Anda di halaman 1dari 32

LAPORAN KASUS

Dengue Fever Mimicking Appendicitis

Penulis:

dr. Werry

Program Internsip Dokter Indonesia

Wahana Nusa Tenggara Timur

RSUD Bajawa

2022
LAPORAN KASUS

Dengue Fever Mimicking Appendicitis

Disusun untuk Melaksanakan Tugas Dokter Internsip RSUD Bajawa

Dokter Pembimbing:

Dokter Pendamping

Dr. I Made Dony Hartawan

Program Internsip Dokter Indonesia

Wahana Nusa Tenggara Timur

RSUD Bajawa

2022
LEMBAR PERSETUJUAN

Presentasi kasus dengan judul

Dengue Fever Mimicking Appendicitis

telah diterima dan disetujui oleh pembimbing

sebagai syarat untuk menyelesaikan

Program Internsip Dokter Indonesia di RSUD Bajawa

Bajawa, 7 Mei 2022

Pembimbing Pendamping

dr. Ade Sinyo Aristantrisna, Sp.B dr. I Made Doni Hartawan


BAB I

LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : An. NA
Umur : 12 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Tempat, tanggal lahir :
Agama : Katolik
Alamat :
Tanggal MRS : 2 April 2022

II. ANAMNESIS (02/04/2022)


Dilakukan secara Auto-Anamnesis dan Allo-Anamnesis dari Ibu pasien.
A. Keluhuan Utama
Nyeri seluruh lapang perut.

B. Keluhan Tambahan
Demam, Mimisan, Mual muntah

C. Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang ke IGD RSUD Bajawa dengan keluhan nyeri seluruh
perut sejak tadi pagi. Awalnya nyeri tersebut hilang timbul tanpa ada
indikasi tertentu dan makin lama menjadi terus menerus. Awalnya
nyeri ulu hati dan lambung kurang lebih 7 hari SMRS, sejak 2 hari lalu
terasa di kanan bawah, sekarang seluruh perut terasa nyeri. Muntah 1x
kemarin isi cairan dan sisa makanan, BAB belum sejak 2 hari lalu,
flatus (+) terakhir tadi pagi. Nafsu makan menurun.
Pasien juga mengeluh demam(suhu tidak diukur) sejak 1 minggu
lalu, demam dirasakan naik turun, terutama pada malam hari,keluhan
juga disertai mimisan dan gusi berdarah 3 hari lalu. Pasien menyangkal
adanya bintik-bintik merah pada seluruh tubuh. Batuk (-) pilek (-)
sesak (-). BAK tdk ada keluhan. Nyeri saat BAK (-), Riwayat urut (-).

D. Riwayat Penyakit Dahulu


Pasien tidak pernah mengalami keluhan seperti ini sebelumnya.

E. Riwayat Penyakit Keluarga


Riwayat penyakit keluarga disangkal.

F. Riwayat Pengobatan
Pengobatan dari puskesmas : ranitidine, ceftriaxone, sanmol, scopma.

G. Riwayat Tumbuh Kembang (Sesuai Usia)


Pertumbuhan berat badan dan tinggi badan pasien bertambah sesuai
dengan rata-rata anak seusianya. Perkembangan sesuai dengan anak
seusianya.

H. Riwayat Imunisasi
Imunisasi dasar lengkap.

I. Riwayat Asupan Nutrisi


Sejak lahir hingga usia 6 bulan diberikan ASI
Sejak usia 6 bulan hingga 12 bulan diberikan makanan tambahan
Sejak usia 12 bulan hingga sekarang pasien mengkonsumsi makanan
keluarga.

III. STATUS GENERALIS (02/04/2022)


- Keadaan umum : Tampak sakit sedang
- Kesadaran : Compos mentis (GCS 15)
- Tekanan daraa : 110/70
- Nadi : 105 x/menit, reguler
- Saturasi oksigen : 97 %
- Pernapasan : 23 x/menit
- Suhu : 37.5°C
- Berat badan : 27 kg
- Tinggi badan : 125 cm
- Status Gizi : Baik
- Kebutuhan cairan : 10 x 100 = 1000
10 x 50 = 500
7 x 20 = 140
Total = 1640 cc/hari

IV. PEMERIKSAAN FISIK (02/04//2022)


- Kepala : Normocephali, UUB datar menutup
- Mata : Air mata (+/+), mata cekung (-/-), sklera ikterik (-/-),
konjungtiva anemis (-/-)
- Telinga : bentuk normal, liang telinga lapang, serumen (-/-),
sekret (-/-)
- Hidung : bentuk normal, sekret (-/-), tidak ada septum deviasi,
mukosa hidung tidak hiperemis, napas cupping hidung (-)
- Tenggorokan : uvula di tengah, dinding faring tidak hiperemis,
tonsil T1-T1
- Mulut : Perioral Sianosis (-) , Coated toungue (-)
- Leher : Pembesaran KGB (-)
- Thorax
• Inspeksi : Bentuk dada normal, pergerakan dada simetris, retraksi
dinding dada (-)
• Palpasi : Pergerakan dinding dada simetris
• Perkusi : Sonor pada seluruh lapang paru
• Auskultasi : Vesikuler (+/+), Rhonki (-/-), wheezing (-/-)
- Jantung
• Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
• Palpasi : Ictus cordis teraba tidak membesar
• Perkusi : Batas jantung tidak melebar
• Auskultasi : Bunyi jantung I dan II normal, murmur (-), gallop (-)
- Abdomen
 Inspeksi : Distensi (+), scar (-)
 Auskultasi : Bising Usus (+), meningkat
 Perkusi : Timpani di seluruh kuadran abdomen, pekak hepar (+),
ukuran hepar normal
 Palpasi : Nyeri tekan difus, McBurney (+), Blumberg sign (+),
Rovsing Sign (+), Obturator sign (+), Defans
muskuler difus (+), massa (-)
- Tulang belakang : tidak ada gibus, skoliosis, lordosis, kifosis
- Kulit : sianosis (-), ikterik (-), petechiae (-)
- Ekstremitas : akral hangat, CRT 2 detik, tak tampak edema

V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Darah: 02/04/2022 (15.43 WITA)

Hematologi
Hasil Normal
Hemoglobin 13.8 g/dL 11.5-13.5 g/dL
Hematokrit 38.2 % 35 - 47 %
Leukosit 9.400/ µL 4.000-13.500 µL
Trombosit 66.000/ µL 150.000 - 440.000/ µL
Kimia
GD Sewaktu 100 mg/dL 80-120 mg/dL
Pemeriksaan Darah: 12/10/2019 (17.47 WIB)

Hematologi
Hasil Normal
Hemoglobin 15.0 g/dL*** 11.5-13.5 g/dL
Hematokrit 41.2 % 35 - 47 %
Leukosit 2.700/ µL* 4.000-13.500 µL
Trombosit 18.000/ µL*** 150.000 - 440.000/ µL
Pemeriksaan Darah: 13/10/2019

Hematologi
Hasil Normal
Hemoglobin 15.2 g/dL*** 11.5-13.5 g/dL
Hematokrit 41.7 % 35 - 47 %
Leukosit 3.800/ µL* 4.000-13.500 µL
Trombosit 26.000/ µL*** 150.000 - 440.000/ µL

Pemeriksaan Darah: 14/10/2019 (06.03 WIB)

Hematologi
Hasil Normal
Hemoglobin 14.4 g/dL* 11.5-13.5 g/dL
Hematokrit 39.7 % 35 - 47 %
Leukosit 4.600/ µL 4.000-13.500 µL
Trombosit 18.000/ µL*** 150.000 - 440.000/ µL

Kurva Suhu & Pemeriksaan Darah Rutin


VI. RESUME
Telah diperiksa seorang anak perempuan berusia 12 tahun 9 bulan
datang ke IGD RSUD Bajawa dengan keluhan nyeri seluruh perut sejak
tadi pagi. Awalnya nyeri ulu hati dan lambung kurang lebih 7 hari SMRS,
sejak 2 hari lalu terasa di kanan bawah, sekarang seluruh perut terasa
nyeri. Muntah 1x kemarin isi cairan dan sisa makanan, BAB belum sejak 2
hari lalu, flatus (+) terakhir tadi pagi. Nafsu makan menurun. Pasien juga
mengeluh demam(suhu tidak diukur) sejak 1 minggu lalu, demam
dirasakan naik turun, terutama pada malam hari,keluhan juga disertai
mimisan dan gusi berdarah 3 hari lalu.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak sakit


sedang, kesadaran compos mentis (GCS 15), tekanan darah 110/70, nadi
105 x/menit reguler, pernapasan 23 x/menit, suhu 37.5°C, status gizi baik.
Pada pemeriksaan status generalis ditemukan adanya distensi abdomen,
nyeri tekan difus, McBurney (+), Blumberg sign (+), Rovsing Sign (+),
obturator sign (+), defans muskuler difus (+). Pada pemeriksaan darah
rutin, ditemukan adanya trombositopenia.

VII. DIAGNOSIS AKHIR


• Dengue Fever
• Susp Peritonitis ec Appendicitis Perforasi

VIII. ANJURAN PEMERIKSAAN PENUNJANG


• USG abdomen

IX. RENCANA TERAPI


 RL maintenance 1640 cc/24 jam
 Inj Cefriaxon 700 mg/12 jam iv
 Inj Metamizole 3x300 mg iv k/p
 Inj Ranitidin 2x30 mg iv
 Paracetamol 3/4 tab kp
 Evaluasi DR/12 jam
 Monitor ku, tanda perdarahan, tanda akut abdomen, bc dan diuresis

X. PROGNOSIS
- Ad Vitam : Dubia ad Bonam
- Ad functionam : Dubia ad Bonam
- Ad sanationam : Dubia ad Bonam

XI. EDUKASI
- Menjelaskan tentang alasan pasien dirawat
- Menjelaskan kepada keluarga pasien tentang penyakit yang diderita
dan cara penyebarannya
- Menjelaskan kepada keluarga pasien cara pencegahan penyakit agar
tidak terulang
- Menjelaskan tentang tanda bahaya demam berdarah yang mungkin
terjadi
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

I. DEFINISI
Infeksi virus dengue merupakan suatu penyakit akut yang
disebabkan oleh virus dengue yang mempunyai 4 serotipe. Demam dengue
(Dengue Fever/ DF) merupakan sindrom yang disebabkan oleh virus yang
ditandai dengan demam bifasik, myalgia atau arthralgia, rash, leukopenia,
dan lumphadenopathy. Demam berdarah dengue (Dengue Hemorrhagic
Fever/ DHF) merupakan penyakit demam yang berat yang disebabkan
oleh salah satu dari 4 virus dengue. Ini ditandai oleh adanya permeabilitas
kapiler, hemostasis yang abnormal, dan pada beberapa kasus terjadi
dengue shock syndrome1,2.

II. EPIDEMIOLOGI
Penyakit demam berdarah dengue merupakan salah satu masalah
kesehatan di Indonesia yang jumlah penderitanya semakin meningkat dan
penyebarannya semakin luas. Penyakit ini merupakan penyakit menular
yang pada umumnya menyerang pada usia anak-anak umur kurang dari 15
tahun dan juga bisa munyarang pada orang dewasa3.
Menurut data WHO, Asia Pasifik menanggung 75% dari beban
dengue di dunia antara tahun 2004 dan 2010, sementara Indonesia
dilaporkan sebagai negara ke-2 dengan kasus DHF terbesar diantara 30
negara wilayah endemis3.

Gambar 1. Persebaran DHF


Pada tahun 2017, di Indonesia kasus DHF berjumlah 68.407 kasus
mengalami penurunan signifikan dari tahun 2016 sebanyak 205.171 kasus.
Provinsi dengan jumlah kaus tertinggi terjadi di 3 provinsi di Pulau Jawa,
masing-masing Jawa Barat dengan total kasus sebanyak 10.016 kasus,
JAwa Timur sebesar 7.838 kasus dan Jawa Tengah 7.400 kasus.
Sedangkan untuk jumlah kasus terendah terjadi di Provinsi Maluku Utara
dengan jumlah kasus 37 kasus3.

Gambar 2. Kasus DHF per Provinsi di Indonesia tahun 2017

Kasus kematian DHF yang terjadi di Indonesia pada tahun 2017


berjumlah 493 kematian jika dibandingkan tahun 2016 berjumlah 1.598
kematian, kasusu ini mengalami penurunan hampir tiga kali lipat. Untuk
kematian tertinggi tahun 2017 terjadi di Provinsi Jawa Timur yaitu
sebanyak 105 kematian dan tertinggi kedua terjadi di Provinsi Jawa
Tengah dengan jumlah kematian 923.
Gambar 3. Kematian DHF per Provinsi di Indonesia tahun 2017

III. ETIOLOGI
Demam berdarah dengue disebabkan oleh virus dengue yang termasuk
dalam genus Flavivirus, keluarga Flaviviridae. Flavivirus merupakan virus dengan
diameter 30nm terdiri dari RNA rantai tunggal dengan berat molekul 4x106.
Terdapat 4 serotipe virus dengue, yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4.
Keempat serotipe ditemukan di Indonesia dengan DEN-3 merupakan serotipe
terbanyak4.
Penularan virus dengue terjadi melalui vektor nyamuk genus Aedes
(terutama A.aegypti dan A.albipictus). Beberapa faktor yang berkaitan dengan
peningkatan transmisi biakan virus dengue yaitu4 :
1. Vektor : perkembangbiakan vector, kebiasaan menggigit,
kepadatan vector di lingkungan, transportasi vector dai satu tempat
ke tempat lainnya.
2. Penjamu : terdapatnya penderita di lingkungan/keluarga, mobilisasi
dan paparan terhadap nyamuk, usia dan jenis kelamin
3. Lingkungan : curah hujan, suhu, sanitasi, dan kepadatan penduduk.

IV. KLASIFIKASI
World Health Organization (WHO) pada tahun 1997 membagi DBD
menjadi 4 derajat, yaitu4:
a. Derajat 1
Demam tinggi mendadak (terus menerus 2-7 hari) disertai tanda dan gejala
klinis (nyeri ulu hati, mual, muntah, hepatomegali), tanpa perdarahan
spontan, trombositopenia dan hemokonsentrasi, uji tourniquet positif.
b. Derajat 2
Derajat 1 dan disertai perdarahan spontan pada kulit atau tempat lain seperti
mimisan, muntah darah dan berak darah.
c. Derajat 3
Ditemukan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lemah, tekanan darah
rendah (hipotensi), kulit dingin, lembab dan gelisah, sianosis disekitar
mulut, hidung dan jari (tanda-tand adini renjatan).
d. Derajat 4
Syok berat dengan nadi tak teraba dan tekanan darah tak dapat diukur

Pada tahun 2009, World Health Organization (WHO) menerbitkan


penyempurnaan dari panduan sebelumnya yaitu panduan WHO 1997. Hal ini
dilakukan karena dalam temuan di lapangan ada hal-hal yang kurang sesuai
dengan panduan WHO 1997 tersebut. Pada panduan terbaru WHO tahun 2009,
klasifikasi kasus yang disepakati adalah5:
1. Dengue tanpa tanda bahaya (dengue without warning signs),
2. Dengue dengan tanda bahaya (dengue with warning signs), dan
3. Dengue berat (severe dengue)
Gambar 4. Klasifikasi dengue (WHO 2009)

V. PATOFISIOLOGI
Nyamuk Aedes spp yang sudah terinfesi virus dengue, akan tetap infektif
sepanjang hidupnya dan terus menularkan kepada individu yang rentan pada saat
menggigit dan menghisap darah. Setelah masuk ke dalam tubuh manusia, virus
de-ngue akan menuju organ sasaran yaitu sel kuffer hepar, endotel pembuluh
darah, nodus limpaticus, sumsum tulang serta paru-paru. Beberapa penelitian
menunjukkan, sel monosit dan makrofag mempunyai peran pada infeksi ini,
dimulai dengan menempel dan masuknya genom virus ke dalam sel dengan
bantuan organel sel dan membentuk komponen perantara dan komponen struktur
virus. Setelah komponen struktur dirakit, virus dilepaskan dari dalam sel. Infeksi
ini menimbulkan reaksi immunitas protektif terhadap serotipe virus tersebut tetapi
tidak ada cross protective terhadap serotipe virus lainnya.
Secara invitro, antobodi terhadap virus dengue mempunyai 4 fungsi biologis
yaitu netralisasi virus, sitolisis komplemen, antibody dependent cell-mediated
cytotoxity (ADCC) dan ADE. Berdasarkan perannya, terdiri dari antobodi
netralisasi atau neutralizing antibody yang memiliki serotipe spesifik yang dapat
mencegah infeksi virus, dan antibody non neutralising serotype yang mempunyai
peran reaktif silang dan dapat meningkatkan infeksi yang berperan dalam
pathogenesis DBD dan DSS.
Terdapat dua teori atau hipotesis immunopatogenesis DBD dan DSS yang
masih kontroversial yaitu infeksi sekunder (secondary heterologus infection) dan
antibody dependent enhancement (ADE). Dalam teori atau hipotesis infeksi
sekunder disebutkan, bila seseorang mendapatkan infeksi sekunder oleh satu
serotipe virus dengue, akan terjadi proses kekebalan terhadap infeksi serotipe
virus dengue tersebut untuk jangka waktu yang lama. Tetapi jika orang tersebut
mendapatkan infeksi sekunder oleh serotipe virus dengue lainnya, maka akan
terjadi infeksi yang berat. Ini terjadi karena antibody heterologous yang terbentuk
pada infeksi primer, akan membentuk kompleks dengan infeksi virus dengue
serotipe baru yang berbeda yang tidak dapat dinetralisasi bahkan cenderung
membentuk kompleks yang infeksius dan bersifat oponisasi internalisasi,
selanjutnya akan teraktifasi dan memproduksi IL-1, IL-6, tumor necrosis factor-
alpha (TNF-A) dan platelet activating factor (PAF); akibatnya akan terjadi
peningkatan (enhancement) infeksi virus dengue. TNF alpha akan menyebabkan
kebocoran dinding pembuluh darah, merembesnya cairan plasma ke jaringan
tubuh yang disebabkan kerusakan endothel pembuluh darah yang mekanismenya
sampai saat ini belum diketahui dengan jelas. Pendapat lain menjelaskan,
kompleks imun yang terbentuk akan merangsang komplemen yang
farmakologisnya cepat dan pendek dan bersifat vasoaktif dan prokoagulan
sehingga menimbulkan kebocoran plasma (syock hipolemik) dan perdarahan. Anak
di bawah usia 2 tahun yang lahir dari ibu yang terinfeksi virus dengue dan terjadi
infeksi dari ibu ke anak, dalam tubuh anak tersebut terjadi non neutralizing
antibodies akibat adanya infeksi yang persisten. Akibatnya, bila terjadi infeksi
virus dengue pada anak tersebut, maka akan langsung terjadi proses enhancing
yang akan memacu makrofag mudah terinfeksi dan teraktifasi dan mengeluarkan
IL-1, IL-6 dan TNF-α juga PAF.
Pada teori ADE disebutkan, jika terdapat antibodi spesifik terhadap jenis
virus tertentu, maka dapat mencegah penyakit yang diakibatkan oleh virus
tersebut, tetapi sebaliknya apabila antibodinya tidak dapat menetralisasi virus,
justru akan menimbulkan penyakit yang berat. Kinetik immunoglobulin spesifik
virus dengue di dalam serum penderita DD, DBD dan DSS, didominasi oleh IgM,
IgG1 dan IgG3.
Selain kedua teori tersebut, masih ada teori-teori lain tentang pathogenesis
DBD, di antaranya adalah teori virulensi virus yang mendasarkan pada perbedaan
serotipe virus dengue yaitu DEN 1, DEN 2, DEN 3, dan DEN 4 yang kesemuanya
dapat ditemukan pada kasus-kasus fatal tetapi berbeda antara daerah satu dengan
lainnya. Selanjutnya ada teori antigen-antibodi yang berdasarkan pada penderita
atau kejadian DBD terjadi penurunan aktivitas system komplemen yang ditandai
penurunan kadar C3, C4 dan C5. Disamping itu, pada 48-72% penderita DBD,
terbentuk kompleks imun antara IgG dengan virus dengue yang dapat menempel
pada trombosit, sel B dan sel organ tubuh lainnya dan akan mempengaruhi
aktivitas komponen system imun yang lain. Selain itu ada teori moderator yang
menyatakan bahwa makrofag yang terinfeksi virus dengue akan melepas berbagai
mediator seperti interferon, IL-1, IL-6, IL-12, TNF dan lain-lain, yang Bersama
endotoksin bertanggungjawab pada terjadinya sok septik, demam dan peningkatan
permeabilitas kapiler.
Pada infeksi virus dengue, viremia terjadi sangat cepat, hanya dalam
beberapa hari dapat terjadi infeksi di beberapa tempat tapi derajat kerusakan
jaringan (tissue destruction) yang ditimbulkan tidak cukup untuk menyebabkan
kematian karena infeksi virus; kematian yang terjadi lebih disebabkan oleh
gangguan metabolik.
Gambar 5. Patogenesis DHF

VI. GEJALA KLINIS


Gambaran klinis penderita dengue terdiri atas 3 fase yaitu fase febris, fase
kritis dan fase pemulihan. Pada fase febris, umumnya demam mendadak tinggi 2 –
7 hari, disertai muka kemerahan, eritema kulit, nyeri seluruh tubuh, mialgia,
artralgia dan sakit kepala. Pada beberapa kasus ditemukan nyeri tenggorok, injeksi
faring dan konjungtiva, anoreksia, mual dan muntah. Pada fase ini dapat juga
ditemukan tanda perdarahan seperti ptekie, perdarahan mukosa, serta perdarahan
pervaginam dan perdarahan gastrointestinal yang jarang ditemukan5.
Fase kritis terjadi pada hari ke-3 sampai hari ke-7 sakit dan ditandai
dengan penurunan suhu tubuh disertai kenaikan permeabilitas kapiler dan
timbulnya kebocoran plasma yang biasanya berlangsung selama 24 – 48 jam.
Kebocoran plasma sering didahului oleh leukopeni progresif disertai penurunan
hitung trombosit. Pada fase ini dapat terjadi syok5.
Pada fase pemulihan terjadi pengembalian cairan dari ekstravaskuler ke
intravaskuler secara perlahan pada 48 – 72 jam setelah fase kritis. Keadaan umum
penderita membaik, nafsu makan pulih kembali , hemodinamik stabil dan diuresis
membaik2.
Dengue berat harus dicurigai bila pada penderita ditemukan :
1. Bukti kebocoran plasma seperti hematokrit yang tinggi atau meningkat
secara progresif, adanya efusi pleura atau asites, gangguan sirkulasi atau
syok (takikardi, ekstremitas yang dingin, waktu pengisian kapiler
[capillary refill time/CRT] lebih dari 3 detik, nadi lemah atau tidak
terdeteksi, tekanan nadi yang menyempit atau pada syok lanjut tidak
terukurnya tekanan darah)
2. Adanya perdarahan yang signifikan
3. Gangguan kesadaran
4. Gangguan gastrointestinal berat (muntah berkelanjutan, nyeri abdomen
yang hebat atau bertambah, ikterik)
5. Gangguan organ berat (gagal hati akut, gagal ginjal akut,
ensefalopati/ensefalitis, kardiomiopati dan manifestasi tak lazim lainnya,

Gambar 6. Fase gambaran klinis

VII. PEMERIKSAAN FISIK


Masa inkubasi virus dengue adalah 1-7 hari. Manifestasi klinis bervariasi
dan berdasarkan pada usia pasien. Pada bayi dan anak kecil, penyakit sulit
dibedakan dan ditandai dengan demam, inflamasi faring, rhinitis, dan batuk
ringan. Umumnya jika menginfeksi anak yang lebih tua dan dewasa, demam
muncul tiba-tiba, dengan suhu yang cepat meningkat hingga 39,4-41,1° (103-
106°F), umumnya disertai oleh nyeri di daerah frontal atau retroorbital, terutama
saat terdapat tekanan pada mata. Pada 24-48 jam pertama demam, dapat muncul
makula yang menghilang jika ditekan. Pada hari ke-2 sampai hari ke-6 demam,
dapat terjadi mual dan muntah, dan limphadeopathy general2.
Rata-rata pada hari pertama sampai kedua setelah demam, dapat muncul
rash makulopapular yang menyebar hingga telapak tangan dan kaki. Rash tersebut
dapat menghilang dalam 1-5 hari. Edema pada tangan dana kaki jarang terjadi.
Seiring waktu, rash kedua ini muncul, suhu tubuh yang mulai kembali normal,
meningkat sehingga membentu kurva suhu bifasik2.
Untuk membedaka DF dan DHF pada awal onset penyakit sulit. Pada fase
pertama dengan onset demam tiba-tiba, malaise, muntah, nyeri kepala, anoreksia,
dan batuk dapat diikuti setelah 2-5 hari oleh perburukan klinis yang cepat. Pada
fase kedua, ekstremitas dingin, badan hangat, wajah memerah, diaphoresis,
gelisah, nyeri epigastrium, dan penurunan urin output. Seiring kali terdapat
petechie pada dahi dan ekstremitas, dan mudah terjadi perdarahan pada tempat
suntikan. Rash macular dan maculopapular dapat muncul, dan dapat terjadi
sianosis perifer. Frekuensi napas meningkat dan sering kali sulit untuk bernapas.
Nadi teraba lemah dan cepat. Hati dapat membesar 4-6 cm dibawah garis costae
dan sering kali terdapat nyeir tekan. Rata-rata 20-30% kasus DHF dapat
berkembang menjadi shock (dengue shock syndrome/DSS). Shock pada dengue
sering kali tidak diketahui, timbul pada pasien yang diperhatikan, dan diikuti oleh
peningkatan resistensi vaskuler perifer dan peningkatan tekanan diastolic. Shock
bukan dari gagal jantung kongestif, tetapi dari aliran darah vena. Kurang sari 10%
pasien yang memiliki perdarahan saluran cerna setelah periode shock yang tidak
dikoreksi. Setelah 24-36 jam periode krisis, anak dapat pulih. Suhu tubuh dapat
turun menjadi normal sebelum terjadinya shock. Bradikardi dan ventricular
extrasystole sering kalai terjadi selama masa pemulihan2.
IX. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemerikasaan laboratorium yang dapat dilakukan yaitu pemeriksaan darah
perifer untuk menilai kadar hemoglobin, leukosit dan hitung jenis, hematokrit,
trombosit. Nilai hematokrit yang tinggi (sekitar 50 % atau lebih) menunjukkan
adanya kebocoran plasma, selain itu hitung trombosit cenderung memberikan
hasil yang rendah. Pada apusan darah perifer dapat dinilai limfosit plasma biru,
peningkatan 15% menunjang diagnosis DHF. Diagnosis konfirmatif diperoleh
melalui pemeriksaan laboratorium, yaitu isolasi virus, deteksi antibodi dan deteksi
antigen atau RNA virus. Imunoglobulin M (IgM) biasanya dapat terdeteksi dalam
darah mulai hari ke-5 onset demam, meningkat sampai minggu ke-3 kemudian
kadarnya menurun. Pada infeksi primer, konsentrasi IgM lebih tinggi
dibandingkan pada infeksi sekunder. Pada infeksi primer, imunoglobulin G (IgG)
dapat terdeteksi pada hari ke -14 dengan titer yang rendah, sementara pada infeksi
sekunder IgG sudah dapat terdeteksi pada hari ke-2 dengan titer yang tinggi dan
dapat bertahan seumur hidup. Selain itu, dapat dilakukan pemeriksaan antigen
protein NS-1 Dengue (Ag NS-l) memberikan hasil yang lebih cepat dibandingkan
pemeriksaan serologis lainnya karena antigen ini sudah dapat terdeteksi dalam
darah pada hari pertama onset demam. Selain itu, pengerjaannya cukup mudah,
praktis dan tidak memerlukan waktu lama1,4.
Pemeriksaan foto dada, dilakukan atas indikasi, yaitu dalam keadaan klinis
ragu-ragu, namun perlu diingat bahwa terdapat kelainan radiologis pada
perembesan plasma 20-40%, dan untuk pemantauan klinis, sebagai pedoman
pemberian cairan. Kelainan radiologis dapat berupa dilatasi pembuluh darah paru
terutama daerah hilus kanan, hemitoraks kanan lebih radioopak dibanding kiri,
kubah diafragma kanan lebih tinggi dari pada kiri, dan efusi pleura. Pada
pemeriksaan USG dapat ditemukan efusi pleura, ascites, kelainan (penebalan)
dinding vesica felea san vesica urinaria1.

X. DIAGNOSIS BANDING
Diagnosis banding demam berdarah termasuk penyakit virus pada saluran
napas, yellow fever, tifus, hepatitis virus, dan leptospirosis. Empat penyakit
arbovirus yang mirip dengan dengue tetapi tanpa adanya rash, yaitu, Colorado tick
fever, sandfly fever, Rift valley fever, dan Ross River fever. Colorado tick fever
terjadi secara sporadik diantara orang yang berkemah dan pemburuh di bagian
barat United states; sandfly fever di daerah Mediterania, Timur tengah, Rusia
selatan, dan India; dan, Rift valley fever di Afrika bagian utara, timur, tengah, dan
selatan. Ross river fever endemik di Australia bagian timur2.

XI. PENATALAKSANAAN
Terapi infeksi virus dengue dibagi menjadi 4 bagian, yaitu tersangka DHF,
DF, DHF derajat I dan II, serta DHF derajat III dan IV1.
Pada DHF tanpa shock (derajat I dan II), antipiretik dapat diberikan,
dianjurkan pemberian paracetamol bukan aspirin. Diusahakan tidak memberikan
obatobat yang tidak diperlukan (misalnya antacid, antiemetic) untuk mengurangi
beban detoksifikasi dalam hati. Kortikosteroid diberikan pada DHF ensefalopati,
apabila terdapt perdarahan saluran cerna kostikosteroid tidak diberikan. Antibiotic
dapat diberikan untuk DHF ensefalopati. Terapi suportif diberikan untuk
mengatasi kehilangan cairan plasma sebagai akibat peningkatan permeabilitas
kapiler dan perdarahan. Kunci keberhasilan terletak pada kemampuan untuk
mengatasi masa peralihan dari fase demam ke fase shock disebut time fever
differvesence dengan baik. Cairan intravena diperlukan apabila anak terus
menerus muntah, tidak mau minum, demam tinggi, dehidrasi yang dapat
mempercepat terjadinya shock, dan nilai hematokrit cenderung meignkat pada
pemeriksaan berkala1.
Pada DHF disertai shock (sindrom dhyock dengue, derajat III dan IV)
penggantian volum plasma harus segera diberikan. Ringer laktat 10-20 ml/kgBB
secara bolus diberikan dalam waktu 330 menit. Apabila shock belum teratasi,
tetap diberikan riger laktat 20 ml/kgBB ditambah koloid 20-30 ml/kgBB/jam,
maksimal 1500 ml/hari. Pemberian cairan 10 ml/kgBB/jam diberikan 1-4 jam
pasca shock. Volume cairan diturunkan mejadi 7 ml/kgBB/jam. Selanjutnya 5 ml,
dan 3 ml apabila tanda vital dan diuresis baik. Jumlah urin 1 ml/kgBB/jam
merupakan indikasi sirkulasi membaik. Pada umumnya cairan ridak perlu
diberikan lagi 48 jam setelah shock teratasi. Oksigen 2-4 L/menit dapat diberikan
pada DHF dengna shock. Koreksi asidosis metabolic dan elektrolit dan berikan
transfuse darah jika diperlukan. Terdapat perdarahan secara klinis1 :
 Setelah pemberian cairan kristaloid dan koloid, shock menetap, hematokrit
turun, diduga telah terkjdai perdarahan, berikan darah segar 10 ml/kgBB
 Apabila kadar hematokrit tetap >40vol%, maka diberikan darah dalam
bentuk volume kecil
 Plasma segar beku dan suspense trombosit berguna untuk koreksi gangguan
koagulopati atau koagulasi intravena diseminata (KID) pada shock berat
yang menimbulkan perdarahan massif.
 Pemberian transfusi suspense trombosit pada KID harus selalu disertai
plasma segar (berisi faktor koagulasi yang diperlukan), untuk menvegah
perdarahan lebih hebat.
Pada DHF ensefalopati, cindering terjadi edema otak dan alkalosis, maka
bila shick telah teratasi, cairan diganti dengan cairan yang tdka mengandung
HCO3- dan jumlah cairan segera dikurangi. Larutan ringer laktat segera ditukar
dengna larutan NaCl (0,9%) : glukosa (5%) = 3:11.
Kriteria pemulangan pasien yaitu tidak demam selama 24 jam tanpa
antipiretik, nafsu makan membaik, secara klinis tampak perbaikan, hematokrit
stabil, tiga hari setelah syok teratasi, jumlah trombosit > 50.000/ml, dan tidak
dijumpai distres pernapasan1.

Bagan 1. Tatalaksana tersangka DHF


Bagan 2. Tatalakana DHF derajat I dan II tanpa peningkatan hematokrit
Bagan 3. Tatalakana DHF derajat I dengan peningkatan hematokrit
Bagan 4. Tatalakana DHF derajat III dan IV
VAKSINASI
Untuk menurunkan angka kejadian serta beban ekonomi infeksi Dengue
yang begitu tinggi diperlukanlah pencegahan dan pengendalian Dengue yang
terintegrasi. Adanya vaksin Dengue pertama di Indonesia sejak tahun lalu
memberikan pencerahan bagi pengendalian demam berdarah.
Vaksin Dengue adalah vaksin untuk mencegah infeksi Dengue atau
mengurangi resiko seorang anak terkena infeksi Dengue yang berat. Seperti kita
ketahui, infeksi Dengue sangat bervariasi dari yang ringan hingga berat.
Manifestasi klinisnya bisa ringan seperti demam Dengue atau dengan manifestasi
kebocoran plasma pada demam berdarah Dengue atau yang berat seperti syok
sindrom Dengue yang dapat menyebabkan kematian pada beberapa kasus.
Pada bulan September tahun 2016 lalu, vaksin Dengue pertama di dunia
tersebut mendapat persetujuan dari BPOM. Sejak saat itu, vaksin Dengue
tetravalen sudah resmi beredar di Indonesia. Indonesia merupakan negara kedua di
Asia yang BPOMnya telah memberi ijin edar vaksin dengue. Saat ini terdapat 10
negara di dunia yang telah menyetujui penggunaan vaksin Dengue di antaranya
Indonesia, Filipina, Vietnam, Thailand, Malaysia, Brazil, Puerto Rico, Meksiko,
Honduras, dan Kolombia.
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan vaksin ini memiliki hasil efikasi
terbaik pada anak usia 9-16 tahun, sedangkan apabila diberikan di bawah usia 9
tahun akan meningkatkan resiko untuk dirawat karena infeksi dengue dan
meningkatkan resiko mendapatkan dengue yang berat, khususnya pada anak
dengan kelompok usia 2-5 tahun. Jadi, vaksin Dengue dapat diberikan pada anak
usia 9-16 tahun sebanyak 3 kali dengan jarak pemberian 6 bulan. Pemberian
vaksin juga dapat dimulai kapan saja sejak anak berusia 9 hingga 16 tahun.
Vaksin Dengue tetap dapat diberikan walaupun anak sudah pernah
mengalami infeksi Dengue. Hal ini dikarenakan pada saat anak terinfeksi Dengue,
hampir tidak mungkin anak tersebut terinfeksi 4 serotipe virus sekaligus. Biasanya
anak hanya terkena satu serotipe virus saja pada satu kali infeksi. Dengan
pemberian vaksin Dengue yang mengandung 4 serotipe, anak yang sudah
terinfeksi akan tetap membentuk kekebalan terhadap serotipe lain yang belum
menginfeksi anak tersebut.
XII. PROGNOSIS
Prognosis untuk demam dengue adalah baik. Obat-obatan yang menekan
aktivitas platelet sebaiknya dihindari. Prognosis demam berdarah dengue
bergantung pada cepat lambatnya diagnosis, dan pemberian terapi. Kematian
umumnya terjadi pada 40-50% pasien dengan shock, tetapi dengan penanganan
yang adekuat, kematian dapat berkurang hingga kurang dari 1%. Kerusakan otak
karena shock yang panjang atau perdarahan intrakarnial, jarang terjadi2.

XIII. KOMPLIKASI
Hypervolemia selama fase reabsorpsi cairan dapat mengancam nyawa dan
ditandai dengan menunrunnya hematokrit. Diuretic dapat diberikan. Infeksi
primer DF umumnya self-limited. Cairan dan kehilangan elektrolit, hiperpireksia,
dan kejang demam merupakan komplikasi tersering pada bayi dan anak.
Epistkasis, petechiae, dan purpura jarang terjadi. Darah dari epistaksis yang
ditelan, dimuntahkan, atau masuk hingga rektum dapat disalahartikan sebagai
perdarah saluran cerna. Kejang dapat tejadi selama temperature tinggi, khususnya
dangan demam cikungunya. Komplikasi yang terjadi setelah fase demam, tetapi
jarang terjadi, berupa asthenia, depresi, bradikardi, dan ventricular extrasystole2.
Expanded dengue syndrome (EDS) merupakan manifestasi klinis yang
melibatkan organ seperti hati, ginjal, jantung, maupun otak yang berhubungan
dengan infeksi dengue dengan atau tidak ditemukannya tanda kebocoran plasma.
EDS dapat berupa penyulit infeksi dan manifestasi klinis yang tidak lazim
(unusual manifestation). Penyulit infeksi berupa kelebihan cairan, sedangkan
manifestasi klinis yang tidak lazim ialah ensefalopati dengue, perdarahan hebat,
infeksi ganda, kelainan ginjal, dan miokarditis.

XIV. PENCEGAHAN
Pencegahan demam berdarah dengue adalah dengan melakukan
pembasmian nyamuk aedes aegypti yang berperan sebagai pembawa virus
dengue. Ada banyak metode yang bisa dilakukan untuk mengendalikan jumlah
nyamuk yang dianggap tepat dan efektif. Pengendalian nyamuk ini bisa dilakukan
baik dengan pengendalian lingkungan, pengendalian secara biologis dan kimiawi3.
Salah salatu langka pertama yang bisa dilakukan untuk mengendalikan
nyamuk penyebab DHF adalah dengan mengendalikan lingkuang telebih dahulu.
Pengendalian secara lingkungan ini dilakukan dengan tujuan membatasi ruang
nyamuk untuk berkembang biak. Cara pengendalian lingkungan yaitu dengan cara
berikut3 :
 Program 3M (Menguras, menutup, dan mengubur)
o Menguras bak mandi dan tempat-tempat penampungan air sekurang-
kurangnya seminggu sekali. Ini dlakukan atas dasar pertimbangan bahwa
perkembangan telur sampai tumbuh menjadi nyamuk adalah 7-10 hari
o Menutup rapat tempat penampangan air, ini juga dilakukan agar tempat-
tempat tersebut tidak bisa dijadikan nyamuk untuk bertelur dan
berkembangbiak
o Mengubur dan menyingkirkan barang-barang bekas yang dapat
menampung air
 Mengganti air yang ada pada vas bunga atau tempat minum di sarang
burung, setidaknya dilakukan seminggu sekali
 Membersihkan saluran air yang tergenang, baik di atap rumah maupun di
selokan jika tersumbat oleh sampah ataupun dedaunan, karena setiap
genangan air bisa dimanfaatkan oleh nyamuk untuk berkembang biak
Selain upaya pengendalian secara lingkungan ada upaya lainnya juga
dilakukan secara biologis yaitu dengan mamanfaatkan hewan atau tumbuhan.
Cara yang dianggap paling efektif adalah dengan memelihara ikan cupang yang
dimasukkan ke dalam kolam. Ikan cupang ini bisa memakan jentik-jentik nyamuk
yang ada adalam tempat penampungan air atau kolam atau dengan menambahkan
bacillus thuringiensis (Bt H-14)3.
Cara pengendalian nyamuk yang ketiga yaitu dengan pengendalian secara
kimiawi dengan menaburkan bubuk abate ke tempat penampungan air, ini
merupakan salah satu cara mengendalikan dan memberantas jentik-jentik nyamuk
secara kimiawi. Tidak hanya penaburan bubuk abate, pengendalian secara
kimiawi yang biasa dilakukan si masyarakat adalah dengan melakukan fogging
atau pengasapan danen menggunakan malthion dan fenthon yang berguna untuk
mengurangi kemungkinan penularan aedes aegypti sampai batas tertentu3.
Pemberantasan DHF dilakukan dapat juga dilakukan dengan cara 3M-Plus,
Plus yang dimaksud yaitu3 :
 Memelihara ikan cupang, pemakan jentik nyamuk
 Menaburkan bubuk abate pada kolam atau bak tempat penampungan air,
setidaknya 2 bulan sekali. Takaran bubuk abate yaitu 1 gram abate/10 liter
air
 Menggunakan obat nyamuk, baik obat nyamuk bakar, semprot atau elektrik
 Menggunakan krim pencegahan gigitan nyamuk
 Melakukan pemasangan kawat kasa di lubang jendela/ventilasi untuk
mengurangi akses nyamuk masuk ke dalam rumah
 Tidak membaisakan atau menghindari menggantung pakaian baik baru atau
bekas di dalam rumah yang bisa menjadi tempat istirahat nyamuk
 Sangant dianjurkan untuk memasang kelambu di tempat tidur.
.
DAFTAR PUSTAKA

1. Pedoman Pelayanan Medis. Jilid 1. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta:


2010.
2. Halstead SB. Dengue fever and dengue hemorrhagic fever. Dalam:
Kliegman RM, Stanton BF, Geme JJW, Schor NF, Behrman RE. Nelson
textbook of pediatrics. Edisi 20. Philadelphia: Elsevier; 2016, hal.1629-32.
3. Pusat Data dan Informasi Kementrian KEsehatan RI. Situasi penyakit
demam berdarah di Indonesia tahun 2017. 2018
4. Suhendro, Nainggolan L, Chen K, dkk. Demam berdarah dengue. In :
Seiawati S, Alwi I, Sudoyo AW, dkk. Buku ajar ilmu penyakit dalam jilid
1. Edisi VI. Jakarta : Interna Publishing. 2014
5. World Health Organisation (WHO). Dengue guidelines for diagnosis,
treatment, prevention and control treatment, prevention and control.
France: World Health Organisation (WHO). 2011
6. Hardinegoro SR, Soegijanto S, wuryadi S, Suroso T. Tatalaksana demam
dengue/demam berdarah dengue pada anak. Dalam : Hadinegoro SR,
Satari HI, penunting. Demam berdarah dengue. Edisi ke-2. Jakarta : Balai
Penerbit FKUI; 2002, h 80-132.

Anda mungkin juga menyukai