Penulis:
dr. Werry
RSUD Bajawa
2022
LAPORAN KASUS
Dokter Pembimbing:
Dokter Pendamping
RSUD Bajawa
2022
LEMBAR PERSETUJUAN
Pembimbing Pendamping
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : An. NA
Umur : 12 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Tempat, tanggal lahir :
Agama : Katolik
Alamat :
Tanggal MRS : 2 April 2022
B. Keluhan Tambahan
Demam, Mimisan, Mual muntah
F. Riwayat Pengobatan
Pengobatan dari puskesmas : ranitidine, ceftriaxone, sanmol, scopma.
H. Riwayat Imunisasi
Imunisasi dasar lengkap.
V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Darah: 02/04/2022 (15.43 WITA)
Hematologi
Hasil Normal
Hemoglobin 13.8 g/dL 11.5-13.5 g/dL
Hematokrit 38.2 % 35 - 47 %
Leukosit 9.400/ µL 4.000-13.500 µL
Trombosit 66.000/ µL 150.000 - 440.000/ µL
Kimia
GD Sewaktu 100 mg/dL 80-120 mg/dL
Pemeriksaan Darah: 12/10/2019 (17.47 WIB)
Hematologi
Hasil Normal
Hemoglobin 15.0 g/dL*** 11.5-13.5 g/dL
Hematokrit 41.2 % 35 - 47 %
Leukosit 2.700/ µL* 4.000-13.500 µL
Trombosit 18.000/ µL*** 150.000 - 440.000/ µL
Pemeriksaan Darah: 13/10/2019
Hematologi
Hasil Normal
Hemoglobin 15.2 g/dL*** 11.5-13.5 g/dL
Hematokrit 41.7 % 35 - 47 %
Leukosit 3.800/ µL* 4.000-13.500 µL
Trombosit 26.000/ µL*** 150.000 - 440.000/ µL
Hematologi
Hasil Normal
Hemoglobin 14.4 g/dL* 11.5-13.5 g/dL
Hematokrit 39.7 % 35 - 47 %
Leukosit 4.600/ µL 4.000-13.500 µL
Trombosit 18.000/ µL*** 150.000 - 440.000/ µL
X. PROGNOSIS
- Ad Vitam : Dubia ad Bonam
- Ad functionam : Dubia ad Bonam
- Ad sanationam : Dubia ad Bonam
XI. EDUKASI
- Menjelaskan tentang alasan pasien dirawat
- Menjelaskan kepada keluarga pasien tentang penyakit yang diderita
dan cara penyebarannya
- Menjelaskan kepada keluarga pasien cara pencegahan penyakit agar
tidak terulang
- Menjelaskan tentang tanda bahaya demam berdarah yang mungkin
terjadi
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I. DEFINISI
Infeksi virus dengue merupakan suatu penyakit akut yang
disebabkan oleh virus dengue yang mempunyai 4 serotipe. Demam dengue
(Dengue Fever/ DF) merupakan sindrom yang disebabkan oleh virus yang
ditandai dengan demam bifasik, myalgia atau arthralgia, rash, leukopenia,
dan lumphadenopathy. Demam berdarah dengue (Dengue Hemorrhagic
Fever/ DHF) merupakan penyakit demam yang berat yang disebabkan
oleh salah satu dari 4 virus dengue. Ini ditandai oleh adanya permeabilitas
kapiler, hemostasis yang abnormal, dan pada beberapa kasus terjadi
dengue shock syndrome1,2.
II. EPIDEMIOLOGI
Penyakit demam berdarah dengue merupakan salah satu masalah
kesehatan di Indonesia yang jumlah penderitanya semakin meningkat dan
penyebarannya semakin luas. Penyakit ini merupakan penyakit menular
yang pada umumnya menyerang pada usia anak-anak umur kurang dari 15
tahun dan juga bisa munyarang pada orang dewasa3.
Menurut data WHO, Asia Pasifik menanggung 75% dari beban
dengue di dunia antara tahun 2004 dan 2010, sementara Indonesia
dilaporkan sebagai negara ke-2 dengan kasus DHF terbesar diantara 30
negara wilayah endemis3.
III. ETIOLOGI
Demam berdarah dengue disebabkan oleh virus dengue yang termasuk
dalam genus Flavivirus, keluarga Flaviviridae. Flavivirus merupakan virus dengan
diameter 30nm terdiri dari RNA rantai tunggal dengan berat molekul 4x106.
Terdapat 4 serotipe virus dengue, yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4.
Keempat serotipe ditemukan di Indonesia dengan DEN-3 merupakan serotipe
terbanyak4.
Penularan virus dengue terjadi melalui vektor nyamuk genus Aedes
(terutama A.aegypti dan A.albipictus). Beberapa faktor yang berkaitan dengan
peningkatan transmisi biakan virus dengue yaitu4 :
1. Vektor : perkembangbiakan vector, kebiasaan menggigit,
kepadatan vector di lingkungan, transportasi vector dai satu tempat
ke tempat lainnya.
2. Penjamu : terdapatnya penderita di lingkungan/keluarga, mobilisasi
dan paparan terhadap nyamuk, usia dan jenis kelamin
3. Lingkungan : curah hujan, suhu, sanitasi, dan kepadatan penduduk.
IV. KLASIFIKASI
World Health Organization (WHO) pada tahun 1997 membagi DBD
menjadi 4 derajat, yaitu4:
a. Derajat 1
Demam tinggi mendadak (terus menerus 2-7 hari) disertai tanda dan gejala
klinis (nyeri ulu hati, mual, muntah, hepatomegali), tanpa perdarahan
spontan, trombositopenia dan hemokonsentrasi, uji tourniquet positif.
b. Derajat 2
Derajat 1 dan disertai perdarahan spontan pada kulit atau tempat lain seperti
mimisan, muntah darah dan berak darah.
c. Derajat 3
Ditemukan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lemah, tekanan darah
rendah (hipotensi), kulit dingin, lembab dan gelisah, sianosis disekitar
mulut, hidung dan jari (tanda-tand adini renjatan).
d. Derajat 4
Syok berat dengan nadi tak teraba dan tekanan darah tak dapat diukur
V. PATOFISIOLOGI
Nyamuk Aedes spp yang sudah terinfesi virus dengue, akan tetap infektif
sepanjang hidupnya dan terus menularkan kepada individu yang rentan pada saat
menggigit dan menghisap darah. Setelah masuk ke dalam tubuh manusia, virus
de-ngue akan menuju organ sasaran yaitu sel kuffer hepar, endotel pembuluh
darah, nodus limpaticus, sumsum tulang serta paru-paru. Beberapa penelitian
menunjukkan, sel monosit dan makrofag mempunyai peran pada infeksi ini,
dimulai dengan menempel dan masuknya genom virus ke dalam sel dengan
bantuan organel sel dan membentuk komponen perantara dan komponen struktur
virus. Setelah komponen struktur dirakit, virus dilepaskan dari dalam sel. Infeksi
ini menimbulkan reaksi immunitas protektif terhadap serotipe virus tersebut tetapi
tidak ada cross protective terhadap serotipe virus lainnya.
Secara invitro, antobodi terhadap virus dengue mempunyai 4 fungsi biologis
yaitu netralisasi virus, sitolisis komplemen, antibody dependent cell-mediated
cytotoxity (ADCC) dan ADE. Berdasarkan perannya, terdiri dari antobodi
netralisasi atau neutralizing antibody yang memiliki serotipe spesifik yang dapat
mencegah infeksi virus, dan antibody non neutralising serotype yang mempunyai
peran reaktif silang dan dapat meningkatkan infeksi yang berperan dalam
pathogenesis DBD dan DSS.
Terdapat dua teori atau hipotesis immunopatogenesis DBD dan DSS yang
masih kontroversial yaitu infeksi sekunder (secondary heterologus infection) dan
antibody dependent enhancement (ADE). Dalam teori atau hipotesis infeksi
sekunder disebutkan, bila seseorang mendapatkan infeksi sekunder oleh satu
serotipe virus dengue, akan terjadi proses kekebalan terhadap infeksi serotipe
virus dengue tersebut untuk jangka waktu yang lama. Tetapi jika orang tersebut
mendapatkan infeksi sekunder oleh serotipe virus dengue lainnya, maka akan
terjadi infeksi yang berat. Ini terjadi karena antibody heterologous yang terbentuk
pada infeksi primer, akan membentuk kompleks dengan infeksi virus dengue
serotipe baru yang berbeda yang tidak dapat dinetralisasi bahkan cenderung
membentuk kompleks yang infeksius dan bersifat oponisasi internalisasi,
selanjutnya akan teraktifasi dan memproduksi IL-1, IL-6, tumor necrosis factor-
alpha (TNF-A) dan platelet activating factor (PAF); akibatnya akan terjadi
peningkatan (enhancement) infeksi virus dengue. TNF alpha akan menyebabkan
kebocoran dinding pembuluh darah, merembesnya cairan plasma ke jaringan
tubuh yang disebabkan kerusakan endothel pembuluh darah yang mekanismenya
sampai saat ini belum diketahui dengan jelas. Pendapat lain menjelaskan,
kompleks imun yang terbentuk akan merangsang komplemen yang
farmakologisnya cepat dan pendek dan bersifat vasoaktif dan prokoagulan
sehingga menimbulkan kebocoran plasma (syock hipolemik) dan perdarahan. Anak
di bawah usia 2 tahun yang lahir dari ibu yang terinfeksi virus dengue dan terjadi
infeksi dari ibu ke anak, dalam tubuh anak tersebut terjadi non neutralizing
antibodies akibat adanya infeksi yang persisten. Akibatnya, bila terjadi infeksi
virus dengue pada anak tersebut, maka akan langsung terjadi proses enhancing
yang akan memacu makrofag mudah terinfeksi dan teraktifasi dan mengeluarkan
IL-1, IL-6 dan TNF-α juga PAF.
Pada teori ADE disebutkan, jika terdapat antibodi spesifik terhadap jenis
virus tertentu, maka dapat mencegah penyakit yang diakibatkan oleh virus
tersebut, tetapi sebaliknya apabila antibodinya tidak dapat menetralisasi virus,
justru akan menimbulkan penyakit yang berat. Kinetik immunoglobulin spesifik
virus dengue di dalam serum penderita DD, DBD dan DSS, didominasi oleh IgM,
IgG1 dan IgG3.
Selain kedua teori tersebut, masih ada teori-teori lain tentang pathogenesis
DBD, di antaranya adalah teori virulensi virus yang mendasarkan pada perbedaan
serotipe virus dengue yaitu DEN 1, DEN 2, DEN 3, dan DEN 4 yang kesemuanya
dapat ditemukan pada kasus-kasus fatal tetapi berbeda antara daerah satu dengan
lainnya. Selanjutnya ada teori antigen-antibodi yang berdasarkan pada penderita
atau kejadian DBD terjadi penurunan aktivitas system komplemen yang ditandai
penurunan kadar C3, C4 dan C5. Disamping itu, pada 48-72% penderita DBD,
terbentuk kompleks imun antara IgG dengan virus dengue yang dapat menempel
pada trombosit, sel B dan sel organ tubuh lainnya dan akan mempengaruhi
aktivitas komponen system imun yang lain. Selain itu ada teori moderator yang
menyatakan bahwa makrofag yang terinfeksi virus dengue akan melepas berbagai
mediator seperti interferon, IL-1, IL-6, IL-12, TNF dan lain-lain, yang Bersama
endotoksin bertanggungjawab pada terjadinya sok septik, demam dan peningkatan
permeabilitas kapiler.
Pada infeksi virus dengue, viremia terjadi sangat cepat, hanya dalam
beberapa hari dapat terjadi infeksi di beberapa tempat tapi derajat kerusakan
jaringan (tissue destruction) yang ditimbulkan tidak cukup untuk menyebabkan
kematian karena infeksi virus; kematian yang terjadi lebih disebabkan oleh
gangguan metabolik.
Gambar 5. Patogenesis DHF
X. DIAGNOSIS BANDING
Diagnosis banding demam berdarah termasuk penyakit virus pada saluran
napas, yellow fever, tifus, hepatitis virus, dan leptospirosis. Empat penyakit
arbovirus yang mirip dengan dengue tetapi tanpa adanya rash, yaitu, Colorado tick
fever, sandfly fever, Rift valley fever, dan Ross River fever. Colorado tick fever
terjadi secara sporadik diantara orang yang berkemah dan pemburuh di bagian
barat United states; sandfly fever di daerah Mediterania, Timur tengah, Rusia
selatan, dan India; dan, Rift valley fever di Afrika bagian utara, timur, tengah, dan
selatan. Ross river fever endemik di Australia bagian timur2.
XI. PENATALAKSANAAN
Terapi infeksi virus dengue dibagi menjadi 4 bagian, yaitu tersangka DHF,
DF, DHF derajat I dan II, serta DHF derajat III dan IV1.
Pada DHF tanpa shock (derajat I dan II), antipiretik dapat diberikan,
dianjurkan pemberian paracetamol bukan aspirin. Diusahakan tidak memberikan
obatobat yang tidak diperlukan (misalnya antacid, antiemetic) untuk mengurangi
beban detoksifikasi dalam hati. Kortikosteroid diberikan pada DHF ensefalopati,
apabila terdapt perdarahan saluran cerna kostikosteroid tidak diberikan. Antibiotic
dapat diberikan untuk DHF ensefalopati. Terapi suportif diberikan untuk
mengatasi kehilangan cairan plasma sebagai akibat peningkatan permeabilitas
kapiler dan perdarahan. Kunci keberhasilan terletak pada kemampuan untuk
mengatasi masa peralihan dari fase demam ke fase shock disebut time fever
differvesence dengan baik. Cairan intravena diperlukan apabila anak terus
menerus muntah, tidak mau minum, demam tinggi, dehidrasi yang dapat
mempercepat terjadinya shock, dan nilai hematokrit cenderung meignkat pada
pemeriksaan berkala1.
Pada DHF disertai shock (sindrom dhyock dengue, derajat III dan IV)
penggantian volum plasma harus segera diberikan. Ringer laktat 10-20 ml/kgBB
secara bolus diberikan dalam waktu 330 menit. Apabila shock belum teratasi,
tetap diberikan riger laktat 20 ml/kgBB ditambah koloid 20-30 ml/kgBB/jam,
maksimal 1500 ml/hari. Pemberian cairan 10 ml/kgBB/jam diberikan 1-4 jam
pasca shock. Volume cairan diturunkan mejadi 7 ml/kgBB/jam. Selanjutnya 5 ml,
dan 3 ml apabila tanda vital dan diuresis baik. Jumlah urin 1 ml/kgBB/jam
merupakan indikasi sirkulasi membaik. Pada umumnya cairan ridak perlu
diberikan lagi 48 jam setelah shock teratasi. Oksigen 2-4 L/menit dapat diberikan
pada DHF dengna shock. Koreksi asidosis metabolic dan elektrolit dan berikan
transfuse darah jika diperlukan. Terdapat perdarahan secara klinis1 :
Setelah pemberian cairan kristaloid dan koloid, shock menetap, hematokrit
turun, diduga telah terkjdai perdarahan, berikan darah segar 10 ml/kgBB
Apabila kadar hematokrit tetap >40vol%, maka diberikan darah dalam
bentuk volume kecil
Plasma segar beku dan suspense trombosit berguna untuk koreksi gangguan
koagulopati atau koagulasi intravena diseminata (KID) pada shock berat
yang menimbulkan perdarahan massif.
Pemberian transfusi suspense trombosit pada KID harus selalu disertai
plasma segar (berisi faktor koagulasi yang diperlukan), untuk menvegah
perdarahan lebih hebat.
Pada DHF ensefalopati, cindering terjadi edema otak dan alkalosis, maka
bila shick telah teratasi, cairan diganti dengan cairan yang tdka mengandung
HCO3- dan jumlah cairan segera dikurangi. Larutan ringer laktat segera ditukar
dengna larutan NaCl (0,9%) : glukosa (5%) = 3:11.
Kriteria pemulangan pasien yaitu tidak demam selama 24 jam tanpa
antipiretik, nafsu makan membaik, secara klinis tampak perbaikan, hematokrit
stabil, tiga hari setelah syok teratasi, jumlah trombosit > 50.000/ml, dan tidak
dijumpai distres pernapasan1.
XIII. KOMPLIKASI
Hypervolemia selama fase reabsorpsi cairan dapat mengancam nyawa dan
ditandai dengan menunrunnya hematokrit. Diuretic dapat diberikan. Infeksi
primer DF umumnya self-limited. Cairan dan kehilangan elektrolit, hiperpireksia,
dan kejang demam merupakan komplikasi tersering pada bayi dan anak.
Epistkasis, petechiae, dan purpura jarang terjadi. Darah dari epistaksis yang
ditelan, dimuntahkan, atau masuk hingga rektum dapat disalahartikan sebagai
perdarah saluran cerna. Kejang dapat tejadi selama temperature tinggi, khususnya
dangan demam cikungunya. Komplikasi yang terjadi setelah fase demam, tetapi
jarang terjadi, berupa asthenia, depresi, bradikardi, dan ventricular extrasystole2.
Expanded dengue syndrome (EDS) merupakan manifestasi klinis yang
melibatkan organ seperti hati, ginjal, jantung, maupun otak yang berhubungan
dengan infeksi dengue dengan atau tidak ditemukannya tanda kebocoran plasma.
EDS dapat berupa penyulit infeksi dan manifestasi klinis yang tidak lazim
(unusual manifestation). Penyulit infeksi berupa kelebihan cairan, sedangkan
manifestasi klinis yang tidak lazim ialah ensefalopati dengue, perdarahan hebat,
infeksi ganda, kelainan ginjal, dan miokarditis.
XIV. PENCEGAHAN
Pencegahan demam berdarah dengue adalah dengan melakukan
pembasmian nyamuk aedes aegypti yang berperan sebagai pembawa virus
dengue. Ada banyak metode yang bisa dilakukan untuk mengendalikan jumlah
nyamuk yang dianggap tepat dan efektif. Pengendalian nyamuk ini bisa dilakukan
baik dengan pengendalian lingkungan, pengendalian secara biologis dan kimiawi3.
Salah salatu langka pertama yang bisa dilakukan untuk mengendalikan
nyamuk penyebab DHF adalah dengan mengendalikan lingkuang telebih dahulu.
Pengendalian secara lingkungan ini dilakukan dengan tujuan membatasi ruang
nyamuk untuk berkembang biak. Cara pengendalian lingkungan yaitu dengan cara
berikut3 :
Program 3M (Menguras, menutup, dan mengubur)
o Menguras bak mandi dan tempat-tempat penampungan air sekurang-
kurangnya seminggu sekali. Ini dlakukan atas dasar pertimbangan bahwa
perkembangan telur sampai tumbuh menjadi nyamuk adalah 7-10 hari
o Menutup rapat tempat penampangan air, ini juga dilakukan agar tempat-
tempat tersebut tidak bisa dijadikan nyamuk untuk bertelur dan
berkembangbiak
o Mengubur dan menyingkirkan barang-barang bekas yang dapat
menampung air
Mengganti air yang ada pada vas bunga atau tempat minum di sarang
burung, setidaknya dilakukan seminggu sekali
Membersihkan saluran air yang tergenang, baik di atap rumah maupun di
selokan jika tersumbat oleh sampah ataupun dedaunan, karena setiap
genangan air bisa dimanfaatkan oleh nyamuk untuk berkembang biak
Selain upaya pengendalian secara lingkungan ada upaya lainnya juga
dilakukan secara biologis yaitu dengan mamanfaatkan hewan atau tumbuhan.
Cara yang dianggap paling efektif adalah dengan memelihara ikan cupang yang
dimasukkan ke dalam kolam. Ikan cupang ini bisa memakan jentik-jentik nyamuk
yang ada adalam tempat penampungan air atau kolam atau dengan menambahkan
bacillus thuringiensis (Bt H-14)3.
Cara pengendalian nyamuk yang ketiga yaitu dengan pengendalian secara
kimiawi dengan menaburkan bubuk abate ke tempat penampungan air, ini
merupakan salah satu cara mengendalikan dan memberantas jentik-jentik nyamuk
secara kimiawi. Tidak hanya penaburan bubuk abate, pengendalian secara
kimiawi yang biasa dilakukan si masyarakat adalah dengan melakukan fogging
atau pengasapan danen menggunakan malthion dan fenthon yang berguna untuk
mengurangi kemungkinan penularan aedes aegypti sampai batas tertentu3.
Pemberantasan DHF dilakukan dapat juga dilakukan dengan cara 3M-Plus,
Plus yang dimaksud yaitu3 :
Memelihara ikan cupang, pemakan jentik nyamuk
Menaburkan bubuk abate pada kolam atau bak tempat penampungan air,
setidaknya 2 bulan sekali. Takaran bubuk abate yaitu 1 gram abate/10 liter
air
Menggunakan obat nyamuk, baik obat nyamuk bakar, semprot atau elektrik
Menggunakan krim pencegahan gigitan nyamuk
Melakukan pemasangan kawat kasa di lubang jendela/ventilasi untuk
mengurangi akses nyamuk masuk ke dalam rumah
Tidak membaisakan atau menghindari menggantung pakaian baik baru atau
bekas di dalam rumah yang bisa menjadi tempat istirahat nyamuk
Sangant dianjurkan untuk memasang kelambu di tempat tidur.
.
DAFTAR PUSTAKA