Disusun oleh:
Mohammad Haniif Satrio legowo
Pembimbing :
dr. Laila Fitri, Sp.A
Pendamping:
dr. Meidi Fazirin
dr. Khairul Yulian Z
LAPORAN KASUS
A. IDENTITAS PASIEN
Nama : An. F
Umur : 2 tahun
Alamat : Muko-muko
Agama : Islam
B. ANAMNESA
HETEROANAMNESIS
Ibu pasien
KELUHAN UTAMA
Pasien datang dengan keluhan terdapat benjolan di selangkangan kiri, benjolan tiba-
tiba awalnya hilang timbul , namun sekarang tidak dapat kembali lagi dalam 1 hari ini , mual
(+) muntah (-) BAB BAK tidak ada keluhan
RIWAYAT PENYAKIT DAHULU
Tidak ada anggota keluarga yang mengalami keluhan sama dengan pasien
C. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum
Status Gizi
Berat Badan : 11 kg
Tanda Vital
Nadi : 90 x / menit
Nafas : 24 x / menit
Suhu : 37.4 °C
SPO2 : 99
D. STATUS GENERALISATA
RAMBUT : Rambut hitam, distribusi merata dan tidak mudah dicabut
KULIT : Pucat (-), sianosis (-), ikterik (-), turgor menurun >2”
KUKU : Capillary refill time < 2 detik, tidak anemis, tidak sianosis
THT : Sekret -/-, pernafasan cuping hidung -/-, Faring hiperemis (-)
LEHER :
Kaku kuduk (-), Bentuk tidak tampak kelainan, tidak tampak pembesaran tiroid maupun
KGB, tidak tampak deviasi trakea, tidak teraba pembesaran tiroid maupun KGB, trakea
teraba di tengah
THORAKS :
Bentuk : Simetris
Paru
Jantung
ABDOMEN :
Inspeksi : perut cembung, tidak dijumpai adanya efloresensi pada kulit perut
maupun benjolan, kulit keriput (-), gerakan peristaltik (-), benjolan (+) regio inguinalis
sinistra
Palpasi : supel, nyeri tekan (-). turgor kulit normal. Hepar dan lien tidak teraba
ANGGOTA GERAK :
Kekuatan otot 5 5
Kekuatan otot 5 5
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Hasil Laboratorium:
Hematokrit 30 36-46 %
F. DIAGNOSA
Hernia Inguinalis Lateral
Bruzinski I (-/-)
Bruzinski II (-/-)
09.14 Pasien kejang selama ± 2 menit , kejang pertama kali , kata ibu dan perawat
saat kejang tangan dan kaki kaku , mata seperti melihat keatas, saat dokter datang kejang
sudah berhenti tanpa pemberian obat, pasien sadar penuh, menangis kencang, demam
awalnya sejak tadi pagi namun demam tidak terlalu tinggi
11.10 pasien Apnoe Dilakukan RJP 14 siklus , Bolus epinefrin 2x ,Nadi tidak teraba ,
Akral dingin, Pupil dilatasi maksimal ,EKG: asistole, Pasien dinyatakan meninggal hari
sabtu 9 februari 2019 pukul 11.40 didepan keluarga pasien dan perawat
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI
Kejang demam ialah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu
rektal di atas 38oC) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium. 1 Kejang demam
adalah kejang yang berhubungan dengan demam (suhu diatas 39oC per rektal) tanpa adanya
infeksi susunan saraf pusat atau gangguan elektrolit akut, terjadi pada anak berusia 1 bulan
dan tidak ada riwayat kejang tanpa demam sebelumnya.2
Menurut Consensus Statement on Febrile Seizures (1980), kejang demam adalah suatu
kejadian pada bayi dan anak, biasanya terjadi antara umur 3 bulan dan 5 tahun, berhubungan
dengan demam tetapi tidak pernah terbukti adanya infeksi intrakranial atau penyebab
tertentu.3 Anak yang pernah kejang tanpa demam, kemudian kejang demam kembali tidak
termasuk dalam kejang demam.1,3 Kejang disertai demam pada bayi berumur kurang dari 4
minggu (1 bulan) tidak termasuk kejang demam.1,3 Kejang demam harus dibedakan dengan
epilepsi, yaitu ditandai dengan kejang berulang tanpa demam. 2 Definisi ini menyingkirkan
kejang yang disebabkan penyakit saraf seperti meningitis, ensefalitis atau ensefalopati.
Kejang pada keadaan ini mempunyai prognosis yang berbeda dengan kejang demam karena
keadaan yang mendasarinya mengenai susunan saraf pusat. 3 Bila anak berumur kurang dari
6 bulan atau lebih dari 5 tahun menaglami kejang didahului demam, pikirkan kemungkinan
lain misalnya infeksi SSP atau epilepsi yang kebetulan terjadi bersama demam. 2
B. EPIDEMIOLOGI
Kejadian kejang demam diperkirakan 2-4% di Amerika Serikat, Amerika Selatan dan
Eropa Barat. Di Asia dilaporkan lebih tinggi. Kira-kira 20% kasus merupakan kejang
demam kompleks. Umumnya kejang demam timbul pada tahun kedua kehidupan (17-23
bulan). Kejang demam sedikit lebih sering pada laki-laki. 3 Kejang demam terjadi pada 2-4%
anak berumur 6 bulan samapi 5 tahun.1Menurut IDAI, kejadian kejang demam pada anak
usia 6 bulan sampai 5 tahun hampir 2 - 5%.2,10
C. KLASIFIKASI
Kejang demam diklasifikasikan menjadi dua :
1. Kejang Demam Sederhana ( Simple Febrile Seizure)
Kejang demam yang berlangsung singkat, kurang dari 15 menit dan umumnya akan
berhenti sendiri. Kejang berbentuk umum tonik dan atau klonik, tanpa gerakan fokal.
Kejang tidak berulang dalam 24 jam. Kejang demam sederhana merupakan 80 % diantara
seluruh kejang demam.
2. Kejang Demam Kompleks (Complex Febrile Seizure)
Kejang demam dengan salah satu ciri berikut ini :
a. Kejang lama > 15 menit
b. Kejang fokal atau parsial satu sisi atau kejang umum didahului kejang parsial
c. Berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam.5
2. Epilepsi yang dicetuskan oleh kejang. Kejang demam yang tidak sesuai dengan ciri-ciri
tersebut diatas disebut oleh Livingston sebagai epilepsi yang dicetuskan kejang.
c. Serangan kejang yang pertama terjadi antara usia 6 bulan sampai 6 tahun.
D. FAKTOR RESIKO
Faktor resiko kejang demam pertama yang penting adalah demam. Selain itu terdapat
faktor riwayat kejang demam pada orang tua atau saudara kandung, perkembangan
terlambat, problem masa neonatus, anak dalam perawatan khusus, dan kadar natrium rendah.
Setelah kejang demam pertama, kira-kira 33% anak akan mengalami satu kali rekurensi atau
lebih dan kira-kira 9% anak mengalami 3 kali rekurensi atau lebih, resiko rekurensi
meningkat dengan usia dini, usia dibawah 18 bulan, cepatnya anak mendapat kejang setelah
demam timbul, temperatur yang rendah saat kejang, riwayat keluarga kejang demam dan
riwayat keluarga epilepsi. 5,6
Faktor risiko terjadinya epilepsi dikemudian hari ialah adanya gangguan
neurodevelopmental, kejang demam kompleks, riwayat epilepsi dalam keluarga, lamanya
demam saat awitan kejang dan lebih dari satu kali kejang demam kompleks. 5,6
E. PATOFISIOLOGI
Untuk mempertahankan kelangsungan hidup sel atau organ otak diperlukan suatu
energi yang didapat dari metabolisme. Bahan baku untuk metabolisme otak yang terpenting
adalah glukosa. Sifat proses itu adalah oksidasi dimana oksigen disediakan dengan
perantaraan fungsi paru-paru dan diteruskan ke otak melalui sistem kardiovaskuler. Jadi
sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah menjadi CO 2 dan
air. Sel dikelilingi oleh suatu membran yang terdiri dari permukaan dalam adalah lipoid dan
permukaan luar adalah ionik. Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui
dengan mudah oleh ion kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion Natrium (Na +) dan
elektrolit lainnya, kecuali ion Klorida (Cl-). Akibatnya konsentrasi K+ dalam sel neuron
tinggi dan konsentrasi Na+ rendah, sedangkan diluar sel neuron terdapat keadaan sebaliknya.
Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan diluar sel, maka terdapat
perbedaan potensial yang disebut potensial membran sel dari sel neuron. Untuk menjaga
keseimbangan potensial membran ini diperlukan energi dan bantuan enzim Na-KATPase
yang terdapat pada permukaan sel.
Keseimbangan potensial membran ini dapat dirubah oleh adanya :
a. Perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraseluler.
b. Rangsangan yang datangnya mendadak misalnya mekanis, kimiawi atau aliran listrik
dari sekitarnya.
c. Perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau keturunan.9
Pada keadaan demam kenaikan suhu 1oC akan mengakibatkan kenaikan metabolisme basal
10%-15% dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Pada seorang anak berumur 3 tahun
sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh tubuh, dibandingkan dengan orang dewasa yang
hanya 15%. Jadi pada kenaikan suhu tubuh tertentu dapat terjadi perubahan keseimbangan
dari membran sel neuron dan dalam waktu singkat terjadi difusi dari ion Kalium maupun ion
Natrium melalui membran tadi, dengan akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan
listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun ke membran sel
tetangganya dengan bantuan bahan yang disebut neurotransmiter dan terjadilah kejang. Tiap
anak mempunyai ambang kejang yang berbeda dan tergantung dari tinggi rendahnya
ambang kejang seseorang anak menderita kejang pada kenaikan suhu tertentu. Pada anak
dengan ambang kejang yang rendah, kejang telah terjadi pada suhu 38 oC sedangkan pada
anak dengan ambang kejang yang tinggi, kejang baru terjadi pada suhu 40oC atau lebih. Dari
kenyataan ini dapatlah disimpulkan bahwa terulangnya kejang demam lebih sering terjadi
pada ambang kejang yang rendah sehingga dalam penanggulangannya perlu diperhatikan
pada tingkat suhu berapa penderita kejang. Kejang demam yang berlangsung singkat
biasanya tidak berbahaya dan tidak menimbulkan gejala sisa. Tetapi pada kejang yang
berlangsung lama (lebih dari 15 menit) biasanya disertai gejala apnea, meningkatnya
kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia,
hiperkapnea, asidosis laktat disebabkan oleh metabolisme anaerobik, hipotensi arterial
disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh makin meningkat disebkan oleh
meningkatnya aktivitas otot dan selanjutnya menyebabkan metabolisme otak meningkat.
Rangkaian kejadian diatas adalah faktor penyebab hingga terjadinya kerusakan neuron otak
selama berlangsungnya kejang lama. Faktor terpenting adalah gangguan peredaran darah
yang mengakibatkan hipoksia sehingga meninggikan permeabilitas kapiler dan timbul
edema otak yang mengakibatkan kerusakan sel neuron otak. Kerusakan pada daerah mesial
lobus temporalis setelah mendapat serangan kejang yang berlangsung lama dapat menjadi
“matang” dikemudian hari, sehingga terjadi serangan epilepsi yang spontan. Jadi kejang
demam yang berlangsung lama dapat menyebabkan kelainan anatomis di otak sehingga
terjadi epilepsi.9
F. MANIFESTASI KLINIS
Terjadinya bangkitan kejang pada bayi dan anak kebanyakan bersamaan dengan
kenaikan suhu badan yang tinggi dan cepat yang disebabkan oleh infeksi diluar susunan
saraf pusat, misalnya tonsilitis, otitis media akut, bronkitis, furunkulosis dan lain-lain.
Serangan kejang biasanya terjadi dalam 24 jam pertama sewaktu demam, berlangsung
singkat dengan sifat bangkitan dapat berbentuk tonik – klonik, tonik, klonik, fokal atau
akinetik. Postur tonik (kontraksi dan kekakuan otot menyeluruh yang biasanya berlangsung
selama 10-20 detik), gerakan klonik (kontraksi dan relaksasi otot yang kuat dan berirama,
biasanya berlangsung selama 1-2 menit), lidah atau pipinya tergigit, gigi atau rahangnya
terkatup rapat, inkontinensia (mengeluarkan air kemih atau tinja diluar kesadarannya),
gangguan pernafasan, apneu (henti nafas), dan kulitnya kebiruan.1,9,10
Kejang umumnya berhenti sendiri. Begitu kejang berhenti, anak tidak memberi reaksi
apapun untuk sejenak, tetapi beberapa detik/menit kemudian anak akan terbangun dan sadar
kembali tanpa kelainan saraf. Kejang demam yang berlangsung singkat umumnya tidak
berbahaya dan tidak menimbulkan gejala sisa. Tetapi kejang yang berlangsung lama (> 15
menit) sangat berbahaya dan dapat menimbulkan kerusakan permanen dari otak.4
G. PENEGAKAN DIAGNOSA
1. Anamnesis
a. Adanya kejang , jenis kejang, kesadaran, lama kejang, suhu sebelum/saat kejang,
frekuensi, interval, pasca kejang, penyebab demam diluar susunan saraf pusat.
b. Riwayat perkembangan, kejang demam dalam keluarga, epilepsi dalam keluarga.
c. Singkirkan penyebab kejang lainnya.
2. Pemeriksaan fisik : kesadaran, suhu tubuh, tanda rangsal meningeal, tanda peningkatan
tekanan intrakranial, tanda infeksi di luar SSP.6
3. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium tidak dikerjakan secara rutin pada kejang demam, tetapi
dapat dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi penyebab demam, atau keadaan
lain misalnya gastroenteritis dehidrasi disertai demam. Pemeriksaan laboratorium yang
dapat dikerjakan misalnya darah perifer, elektrolit dan gula darah.5
b. Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menegakkan atau menyingkirkan
kemungkinan meningitis. Resiko terjadinya meningitis bakterialis adalah 0,6%-6,7%.
Pada bayi kecil seringkali sulit untuk menegakkan atau menyingkirkan diagnosis
meningitis karena manifestasi klinisnya tidak jelas. Oleh karena itu pungsi lumbal
dianjurkan pada ; bayi kurng dari 12 bulan sangat dianjurkan dilakukan, bayi antara
12-18 bulan dianjurkan, bayi > 19 bulan tidak rutin. Bila yakin bukan meningitis
secara klinis tidak perlu dilakukan pungsi lumbal. 5
c. Elektroensefalografi (EEG)
Pemeriksaan elektroensefalografi (EEG) tidak dapat memprediksi berulangnya kejang
atau memperkirakan kemungkinan kejadian epilepsi pada pasien kejang demam. Oleh
karenanya tidak direkomendasikan. Pemeriksaan EEG masih dapat dilakukan pada
keadaan kejang demam tidak khas misalnya kejang demam kompleks pada anak usia
lebih dari 6 tahun atau kejang demam fokal.5
d. Pencitraan
Foto X- ray kepala dan pencitraan seperti computed tomography scan (CT-scan) atau
magnetic resonance imaging (MRI) jarang sekali dikerjakan, tidak rutin dan hanya atas
indikasi seperti ; kelainan neurologik fokal yang menetap (hemiparesis), paresis nervus
VI, papil edema.5
H. PENATALAKSANAAN
1. Penanganan umum
- Pakaian ketat dibuka, terutama disekitar leher
- Bila anak tidak sadar, posisikan anak miring untuk mencegah aspirasi lambung
- Menjaga jalan nafas agar oksigenasi berjalan baik
- Jangan menahan kejang dengan paksaan
- Bila suhu tinggi, berikan kompres dengan air biasa
- Berikan oksigen
- Hentikan kejang dengan obat-obatan
2. Penatalaksanaan saat kejang
Biasanya kejang demam berlangsung singkat dan pada waktu pasien datang kejang
sudah berhenti. Apabila datang dalam keadaan kejang obat yang paling cepat untuk
menghentikan kejang adalah diazepam intravena adalah 0,3 -0,5 mg/kg perlahan –lahan
dengan kecepatan 1-2 mg/menit atau dalam waktu 3-5 menit, dengan dosis maksimal 20
mg. Obat yang praktis dan dapat diberikan oleh orang tua atau dirumah adalah diazepam
rektal. Diazepam rektal adalah 0,5-0,75 mg/kg atau diazepam rektal 5 mg untuk anak
dengan berat badan kurang dari 10 kg dan 10 mg untuk berat badan lebih dari 10 kg. Atau
Diazepam rektal dengan dosis 5 mg untuk anak dibawah usia 3 tahun atau dosis 7,5 mg
untuk anak diatas usia 3 tahun.5
Bila setelah pemberian Diazepam rektal kejang belum berhenti, dapat diulang lagi
dengan cara dan dosis yang sama dengan interval waktu 5 menit. Bila setelah 2 kali
pemberian Diazepam rektal masih tetap kejang, dianjurkan ke rumah sakit. Di rumah
sakit dapat diberikan Diazepam intravena dengan dosis 0,3-0,5 mg/kg. Bila kejang tetap
belum berhenti diberikan fenitoin secara intravena dengan dosis awal 10-20 mg/kg/kali
dengan kecepatan 1 mg/kg/menit atau kurang dari 50 mg/menit. Bila kejang berhenti
dosis selanjutnya adalah 4-8 mg/kg/hari, dimulai 12 jam setelah dosis awal. Bila dengan
fenitoin kejang belum berhenti maka pasien harus dirawat di ruang rawat intensif. Bila
kejang berhenti, pemberian obat selanjutnya tergantung dari jenis kejang demam apakah
kejang demam sederhana atau kompleks dan faktor resikonya.5
KEJANG
1. Diazepam rektal 0,5 mg/kgBB atau
BB < 10 kg = 5 mg, BB > 10 kg = 10 mg
2. Diazepam IV 0,3-0,5 mg/kgBB
KEJANG
Diazepam rektal
( 5 menit )
Di Rumah Sakit
KEJANG
Diazepam IV, Kecepatan 0,5-1 mg/menit (3-5 menit)
(depresi pernapasan dapat terjadi)
KEJANG
Fenitoin bolus IV 10-20 mg/kgBB
Kecepatan 0,5 -1 mg/kgBB/menit
KEJANG
Transfer ke Ruang Rawat Intensif
KETERANGAN :
1. Bila kejang berhenti terapi profilaksis intermitten atau rumatan diberikan berdasarkan
kejang demam sederhana atau kompleks dan faktor resikonya.
2. Pemberian fenitoin bolus sebaiknya secara drip intravena dicampur dengan cairan NaCl
fisiologis, untuk mengurangi sfek samping aritmia dan hipotensi.6
I. KOMPLIKASI
Kejang demam yang berlangsung singkat pada umumnya tidak berbahaya dan tidak
menimbulkan gejala sisa. Tetapi pada kejang yang berlangsung lebih lama (>15 menit)
yaitu:
Kerusakan otak
Retardasi mental
biasanya disertai apnoe, hipoksemia, hiperkapnea, asidosislaktat, hipotensi artrial, suhu
tubuh makin meningkat.
J. PROGNOSIS
Risiko berulangnya kejang demam sebesar 80% jika terdapat seluruh faktor berikut :
a. Usia <6 bulan
b. Riwayat keluarga
c. Suhu tubuh kurang dari 39oC saat kejang
d. Interval waktu yang singkat antara awitan demam dengan terjadinya kejang.
e. Apabila kejang demaqm pertama merupakan kejang demam kompleks
Bila tidak ada faktor-faktor tersebut, risiko berulangnya kejang demam sebesar 10-15%
Kejadian kecacatan sebagai komplikasi kejang demam tidak pernah dilaporkan. 8
Perkembangan mental dan neurologis umumnya tetap normal pada pasien yang sebelumnya
normal. Penelitian lain secara retrospektif melaporkan kelainan neurologis pada sebagian
kecil kasus, dan kelainan ini biasanya terjadi pada kasus dengan kejang lama atau kejang
berulang baik umum atau fokal. Kematian karena kejang demam tidak pernah dilaporkan.5,9
BAB III
KESIMPULAN
Kejang demam ialah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu
rektal di atas 38oC) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium. kejang demam adalah
suatu kejadian pada bayi dan anak, biasanya terjadi antara umur 3 bulan dan 5 tahun,
berhubungan dengan demam tetapi tidak pernah terbukti adanya infeksi intrakranial atau
penyebab tertentu.3 Bila anak berumur kurang dari 6 bulan atau lebih dari 5 tahun menaglami
kejang didahului demam, pikirkan kemungkinan lain misalnya infeksi SSP atau epilepsi
yang kebetulan terjadi bersama demam. kejang terbagi menjadi dua yaitu kejang demam
sederhana dan kejang demam kompleks. Faktor resiko kejang demam pertama yang penting
adalah demam. Terjadinya bangkitan kejang pada bayi dan anak kebanyakan bersamaan
dengan kenaikan suhu badan yang tinggi dan cepat yang disebabkan oleh infeksi. Apabila
datang dalam keadaan kejang obat yang paling cepat untuk menghentikan kejang adalah
diazepam intravena adalah 0,3 -0,5 mg/kg perlahan –lahan dengan kecepatan 1-2 mg/menit
atau dalam waktu 3-5 menit, dengan dosis maksimal 20 mg.
DAFTAR PUSTAKA
1. Arif Mansjoer., d.k.k,. 2000. Kejang Demam di Kapita Selekta Kedokteran. Media
Aesculapius FKUI. Jakarta.
2. Behrem RE, Kliegman RM,. 1992. Nelson Texbook of Pediatrics. WB
Sauders.Philadelpia.
3. Hardiono D. Pusponegoro, Dwi Putro Widodo dan Sofwan Ismail. 2006. Konsensus
Penatalaksanaan Kejang Demam. Badan Penerbit IDAI. Jakarta
4. Hardiono D. Pusponegoro, dkk,.2005. Kejang Demam di Standar Pelayanan Medis
Kesehatan Anak. Badan penerbit IDAI. Jakarta
5. Staf Pengajar IKA FKUI. 1985. Kejang Demam di Ilmu Kesehatan Anak 2. FKUI.
Jakarta.