Anda di halaman 1dari 34

REFERAT September 2018

MUCOCUTANEUS CANDIDIASIS

Disusun Oleh:

Aisyiah Sarahdita Said


N 111 18 021

PEMBIMBING KLINIK
dr. Diany Nurdin, Sp.KK, M.Kes

KEPANITERAAN KLINIK
BAGIAN ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH UNDATA PALU
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS TADULAKO
PALU
2018

1
2
HALAMAN PENGESAHAN

Nama : Aisyiah Sarahdita Said


No. Stambuk : N 111 18 021
Fakultas : Kedokteran
Program Studi : Profesi Dokter
Universitas : Tadulako
Judul Referat : Mucocutaneus Candidiasis
Bagian : Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin

Bagian Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin


RSUD Undata Palu
Fakultas Kedokteran
Universitas Tadulako

Palu, 03 September 2018

Pembimbing Klinik Mahasiswa

dr. Diany Nurdin, Sp.KK., M.kes Aisyiah Sarahdita Said


NIP. 198207 10 200902 2 002 NIM. N 111 18 021

3
DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL………………………………………………………….. i
HALAMAN PENGESAHAN……………………………………………....... ii

DAFTAR ISI………………………………………………………………..... iii

BAB I – PEDAHULUAN.................................................................................................1
BAB II – TINJAUAN PUSTAKA.......................................................................................3

1. Definisi........................................................................................................3
2. Epidemiologi................................................................................................3
3. Etiologi.........................................................................................................4
a. Faktor patogen.......................................................................................4
b. Faktor host.............................................................................................5
4. Klasifikasi......................................................................................................7
a. Kandidiasis oral.............................................................................7
b. Kandidiasis kutis.....................................................................................7
a. Kandidiasis kuku.....................................................................................8
b. Kandidiasis vulvovagina..........................................................................8
5. Patogenesis...................................................................................................8
a. Faktor non imunologis............................................................................8
b. Faktor imunologis...................................................................................8
6. Manifestasi klinis.........................................................................................11
a. Kandidiasis oral.............................................................................11
b. Kandidiasis kutis.....................................................................................11
c. Kandidiasis kuku.....................................................................................13
d. Kandidiasis vulvovagina..........................................................................13
7. Pemeriksaan penunjang................................................................................14
a. Pemeriksaan KOH ........................................................................15
b. Kultur dengan agar Sabouraud...............................................................15
8. Diagnosis......................................................................................................16
a. Anamnesis......................................................................................16

4
b. Pemeriksaan fisik....................................................................................17
c. Pemeriksaan penunjang.........................................................................18
9. Diagnosis banding.........................................................................................18
a. Kandidiasis oral.............................................................................18
b. Kandidiasis kutis.....................................................................................19
a. Kandidiasis kuku.....................................................................................20
b. Kandidiasis vulvovagina..........................................................................21
10. Penatalaksanaan..........................................................................................22
a. Non medikamentosa......................................................................22
b. Medikamentosa.....................................................................................23
11 Prognosis......................................................................................................25
BAB III – KESIMPULAN................................................................................................26
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................................27

5
BAB I
PENDAHULUAN

Jamur adalah penyebab penting infeksi manusia, dan ragi spesies dari genus
Candida adalah jamur yang paling patogen. Spesies Candida adalah komensal
umum dalam rongga mulut, saluran usus dan vagina, dan pada bayi yang baru
lahir dapat mudah terinfeksi. Sementara ini spesies tidak berbahaya pada
kebanyakan individu, namun pada keadaan tertentu dapat berkembang dan
menyebabkan oportunistik berbagai macam penyakit. Penyakit-penyakit ini
berkisar dari superfisial infeksi mukosa vagina dan mulut, hingga mengancam
jiwa karena infeksi sistemik yang dapat menyebar melalui aliran darah ke organ di
seluruh tubuh. Faktor risiko untuk kandidiasis vaginitis tidak dipahami dengan
baik, namun kandidat lainnya infeksi sebagian besar dengan berhubungan dengan
penurunan imunitas individu. 1
Infeksi Candida yang terus menerus atau berulang pada kulit dan selaput
lendir, sehingga menyebabkan kondisi seperti kronis kandidiasis mukokutaneus
hal ini berkaitan endokrinopati atau kondisi lain. Peradangan kulit mungkin
merupakan manifestasi kulit dari penyakit sistemik yang mendasarinya. Itu
penting untuk membedakan kandidiasis kulit dan jenis penyakit lain yang mirip.
Ini berguna untuk memastikan diagnosis yang tepat dan hindari pengobatan yang
tidak sesuai dengan antifungi atau steroid krim. Candida albicans yang dilaporkan
menyebabkan mukokutan dan sistemik infeksi pada orang dewasa dan anak. 2
Spesies Candida berkembang menjadi kontaminan yang penting dan
patogen pada manusia yang menyebabkan infeksi superfisial dan dalam. Infeksi
superfisial sering terjadi dan menyebabkan morbiditas. Kulit bayi memiliki
kemampuan absorbsi lebih tinggi dan mempunyai risiko lebih besar terhadap
cedera kulit dan infeksi kulit. Bayi prematur yang lahir antara usia <32-34 minggu
memiliki masalah yang berhubungan dengan ketidakmatangan stratum korneum. 3
Berdasarkan penjelasan di atas, tujuan penulisan referat ini adalah
memberikan pengetahuan mengenai kandidiasis mukokutan, yang meliputi

6
etiologi, patogenesis dan manifestasi klinis, sehingga diharapkan dapat
memberikan penatalaksanaan yang lebih baik.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1. Definisi
Kandidiasis (atau kandidosis) merupakan infeksi yang disebabkan
Candida albicans atau genus Candida lainnya. Organisme ini menyerang
kuku, membran mukosa, dan saluran pencernaan, tetapi dapat

7
menyebabkan penyakit sistemik. Genus Candida heterogen dan terdiri dari
200 spesies. Beberapa spesies bersifat patogen oportunistik terhadap
manusia, tetapi spesies yang lebih dominan adalah yang tidak menginfeksi
manusia. Infeksi kandida mukokutan pada neonatus yang sering terjadi
berupa thrush (kandidiasis orofaring) dan ruam popok. 3
Chronic mucocutaneous candidiasis (CMCC) meliputi kelompok
sindrom heterogen yang terkait dengan infeksi Candida yang persisten
atau berulang pada kulit, kuku, dan selaput lendir. Sedangkan kandidiasis
kronis dapat hadir dengan sendirinya atau sebagai bagian yang kompleks. 4

2. Epidemiologi
Kandidiasis merupakan berbagai kelompok infeksi yang disebabkan

oleh Candida albicans ataupun spesies lain dari genus juga dapat

menyebabkan penyakit sistemik. Infeksi kulit superfisial adalah salah satu


bentuk infeksi dari kandidiasis kutaneous. Saat ini kasus kandidiasis kutis
masih sering dijumpai. Di indonesia, kandidiasis kutis menempati urutan
ketiga insidensi dermatomikosis. Tetapi pada beberapa kota yaitu
Makassar, Medan dan Denpasar, kandidiasis kutis menempati urutan
pertama dalam insidensi dermatomikosis. 5
Kandidiasis merupakan penyakit yang dapat terdapat di seluruh dunia,
dapat menyerang laki-laki maupun perempuan, dan semua golongan umur
terutama bayi dan orang tua. Kandidiasis kutis lebih banyak ditemukan
pada perempuan dibanding laki-laki. Hasil yang sama juga diperoleh pada
penelitian Berhimpon (60,61%) dengan jumlah perempuan lebih banyak
dibanding laki-laki. Hal ini dapat terjadi karena perempuan melakukan
pekerjaan rumah tangga yang banyak kontak dengan air, kehamilan, dan
pemakaian pakaian yang ketat sehingga menyebabkan keringat dan
lembab. Kelompok umur yang paling banyak menderita kandidiasis kutis,
berdasarkan data, ialah kelompok umur 45-64 tahun. Hal ini mungkin
dikarenakan oleh batasan umur yang luas pada kelompok umur 45-64

8
tahun, dan juga dengan semakin bertambahnya usia, terdapat hubungan
dengan peningkatan masalah kesehatan yang kronis, seperti diabetes, dan
sirkulasi perifer yang buruk. 5

3. Etiologi
a. Faktor patogen
1) Candida
Sekitar 17 spesies Candida telah dilaporkan sebagai spesies
patogen. Lebih dari 90% infeksi yang invasif dikaitkan dengan lima
spesies, yaitu Candida albicans, Candida glabrata, Candida
parapsilosis, Candida tropicalis, dan Candida krusei. Candida
berukuran kecil (4-6 μm), oval, berdinding tipis, yeast-like fungi
yang berkembang biak dengan tunas atau fusi. Kandida berbentuk
koloni halus, creamy white, dan mengkilat pada media kultur. 6
Jamur Candida tumbuh dengan cepat pada suhu 25-37oC pada
media perbenihan sederhana sebagai sel oval dengan pembentukan
tunas untuk memperbanyak diri, dan spora jamur disebut blastospora
atau sel ragi/sel khamir. Morfologi mikroskopis Candida albicans
memperlihatkan pseudohyphae dengan cluster di sekitar
blastokonidia bulat bersepta panjang berukuran 3-7x3-14 µm. Jamur
membentuk hifa semu/pseudohifa yang sebenarnya adalah rangkaian
blastospora yang bercabang, juga dapat membentuk hifa sejati.
Pseudohifa dapat dilihat dengan media perbenihan khusus. 6

Gambar 1. (a) Struktur dinding Candida albicans. (b) Bentuk


mikroskopis Candida albicans.6

9
Jamur kandida mampu melakukan metabolisme glukosa dalam
kondisi aerobik maupun anaerobik. Selain itu jamur kandida
mempunyai faktor-faktor yang mempengaruhi adhesi terhadap
dinding sel epitel seperti mannose, reseptor C3d, mannoprotein dan
Saccharin. Sifat hidrofobik dari jamur dan juga kemampuan adhesi
dengan fibronektin host juga berperan penting terhadap inisial dari
infeksi ini. 7
b. Faktor host
1). Faktor lokal
Fungsi kelenjar saliva yang terganggu dapat menjadi
predisposisi dari kandidiasis oral. Sekresi saliva yang rendah
menyebabkan lemahnya dan mengbersihkan berbagai organisme dari
mukosa. Pada saliva terdapat berbagai protein-protein antimikrobial
seperti laktoferin, sialoperoksidase, lisosim, dan antibodi antikandida
yang spesifik. Penggunaan gigi palsu merupakan faktor predisposisi
infeksi kandidiasis oral. Penggunaan ini menyebabkan terbentuknya
lingkungan mikro yang memudahkan berkembangnya jamur kandida
dalam keadaan PH rendah, oksigen rendah, dan lingkungan
anaerobik. Penggunaan ini pula meningkatkan kemampuan adhesi
dari jamur ini. 7

2) Kehamilan
Selama kehamilan, vagina menunjukan peningkatan kerentanan
terhadap infeksi Candida sp. sehingga prevalensi kolonisasi vagina
dan vaginitis simtomatik meningkat, khususnya pada trimester
ketiga. Diduga estrogen meningkatkan perlekatan Candida sp. pada
epitel vagina dan secara langsung meningkatkan virulensi ragi. 8
3) Kontrasepsi Hormonal

10
Kontrasepsi hormonal terdiri atas derivat estrogen dan atau
progesteron. Estrogen dan progestin, kedua-duanya dapat
mempengaruhi metabolisme karbohidrat, hal ini menyebabkan kadar
glikogen meningkat di permukaan epitel vagina dan mengakibatkan
pH vagina berubah. Kadar glikogen yang meningkat ini menjadi
nutrisi untuk Candida sehingga dapat tumbuh subur dan berkembang
menjadi jamur patogen maka terjadilah kandidiasis vagina. 8
4) Diabetes Mellitus
Kadar glukosa yang meningkat dalam darah, jaringan, dan air
kencing menyebabkan vulvovaginitis. Timbulnya vulvovaginitis ini
disebabkan vulva tersiram oleh air kencing yang mengandung kadar
gula tinggi. Hal ini menyebabkan vulva menjadi tempat yang baik
untuk pertumbuhan jamur Candida albicans, sehingga frekuensi
kolonisasi menjadi lebih tinggi. 8
5) Antibiotika
Timbulnya kandidiasis simtomatik sering terjadi selama
pemakaian antibiotika oral sistemik, khususnya dengan spektrum
lebar, seperti: tetrasiklin, ampisilin, dan sefalosporin. Antibiotika
tersebut dapat mengeliminasi flora normal ditubuh yang bersifat
protektif seperti bakteri Lactobacillus. Berkurangnya bakteri dalam
mulut ataupun vagina menyebabkan Candida dapat tumbuh dengan
subur karena tidak ada lagi persaingan dalam memperoleh makanan
yang menunjang pertumbuhan jamur tersebut. 8

6) Obat Kortikosteroid
Obat-obat ini memudahkan invasi jamur karena obat-obat
tersebut dapat menurunkan daya tahan tubuh. Pada dasarnya jamur
kandida sebagai flora normal yang berfungsi sebagai pertahanan atau
perlindungan tubuh. Namun sebaliknya pada pemakaian
kortikosteroid jangka panjang akan mengakibatkan pertumbuhan
Candida yang tidak terkendali. 8

11
7) Umur
Orang tua dan anak-anak lebih mudah terkena infeksi karena
status imunologiknya tidak sempurna sehingga memudahkan invasi
Candida albicans. 8
8) Imunologik
Pada penyakit genetik seperti atopik dermatitis, infeksi Candida
albicans mudah terjadi. 8
c. Faktor lain
Iklim kering dan kelembaban memudahkan tumbuhnya jamur,
kurangnya kebersihan kulit, kebiasaan merendam kaki yang terlalu
lama menimbulka maserasi dan memudahkan masuknya jamur. 9

4. Klasifikasi
Kandidiasis mukokutan dapat muncul dalam beberapa bentuk, yaitu
kandidiasis oral, kandidiasis kutis dan kandidiasis vulvovagina. 10
a. Kandidiasis oral 10
1) Kandidiasis pseudomembran
2) Eritematosa
3) Chelitis angularis
b. Kandidiasis kutis 8
1) Kandidiasis intertriginosa
2) Kandidiasis kutis generalisata
3) Kandidiasis kutis granulomatosa
c. Kandidiasis kuku 8
d. Kandidiasis vulvovagina 8

5. Patogenesis
Bila terjadi kerusakan barier epitel atau penurunan imunitas pejamu,
spesies Candida dapat menyebabkan infeksi oportunistik pada kulit dan
mukosa. Patogenesitas penyakit dan mekanisme pertahanan pejamu
terhadap Candida belum sepenuhnya dimengerti, namun pada dasarnya

12
terjadinya kandidasis meliputi mekanisme non imunologik dan mekanisme
imunologik baik imunitas selular ataupun humoral. 3
a. Faktor non imunologis
Mekanisme non imunologik meliputi interaksi flora normal
kulit/mukosa, fungsi pertahanan stratum korneum, proses deskuamasi,
fungsi fagositosis, dan adanya lipid permukaan kulit yang menghambat
pertumbuhan Candida. Interaksi Candida dan flora normal kulit lainnya
mengakibatkan persaingan dalam mendapatkan nutrisi seperti glukosa. 3
b. Faktor imunologis
Untuk menginvasi lapisan mukosa hifa Candida albicans memiliki
kemampuan untuk menempel erat pada epitel manusia dengan perantara
protein dinding hifa, hal ini dimungkinkan karena protein ini memiliki
susunan asam amino mirip dengan substrat transaminase keratinosit
mamalia sehingga diikat dan menempel pada sel epithelial. Selain itu
pada jamur ini terdapat mannoprotein yang mirip integrin vertebrata
sehingga jamur mampu menempel ke matriks ekstraseluler seperti
fibronektin, kolagen, dan laminin. Hifa juga mengeluarkan proteinase
dan fosfolipase yang mencerna sel epitel inang sehingga invasi lebih
mudah terjadi. 10
Mekanisme imunitas seluler dan humoral tahap pertama timbulnya
kandidiasis kulit dan mukosa adalah menempelnya Candida pada sel
epitel disebabkan adanya interaksi antara glikoprotein permukaan
Candida dengan sel epitel. Bentuk pseudohifa Candida juga
mempermudah invasi jamur ke jaringan, kemudian di dalam jaringan
Candida mengeluarkan faktor kemotatik neutrofil yang akan
menimbulkan reaksi radang akut. Lapisan luar kandida yang
mengandung mannans protein, bersifat antigenik sehingga akan
mengaktivasi komplemen dan merangsang terbentuknya
immunoglobulin. Sel ragi dapat menyebar secara efektif, sedangkan
hifa diduga mempunyai potensi untuk melakukan invasi ke epitel dan
jaringan endotel serta membantu mencegah penelanan makrofag.

13
Kemampuan mengubah dari satu bentuk kebentuk lain berpengaruh
langsung terhadap kemampuan organisme dalam menyebabkan
penyakit. 3

Gambar 10. Gambaran respon imun yang terlibat dalam pertahanan


host melawan Candida albicans. Sel komponen dinding C. albicans
(seperti mannans dan β-glucan) dikenali oleh reseptor-reseptor yang
memicu antigen presenting cell dan sel T. Keterlibatan reseptor-ligan
memulai respon inflamasi melalui aktivasi beberapa jalur transduksi.
Respon imun adaptif dipicu oleh Th1 ke sel Th17 polarisasi, yang pada
gilirannya memulai sekresi sitokin seperti IL-17 dan IL-22 untuk
merangsang leukosit polimorfonuklear (PMN) ke tempat infeksi.
Kerusakan molekul yang terkait dengan CMCC ditandai dengan warna
merah. 4

6. Manifestasi Klinis
Kandidiasis mukokutan dapat muncul dalam beberapa bentuk, yaitu
kandidiasis oral, kandidiasis kutis dan kandidiasis vulvovagina. 10
a. Kandidiasis oral
Kandidiasis oral kadang-kadang dapat terjadi tanpa gejala, gejala
yang paling umum adalah rasa tidak enak dan terbakar pada mulut

14
serta perubahan rasa. Kandidiasis oral tergolong dalam kandidiasis
mukokutan. Kandidiasis secara umum mudah dilihat pada palatum
mole. Pada awalnya dapat pula terlihat lesi pada sepanjang perbatasan
ginggival. Kandidiasis persisten berupa eksudat berwarna putih yang
sering disertai dengan eritematous pada mukosa. 10
Kandidiasis orofaring dikenal dengan tiga bentuk yaitu
pseudomembran, eritematosa, dan cheilitis angularis. Kandidiasis
pseudomembran mempunyai gejala berupa rasa terbakar, gangguan
mengecap, dan sulit menelan makanan padat atau cair. Kandidiasis
pseudomembran membentuk plak putih 1-2 cm atau lebih luas
dimukosa mulut, jika dilepaskan pseudomembran tersebut akan
meninggalkan bercak kemerahan atau perdarahan. Kandidiasis
eritematosa berupa plak kemerahan halus di palatum mukosa bukal,
atau permukaan dorsal lidah. Cheilitis angularis tampak berupa
kemerahan, fisura, atau keretakan di sudut bibir. 10

Gambar 2. Kandidiasis pseudomembran 10

Gambar 3. Kandidiasis eritematosa 10

15
Gambar 4. Cheilitis angularis 10
b. Kandidiasis kutis
Jenis kandidiasis kutis seperti kandidiasis intertriginosa yaitu lesi
pada lipatan ketiak, lipatan paha, intergluteal, lipatan payudara, antara
jari tangan atau kaki, glans penis dan umbilicus berupa bercak yang
berbatas tegas, bersisik, basah dan eritematosa. Lesi dikelilingi satelit
berupa vesikel-vesikel dan pustul-pustul kecil atau bula yang bila
pecah meninggalkan daerah yang erosif dengan pinggir yang kasar dan
berkembang seperti lesi primer. 8

Gambar 5. Kandidosis intertriginosa 8


Kandidiasis kutis generalisata, lesi terdapat glabrous skin
biasanya dilipatan payudara, intergluteal dan umbilicus. Lesi berupa
vesikel-vesikel dan pustul-pustul. Penyakit ini sering terdapat pada
bayi, mungkin karena ibunya menderita kandidiasis vagina atau karena
penggunaan popok. 8

16
Gambar 6. Ruam popok terdapat gambaran “satellite pustules” 3

Kandidiasis kutis granulomatosa yang sering menyerang anak-


anak, lesi berupa papul kemerahan tertutup krusta tebal berwarna
kuning kecoklatan dan melekat erat pada dasarnya. Lokasi sering pada
wajah, kepala, kuku, badan, tungkai dan faring. 8

Gambar 7. Kandidosis granulomatosa 8


c. Kandidiasis kuku
Paronokia dan onikomikosis yang disebabkan Candida
berhubungan dengan air, bentuk ini tersering didapat. Lesi berupa
kemerahan, pembengkakan tidak bernanah, kuku menjadi tebal,
mengeras dan berlekuk-lekuk, kadang berwarna coklat, tidak rapuh,
dan terasa nyeri. 8

17
Gambar 8. Kandidiasis kuku 11
d. Kandidiasis vulvovagina
Onset sering tiba-tiba, biasanya gejala muncul seminggu sebelum
menstruasi. Pruritus, keputihan, nyeri vagina, rasa terbakar pada
vulva, dispareunia, disuria eksternal. Apa bila hanya terkena area
vulva disebut vulvitis, yang biasa ditandai dengan pustule pada vulva
lateral dan kulit disekitarnya. Sedangkan vulvovaginitis, tampak
eritema, edema vagina dan plak putih yang dapat dihapus dari vagina
atau mukosa serviks. Mungkin terkait dengan intertrigo Candida dari
lipatan inguinal dan perineum. Pada kasus kronis, mukosa vagina
mengkilap dan atrofi. 12

Gambar 9. Vulvovaginal candidiasis 13

7. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan KOH
Kandidiasis superfisialis, pewarnaan sediaan langsung kerokan
kulit dengan KOH 20% atau Gram: ditemukan pseudohifa. Pemeriksaan

18
mikroskopik dilakukan dengan preparat KOH 20%. Sampel diambil
dari kerokan jaringan dasar kuku yang terinfeksi. Pada mikroskop akan
tampak elemen jamur berupa hifa atau ragi, tetapi tidak bisa
membedakan spesies; untuk itu diperlukan pemeriksaan tambahan,
yaitu kultur. 14,15
Pemeriksaan langsung dengan larutan KOH dapat berhasil bila
jumlah jamur cukup banyak. Pemeriksaan langsung harus segera
dilakukan setelah bahan klinis diperoleh sebab Candida albicans
berkembang cepat dalam suhu kamar sehingga dapat memberikan
gambaran yang tidak sesuai dengan keadaan klinis. Gambaran
pseudohifa pada sediaan langsung/apus dapat dikonfirmasi melalui
pemeriksaan kultur, merupakan pilihan untuk menegakkan diagnosis
kandidiasis superfisial. 6

Gambar 10. Pseudohifa pada pewarnaan KOH (mata anak panah). 6

b. Kultur dengan agar Sabouraud


Pada kultur agar Saboroud tampak koloni berwarna putih,
tumbuh dalam 2-5 hari. Media kultur yang dipakai untuk biakan
Candida albicans adalah Sabouraud dextrose agar/SDA dengan atau
tanpa antibiotik. Pemeriksaan kultur dilakukan dengan mengambil
sampel cairan atau kerokan sampel pada tempat infeksi, kemudian
diperiksa secara berturutan menggunakan Sabouraud’s dextrose
broth kemudian Sabouraud’s dextrose agar plate. Sabouraud’s
dextrose broth/SDB berguna untuk membedakan Candida albicans

19
dengan Hasenula, Malaesezzia. Pembuatan SDB dapat ditempat
dalam tabung atau plate dan diinkubasi pada suhu 37OC selama 24-
48 jam, setelah 3 hari tampak koloni Candida albicans sebesar
kepala jarum pentul, 1-2 hari kemudian koloni dapat dilihat dengan
jelas. Koloni Candida albicans berwarna putih kekuningan,
menimbul di atas permukaan media, mempunyai permukaan yang
pada permulaan halus dan licin dan dapat agak keriput dengan bau
ragi yang khas. Pertumbuhan pada SDB baru dapat dilihat setelah 4-
6 minggu, sebelum dilaporkan sebagai hasil negatif. Jamur
dimurnikan dengan mengambil koloni yang terpisah, kemudian
ditanam seujung jarum biakan pada media yang baru untuk
selanjutnya dilakukan identifikasi jamur. 6,14

Gambar 11. (1) Pertumbuhan Candida albicans dan Candida


dublinensis pada SDB. (2) Pertumbuhan Candida albicans pada
SDA berbentuk krim berwarna putih, licin disertai bau yang khas. 6

8. Diagnosis
a. Anamnesis
1) Data demografi: umur,ras, jenis kelamin, pekerjaan
2) Riwayat penyakit :
 Gejala sistemik : demam, kelemahan, sakit kepala, dll.
 Riwayat lesi pada kulit :
- Kapan munculnya lesi? onset?

20
- Daerah predileksi lesi?
- Apakah lesi gatal / nyeri?
- Bagaimana penyebaran lesi?
- Bagaimana perubahan lesi ?
- Faktor apa saja yang memprovokasi timbulnya lesi? Misalnya
panas, dingin, sinar matahari, dll.
- Riwayat terapi sebelumnya: topikal & sistemik.
 Riwayat penyakit sebelumnya?
Riwayat operasi, alergi, riwayat konsumsi obat-obatan dan
riwayat atopi (asma, dermatitis, dll)
 Riwayat penyakit dalam keluarga?
 Riwayat sosial?
 Riwayat seksual?

b. Pemeriksaan fisik
Klinis
1) Kandidiasis kutis
 Dapat ditemukan pada semua usia, mengenai daerah intertriginosa
yang lembab dan mudah mengalami maserasi, misalnya sela paha,
ketiak, sela jari, infra mamae, atau sekitar kuku, dan juga dapat
meluas ke bagian tubuh lainnya. 14
 Kulit tampak bercak eritematosa berbatas tegas, bersisik, basah,
dikelilingi oleh lesi satelit berupa papul, vesikel dan pustul kecil
di sekitarnya. 14

2) Kandidiasis mukosa (kandidiasis oral)


 Kandidiasis pseudomembran akut (thrush)
Bercak berwarna putih (pseudomembran) tebal, diskret atau dapat
berkonfluen pada mukosa bukal, lidah, palatum, dan gusi. 14
 Kandidiasis atrofik akut (kandidiasis eritematosa)

21
Papilla lidah menipis tertutup oleh pseudomembran tipis pada
permukaan dorsal lidah dan dapat disertai rasa panas atau nyeri. 14
 Keilosis kandidal (keilitis angularis/perleche)
Pada sudut mulut tampak eritema, fisura, maserasi yang terasa
nyeri. 14

3) Kandidiasis area genitalia


 Kandidiasis vulvovaginal
Keluhan: duh vagina berwarna putih susu, disertai rasa gatal dan
panas di vulva, kadang terjadi disuria. 14
Pemeriksaan: tampak plak berwarna putih, dasar eritematosa,
pada dinding vagina disertai edema di sekitarnya yang dapat
meluas sampai ke labia dan perineum. 14

4) Kandidiasis kuku
Tampak perubahan kuku sekunder, tebal mengeras, onikolisis,
Beau’s line dengan diskolorisasi kuku berwarna coklat atau hijau
sepanjang sisi lateral kuku, tidak rapuh, tetap berkilat dan tidak
terdapat debris di bawah kuku. 14
Paronikia kandida: tampak kemerahan, bengkak, dan nyeri pada
kuku disertai retraksi kutikula sampai lipat kuku proksimal, dapat
disertai pus. 14

c. Pemeriksaan Penunjang
1) Pemeriksaan KOH : kandidiasis superfisialis, pewarnaan sediaan
langsung kerokan kulit dengan KOH 20% atau Gram: ditemukan
pseudohifa. 14
2) Kultur dengan agar Sabouraud 14

9. Diagnosis Banding
a. Kandidiasis kutis
1) Psoriasis

22
Gambar 12. Psoriasis inversa pada lipat payudara dan ketiak 15

Pada tipe ini muncul di lipatan-lipatan kulit seperti aksila,


genitokruris, serta leher. Lesi biasanya berbentuk eritema
mengkilat berbatas tegas dengan sedikit skuama, disertai gangguan
perspirasi pada area yang terkena. 15

2) Dermatitis Popok
Dermatitis popok (napkin dermatitis, diaper dermatitis) adalah
dermatitis akut yang terjadi di daerah tempat kontak popok (bagian
cembung) terutama dijumpai pada bayi akibat kontak lama dengan
popok basah (urin/feses). Gambaran klinis makula eritematosa,
berbatas agak tegas (bentuk mengikuti bentuk popok yang
berkontak, mons pubis, skrotum pinggang dan perut bagian
bawah), disertai papul, vesikel, pustul, erosi, maserasi ringan dan
eskoriasi. 14

Gambar 13. Dermatitis popok 12

b. Kandidiasis kuku

23
1) Onikomikosis dermatofita
Onikomikosis merujuk pada semua infeksi pada kuku yang
disebabkan oleh jamur dermatofita. Status dermatologi pada kuku
jari tangan kanan dan kiri dan kuku jari kanan dan kiri tampak
suram, hiperpigmentasi, menebal, permukaan kuku tidak rata,
bagian distal kuku tampak debris keratin, ujung kuku rapuh dan
lempeng kuku tampak terangkat dari dasar (onikolisis). Kulit
disekitar kuku seluruh jari tangan dan kaki tampak normal. 14,16

Gambar 14. Dermatofita (tinea unguium) 16

2) Brittle nail
Etiologi sangat bervariasi, yang paling sering adalah pekerjaan
yang tergolong kuku menjadi basah dan kering secara berulang-
ulan atau karena kurangnya oksigenasi. Kuku tampak rapuh dan
terdapat fragmen kuku yang mudah dipatahkan. Temuan ini dapat
disertai dengan atau tanpa penipisan kuku. 17

Gambar 15. Brittle nail 17

c. Kandidiasis oral
1) Oral hairy leukoplakia

24
Oral hairy leukoplakia secara klinis tampak sebagai plak putih
atau putih keabuan berbatas tegas dengan tekstur berombak yang
asimtomatis. Permukaan “hairy” berukuran bermacam-macam
mulai dari beberapa milimeter hingga keterlibatan luas dari lidah
hingga mukosa kavum oris. Lesi ini biasanya terjadi pada lateral
lidah, tetapi dapat pula pada permukaan ventral, dorsal lidah, dan
mukosa pipi. 18

Gambar 16. Oral hairy leukoplakia 18

2) Oral lichen planus (OLP)


Gambaran khas lesi OLP berupa striae atau gambaran renda
berupa plak yang menempel pada mukosa oral, tidak bisa diangkat
dengan kasa dan berwarna putih. 19

Gambar 17. Oral lichen planus 19

d. Kandidiasis vulvovagina
1) Trikomoniasis vaginalis
Pada wanita, spektrum klinik dari trikomoniasis bervariasi dari
asimptomatik hingga gambaran vaginitis berat. Gejala klasik
trikomonas vaginalis pada wanita adalah keputihan yang disertai

25
rasa gatal, nyeri berkemih dan nyeri daerah supra pubis. Secret
vagina biasanya berwarna putih kehijauan (purulent), berbusa dan
berbau tajam dan dapat ditemukan strawberry cervix yang ditandai
dengan lesi berbentuk bintik bintik kemerahan (punctate
hemorrhagic lesions) akibat inflamasi. 19

Gambar 18. Trikomoniasis vaginalis dengan gambaran


“Strawberry cervix” 13
2) Bacterial vaginosis
Bacterial vaginosis dapat asimptomatik. Jika bergejala,
sebagian besar wanita akan melaporkan cairan vagina “milky-white
discharge” yang berbau busuk (amis) yang paling sering terjadi
setelah hubungan seks lewat vagina dan setelah menstruasi selesai.
Pruritis vagina juga bisa hadir. 13

Gambar 19. Bacterial vaginosis 13

10. Penatalaksanaan
a. Nonmedikamentosa
1) Menjaga higiene tubuh serta rutin membersihkan gigi dan mulut.

26
2) Menjaga agar kulit area infeksi tidak lembab.
3) Menggunakan pakaian yang tidak ketat dan menyerap keringat.
4) Hindari penggunaan handuk atau pakaian bergantian dengan orang
lain. 14

b. Medikamentosa
1) Topikal
 Golongan antijamur topikal yang digunakan pada kandidiasis
antara lain imidazol. Imidazol menghambat sintesis komponen
dinding sel jamur melalui penghambatan lanosterol 14-α-
demethylase, suatu enzim mengkonversi lanosterol menjadi
ergosterol. Ergosterol menyebabkan ketidakstabilan membran dan
hiperpermiabel sehingga mengganggu pertumbuhan jamur.
Walaupun dioleskan pada kulit yang mengalami inflamasi,
absorbsi imidazol tidak lebih dari 4% dari dosis yang dioleskan.
Imidazol topikal digunakan pada kandidiasis kutis dan ruam
popok. Imidazol digunakan 2 kali sehari pada area lesi, dioleskan
dengan radius 2 cm dari batas luar lesi dan direkomendasikan
melanjutkan pengobatan sampai 1 minggu. Untuk dosis
kandidiasis kutis krim imidazol (mikonazol 2%, klotrimazol 1%)
selama 14-28 hari. Untuk kandidiasis vulvovaginal digunakan
krim imidazol: mikonazol, klotrimazol, dan butoconazol, selama
3-7 hari. Flukonazol dosis denyut pada kandidiasis kuku 1x150
mg 1 kali/minggu hingga klinis membaik, biasanya 6-9
minggu.3,14
 Nistatin dan amfoterisin B merupakan dua macam obat topikal
poliene antijamur utama. Nistatin berikatan secara ireversibel
dengan sterol membran yang terdapat pada spesies Candida.
Molekul poliene memperlihatkan afinitas yang tinggi pada sterol
fungi, termasuk ergosterol, daripada sterol manusia. Ikatan

27
ireversibel ini membuat lubang pada membran, menyebabkan
kebocoran dari komponen intraseluler yang membunuh sel fungi.
Nistatin tidak larut dalam air dan tidak diabsorbsi dari kulit intak,
saluran pencernaan, atau vagina. Nistatin bekerja sebagai agen
topikal karena tidak diabsorbsi dipencernaan. Nistatin topikal
digunakan untuk mengobati kandidiasis mukokutan. Nistatin oral
suspensi digunakan untuk mengobati kandidiasis orofaring.
Pengobatan thrush, sediaan suspensi atau pasta digunakan 4
sampai 5 kali sehari, biasanya selama 2 minggu. Pengobatan
infeksi kutaneous, sediaan bedak, krim, dan ointment digunakan 2
kali sehari selama 2 minggu. Untuk kandidiasis oral digunakan
Suspensi nistatin 400.000-600.000 U 4 kali sehari. Untuk
kandidiasis kutis bedak nistatin atau mikonazol selanjutnya dapat
untuk pencegahan. Pada area genital Nistatin krim 100.000
unit/gram bila ada kemungkinan resisten atau alergi dengan
Imidazol. 3,14
 Obat antijamur ini adalah golongan triasol yang telah teruji efektif
dan aman. Pemberian itrakonazol sebagai terapi denyut dengan
dosis 200 mg 2 kali per hari selama satu minggu tiap bulan, dan
diulang selama tiga bulan. Alasan diberikan sebagai terapi denyut
adalah melalui beberapa penelitian disebutkan konsumsi obat
secara terus menerus dan terapi denyut angka kesembuhan adalah
66% dan 69%. Itrakonazol berafinitas tinggi pada kulit, bertahan
pada stratum korneum selama 3-4 minggu setelah pengobatan.
Efek samping itrakonazol diantaranya, sakit kepala, mual muntah,
dan hepatitis. Regimen lain yang dapat menjadi pilihan jika
pengobatan dengan itrakonazol gagal adalah terbinafin yang
bersifat fungisidal dan keratofilik. Itrakonazol dosis denyut
(2x200 mg/hari selama 1 minggu, istirahat 3 minggu) sebanyak 2
denyut untuk kuku tangan dan 3-4 denyut untuk kuku kaki atau

28
200 mg/hari selama 2 bulan untuk kuku tangan dan minimal 3
bulan untuk kuku kaki. 3,14

2) Sistemik
 Flukonazol merupakan inhibitor yang kuat terhadap biosintesis
ergosterol dengan menghambat 14-α-demethylase, suatu enzim
mikrosomal sitokrom P450 pada membran fungi. Flukonazol
memperlihatkan waktu paruh yang lama 25-30 jam, dan menetap
sampai 7 hari pada dosis sekali sehari. Flukonazol dosis denyut
1x150 mg 1 kali/minggu hingga klinis membaik, biasanya 6-9
minggu. Pada anak usia lebih dari 3 bulan, clearence flukonazol
lebih cepat dari orang dewasa. Pada kandidiasis orofaring dosis
yang direkomendasi adalah 3 mg/kgBB/hari. Suatu penelitian
membandingkan flukonazol oral suspensi 3 mg/kgBB/hari selama
7 hari dengan nistatin oral suspensi 100.000 IU/mL 4 kali sehari
selama 10 hari sebagai terapi kandidiasis oral pada bayi,
didapatkan flukonazol lebih superior dibandingkan nistatin
dengan kesembuhan klinis 100% dan mikrobiologi 73,3%.
Kandidiasis kutis Sistemik Dengan dosis flukonazol 50 mg/hari
atau 150 mg/minggu. Pada kandidiasis kongenital dengan kondisi
lesi kulit berat digunakan oral flukonazol 3-6 mg/kgBB/hari. Efek
samping flukonazol yang paling sering adalah keluhan saluran
pencernaan, seperti mual dan muntah. Jarang terdapat kasus
dengan reaksi hepatik selama pengobatan flukonazol. Untuk
kandidiasis vulvovagina flukonazol 150 mg dosis tunggal, pada
infeksi berat akut flukonazol 150 mg diberikan setiap 72 jam
dengan total 2 hingga 3 dosis. Untuk kandidiasis vulvovaginal
rekuren (kambuh ≥4x/tahun ) flukonazol topikal atau oral selama
10-14 hari dilanjutkan dengan flukonazol 150 mg/minggu selama
6 bulan. 3,14
 Itrakonazol dapat digunakan untuk infeksi yang resisten terhadap
flukonazol. Obat itrakonazol untuk kandidiasis orofarings, 100

29
mg/hari (200 mg pada pasien AIDS atau neutropenia) selama 15
hari. Vulvovaginitis kandida, 200 mg 2 kali sehari selama 1 hari.
Dosis untuk kandidiasis kutis diberikan itrakonazol 100-200
mg/hari. 3,14

11. Prognosis
Prognosis bergantung pada keparahan penyakit dan ada atau tidaknya
penyakit sistemik yang mendasari. Prognosis secara umum baik, namun
relaps dapat terjadi pada kepatuhan berobat yang buruk, faktor risiko yang
tidak diatasi dan adanya faktor predisposisi. 14

30
BAB III
KESIMPULAN

1. Jamur adalah penyebab penting infeksi manusia, dan ragi spesies dari
genus Candida adalah jamur yang paling patogen.
2. Peradangan kulit mungkin merupakan manifestasi kulit dari penyakit
sistemik yang mendasarinya. Itu penting untuk membedakan kandidiasis
kulit dan jenis penyakit lain yang mirip. Ini berguna untuk memastikan
diagnosis yang tepat dan hindari pengobatan yang tidak sesuai dengan
antifungi atau steroid krim. Candida albicans yang dilaporkan
menyebabkan mukokutan dan sistemik infeksi pada orang dewasa dan
anak.
3. Etiologi candidiasis disebabkan oleh faktor patogen seperti Candida, dan
faktor host seperti faktor lokal, kehamilan, kontrasepsi hormonal, diabetes
mellitus, antibiotik, kortikosteroid, umur dan faktor lainnya.
4. Kandidiasis mukokutan dapat muncul dalam beberapa bentuk, yaitu
kandidiasis oral, kandidiasis kutis dan kandidiasis vulvovagina.
5. Diagnosis candidiasis mucocutaneus disesuaikan dengan manifestasi
klinis dan predileksi.
6. Prognosis bergantung pada keparahan penyakit dan ada atau tidaknya
penyakit sistemik yang mendasari. Prognosis secara umum baik, namun
relaps dapat terjadi pada kepatuhan berobat yang buruk, faktor risiko yang
tidak diatasi dan adanya faktor predisposisi.

31
DAFTAR PUSTAKA

1. Moran Gary P, et al. Candida albicans Versus Candida dubliniensis : Why


Is C. albicans More Pathogenic?. International Journal of Microbiology.
2012. Viewed on 26 August 2018. From <https://www.ncbi.nlm.nih.gov>
2. Bhai Niti, et al. Paediatric Oropharyngeal and Cutaneous Candidiasis
With Special Reference To Candida Dubliniensis. Journal of Medical
Microbiology (2014), 63, 518–521. 2014. Viewed on 26 August 2018.
From <https://www.ncbi.nlm.nih.gov>
3. Kusumaputra Bagus Haryo & Iskandar Zulkarnain. Penatalaksanaan
Kandidiasis Mukokutan Pada Bayi (Treatment of Mucocutaneous
Candidiasis in Infant). Periodical of Dermatology and Venereology. 140
Vol. 26 / No. 2 / Agustus 2014. Viewed on 26 August 2018. From
<https://www. journal.unair.ac.id/>
4. Nahum Amit. Chronic mucocutaneous candidiasis: a spectrum of genetic
disorders. LymphoSign Journal. Vol. 4, 2017. Viewed on 26 August 2018.
From <https:// lymphosign.com >
5. Safira Seru Rara., Suling Pieter Levinus., Pandeleke Herry E.J. Profil
Kandidiasis Kutis Di Poliklinik Kulit Dan Kelamin Rsup Prof. Dr. R.D.
Kandou Manado Periode 2009-2011. Jurnal e-Biomedik (eBM), Volume
1, Nomor 1, Maret 2013, hlm. 561-565. 2013. Viewed on 26 August 2018.
From <https://media.neliti.com/>
6. Mutiawati Vivi Keumala. Pemeriksaan Mikrobiologi Pada Candida
Albicans. Jurnal Kedokteran Syiah Kuala Volume 16 Nomor 1 Agustus
2016. Viewed on 26 August 2018. From <https:// jurnal.unsyiah.ac.id>

32
7. Hakim Luqmanul., Ramadhian M. Ricky. Kandidiasis Oral. Majority.
Volume 4. Nomor 8. Desember 2015. Viewed on 30 August 2018. From
<https://juke.kedokteran.unila.ac.id>
8. Amelia Shelvy Putri. Hubungan Kadar Gula Darah Dengan Kandidiasis
Vagina Pada Akseptor Kontrasepsi Hormonal. 2009. Viewed on 30
August 2018. From <https:// https://digilib.uns.ac.id/>
9. Simatupang Maria Magdalena. Candida albicans. 2009. Viewed on 30
August 2018. From <https://www.academia.edu>
10. Siregar Masra Lena. Kandidiasis Orofaring Pada Hiv/Aids. Cakradonya
Dent J 2015; 7(2):807-868. 2015. Viewed on 26 August 2018. From
<https:// www.jurnal.unsyiah.ac.id/>
11. Relhan Vineet., Goel Khushbu., Bansal Shikha., Garg Vijay Kumar.
Management of Chronic Paronychia. 2018. Viewed on 30 August 2018.
From <https://www.ncbi.nlm.nih.gov>
12. Wolff, K., Goldsmith, L.A., Katz, S.I., Gilchrest, B., Paller, A.S., Leffel,
D.J. (Eds.) : Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine. 7 th edition.
New York: McGrawHill. 2008.
13. STD Prevention. Vaginitis Module. STD Curriculum For Clinical
Educator. July 2013. Viewed on 26 August 2018. From
<https://www.cdc.gov>
14. Perhimpunan Dokter Spesialiskulit Dan Kelamin Indonesia (PERDOSKI).
Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter Spesialis Kulit Dan Kelamin Di
Indonesia. Dermatologi infeksi hal 70-73. 2017
15. Yuliastuti Dwinidya. Psoriasis. CDK-235/ vol. 42 no. 12, th. 2015.
Viewed on 30 August 2014. From <https://www.kalbemed.com>
16. Sujana Kadek Yuda. Terapi Denyut Itrakonazol Pada Kasus Tinea
Unguium. Viewed on 30 August 2018. From
<http://download.portalgaruda.org/>
17. Wahyuni Indah Suasani., Dewi Tenny Setiani., Erna Herawati., Zakiawati
Dewi. Lesi Oral Pada Penderita Penyakit Autoimun. Vol 2 No 3 –

33
Desember 2016. Viewed on 01 September 2018. From
<https://jurnal.ugm.ac.id/>
18. Pujiastuti Agustina Tri & Murtiastutik Dwi. Oral Hairy Leukoplakia pada
Pasien HIV/AIDS. Periodical of Dermatology and Venereology. Vol 28./
No. 1 / April 2016. Viewed on 30 August 2018. From <https://e-
journal.unair.ac.id>
19. Wahyuni Sitti. Parasit Pada Organ Urogenitalia Dan Parasit Yang
Mengganggu Kehamilan. 2015. Viewed on 31 August 2018. From
<https://med.unhas.ac.id>

34

Anda mungkin juga menyukai