Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN KASUS

DIARE AKUT DEHIDRASI RINGAN


SEDANG

Pembimbing:
dr. Indra Harsanti, Sp.A

Oleh:
Werry
406182088

KEPANITERAAN ILMU KESEHATAN ANAK


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH CIAWI
PERIODE 18 NOVEMBER 2019 – 26 JANUARI 2020
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARA
JAKARTA
LAPORAN KASUS :

DIARE AKUT DEHIDRASI RINGAN SEDANG

Disusun oleh :
Werry
406182088
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara

Sebagai salah satu syarat untuk mengikuti ujian Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Anak

RSUD Ciawi
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara

Ciawi, 2 Januari 2020

dr. Indra Harsanti, Sp.A


LAPORAN KASUS :

DIARE AKUT DEHIDRASI RINGAN SEDANG

Disusun oleh :
Werry
406182088
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara

Sebagai salah satu syarat untuk mengikuti ujian Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Anak

RSUD Ciawi
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara

Ciawi, 2 Januari 2020


Kepala SMF Anak

dr. Ity Sulawati Sp.A, M.Kes


1. IDENTITAS PASIEN
Nama lengkap :An. AS
Tempat/tanggal lahir :Bogor, 25 September 2018
Alamat : Kp. Cimande Sasak
Pekerjaan :-
Status perkawinan : Belum menikah
Umur : 1 tahun 3 bulan
Jenis kelamin : perempuan
Pendidikan :-
Agama : Islam
Tanggal masuk RS Ciawi : Minggu , 8 desember 2019

2. ANAMNESIS
Senin , 9 Desember pukul 08.00 dilakukan anamnesis secara alloanamnesis ke ibu pasien.
Keluhan utama : BAB cair lebih dari 10x sejak 2 hari masuk RS
Keluhan tambahan : Muntah 3x sejak 2 hari yang lalu

Riwayat penyakit sekarang :


Pasien datang ke RSUD Ciawi diantar ibunya dengan keluhan BAB cair 10 kali sejak 2 hari
sebelum masuk RS. BAB dikatakan tidak berlendir, ampas (+) darah (-). Keluhan BAB cair
juga disertai muntah 3x berisi cairan . Pada muntah tidak ditemukan darah. Makan dan
minum menjadi berkurang semenjak sakit. BAK jarang dan pasien gelisah sehingga sulit
tidur.
Riwayat penyakit dahulu :
Pasien tidak pernah mengalami keluhan serupa dan riwayat alergi makanan maupun obat
disangkal.

Riwayat penyakit keluarga :


Tidak ada anggota keluarga yang mengalami keluhan serupa, riwayat adanya penyakit pada
keluarga disangkal
Riwayat perinatal :
Pasien lahir cukup bulan (38 minggu), lahir normal di rumah sakit. Pasien lahir langsung
menangis kuat dengan BBL 3200 gram dan PBL 49 cm

Riwayat imunisasi :
Riwayat imunisasi pasien tidak lengkap dengan data sebagai berikut :
 Setelah lahir : Hbo (+)
 Bulan 1 : BCG (+), Polio 1 (+)
 Bulan 2 : DPT/Hb 1 (+), Polio 2 (+)
 Bulan 3 : DPT/Hb 2 (+), Polio 3 (+)
 Bulan 4 : DPT/Hb 3 (+), Polio 4 (+)
 Bulan 9 : Campak (+)

Riwayat tumbuh kembang :


Pertumbuhan dan perkembangan sesuai dengan usianya, orang tua pasien mengatakan pasien
saat ini sedang belajar untuk berjalan.

Riwayat asupan nutrisi :


Pasien mendapat ASI sampai dengan sekarang yang usianya 1 tahun 3bulan dan juga
terkadang diberikan susu formula dan makanan lunak

3. PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan dilakukan hari senin, tanggal 9 desember 2019 pada pukul 08.00

Status Generalis
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
Tekanan darah :-
Frekuensi nadi : 134x/menit, regular isi cukup
Frekuensi napas : 34/menit
Suhu : 36,7oC
Data antopometri : BB: 8 kg, TB: 71 cm
Kepala : Normocephal, ubun-ubun cekung, rambut hitam
Mata : Pupil bulat, isokor, diameter 3/3mm CA-/-, SI-/-, mata cekung
+/+, edema palpebral -/- ,air mata sedikit
Hidung : Bentuk normal, sekret hidung -/-
Telinga : Bentuk normal,liang telinga lapang, serumen -/- tanda
peradangan -/- , secret -/-
Mulut : Bentuk normal, sianosis - , mukosa hiperemis -, mukosa
kering, tonsil T1 – T1 tidak hiperemis
Leher : Tidak teraba pembesaran pada kelenjar getah bening
Jantung : I : tidak tampak pulsasi ictus cordis
P : Teraba pulsasi ictus cordis
P : Bentuk jantung dalam batas normal
A: BJ I-II regular, murmur -, gallop –
Paru : I : tampak pergerakan dada simetris saat inspirasi maupun
ekspirasi
A: Suara napas vesikuler +/+, ronkhi -/-, wheezing -/-
Abdomen : I : tampak perut datar
A : BU +
P : Timpani
P : Supel, turgor kulit lambat, pembesaran hepar dan limpa -
Anus dan genitalia : Dalam batas normal
Ekstremitas : Akral teraba hangat, CRT < 3 detik
Kulit : Pucat (-) ikterik (-)

4. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Hasil laboratorium darah tanggal 10 desember 2019
Hematologi 10 – 12 – 2019 Nilai Normal

Hemoglobin 9,8* 11,5 – 13,5 g/dL

Hematokrit 30,2* 45 – 52 %

Leukosit 7.600 4.000-13.500/μL

Trombosit 492.000* 150 – 440.000/μL


B. Kimia 10 – 12 – 2019 Nilai Normal

GD sewaktu 90 80 – 120 mg/dL

5. PEMERIKSAAN KHUSUS
Data Antropometri
Anak perempuan usia 1 tahun 3 bulan, berat badan 8kg, tinggi badan 71 cm

Status gizi BB/TB  8/71 = normal


Status gizi BB/U  8/1thn 3bln = (gizi baik)

Status gizi TB/U  71/1thn 3bln = normal


6. RESUME
Telah diperiksa seorang anak perempuan berusia 1 tahun 3 bulan diantar ibunya ke RSUD
Ciawi dengan keluhan BAB cair lebih dari 10x per hari sejak 2 hari sebelum masuk RS
dan disertai muntah.
Dari hasil pemeriksaan tanda vital didapatkan HR 134x/menit, RR 34x/menit, suhu
36,7oC.
Pemeriksaan fisik ditemukan ubun-ubun cekung, mata cekung, mukosa bibir kering, turgor
kulit lambat.
Pemeriksaan lab ditemukan hemoglobin 9,8 g/dL, hematokrit 30,2%, trombosit
492.000/μL, leukosit 7,6 /μL, GDS 90 mg/dL

7. DIAGNOSIS KERJA :
- Diare akut dehidrasi ringan sedang
8. PENATALAKSANAAN
1. Farmakologis
- Rehidrasi Ringer Lactate 8 tpm
- Ondansentron 2 x 0.8 mg
- L Zinc syr 1 x 2 cth
- L Bio 2 x 1 sachet

2. Non farmakologis
- Tirah baring
- Makanan rendah serat, TKTP

9. RENCANA EVALUASI
- Monitor tanda – tanda vital
- Evaluasi BAB dan muntah
- Evaluasi keseimbangan elektrolit
- Evaluasi tanda – tanda komplikasi
10. PROGNOSIS
 Ad vitam : ad bonam
 Ad functionam : ad bonam
 Ad sanationam : ad bonam
TINJAUAN PUSTAKA

1. Definisi
Diare akut adalah buang air besar pada bayi atau anak lebih dari 3 kali perhari,
disertai perubahan konsistensi tinja mejadi cair dengan atau tanpa lendir dan darah
yang berlangsung kurang dari satu minggu. Selama berat badan bayi meningkat
normal, hal tersebut tidak tergolong diare, tetapi merupakan intoleransi laktosa
sementara akibat belum sempurnanya perkembangan saluran cerna. Untuk bayi yang
minum ASI secara eksklusif definisi diare yang praktis adalah meningkatnya
frekuensi buang air besar atau konsistensinya menjadi cair yang menurut ibunya
abnormal atau tidak seperti biasanya. Kadang – kadang pada seorang anak buang air
besar kurang dari 3 kali perhari, tetapi konsistensinya cair, keadaan ini sudah dapat
disebut diare.1

2. Epidemiologi
Diare masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di negara berkembang
termasuk di Indonesia dan merupakan salah satu penyebab kematian dan kesakitan
tertinggi pada anak, terutama usia di bawah 5 tahun. Di dunia, sebanyak 6 juta anak
meninggal tiap tahunnya karena diare dan sebagian besar kejadian tersebut terjadi di
negara berkembang. Sebagai gambaran 17% kematian anak di dunia disebabkan oleh
diare sedangkan di Indonesia, hasil Riskesdas 2007 diperoleh bahwa diare masih
merupakan penyebab kematian bayi yang terbanyak yaitu 42% dibanding pneumonia
24%, untuk golongan 1-4 tahun penyebab kematian karena diare 25,2% dibanding
pneumonia 15,5%. Berbagai faktor yang mempengaruhi kejadian diare antara lain :
a. Faktor lingkungan
b. Gizi
c. Kependudukan
d. Pendidikan
e. Keadaan sosial ekonomi
f. Perilaku masyarakat
Faktor lingkungan yang dimaksud adalah kebersihan lingkungan dan perorangan
seperti kebersihan puting susu, kebersihan botol dan dot susu, maupun kebersihan air
yang digunakan untuk mengolah susu dan makanan. Faktor gizi misalnya adalah tidak
diberikannya makanan tambahan meskipun anak telah berusia 4-6 bulan. Faktor
pendidikan yang utama adalah pengetahuan ibu tentang masalah kesehatan. Faktor
kependudukan menunjukkan bahwa insiden diare lebih tinggi pada penduduk
perkotaan yang padat dan miskin atau kumuh. Sedangkan faktor perilaku orangtua
dan masyarakat misalnya adalah kebiasaan ibu yang tidak mencuci tangan sebelum
menyiapkan makanan, setelah buang air besar atau membuang tinja anak. Faktor-
faktor di atas terkait erat dengan faktor ekonomi masing-masing keluarga.1,2

3. Etiologi
Diare dapat disebabkan infeksi maupun non infeksi. Dari penyebab diare yang
terbanyak adalah diare infeksi. Diare infeksi dapat disebabkan virus, bakteri, dan
parasit. 1
Etiologi diare akut dapat dihubungkan dengan bakteri, viral atau parasit yang
telah dikenal sebagai penyebab enteritis sbb:
a. Bakteri
Aeromonas, Bacillus cereus, Campylobacter jejuni, Clostridium perfringens,
Clostridium difficile, Escherichia coli, Plesiomonas shigelloides, Salmonella,
Shigella, Staphylococcus aureus, Vibrio cholerae 01 and 0139, Vibrio
parahaemolyticus, Yersinia enterocolitica.

b. Virus
Astroviruses, Caliciviruses, Norovirus, Enteric adenoviruses, Rotavirus,
Cytomegalovirus, Herpes simplex viruses.

c. Parasit
Balantidium coli, Blastocystis hominis, Cryptosporidium parvum, Cyclospora
cayetanensis, Encephalitozoon intestinalis, Entamoeba histolytica,
Enterocytozoon bieneusi, Giardia lamblia, Isospora belli, Strongyloides
stercoralis, Trichuris trichiura.

Juga ada penyebab diare noninfeksi sbb:


a. Defek Anatomik
Malrotasi, penyakit Hirschsprung, impaksi fecal, sindrom usus pendek, atrofi
microvillus, striktur.
b. Malabsorpsi
Malabsorsi glukosa-galaktosa, insufisiensi pankreas, fibrosis kistik, penurunan
garam empedu intraluminal, cholestasis, Penyakit Celiac.

c. Endokrinopati
Thyrotoxicosis, Penyakit Addison.

d. Keracunan
Logam berat, jamur.

e. Neoplasma
Neuroblastomas, Ganglioneuroma, Sindrom Zollinger-Ellison.

f. Lain-Lain
Infeksi Nongastrointestinal, Alergi susu, Penyakit Crohn (regional enteritis),
Penyakit defisiensi imun, Protein-Losing Enteropati, Kolitis Ulseratif,
Penyalahgunaan Laxative, Gangguan Motilitas, Pellagra (kekurangan vitamin B
kompleks).

4. Patofisiologi
Diare akut infeksi diklasifikasikan secara klinis dan patofisiologis menjadi diare
non inflamasi dan diare inflamasi. Diare inflamasi disebabkan invasi bakteri dan
sitotoksin di kolon dengan manifestasi sindroma disentri dengan diare yang disertai
lendir dan darah. Gejala klinis yang menyertai keluhan abdomen seperti mulas sampai
nyeri seperti kolik, mual, muntah, demam, tenesmus, serta gejala dan tanda dehidrasi.
Pada pemeriksaan tinja rutin secara makroskopis ditemukan lendir dan/atau darah,
serta mikroskopis didapati sel leukosit polimorfonuklear.
Pada diare non inflamasi, diare disebabkan oleh enterotoksin yang mengakibatkan
diare cair dengan volume yang besar tanpa lendir dan darah. Keluhan abdomen
biasanya minimal atau tidak ada sama sekali, namun gejala dan tanda dehidrasi cepat
timbul, terutama pada kasus yang tidak mendapat cairan pengganti. Pada pemeriksaan
tinja secara rutin tidak ditemukan leukosit.1
Mekanisme terjadinya diare yang akut maupun yang kronik dapat dibagi menjadi
kelompok osmotik, sekretorik, eksudatif, dan gangguan motilitas. Diare osmotik
terjadi bila ada bahan yang tidak dapat diserap meningkatkan osmolalitas dalam
lumen yang menarik air dari plasma sehingga terjadi diare. Contohnya adalah
malabsorbsi karbohidrat akibat defisiensi laktase atau akibat garam magnesium. 1
Diare sekretorik bila terjadi gangguan transport elektrolit baik absorbsi yang
berkurang ataupun sekresi yang meningkat. Hal ini dapat terjadi akibat toksin yang
dikeluarkan bakteri misalnya toksin kolera atau pengaruh garam empedu, asam lemak
rantai pendek, atau laksantif non osmotik. Beberapa hormon intestinal seperti gastrin
vasoactive intestinal polypeptide (VIP) juga dapat menyebabkan diare sekretorik. 1
Diare eksudatif, inflamasi akan mengakibatkan kerusakan mukosa baik usus halus
maupun usus besar. Inflamasi dan eksudasi dapat terjadi akibat infeksi bakteri atau
bersifat non infeksi seperti gluten sensitive enteropathy, inflamatory bowel disease
(IBD) atau akibat radiasi. 1
Kelompok lain adalah akibat gangguan motilitas yang mengakibatkan waktu
transit usus menjadi lebih cepar. Hal ini terjadi pada keadaan tirotoksikosis, sindroma
usus iritabel atau diabetes melitus. 1

5. Manifestasi klinis
Awalnya anak menjadi cengeng, gelisah, suhu badan meningkat, nafsu makan
berkurang atau tidak ada, kemudian timbul diare. Gejala muntah dapat terjadi sebelum
dan atau sesudah diare. Bila telah banyak kehilangan air dan elektrolit terjadilah
dehidrasi. Berat badan turun. Pada bayi, ubun-ubun besar cekung dan turgor kulit
berkurang. Mukosa bibir dan mulut kering.3
Cara praktis penatalaksanaan diare yaitu berdasarkan tipe klinis diare itu sendiri.
Terdapat 4 macam tipe klinis diare, dimana tiap macam menggambarkan kelainan
yang mendasari dan perubahan fisiologi yang berbeda-beda :
 Diare cair akut (termasuk kolera) yang berlangsung beberapa jam sampai
dengan beberapa hari. Pada diare ini perlu diwaspadai bahaya terjadinya
dehidrasi, juga dapat terjadi penurunan berat badan apabila intake makanan
kurang.

 Diare akut dengan pendarahan (disentri) , dimana pada diare ini bahaya
utamanya adalah kerusakan usus, sepsis, dan malnutrisi serta dehidrasi.

 Diare persisten (berlangsung selama 14 hari atau lebih), dimana bahaya


utamanya adalah malnutrisi dan infeksi non intestinal berat serta dehidrasi.
 Diare dengan malnutisi berat (marasmus atau kwashiorkor) dengan bahaya
utamanya antara lain infeksi sistemik berat, dehidrasi, gagal jantung, dan
defisiensi mineral dan vitamin.4

6. Diagnosis
1. Anamnesis
 Lama diare berlangsung, frekuensi diare sehari, warna dan konsistensi tinja,
lendir dan darah dalam tinja
 Muntah, rasa haus, rewel, anak lemah, kesadaran menurun, buang air kecil
terakhir, demam, sesak, kejang, kembung
 Jumlah cairan yang masuk selama diare
 Jenis makanan dan minuman yang diminum selama diare, mengonsumsi
makanan yang tidak biasa
 Penderita diare di sekitarnya dan sumber air minum5

2. Melakukan pemeriksaan fisik


Tanda utama diare akut berupa keadaan keadaan gelisah/cengeng atau
lemah/letargi/koma, rasa haus, dan turgor kulit abdomen menurun.
Tanda tambahan diare akut berupa ubun-ubun besar cekung, kelopak mata
cekung, air mata tidak ada, akral dingin, bising usus meningkat, dan mukosa mulut
dan bibir kering.
Tanda gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit, seperti napas cepat dan
dalam (asidosis metabolik), kembung (hipokalemia), dan kejang (hipo atau
hipernatremia).5
Penilaian derajat dehidrasi dilakukan sesuai dengan kriteria berikut :
Tanpa dehidrasi (kehilangan cairan <5% berat badan)
 Tidak ditemukan tanda utama dan tanda tambahan
 Keadaan umum baik, sadar
 Ubun ubun besar tidak cekung, mata tidak cekung, air mata ada, mukosa mulut
dan bibir basah
 Turgor abdomen baik, bising usus normal
 Akral hangat
Dehidrasi ringan sedang/tidak berat (kehilangan cairan 5-10% berat badan) apabila:
 Didapatkan 2 tanda utama ditambah dengan 2 atau lebih tanda tambahan
 Keadaan umum gelisah atau cengeng
 Ubun-ubun besar sedikit cekung, mata sedikit cekung, air mata berkurang,
mukosa mulut dan bibir sedikit kering
 Turgor kulit kurang, akral hangat

Dehidrasi berat (kehilangan cairan >10% berat badan) apabila:


 Didapatkan 2 tanda utama ditambah dengan 2 atau lebih tanda tambahan
 Keadaan umum lemah, letargi atau koma
 Ubun-ubun besar sangat cekung, mata sangat cekung, air mata tidak ada,
mukosa mulut dan bibir sangat kering
 Turgor kulit sangat kurang, akral dingin
 Pasien harus rawat inap

3. Melakukan pemeriksaan penunjang


Pemeriksaan tinja tidak rutin dilakukan pada diare akut, kecuali apabila tanda
intoleransi laktosa dan kecurigaan amubiasis.
Hal yang perlu dinilai pada pemeriksaan tinja:
 Makroskopis : konsistensi, warna, lendir, darah, bau
 Mikroskopis : leukosit, eritrosit, parasit, bakteri
 Kimia : pH, clinitest, elektrolit (Na, K, HCO3)
 Biakan dan uji sensitivitas tidak dilakukan pada diare akut
Analisis gas darah dan elektrolit dilakukan bila secara klinis dicurigai adanya
gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit.5

7. Penatalaksanaan
Hal penting yang perlu dikoreksi saat menangani diare akut yaitu cairan, seng, nutrisi,
antibiotik yang tepat, serta edukasi pasien.5
a. Cairan
Tatalaksana diare akut tanpa tanda dehidrasi:
 Cairan rehidrasi oralit dengan menggunakan new oralit diberikan 5–10 mL/kgBB
setiap diare cair atau berdasarkan usia, yaitu umur < 1 tahun sebanyak 50–100 mL,
umur 1–5 tahun sebanyak 100-200 mL, dan umur > 5 tahun semaunya. Dapat
diberikan cairan rumah tangga sesuai kemauan anak. ASI harus terus diberikan.
 Pasien dapat dirawat di rumah, kecuali apabila terdapat komplikasi lain (tidak mau
minum, muntah terus menerus, diare frekuen dan profus)
Tatalaksana diare akut ringan-sedang:
 Cairan rehidrasi oral hipoosmolar diberikan sebanyak 75 mL/kgBB dalam 3 jam
untuk mengganti kehilangan cairan yang terlah terjadi dan sebanyak 5-10mL/kgBB
setiap diare cair.
 Rehidrasi parenteral (intravena) diberikan bila anak muntah setiap diberi minum
walaupun telah diberikan dengan cara sedikit demi sedikit atau melalui pipa
nasogastrik. Cairan intravena yang diberikan adalah ringer laktat atau KaEN 3B
atau NaCl dengan jumlah cairan dihitung berdasarkan berat badan. Status hidrasi
dievaluasi secara berkala.
- Berat badan 3-10 kg  200 mL/kgBB/hari
- Berat badan 10-15 kg  175 mL/kgBB/hari
- Berat badan > 15 kg  135 mL/kgBB/hari
 Pasien dipantau di puskesmas/rumah sakit selama proses rehidrasi sambil memberi
edukasi tentang melakukan rehidrasi kepada orangtua.
Diare akut dehidrasi berat
Diberikan cairan rehidrasi parenteral dengan RL atau ringel asetat 100/kgBB dengan cara
pemberian :
 Umur kurang dari 12 bulan : 30mL/kgBB dalam 1 jam pertama , dilanjutkan 70mL/kgBB
dalam 2,5jam berikutnya
 Umur diatas 12 bulan : 30mL ½ jam pertama, dilanjutkan 70mL/kgBB 2,5jam berikutnya
 Masukan cairan peroral bila pasien sudah mau minum, dimulai dengan 5mL/kgBB selama
proses rehidrasi

Tatalaksana koreksi gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit:


 Hipernatremia (Na > 155 mEq/L)
Koreksi penurunan Na dilakukan secara bertahap dengan oemberian cairan dekstrose
5% ½ saline. Penurunan kadar Na tidak boleh lebih dari 10 mEq per hari karena
bisa menyebabkan edema otak.
 Hiponatremia (Na < 130 mEq/L)
Kadar natrium diperiksa ulang setelah rehidrasi selesai, apabila masih dijumpai
hiponatremia dilakukan koreksi sebagai berikut:
Kadar Na koreksi (mEq/L) = 125 – Kadar Na serum x 0,6 x berat badan; diberikan
dalam 24 jam.
 Hiperkalemia (K > 5 mEq/L)
Koreksi dilakukan dengan pemberian kalsium glukonas 10% sebanyak 0,5 – 1 ml
dengan EKG.
 Hipokalemia (K < 3,5 mEq/L)
Koreksi dilakukan menurut kadar Kalium.
 Kadar K 2,5 – 3,5 mEq/L, berikan KCl 75 mEq/kgBB per oral per hari dibagi 3
dosis
 Kadar K < 2,5 mEq/L, berikan KCl melalui drip intravena dengan dosis:
- 3,5 – kadar K terukur x BB (kg) x 0,4 + 2 mEq/kgBB/24 jam dalam 4 jam pertama
- 3,5 – kadar K terukur x BB (kg) x 0,4 + 1/6 x 2 mEq x BB dalam 20 jam
berikutnya
Seng dapat menurunkan frekuensi buang air besar dan volume tinja sehingga dapat
menurunkan resiko terjadinya dehidrasi pada anak. Seng Zink elemental diberikan
selama 10-14 hari meskipun anak telah tidak mengalami diare dengan dosis:
 Umur < 6 bulan : 10 mg per hari
 Umur > 6 bulan : 20 mg per hari
Nutrisi seperti ASI dan makanan tetap diberikan sesuai menu yang sama seperti
anak sehat sesuai umurnya untuk mencegah kehilangan berat badan dan sebagai
pengganti nutrisi yang hilang. Adanya perbaikan nafsu makan menandakan fase
kesembuhan. Anak tidak boleh dipuasakan, makanan diberikan sedikit-sedikit tapi
sering (lebih kurang 6 x sehari), rendah serat, buah-buahan terutama pisang.
Antibiotik diberikan bila ada indikasi, misalnya disentri (diare berdarah) atau
kolera. Pemberian antibiotik yang tidak rasional akan mengganggu keseimbangan
flora usus sehingga dapat memperpanjang lama diare dan Clostridium difficile akan
tumbuh yang menyebabkan diare sulit disembuhkan. Selain itu, pemberian antiobiotik
yang tidak rasional dapat mempercepat resistensi kuman terhadap antibiotik. Untuk
disentri basiler, antibiotik diberikan sesuai dengan data sensitivitas setempat, bila
tidak memungkinkan dapat mengacu kepada data publikasi yang dipakai saat ini,
yaitu kotrimoksazol sebagai lini pertama. Untuk antiparasit dapat digunakan
metronidazol 50 mg/kgBB/hari dibagi 3 dosis yang merupakan obat pilihan untuk
amuba vegetatif.5

Edukasi
Orangtua diberikan edukasi untuk kembali membawa anaknya ke puskesmas atau
rumah sakit bila ditemukan hal sebagai berikut: demam, tinja berdarah, makan atau
minum sedikit, sangat haus, diare semakin sering, atau belum membaik dalam 3 hari.
Orangtua dan pengasuh diajarkan untuk menyiapkan oralit secara benar.
Apabila anak masih mengonsumsi ASI maka ASI tetap diberikan, senantiasa menjaga
kebersihan (membersihkan makanan, cuci tangan), menyediakan air minum yang
terjamin bersih serta selalu memasak makanan dengan baik.

8. Komplikasi
Sebagai akibat kehilangan cairan dan elektrolit secara mendadak, dapat terjadi
berbagai macam komplikasi seperti :
a Dehidrasi (ringan, sedang, berat, hipotonik, isotonik atau hipertonik).
b Syok hipovolemik
c Hipokelemia (dengan gejala meteorismus, hipotoni otot, lemeh,
bradikardi, perubahan pada EKG).
d Hipoglikemia.
e Intoleransi laktosa sekunder, sebagai akibat defisiensi enzim laktase
karena kerusakan vili mukosa usus halus.
f Kejang, terutama pada dehidrasi hipertonik
g Malnutrisi energi protein, karena selain diare dan muntah, penderita juga
mengalami kelaparan. 6

9. Prognosis
Dengan penggantian cairan yang adekuat, perawatan yang mendukung, dan terapi
antimikrobial jika diindikasikan, prognosis diare infeksius hasilnya sangat baik
dengan morbiditas dan mortalitas yang minimal.7

10. Pencegahan
Beberapa hal yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya diare akut5:
 Menjaga kebersihan perorangan
 Cuci tangan sebelum makan
 Menjaga kebersihan lingkungan
 Buang air besar di jamban
 Imunisasi campak
 Memberikan makanan penyapihan yang benar
 Penyediaan air minum yang bersih
 Selalu memasak makanan
TINJAUAN PUSTAKA

1. Soebagyo B. (2008). Diare Akut Pada Anak. UNS Press. Surakarta.


2. Umar Z., Khalid H.S., dan Josia G. (2004). Diare Akut Disebabkan Bakteri.
http://library.usu.ac.id/download/fk/penydalam-umar5.pdf
3. WHO, 2004. Diarrhoea : Water, Sanitation and Hygiene Links to Health.
4. IDAI, 2004. Standar Pelayanan Medis. Badan Penerbit IDAI. Jakarta. Hal :
49-52
5. Irwanto, 2002. Ilmu Penyalit Anak; Diagnosa dan Penatalaksanaan. Salemba
Medika. Jakarta, hal : 73 – 79.
6. WHO, 2004. Diarrhoea : Water, Sanitation and Hygiene Links to Health.
7. Rusepno H dan Husein A. (1988). Ilmu Kesehatan Anak. FKUI. Infomedika.
Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai