Anda di halaman 1dari 22

REFLEKSI KASUS Juni 2017

BRONCHOPNEUMONIA BERAT

Nama : Sakinatul Qulub


No. Stambuk : N 111 16 022
Pembimbing : dr. Kartin Akune, Sp.A

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TADULAKO
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH UNDATA
PALU
2017

0
PENDAHULUAN

Pneumonia adalah inflamasi yang mengenai parenkim paru. Sebagian


besar disebabkan oleh mikroorganisme seperti virus atau bakteri dan sebagian
kecil disebabkan oleh karena adanya aspirasi. Pneumonia dapat diklasifikasikan
berdasarkan anatomi, yaitu: pneumonia lobaris, pneumonia interstisial, dan
pneumonia lobularis (bronkopneumonia). Bronkopneumonia merupakan
peradangan parenkim paru dimana penyebaran daerah infeksi berupa infiltrat yang
mengelilingi dan melibatkan bronkus.1
Pola bakteri penyebab bronkopneumonia biasanya berubah sesuai dengan
distribusi umur pasien. Namun secara umum bakteri yang berperan dalam
bronkopneumonia adalah Streptococcus Pneumoniae, Hemophilus Influenza,
Staphylococcus Aureus, Streptococcus Grup B.1
Pneumonia hingga saat ini masih tercatat sebagai masalah kesehatan utama
pada anak di Negara berkembang. Pneumonia merupakan penyebab utama
morbiditas dan mortalitas anak berusia dibawah lima tahun. 1,2
Terdapat berbagai faktor risiko yang menyebabkan tingginya angka
mortalitas bronkopneumonia pada anak balita di Negara berkembang.Faktor risiko
tersebut adalah bronkopneumonia yang terjadi pada masa bayi, berat badan lahir
rendah, tidak mendapatkan imunisasi, tidak mendapatkan ASI yang adekuat,
malnutrisi, serta tingginya pajanan terhadap polusi udara.1
Tanda dan gejala penyakit infeksi saluran pernapasan dapat berupa batuk,
kesukaran bernapas, sakit tenggorok, pilek, sakit telinga dan demam. Sehingga
petugas kesehatan perlu mengenal anak-anak yang sakit serius dengan gejala
batuk atau sukar bernapas agar dapat diberikan pengobatan yang sesuai. Oleh
karena itu agar pemberian terapi sesuai, maka pada refleksi kasus kali ini akan
dibahas tentang diagnosis bronkopneumonia pada anak.
Berikut akan dibahas sebuah refleksi kasus mengenai bronkopneumonia
berat pada pasien anak yang dirawat di ruang jambu atas RSD Madani Palu.

KASUS

1
IDENTITAS PASIEN
Nama : By. B
Umur : 4 bulan
Jenis kelamin : Laki-Laki
Alamat : Mamboro
Agama : Islam
Tanggal masuk : 12 Mei 2017

ANAMNESIS
Keluhan utama : Sesak
Riwayat penyakit sekarang
Pasien masuk Rumah Sakit Daerah Madani dengan keluhan sesak. Sesak
napas terjadi sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit, keluhan semakin memberat
sejak semalam. Awalnya batuk sejak 3 hari yang lalu disertai lender berwarna
putih dan tidak bercampur dengan darah. Keluhan sesak nafas semakin memberat
ketika pasien sedang batuk. Pada saat sesak tampak kebiruan muncul pada bagian
tengah bibir pasien, serta tidak ada pilek.
Ibu pasien juga mengeluh pasien panas yang dialami sejak 3 hari yang
lalu, panas naik turun, naik biasanya tidak menentu hampir sepanjang waktu dan
panas turun biasanya setelah dikompres oleh ibunya. Saat demam pasien tidak ada
kejang serta menggigil. Tidak ada mual, tidak ada muntah. BAB biasa dan BAK
lancar.
Riwayat penyakit dahulu:
Pasien belum pernah mengalami keluhan yang sama sebelumnya
Riwayat penyakit keluarga:
Tidak ada keluarga yang mengalami keluhan serupa.
Tidak ada keluarga yang memiliki riwayat asma
Riwayat sosial-ekonomi :
Menengah ke bawah.
Riwayat kebiasaan dan lingkungan :

2
Pasien tinggal di rumah yang dihuni oleh banyak anggota keluarga. Ayah
perokok aktif yang sering merokok didalam rumah.
Riwayat Kehamilan dan persalinan :
Ibu rutin melakukan pemeriksaan antenatal care (ANC) ketika hamil. Ibu
tidak ada riwayat sakit/demam ketika hamil. Pasien merupakan anak kelima, lahir
di rumah oleh bidan, bayi lahir langsung menangis dengan usia kehamilan cukup
bulan, dan Berat Badan Lahir : 2.800 gram, Panjang Badan Lahir: 48 cm.
Kemampuan dan Kepandaian Bayi :
Sesuai dengan usia
Anamnesis Makanan :
ASI diberikan sampai saat ini

Riwayat Imunisasi:
- Polio: 1 kali
- Hepatitis B: 2 kali

A. PEMERIKSAAN FISIK :
Keadaan umum : Sakit sedang
Kesadaran : kompos mentis
Berat badan : 7 kg
Status gizi : Z score 0 (-1) (Gizi Baik)
Pengukuran tanda vital
Denyut Nadi :124 x/ menit regular
Suhu : 38,50C
Respirasi : 60 x/ menit

Kulit : Warna : Tidak sianosis, tidak ikterik


Turgor : Cepat kembali (< 2 detik)

Kepala : Bentuk :Normocephal


Rambut :Warna hitam, tidak mudah dicabut, tebal,
alopesia(-)
Mata : Palpebra : Edema (-/-)

3
Konjungtiva : Hiperemis (-/-)
Sklera : Ikterik (-/-)
Reflek cahaya :(+/+)
Refleks kornea :(+/+)
Cekung : (-/-)
Hidung : Pernapasan cuping hidung : ada
Epistaksis : Tidak ada
Rhinorhea : (-)
Mulut : Bibir : Mukosa bibir basah, tidak hiperemis, sianosis (+)
Gigi :-
Gusi :-
Lidah : Tidak kotor
Leher :
Pembesaran kelenjar leher : Getah bening -/-,
Pembesaran kelenjar di ketiak : Getah bening -/-,
Faring : Hiperemis
Tonsil : T1/T1 tidak hiperemis
Toraks
a.Dinding dada/paru :
Inspeksi : Pergerakan dinding dada simetris bilateral, retraksi
subcostal (+)
Palpasi : Vokal fremitus simetris kiri dan kanan sama
Perkusi : Sonor +/+
Auskultasi : Bronchovesikuler +/+, Rhonki (+/+), Wheezing (-/-)
b. Jantung
Inspeksi: Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi :Ictus cordis teraba pada SIC V linea midclavicula sinistra
Perkusi : Cardiomegali (-)
Auskultasi : Bunyi jantung S1 dan S2 murni, regular. Murmur (-),
Gallop (-)
Abdomen
Inspeksi :Bentuk datar
Auskultasi :Bising usus (+) kesan normal
Perkusi :Bunyi timpani
Palpasi :Nyeri tekan (-)
Hati : tidak teraba
Lien : tidak teraba
Ginjal : tidak teraba
Ekstremitas
Ekstremitas atas : Akral hangat, edema (-)
Ekstremitas bawah : Akral hangat, edema (-)

4
Genitalia : Dalam batas normal
Otot-otot : Hipotrofi (-), kesan normal
Refleks : Fisiologis +/+, patologis -/-

B. PEMERIKSAAN PENUNJANG :
Laboratorium :

Hematologi Hasil Rujukan Satuan


WBC 7,2 4,8-10,8 103 / uL
RBC 3,5 4,7-6,1 106 / uL
HGB 10,3 14-18 g / dL
HCT 30 42-52 %
3
PLT 535 150-450 10 / uL
Radiologi:
- Bercak infiltrat pada lapangan atas kedua paru
- Cor ; dalam batas normal
- Sinus dan diafragma baik
- Tulang-tulang rongga thorax intak
Kesan: Bronchopneumonia spesifik
RESUME
Anamnesis : bayi laki-laki usia 4 bulan, datang dengan keluhan
Dispneu sejak 1 hari yang lalu, batuk berlendir sejak 2 hari yang lalu,
febris naik turun, turun ketika dikompres, sianosis pada bibir.
Pemfis :
- TTV : HR = 125 x /menit , RR = 60 x / menit, SB =
38,5 C
- Sianosis pada bibir
- Takipneu, Gizi Baik.
- Pemeriksaan Thorax : Retraksi subcostal (+)
- Sonor kedua lapangan paru
- Rhonki +/+
Pem. Lab : Trombositosis (PLT = 535. 103 / uL)
Pem. Radiologi : Bronkopneumonia spesifik

DIAGNOSIS :
Bronkopneumonia Berat

5
MERUJUK SEGERA

TINDAKAN PERTAMA:
- O2 2-3 lpm
- IVFD RL 7 tpm
- Inj. Amoksisilin 500mg/8jam/IM
- Paracetamol Syr 4x1/2 cth
- Puyer batuk:
GG 35 mg
CTM 1 mg 3x1 pulv
Salbutamol 0,7 mg

FOLLOW UP
1) Follow up 13 Mei 2017 (Perawatan hari 2)
S : Panas (+) hari ke empat, batuk berlendir (+), beringus
(-), sesak (+), muntah (-), BAK biasa, BAB lancar

O :Nadi : 120 kali/menit


Suhu :36,8C
RR : 64 kali/menit
Pemeriksaan fisik :
Hidung : pernapasan cuping hidung (-), rhinorrhea (-), epistaksis (-)
Paru :
Inspeksi :pergerakan dinding dada simetris, tidak terlihat
adanya massa, retraksi subcostal (+)
Palpasi : Vokal fremitus simetris kiri dan kanan sama
Auskultasi : Suara napas bronchovesikuler (+/+), ronchi (+/+),
wheezing (-/-)
Abdomen :
Inspeksi : Bentuk datar
Auskultasi : Bising usus (+) kesan normal
Palpasi : Nyeri tekan epigastrik (-)
Ekstremitas
Ekstremitas atas : Akral hangat, edema (-)
Ekstremitas bawah : Akral hangat, edema (-)
A : Bronkopneumonia Berat
P :
- IVFD RL 7 tpm
- O2 1-2 lpm
- Inj. Gentamicin 20 mg/12 jam/IV
- Inj. Ampicilin 175 mg/ 8 jam/IV

6
- Inj. Dexametason 1 mg/8 jam/IV
- Paracetamol Syr 4x1/2 cth
- Nebulisasi Ventolin / 12 jam
- Puyer batuk:
GG 35 mg
CTM 1 mg 3x1 pulv
Salbutamol 0,7 mg
2) Follow up 14 Mei 2017 (Perawatan hari 3)
S : Panas (-) hari ke 5 bebas,panas hari ke 1, batuk berlendir (+), beringus
(-), sesak (-), muntah (-), BAK biasa, BAB lancar

O :Nadi : 124 kali/menit


Suhu : 36,7C
RR : 52 kali/menit
Pemeriksaan fisik :
Hidung : pernapasan cuping hidung (-), rhinorrhea (-), epistaksis (-)
Paru :
Inspeksi :pergerakan dinding dada simetris, tidak terlihat
adanya massa, retraksi subrcostal (+)
Palpasi : Vokal fremitus simetris kiri dan kanan sama
Auskultasi : Suara napas bronchovesikuler (+/+), ronchi (+/+),
wheezing (-/-)
Abdomen :
Inspeksi : Bentuk datar
Auskultasi : Bising usus (+) kesan normal
Palpasi : Nyeri tekan epigastrik (-)
Ekstremitas
Ekstremitas atas : Akral hangat, edema (-)
Ekstremitas bawah : Akral hangat, edema (-)
A : Bronkopneumonia Berat
P :
- IVFD RL 7 tpm
- O2 1-2 lpm
- Inj. Gentamicin 20 mg/12 jam/IV
- Inj. Ampicilin 175 mg/ 8 jam/IV
- Inj. Dexametason 1 mg/8 jam/IV
- Paracetamol Syr 4x1/2 cth
- Nebulisasi Ventolin / 12 jam
- Puyer batuk:
GG 35 mg
CTM 1 mg 3x1 pulv
Salbutamol 0,7 mg

7
3) Follow up 15 Mei 2017 (Perawatan hari 4)
S : Panas (-), batuk berlendir (+), beringus (-), sesak (-), muntah (-), BAK biasa,
BAB lancar
O :Nadi : 122 kali/menit
Suhu :36,6C
RR : 50 kali/menit
Pemeriksaan fisik :
Hidung : pernapasan cuping hidung (-), rhinorrhea (-), epistaksis (-)
Paru :
Inspeksi :pergerakan dinding dada simetris, tidak terlihat
adanya massa, retraksi subcostal (+), retraksi
intercostal (-)
Palpasi : Vokal fremitus simetris kiri dan kanan sama
Auskultasi : Suara napas bronchovesikuler (+/+), ronchi (+/+),
wheezing (-/-)
Abdomen :
Inspeksi : Bentuk datar
Auskultasi : Bising usus (+) kesan normal
Palpasi : Nyeri tekan epigastrik (-)
Ekstremitas
Ekstremitas atas : Akral hangat, edema (-)
Ekstremitas bawah : Akral hangat, edema (-)
A : Bronkopneumonia Berat
P :
- IVFD RL 7 tpm
- O2 1-2 lpm
- Inj. Gentamicin 20 mg/12 jam/IV
- Inj. Ampicilin 175 mg/ 8 jam/IV
- Inj. Dexametason 1 mg/8 jam/IV
- Paracetamol Syr 4x1/2 cth
- Nebulisasi Ventolin / 12 jam
- Puyer batuk:
GG 35 mg
CTM 1 mg 3x1 pulv
Salbutamol 0,7 mg
4) Follow up 16 Mei 2017 (Perawatan hari 5)
S : Panas (-), batuk berlendir (+), beringus
(-), sesak (-), muntah (-), BAK biasa, BAB lancar

O :Nadi : 125 kali/menit


Suhu :36,8C
RR : 64 kali/menit
Pemeriksaan fisik :

8
Hidung : pernapasan cuping hidung (-), rhinorrhea (-), epistaksis (-)
Paru :
Inspeksi :pergerakan dinding dada simetris, tidak terlihat
adanya massa, retraksi subcostal (+)
Palpasi : Vokal fremitus simetris kiri dan kanan sama
Auskultasi : Suara napas bronchovesikuler (+/+), ronchi (+/+),
wheezing (-/-)
Abdomen :
Inspeksi : Bentuk datar
Auskultasi : Bising usus (+) kesan normal
Palpasi : Nyeri tekan epigastrik (-)
Ekstremitas
Ekstremitas atas : Akral hangat, edema (-)
Ekstremitas bawah : Akral hangat, edema (-)
A : Bronkopneumonia Berat
P :
- IVFD RL 7 tpm
- O2 1-2 lpm
- Inj. Gentamicin 20 mg/12 jam/IV
- Inj. Ampicilin 175 mg/ 8 jam/IV
- Inj. Dexametason 1 mg/8 jam/IV
- Paracetamol Syr 4x1/2 cth
- Nebulisasi Ventolin / 12 jam
- Puyer batuk:
GG 35 mg
CTM 1 mg 3x1 pulv
Salbutamol 0,7 mg
5) Follow up 17 Mei 2017 (Perawatan hari 6)
S : Panas (-), batuk berlendir (+), beringus
(-), sesak (-), muntah (-), BAK biasa, BAB lancar

O :Nadi : 132 kali/menit


Suhu :36,8C
RR : 64 kali/menit
Pemeriksaan fisik :
Hidung : pernapasan cuping hidung (-), rhinorrhea (-), epistaksis (-)
Paru :
Inspeksi :pergerakan dinding dada simetris, tidak terlihat
adanya massa, retraksi subcostal (+), retraksi
intercostal (-)
Palpasi : Vokal fremitus simetris kiri dan kanan sama

9
Auskultasi : Suara napas bronchovesikuler (+/+), ronchi (+/+),
wheezing (-/-)
Abdomen :
Inspeksi : Bentuk datar
Auskultasi : Bising usus (+) kesan normal
Palpasi : Nyeri tekan epigastrik (-)
Ekstremitas
Ekstremitas atas : Akral hangat, edema (-)
Ekstremitas bawah : Akral hangat, edema (-)
A : Bronkopneumonia Berat
P :
- IVFD RL 7 tpm
- O2 1-2 lpm
- Inj. Gentamicin 20 mg/12 jam/IV
- Inj. Ampicilin 175 mg/ 8 jam/IV
- Inj. Dexametason 1 mg/8 jam/IV
- Paracetamol Syr 4x1/2 cth
- Nebulisasi Ventolin / 12 jam
- Puyer batuk:
GG 35 mg
CTM 1 mg 3x1 pulv
Salbutamol 0,7 mg

Pasien dipulangkan pada perawatan hari ke-7 karena sudah ada


perbaikan gejala. Pasien sudah tidak demam, tidak sesak , batuk sudah
berkurang. Pada pemeriksaan fisik pasien sudah tidak takipneu , sudah tidak
tampak adanya retraksi subcostal dan intercostal. Pada saat pulang pasien
diberikan puyer batuk 3x1 pulv dan 3 hari setelah pulang dari RS, pasien
diharapkan kontrol di poli anak.

DISKUSI

Diagnosis bronkopneumonia didasarkan pada gejala klinis (anamnesis),


pemeriksaan fisik, serta pemeriksaan penunjang. Berdasarkan gejala, pemeriksaan

10
fisik, dan pemeriksaan penunjang maka pasien pada kasus ini didiagnosis
bronkopneumonia.
Bronkopneumonia merupakan peradangan parenkim paru dimana
penyebaran daerah infeksi berupa infiltrat yang mengelilingi dan melibatkan
bronkus. Bronkopneumonia merupakan bagian dari pneumonia. Pneumonia adalah
inflamasi yang mengenai parenkim paru. Pneumonia dapat diklasifikasikan
berdasarkan anatomi, yaitu: pneumonia lobaris, pneumonia interstisial, dan
pneumonia lobularis (bronkopneumonia). 1
Berikut ini adalah daftar etiologi pneumonia pada anak berdasarkan
kelompok umur.1
Usia Etiologi yang sering Etiologi yang jarang

Bakteri

Bakteri Anaerob
Bakteri
Streptoccous Group D
E.Coli
Lahir-20 hari Haemophillus Influenzae
Streptoccous Hemolitikus Grup B
Virus
Streptoccous Pneumoniae
Cytomegalovirus

Herpes Simpleks

Bakteri

Chlamydia Trachomatis
Bakteri
Streptoccous Pneumoniae
Bordetella Pertussis
3 minggu - 3 bulan Virus
H.Influenza Tipe B
Adenovirus
S. Aureus
Virus Influenza

Virus Paraiinfluenza

11
Bakteri Bakteri

Chlamydia Pneumonia H. Influenza

Mycoplasma Pneumoniae Moraxella Chataralis

Streptococcus Pneumoniae S. Aureus

4 bulan 5 tahun Virus

Adenovirus
Virus
Virus Influenza
Varicella- Zooster
Virus Parainflueza

Rhinovirus

Virus
Bakteri
Adenovirus
Chlamydia Pneumoniae
Epstein-Barr
5 Tahun ke atas Mycoplasma Pneumoniae
Rhinovirus
Streptococus Pneumoniae
Parainfluenza Virus

Influenza Virus

Pola bakteri penyebab pneumonia biasanya berubah sesuai dengan


distribusi umur pasien. Namun secara umum bakteri yang berperan dalam
pneumonia adalah streptococcus pneumoniae, haemophiluz influenza,
staphylococcus aureus, streptokokus grup B.1

Secara klinis umumnya pneumonia bakteri sulit dibedakan dengan


pneumonia virus.Demikian juga dengan pemeriksaan radiologis dan laboratorium.
Biasanya tidak dapat menentukan etiologi.1
Normalnya, saluran pernapasan steril dari daerah sublaring sampai
parenkim paru. Paru-paru dilindungi dari infeksi bakteri melalui mekanisme

12
pertahanan anatomis dan mekanis, dan faktor imun lokal dan sistemik.
Mekanisme pertahanan awal berupa filtrasi bulu hidung, refleks batuk dan
mukosilier aparatus. Mekanisme pertahanan lanjut berupa sekresi Ig A lokal dan
respon inflamasi yang diperantarai leukosit, komplemen, sitokin, imunoglobulin,
makrofag alveolar, dan imunitas yang diperantarai sel. Infeksi paru terjadi bila
satu atau lebih mekanisme di atas terganggu, atau bila virulensi organisme
bertambah. Agen infeksius masuk ke saluran napas bagian bawah melalui inhalasi
atau aspirasi flora komensal dari saluran napas bagian atas, dan jarang melalui
hematogen.1
Kuman penyebab pneumonia umumnya mencapai alveolus lewat percikan
mucus atau saliva. Lobus bagian bawah paru paling sering terkena karena efek
gravitasi. Setelah mencapai alveolus, maka kuman akan menimbulkan respon khas
yang terdiri dari empat tahap berurutan1

1. Stadium I (4-12 jam pertama atau stadium kongesti)


Disebut hiperemia, mengacu pada respon peradangan awal yang
berlangsung pada daerah yang baru terinfeksi.Hal ini ditandai dengan
peningkatan aliran darah dan permeabilitas kapiler di tempat
infeksi.Hiperemia ini terjadi akibat pelepasan mediator-mediator
peradangan dari sel-sel mast setelah pengaktifan sel imun dan cedera
jaringan.Mediator-mediator tersebut mencakup histamin dan
prostaglandin.Degranulasi sel mast juga mengaktifkan jalur komplemen.
Komplemen bekerja sama dengan histamin dan prostaglandin untuk
melemaskan otot polos vaskuler paru dan peningkatan permeabilitas kapiler
paru. Hal ini mengakibatkan perpindahan eksudat plasma ke dalam ruang
interstisium sehingga terjadi pembengkakan dan edema antar kapiler dan
alveolus.1
2. Stadium II (48 jam berikutnya)
Disebut hepatisasi merah, terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah
merah, eksudat dan fibrin yang dihasilkan oleh penjamu ( host ) sebagai
bagian dari reaksi peradangan. Lobus yang terkena menjadi padat oleh
karena adanya penumpukan leukosit, eritrosit dan cairan, sehingga warna

13
paru menjadi merah. Pada stadium ini udara alveoli tidak ada atau sangat
minimal sehingga anak akan bertambah sesak, stadium ini berlangsung
sangat singkat, yaitu selama 48 jam. 1
3. Stadium III (3-8 hari berikutnya)
Disebut hepatisasi kelabu, yang terjadi sewaktu sel-sel darah putih
mengkolonisasi daerah paru yang terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin
terakumulasi di seluruh daerah yang terinfeksi dan terjadi fagositosis sisa-
sisa sel. Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai direabsorbsi, lobus masih
tetap padat karena berisi fibrin dan leukosit, warna merah menjadi pucat
kelabu dan kapiler darah tidak lagi mengalami kongesti.1
4. Stadium IV (7-11 hari berikutnya)
Disebut juga stadium resolusi, yang terjadi sewaktu respon imun dan
peradangan mereda, sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan diabsorsi oleh
makrofag sehingga jaringan kembali ke strukturnya semula.1

Selain itu WHO mengklasifikasikan pneumonia, pneumonia berat dan


pneumonia sangat berat berdasarkan manifestasi pada sistem pernapasan.3,5

Tabel 1. Pneumonia pada bayi kurang dari 2 bulan

Manifestasi klinis

Pneumonia berat Retraksi dinding dada atau


tachypnea

Pneumonia sangat berat Retraksi dinding dada atau


tachypnea
Tidak dapat menyusu/makan
Kejang, letargi, tidak sadar
Demam/suhu tubuh yang rendah
Pernapasan tidak teratur

14
Tabel 2. Pneumonia pada bayi usia 2 bulan sampai 5 tahun

Pneumonia ringan Tachypnea

Pneumonia berat Retraksi dinding dada

Pneumonia sangat berat Tachypnea


Retraksi dinding dada
Tachypnea
Tidak dapat menyusu/makan
Kejang, letargi, tidak sadar
Malnutrisi

15
Tabel. 3 Klasifikasi Pneumonia menurut MTBS6

Tabel 4. Kriteria napas cepat sesuai golongan umur


6

Jika umur anak Anak dikatakan bernapas cepat jika

<2 bulan Frekuensi napas: 60 kali per menit


atau lebih

2 sampai 12 bulam Frekuensi napas: 50 kali per menit

16
atau lebih

12 bulan sampai 5 tahun Frekuensi napas: 40 kali per menit


atau lebih

Pada kasus ini ditemukan trias pneumonia/bronkopneumonia pada pasien


umur 4 bulan dengan keluhan sesak napas, batuk, dan demam. Keluhan sesak
dialami sejak 1 hari yang lalu, batuk sudah dialami sejak 2 hari yang lalu. Ibu
pasien juga mengeluh pasien panas yang dialami sejak 3 hari yang lalu, panas naik
turun, naik biasanya tidak menentu hampir sepanjang waktu dan panas turun
biasanya setelah dikompres oleh ibunya. Pada pemeriksaan tanda vital didapatkan
nafas cepat yaitu 68x/menit dan suhu 38oC. Tidak ada terlihat adanya pernapasan
cuping hidung dan rhinorea, pemeriksaan thoraks didapatkan adanya retraksi
subcostal namun tidak ditemukan sianosis dan pasien masih dapat minum.
Ditemukan pula suara napas tambahan yaitu ronkhi basah halus pada kedua
lapang paru. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan adanya trombositosis.
Maka berdasarkan gejala klinis dan pemeriksaan fisik, pasien ini termasuk
bronkopneumonia berat.
Pneumonia khususnya bronkopneumonia biasanya didahului oleh infeksi
saluran nafas bagian atas selama beberapa hari. Suhu dapat naik secara mendadak
dan mungkin disertai kejang karena demam yang tinggi.Selain itu keluhan
meliputi menggigil, batuk, sakit kepala, anoreksia, dan kadang-kadang keluhan
gastrointestinal seperti muntah dan diare. Secara klinis ditemukan gejala
respiratori seperti takipnea, retraksi subkosta (chest indrawing), napas cuping
hidung, ronki, dan sianosis. Penyakit ini sering ditemukan bersamaan dengan
konjungtivitis, otitis media, faringitis, dan laringitis. Ronki hanya ditemukan bila
ada infiltrat alveolar. Retraksi dan takipnea merupakan tanda klinis pneumonia
yang bermakna. Kadang-kadang timbul nyeri abdomen bila terdapat pneumonia
lobus kanan bawah yang menimbulkan iritasi diafragma. Nyeri abdomen dapat
menyebar ke kuadran kanan bawah dan menyerupai apendisitis. Abdomen
mengalami distensi akibat dilatasi lambung yang disebabkan oleh aerofagi atau
ileus paralitik.1

17
Gambaran foto rontgen thoraks pneumonia pada anak dapat meliputi
gambaran difus merata pada kedua paru, berupa bercak-bercak infiltrat ringan
pada satu paru hingga konsolidasi luas pada kedua paru disertai dengan
peningkatan corakan peribronkial. Pada suatu penelitian ditemukan bahwa lesi
pneumonia pada anak terbanyak berada di paru kanan, terutama di lobus atas. Bila
ditemukan di paru kiri, dan terbanyak di lobus bawah, maka hal itu merupakan
prediktor pejalanan penyakit yang lebih berat dengan risiko terjadinya pleuritis.
Gambaran foto thoraks dapat membantu mengarahkan kecenderungan etiologi
pneumonia. Penebalan peribronkial, infiltrat intersisial merata, dan hiperinflasi
cenderung terlihat pada pneumonia virus. Infiltrat alveolar berupa konsolidasi
segmen atau lobar, bronkopneumonia, dan air bronchogram sangat mungkin
disebabkan oleh bakteri. Pada pneumonia Stafilokokus sering ditemukan abses-
abses kecil dan pneumatokel dengan berbagai ukuran.1 Pemeriksaan foto thorax
pada pasien tidak dilakukan.
Menurut Bredley et al, (2011) diagnosis ditegakkan bila ditemukan 3 dari 5
gejala5:
1. Sesak napas disertai dengan pernapasan cuping hidung dan tarikan dinding
dada
2. Panas badan
3. Ronki basah halus-sedang nyaring (crackles)
4. Foto thorax menunjukkan gambaran infiltrat difus
5. Leukositos ( pada infeksi virus tidak melebihi 20.000/mm 3 dengan limfosit
predominan, dan bakteri 15.000-40.000/mm3 neutrofil yang predominan)

Penatalaksanaan pneumonia khususnya bronkopneumonia pada anak


terdiri dari 2 macam, yaitu penatalaksanaan umum dan khusus.
1. Penatalaksaan Umum
a. Pemberian oksigen lembab 2-4 L/menit sampai sesak nafas hilang
b. Pemasangan infus untuk rehidrasi dan koreksi elektrolit.
c. Asidosis diatasi dengan pemberian bikarbonat intravena.
2. Penatalaksanaan Khusus
a. Mukolitik dan ekspektoran

18
b. Obat penurun panas diberikan hanya pada penderita dengan suhu tinggi,
takikardi, atau penderita kelainan jantung
c. Pemberian antibiotika berdasarkan mikroorganisme penyebab dan
manifestasi klinis. Pneumonia ringan amoksisilin 10-25 mg/kgBB/dosis
(di wilayah dengan angka resistensi penisillin tinggi dosis dapat
dinaikkan menjadi 80-90 mg/kgBB/hari).

Tabel. 5 Tatalaksana Pneumonia menurut MTBS6

Identifikasi dini mikroorganisme penyebab tidak dapat dilakukan karena


tidak tersedianya uji mikrobiologis cepat. Oleh karena itu dalam penanganan
pneumonia, antibiotik dipilih berdasarkan pengalaman empiris, yaitu bila tidak
ada kuman yang dicurigai, berikan antibiotik awal (24-72 jam pertama) menurut
kelompok usia. Umumnya pemilihan antibiotik empiris didasarkan pada
kemungkinan etiologi penyebab dengan mempertimbangkan usia dan keadaan
klinis pasien serta faktor epidemiologis.1,8
Bayi dan anak usia pra sekolah (2 bulan -5 tahun):
a. Beta laktam amoksisillin
b. Amoksisillin - asam klavulanat
c. Golongan sefalosporin
d. Kotrimoksazol
e. Makrolid (eritromisin)
Pada balita dan anak yang lebih besar, antibiotik yang direkomendasikan
adalah antibiotik beta-laktam dengan/atau tanpa klavulanat; pada kasus yang lebih
berat diberikan beta-laktam/klavulanat dikombinasikan dengan makrolid baru

19
intravena, atau sefalosporin generasi ketiga. Bila pasien sudah tidak demam atau
keadaan sudah stabil, antibiotik diganti dengan antibiotik oral dan berobat jalan.
Terapi antibiotik diteruskan selama 7-10 hari pada pasien dengan pneumonia
tanpa komplikasi.1
Pada pneumonia rawat inap, berbagai RS di Indonesia memberikan
antibiotik beta-laktam, ampisilin, atau amoksisilin, dikombinasikan dengan
kloramfenikol. Feyzullah dkk. melaporkan hasil perbandingan pemberian
antibiotik pada anak dengan pneumonia berat berusia 2-24 bulan. Antibiotik yang
dibandingkan adalah gabungan penisilin G intravena (25.000 U/kgBB setiap 4
jam) dan kloramfenikol (15 mg/kgBB setiap 6 jam), dan seftriakson intravena (50
mg/kgBB setiap 12 jam). Keduanya diberikan selama 10 hari, dan ternyata
memiliki efektivitas yang sama.1
Komplikasi biasanya sebagai hasil langsung dari penyebaran bakteri dalam
rongga thorax (seperti efusi pleura, empiema dan perikarditis) atau penyebaran
bakteremia dan hematologi. Meningitis, artritis supuratif, dan osteomielitis adalah
komplikasi yang jarang dari penyebaran infeksi hematologi.1
Bronkopneumonia pada kasus ini memiliki prognosis yang baik bila
didiagnosis dini dan ditangani secara adekuat. Mortalitas lebih tinggi didapatkan
pada anak-anak dengan keadaan malnutrisi energiprotein dan datang terlambat
untuk pengobatan.3,5

DAFTAR PUSTAKA

1. Rahajoe N., Supriyatno B., Setyanto D. 2010. Buku Ajar Respirologi Anak,
Edisi Pertama. Jakarta : Ikatan Dokter Anak Indonesia.
2. WHO, 2014. Revised WHO classification and treatment of childhood
pneumonia at health facilities

20
3. IDAI, 2009. Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak edisi
I.Jakarta :Badan Penerbit IDAI.
4. Bradley J.S et al., (2011). The management of community-acquired
pneumonia in infants and children older than 3 months of age: clinical
practice guidelines by the pediatric infectious disease society and the
infectious diseases society and the infectious diseases society of America. Clin
infect dis. 53 (7)p: 617-630
5. Omar, 2010. Clinical Practice Guidelines on Pneumonia and Respiratory
Tract Infections in Children. Malasya
6. Depkes, 2012. Modul Tatalaksana Standar Pneumonia

21

Anda mungkin juga menyukai