Anda di halaman 1dari 27

BAGIAN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI REFERAT

FAKULTAS KEDOKTERAN APRIL 2021


UNIVERSITAS TADULAKO

SEPSIS DALAM KEHAMILAN

OLEH :
Regitha Madelin Y. Tandilino
N 111 19 020

PEMBIMBING :
dr. C. A. N. Rieuwpassa, Sp.OG(K)

DIBUAT DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN ILMU OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
PROGRAM STUDI PROFESI DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TADULAKO
PALU
2021
HALAMAN PENGESAHAN

Yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa:

Nama : Regitha Madelin Y. Tandilino


No. Stambuk : N 111 19 020
Fakultas : Kedokteran
Program Studi : Profesi Dokter
Universitas : Tadulako
Judul Referat : Sepsis dalam Kehamilan

Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada bagian


Ilmu Obstetri dan Ginekologi Program Studi Profesi Dokter, Fakultas Kedokteran
Universitas Tadulako.

Palu, April 2021


Pembimbing Dokter Muda

dr. C. A. N. Rieuwpassa, Sp.OG(K) Regitha Madelin Y.T.

2
DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL.............................................................................................i
HALAMAN PENGESAHAN..............................................................................ii
DAFTAR ISI........................................................................................................iii
BAB I – PENDAHULUAN .................................................................................4
BAB II – TINJAUAN PUSTAKA......................................................................5
BAB III – KESIMPULAN................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................17

3
BAB I
PENDAHULUAN

Sepsis adalah SIRS (Systemic Inflammatory Response Syndrome) yang


disertai oleh suatu proses infeksi. Sepsis berat (Severe Sepsis) adalah bentuk
sepsis yang disertai disfungsi organ, hipoperfusi jaringan (dapat disertai ataupun
tidak disertai keadaan asidosis laktat, oliguria, gangguan status mental /
kesadaran) atau hipotensi. Syok septik didefinisikan sebagai sepsis yang disertai
dengan hipotensi. Sepsis merupakan penyebab tersering kesakitan dan kematian
akibat infeksi di seluruh dunia.(1)
Di Amerika Serikat, sepsis penyebab kematian utama di ruang perawatan
intensif. Hingga saat ini lebih dari 750.000 kasus sepsis telah diidentifikasi dan
diperkirakan pada tahun 2010 terdapat 934.000 kasus ditemukan. Di Inggris
sepsis yang memerlukan perawatan intensif sebanyak 27,7%, dari 23.211 kasus
setiap tahun. Tingginya angka kejadian sepsis memerlukan perhatian serius karena
berdampak tingginya angka kematian ibu hamil atau pasca salin.(2)
Menurut data WHO kejadian sepsis bervariasi dari 0,9 s/d 7,04 per 1000
wanita dengan usia 15-49 tahun. Kejadian sepsis pada wanita hamil dihubungkan
dengan komplikasi infeksi seperti infeksi saluran kemih, korioamnionitis,
endometritis, luka infeksi dan abortus septik. Penyebab sepsis non obstetrik pada
wanita hamil diantaranya malaria, HIV dan pneumonia. Infeksi saluran kemih
sering dikaitkan sebagai penyebab infeksi tersering pada kehamilan. Hal ini
dikarenakan terjadinya perubahan secara anatomi dan fisiologis sehingga
memudahkan ascending infection. Perubahan kimiawi urin juga memudahkan
pertumbuhan kuman patogen sebagai penyebab infeksi. Korioamnionitis sering
dihubungkan dengan kejadian ketuban pecah dini. Lamanya waktu ketuban pecah
dengan proses persalinan sangat mempengaruhi kejadian ini. Endometritis dan
luka infeksi merupakan komplikasi yang sering terjadi pada operasi sesar. (2)
Penegakan diagnosis sepsis memerlukan 3 kriteria seperti SIRS, sumber
infeksi dan kultur yang menunjukkan pertumbuhan bakteri. Kultur negatif belum

4
tentu menyingkirkan diagnosis sepsis karena dari semua penderita sepsis hanya
20-40% yang menunjukkan hasil kultur positif. Hal inilah yang menyulitkan
penegakan diagnosis sepsis itu sendiri.(2)
Perjalanan sepsis akibat bakteri diawali oleh proses infeksi yang ditandai
dengan bakteremia selanjutnya berkembang menjadi SIRS (Systemic Inflamatory
Response Syndrome) dilanjutkan sepsis, sepsis berat, syok sepsis dan berakhir
Multiple Organ Dysfunction Syndrome (MODS). Syok terjadi pada 40% pasien
sepsis. Kematian penderita dengan sepsis sekitar 20%, mendekati 40% bila ada
disfungsi organ (sepsis berat).(2)

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Sepsis dalam kehamilan adalah kondisi yang mengancam jiwa yang
didefinisikan sebagai disfungsi organ yang disebabkan oleh infeksi selama
kehamilan, persalinan, nifas, atau setelah aborsi, dengan potensi untuk
menyelamatkan jutaan nyawa jika perkiraan yang tepat dibuat. Infeksi ibu
yang tidak terdeteksi atau tidak dikelola dengan baik dapat menyebabkan
sepsis, kematian, atau kecacatan pada ibu, dan peningkatan kemungkinan
infeksi neonatal dini dan hasil buruk lainnya. Perubahan fisiologis,
imunologis, dan mekanis yang terjadi selama kehamilan membuat wanita
hamil lebih rentan terhadap infeksi dibandingkan wanita tidak hamil dan
dapat mengaburkan tanda dan gejala infeksi dan sepsis, yang mengakibatkan
keterlambatan dalam pengenalan dan pengobatan sepsis.(3)

2.2 Epidemiologi
Pada tahun 2017, World Health Assembly (WHA) dan World Health
Organization (WHO), membuat pernyataan untuk meningkatkan pencegahan,
diagnosis, dan pengelolaan sepsis. WHA mengakui sepsis sebagai ancaman
utama bagi keselamatan pasien dan kesehatan global, dengan potensi untuk
menyelamatkan jutaan nyawa jika memprediksi angka sepsis dengan benar.
Analisis sistematis yang dilakukan pada tahun 2014 termasuk 416 dari 115
negara melaporkan total 60.799 kematian ibu. Dari jumlah tersebut, sepsis
merupakan penyebab kematian pada 10,7% kasus.(3)
Penelitian Prasad di London tahun 2003 mendapatkan 20-30% pasien
yang dirawat di ICU obstetri merupakan pasien sepsis dalam kehamilan.
Penelitian Maguite di Irlandia tahun 2015 mendapatkan kejadian sepsis
sekitar 0,1% dari total seluruh persalinan. SIRS terjadi pada 60% pasien
dengan bakteriemia, dan 16% menjadi sepsis berat, serta 1% menjadi syok
sepsis. Penelitian Afessa di Amerika Serikat tahun 2001 mendapatkan
kejadian. Sepsis di ICU obstetri sebesar 59%, sepsis berat 24%, dan syok

6
sepsis 3%. Angka kematian berkisar 3% di negara maju dan 12% di negara
berkembang. Satu pertiga angka kematian berkaitan dengan syok septik,
sementara itu kematian late maternal berhubungan dengan kegagalan
multiorgan.(1)

2.3 Etiologi
Infeksi pada pasien perawatan kritis obsteri dapat diklasifikasikan
menjadi:(4)
1. Infeksi yang berhubungan dengan kehamilan. Misalnya; korioamnionitis,
endometritis, mastitis
2. Infeksi yang tidak berhubungan dengan kehamilan. Misalnya; infeksi
saluran kemih, malaria, hepatitis, HIV, dan apendisitis.
3. Infeksi Nasokomial. Misalnya; infeksi saluran kemih akibat kateterisasi,
pneumonia yang didapat melalui ventilasi.
Infeksi juga dapat diakibatkan oleh abortus seperti abortus provokatus
kriminalis. Perangkat medis, seperti kateter, tabung drainase, atau tabung
pernapasan dapat membuat risiko infeksi. Risiko syok septik meningkat
secara signifikan pada aborsi yang dilakukan sendiri ketika instrumen medis
tidak digunakan. Kemampuan pencegahan penyebaran kuman masih kurang
karena banyak alat yang digunakan adalah alat rumah tangga sehari-hari dan
tidak steril. Selain itu, memiliki kondisi tertentu sebelum aborsi dapat
membuat lebih rentan terhadap syok septik.(5)
Mikroorganisme penyebab sepsis berat dalam kehamilan dan syok
septik umumnya bersifat polimikroba, yang menggambarkan adanya
kolonisasi vagina. Organisme yang diidentifikasi adalah streptococcus b-
hemolitycus Grup A (GAS), Escherichia coli, streptococcus b-hemolitycus
grup B, Streptococci oralis, Staphylococcus aureus, Citrobacter dan
Fusobacterium. Banyak kasus ditemukan penyebab demam tinggi pada ibu
hamil yaitu karena infeksinya disebabkan oleh GAS. GAS adalah bakteri
yang berbahaya bagi ibu hamil. GAS menghasilkan eksotoksin pirogenik,
yang mendorong peningkatan aktivitas sistem imun yang menghasilkan aliran

7
sitokin, yang merupakan penyebab utama tingkat virulensi dan mortalitas
yang tinggi. (4)
Tabel 1. Organisme Sepsis dalam Kehamilan.4

2.4 Faktor Risiko


1) Faktor Terkait Masyarakat:
Status sosial ekonomi yang rendah berkontribusi pada gizi buruk,
kurangnya pengetahuan tentang gejala dan tanda-tanda masalah
(sepsis), kurangnya sumber daya klinis yang tersedia dan desain atau
konstruksi bangunan, sistem air dan sanitasi yang kurang optimal.
Akses ke fasilitas mungkin kurang karena sarana transportasi yang
terbatas dan jarak dari rumah pasien ke fasilitas kesehatan yang jauh.
Penyedia layanan kesehatan di daerah dengan sumber daya yang buruk
seringkali kekurangan data pengawasan dan memiliki gangguan
kemampuan untuk memesan tes laboratorium yang sesuai dan untuk
meresepkan antibiotik yang efektif. Faktor budaya juga dapat menunda
perilaku pencarian perawatan. (4)
2) Kondisi Persalinan
Kelahiran dalam kondisi tidak higienis dan persalinan oleh
penolong persalinan yang tidak terlatih secara signifikan meningkatkan

8
risiko pasien. Organisasi Kesehatan Dunia memperkirakan bahwa
kejadian sepsis ibu akan menurun hingga 50% jika sebagian besar
persalinan dilakukan di fasilitas persalinan. Kondisi persalinan berisiko
lainnya termasuk: ketuban pecah berkepanjangan, persalinan lama,
pemeriksaan vagina multipel, sesar, dan perdarahan pascapartum.
Sebuah penelitian di Rumah Sakit Negara Ife di Nigeria menunjukkan
bahwa 31,5% kasus sepsis ibu dikaitkan dengan ketuban pecah dini
(PROM), 65,7% kasus sepsis ibu dikaitkan dengan persalinan yang
berlangsung lebih dari 12 jam dan 50,7% kasus sepsis ibu terkait.
dengan beberapa pemeriksaan vagina. Kelahiran sesar merupakan
faktor risiko terpenting, dengan tingkat sepsis 5,0% jika antibiotik
profilaksis digunakan dan 10,1% jika antibiotik profilaksis tidak
digunakan. Prosedur lain yang meningkatkan risiko infeksi nifas
termasuk persalinan dengan bantuan instrumen, episiotomi,
amniosentesis, cerclage, perdarahan postpartum dan retensio produk
konsepsi.(4)
Proses nifas lebih dari 24 jam untuk primigravida atau 18 jam
untuk multigravida kondisi ini sering disebut dengan persalinan lama.
Persalinan lama merupakan fase terakhir dari proses persalinan
terhambat dan berlangsung terlalu lama sehingga menimbulkan gejala-
gejala dari sepsis yang bisa menyebabkan kematian ibu dan janin.(6)
Beberapa aspek kesehatan ibu merupakan faktor risiko yang
signifikan untuk perkembangan sepsis ibu. Ini termasuk:
- Gizi buruk
- Primiparitas
- Anemia (akibat gizi buruk, penyakit sel sabit, talasemia atau
malaria)
- Obesitas
- Gangguan metabolisme glukosa dan diabetes mellitus
- Infeksi:
 HIV / AIDS,

9
 Infeksi panggul
 Infeksi streptococcus b-hemolitycus grup B.
 Infeksi streptococcus b-hemolitycus grup A pada kontak dekat
 Malaria (menyumbang hingga 15% kasus anemia ibu) di
daerah endemis, malaria mungkin menjadi penyebab 60%
kematian janin dan 10% kematian ibu.(4)
3) Sectio Caesarea (SC)
Seperti halnya operasi lainnya, sectio caesarea (operasi sesar)
memiliki risiko infeksi. Luka ini dianggap sebagai luka bedah yang
bersih dan terkontaminasi karena letak rahim, leher rahim, dan vagina
yang berdekatan. Operasi sesar adalah faktor risiko paling penting bagi
wanita yang mengalami infeksi pada periode postpartum, dan wanita
yang menjalani operasi sesar berisiko 20 kali lebih besar terkena infeksi
dibandingkan dengan wanita yang melahirkan melalui pervaginam.(7)
SC yang memakan waktu lama misalnya >2 jam, bisa
menyebabkan infeksi maupun sepsis. Karena sifat dari operasi sesar,
risiko infeksi diberikan oleh flora vagina selain flora kulit. Wanita yang
menjalani operasi sesar setelah persalinan atau ketuban pecah
mengalami peningkatan paparan bakteri vagina.(7)

2.5 Patofisiologi
Masalah inti patofisiologi dari Sepsis dalam kehamilan adalah respon
beberapa host terhadap patogen yang menginfeksi dan mungkin diperkuat
secara signifikan oleh faktor-faktor endogen. Sepsis hanya berfokus pada
peradangan berlebih. Sepsis diketahui melibatkan aktivasi awal dari respon
pro-inflamai dan anti-inflamasi, bersama dengan modifikasi utama dalam
jalur non-imunologi seperti kardiovaskular, neuronal, otonom, hormonal,
bioenergi, metabolik, dan koagulasi, yang semuanya memiliki signifikansi
prognostic. (4)
Sepsis dan syok septik ditandai dengan vasodilatasi perifer yang
terkait dengan pelepasan mediator proinflamasi yang berlebihan yang

10
mengakibatkan penurunan resistensi vaskular sistemik, volume efektif
intravaskular, dan hipoperfusi jaringan. Dengan adanya penanda inflamasi,
kemampuan ekstraksi oksigen berkurang. Selain itu, sepsis menyebabkan
respons umum yang diekspresikan secara berlebihan oleh host jika terjadi
infeksi. Dalam pengenalan produk bakteri, seperti endotoksin dan
eksotoksin, sistem kekebalan mengaktifkan kaskade mediator proinflamasi
(misalnya, sitokin oleh makrofag), perekrutan sel inflamasi, dan aktivasi
komplemen. Peristiwa ini menyebabkan cedera sel yang meluas dengan
iskemia, disfungsi mitokondria, apoptosis, imunosupresi, disfungsi organ,
dan kematian.(4)
Sepsis adalah keadaan klinis yang terjadi di sepanjang rangkaian
keadaan patofisiologis, dimulai dengan sindrom respons inflamasi sistemik
(SIRS) dan berakhir pada sindrom disfungsi multiorgan (MODS) sebelum
kematian.(8)
Tanda-tanda awal peradangan ditandai sebagai berikut: (8)
- Demam (suhu lebih tinggi dari 38˚C atau hipotermia (suhu kurang dari
36˚ C)
- Takikardia (detak jantung lebih dari 90 denyut per menit),
- Takipnea (laju pernapasan lebih dari 20 napas per menit)
- Leukositosis (White Blood Cell >12.000 / cu mm) / leukopenia (sel darah
putih (WBC) < 4.000 / cu mm) dengan atau tanpa bandemia (lebih dari
10%).
Dua dari empat tanda klinis ini diperlukan untuk diagnosis sindrom
respons inflamasi sistemik (SIRS). Setelah itu, SIRS dengan sumber infeksi
mencukupi definisi klinis untuk sepsis. (8)
Awalnya mikroorganisme penyebab pada sepsis berat dan syok septik
umumnya (streptococcus b-hemolitycus grup A, Escherichia coli,
streptococcus b-hemolitycus grup B, Streptococci oralis, Staphylococcus
aureus, Citrobacter dan Fusobacterium) bersifat polimikroba,
mencerminkan kolonisasi vagina. Bakteri tersebut menghasilkan eksotoksin
pirogenik, mendorong peningkatan aktivitas sistem imun yang

11
menghasilkan aliran sitokin. Untuk melawan respon sitokin proinflamasi,
tubuh akan menghasilkan sitokin antiinflamasi melalui Counter
inflammatory response syndrome (CARS). IL-4 and IL-10 merupakan
sitokin yang berperan untuk menurunkan produksi TNF-α, IL-I, IL-6, dan
IL-8. Respon fase akut juga memproduksi oksigenasi menyebabkan
gangguan seluler dan metabolik, terutama pergeseran dari respirasi aerobik
ke respirasi anaerob, dan selanjutnya terjadi asidosis laktat. (1) Hipoperfusi
jaringan juga dapat dimanifestasikan oleh tanda-tanda kerusakan organ
akhir, seperti azotemia pra-ginjal atau transaminitis. Perbedaan pasokan dan
kebutuhan oksigen dapat dipantau selama resusitasi dengan mengarahkan
saturasi oksigen vena campuran dari jalur sentral di vena kava superior jika
tersedia.(9)
Ketika hipotensi yang diinduksi sepsis tetap refrakter terhadap
manajemen awal dengan resusitasi cairan, terjadi syok septik. (8) Syok septik
dibedakan dari keadaan syok lainnya sebagai jenis syok distributif.
Tindakan kombinasi mediator inflamasi (histamin, serotonin, super-radikal,
enzim lisosom) diuraikan sebagai respons terhadap endotoksin bakteri
menyebabkan peningkatan yang nyata dalam permeabilitas kapiler dan
bersamaan dengan penurunan resistensi vaskular perifer. Ini diterjemahkan
tidak hanya menjadi pengurangan afterload tetapi juga preload dari
penurunan aliran balik vena dari jarak ketiga. Penurunan stroke volume
yang diakibatkan awalnya diakomodasi oleh peningkatan denyut jantung,
yaitu syok septik terkompensasi. Akibatnya, pasien berada dalam keadaan
hiperdinamik yang merupakan karakteristik syok septik.(9)
Secara klinis, pasien memiliki pergerakan dada yang dinamis dengan
takikardi, selain itu denyut nadi terasa kencang dan kuat. Saat pasien
disentuh tubuhnya hangat, capillary refill time >2 detik (saat di palpasi
pitting). Saat syok berlajut, produksi katekolamin meningkatkan resistensi
vaskularisasi diperifer, saat tubuh mencoba untuk mengalirkan darah dari
jaringan non-vital (saluran gastrointestinal (GI), ginjal, otot, dan kulit) ke
jaringan vital (otak dan jantung). (10)

12
Bagan 1. Patofisiologi Sepsis

Vagina, luka, alat tidak steril

Kolonisasi bakteri

Eksotosin pirogenik

Leukositosis.
𐰹 reaksi imunitas WBC >12.000/µl
Vasodilatasi
pembuluh darah 𐰹 sitokin pro-inflamasi Hipertermia
(IL-4 & IL-10) >38˚C
Hipotensi
<110 mmHg
𐰹 sitokin anti-inflamasi Hipotermia
(CARS) <36˚C
Takikardi
HR <60x/mnt
Gang. Seluler metabolik

Respirasi anaerob

Asidosis Laktat Hipoperfusi

Takipnea MODS
RR >20x/mnt

2.6 Manifestasi Klinis


1. SIRS adalah respon inflamasi tubuh yg ditandai adanya:
- Hipertermia (38ºC) atau Hipotermia (, 36ºC),
- Takikardia (> 90 x/menit)
- Takipnea (>20 bpm) atau PaCO2 <32 mm Hg,
- Leukofilia (.> 12 x 109 liter) atau leukopenia (<4x109 liter).
Adanya dua atau lebih tanda di atas menjelaskan SIRS. (11)

13
Aspek tersulit dari persepsi SIRS pada kehamilan adalah perbedaan
kondisi yang berbeda dengan perubahan fisiologis kehamilan normal.
UKOSS telah mengusulkan kriteria diagnostik (ada dua atau lebih kondisi
berikut) tapi belum diverifikasi
- Suhu >38ºc atau <36ºC, diukur 2x dalam 4 jam.
- Denyut jantung 100 x/ menit diukur 2 x dalam 4 jam.
- Pernafasan 20 bpm diukur 2 x dalam 4 jam. (11)
2. Sepsis
Pasien dengan sepsis dapat memiliki gambaran klinis dalam berbagai
sistem, termasuk:
- Sistem Respirasi,
- Kardiovaskular,
- Gastroenterohepatologi
- Urologi,
- Hematologi,
- Endokrinologis,
- Sistem Saraf pusat. (11)
Sepsis dalam kehamilan dapat menyebabkan infeksi intra-amnion, yang
mengakibatkan:
 Ketuban pecah dini atau persalinan atau kelahiran prematur;
 Cerebral palsy atau keterlambatan perkembangan saraf
 Lahir mati;
 Sepsis awal atau akhir;
 Kematian perinatal. (11)
3. Sepsis berat/ Severe Sepsis
Sepsis berat adalah sepsis yang berhubungan dengan disfungsi organ: (11)
- Hipotensi,
- Hipoksemia arteri,
- Asidosis laktat,
- Gagal ginjal,
- Disfungsi hati,

14
- Kelainan koagulasi,
- Perubahan status mental.
4. Syok septik adalah sepsis yang berhubungan dengan hipotensi meskipun
diberikan resusitasi cairan intravena tetap menyebabkan disfungsi sel dan,
jika berkepanjangan akan terjadi kematian sel.(11)
5. Sepsis nifas adalah infeksi pada saluran genital yang terjadi kapan saja
antara pecah ketuban atau persalinan hingga hari ke-42 pascapersalinan
yang berhubungan dengan dua atau lebih hal berikut:
- Nyeri panggul,
- Demam,
- Keputihan abnormal,
- Bau cairan yang abnormal, atau
- Keterlambatan pengurangan cairan tubuh dalam ukuran rahim.(11)

2.7 Diagnosis
Kriteria diagnostik: (1)
1. Sepsis Berat:
- Hyperlactatemia (>2 mmol/LP jika severe >4 mmol/L)
- Penurunan refilling kapiler (>3 detik)
- Oligouria (urine <0,5 cc/kgBB/jam)
- Penurunan status mental
- Edema signifikan atau balance cairan positif (>20ml/kgBB selama 24
jam)
- Hiperglikemia (glukosa plasma >120 mg/dl atau 7,7 mmol/L) tanpa
adanya riwayat DM
- C-Reactive Protein (CRP) plasma > 7 mg/dl atau >2 sampai dengan
normal
- Prokalsitonin plasma >2 sampai dengan nilai normal

2. Syok Sepsis

15
- Hipotensi arteri: (Sistol <90 mmHg, Mean Arterial Pressure (MAP)
<70, atau penurunan sistol >40 mmHg)
Mean aerteril pressure (MAP) adalah nilai rata- rata tekanan arteri
yang dinilai dengan mengukur tekanan diastole dan sistol dan
kemudian dihitung dengan menggunakan rumus MAP. MAP
dikatakan positif jika hasilnya > 90 mmHg dan negatif jika hasilnya <
90 mmHg.
Mean aerteril pressure = tekanan sistole + 2 tekanan diastol
3
- Cardiac Index >3,5 L/menit
Salah satu ukuran fungsi jantung adalah indeks jantung. Indeks
jantung bergantung pada parameter penting lainnya, curah jantung,
dan mengubah curah jantung menjadi nilai normal yang
memperhitungkan ukuran tubuh pasien.
Cardiac Index = Cardiac output / Luas Permukaan Tubuh = (Denyut
Jantung * Stroke volume) / Luas Permukaan Tubuh
3. Kegagalan organ:
- Hipoksemia arteri: (PaO2/FiO2 < 300 jika severe <250, PaO2
<70mmHg, SaO2 <90%)
- Akut oligouria (urine <0,5 cc/kg/BB/jam atau 45 mmol/L setidaknya
selama 2 jam)
- Ginjal (peningkatan kreatinin >0,5 mg/dl)
- Abnormalitas koagulasi (INR >1,5 atau aPTT >60 detik)
- Ileus (sirkulasi splanchnic)
- Trombositopenia (Trombosit <100.000/mm3 )
- Hiperbilirubinemia (Bilirubin total >4mg/dl atau 70 mmol/L)
- Penurunan perfusi (refilling kapiler >3detik, ekstremitas dingin, laktat
>2mmol/L)
- Saraf pusat (penurunan keadaran, confusion, psychosis)
- Asidosis metabolik dan gangguan metabolik lainnya.(1)

Tabel 2. Risiko Sepsis dalam Obstetrik.(1)

16
Score ≥ 6 menunjukkan risiko lebih tinggi untuk sepsis

2.8 Penatalaksanaan
Tatalaksana sepsis difokuskan untuk mencari faktor penyebab sepsis
yang sangat luas, sehingga intervensinya akan sangat berbeda untuk masing-
masing pasien tatalaksana service adalah sebagai berikut:(1)

I. Early Goal Directed Therapy


Begitu diagnosis sepsis ditegakkan maka rangkaian terapi harus
dimulai secara agresif dan adekuat dalam waktu kurang dari 6 jam.
Patokan yang disebut dengan “Early Goal Directed Therapy” terbukti
dapat menurunkan angka kematian ibu secara bermakna.(1)
Pendekatan tersebut terdiri dari: pemberian cairan intravena,
peningkatan pemberian oksigen, pemberian obat-obatan vasopressor
(meningkatkan kebutuhan oksigen jantung dan menyebabkan vasokonstriksi dan
perfusi jaringan), pemberian obat obat inotropic (meningkatkan kontaksi
otot jantung dan meningkatkan curah jantung), pemberian transfusi darah,
pemberian ventilasi mekanik dan pemakaian kateter arteri. Pendekatan ini
bertujuan untuk melakukan penyesuaian kembali, cardiac preload,
afterload dan kontraktilitas jantung untuk tujuan akhir yaitu tercapainya
keseimbangan antara oxygen delivery dan oxygen demand. (12)

17
Pada pasien obstetri, penilaian kesejahteraan janin, keseimbangan
antara suplai O2 ke janin dan stabilisasi maternal merupakan pendekatan
terbaik untuk memastikan kesejahteraan janin. Pasien yang hipotensi harus
mendapatkan cairan intravena (IV). Apabila pasien masih hipotensi setelah
mendapat resusitasi cairan yang adekuat, obat-obatan vasopressor
diberikan dengan pengawasan ketat status hemodinamik. Pasien harus
mempunyai akses intravena yang adekuat dan umumnya dianjurkan
memasang infus IV dua jalur atau infus vena sentral. (1)

Bagan 2. Early Goal Directed Therapy.(1)

II. Diet
18
Suplemen makanan parenteral dengan arginine dan asam lemak
omega-3 telah terbukti bermanfaat (menurunkan komplikasi infeksi lama
rawatan dan durasi ventilator mekanik) pada pasien dengan sakit berat.(1)
III. Mobilisasi
Banyak pasien dengan sepsis dirawat lama dengan terbaring di tempat
tidur. Oleh karena itu, perlu diwaspadai kejadian Deep Venous
Thrombosis (DVT) dan gastrointestinal stres ulcer. Pasien yang stabil
secara klinis dan tidak ada kontraindikasi untuk mobilitas, sebaiknya
dibolehkan untuk melakukan aktivitas yang masih dapat ditoleransi.(13)
IV. Transfer pasien
Persyaratan untuk transfer pasien ke HCU atau ICU tergantung pada
kemampuan fasilitas dan kompetensi tenaga medis untuk menetapkan
berbagai kondisi medis. Kemampuan spesialis juga mempengaruhi proses
transfer pasien.(13)
V. Terapi anti mikroba
1. Antibiotik
Indikasi pemberian antibiotik adalah:
a) Diduga penyebab sepsis adalah infeksi,
b) Hemodinamik tidak stabil,
c). Neutropenia atau keadaan imunocompromised lainnya,
d).Asplenia berhubungan dengan potensi Overwhelming
Postplenectomy Infection (OPSI).(1)
Bila memungkinkan, kultur spesimen harus selalu ada sebelum
memulai terapi dengan antibiotik. Pemberian antibiotik seharusnya
dipandu oleh protap yang tersedia dan pengetahuan tentang dosis juga
tentang faktor risiko untuk resistensi dan alergi. Antibiotik dihentikan
apabila infeksi sudah dapat disingkirkan atau ganti antibiotik sesuai
dengan kuman penyebab yang ditemukan.(13)
Oleh karena peningkatan resistensi bakteri antibiotik spektrum
luas harus diberikan bila penyebab sepsis adalah infeksi tapi kuman
penyebab yang pasti belum diketahui titik dengan peningkatan

19
prevalensi resistant Staphylococcus aureus (MRSA) terapi
vancomycin atau anti-MRSA lainnya harus dipertimbangkan. Dan
antibiotik sebelumnya (terutama dalam 3 bulan terakhir) harus
dipertimbangkan ketika memilih regimen antibiotik, karena akan
meningkatkan risiko resistensi kuman patogen.(13)
Antibiotik untuk bakteri gram negatif seperti cefepime,
cefotaxime, tazobactam, carbapenem (imipenem, meropenem, atau
doripenem) atau quinolone bisa diberikan. Antibiotik untuk gram
positif seperti penisilin, isoksazolil, ampisilin, cefepim dan cefpirom,
cefaleksin, cefalotin, cefazolin, cefradin dan cefadroxyl.(8)
Antibiotik tidak diberikan pada pasien yang alergi, karena akan
memperparah sepsis, khususnya alergi penisilin karena prevalensinya
yang tinggi.(13)
2. Anti-virus dan Anti jamur
Anti-virus tidak berperan pada sepsis kecuali bila pasien dengan
imunocompromised atau pasien datang untuk kontrol influenza dan
gambaran klinis sesuai dengan infeksi influenza. (13)
Pemberian antijamur (fluconazole atau echinocandin) bisa
dipertimbangkan pada pasien yang telah mendapat terapi antibiotik,
pasien dengan neutropenia, pasien yang mendapat nutrisi parenteral
total atau pasien yang mendapat akses vena sentral. (13)
VI. Steroid
Penelitian terdahulu tentang sepsis dan syok sepsis, memperlihatkan
trend luaran yang memburuk ketika diterapi dengan steroid dosis tinggi
(methylprednisolone sodium succinate 30 mg/kg setiap 6 jam dalam 4
dosis) dibandingkan plasebo. Namun, penelitian dengan dosis steroid yang
rendah (200 sampai 300 mg hydrocortisone selama 5 - 7 hari)
meningkatkan angka harapan hidup dan pemulihan syok pada pasien yang
tergantung vasopressor.(13)
Steroid dosis rendah harus dipertimbangkan pada pasien dengan
syok sepsis ketika akreditasi cairan yang adekuat dan pemberian

20
vasopressor tidak memberikan efek. Sebelum memulai terapi steroid
tenaga medis harus mempertimbangkan resiko potensi steroid, seperti
stress ulcers dan hiperglikemia.(14)
VII. Kontrol glukosa
Hiperglikemi biasa ditemukan pada hasil laboratorium pasien sepsis,
bahkan pada pasien yang tidak menderita diabetes akan menimbulkan
sejumlah gangguan sistemik. Peningkatan hormon-hormon counter-
regulatory, seperti cortisol dan epinephrine, adanya hypoinsulinemia
relatif menyebabkan peningkatan produksi glukosa hepar, resistensi
insulin perifer, dan peningkatan asam lemak bebas di sirkulasi. Semua hal
ini secara langsung akan menghambat sistem imun. Stress oksidatif dan
disfungsi endotel bersama dengan sitokin proinflamasi (IL-6, IL-8, TNF-
ɑ) dan mediator sekunder lainnya (NF-kB) menyebabkan kerusakan sel,
jaringan, dan disfungsi organ pada pasien dengan hiperglikemia.(15)
Kontrol kadar glukosa dengan ketat terbukti mengurangi angka
morbiditas dan mortalitas pada tindakan operatif dan perawatan di ICU.
Penelitian memperlihatkan bahwa dengan mengontrol kadar glukosa
dengan insulin dapat meningkatkan perbaikan luaran pasien mengurangi
risiko transfusi darah mengurangi lama rawatan di ICU, menurunkan
insiden penyakit polineuropati berat dan mengurangi lama pemakaian
ventilasi mekanik.(14)
Penelitian melaporkan penurunan angka mortalitas dengan terapi
intensif insulin (menjaga kadar glukosa darah di 80-110 mg/dL) sampai
34%. Penurunan terbesar dalam mortalitas berhubungan dengan multiple
organ failure terutama pada sepsis (bakteri gram positif).(12)
VIII. Suplai Oksigen
Oksigen harus tersedia untuk semua pasien yang memperlihatkan
peningkatan kebutuhan oksigen atau penurunan ketersediaan oksigen.
Oksigen bisa diberikan melalui nasal kanul atau masker, meskipun pada
situasi tertentu bantuan ventilator diperlukan untuk memaksimalkan
kebutuhan oksigen. Pemberian oksigen terlalu banyak pada pasien dengan

21
penyakit paru obstruktif kronik atau (PPOK) harus dihindari karena bisa
menekan pernafasan.(12)
Pasien yang tidak merespon dengan pemberian suplai oksigen
memiliki prognosis yang buruk titik pasien gagal nafas yang memerlukan
ventilasi mekanik harus diberikan ventilasi mekanik dengan volume tidal
yang rendah.(12)
IX. Pemantauan janin
Pendekatan terbaik untuk memastikan kesejahteraan janin adalah
menstabilkan kondisi Ibu titip konsekuensi utama dari keadaan sepsis ibu
terhadap janin adalah perubahan pada sistem vaskular ibu dan menurunnya
sirkulasi uteroplasenter. Pemeriksaan doppler pada arteri umbilikalis bisa
menjadi pendekatan terbaik untuk menilai kesejahteraan janin.(12)
Absent atau reversed diastolik muncul lebih sering pada kasus
dengan perfusi plasenta yang jelek, PEB, dan Fetal Growth Restriction
dan bila absent atau reversed diastolik itu menetap, maka akan
meningkatkan komplikasi neonatus dan resiko tinggi untuk IUFD.(1)
Kardiotokografi adalah tes yang dipakai secara luas untuk menilai
kesejahteraan janin, namun belum terbukti mengurangi angka kematian
janin pada kehamilan resiko tinggi, seperti pada kasus kehamilan dengan
sepsis.(1)
Pada keadaan tertentu, dimana dengan melahirkan janin dapat
memperbaiki kondisi ibu atau janin maka persalinan dapat dilakukan
sesuai indikasi obstetrik. Jika persalinan preterm dapat diantisipasi
pematangan paru dapat diberikan tetapi dengan pemantauan ketat pada ibu
dengan risiko servis. Jika dilakukan operasi sesar maka dapat dilakukan
dengan anestesi spinal atau epidural.(12)

2.9 Pencegahan

22
Untuk mencegah terjadinya sepsis dalam kehamilan yang harus
dilakukan adalah anamnesis rinci, pemeriksaan fisik yang cermat, dan indeks
kecurigaan yang tinggi, terutama pada kelompok pasien kebidanan berisiko
tinggi, penting untuk pengenalan awal sepsis. Kultur usap vagina rutin dari
wanita hamil harus dipertimbangkan dan keberadaan streptococcus b-
hemolitycus grup A (GAS) harus ditangani segera sebelum persalinan untuk
menghindari situasi yang berpotensi mematikan.(14)
Pada pasien kebidanan yang menjalani operasi sesar, tindakan pra
operasi dapat mengurangi risiko infeksi luka. Langkah-langkahnya termasuk
pantang merokok (30 hari) sebelum operasi, kontrol glikemik pada penderita
diabetes, mengobati infeksi yang ada sebelum operasi elektif, mandi dengan
agen antiseptik pada malam sebelum operasi, pencabutan rambut dengan
gunting, pembersihan vagina, dan profilaksis antimikroba.(14)
Selain antibiotik profilaksis saat induksi persalinan sesar, dosis lebih
lanjut setelah 4 jam pada kasus pembedahan yang berkepanjangan atau yang
berhubungan dengan kehilangan darah yang berlebihan harus
dipertimbangkan. Tindakan yang luas dan komprehensif diperlukan untuk
mencegah dan memantau infeksi. Bukti terbaru menunjukkan bahwa kejadian
infeksi setelah operasi sesar lebih rendah ketika antibiotik diberikan sebelum
sayatan kulit daripada setelah penjepitan tali pusat. (1)

Tabel 3. Pencegahan Komprehensif Untuk Mencegah Infeksi.(1)


1. Menghindari kontaminasi tangan dan sering menggunakan gel alkohol
2. Penggunaan alat pelindung diri: sarung tangan, celemek sekali pakai,
gaun pelindung, masker wajah, dan pelindung mata.
3. Ketersediaan pedoman pengendalian infeksi
4. Pelatihan tim untuk mengikuti panduan dalam situasi darurat
5. Penggunaan sistem penilaian peringatan dini yang telah dimodifikasi
dan pendidikan untuk memungkinkan identifikasi dini pasien sepsis
6. Keterlibatan tim surveilans pengendalian infeksi untuk memantau
kemajuan Pasien dan pengunjung: edukasi tentang
o Membatasi kontak
o Cuci tangan dan gel alkohol
o Pengenalan dan pelaporan gejala
o Penanganan, penyimpanan dan pembuangan limbah perawatan

23
kesehatan yang benar

2.10 Prognosis
Diantara studi tentang kematian sepsis dalam kehamilan, ada beberapa
paradigma ditemukan. Diantara wanita yang meninggal karena sepsis,
sering dokarenakan keterlambatan dalam perhatian dan perawatan. Sebagian
juga memprediksi bahwa lama mendiagnosis sepsis. Bahkan setelah
didiagnosis, 73% ibu menggunakan antibiotik yang inadekuat dan tidak
patuh.(11)
Dengan pemberian antibiotik adekuat, cepatnya penanganan sepsis, dan
konsultasi ahli penyakit dalam, dapat mempercepat pengobatan sepsis dan
membantu penyembuhan sepsis. (11)

BAB III
KESIMPULAN

24
Sepsis dalam kehamilan adalah kondisi yang mengancam jiwa yang
didefinisikan sebagai disfungsi organ yang disebabkan oleh infeksi selama
kehamilan, persalinan, nifas, atau setelah aborsi. Sepsis merupakan penyebab
kematian ibu hamil pada 10,7% kasus. Infeksi streptococcus b-hemolitycus grup
A (GAS) adalah penyebab tersering terjadinya sepsis pada ibu hamil. Selain
kondisi komorbid ibu sepertoi malaria, HIV, dll, faktor pengetahuan dan kondisi
persalinan yang menjadi faktor risiko terjadinya sepsis ibu hamil. Dalam konteks
obstetri, penanganan Sepsis memerlukan penilaian kesejahteraan janin, untuk
menilai keseimbangan antara suplai oksigen dari ibu ke janin melalui stabilisasi
maternal. Dengan pemberian antibiotik adekuat, cepatnya penanganan sepsis, dan
konsultasi ahli penyakit dalam, dapat mempercepat pengobatan sepsis.

DAFTAR PUSTAKA

25
1. Yusrawati. Systemic Inflammatory Response Syndrome (SIRS) in
Pregnancy. Fac Med Andalas Univ. 2016;

2. Wiranto Prayogo B, Prasetyo B, Gumilar Dachlan E, Nasronudin. Hubungan


antara Faktor Risiko Sepsis Obstetri dengan Kejadian Sepsis Berat dan Syok
Sepsis di Departemen Obstetri dan Ginekologi, RSUD Dr. Soetomo,
Surabaya. 2012;Vol. 20 No. Mei – Agustus 2012 : 58-64.

3. Escobar MF, Echavarría MP, Zambrano MA, Ramos I, Kusanovic JP.


Maternal sepsis. Am J Obstet Gynecol MFM. 2020 Aug;2(3):100149.

4. van Dillen J, Zwart J, Schutte J, van Roosmalen J. Maternal sepsis:


epidemiology, etiology and outcome. Curr Opin Infect Dis. 2010
Jun;23(3):249–54.

5. Deborah W. Abortion with Septic Shock. Healthline. 2019;1(1):1.

6. Santi DR, Pribadi ET. Prolonged Labor Incidences: Passage-Passenger


Factors Analyzed. Int Conf Sustain Health Promot. 2018;1(1).

7. Smaill FM, Grivell RM. Antibiotic prophylaxis versus no prophylaxis for


preventing infection after cesarean section. Cochrane Pregnancy and
Childbirth Group, editor. Cochrane Database Syst Rev [Internet]. 2014 Oct
28 [cited 2021 Mar 31]; Available from:
http://doi.wiley.com/10.1002/14651858.CD007482.pub3

8. Bone RC, Balk RA, Cerra FB, Dellinger RP, Fein AM, Knaus WA, et al.
Definitions for Sepsis and Organ Failure and Guidelines for the Use of
Innovative Therapies in Sepsis. Chest. 1992 Jun;101(6):1644–55.

9. Nguyen HB, Rivers EP, Abrahamian FM, Moran GJ, Abraham E, Trzeciak
S, et al. Severe Sepsis and Septic Shock: Review of the Literature and
Emergency Department Management Guidelines. Ann Emerg Med. 2006
Jul;48(1):54.e1.

10. Fan S-R, Liu P, Yan S-M, Huang L, Liu X-P. New Concept and
Management for Sepsis in Pregnancy and the Puerperium. Matern-Fetal
Med. 2020 Oct;2(4):231–9.

11. Elton R, Chaudhari S. Sepsis in obstetrics. BJA Educ. 2015 Oct;15(5):259–


64.

12. Balk RA. Systemic inflammatory response syndrome (SIRS): Where did it
come from and is it still relevant today? Virulence. 2014 Jan;5(1):20–6.

13. Bauer ME, Bauer ST, Rajala B, MacEachern MP, Polley LS, Childers D, et
al. Maternal Physiologic Parameters in Relationship to Systemic

26
Inflammatory Response Syndrome Criteria: A Systematic Review and Meta-
analysis. Obstet Gynecol. 2014 Sep;124(3):535–41.

14. Cordioli RL, Cordioli E, Negrini R, Silva E. Sepsis and pregnancy: do we


know how to treat this situation? Rev Bras Ter Intensiva [Internet]. 2013
[cited 2021 Mar 23];25(4). Available from:
http://www.gnresearch.org/doi/10.5935/0103-507X.20130056

15. Jaffer U, Wade RG, Gourlay T. Cytokines in the systemic inflammatory


response syndrome: a review. HSR Proc Intensive Care Cardiovasc Anesth.
2010;2(3):161–75.

27

Anda mungkin juga menyukai