dengan ambang kejang yang rendah, kejang telah terjadi pada suhu 38 oC sedangkan pada
anak dengan ambang kejang yang tinggi, kejang baru terjadi pada suhu 40oC atau lebih. Dari
kenyataan ini dapatlah disimpulkan bahwa terulangnya kejang demam lebih sering terjadi
pada ambang kejang yang rendah sehingga dalam penanggulangannya perlu diperhatikan
pada tingkat suhu berapa penderita kejang. Kejang demam yang berlangsung singkat
biasanya tidak berbahaya dan tidak menimbulkan gejala sisa. Tetapi pada kejang yang
berlangsung lama (lebih dari 15 menit) biasanya disertai gejala apnea, meningkatnya
kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia,
hiperkapnea, asidosis laktat disebabkan oleh metabolisme anaerobik, hipotensi arterial
disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh makin meningkat disebkan oleh
meningkatnya aktivitas otot dan selanjutnya menyebabkan metabolisme otak meningkat.
Rangkaian kejadian diatas adalah faktor penyebab hingga terjadinya kerusakan neuron otak
selama berlangsungnya kejang lama. Faktor terpenting adalah gangguan peredaran darah
yang mengakibatkan hipoksia sehingga meninggikan permeabilitas kapiler dan timbul
edema otak yang mengakibatkan kerusakan sel neuron otak. Kerusakan pada daerah mesial
lobus temporalis setelah mendapat serangan kejang yang berlangsung lama dapat menjadi
“matang” dikemudian hari, sehingga terjadi serangan epilepsi yang spontan. Jadi kejang
demam yang berlangsung lama dapat menyebabkan kelainan anatomis di otak sehingga
terjadi epilepsi.9

F. MANIFESTASI KLINIS
Terjadinya bangkitan kejang pada bayi dan anak kebanyakan bersamaan dengan
kenaikan suhu badan yang tinggi dan cepat yang disebabkan oleh infeksi diluar susunan
saraf pusat, misalnya tonsilitis, otitis media akut, bronkitis, furunkulosis dan lain-lain.
Serangan kejang biasanya terjadi dalam 24 jam pertama sewaktu demam, berlangsung
singkat dengan sifat bangkitan dapat berbentuk tonik – klonik, tonik, klonik, fokal atau
akinetik. Postur tonik (kontraksi dan kekakuan otot menyeluruh yang biasanya berlangsung
selama 10-20 detik), gerakan klonik (kontraksi dan relaksasi otot yang kuat dan berirama,
biasanya berlangsung selama 1-2 menit), lidah atau pipinya tergigit, gigi atau rahangnya
terkatup rapat, inkontinensia (mengeluarkan air kemih atau tinja diluar kesadarannya),
gangguan pernafasan, apneu (henti nafas), dan kulitnya kebiruan.1,9,10
Kejang umumnya berhenti sendiri. Begitu kejang berhenti, anak tidak memberi reaksi
apapun untuk sejenak, tetapi beberapa detik/menit kemudian anak akan terbangun dan sadar
kembali tanpa kelainan saraf. Kejang demam yang berlangsung singkat umumnya tidak
berbahaya dan tidak menimbulkan gejala sisa. Tetapi kejang yang berlangsung lama (> 15
menit) sangat berbahaya dan dapat menimbulkan kerusakan permanen dari otak.4

G. PENEGAKAN DIAGNOSA
1. Anamnesis
a. Adanya kejang , jenis kejang, kesadaran, lama kejang, suhu sebelum/saat kejang,
frekuensi, interval, pasca kejang, penyebab demam diluar susunan saraf pusat.
b. Riwayat perkembangan, kejang demam dalam keluarga, epilepsi dalam keluarga.
c. Singkirkan penyebab kejang lainnya.
2. Pemeriksaan fisik : kesadaran, suhu tubuh, tanda rangsal meningeal, tanda peningkatan
tekanan intrakranial, tanda infeksi di luar SSP.6
3. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium tidak dikerjakan secara rutin pada kejang demam, tetapi
dapat dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi penyebab demam, atau keadaan
lain misalnya gastroenteritis dehidrasi disertai demam. Pemeriksaan laboratorium yang
dapat dikerjakan misalnya darah perifer, elektrolit dan gula darah.5
b. Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menegakkan atau menyingkirkan
kemungkinan meningitis. Resiko terjadinya meningitis bakterialis adalah 0,6%-6,7%.
Pada bayi kecil seringkali sulit untuk menegakkan atau menyingkirkan diagnosis
meningitis karena manifestasi klinisnya tidak jelas. Oleh karena itu pungsi lumbal
dianjurkan pada ; bayi kurng dari 12 bulan sangat dianjurkan dilakukan, bayi antara
12-18 bulan dianjurkan, bayi > 19 bulan tidak rutin. Bila yakin bukan meningitis
secara klinis tidak perlu dilakukan pungsi lumbal. 5
c. Elektroensefalografi (EEG)
Pemeriksaan elektroensefalografi (EEG) tidak dapat memprediksi berulangnya kejang
atau memperkirakan kemungkinan kejadian epilepsi pada pasien kejang demam. Oleh
karenanya tidak direkomendasikan. Pemeriksaan EEG masih dapat dilakukan pada
keadaan kejang demam tidak khas misalnya kejang demam kompleks pada anak usia
lebih dari 6 tahun atau kejang demam fokal.5
d. Pencitraan
Foto X- ray kepala dan pencitraan seperti computed tomography scan (CT-scan) atau
magnetic resonance imaging (MRI) jarang sekali dikerjakan, tidak rutin dan hanya atas
indikasi seperti ; kelainan neurologik fokal yang menetap (hemiparesis), paresis nervus
VI, papil edema.5

H. PENATALAKSANAAN
1. Penanganan umum
- Pakaian ketat dibuka, terutama disekitar leher
- Bila anak tidak sadar, posisikan anak miring untuk mencegah aspirasi lambung
- Menjaga jalan nafas agar oksigenasi berjalan baik
- Jangan menahan kejang dengan paksaan
- Bila suhu tinggi, berikan kompres dengan air biasa
- Berikan oksigen
- Hentikan kejang dengan obat-obatan
2. Penatalaksanaan saat kejang
Biasanya kejang demam berlangsung singkat dan pada waktu pasien datang kejang
sudah berhenti. Apabila datang dalam keadaan kejang obat yang paling cepat untuk
menghentikan kejang adalah diazepam intravena adalah 0,3 -0,5 mg/kg perlahan –lahan
dengan kecepatan 1-2 mg/menit atau dalam waktu 3-5 menit, dengan dosis maksimal 20
mg. Obat yang praktis dan dapat diberikan oleh orang tua atau dirumah adalah diazepam
rektal. Diazepam rektal adalah 0,5-0,75 mg/kg atau diazepam rektal 5 mg untuk anak
dengan berat badan kurang dari 10 kg dan 10 mg untuk berat badan lebih dari 10 kg. Atau
Diazepam rektal dengan dosis 5 mg untuk anak dibawah usia 3 tahun atau dosis 7,5 mg
untuk anak diatas usia 3 tahun.5
Bila setelah pemberian Diazepam rektal kejang belum berhenti, dapat diulang lagi
dengan cara dan dosis yang sama dengan interval waktu 5 menit. Bila setelah 2 kali
pemberian Diazepam rektal masih tetap kejang, dianjurkan ke rumah sakit. Di rumah
sakit dapat diberikan Diazepam intravena dengan dosis 0,3-0,5 mg/kg. Bila kejang tetap
belum berhenti diberikan fenitoin secara intravena dengan dosis awal 10-20 mg/kg/kali
dengan kecepatan 1 mg/kg/menit atau kurang dari 50 mg/menit. Bila kejang berhenti
dosis selanjutnya adalah 4-8 mg/kg/hari, dimulai 12 jam setelah dosis awal. Bila dengan
fenitoin kejang belum berhenti maka pasien harus dirawat di ruang rawat intensif. Bila
kejang berhenti, pemberian obat selanjutnya tergantung dari jenis kejang demam apakah
kejang demam sederhana atau kompleks dan faktor resikonya.5

3. Pemberian obat pada saat demam


a. Antipiretik
Tidak ditemukan bukti bahwa penggunaan antipiretik mengurangi resiko terjadinya
kejang demam, namun para ahli di Indonesia sepakat bahwa antipiretik tetap dapat
diberikan. Dosis Paracetamol yang digunakan adalah 10-15 mg/kg/kali diberikan 4
kali sehari dan tidak lebih dari 5 kali. Dosis Ibuprofen 5-10 mg/kg/kali, 3-4 kali sehari.
Meskipun jarang, asam asetilsalisilat dapat menyebabkan sindrom Reye terutama pada
anak kurang dari 18 bulan, sehingga penggunaan asam asetilsalisilat tidak
dianjurkan.2,3,5
b. Antikonvulsan
Pemakaian diazepam oral dosis 0,3 mg/kg setiap 8 jam pada saat demam menurunkan
resiko berulangnya kejang pada 30% -60% kasus, begitu pula dengan diazepam rektal
dosis 0,5 mg/kg setiap 8 jam pada suhu > 38,5 oC. Dosis tersebut cukup tinggi dan
menyebabkan ataksia, iritabel dan sedasi yang cukup berat pada 25-39% kasus.
Fenobarbital, karbamazepin dan fenitoin pada saat demam tidak berguna untuk
mencegah kejang demam.

4. Pemberian Obat Rumat


a. Indikasi Pemberian obat Rumat
Pengobatan rumat diberikan bila kejang demam menunjukkan ciri sebagai berikut
(salah satu) ;
- Kejang lama > 15 menit
- Adanya kelainan neurologis yang nyata sebelum atau sesudah kejang, misalnya
hemiparesis, paresis Todd, cerebral palsy, retardasi mental, hidrocephalus.
- Kejang fokal
Pengobatan rumat dipertimbangkan bila ; kejang berulang dua kali atau lebih dalam
24 jam, kejang demam terjadi pada bayi kurang dari 12 bulan, kejang demam ≥ 4 kali
per tahun.5

b. Jenis Antikonvulsan untuk Pengobatan Rumat


Pemberian obat fenobarbital atau asam valproat setiap hari efektif dalam menurunkan
risiko berulangnya kejang. Berdasarkan bukti ilmiah bahwa kejang demam tidak
berbahaya dan penggunaan obat dapat menyebabkan efek samping, maka pengobatan
rumat hanya diberikan terhadap kasus selektif dan dalam jangka pendek. Pemakaian
fenobarbital setiap hari dapat menimbulkan gangguan perilaku dan kesulitan belajar
pada 40-50% kasus. Obat pilihan saat ini adalah asam valproat. Pada sebagian kecil
kasus, terutama yang berumur kurang dari 2 tahun asam valproat dapat menyebabkan
gangguan fungsi hati. Dosis asam valproat 15-40 mg/kg/hari dalam 2-3 dosis, dan
fenobarbital 3-4 mg/kg per hari dalam 1-2 dosis. Pengobatan rumat diberikan selama 1
tahun bebas kejang, kemudian dihentikan secara bertahap selama 1-2 bulan.5

5. Edukasi Pada Orang Tua


Kejang selalu merupakan peristiwa yang menakutkan bagi orang tua. Pada saat kejang
sebagian besar orang tua beranggapan bahwa anaknya telah meninggal. Kecemasan ini
harus dikurangi dengan cara yang diantaranya :
a. Meyakinkan bahwa kejang demam umumnya mempunyai prognosis baik
b. Memberitahukan cara penanganan kejang
c. Memberikan informasi mengenai kemungkinan kejang kembali
d. Pemberian obat untuk mencegah rekurensi memang efektif tetapi harus diingat
adanya efek samping obat.4,5
Beberapa hal yang harus dikerjakan bila kembali kejang
a. Tetap tenang dan tidak panik.
b. Kendorkan pakaian yang ketat terutama disekitar leher.
c. Bila tidak sadar, posisikan anak terlentang dengan kepala miring.
Bersihkan muntahan atau lendir di mulut atau hidung. Walaupun kemungkinan
lidah tergigit, jangan memasukkan sesuatu ke dalam mulut.
d. Ukur suhu, observasi dan catat lama dan bentuk kejang.
e. Tetap bersama pasien selama kejang.
f. Berikan diazepam rektal, dan jangan diberikan bila kejang telah berhenti.
g. Bawa ke dokter atau rumah sakit bila kejang berlangsung 5 menit atau
lebih .5
6. Bagan Penghentian Kejang Demam

KEJANG
1. Diazepam rektal 0,5 mg/kgBB atau
BB < 10 kg = 5 mg, BB > 10 kg = 10 mg
2. Diazepam IV 0,3-0,5 mg/kgBB

KEJANG
Diazepam rektal
( 5 menit )

Di Rumah Sakit

KEJANG
Diazepam IV, Kecepatan 0,5-1 mg/menit (3-5 menit)
(depresi pernapasan dapat terjadi)

KEJANG
Fenitoin bolus IV 10-20 mg/kgBB
Kecepatan 0,5 -1 mg/kgBB/menit

KEJANG
Transfer ke Ruang Rawat Intensif

KETERANGAN :

1. Bila kejang berhenti terapi profilaksis intermitten atau rumatan diberikan berdasarkan
kejang demam sederhana atau kompleks dan faktor resikonya.
2. Pemberian fenitoin bolus sebaiknya secara drip intravena dicampur dengan cairan NaCl
fisiologis, untuk mengurangi sfek samping aritmia dan hipotensi.6
I. KOMPLIKASI
Kejang demam yang berlangsung singkat pada umumnya tidak berbahaya dan tidak
menimbulkan gejala sisa. Tetapi pada kejang yang berlangsung lebih lama (>15 menit)
yaitu:
 Kerusakan otak
  Retardasi mental
    biasanya disertai apnoe, hipoksemia, hiperkapnea, asidosislaktat, hipotensi artrial, suhu
tubuh makin meningkat.

J. PROGNOSIS
Risiko berulangnya kejang demam sebesar 80% jika terdapat seluruh faktor berikut :
a. Usia <6 bulan
b. Riwayat keluarga
c. Suhu tubuh kurang dari 39oC saat kejang
d. Interval waktu yang singkat antara awitan demam dengan terjadinya kejang.
e. Apabila kejang demaqm pertama merupakan kejang demam kompleks
Bila tidak ada faktor-faktor tersebut, risiko berulangnya kejang demam sebesar 10-15%
Kejadian kecacatan sebagai komplikasi kejang demam tidak pernah dilaporkan. 8
Perkembangan mental dan neurologis umumnya tetap normal pada pasien yang sebelumnya
normal. Penelitian lain secara retrospektif melaporkan kelainan neurologis pada sebagian
kecil kasus, dan kelainan ini biasanya terjadi pada kasus dengan kejang lama atau kejang
berulang baik umum atau fokal. Kematian karena kejang demam tidak pernah dilaporkan.5,9
BAB III

KESIMPULAN

Kejang demam ialah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu
rektal di atas 38oC) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium. kejang demam adalah
suatu kejadian pada bayi dan anak, biasanya terjadi antara umur 3 bulan dan 5 tahun,
berhubungan dengan demam tetapi tidak pernah terbukti adanya infeksi intrakranial atau
penyebab tertentu.3 Bila anak berumur kurang dari 6 bulan atau lebih dari 5 tahun menaglami
kejang didahului demam, pikirkan kemungkinan lain misalnya infeksi SSP atau epilepsi
yang kebetulan terjadi bersama demam. kejang terbagi menjadi dua yaitu kejang demam
sederhana dan kejang demam kompleks. Faktor resiko kejang demam pertama yang penting
adalah demam. Terjadinya bangkitan kejang pada bayi dan anak kebanyakan bersamaan
dengan kenaikan suhu badan yang tinggi dan cepat yang disebabkan oleh infeksi. Apabila
datang dalam keadaan kejang obat yang paling cepat untuk menghentikan kejang adalah
diazepam intravena adalah 0,3 -0,5 mg/kg perlahan –lahan dengan kecepatan 1-2 mg/menit
atau dalam waktu 3-5 menit, dengan dosis maksimal 20 mg.
DAFTAR PUSTAKA

1. Arif Mansjoer., d.k.k,. 2000. Kejang Demam di Kapita Selekta Kedokteran. Media
Aesculapius FKUI. Jakarta.
2. Behrem RE, Kliegman RM,. 1992. Nelson Texbook of Pediatrics. WB
Sauders.Philadelpia.
3. Hardiono D. Pusponegoro, Dwi Putro Widodo dan Sofwan Ismail. 2006. Konsensus
Penatalaksanaan Kejang Demam. Badan Penerbit IDAI. Jakarta
4. Hardiono D. Pusponegoro, dkk,.2005. Kejang Demam di Standar Pelayanan Medis
Kesehatan Anak. Badan penerbit IDAI. Jakarta
5. Staf Pengajar IKA FKUI. 1985. Kejang Demam di Ilmu Kesehatan Anak 2. FKUI.
Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai