Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN KASUS

BRONKOPNEUMONIA

Disusun oleh :
dr. Wisma Atika

Pendamping :
dr. Sayboy N. Siregar, M.M

Pembimbing:
dr. Sri Ramadhani Syarma, Sp.PD

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BENGKULU TENGAH


PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA
PERIODE 12 NOVEMBER 2021- 12 NOVEMBER 2022

1
BORANG PORTOFOLIO

Nama Peserta : dr. Wisma Atika


Nama Wahana : RSUD Bengkulu Tengah
Topik : Bronkopneumonia
Tanggal (kasus) : 16 Mei 2022
Nama Pasien : Ny. DL No RM : 022***
Tanggal Presentasi : 12 Juli 2022 Nama Pendamping : dr. Sayboy N. Siregar, M.M
Tempat Presentasi : RSUD Bengkulu Tengah
Objektif Presentasi : Diagnosis dan Penatalaksanaan Bronkopneumonia
 Keilmuan  Keterampilan  Penyegaran Tinjauan Pustaka
Diagnostik Manajemen  Masalah Istimewa
 Neonatus  Bayi  Anak  Remaja  Dewasa Lansia  Bumil
Deskripsi Perempuan 40 tahun, datang dengan keluhan sesak nafas
Tujuan  Mengetahui penatalaksanaan pada kasus Sepsis e.c Bronkopneumonia
Bahan bahasan  Tinjauan Pustaka  Riset Kasus  Audit
Cara membahas  Diskusi Presentasi dan  Email  Pos
diskusi
Data pasien Nama : Ny. DL No registrasi : 022***
Nama klinik : RSUD Bengkulu Tengah Telp : (0736) Terdaftar sejak :
7342598 16 Mei 2022
Data utama untuk bahan diskusi :
1. Diagnosis : Bronkopneumonia
2. Gambaran Klinis:
− Ny. DL, perempuan, 40 tahun, datang ke RSUD Bengkulu Tengah dengan keluhan
sesak napas sejak 5 hari sebelum masuk rumah sakit. Sesak dirasakan terutama saat
pasien melakukan aktivitas. Sesak tidak berkurang dengan perubahan posisi dan
mengalami perbaikan dengan istirahat.
Pasien juga mengeluhkan batuk berdahak sejak ± 7 hari yang lalu. Batuk dirasakan
hilang timbul dan kadang disertai dengan dahak berwarna Putih kekuningan sejak
seminggu yang lalu. Batuk sering pada malam hari sehingga sering menganggu tidur

2
pasien
− Pasien juga mengeluhkan demam 1 minggu yang lalu, demam disertai menggigil dan
naik turun. Keringat malam tidak ada.
− Pasien juga mengeluhkan dada sering berdebar-debar setiap setelah batuk.
− Pasien mengatakan badan terasa lemah dan letih serta sulit untuk duduk. Pasien hanya
berbaring di tempat tidur.
− Pasien mengalami penurunan nafsu makan dan dirasakan BB menurun ± 5kg dalam 1
bulan ini.
− Pasien mengatakan BAB cair sejak 3 hari yang lalu setiap hari satu kali, bab tidak
bercampur darah dan tidak berlendir
− BAK tidak ada keluhan
3. Riwayat kesehatan/penyakit
- Riwayat penyakit paru sekitar 1 tahun yang lalu
- Pasien memiliki riwayat penyakit maag
- Riwaya asma disangkal
- Riwayat pengobatan TB paru disangkal
- Riwayat alergi disangkal
- Riwayat hipertensi disangkal
- Riwayat diabetes mellitus disangkal
4. Riwayat keluarga: Riwayat asma, alergi, hipertensi, diabetes mellitus, TB pada keluarga
disangkal
5. Riwayat pekerjaan: pasien adalah ibu rumah tangga
6. Kondisi lingkungan sosial dan fisik (rumah, lingkungan, pekerjaan)
Pasien tinggal di lingkungan pedesaan, suami pasien bermata pencaharian utama sebagai
petani tinggal bersama 1 anak dan biaya kesehatan ditanggung oleh bpjs.
7. Lain-lain:
Pemeriksaan Fisik:
 KU: tampak sakit sedang
 GCS : E4M6V5
Tinggi Badan : 155 cm
Berat badan : 48 kg

3
Status gizi : Underwight dengan IMT 19 kg/m2

Vital Sign:
- Tekanan darah : 100/70 mmHg
- Nadi: 100 x/menit
- Pernafasan: 26 x/menit
- Suhu: 37 0C
- Saturasi O2 : 98-100% Nasal canul 4lpm
• Kepala : bentuk bulat, tidak terdapat benjolan dan bekas luka, rambut putih lurus
terdistribusi merata, tidak mudah dicabut
• Mata : bentuk normal, simetris, konjungtiva anemis -/-, sclera ikterik -/-, pupil bulat,
isokor, Ø 3 mm, refleks cahaya +/+
• Telinga : bentuk normal, simetris, sekret -/-.
• Hidung : bentuk normal, tidak terdapat deviasi, sekret -/-
• Mulut : bentuk normal, bibir kering (+), oral thrush (-), stomatitis (-), mukosa dinding
faring posterior tidak hiperemis
• Leher: trakea di tengah, tidak teraba adanya pembesaran kelenjar tiroid
• Kelenjar getah bening : retroaurikuler, submandibula, cervical, supraclavicula tidak
teraba membesar.
• Kulit : ikterus (-), sianosis (-), keringat dingin (-), turgor baik
 Thorax:
o Pulmo
– Inspeksi : simetris dalam statis dan dinamis, retraksi dinding dada -/-
– Palpasi : taktil fremitus kanan menurun dibanding fremitus kiri
– Perkusi : sonor pada kedua lapang paru.
– Auskultasi : suara nafas bronkovesikuler, ronkhi basah halus nyaring diatas paru
(+/+), wheezing (+)
o Jantung
 Inspeksi : pulsasi ictus cordis tidak tampak.
 Palpasi : pulsasi ictus cordis teraba di RIC V di linea midclavicularis sinistra

4
Perkusi : Redup
• Batas kanan atas : ICS II linea sternal Line dextra
• Batas kanan bawah : ICS V linea sternal Line dextra
• Batas kiri atas : ICS II linea Parasternal Line sinistra
• Batas kiri bawah : ICS VI linea aksilaris anterior sinistra
 Auskultasi : bunyi jantung I-II normal, reguler, murmur (-), gallop (-).
 Abdomen: supel, bising usus (+) normal, nyeri tekan regio epigastrium (-)
- Inspeksi : Perut tampak tidak membuncit, asites (-),sikatrik(-)

- Palpasi:

 Superfisial : nyeri tekan di regio epigastrium dan hipokondrium kiri


 Profunda :
a. Hepar : tidak teraba
b. Lien : tidak teraba
c. Ginjal : bimanual (-), ballotement (-), nyeri ketok CVA (-/-)
- Perkusi : Timpani
- Auskultasi : Bising usus normal

 Ekstremitas: Akral hangat, edema (-), CRT < 2 detik

Pemeriksaan Penunjang:
- Laboratorium:
16/05/2022 Satuan Rujukan
Hb 12,4 gr/dL 12,5 – 18,00
Eritrosit 4.7 juta/mm3 4,5 – 5,3
Leukosit 12.500 /mm3 4.000 – 10.000
Hematokrit 36 % 40 – 48
Trombosit 337000 /mm3 150.000 – 400.000
Glukosa 111 mg/dL < 160
Sewaktu
Swab - - (negatif)

5
antigen

 Diagnosis:
Bronkopneumonia
 Tatalaksana:
- IVFD RL 20 tpm
- O2 4lpm
- Combivent nebulizer k/p
- Ciprofloxacin 2x250 mg
- Ceftriaxon 2x1 gr (IV)
- Ambroxol 3x30 mg
- Parasetamol 3x500 mg
- Methylprednisolon 2x125mg (IV)
- Informed consent

Follow up :
 Follow up Ruangan
Tanggal 17/05/2022, pukul 08:00WIB
S Sesak nafas (+), batuk berdahak (+)
,lemas, demam (-),
O KU/Kes: TSS/CM
TTV: TD: 90/70 N: 74x/m RR: 20x/m
S: 36.80C
Mata: CA -/- SI -/-
Cor: BJ I/II regular, murmur (-),
gallop (-)
Pulmo: vesikuler +/+, ronki +/+
minimal , wheezing -/-
Abdomen: supel, bising usus (+),
timpani

6
Genitalia: PPV (-)
Ektremitas: akral hangat, edema (-)
A Bronkopneumonia
P - IVFD RL 12 jam/kolf
- O2 4 lpm
- Combivent nebulizer k/p
- Ciprofloxacin 2x250 mg
- Ceftriaxon 2x1 gr (IV)
- Ambroxol 3x30 mg
- Parasetamol 3x500 mg
- Methylprednisolon 2x125mg (IV)
- Pasien dirujuk: butuh ruangan ICU
Hasil Pembelajaran
1. Identifikasi Bronkopneumonia
2. Diagnosis klinis Bronkopneumonia
3. Tatalaksana Bronkopneumonia
Rangkuman Hasil Pembelajaran Portofolio :
1. Subyektif
Ny. DL, perempuan, 40 tahun, datang ke RSUD Bengkulu Tengah sesak napas
sejak 5 hari sebelum masuk rumah sakit. Sesak dirasakan terutama saat pasien melakukan
aktivitas. Sesak tidak berkurang dengan perubahan posisi dan mengalami perbaikan
dengan istirahat.
Pasien juga mengeluhkan batuk berdahak sejak ± 7 hari yang lalu. Batuk dirasakan
hilang timbul dan kadang disertai dengan dahak berwarna Putih kekuningan sejak
seminggu yang lalu. Batuk sering pada malam hari sehingga sering menganggu tidur
pasien. Pasien mengatakan sesak sering muncul bila tidur tidak menggunakan 2 bantal.
Pasien juga mengeluhkan demam 1 minggu yang lalu, demam disertai menggigil dan
naik turun. Keringat malam tidak ada.Pasien juga mengeluhkan dada sering berdebar-
debar setiap setelah batuk.Pasien mengatakan badan terasa lemah dan letih serta sulit
untuk duduk. Pasien hanya berbaring di tempat tidur.
2. Obyektif
Pasien mengalami sesak napas dan demam sejak 5 hari yang lalu.

7
Dari hasil pemeriksaan penunjang laboratorium didapatkan leukosit tinggi dan pemeriksaan
tanda-tanda vital takipnue dan hiperpirexia
3. Assessment
Pasien didiagnosis Bronkopneumonia didasarkan adanya hasil pemeriksaan subjektif dan
objektif. Dari pemeriksaan subjektif didapatkan batuk berdahak sejak ± 7 hari SMRS. Batuk
dirasakan hilang timbul dan kadang disertai dengan dahak berwarna hijau sejak seminggu yang lalu.
Batuk sering pada malam hari sehingga sering menganggu tidur pasien. Pasien mengeluhkan sesak
napas sejak 1 minggu yang lalu sebelum masuk rumah sakit. Sesak dirasakan terutama saat pasien
melakukan aktivitas. Sesak tidak berkurang dengan perubahan posisi dan mengalami perbaikan
dengan istirahat. Pasien juga mengeluhkan demam 1 minggu yang lalu, demam disertai menggigil
dan naik turun. Keringat malam tidak ada. Pasien juga mengeluhkan dada sering berdebar-debar
setiap setelah batuk. Pasien mengatakan badan terasa lemah dan letih serta sulit untuk duduk. Dari
pemeriksaan objektif pasien mengalami batuk berdahak, sesak napas dan demam sejak 1
mnggu yang lalu. Dari hasil pemeriksaan penunjang laboratorium didapatkan
trombositopeni, dan pemeriksaan tanda-tanda vital takipnue dan hiperpirexia. Dan dari
pemberian terapi awal yang diberikan terdapat perbaikan klinis.
4. Plan
Diagnosis
Untuk menunjang penegakkan diagnosis Bronkopneumonia lebih lanjut, disarankan untuk
pemeriksaan lebih lanjut seperti analisa gas darah.
Pengobatan
Pengobatan Bronkopneumonia menjadi medikamentosa dan non-medikamentosa. Non-
medikamentosa termasuk makanan yang bergizi. Pengobatan medikamentosa termasuk
pemberian perawatan Bronkopneumonia.
Pendidikan
Memberikan edukasi kepada pasien dan keluarga mengenai penyakit pasien, kondisi pasien
saat ini, pemeriksaan yang akan dilakukan, tindakan penatalaksanaan yang akan dilakukan,
kemungkinan terburuk yang dapat terjadi.
Konsultasi
Diberitahukan pada pasien dan keluarganya mengenai perlunya konsultasi dengan dokter
spesialis penyakit dalam.

8
TINJAUAN PUSTAKA

BRONKOPNEUMONIA
1. DEFINISI
Bronkopneumonia disebut juga pneumonia lobularis adalah peradangan pada
parenkim paru yang melibatkan bronkus/bronkiolus yang berupa distribusi berbentuk bercak-
bercak (patchy distribution). Konsolidasi bercak berpusat disekitar bronkus yang mengalami
peradangan multifocal dan biasanya bilateral. Konsolidasi pneumonia yang tersebar (patchy)
ini biasanya mengikuti suatu bronchitis atau bronkiolitis.(1-3)

2. ETIOLOGI
Bronkopneumonia dapat juga dikatakan suatu peradangan pada parenkim paru yang
disebabkan oleh bakteri, virus, jamur. Bakteri seperti Diplococcus pneumonia,
pneumococcus sp, streptococcus sp, hemoliticus aureus, haemophilus influenza, basilus
friendlander (klebsiella pneumonia), dan mycobacterium tuberculosis. Virus seperti virus
influenza dan virus sitomegalik. Jamur seperti citoplasma capsulatum, criptococcus
nepromas, blastomices dermatides, cocedirides immitis, aspergillus sp, candida albicans, dan
mycoplasma pneumonia. Meskipun hampir semua organism dapat menyebabkan
bronkopneumonia, penyebab yang sering adalah stafilococcus, streptococcus, H. influenza,
proteus sp dan pseudomonas aeruginosa. Keadaan ini dapat disebabkan oleh sejumlah besar
organisme yang berbeda dengan patogenitas yang bervariasi. Virus, tuberculosis dan
organism dengan patogenisitas yang rendah dapat juga menyebabkan bronkopneumonia,
namun gambarnya bervariasi sesuai agen etiologinya. (3-5)

3. PATOFISIOLOGI(4-8)
Proses terjadinya bronkopneumonia dimulai dari berhasilnya kuman pathogen
masuk ke mucus jalan nafas. Kuman tersebut berkembang biak di saluran nafas atau sampai
di paru-paru. Bila mekanisme pertahanan seperti system transport mukosilia tidak adekuat,
maka kuman berkembang biak secara cepat sehingga terjadi peradangan di saluran nafas atas,
sebagai respon peradangan akan terjadi hipersekresi mucus dan merangsang batuk.

9
Mikroorganisme berpindah karena adanya gaya tarik bumi dan alveoli menebal. Pengisian
cairan alveoli akan melindungi mikroorganisme dari fagosit dan membantu penyebaran
organism ke alveoli lain. Keadaan ini menyebabkan infeksi meluas, aliran darah di paru
sebagian meningkat yang diikuti peradangan vascular dan penurunan darah kapiler.

Edema karena inflamasi akan mengeraskan paru dan akan mengurangi kapasitas paru,
penurunan produksi cairan surfaktan lebih lanjut, menurunkan compliance dan menimbulkan
atelektasis serta kolaps alveoli. Sebagai tambahan proses bronkopneumonia menyebabkan
gangguan ventilasi okulasi partial pada bronkhi dan alveoli, menurunkan tekanan oksigen
arteri, akibatnya darah vena yang menuju atrium kiri banyak yang tidak mengandung oksigen
sehingga terjadi hipoksemia arteri.

Efek sistemik akibat infeksi, fagosit melepaskan bahan kimia yang disebut endogenus
pirogen. Bila zat ini terbawa aliran darah hingga sampai hipotalamus, maka suhu tubuh akan
meningkat dan meningkatkan kecepatan metabolisme. Pengaruh dari meningkatnya
metabolisme adalah penyebab takhipnea dan takhikardia, tekanan darah menurun sebagai
akibat dari vasodilatasi perifer dan penurunan sirkulasi volume darah karena dehidrasi, panas
dan takhipnea meningkatkan kehilangan cairan melalui kulit (keringat) dan saluran
pernafasan sehingga menyebabkan dehidrasi.

10
4.

DIAGNOSIS(9-12)
Gambaran Klinik

Bronkopneumonia biasanya didahului oleh infeksi saluran nafas bagian atas selama
beberapa hari. Suhu dapat naik secara mendadak sampai 39o-40oC dan mungkin disertai
kejang karena demam yang tinggi. Pasien sangat gelisah, dispnue, pernafasan cepat dan
dangkal disertai pernafasan cuping hidung dan sianosis di sekitar hidung dan mulut. Batuk
biasanya tidak dijumpai pada awal penyakit, pasien akan mendapat batuk setelah beberapa
hari, pada awalnya berupa batuk kering kemudian menjadi produktif.

11
Pemeriksaan Fisik

Dalam pemeriksaan fisik penderita bronkhopneumoni ditemukan hal-hal sebagai


berikut :

a. Pada setiap nafas terdapat retraksi otot epigastrik, interkostal, suprasternal, dan
pernapasan cuping hidung.
Tanda objektif yang merefleksikan adanya distres pernapasan adalah retraksi dinding
dada; penggunaan otot tambahan yang terlihat dan cuping hidung; orthopnea; dan pergerakan
pernafasan yang berlawanan. Tekanan intrapleura yang bertambah negatif selama inspirasi
melawan resistensi tinggi jalan nafas menyebabkan retraksi bagian-bagian yang mudah
terpengaruh pada dinding dada, yaitu jaringan ikat inter dan sub kostal, dan fossae
supraklavikula dan suprasternal. Kebalikannya, ruang interkostal yang melenting dapat
terlihat apabila tekanan intrapleura yang semakin positif. Retraksi lebih mudah terlihat pada
bayi baru lahir dimana jaringan ikat interkostal lebih tipis dan lebih lemah dibandingkan anak
yang lebih tua.

Kontraksi yang terlihat dari otot sternokleidomastoideus dan pergerakan fossae


supraklavikular selama inspirasi merupakan tanda yang paling dapat dipercaya akan adanya
sumbatan jalan nafas. Pada infant, kontraksi otot ini terjadi akibat “head bobbing”, yang
dapat diamati dengan jelas ketika anak beristirahat dengan kepala disangga tegal lurus
dengan area suboksipital. Apabila tidak ada tanda distres pernapasan yang lain pada “head
bobbing”, adanya kerusakan sistem saraf pusat dapat dicurigai.

Pengembangan cuping hidung adalah tanda yang sensitif akan adanya distress pernapasan
dan dapat terjadi apabila inspirasi memendek secara abnormal (contohnya pada kondisi nyeri
dada). Pengembangan hidung memperbesar pasase hidung anterior dan menurunkan
resistensi jalan napas atas dan keseluruhan. Selain itu dapat juga menstabilkan jalan napas
atas dengan mencegah tekanan negatif faring selama inspirasi.

b. Pada palpasi ditemukan vokal fremitus yang simetris.


Konsolidasi yang kecil pada paru yang terkena tidak menghilangkan getaran fremitus
selama jalan napas masih terbuka, namun bila terjadi perluasan infeksi paru (kolaps
paru/atelektasis) maka transmisi energi vibrasi akan berkurang.

12
c. Pada perkusi tidak terdapat kelainan
d. Pada auskultasi ditemukan crackles sedang nyaring.
Crackles adalah bunyi non musikal, tidak kontinyu, interupsi pendek dan berulang
dengan spektrum frekuensi antara 200-2000 Hz. Bisa bernada tinggi ataupun rendah
(tergantung tinggi rendahnya frekuensi yang mendominasi), keras atau lemah (tergantung
dari amplitudo osilasi) jarang atau banyak (tergantung jumlah crackles individual) halus atau
kasar (tergantung dari mekanisme terjadinya).

Crackles dihasilkan oleh gelembung-gelembung udara yang melalui sekret jalan napas/jalan
napas kecil yang tiba-tiba terbuka.

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan laboratorium terdapat peningkatan jumlah leukosit. Hitung leukosit


dapat membantu membedakan pneumoni viral dan bacterial. Infeksi virus leukosit normal
atau meningkat (tidak melebihi 20.000/mm3 dengan limfosit predominan) dan bakteri
leukosit meningkat 15.000 – 40.000/ mm3 dengan neutrofil yang predominan. Pada hitung
jenis leukosit terdapat pergeseran ke kiri serta peningkatan LED.

Analisa gas darah menunjukan hipoksemia dan hipokarbia, pada stadium lanjut dapat
terjadi asidosis respiratorik. Isolasi mikroorganisme dari paru, cairan pleura atau darah
bersifat invasive sehingga tidak rutin dilakukan.

Gambaran radiologis mempunyai bentuk difus bilateral dengan peningkatan corakan


bronkovaskular dan infiltrate kecil dan halus yang tersebar di pinggir lapang paru. Bayangan
bercak ini sering terlihat pada lobus bawah.

5. PENATALAKSANAAN (10,12)

a. Penatalaksanaan umum
- Pemberian oksigen 2-4 L/menit : sampai sesak nafas hilang atau PaO2 pada
analisis gas darah ≥60 torr.
- Pemasangan infus untuk rehidrasi dan koreksi elektrolit
- Asidosis dilatasi dengan pemberian bikarbonat intravena.
b. Penatalaksanaan khusus

13
- Mukolitik, ekspektoran dan obat penurunan panas sebaiknya tidak diberikan pada
72 jam pertama karena akan mengaburkan interpretasi reaksi antibiotic awal.
- Obat penurunan panas diberikan hanya pada penderita dengan suhu tinggi,
takikardi, atau penderita kelainan jantung.
Terapi definitive dapat dilakukan menggunakan antibiotic sebagai berikut:

1. Penisilin sensitive streptococcus pneumonia (PSSP), yaitu:


a. Golongan penisilin: penisilin V, 4 x 250 – 500 mg/hari (anak 25-50mg/kgbb
dalam 4 dosis), amoksisilin 3x 250-500mg/hari (anak 20-40 mg/kgbb dalam 3
dosis) atau sefalosforin golongan 1 (sefadroksil 500-1000 mg dalam 2 dosis, pada
anak 30mg/kgbb/hari dalam 2 dosis).
b. TMP-SMZ
c. Makrolid
2. Penisilin resisten streptococcus pneumonia (PRSP), yaitu:
a. Betalaktan oral dosis tinggi (untuk rawat jalan), sefotaksim, seftriakson dosis
tinggi.
b. Makrolid: azitromisin 1x 500mg selama 3 hari (anak 10mg/kgbb/hari dosis
tunggal)
c. Fluorokuinolon respirasi: ciprofloksasin 2x500mg/hari.

1. KOMPLIKASI
Komplikasi biasanya sebagai hasil langsung dari penyebaran bakteri dalam
rongga thorax (seperti efusi pleura, empiema dan perikarditis) atau penyebaran
bakterimia dan hematologi. Meningitis, arthritis supuratif, dan osteomielitis adalah
komplikasi yang jarang dari penyebaran infeksi hematologi.

14
DAFTAR PUSTAKA

1. Sudoyo, W.Aru dkk. 2010. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid 1 edisi V. Jakarta:
Internal Publishing
2. Sudoyo, W.Aru dkk. 2010. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 2 edisi V. Jakarta:
Internal Publishing
3. Sudoyo, W.Aru dkk. 2010. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 3 edisi V. Jakarta:
Internal Publishing
4. Gani, Abdulah. “ Gastroentero Hepatologi: Edisi I”. Hal 370-381. Info Medika
Airlangga. Jakarta: 2009
5. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2011. PPOK (Penyakit Paru Obstruksi Kronik),
Diagnosis dan Penatalkasanaan.

6. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2003. Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK):
Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia.
7. Jawetz E, Melnick JL, Adelberg EA, Brooks GF, Butel JS, Ornston LN. Mikrobiologi
Kedokteran, Buku II Edisi I Jakarta: Salemba Medika, 2005.
8. Tjokroprawiro, asnandar, dkk. Buku Ajar Penyakit Dalam. Fakultas kedokteran
Universitas Airlangga RS Pendidikan Dr. Soetomo Surabaya. Airlangga University
Press. 2007
9. Adi, Pangestu. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Aru W Sudoyo (Editor). Balai
Penerbit UI. Jakarta, 2010
10. American Pulonary Association, 2016. COPD. Pulmo care. 39. (1) : S39-S46. Diakses
31 Mei 2018. Dari Care.COPD journals. Org/ Content 39/ Supplement 1S39.Full .Pdf
+Html
11. Berber E., Li-Ng M., Taskin H.E., Samat A., 2013. Evaluation of COPD. Elsevier.
Diakses 1 Juni 2018. Dari http://www.clinicalkey.com/#!/content/medival-topic/21-
s2.0-6112101

12. Adi, Pangestu. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Aru W Sudoyo (Editor). Balai
Penerbit UI. Jakarta, 2010

15
16

Anda mungkin juga menyukai