Anda di halaman 1dari 33

BAGIAN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI REFLEKSI KASUS

FAKULTAS KEDOKTERAN APRIL 2021


UNIVERSITAS TADULAKO

ABORTUS PROVOKATUS KRIMINALIS

OLEH :
Regitha Madelin Y. Tandilino
N 111 19 020

PEMBIMBING :
dr. C. A. N. Rieuwpassa, Sp.OG(K)

DIBUAT DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN ILMU OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
PROGRAM STUDI PROFESI DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TADULAKO
PALU
2021

1
HALAMAN PENGESAHAN

Yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa:

Nama : Regitha Madelin Y. Tandilino


No. Stambuk : N 111 19 020
Fakultas : Kedokteran
Program Studi : Profesi Dokter
Universitas : Tadulako
Judul Refleksi Kasus : Abortus Provokatus Kriminalis

Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada bagian


Ilmu Obstetri dan Ginekologi Program Studi Profesi Dokter, Fakultas Kedokteran
Universitas Tadulako.

Palu, April 2021


Pembimbing Dokter Muda

dr. C. A. N. Rieuwpassa, Sp.OG(K) Regitha Madelin Y.T.

2
BAB I

PENDAHULUAN

Abortus atau miscarriage adalah dikeluarkannya hasil konsepsi sebelum


mampu hidup di luar kandungan dengan berat badan sekitar 500 atau gram kurang
dari 1000 gram, terhentinya proses kehamilan sebelum usia kehamilan kurang dari
28 minggu. (manuaba)

Abortus merupakan berakhirnya kehamilan melalui cara apapun, spontan


maupun buatan, sebelum janin mampu bertahan hidup dengan batasan berdasar
umur kehamilan dan berat badan. (handono 2009)

Setiap tahun di Indonesia, jutaan wanita hamil secara tidak sengaja dan
banyak yang memilih untuk mengakhiri kehamilannya, meskipun pada umumnya
aborsi ilegal. Seperti negara-negara tetangga yang juga negara berkembang di
mana aborsi mendapat stigma dan sangat dibatasi. Rata-rata perempuan Indonesia
sering mencari prosedur yang secara rahasia atau diam-diam, yang dilakukan oleh
penyedia yang tidak terlatih, dan menggunakan metode yang mencakup meminum
zat yang tidak aman dan menjalani pijat aborsi yang berbahaya.(2017)

Aborsi biasa terjadi di Indonesia. Diperkirakan sekitar dua juta aborsi terjadi
di Indonesia pada tahun 2000. Jumlah ini diperoleh dari studi terhadap sampel
fasilitas perawatan kesehatan di enam wilayah, dan termasuk jumlah aborsi
spontan (keguguran) yang tidak diketahui, meskipun mungkin kecil. Namun, ini
adalah perkiraan paling komprehensif yang saat ini tersedia untuk negara tersebut.
Perkiraan tersebut ditafsirkan menjadi tingkat tahunan 37 aborsi untuk setiap
1.000 wanita usia reproduksi (15-49 tahun). (2017)

3
BAB II
LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS
Nama : Nn. N
Umur : 21 tahun
Alamat : Pantoloan
Pekerjaan : Mahasiswa
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Tanggal pemeriksaan : 24 April 2021
Tempat : IGD

B. ANAMNESIS
 Keluhan utama :
Perdarahan pervaginam

 Riwayat penyakit sekarang :


Pasien perempuam GIP0A0 masuk ke IGD RS Undata dengan keluhan
perdarah pervaginam sejak 2 hari yang lalu. Perdarahan warna merah segar
(+) volume darah 5x ganti pembalut dalam 1 hari, bergumpal. Pasien
mengaku bahwa telah meminum obat cytotec (misoprostol) 6 tablet, dan 6
tablet dimasukkan pervginam. Pasien juga mengatakan janin, tali pusat,
dan placenta pasien lahirkan sendiri beberapa jam yang lalu sebelum
masuk RS dengan ukuran sebesar bayi kucing.. Mual (+), muntah (+) 3
kali, Pusing (+). BAB dan BAK (+) lancar. Pasien juga mengaku bahwa
pasien sengaja menggugurkan kandungannya dengan alasan hamil diluar
nikah
 Riwayat penyakit dahulu :
Hipertensi (-), diabetes melitus (-), penyakit jantung (-), asma (-), alergi (-).
 Riwayat penyakit keluarga :

4
Hipertensi (-), diabetes melitus (-), penyakit jantung (-), asma (-), alergi (-)
 Riwayat menstrusasi :
Pertama kali haid saat berusia 14 tahun, siklus teratur tiap bulan, lama 7
hari, ganti pembalut 3 kali sehari, tidak nyeri. Pasien terakhir menstruasi
pada tanggal 06-01-2021.
 Riwayat pernikahan :
Pasien belum menikah
 Riwayat ANC
Tidak pernah
 Riwayat Obstetri
Gravid : 1 partus : 0 abortus : 0
Anak Ke- Tahun Lahir Penolong Persalinan Jenis Kelamin
Hamil Sekarang
 Riwayat Kontraspesi :
(-)

C. PEMERIKSAAN FISIK
 Pemeriksaan tanda vital
 Kesadaran : kompos mentis, GCS = 15 (E4, M6, V5)
 Tekanan darah : 100/60 mmHg
 Pernapasan : 24 kali/menit
 Nadi : 94 kali/menit
 Suhu : 36.2 °C
 CRT : <2 detik
 DJJ : Tidak dievaluasi
 Pemeriksaan fisik umum
 Kepala dan leher
- Kepala : normochepal
- Mata : konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterus (-/-), pupil
bulat, isokor diameter 2 mm/2mm, refleks cahaya
(+/+).

5
- Mulut : mukosa bibir kering (-), tonsil T1/T1, faring
hiperemis (-).
- Leher : pembesaran KGB (-).
 Thorax
- Inspeksi : bentuk dada normal,pergerakan simetris kanan kiri
- Palpasi : nyeri tekan (-), massa tumor (-), vokal fremitus
kanan dan kiri sama
- Perkusi : sonor pada kedua lapangan paru
- Auskultasi : vesikuler (+/+), ronchi (-/-), wheezing (-/-)
 Jantung
- Inspeksi : iktus kordis tidak tampak
- Palpasi : iktus kordis teraba di ICS V midline clavicula
sinistra
- Perkusi : batas jantung dalam batas normal
- Auskultasi : bunyi jantung I dan II murni reguler, bising (-/-)
 Abdomen
- Inspeksi : tampak datar
- Auskultasi : peristaltik (+) kesan normal
- Perkusi : timpani
- Palpasi : terasa kenyal, nyeri tekan (-)
 Ekstremitas
- Atas : akral hangat (-/-), edema (-/-).
- Bawah : akral hangat (-/-), edema (-/-).
 Pemeriksaan Obstetri
- Leopold I : 2 jari diatas simphisis pubis
- Leopold II : (-)
- Leopold III : (-)
- Leopold IV : (-)
- HIS : -
- DJJ : -
- Anak Kesan : (-)

6
- TBJ : (-)

 Pemeriksaan ginekologi
Inspekulo : -
Pemeriksaan dalam : pembukaan ostium uteri 3 cm (3 jari)
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
 Darah Rutin (17 Maret 2021)
Parameter Hasil Satuan Range Normal
WBC 30,95 103/uL 4,8 – 10,8
RBC 2,30 106/uL 4,7 – 6,7
HGB 5,9 g/dL 14 – 18
HCT 16,7 % 35 – 47
PLT 354 103/uL 150 – 450
GDS 114 mg/dL 70 - 140
 USG: -
E. RESUME
Pasien perempuan GIP0A0 umur 21 tahun masuk ke IGD RS Undata
dengan keluhan perdarahan pervaginam sejak 2 hari yang lalu. Perdarahan
warna merah segar (+) volume darah 5 kali ganti pembalut dalam 1 hari,
bergumpal. Pasien mengaku bahwa telah meminum misoprostol 6 tablet,
dan 6 tablet dimasukkan pervginam. Pasien juga mengatakan janin, tali
pusat, dan placenta pasien lahirkan sendiri beberapa jam yang lalu sebelum
masuk RS berukuran sebesar bayi kucing. Mual (+), muntah (+) 3 kali,
Pusing (+).Pasien terakhir menstruasi pada tanggal 06-01-2021.
Hasil pemeriksaan fisik didapatkan, Tekanan darah 100/60 mmHg,
Nadi 94 x/menit, Pernapasan 24 x/menit, Suhu 36,2 oC.Pemeriksaan dalam
(VT) pembukan 3 cm/ 3 jari.
Pada pemeriksaan penunjang yang bermakna didapatkan, WBC 30,95
x 103/uL, RBC 2,30 x 106/uL, HGB 5,9 g/dL, HCT 16,7%.

F. DIAGNOSIS

7
Abortus Provocatus Kriminalis + Anemia berat

G. PENATALAKSANAAN
- IVFD NaCl 20 tpm (ta.ka)
- IVFD RL 20 tpm (ta.ki)
- O2 5 lpm
- Inj. Dexametason 1 amp/iv
- Transfusi PRC 4 WB dan 2 PRC
FOLLOW UP
25/04/2021 S : - Perdarahan pervaginam (+) berkurang dari kemarin
- Lemas (+)
- Nyeri payudara (+/+)
O: Kesadaran : Compos mentis
KU : sedang
TD : 110/70 mmHg
N : 86x/menit
S : 36,5 derjat celcius
P : 20x/menit
Lokia (+)
HGB: 9 g/dl
ASI (+/+)
WBC: 20.16 x 103/uL
HGB: 7,4 g/dl
A: P0AI + Abortus Provokatus Kriminalis + Anemia berat

P:
- IVFD RL 28 tpm
- O2 nasal canul 4 lpm (k/p)
- Inj. Bifotik 1 gr/12 jam/iv
- Inj. Drips Metronidazole 500mg/8jam/iv
- Inj. Dexamethasone 1 amp/8jam/iv
- Transfusi 1 labu PRC
- Kuretase jika HB >8 gr/dl
- Cek DR control

26/04/2021 S : - Nyeri payudara (+/+),


- Perdarahan pervaginam (+) berkurang
- Lemas (+)

8
O: Kesadaran : Compos mentis
KU : sedang
TD : 110/70 mmHg
N : 78 x/menit
S : 36,6 derjat celcius
P : 18x/menit
Lokia (+)
A : P0AI Abortus Provokatus Kriminalis + Anemia ringan

P :
- IVFD RL 28 tpm
- Inj. Bifotik 1 gr/12 jam/iv
- Inj. Drips Metronidazole 500mg/8jam/iv
- Inj. Dexamethasone 1 amp/8jam/iv
- As. Tranexamat 3 x 500 mg
- Cek DR control
- Pasien menolak untuk kuretase

27/04/2021 S : (-)
O: Kesadaran : Compos mentis
KU : sedang
TD : 110/70 mmHg
N : 82x/menit
S : 36,8 derjat celcius
P : 20x/menit
Lokia (+)
ASI (+/+)
WBC: 14.24 x 103/uL
HGB: 9.5 g/dl
A: P0AI + Abortus Provokatus Kriminalis + Anemia ringan

P:
- Cefadroxyl 2x500 mg
- Methylergormetrine 3 x 1
- Hemafort 2 x1
- As. Tranexamat 3 x 1 tab
- Gastrul 3 x 1 tab

9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

I. DEFINISI
Abotus atau keguguran adalah terhentinya kenamilan sebelum janin
dapat bertahan hidup, yaitu sebelum kehamilan berusia 22 minggu atau berat
janin belum meneapal 500 gram. (rukiyah)
Abortus provovokatus adalah abortus yang disengaja, baik dengan
obat-obatan maupun alat-alat abortus. Abortus yang terjadi dengan sengaja
dibuat/ dilakukan. Abortus provokatus ini dibagi kedalam 2 kelompok, yaitu
a) Abortus Provokatus Medisinalis.
Abortus yang dilakukan bila didasarkan pada pertimbangan dokter untuk
menyelematkan ibu. Disini pertimbangan dilakukan oleh minimal 3
dokter spesialis yaitu spesialis kebidanan dan kandungan, spesialis
penyakit dalam, dan spesialis jiwa. Setelah dilakukan terminasi
kehamilan, harus diperhatikan agar ibu dan suaminya tidak terkena
trauma psikis dikemudian hari.(maryunani)
b) Abortus Provokatus Kriminalis, abortus yang disengaja karena dengan
tindakan-tindakan illegal yang tidak terindikasi untuk dilakukan
terminasi.(maryunani)
II. EPIDEMIOLOGI
Di Indonesia, sampai kini diperkirakan jumlah kasus abortus
mencapai 2 juta per tahun, 750.000 diantaranya dilakukan kalangan remaja.
Ini artinya terdapat 43 kasus abortus per 100 kelahiran hidup (Depkes RI,
2010). Sejak lama diketahui bahwa abortus spontan hanyalah sebagain kecil
dari kejadian abortus. karena abortus provocatus yang dilakukan dengan
sengaja akibat kehamilan yang tidak diingini banyak tidak dilaporkan, kecuali
apabila terjadi komplikasi, juga karena sebagian abortus spontan hanya

10
disertai gejala dan tanda ringan sehingga pertolongan medik tidak diperlukan
dan kejadian ini dianggap sebagai haid terlambat oleh masyarakat.
(NzNjZTJiNmRmMWRkNjliYTkzZDM3ODcwNm)
Abortus merupakan salah satu komplikasi kehamilan yang
menyebabkan kematian ibu yaitu sebesar 5 %, WHO memperkirakan
diseluruh dunia, dari 46 juta kelahiran pertahun terdapat 20 juta kejadian
abortus. WHO juga memperkirakan 4,2 juta abortus dilakukan setiap tahun di
Asia Tenggara, dengan perincian 1,3 juta dilakukan di Vietnam dan
Singapura, antara 750.000 sampai 1,5 juta di Indonesia, antara 155.000
sampai 750.000 di Filipina, antara 300.000 sampai 900.000 di Thailand dan
diperkirakan sekitar 15–20% kematian ibu disebabkan oleh abortus. Angka
kematian ibu karena abortus yang tidak aman diperkirakan 100.000 wanita
setiap tahun, 99% diantaranya terjadi di Negara–negara berkembang termasuk
Indonesia.( (NzNjZTJiNmRmMWRkNjliYTkzZDM3ODcwNm))
III. KLASIFIKASI
Berdasarkan pelaksananya dibagi menjadi :
a. Abortus Therapeuticus
Abortus terapeutik adalah terminasi kehamilan secara medis atau bedah
sebelum janin mampu hidup (viabel) dan hampir 60% abortus
terapeutik dilakukan sebelum usia gestasi 8 minggu, dan 88% sebelum
minggu ke-12 kehamilan (Handono, 2009).
b. Abortus provocatus criminalis
Penguguran kehamilan tanpa alasan medis yang sah dan dilarang oleh
hukum (Prawirohardjo, 2008).
Berdasarkan kejadian dibagi menjadi dua, yaitu:
a. Abortus buatan
Merupakan tindakan abortus yang sengaja dilakukan sehingga
kehamilan dapat diakhiri. Upaya menghilangkan hasil konsepsi dapat
dilakukan berdasarkan :
1) Indikasi medis

11
Menghilangkan kehamilan atas indikasi ibu untuk dapat
menyelamatkan jiwanya. Indikasi medis tersebut di antaranya
penyakit jantung, ginjal atau hati yang berat, gangguan jiwa ibu
dengan dijumpai kelainan bawaan berat dengan pemeriksaan
ultrasonografi dan gangguan pertumbuhan perkembangan dalam
rahim. (manuaba)
2) Indikasi sosial
Pengguguran kandungan dilakukan atas dasar aspek sosial seperti
menginginkan jenis kelamin tertentu, tidak ingin punya anak, jarak
kehamilan terlalu pendek, belum siap untuk hamil, kehamilan yang
tidak diinginkan. (manuaba)
b. Abortus spontan
Abortus yang terjadi tanpa tindakan mekanis atau medis untuk
mengosongkan uterus. Penghentian kehamilan sebelum umur 20 minggu
kehamilan lengkap dengan berat janin mati kurang lebih 500 gram. Usia
kehamilan dapat mempengaruhi kejadian abortus spontan dimana sekitar
75% abortus terjadi sebelum usia 16 minggu dan kira-kira 60% terjadi
sebelum 12 minggu. Paling sedikit 80% dari seluruh kehamilan berakhir
secara spontan sebelum wanita yang bersangkutan atau tenaga kesehatan
menyadari adanya kehamilan (Handono)
Berdasarkan gambaran klinis, abortus spontan dibagi menjadi :
a. Abortus imminens
Perdarahan intrauterine pada umur kurang dari 20 minggu kehamilan
lengkap dengan atau tanpa kontraksi uterus tanpa dilatasi serviks dan tanpa
pengeluaran hasil konsepsi. Pemeriksaan dengan ultrasonografi harus
diperlihatkan adanya janin yang menunjukkan tanda-tanda kehidupan
misalnya adanya denyut jantung atau gerakan janin. Pada abortus
imminens ini hasil kehamilan yang belum viabel berada dalam bahaya
tetapi kehamilan terus berlanjut . (Benson, Ralp C & Martin L. Pernol. 2009.
Buku Saku Obstetri & Ginekologi. Edisi 9. Jakarta : EGC)
b. Abortus Insipiens

12
Merupakan perdarahan intrauterine sebelum kehamilan lengkap 20
minggu dengan dilatasi serviks berlanjut tetapi tanpa pengeluaran hasil
konsepsi. Pada abortus insipiens, kemungkinan terjadi pengeluaran
sebagian atau seluruh hasil konsepsi dengan cepat. Dapat dianggap abortus
insipiens jika ada dua atau lebih tanda-tanda berikut :
1) Penipisan serviks derajat sedang.
2) Dilatasi serviks kurang dari 3 cm.
3) Pecah selaput ketuban.
4) Perdarahan lebih dari 7 hari.
5) Kram menetap meskipun diberikan analgesik.
6) Tanda-tanda penghentian kehamilan (misalnya, ada mistalgia).
c. Abortus inkompletus
Abortus yang terjadi sebelum usia gestasi 10 minggu, janin dan plasenta
biasanya keluar bersama-sama. Bila kehamilan lebih besar akan terjadi
sisa kehamilan. Perdarahan pervaginam adalah gejala awal, bila jaringan
plasenta tertahan perlu dilakukan tindakan digital atau kuretase. Bila
terjadi perdarahan masif dapat terjadi syok hipovolemik (Handono, 2009).
d. Abortus kompletus
Pengeluaran semua hasil konsepsi dengan umur kurang dari 20 minggu
kehamilan lengkap. Seluruh hasil konsepsi sudah keluar dan rasa sakit
berhenti tetapi perdarahan bercak akan menetap selama beberapa hari.
(Handono, 2009).
e. Abortus habitualis
Abortus spontan yang terjadi berturut-turut sebanyak tiga kali atau lebih
tanpa diketahui sebab yang jelas. Penyebab terjadinya abortus habitualis
berkaitan dengan penyebab umum seperti faktor genetik, faktor hormonal,
faktor plasenta, dan faktor infeksi. Dan dugaan penyebab khusus yaitu
adanya serviks yang inkompeten dan terdapat reaksi immunologis.
(manuaba)
f. Abortus infeksiosa

13
Akibat tindakan abortus provokatus kriminalis oleh tenaga yang tidak
terlatih atau dukun. Sebagian besar dalam bentuk tidak lengkap dan
dilakukan dengan cara tidak legeartis. Keguguran dengan infeksi
memerlukan tindakan medis khusus.(manuaba)
Abortus septik juga merupakan komplikasi yang jarang terjadi akibat
prosedur abortus yang aman. Abortus septik adalah abortus infeksius berat
disertai penyebaran kuman atau toksin ke dalam peredaran darah atau
peritonium. Infeksi dalam uterus/sekitarnya dapat terjadi pada tiap abortus,
tetapi biasanya ditemukan pada abortus inkomplet dan lebih sering pada
abortus buatan yang dikerjakan tanpa memperhatikan asepsis dan
antisepsis.
g. Missed abortion
Terhentinya proses kehamilan muda pada embrio atau janin berumur
kurang dari 20 minggu tetapi hasil konsepsi tertahan dalam rahim selama
lebih dari 6-8 minggu. Rasa sakit dan nyeri tekan tidak dirasakan oleh ibu
hamil, serviks agak kaku dan sedikit terbuka, uterus mengecil dan melunak
secara irregular. Komplikasi dapat terjadi pada missed abortus seperti
gangguan pembekuan darah karena intravaskuler koagulasi yang diikuti
hemolisis sehingga terjadinya penurunan fibrinogen sampai bahaya
perdarahan spontan. (manuaba)
h. Kehamilan Anembrionik
Kehamilan yang patologi dimana mudigah dan kantong kuning telur tidak
terbentuk sejak awal kehamilan namun kantong gestasi tetap terbentuk.
Kelainan ini merupakan kehamilan yang dapat berkembang walaupun
tidak ada janin di dalamnya. Pada usia kehamilan 14-16 minggu terjadi
abortus spontan.(manuaba)

IV. ETIOLOGI
Penyebab abortus disebabkan oleh berbagai faktor baik dari faktor janin,
faktor ibu, dan faktor ayah.
a. Faktor janin

14
Faktor janin merupakan penyebab yang sering terjadi pada abortus
spontan. Kelainan yang menyebabkan abortus spontan tersebut yaitu
kelainan telur (blighted ovum), kerusakan embrio dengan adanya
kelainan kromosom, dan abnormalitas pembentukan plasenta (hipoplasi
trofoblas).( Silmi risani rahmani 2013. Faktor faktor resiko kejadian abortus di
RS Pri Kasih Jakarta selatan pada tahun 2013. Skripsi Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah)
b. Faktor ibu
Faktor yang menyebabkan abortus terbagi menjadi faktor internal dan
faktor eksternal, yaitu :
1) Faktor Internal
- Usia
Pada kehamilan usia muda keadaan ibu masih labil dan belum
siap mental untuk menerima kehamilannya. Akibatnya, selain
tidak ada persiapan, kehamilannya tidak dipelihara dengan baik.
Kondisi ini menyebabkan ibu menjadi stress. Aka meningkatkan
resiko terjadinya abortus. Kejadian abortus berdasarkan usia
42,9% terjadi pada kelompok usia di atas 35 tahun, kemudian
diikuti usia 30 sampai dengan 34 tahun dan antara 25 sampai
dengan 29 tahun. Hal ini disebabkan usia diatas 35 tahun secara
medik merupakan usia yang rawan untuk kehamilan. selain itu,
ibu cenderung memberi perhatian yang kurang terhadap
kehamilannya dikarenakan sudah mengalami kehamilan lebih
dari sekali dan tidak bermasalah pada kehamilan sebelumnya.
Pada usia 35 tahun atau lebih, kesehatan ibu sudah menurun.
Akibatnya, ibu hamil pada usia itu mempunyai kemungkinan
lebih besar untuk mempunyai anak prematur, persalinan lama,
perdarahan, dan abortus. Abortus spontan yang secara klinis
terdeteksi meningkat dari 12% pada wanita usia kurang dari 20
tahun dan menjadi 26% pada wanita berusia lebih dari 40 tahun.
(Prawirohardjo)

15
- Paritas
Pada kehamilan, rahim ibu teregang oleh adanya janin. Bila
terlalu sering melahirkan, rahim akan semakin lemah. Bila ibu
telah melahirkan 4 anak atau lebih, maka perlu diwaspadai
adanya gangguan pada waktu kehamilan, persalinan dan nifas.
Risiko abortus spontan meningkat seiring dengan paritas ibu.
(Prawirohardjo)
- Jarak kehamilan
Bila jarak kelahiran dengan anak sebelumnya kurang dari 2
tahun, rahim dan kesehatan ibu belum pulih dengan baik.
Kehamilan dalam keadaan ini perlu diwaspadai karena ada
kemungkinan pertumbuhan janin kurang baik, mengalami
persalinan yang lama, atau perdarahan (abortus). Insidensi
abortus pada wanita yang hamil dalam 3 bulan setelah
melahirkan aterm. (Prawirohardjo)
- Riwayat abortus sebelumnya
Riwayat abortus pada penderita abortus merupakan predisposisi
terjadinya abortus berulang. Kejadiannya sekitar 3-5%. Data
dari beberapa studi menunjukkan bahwa setelah 1 kali abortus
pasangan punya risiko 15% untuk mengalami keguguran lagi,
sedangkan bila pernah 2 kali maka risikonya akan meningkat
25%. Beberapa studi menyatakan risiko abortus setelah 3 kali
abortus berurutan adalah 30-45%. (Prawirohardjo)
- Faktor genetik
Sebagian besar abortus spontan disebabkan oleh kelainan
kariotip embrio yang merupakan kelainan sitogenik berupa
aneuploidi yang disebabkan oleh kejadian sporadis dari fertilitas
abnormal. Sebagian dari kejadian abortus pada trimester
pertama berupa trisomi autosom yang timbul selama
gametogenesis pada pasien dengan kariotip normal. Insiden
trisomi ini dapat meningkat dengan bertambahnya usia dimana

16
risiko ibu terkena aneuploidi diatas 35 tahun. Selain dari struktur
kromosom atau gen abnormal, gangguan jaringan konektif
lainnya misalnya Sindroma Marfan dan ibu dengan sickle cell
anemia berisiko tinggi mengalami abortus ((Prawirohardjo)
- Faktor anatomik
Defek anatomik uterus diketahui sebagai penyebab komplikasi
obstetrik, seperti abortus berulang, prematuritas, dan
malpresentasi janin. Kelainan anatomik uterus lainnya seperti
septum uterus dan uterus bikornis. Mioma uteri dapat
menyebabkan infertilitas maupun abortus berulang dan
Sindroma Asherman juga dapat menyebabkan gangguan tempat
implantasi serta pasokan darah pada permukaan endometrium.
(Prawirohardjo)
- Faktor immunologis
Dalam faktor immunologis ada dua jenis faktor yang
mempengaruhi terjadinya abortus khususnya pada kejadian
abortus berulang. Faktor dengan penyebab autoimun yaitu
antibodi dengan fosfolipid bermuatan negatif yang terdeteksi
sebagai antikoagulan lupus dan antibodi antifosfolipid yang
banyak terjadi pada abortus berulang. Antikoagulan lupus yaitu
imunoglobin yang mengganggu satu atau lebih dari beberapa uji
koagulasi dependen fosfolipid in vitro yang biasanya untuk
kriteria diagnostik penyakit lupus. Antibodi antifosfolipid adalah
antibodi yang didapat untuk ditujukan pada suatu fosfolipid
yang melibatkan trombosis dan infark plasenta. (Prawirohardjo)
- Faktor infeksi
Penyakit yang diakibatkan oleh penularan virus atau bakteri
yang berdampak pada janin atau unit fetoplasenta seperti infeksi
kronis endometrium, amnionitis, infeksi organ genetalia, dan
HIV (Human immunodeficiency virus). (Prawirohardjo)
- Faktor penyakit debilitas kronik

17
Penyakit kronik yang timbul saat atau sebelum kehamilan dapat
menyebabkan abortus seperti tuberkulosis, karsinomatosis,
hipertensi dan sindroma malabsorbsi. (Prawirohardjo)
- Faktor hormonal
Ovulasi, implantasi, serta kehamilan dini bergantung pada
koordinasi yang baik pada sistem pengaturan hormon maternal.
Sistem hormonal ibu hamil yang perlu diperhatikan terutama
setelah konsepsi yaitu kadar progesteron, fase luteal dan kadar
insulin. Kadar progesteron ibu yang rendah dapat berisiko
abortus karena progesteron berperan dalam reseptivitas
endometrium terhadap implantasi embrio. (Prawirohardjo)
- Faktor hematologik
Pada kasus abortus berulang yang ditandai defek plasentasi dan
adanya mikroorganisme pada pembuluh darah plasenta.
Berbagai komponen koagulasi dan fibrinolitik memegang peran
penting pada implantasi embrio, invasi trofoblas, dan plasentasi.
Penyakit trombofilia herediter juga berpengaruh terhadap
terjadinya abortus. (Prawirohardjo)
- Serviks inkompeten
Merupakan kelainan yang ditandai adanya pembukaan serviks
tanpa rasa nyeri pada trimester kedua atau awal trimester tiga
yang disertai prolaps dan menggembungnya selaput ketuban dan
ekspulsi janin imatur. Riwayat trauma pada serviks saat adanya
dilatasi atau pada kuretase menjadi salah satu penyebab dari
serviks inkompeten. (Prawirohardjo)
- Cacat uterus
Destruksi endometrium luas akibat kuretase hal ini
menyebabkan amenore dan abortus berulang yang disebabkan
oleh kurang memadai endometrium untuk menunjang
implantasi.
- Gamet yang menua

18
Pada suatu penelitian dilaporkan bahwa penuaan gamet di dalam
saluran genetalia wanita sebelum pembuahan meningkatkan
kemungkinan abortus dan ibu yang berusia lebih dari 35 tahun
memperlihatkan peningkatan insidensi sindrom kantung amnion
kecil.
- Trauma fisik
Trauma yang dapat mengakibatkan abortus seperti trauma akibat
suatu benturan benda tumpul dalam kecelakaan, luka bakar,
kekerasan dan terkena senjata tajam yang mengakibatkan
perdarahan pada saat kehamilan.
2) Faktor Eksternal
- Faktor lingkungan dan pemakaian obat
Diperkirakan 1-10% malformasi janin akibat dari paparan obat,
bahan kimia, atau radiasi dan umumnya berakhir dengan
abortus, misalnya adanya paparan terhadap buangan gas anestesi
dan tembakau. Karbonmonoksida juga menurunkan pasokan
oksigen ibu dan janin serta memacu neurotoksin dengan adanya
gangguan pada sistem sirkulasi fetoplasenta dapat terjadi
gangguan pertumbuhan janin berakibat terjadinya abortus.
Kebiasaan minum alkohol dan yang mengandung kafein secara
berlebihan serta kegagalan efektivitas alat kontrasepsi dalam
rahim juga berisiko terhadap insiden abortus pada kehamilan
muda. (Prawirohardjo)
- Faktor sosial budaya
Kehamilan terhadap konteks budaya yang mengemukakan
bahwa aspek kultural pada masyarakat khususnya Suku Jawa
terdapat masa krisis diantara tahapan-tahapan kehidupan dimana
suatu perpindahan dari suatu tahapan dianggap cukup gawat
atau membahayakan, oleh karena itu dilakukan suatu upacara
adat yang disebut crisis rites (upacara waktu krisis) dan rites de
passage (upacara peralihan). Masa kehamilan dianggap masa

19
krisis yang berbahaya sehingga terdapat upacara adat yang
cukup rinci seperti mitoni upacara atau selamatan usia tujuh
bulan kehamilan untuk menyambut dan menangkal bahaya yang
dapat terjadi, dilakukan pada kehamilan pertama seorang wanita
yang juga berfungsi memberikan ketenangan jiwa bagi calon ibu
yang belum pernah mengalami peristiwa melahirkan. Upacara
adat lainnya yaitu procotan yang bertujuan memudahkan bayi
untuk lahir. Dan brokohan yaitu upacara sesudah bayi dilahirkan
dengan selamat. Pada teori yang sama dimana terdapat dikotomi
panas dingin pada hubungan asosiatif pantang makanan. Kondisi
hamil sering dianggap menyebabkan wanita dalam keadaan
panas sehingga dilakukan pantangan makanan. Wanita hamil
harus memakan makanan yang berkualitas dingin dan harus
dijalankan sampai saat bayinya lahir untuk mencegah
keguguran.
- Pendidikan
Pendidikan sangat dibutuhkan manusia untuk pengembangan
diri dan meningkatkan kematangan intelektual seseorang.
Kematangan intelektual akan berpengaruh pada wawasan dan
cara berfikir baik dalam tindakan dan pengambilan keputusan
maupun dalam membuat kebijaksaanaan dalam menggunakan
pelayanan kesehatan. Pendidikan yang rendah membuat
seseorang acuh tak acuh terhadap program kesehatan sehingga
mereka tidak mengenal bahaya yang mungkin terjadi, meskipun
sarana kesehatan telah tersedia namun belum tentu mereka mau
menggunakannya. (wahyuni)
- Status ekonomi (pendapatan)
Sosial ekonomi masyarakat yang sering dinyatakan dengan
pendapatan keluarga, mencerminkan kemampuan masyarakat
dari segi ekonomi dalam memenuhi kebutuhan hidupnya
termasuk kebutuhan kesehatan dan pemenuhan zat gizi. Hal ini

20
pada akhirnya berpengaruh pada kondisi saat kehamilan yang
berisiko pada kejadian abortus. Selain itu, pendapatan juga
mempengaruhi kemampuan dalam mengakses pelayanan
kesehatan, sehingga adanya kemungkinan risiko terjadinya
abortus dapat terdeteksi. (Prawirohardjo)
- Pekerjaan
Beberapa wanita yang sudah bekerja juga akan terhambat
karirnya ketika memilih untuk meneruskan kehamilannya.
Kondisi pekerjaan yang dilakukan oleh seorang wanita dapat
juga setara dengan beban kerja laki-laki baik dari jabatan
ataupun jenis pekerjaannya ataupun didukung dengan sosial
ekonomi yang rendah sehingga wanita berisiko mengalami
kehamilan yang tidak diinginkan.
- Alkohol
Alkohol dinyatakan meningkatkan risiko abortus spontan,
meskipun hanya digunakan dalam jumlah sedang.
- Merokok
Wanita yang merokok diketahui lebih sering mengalami abortus
spontan daripada wanita yang tidak merokok. Kemungkinan
bahwa risiko abortus spontan pada perokok, disebabkan wanita
tersebut juga minum alkohol saat hamil. Kebiasaan gaya hidup
termasuk status merokok pada ibu dan suaminya berpengaruh
terhadap kejadian abortus. Merokok 1-19 batang perhari dan
lebih dari 20 batang perhari memiliki efek pada ibu mengalami
abortus spontan yang lebih awal.
c. Faktor ayah
Tidak banyak yang diketahui tentang faktor ayah dalam terjadinya
abortus spontan. Translokasi kromosom pada sperma dapat
menyebabkan abortus dimana abnormalitas kromosom pada sperma
berhubungan dengan abortus.(handono)

21
V. PATOFISIOLOGI
Permulaan abortus terjadi perdarahan dalam desidua basalis yang
diikuti nekrosis jaringan disekitarnya. Hasil konsepsi terlepas sebagian atau
seluruhnya sehingga merupakan benda asing dalam uterus. Hal ini
menyebabkan uterus berkontraksi untuk mengeluarkan hasil konsepsi. Pada
kehamilan kurang dari 8 minggu hasil konsepsi itu biasanya dikeluarkan
seluruhnya karena villi koriales belum menembus desidua secara mendalam.
Pada kehamilan antara 8-14 minggu villi koriales menembus desidua lebih
dalam, sehingga plasenta tidak dilepaskan sempurna yang dapat
menyebabkan banyak perdarahan. Pada kehamilan lebih dari 14 minggu
umumnya yang mula-mula dikeluarkan setelah ketuban pecah, janin disusul
beberapa waktu kemudian oleh plasenta yang terbentuk lengkap.(rukiyah)
Hasil konsepsi pada abortus dapat dikeluarkan dalam berbagai bentuk.
Ada yang hanya kantong amnion kosong atau tampak di dalamnya benda
kecil tanpa bentuk yang jelas (blighted ovum) dan ada yang berupa janin lahir
mati. (rukiyah)
Embrio yang mati tidak dikeluarkan dalam waktu singkat maka dapat
diliputi oleh lapisan bekuan darah dan isi uterus dinamakan mola kruenta.
Bentuk ini menjadi mola karnosa apabila pigmen darah telah diserap sehingga
semuanya tampak seperti daging. Bentuk lain adalah mola tuberose dalam hal
ini tampak berbenjol-benjol karena terjadi hematoma antara amnion dan
korion.
Pada janin yang telah meninggal dan tidak dikeluarkan dapat terjadi
proses mumifikasi yaitu janin mengering dan karena cairan amnion menjadi
kurang oleh sebab diserap, maka menjadi agak gepeng (fetus kompresus).
Dalam tingkat lebih lanjut menjadi tipis seperti kertas perkamen (fetus
papiraseus). Kemungkinan lain pada janin mati yang tidak lekas dikeluarkan
ialah terjadinya maserasi yaitu kulit terkelupas, tengkorak menjadi lembek,
perut membesar karena terisi cairan, dan seluruh janin berwarna kemerah-
merahan.

22
Mekanisme Misoprstol
Misoprostol adalah obat yang digunakan untuk pencegahan ulkus gaster
akibat obat antiinflamasi non steroid, untuk kematian janin dalam kandungan,
mengeluarkan konsepsi pada abortus dini serta saat ini banyak digunakan
sebagai induksi persalinan. Secara farmakologis misoprostol adalah
prostaglandin E1 sintetis analog (PGE1 analog). Misoprostol tersedia hampir
di semua Negara dalam sediaan tablet 100 atau 200 µg. Misoprostol
diabsorpsi secara baik dan melewati deesterifikasi cepat oleh hati untuk
kemudian menjadi bentuk asam bebas, yang bermain dalan efek klinisnya
nanti. Tidak seperti struktur dasarnya, bentuk asam bebas ini dapat dideteksi
dalam plasma. Misoprostol dikembangkan dalam beberapa regimen untuk
beberapa rute penggunaan, seperti tablet, sediaan vaginal, supositoria,
sublingual dan bukal. Masing masing regimen memiliki farmakokinetik dan
farmakodinamik tersendiri. Prostaglandin E natural telah terbukti memiliki
efek untuk menghambat sekresi asam lambung dan kontraksi otot polos.
Misoprostol berbeda dengan prostaglandin E alami dalam hal struktur metyl
esternya pada rantai karbon 1, rantai metyl pada karbon 16 dan hidroksil pada
karbon 16. Struktur ini bertanggung jawab terhadap sifatnya sebagai
antisekretorik gaster. Sifat uterotonik dan pelunakan serviks dari misoprostol
pada jalan lahir pada mulanya hanya dianggap sebagai efek samping
dibandingkan dengan efek terapeutiknya.
Efek yang terjadi pada pemberian misoprostol oral dosis tunggal adalah
peningkatan tonus intrauterine. Dengan penggunaan yang berulang dan
teratur maka efek kontraksi regulernya baru akan muncul. Konsentrasi plasma
dari misoprostol sangat dibutuhkan untuk mendapatkan kontraksi yang
reguler. Kontraksi regular sangat diperlukan untuk keberhasilan induksi atau
proses aborsi. Pada serviks, analog prostaglandin mengurangi hidroksipolidin
dari serviks, disintegrasi dan disolusi kolagen sehingga serviks dapat melebar.
Beberapa percobaan klinis membuktikan jika penggunaan misoprostol per
vagina lebih efektif dibandingkan dengan penggunan oral.

23
Berbanding terbalik dengan penggunaan oral, konsentrasi plasma pada
penggunaan per vagina bertambah secara bertahap, mencapai level maksimal
setelah 70-80 menit. Kemudian secara pelan konsentrasinya berkurang,
dengan level yang masih dideteksi sampai 6 jam setelah penggunaan pertama.
Bioavailabilitas dari misoprostol pervaginam juga lebih tinggi dibandingkan
penggunaan oral, sublingual dan rektal.( 7715-1-13490)

VI. DIAGNOSIS
Anamnesis
- Terlambat haid atau amenorea kurang dari 20 minggu.
- Adanya perdarahan pervaginam yang dapat disertai keluarnya jaringan
janin, mual dan nyeri pinggang akibat kontraksi uterus (rasa sakit atau
kram perut diatas daerah sinopsis). (maryunani)
Pemeriksaan Fisik
- Pemeriksaan fisik yang terdiri dari keadaan umum tampak lemah,
tekanan darah normal atau menurun, denyut nadi normal atau cepat dan
kecil, dan suhu badan normal atau meningkat (jika keadaan umum buruk,
lakukan resusitasi dan stabilisasi).
- Pemeriksaan ginekologi meliputi inspeksi vulva dengan melihat
perdarahan pervaginam, ada atau tidak jaringan janin, dan tercium atau
tidak bau busuk dari vulva inspekulo.
- Perdarahan dari kavum uteri, ostium uteri terbuka atau sudah tertutup,
ada atau tidak jaringan keluar dari ostium dan ada atau tidak cairan atau
jaringan busuk dari ostium.
- Pada periksa dalam dengan melihat porsio masih terbuka atau tertutup
teraba atau tidak jaringan dalam kavum uteri, besar uterus sesuai atau
lebih kecil dari usia kehamilan, tidak nyeri saat porsio digoyang, tidak
nyeri pada saat perabaan adneksa dan kavum douglas tidak menonjol dan
tidak nyeri. (maryunani)
Pemeriksaan Penunjang

24
- Tes kehamilan akan menunjukkan hasil positif bila janin masih hidup
bahkan 2-3 hari setelah abortus.
- Pemeriksaan Doppler atau USG untuk menentukan apakah janin masih
hidup.
- Pemeriksaan kadar fibrinogen darah pada missed abortion
- Pemeriksaan darah rutin untuk menilai apakah terjadi komplikasi abortus
(anemia, sepsis). (maryunani)
VII.KOMPLIKASI
Komplikasi yang berbahaya pada abortus ialah perdarahan, perforasi, infeksi
dan syok. (rukiyah)
a. Perdarahan
Perdarahan dapat diatas dengan pengosongan uterus dari sisa-sisa hasil
konsepsi dan jika perlu pemberian transfusi darah. Kematian karena
perdarahan dapat terjadi apabila pertolongan tidak diberikan pada
waktunya.
b. Perforasi
Perforasi uterus pada kerokan dapat terjadi terutama pada uterus dalam
posisi hiperretrofleksi. Jika terjadi peristiwa ini, penderita perlu diamati
dengan teliti. Jika ada tanda bahaya, perlu segera dilakukan laparotomi,
dan tergantung dari luas dan bentuk perforasi dikerjakanlah penjahitan
luka perforasi atau histerektomi. Perforasi uterus pada abortus yang
dikerjakan oleh orang awam menimbulkan persoalan gawat karena
perlukaan uterus biasanya luas dan mungkin pula terjadi perlukaan pada
kandungan kemih dan usus. Dengan adanya dugaan atau kepastian
terjadinya perforasi, laparotomi harus segera dilakukan untuk
menentukan luasnya perlukaan pada uterus dan apakah ada perlukaan
pada alat-alat lain, untuk selanjutnya mengambil tindakan-tindakan
seperlunya guna mengatasi keadaan.
c. Infeksi
Komplikasi umumnya adalah metritis, tetapi dapat juga terjadi
parametritis, peritonitis, endokarditis dan septikemia. Infeksi yang

25
terjadi umumnya karena adanya bakteri anaerob, kadang ditemukan
koliform. Terapi infeksi antara lain adalah evakuasi segera produk
konsepsi disertai antimikroba spektrum luas secara intravena. Apabila
timbul sepsis dan syok maka perlu diberikan terapi suportif.
d. Syok
Syok pada abortus bisa terjadi karena perdarahan (syok hemoragik) dan
karena infeksi berat (syok endoseptik).

e. PENATALAKSANAAN
a. Abortus imminens.( Pernoll ML. Handbook of Obstetrics & Gynecology Tenth
Edition. McGraw-Hill. 2001;295.)
- Istirahat baring agar aliran darah ke uterus bertambah dan rangsang
mekanik berkurang.
- Progesteron 10 mg sehari untuk terapi substitusi dan untuk
mengurangi kerentanan otot-otot rahim.
- Tes kehamilan dapat dilakukan. Bila hasil negatif, mungkin janin
sudah mati.
- Pemeriksaan USG untuk menentukan apakah janin masih hidup. 
Berikan obat penenang, biasanya fenobarbital 3 x 30 mg.
- Pasien tidak boleh berhubungan seksual dulu sampai lebih kurang 2
minggu.
b. Abortus insipiens. (pernol)
- Bila ada tanda-tanda syok maka atasi dulu dengan pemberian cairan
dan transfusi darah.
- Pada kehamilan kurang dari 12 minggu, yang biasanya disertai
perdarahan, tangani dengan pengosongan uterus memakai kuret
vakum atau cunam abortus, disusul dengan kerokan memakai kuret
tajam. Suntikkan ergometrin 0,5 mg intramuskular.
- Pada kehamilan lebih dari 12 minggu, berikan infus oksitosin 10 IU
dalam dekstrose 5% 500 ml dimulai 8 tetes per menit dan naikkan
sesuai kontraksi uterus sampai terjadi abortus komplet.

26
- Bila janin sudah keluar, tetapi plasenta masih tertinggal, lakukan
pengeluaran plasenta secara digital yang dapat disusul dengan
kerokan.
- Memberi antibiotik sebagai profilaksis.
c. Abortus inkomplet
- Bila disertai syok karena perdarahan, berikan infus cairan NaCl
fisiologis atau ringer laktat yang disusul dengan ditransfusi darah.
- Setelah syok diatasi, lakukan kerokan dengan kuret lalu suntikkan
ergometrin 0,2 mg intramuskular untuk mempertahankan kontraksi
otot uterus.
- Berikan antibiotik untuk rnencegah infeksi.
d. Abortus komplet
- Bila pasien anemia, berikan hematinik seperti sulfas ferosus atau
transfusi darah.
- Berikan antibiotik untuk mencegah infeksi.
- Anjurkan pasien diet tinggi protein, vitamin. dan mineral.
e. Missed abortion
- Bila terdapat hipofibrinogenemia siapkan darah segar atau
fibrinogen.
- Pada kehamilan kurang dari 12 minggu. Lakukan pembukaan serviks
dengan gagang laminaria selama 12 jam lalu dilakukan dilatasi
serviks dengan dilatator Hegar. Kemudian hasil konsepsi diambil
dengan cunam ovum lalu dengan kuret tajam.
- Pada kehamilan lebih dari 12 minggu. Infus intravena oksitosin 10
IU dalam dekstrose 5% sebanyak 500 ml mulai dengan 20 tetes per
menit dan naikkan dosis sampai ada kontraksi uterus. Oksitosin
dapat diberikan sampai 10 IU dalam 8 jam. Bila tidak berhasil, ulang
infus oksitosin setelah pasien istirahat satu hari.
- Bila tinggi fundus uteri sampai 2 jari bawah pusat, keluarkan hasil
konsepsi dengan menyuntik larutan garam 20% dalam kavum uteri
melalui dinding perut.

27
f. Abortus infeksius dan septik
- Tingkatkan asupan cairan.
- Bila perdarahan banyak, lakukan transfusi darah.
- Penanggulangan infeksi:
o Gentamycin 3 x 80 mg dan Penicillin 4 x 1,2 juta.
o Chloromycetin 4 x 500 mg.
o Cephalosporin 3 x 1.
o Sulbenicilin 3 x 1-2 gram.
- Kuretase dilakukan dalam waktu 6 jam karena pengeluaran sisa-sisa
abortus mencegah perdarahan dan menghilangkan jaringan nekrosis
yang bertindak sebagai medium perkembangbiakan bagi jasad renik.
- Pada abortus septik diberikan antibiotik dalam dosis yang lebih
tinggi misalnya Sulbenicillin 3 x 2 gram.
- Pada kasus tetanus perlu diberikan ATS, irigasi dengan H2O2, dan
histerektomi total secepatnya.
g. Abortus Habitualis
- Memperbaiki keadaan umum, pemberian makanan yang sehat,
istirahat yang cukup, larangan koitus, dan olah raga.
- Merokok dan minum alkohol sebaiknya dikurangi atau dihentikan.
- Pada serviks inkompeten terapinya adalah operatif: Shirodkar atau
Mac Donald (cervical cerclage).

28
BAB IV

PEMBAHASAN

Pada kasus ini, diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik

dan pemeriksaan penunjang yang tersedia. Pada anamnesis, Pasien perempuan

GIP0A0 umur 21 tahun masuk ke IGD RS Undata dengan keluhan perdarahan

pervaginam sejak 2 hari yang lalu. Perdarahan warna merah segar (+) volume

darah 5 kali ganti pembalut dalam 1 hari, bergumpal. Pasien mengaku bahwa telah

meminum misoprostol 6 tablet, dan 6 tablet dimasukkan pervginam. Pasien juga

mengatakan janin, tali pusat, dan placenta pasien lahirkan sendiri beberapa jam

yang lalu sebelum masuk RS berukuran sebesar bayi kucing. Mual (+), muntah

(+) 3 kali, Pusing (+).Pasien terakhir menstruasi pada tanggal 06-01-2021.

Dari anamnesis didapatkan pasien GIP0A0 masuk dengan keluhan

pendarahan pada hamil muda. Hal ini diketahui dari HPHT pasien pada tanggal

06-01-2021. Dalam diagnosis pendarahan hamil muda ada tiga diagnosis banding

yang dapat kita pikirkan, yaitu abortus, molahidatidosa, dan kehamilan ektopik

terganggu. Dari anamnesis lebih lanjut, pasien meminum misoprostol 6 tablet, dan

6 tablet dimasukkan pervginam. asien juga mengatakan janin, tali pusat, dan

placenta pasien lahirkan sendiri beberapa jam yang lalu sebelum masuk RS

berukuran sebesar bayi kucing. Pasien juga mengaku bahwa pasien sengaja

menggugurkan kandungannya dengan alasan hamil diluar nikah. Dari hal ini

29
perkiraan diagnosis adalah abortus provokatus kriminalis karena pasien dengan

sengaja menguguran kehamilan tanpa adanya alasan medis hanya karena hamil

diluar nikah. Obat-obatan penggugur kandungan golongan uterotonika, pasien beli

sendiri dan menggunakan secara berlebihan untuk mengeluarkan kandungannya.

Hal tersebut dapat terjadi akibat pengeluaran darah pervaginam yang berlebihan

akibat penggunaan uterotonika yaitu cytotec (misoprostol). Dimana misoprostol

adalah analog prostaglandin yang berfungsi untuk meningkatkan tonus uterus dan

pematangan serviks uteri, sehingga memaksa pengeluaran hasil konsepsi

Hasil pemeriksaan fisik didapatkan, Tekanan darah 100/60 mmHg, Nadi

94 x/menit, Pernapasan 24 x/menit, Suhu 36,2 oC. Pendarahan pervaginam (+),

Pemeriksaan dalam (VT) pembukan 3 cm/ 3 jari. Dari hasil pemeriksaan fisik,

pendarahan pervaginam serta pembukaan ostium uteri sebesar 3 cm menandakan

telah terjadi pengeluaran hasil konsepsi.

Pada pemeriksaan penunjang yang bermakna didapatkan, WBC 30,95 x

103/uL, RBC 2,30 x 106/uL, HGB 5,9 g/dL, HCT 16,7%. Dari hasil pemeriksaan

penunjang darah rutin, didapatkan disimpulkan bahwa pasien mengalami anemia

berat. Hal tersebut dapat terjadi akibat pengeluaran darah pervaginam yang

dialami akibat penggunaan misoprostol yang berlebihan. Anemia ini adalah

komplikasi abortus yang paling sering terjadi.

Komplikasi lain dari abortus, terutama abortus provokatus yang dilakukan

sendiri adalah sepsis. Kriteria sepsis adalah Suhu tubuh >38,5 C atau <35,0 C,

Denyut nadi >90 kali per menit, Frekuensi napas >20 kali per menit, atau tekanan

CO2 arteri < 32 mmHg atau membutuhkan ventilasi mekanis, Jumlah sel darah

30
putih >12.000/mm3 atau <4000/mm3 atau bentuk yang imatur >10%. Pada pasien

ini kriteria yang memenuhi hanyalah Frekuensi napas>20x/menit dan WBC

>12.000/mm3, maka pasien tidak tergolongakan sepsis, maupun SIRS, karena

Syarat terjadinya SIRS adalah Suhu tubuh >38,5 C atau <35,0 C, Denyut nadi >90

kali per menit, Frekuensi napas >20 kali per menit, atau tekanan CO2 arteri < 32

mmHg atau membutuhkan ventilasi mekanis.

Diagnosis akhir dari pasien ini adalah P0AI + Abortus Provokatus

Kriminalis + Anemia Berat, maka penatalaksanaan yang diberikan adalah IVFD

RL 28 tpm; untuk mengembalikan keadaan hidrasi serta menjaga homeostasis

tubuh pasien pasca abortus. Pasien juga diberikan O2 VIA nasal canul 4 lpm

karena frekuensi napas pasien yaitu 24x/menit. Pasien juga diberikan Inj. Bifotik

1 gr/12 jam/iv. Bifotik berisikan antibiotik golongan cephalosporin, yaitu

cefoperazone yang merupakan antibiotik spektrum luas yang diberikan atas

indikasi WBC 30.95x103/mm3. Obat antibiotik sefalosporin generasi III ini

bekerja dengan cara mengganggu pembentukan dinding sel bakteri, sehingga akan

membunuh dan menghambat perkembangan bakteri penyebab infeksi. juga

diberikan Drips Metronidazole 500mg/8jam/iv. Metronidazole adalah obat

generik antimikroba dengan aktivitas yang sangat baik terhadap bakteri anaerob

dan protozoa. Obat ini digunakan untuk mengobati infeksi trichomonas vaginalis,

bakterial vaginosis (Infeksi Gardnerella vaginalis) dan infeksi Entamoeba

histolytica dan Giardia lamblia (penyakit Giardiasis). Obat ini juga digunakan

untuk pembedahan dan sepsis ginekologi dengan aktivitas utama terhadap bakteri

anaerob kolon, terutama Bacteroides fragilis. Pasien juga diberikan antiradang

31
kuat golongan steroid, yaitu Dexamethasone 1 amp/8jam/iv. Pada hari pertama

perawatan, darah rutin pasien RBC 2,30 x 106/uL, HGB 5,9 g/dL, HCT 16,7%.

Hal ini terjadi akibat pengeluaran darah saat proses abortus berlangsung, maka

pasien diberikan Transfusi 1 labu PRC dan direncanakan Kuretase jika HB >8

gr/dl, namun ternyata pasien menolak dilakukan kuretase, sehingga hari-hari

berikut dilakukan perawatan untuk meningkatkan HB dan menjaga tanda vital

pasien dan diberikan As. Tranexamat 3 x 500 mg, sebagai obat untuk

menghentikan perdarahan.

32
DAFTAR PUSTAKA

1. Burke L, Maslovich M. Intrauterine Fetal Demise. [Updated 2020 Nov 8]. In


In: StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2021.

2. Datta S, Williams B. Previous fetal death. In: PRECONCEPTIONAL


MEDICINE. London; 2008.

3. Mardania N, Fransiska Ngo N, Sawitri E. GAMBARAN FAKTOR RISIKO


INTRAUTERINE FETAL DEATH (IUFD). J Med Karya Ilm Kesehat.
2019;4(2).

4. Lawn JE, Blencowe H, Waiswa P, Amouzou A, Mathers C, Hogan D, et al.


Stillbirths: rates, risk factors, and acceleration towards 2030. Lancet Lond
Engl. 2016 Feb 6;387(10018):587–603.

5. Lawn JE, Blencowe H, Pattinson R, Cousens S, Kumar R, Ibiebele I, et al.


Stillbirths: Where? When? Why? How to make the data count? Lancet Lond
Engl. 2011 Apr 23;377(9775):1448–63.

6. Vintzileos AM, Ananth CV, Smulian JC, Scorza WE, Knuppel RA. Prenatal
care and black-white fetal death disparity in the United States: heterogeneity
by high-risk conditions. Obstet Gynecol. 2002 Mar;99(3):483–9.

7. Bukowski R, Hansen NI, Pinar H, Willinger M, Reddy UM, Parker CB, et al.
Altered fetal growth, placental abnormalities, and stillbirth. Gebhardt S,
editor. PLOS ONE. 2017 Aug 18;12(8):e0182874.

8. Schmidt C, Skelly, Raines DA. Placental Abruption. In In: StatPearls


[Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2021.

33

Anda mungkin juga menyukai