Anda di halaman 1dari 30

LAPORAN KASUS

MENINGOENCEPHALITIS BAKTERIALIS

Disusun oleh:

Devina Adelina Wijaya

406182086

Pembimbing:

dr. Ity Sulawati, Sp.A, M.Kes

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH CIAWI

PERIODE 9 SEPTEMBER – 17 NOVEMBER 2019

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARA


Devina Adelina Wijaya (406182086)

BAB I

LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : An. AR
Umur : 4 bulan
Jenis Kelamin : Laki-laki
Tempat, tanggal lahir : Bogor, 20-05-2019
Agama : Islam
Alamat : Kp Cibolang
Kewarganegaraan : Indonesia
Suku Bangsa : Sunda

II. ANAMNESIS
Dilakukan secara alloanamnesis kepada ibu pasien pada tanggal 28
September 2019 hingga tanggal 5 Oktober 2019
A. Keluhuan Utama
Kejang sejak 1 hari SMRS

B. Keluhan Tambahan
Demam dan BAB cair sejak 4 hari SMRS

C. Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang ke IGD RSUD Ciawi pada tanggal 27 September 2019
pukul 13.42 WIB, terdapat keluhan kejang tonik-klonik, demam, dan
BAB cair

1
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak
Rumah Sakit Umum Daerah Ciawi
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 9 September – 17 November 2019
Devina Adelina Wijaya (406182086)

4 minggu sebelum masuk rumah sakit :


Ibu pasien mengatakan anaknya sempat batuk dan pilek. Batuk
berdahak namun dahak tidak dapat keluar selama kurang lebih 1
minggu, ibu pasien tidak dapat mengingat dengan jelas
keluhannya seperti apa, saat batuk tidak terdapat darah dan tidak
terdapat sesak ataupun kebiruan, saat itu batuk pasien sembuh
sendiri tanpa diberikan obat apapun. Keluhan batuk juga
bersamaan dengan pilek dengan cairan bening dan tidak ada
darah.

Hari Masuk Rumah Sakit :


Ibu pasien mengeluhkan terdapat kejang sejak sehari sebelum
masuk rumah sakit dengan durasi kurang lebih 15 menit di pagi
hari dan malam hari, sebelumnya pasien telah demam naik turun
selama 4 hari, namun, ibu pasien tidak mengingat secara jelas
suhu tubuh pasien. Pasien juga sempat BAB cair selama satu
hingga 2 kali sehari saat demam, dengan masih terlihat ampas,
tidak berlendir dan tidak berdarah. Saat di IGD, pasien masih
demam dengan suhu 44⁰. Keluhan lain seperti sesak, mual,
muntah disangkal oleh ibu pasien.

Perawatan hari ke 3 di rumah sakit :


Pasien mengalami penurunan kesadaran, pasien hanya menangis
sebentar saat dibangunkan, bergerak dan membuka mata saat
dirangsang nyeri. Pasien terakhir kejang setelah perawatan di RS hari
ke 8.

Menurut ibunya saat ini pasien sudah tidak batuk dan pilek namun
pasien masih demam naik turun, keluhan lain disangkal oleh ibu pasien

2
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak
Rumah Sakit Umum Daerah Ciawi
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 9 September – 17 November 2019
Devina Adelina Wijaya (406182086)

(-), riwayat pengobatan TB disangkal oleh ibu pasien (-). Riwayat


keluarga dengan keluhan serupa disangkal oleh ibu pasien (-).

D. Riwayat Penyakit Dahulu


Ibu pasien menyangkal adanya keluhan seperti ini sebelumnya. Ibu
pasien mengatakan anaknya batuk pilek pertama saat anaknya berusia
3 bulan dan tidak pernah BAB cair sebelumnya.

E. Riwayat Penyakit Keluarga


Keluhan serupa pada keluarga disangkal. Riwayat penyakit TB dan
pengobatan paru pada keluarga disangkal. Riwayat penyakit keturunan
seperti hipertensi, kencing manis, alergi dan asma pada keluarga
disangkal.

F. Riwayat Pengobatan
Sebelumnya pasien tidak pernah berobat ke rumah sakit, untuk keluhan
saat ini tidak diberikan obat apapun di rumah, pertama kali diobati saat
di IGD.

G. Riwayat Tumbuh Kembang


Ibu pasien mengatakan anaknya belum dapat mengangkat kepalanya,
pasien dapat menggerakkan kepala dari kiri atau kanan ke tengah.

H. Riwayat Perinatal
Pasien merupakan anak ke 3 dari 3 bersaudara, lahir spontan, partus per
vaginam di rumah sakit dengan dibantu oleh bidan. Kehamilan cukup
bulan dan sesuai masa kehamilan, ± 38 minggu. Berat badan lahir
2400gr, Panjang Badan lahir 49 cm. Riwayat sakit berat saat kehamilan
disangkal. Tidak ada penyulit persalinan.

3
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak
Rumah Sakit Umum Daerah Ciawi
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 9 September – 17 November 2019
Devina Adelina Wijaya (406182086)

I. Riwayat Imunisasi
Imunisasi dasar tidak lengkap, karena pasien sakit saat waktu imunisasi
- Usia 0 bulan : HBO (+)
- Usia 1 bulan : BCG, polio 0 (+)
- Usia 2 bulan : DPT, HiB, HB, Polio 1 (+)

J. Riwayat Asupan Nutrisi


Saat ini pasien mengkonsumsi ASI eksklusif, untuk pemberian berapa
kali sehari ibu pasien tidak ingat.

III. STATUS GENERALIS (04/10//2019)


- Keadaan umum : Tampak sakit sedang
- Kesadaran : Apatis
- GCS : E4 V4 M5
- Nadi : 149x/menit, ireguler
- Pernapasan : 42x/menit
- Suhu : 36,5°C
- Berat badan : 6 kg
- Panjang badan : 62 cm
- Status Gizi : Gizi Baik

IV. PEMERIKSAAN FISIK (04/10/2019)


- Kepala : Normocephali, UUB menonjol, rambut hitam distribusi merata,
wajah simetris tidak tampak deformitas, tidak tampak kelainan pada kulit
kepala
- Mata: Air mata (+/+), mata cekung (-/-), sklera ikterik (-/-), konjungtiva
anemis (-/-), refleks cahaya (+/+), pupil isokor diameter 3 mm ditengah
- Telinga : bentuk normal tidak terdapat deformitas, liang telinga lapang,
serumen (-/-), sekret (-/-), nyeri tekan tragus (-/-), nyeri tarik tragus (-/-) ,

4
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak
Rumah Sakit Umum Daerah Ciawi
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 9 September – 17 November 2019
Devina Adelina Wijaya (406182086)

limfadenitis periauricular (-/-), pemeriksaan membran timpani tidak


dilakukan
- Hidung : bentuk normal, sekret (-/-), tidak ada septum deviasi, mukosa
hidung tidak hiperemis, napas cupping hidung (-), retraksi (-), tidak tampak
deformitas
- Mulut : Stomatitis (-), sianosis bibir(-) , Coated tongue (-), gigi, lidah
terletak di tengah, simetris
- Tenggorokan : uvula di tengah, dinding tidak faring hiperemis, tonsil T1-
T1, kripta tonsil normal, tidak terdapat detritus
- Leher :tidak ada pembesaran KGB submandibular, submental, cervical,
trakea terletak di tengah, kelenjar tiroid tidak teraba membesar
- Thorax :
• Inspeksi : Bentuk dada normal, pergerakan dada simetris,
Retraksi dinding dada interkostal (-), subkostal (-)
• Palpasi : Pergerakan dinding dada simetris tidak ada tertinggal,
stem fremitus tidak dilakukan
• Perkusi : Sonor pada seluruh lapang paru
• Auskultasi : Vesikuler (+/+) Rhonki (+/+), wheezing (-/-)
- Jantung
• Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
• Palpasi : Ictus cordis teraba di ICS III MCL sinistra
• Perkusi : Batas jantung tidak melebar
• Auskultasi: BJ I dan II normal, murmur sistolik (-), gallop (-)
- Abdomen
• Inspeksi : Datar, tidak terlihat organomegali, hernia (-),
deformitas (-)
• Palpasi : Abdomen supel, Nyeri tekan 4 kuadran (-), turgor kulit
normal, Hepar dan lien tidak teraba membesar.
• Perkusi : Timpani pada seluruh lapang abdomen
• Auskultasi : Bising usus (+) normal 10x/menit

5
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak
Rumah Sakit Umum Daerah Ciawi
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 9 September – 17 November 2019
Devina Adelina Wijaya (406182086)

- Tulang belakang : tidak ada gibbus, skoliosis (-), lordosis (-), kifosis (-)
- Anus dan Genitalia : pemeriksaan anus dan genitalia tidak dilakukan
- Kelenjar Getah Bening : tidak ada pembesaran KGB submandibular,
submentale, cervical, infra clavicular, supra clavicular, axilla dan inguinal
- Kulit : sianosis (-), ikterik (-), petechiae (-), tidak tampak kelainan
- Ekstremitas : akral hangat, CRT < 2 detik, tak tampak edema pada keempat
ekstermitas, sianosis (-)

PEMERIKSAAN NEUROLOGIS

o NERVUS KRANIAL
 N. Olfaktorius : Tidak dapat dilakukan
 N. Opticus : Pupil isokor, diameter 3 mm, kedudukan
bola mata simetris, Refleks cahaya langsung ODS (+), refleks
cahaya tidak langsung ODS (+)
 N. Ocullomotor, N. Trochlear, N.Abduscen : dilakukan namun
terdapat kesulitan pemusatan perhatian, pergerakan bola mata
simetris
 N. Trigeminal : tidak dapat dilakukan
 N.Fascialis : tidak dapat dilakukan
 N.Vestibulocochlear : tidak dapat dilakukan
 N.Glosopharyngeal : tidak dapat dilakukan
 N.Vagus : tidak dilakukan
 N.Accessorius : tidak dilakukan
 N.Hipoglossus : kedudukan lidah di dalam dan di luar
rongga mulut simetris, tidak ada tremor perioral

o RANGSANG MENINGEAL
 Kaku kuduk : (+)
 Kuduk kaku : (-)

6
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak
Rumah Sakit Umum Daerah Ciawi
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 9 September – 17 November 2019
Devina Adelina Wijaya (406182086)

 Brudzinsky 1 : (-)
 Brudzinsky 2 : (-)

o REFLEKS FISIOLOGIS
 Biseps : ++ / ++
 Triceps : ++ / ++
 Patela : ++ / ++
 Achiles : ++ / ++

V. RESUME

Telah diperiksa seorang anak laki-laki berusia 4 bulan dengan keluhan


kejang sejak 1 hari SMRS. Demam naik turun dengan suhu tertinggi 44⁰C.
BAB sempat cair selama 3 hari namun sekarang kondisi membaik. Ibu
pasien mengaku belum pernah seperti ini sebelumnya, riwayat pengobatan
paru disangkal.

Pemeriksaan fisik didapatkan tampak sakit sedang, apatis, HR 149 x/menit


kuat angkat, RR 42 x/menit, ireguler, thorakoabdominal, suhu tubuh 36.5°C,
status gizi baik. Pada pemeriksaan status generalis didapatkan ubun-ubun
cembung, rhonki, dan susah memusatkan perhatian, pemeriksaan refleks
fisiologis dalam batas normal.

VI. DIAGNOSIS KERJA


• Penurunan kesadaran ec suspect meningoencephalitis
• Imunisasi tidak lengkap
• Suspect Bronkopneumonia
VII. DIAGNOSIS BANDING
 Kejang Demam Kompleks

7
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak
Rumah Sakit Umum Daerah Ciawi
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 9 September – 17 November 2019
Devina Adelina Wijaya (406182086)

VIII. PEMERIKSAAN PENUNJANG


Pemeriksaan darah:
Hematologi 27/09/2019
Hasil Normal
Hemoglobin 8,1 g/dL 11,0 - 13,0 g/dL
Hematokrit 24,5 % 45 - 52 %
Leukosit 13.000/ µL 6.000 – 18.000 µL
Trombosit 276.000/ µL 150.000 - 440.000/ µL
Kimia
GDS 153 mg/dL 80-120 mg/L
Elektrolit darah
Natrium 124 mmol/L 135 – 145 mmol/L
Kalium 4.7 mmol/L 3.5 – 5.3 mmol/L
Clorida 101 mmol/L 95 – 106 mmol/L

Pemeriksaan fungsi ginjal :

Kimia 01/10/2019
Hasil Normal
Ureum 27 10,0 - 50,0
Kreatinin 0,47 mg/dL 0,6 – 1,3 mg/dL

Pemeriksaan PCR :

PCR 04/10/2019
Hasil Normal
TB
MTB Tidak terdeteksi Tidak terdeteksi

8
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak
Rumah Sakit Umum Daerah Ciawi
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 9 September – 17 November 2019
Devina Adelina Wijaya (406182086)

Pemeriksaan Xray thorax :


 Ukuran kesan tak tampak membesar; tampak patchy infiltrat di paracardial
kanan; hilus kanan menebal; Sinus phrenicostalis kanan kiri tajam;
Diafragma dan tulang tulang baik
 Kesan : Bronchopneumonia
CT-scan Kepala irisan axial dengan kontras :
 Tampak lesi hypodens berbentuk crescent di fronto-parietal kanan kiri,;
dengan pemberian kontras tampak leptomeningeal enhancement Sulci dan
Gyri normal; susunan ventrikel baik; tak tampak deviasi midline structure;
pons dan cerebellum baik; tulang tulang baik, sutura masih terbuka
 Kesan : Susp gambaran meningitis & susp. Subdural hygroma di fronto-
parietal kanan kiri
IX. DIAGNOSIS AKHIR
• Meningoencephalitis et causa bacterial infection
• Bronkopneumonia et causa bakterial infection
• Subdural hygroma
• Anemia defisiensi besi
• Imunisasi tidak lengkap

X. TATALAKSANA
 IVFD KaEN 3B
 PCT IV 60 mg jika demam >38⁰C
 Ceftriaxone IV 1x 480 drip dalam 50 ml NaCl 0,9%
 L-Bio oral 2x1 sach
 Fenobarbital IV 2x15mg

9
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak
Rumah Sakit Umum Daerah Ciawi
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 9 September – 17 November 2019
Devina Adelina Wijaya (406182086)

XI. PROGNOSIS
- Ad Vitam : Dubia ad malam
- Ad functionam : Dubia ad malam
- Ad sanationam : Dubia ad malam

XII. EDUKASI
- Menjelaskan tentang alasan pasien dirawat
- Menjelaskan tentang keadaan pasien dan prognosis dari penyakitnya
- Menjelaskan kepada keluarga pasien tentang penyakit yang diderita dan
cara penyebarannya
- Menjelaskan kepada keluarga pasien cara pencegahan penyakit agar
tidak terulang
- Menjelaskan kepada pasien tentang penanganan yang akan dilakukan
- Menjelaskan tentang tanda bahaya yang mungkin terjadi
- Memberikan informasi mengenai komplikasi yang mungkin terjadi

10
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak
Rumah Sakit Umum Daerah Ciawi
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 9 September – 17 November 2019
Devina Adelina Wijaya (406182086)

TINJAUAN PUSTAKA

1.1.Definisi
Meningoensefalitis atau Ensefalomeningitis merupakan infeksi pada
parenkim otak dan selaput otak, di mana meningitis merupakan infeksi
selaput otak atau meninges yang dibentuk dari dalam ke luar oleh pia mater,
arachnoid mater, dan dura mater, dan ensefalitis merupakan infeksi pada
parenkim otak.1
1.2.Etiologi
Infeksi pada parenkim maupun selaput otak dapat disebabkan oleh
berbagai mikroorganisme seperti bakteri, Mycobacterium, virus, atau
jamur. Infeksi bakteri merupakan penyebab utama dari penurunan
kesadaran akut, perbedaan bakteri penyebab meningitis bervariasi
berdasarkan usia.2,3 Pada neonatus, etiologi bakteri tersering adalah
Streptococcus grup B, Escherichia coli, dan Listeria monocytogenes, pada
anak-anak dan dewasa, penyebab tersering adalah Streptococcus
pneumoniae dan Neisseria meningitidis. Haemophilus influenzae dapat
menyebabkan meningitis bakterial pada semua umur, namun paling sering
mengenai anak-anak di bawah 5 tahun.4 Tuberkulosis (TB) menjadi
penyebab tersering kematian pada anak di dunia dan terjadi pada lingkungan
dengan sanitasi yang buruk, cara transmisinya dengan inhalasi organisme
dari penderita TB, diawali dari paru-paru kemudian menyebar ke organ
lainnya dalam 6 bulan.2
1.3.Epidemiologi

Insiden meningitis bakterial diperkirakan 5-7 kasus per 100.000 populasi, pada
negara berkembang, N.meningitidis dan S.pneumoniae merupakan penyebab
tersering meningitis bakterial akut. Sebelumnya, H. influenzae tipe b sebagai
penyebab dari 48% kasus meningitis bakterial, setelah dilakukan program
vaksinasi, terjadi pengurangan kejadian yang signifikan, namun pada negara

11
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak
Rumah Sakit Umum Daerah Ciawi
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 9 September – 17 November 2019
Devina Adelina Wijaya (406182086)

berkembang tanpa program vaksinasi yang adekuat masih terjadi beban terhadap
Hb, hanya 42% pasien di dunia yang mendapatkan vaksin Hib pada tahun 2007.

1.4.Anatomi5

Selaput otak atau meninges dibagi menjadi 3 lapis yaitu dura, arachnoid, dan
pia. Dura merupakan membran terluar yang dipisahkan oleh ruang subdural dengan
arachnoid, lalu ruang subarachnoid yang mengandung LCS dan arteri yang
memisahkan arachnoid dari pia. Lapisan arachnoid dan pia disebut leptomeninges
yang dihubungi oleh trabekula arachnoid. Pia dengan lanjutan ruang subarachnoid
dan pembuluh darah terhubung dengan parenkim otak, disebut ruang perivaskular.

Lapisan pertama, durameter dibentuk dari jaringan ikat fibrosa. Secara


konvensional durameter ini terdiri atas dua lapis, yaitu periosteal dan lapisan
meningeal. Kedua lapisan ini melekat dengan rapat, kecuali sepanjang tempat-
tempat tertentu, terpisah dan membentuk sinus-sinus venosus. Lapisan periosteal
adalah lapisan periosteum yang menutupi permukaan dalam tulang cranium.
Sedangkan lapisan meningeal adalah lapisan durameter yang sebenarnya, sering
disebut dengan cranial durameter. Lapisan meningeal ini terdiri atas jaringan
fibrosa padat dan kuat yang membungkus otak dan melanjutkan menjadi durameter
spinalis setelah melewati foramen magnum yang berakhit sampai segmen kedua
dari os sacrum.

Lapisan meningeal membentuk septum ke dalam, membagi rongga cranium


menjadi ruang-ruang yang saling berhubungan dengan bebas dan menampung
bagian-bagian otak. Fungsi septum ini adalah untuk menahan pergeseran otak.
Adapun empat septum itu antara lain:

 Falx cerebri adalah lipatan durameter berbentuk bulan sabit yang terletak
pada garis tengah diantara kedua hemisfer cerebri. Ujung bagian anterior
melekat pada crista galli. Bagian posterior melebar, menyatu dengan
permukaan atas tentorium cerebelli.

12
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak
Rumah Sakit Umum Daerah Ciawi
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 9 September – 17 November 2019
Devina Adelina Wijaya (406182086)

 Tentorium cerebelli adalah lipatan durameter berbentuk bulan sabit yang


menutupi fossa crania posterior. Septum ini menutupi permukaan atas
cerebellum dan menopang lobus occipitalis cerebri.
 Falx cerebelli adalah lipatan durameter yang melekat pada protuberantia
occipitalis interna.
 Diaphragma sellae adalah lipatan sirkuler kecil dari durameter, yang
mmenutupi sella turcica dan fossa pituitary pada os sphenoidalis. Diafragma
ini memisahkan pituitary gland dari hypothalamus dan chiasma opticum.
Pada bagian tengah terdapat lubang yang dilalui oleh tangkai hyphophysis.

Bagian kedua, Arachnoid, lapisan ini merupakan suatu membran yang


impermeabel halus, yang menutupi otak dan terletak diantara piameter dan
durameter. Membran ini dipisahkan dari durameter oleh ruang potensial yaitu
spatium subdurale dan dari piameter oleh cavum subarachnoid yang berisi cairan
serebrospinal. Cavum subarachnoid (subarachnoid space) merupakan suatu
rongga/ruangan yang dibatasi oleh arachnoid dibagian luar dan piameter pada
bagian dalam. Dinding subarachnoid space ini ditutupi oleh mesothelial cell yang
pipih. Pada daerah tertentu arachnoid menonjol ke dalam sinus venosus membentuk
villi arachnoidales. Agregasi ini berfungsi sebagai tempat perembesan
cerebrospinal fluid ke dalam aliran darah.

Arachnoid berhubungan dengan piameter melalui untaian jaringan fibrosa halus


yang melintasi cairan dalam cavum subarachnoid. Struktur yang berjalan dari dan
ke otak menuju cranium atau foraminanya harus melalui cavum subarachnoid.

Lapisan piameter berhubungan erat dengan otak dan sum-sum tulang belakang,
mengikuti tiap sulcus dan gyrus. Piameter ini merupakan lapisan dengan banyak
pembuluh darah dan terdiri atas jaringan penyambung yang halus serta dilalui
pemmbuluh darah yang memberi nutrisi pada jaringan saraf.

13
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak
Rumah Sakit Umum Daerah Ciawi
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 9 September – 17 November 2019
Devina Adelina Wijaya (406182086)

Astrosit susunan saraf pusat mempunyai ujung-ujung yang berakhir sebagai end
feet dalam piameter untuk membentuk selaput pia-glia Selaput ini berfungsi untuk
mencegah masuknya bahan-bahan yang merugikan ke dalam susunan saraf pusat. 3

Piameter membentuk tela choroidea, atap ventriculus tertius dan quartus dan
menyatu dengan ependyma membentuk plexus choroideus dalam ventriculus
lateralis, tertius dan quartus.

Gambar 1. Lapisan Meninges

14
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak
Rumah Sakit Umum Daerah Ciawi
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 9 September – 17 November 2019
Devina Adelina Wijaya (406182086)

1.5.Patofisiologi
1.5.1. Invasi bakteri
Bakteri sebagai meningeal patogen mempunyai struktur yang dapat
menembus sawar darah otak, jalur masuk bakteri diduga berasal dari
peredaran darah, defek dari lapisan otak seperti gangguan anatomis dari
sinus paranasal atau telinga tengah atau infeksi lokal juga dapat menjadi
jalur masuk potensial dari bakteri tersebut. Invasi bakteri hingga timbul
gejala terjadi lebih akut dibandingkan dengan M. Tuberculosis, sekitar 3-7
hari setelah invasi bakteri akan timbul gejala klinis, sedangkan pada
meningitis tuberkulosa 6-12 bulan mulai timbul gejala neurologis setelah
mengenai paru-paru.10,11Berdasarkan bukti penelitian, plexus choroidalis
dapat menjadi awal mula invasi bakteri. Meningokokus ditemukan pada
plexus koroidalis yakni pada meninges atau selaput otak dan pneumokokus
menginfiltrasi pembuluh darah leptomeningeal pada meningitis. Bakteri
juga dapat menginvasi Sistem Saraf Pusat (SSP) melalui membran mukosa
nasofaring selain dari bakteremia dan menempati ruang subarachnoid
melalui hematogen. Invasi bakteri dan virulensi ke dalam SSP melibatkan
berbagai bagian molekul yang efektif dari bakteri tersebut seperti kapsul
polisakarida bakteri, lipopolisakarida, dan protein membran luar bakteri. 3,6
Protein streptokokal yaitu CbpA berinteraksi dengan reseptor
glikokonjugasi dari fosforilkolin dengan Platelet Activating Factor (PAF)
pada sel eukariota menimbulkan endositosis dari bakteri tersebut dan
menembus sawar darah otak. Sedangkan bakteri yang menyebabkan
meningitis pada neonatus merupakan streptokokus grup B dan Escherichia
coli dimana terdapat protein adhesive yang membantu invasi bakteri
tersebut ke dalam SSP. 3,6
Respon inflamasi terjadi karena invasi bakteri juga merupakan
karena regulasi dari adhesi molekul seperti ICAM-1. Molekul ini membantu
proses invasi leukosit, sehingga, adanya granulosit pada cairan
serebrospinal merupakan diagnosis khas dari meningitis. Respon inflamasi

15
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak
Rumah Sakit Umum Daerah Ciawi
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 9 September – 17 November 2019
Devina Adelina Wijaya (406182086)

awal dan invasi bakteri mengaktifkan sitokin-sitokin sebagai produk dari


leukosit yaitu MMP dan NO yang juga berkontribusi terhadap kerusakan
awal sawar darah otak dan sawar darah dengan cairan serebrospinal. Setelah
bakteri memasuki ruang subarachnoid, bakteri bereplikasi yang
menimbulkan inflamasi lebih lanjut. Meningitis bakteri ditandai dengan
infiltrasi leptomeningeal dan perivaskular dengan leukosit PMN dan
eksudat inflamasi. Dapat timbul edema otak, hidrosefalus, dan infark
serebral.6
Defisit neuropsikologis setelah meningitis bakteri dikarenakan saat
proses inflamasi menimbulkan hilangnya neuron yang menyebabkan atrofi
hippocampus sebagai area yang rentan di otak. Namun, predisposisi
hippocampus untuk kerusakan neuron masih belum jelas. Cairan ekstrasel
pada sel-sel otak berkaitan dengan cairan serebrospinal dan kemungkinan
terjadinya difusi antar kompartemen tersebut yang akhirnya terinfeksi oleh
bakteri dan mediator inflamasi toksik. Jika sawar darah otak mengalami
gangguan, ruptur arachnoid diduga menyebabkan higroma subdural, yaitu
keadaan cairan serebrospinal berada dalam ruang subdural tanpa darah.6,7

Gambar 2. Invasi Bakteri ke Otak

16
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak
Rumah Sakit Umum Daerah Ciawi
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 9 September – 17 November 2019
Devina Adelina Wijaya (406182086)

1.6.Manifestasi Klinis

Tanda dan gejala klinis dari meningitis bakterial pada anak bervariasi
tergantung dari umur anak tersebut dan durasi penyakit. Tanda nonspesifik meliputi
tanda vital yang abnormal seperti takikardi dan demam, kurang nafsu makan,
iritabel, letargi, dan muntah. Terdapat tanda klasik dari meningitis seperti kaku
kuduk, fontanel yang menonjol, fotofobia, dan Kernig’s sign atau Brudzinski’s sign
positif (umumnya pada anak lebih dari 12 sampai 18 bulan). Kejang dapat timbul
pada 20-30% anak dengan meningitis bakterial yang sering dikarenakan infeksi Hib
dan Streptococcus pneumoniae. Gejala neurologis fokal timbul yang menyebabkan
penurunan kesadaran.8

1.7.Diagnosis8,9
1.7.1. Meningitis Bakterialis
1.7.1.1.Anamnesis
 Didahului infeksi pada saluran napas atas atau saluran cerna seperti
demam, batuk, pilek, diare, dan muntah
 Gejala meningitis adalah demam, nyeri kepala, meningismus
dengan atau tanpa penurunan kesadaran, letargi, malaise, kejang,
dan muntah merupakan hal yang sangat sugestif meningitis namun
tidak ada gejala khas.
 Banyak gejala meningitis yang berkaitan dengan usia, misalnya
anak kurang dari 3 tahun jarang mengeluh nyeri kepala. Pada bayi
gejala hanya berupa demam, iritabel, letargi, malas minum, dan
high-pitched cry.
1.7.1.2.Pemeriksaan fisis
 Gangguan kesadaran dapat berupa penurunan kesadaran atau
iritabilitas
 Ditemukan ubun-ubun besar yang membonjol, kaku kuduk, atau
tanda rangsang meningeal lain (Brudzinski dan Kernig), kejang, dan

17
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak
Rumah Sakit Umum Daerah Ciawi
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 9 September – 17 November 2019
Devina Adelina Wijaya (406182086)

defisit neurologis fokal. Tanda rangsang meningeal mungkin tidak


ditemukan pada anak berusia kurang dari 1 tahun.
 Ditemukan tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial
 Infeksi di tempat lain (infeksi THT, sepsis, pneumonia)
1.7.1.3.Pemeriksaan penunjang
 Darah perifer lengkap didapatkan neutrofilia, glukosa serum rendah,
pemeriksaan elektrolit, urea, kreatinin untuk menilai komplikasi dan
manajemen cairan, hasil positif pada kultur darah, marker inflamasi
seperti CRP dapat positif.
 Pungsi lumbal untuk menegakkan diagnosis dan menentukan
etiologi
o Didapatkan cairan keruh atau opalescence dengan Nonne
(-)/(+) dan Pandy (+)/(++)
o Jumlah sel 100-10.000/mm3 dengan hitung jenis predominan
polimorfonuklear, protein 200-500 mg/dl, glukosa <40
mg/dl, pewarnaan gram biakan, dn uji resistensi. Pada
stadium dini jumlah sel dapat normal dengan predominan
limfosit.
o Jika telah mendapatkan antibiotik sebelumnya, gambaran
LCS dapat tidak spesifik
o Gambaran LCS dilihat pada Tabel 1

18
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak
Rumah Sakit Umum Daerah Ciawi
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 9 September – 17 November 2019
Devina Adelina Wijaya (406182086)

 Pada kasus berat, pungsi lumbal sebaiknya ditunda dan tetap dimulai
pemberian antibiotik empirik
 Jika dugaan kuat mengarah ke meningitis, walau terdapat tanda
tanda peningkatan tekanan intrakranial, pungsi lumbal dapat
dilakukan namun tetap berhati-hati. Pemakaian jarum spinal dapat
meminimalisir terjadinya herniasi.
 Kontraindikasi mutlak pungsi lumbal hanya jika ditemukan tanda
dan gejala peningkatan tekanan intrakranial yang dapat diperiksa
melalui funduskopi dengan ditemukannys papiledema oleh karena
lesi desak ruang.
 Kasus berat curiga komplikasi empiema subdural, hidrosefalus, dan
abses otak dilakukan CT scan dengan kontras atau MRI
 Jika terdapat perlambatan umum dilakukan EEG.
 Jika PCR cairan serebrospinal tidak dapat dilakukan maka
digunakan PCR pada darah atau urin.
1.7.2. Meningitis Tuberkulosa
1.7.2.1.Anamnesis
 Riwayat demam yang lama atau kronis dapat pula berlangsung akut
 Kejang, kesadaran setelah kejang
 Penurunan kesadaran
 Penurunan berat badan, anoreksia, muntah, sering batuk, dan pilek
 Riwayat kontak dengan pasien tuberkulosis dewasa
 Riwayat imunisasi BCG
1.7.2.2.Pemeriksaan fisik
Manifestasi klinis terbagi menjadi 3 stadium :
 Stadium I (Inisial)

19
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak
Rumah Sakit Umum Daerah Ciawi
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 9 September – 17 November 2019
Devina Adelina Wijaya (406182086)

Pasien tampak apatis, iritabel, nyeri kepala, demam, malaise,


anoreksia, mual, dan muntah. Belum ada manifestasi kelainan
neurologi.
 Stadium II
Pasien tampak mengantuk, disorientasi, ditemukan tanda rangsang
meningeal, kejang, defisit neurologis fokal, paresis nervus kranial,
dan gerakan involunter (tremor, koreoatetosis, hemibalismus)
 Stadium III
Stadium II disertai dengan kesadaran semakin menurun sampai
koma, ditemukan tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial,
pupil terfiksasi, pernapasan ireguler, disertai peningkatan suhu
tubuh dan ekstremitas spastis.
1.7.2.3.Pemeriksaan penunjang
 Darah perifer lengkap, laju endap darah, dan gula darah. Leukosit
darah tepi sering meningkat (10.000-20.000 sel/mm3) Sering
ditemukan hiponatremia dan hipokloremia karena sekresi
antidiuretik hormon yang tidak adekuat
 Pungsi lumbal :
o Liquor serebrospinal jernih, cloudy, atau santokrom
o Jumlah sel meningkat antara 10-250 sel/mm3 dan jarang
melebihi 500 sel/mm3, hitung jenis predominan sel limfosit
walaupun pada awal dapat dominan polimorfonuklear.
o Protein meningkat di atas 100 mg/dl sedangkan glukosa
menurun di bawah 35 mg/dl.
o Pemeriksaan BTA (basil tahan asam) dan kultur M.
Tuberculosis tetap dilakukan
o Jika hasil pemeriksaan LCS pertama meragukan, pungsi
lumbal ulangan dapat memperkuat diagnoss dengan interval
dua minggu

20
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak
Rumah Sakit Umum Daerah Ciawi
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 9 September – 17 November 2019
Devina Adelina Wijaya (406182086)

 Pemeriksaan PCR, ELISA, dan latex particle agglutination dapat


mendeteksi Mycobacterium di cairan serebrospinal
 CT scan atau MRI dengan kontras dapat menunjukkan lesi parenkim
pada daerah basal otak, infark, tuberkuloma, maupun hidrosefalus.
Dilakukan jika dicurigai ada komplikasi hidrosefalus
 Uji tuberkulin dapat mendukung diagnosis
 EEG menunjukkan perlambatan gelombang irama dasar
1.8.Tatalaksana3,9
1.8.1. Meningitis bakterialis
Setelah diagnosis meningitis bakterial ditegakkan, maka pemberian
antibiotik empirik harus segera diberikan.
a). Antibiotik
 Usia 1-3 bulan :
o Ampisilin 200-400 mg/kgBB/hari IV dibagi dalam 4 dosis
atau 50 mg/kgBB IV tiap 6-8 jam + sefotaksim 200-300
mg/kgBB/hari IV dibagi dalam 4 dosis, atau
o Ceftriaxone 100 mg/kgBB/hari IV dibagi dalam 2 dosis
 Usia > 3 bulan :
o Cefotaxime 200-300 mg/kgBB/hari IV dibagi dalam 3-4
dosis, atau
o Ceftriaxone 100 mg/kgBB/hari IV dibagi 2 dosis, atau
o Ampisilin 200-400 mg/kgBB/hari IV dibagi dalam 4 dosis +
kloramfenikol 100 mg/kgBB/hari dibagi dalam 4 dosis.
o Dapat ditambahkan Vancomycin dalam pemberian
Cefotaxime atau Ceftriaxone dengan dosis 15 mg/kg IV
setiap 6 jam dengan dosis maksimal 4 g/hari.

Jika sudah terdapat hasil kultur pemberian antibiotik disesuaikan dengan


kultur dan resistensi.

Lama pengobatan umumnya tergantung dari kuman penyebab, 10-14 hari.

21
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak
Rumah Sakit Umum Daerah Ciawi
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 9 September – 17 November 2019
Devina Adelina Wijaya (406182086)

Tabel 2. Pilihan Antibiotik Empiris Terhadap Bakteri

b). Deksametason

Deksametason 0,6 mg/kgBB/hari IV dibagi dalam 4 dosis selama 4 hari.


Injeksi deksametason diberikan 15-30 menit sebelum atau pada saat
pemberian antibiotik. Pemberian deksametason meningkatkan perbaikan,
mencegah gangguan pendengaran, dan mengurangi mortalitas pada pasien
imunokompeten dengan meningitis bakterial terkonfirmasi.

1.9.Komplikasi
Komplikasi dari meningitis bakterial yaitu sakit kepala, kejang,
hidrosefalus, gejala defisit neurologis sisa seperti gangguan kognitif dan
gangguan nervus cranialis VIII, dan kematian.3

22
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak
Rumah Sakit Umum Daerah Ciawi
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 9 September – 17 November 2019
Devina Adelina Wijaya (406182086)

1.10. Prognosis
Morbiditas dan mortalitas akan penyakit ini cukup tinggi, angka
mortalitas 5-10% dan hampir 40% pasien mengalami gejala sisa seperti
defisit neurologis dan gangguan pendengaran, jika tidak diobati akan
menyebabkan kematian.9
1.11. Pencegahan
Vaksin tersedia untuk 3 bakteri penyebab meningitis, yaitu
Haemophilus influenza type b, Neisseria meningitidis dan Streptokokus
pneumoniae. Anak berusia 2 sampai 15 bulan rutin diimunisasi untuk Hib dan
S.pneumoniae, anak berusia 11 hingga 12 tahun diimunisasi untuk N.
meningitidis dengan booster pada umur 16 tahun. Jika kontak dekat dengan
pasien dapat diberikan rifampin 20 mg/kg/hari secara oral sebagai dosis tunggal
untuk 4 hari (H.influenzae) dan dosis terbagi 2 untuk 2 hari (N.meningitidis).3
1.12. Pemantauan
Periode kritis pengobatan meningitis bakterialis adalah hari ke 3 dan
4. Tanda vital dan evaluasi neurologis harus dilakukan secara teratur, untuk
mencegah aspirasi sebaiknya pasien dipuasakan lebih dahulu pada awal
sakit. Monitor lingkar kepala setiap hari dengan ubun-ubun besar yang
masih terbuka. Pantau demam, kejang, dan peningkatan tekanan
intrakranial. Pantau komplikasi SIADH (Syndrome Inappropriate
Antidiuretic Hormone), di mana diagnosis ditegakkan jika kadar Na seruum
<135 mEq/L, osmolaritas serum <270 mOsm/kg, osmolaritas urin > 2 kali
osmolaritas serum, natrium uin >30 mEq/L tanpa tanda dehidrasi atau
hipovolemia.9
Pemantauan terapi memantau efek samping penggunaan antibiotik
dosis tinggi, dilakukan pemeriksaan darah perifer serial, uji fungsi hati, uji
fungsi ginjal bila terdapat indikasi.9
Pemantauan tumbuh kembang dilakukan untuk mendeteksi adanya
gangguan pendengaran yang diakibatkan oleh gejala sisa meningitis

23
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak
Rumah Sakit Umum Daerah Ciawi
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 9 September – 17 November 2019
Devina Adelina Wijaya (406182086)

bakterialis. Gejala sisa lain seperti retardasi mental, epilepsi, kebutaan,


spastisitas, dan hidrosefalus.

24
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak
Rumah Sakit Umum Daerah Ciawi
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 9 September – 17 November 2019
Devina Adelina Wijaya (406182086)

DAFTAR PUSTAKA

1. Dash SK. Herpes meningoencephalitis: causes, diagnosis, and treatment in


Pana M, ed. Meningoencephalitis-disease which requires optimal approach
in emergency manner. London: IntechOpen. 2017 August 30th.
2. Lawson PN, Mccarthy EA, ed. Pediatric neurology. New York: Nova
Science Publishers; 2012
3. Aminoff MJ, Greenberg DA, Simon RP, et al. Clinical neurology. 9th ed.
Philadelphia: McGraw-Hill; 2015
4. Oordt-speets AM, Bolijn R, van Hoorn RC, Bhavsar A, Kyaw MH. Global
etiology of bacterial meningitis: a systematic review and meta-analysis.
PLoS One. 2018;13(6).
5. Waxman SG. Clinical neuroanatomy. 27th Ed. Philadelphia: McGraw-Hill;
2013.
6. Hoffman O, Weber RJ. Pathophysiology and treatment of bacterial
meningitis. Ther Adv Neurol Disord. 2009 Nov; 2(6): 1-7
7. Sharma P, Mishra A, Arora G, Tripathi M, Bal C, Kumar R. Post meningitis
99m
subdural hygroma: anatomical and functional evaluation with Tc-
ehylene cysteine dimer single photon emission tomography/computed
tomography. Indian J Nucl Med. 2013 Jan-mar;28(1):23-25
8. Tacon CL, Flower O. Diagnosis and management of bacterial meningitis in
the paediatric population: a review. Emerg Med Int. 2012 Sep 20.
9. Pudjiadi AH, Hegar B, Handryastuti S, Idris NS, Gandaputra EP,
Harmoniati ED. Pedoman pelayanan medis ikatan dokter anak indonesia.
Jilid I. Jakarta: IDAI;2009
10. Isabei BE, Rogelio HP. Pathogenesis and immune response in tuberculous
meningitis. Malays J Med Sci.2014 Jan; 21(1):4-10
11. Paireau J, et al. Seasonal dynamics of bacterial meningitis : a time-series
analysis. Lancet Glob Health. 2016 Jun;4(6):e370-7

25
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak
Rumah Sakit Umum Daerah Ciawi
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 9 September – 17 November 2019
Devina Adelina Wijaya (406182086)

LAMPIRAN

Interpretasi : normocephali

26
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak
Rumah Sakit Umum Daerah Ciawi
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 9 September – 17 November 2019
Devina Adelina Wijaya (406182086)

Interpretasi : Berat badan normal

27
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak
Rumah Sakit Umum Daerah Ciawi
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 9 September – 17 November 2019
Devina Adelina Wijaya (406182086)

Interpretasi : perawakan normal

28
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak
Rumah Sakit Umum Daerah Ciawi
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 9 September – 17 November 2019
Devina Adelina Wijaya (406182086)

Interpretasi : status gizi baik

29
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak
Rumah Sakit Umum Daerah Ciawi
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 9 September – 17 November 2019

Anda mungkin juga menyukai