Anda di halaman 1dari 30

BAB 1

SKENARIO

Seorang laki-laki usia 65 tahun datang sendiri ke UGD siang hari

karena dada terasa “ampek” saat mengendarai mobil ditengah kemacetan

1
BAB II
KATA KUNCI
1. Angina
2. Coroner.

2
BAB III
MINIMAL PROBLEM

1. Apakah kemungkinan diagnosis Anda berdasarkan problem di atas?


2. Usulan pemeriksaan tambahan apa yang ada minta untuk menegakkan
diagnosis?
3. Bagaimana penatalaksanaan kedaruratan kasus di atas berdasarkan
problem yang Anda temukan?

3
BAB IV
PEMBAHASAN

IV.A. Anatomi/Histologi/Fisiologi.

Jantung merupakan sebuah organ yang terdiri otot. Cara bekerjanya

menyerupai otot polos yaitu di luar kemauan kita (dipengaruhi oleh susunan

saraf otonom) Bentuk jantung menyerupai jantung pisang, bagian atasnya

tumpul (pangkal jantung) dan disebut juga basis kordis. Di sebelah bawah

agak runcing yang disebut apeks kordis. (LumanauJ.2004).

Letak jantung di dalam rongga dada sebelah depan (kavum

mediastinum anterior), sebelah kiri bawah dari pertengahan rongga dada ,

diatas diafragma, dan pangkalnya terdapat di belakang kiri antara kosta V dan

VI dua jari di bawah papilla mamae. Pada tempat ini teraba adanya denyutan

jantung yang disebut iktus kordis.Ukurannya kurang lebih sebesar genggaman

tangan kanan dan beratnya kira-kira 250-300 gram. (LumanauJ. 2004)

 Lapisan lapisan jantung :

4
1. Endokardium : merupakan lapisan jantung yang terdapat di sebelah

dalam sekali yang terdiri dari jaringan endotel atau selaput lender yang

meapisi permukaan rongga jantung.

2. Miokardium : merupakan lapisan inti dari jantung yang terdiri dari otot-

otot jantung, otot jantung ini membentuk bundalan-bundalan otot yaitu :

 Bundalan otot atria yang terdapat di bagian kiri/kanan dan basis

kordis yang membentuk serambi atau aurikula kordis.

 Bundalan otot ventrikel yang membentuk bilik jantung dimulai

dari cincin atrioventrikuler sampai apeks jantung

3. Pericardium : lapisan jantung sebelah luar yang merupakanselaput

pembungkus terdiri dari 2 lapisan yaitu lapisan parietal dan visceral yang

bertemu di pangkal jantung membentuk kantung jantung

IV.B. Jenis-Jenis Penyakit Yang Berhubungan.

1. Aterosklerosis : Aterosklerosis merupakan Kelainan yang disebabkan

adanya penebalan dinding arteri sebelah kanan sebagai akibat endapan

5
plak ( lemak, kolesterol, serta buangan sel lainnya). Dengan adanya

endapan ini, menyebabkan supply darah ke sel-sel otot terhambat .

2. Aritmia :Aritmia merupakan gangguan pada jantung, dimana irama /

detak jantung tidak normal. Penyakit yang disebabkan oleh kurangnya

kalsium dalam tubuh serta adanya penyumbatan pembuluh darah jantung

ini menjadikan detak jantung tidak normal, bisa lebih cepat atau lebih

lambat.

3. Inflamasi jantung :Gangguan ini bisa terjadi pada bagian miokarditis (

dinding jantung), perikarditis ( selaput jantung, dan endokarditis ( bagian

dalam jantung). Penyebab inflamasi jantung yaitu racun atau infeksi.

4. Kardiomiopati :Kardiomiopati adalah kelainan yang disebabkan

gangguan/ kerusakan pada otot jantung yang menyebabkan tidak

sempurnanya pergerakan dinding-dinding jantung dalam menyedot dan

memompa darah. Bagi penderita penyakit ini beresiko terkena aritmia

serta gagal jantung..Dalam perkembangannya, Kardiomiopati terbagi

lagi menjadi 4 jenis yaitu : Kardiomipati kongesif, restriktif, hipertrofik,

dan peripartum.

5. Penyakit Jantung Rematik (Rheumatic Heart Disease) :Kelainan

pada jantung ini disebabkan kerusakan permanen katup jantung karena

adanya penyempitan atau kebocoran.Penyakit ini timbul karena demam

rematik yang diakibatkan bakteri streptococcus.

6. Kelainan katup jantung ( Heart valve disease ) Kelainan katup

jantung adalah satu kondisi dimana salah satu atau lebih katup jantung

6
tidak bekerja secara maksimal. Dengan bermasalahnya katup jantung,

maka pengendalian arah aliran darah yang merupakan tugas dari katup

jantung menjadi terganggu. Kelainan yang disebabkan bawaan sejak

lahir ataupun infeksi dan efek samping pengobatan ini terdiri dari tiga

jenis yaitu : penyempitan (stenosis), kebocoran ( regurgiasi), dan katup

tidak menutup sempurna (prolapsis) (LumanauJ.2004).

IV.C. Gejala Klinis.

Penyakit jantung adalah salah satu penyumbang angka kematian

terbesar di Indonesia. Penyakit ini terjadi karena adanya sumbatan plak kuning

(lemak, kolesterol, dan kotoran sel) di dinding bagian dalam pembuluh darah

arteri. faktor yang bisa diantisipasi untuk mencegah penyakit jantung koroner:

1.Hipertensi atau darah tinggi : Penderita darah tinggi akan jauh lebih besar

kemungkinan terkena penyakit jantung. Hipertensi sendiri disebabkan

asupan makan asin atau MSG yang berlebih. Oleh sebab itu kurangi makan

asin dan lakukan pemeriksaan darah secara rutin.

2.Kolesterol tinggi pada darah : Kolesterol ini berkaitan dengan gaya hidup

masyarakat perkotaan yang cenderung sering menyantap makanan junk

food. Balancing food bisa menjadi pilihan untuk mengatasi masalah ini.

3.Kebiasaan Merokok : Zat yang terkandung dalam rokok dapat

meningkatkan kemungkinan terserang penyakit jantung.

4.Obesitas : Obesitas atau kegemukan adalah salah satu faktor penyebab

jantung koroner. Penyebabnya adalah kurangnya aktivitas fisik atau

7
olahraga. Olahraga sendiri sangat penting bagi tubuh karena lemak yang

menyebabkan penyumbatan dapat terbakar melalu olahraga yang rutin.

5.Kencing manis atau diabetes :Penyakit ini adalah faktor yang paling

berbahaya bila terkena penyakit jantung. Mengapa demikian? Karena

pengidap diabetes cenderung akan mati rasa. Penyakit jantung kerap disebut

silent killer bagi penderita diabetes. Medical check up salah satu hal yang

perlu dilakukan untuk mencegahnya.

6.Stres : Stres atau beban pikiran akan menambah kemungkinan seseorang

terkena penyakit jantung. Oleh sebab itu biasakan berpikir tenang dan positif

agar terhindar dari penyakit-penyakit mematikan.

Sindrom Koroner Akut (SKA) diakibatkan oleh plak di arteri yang

sangat berlebihan membuat saluran arteri ini menyempit sehingga tidak

mampu untuk memasok darah dan oksigen ke jantung. Akibatnya aliran

darah menjadi terhambat dan orang yang menderita tersebut telah

terjangkit penyakit jantung koroner. Jantung koroner juga mengakibatkan

rasa nyeri pada dada dan berujung serangan jantung (LilyIsmudiati

Rilantono,dkk.2004)

Berikut ini gejala yang umum terjadi pada penyakit jantung koroner :

1. Perasaan nyeri yang terdapat pada dada seakan-akan ada sesuatu yang
mengganjal di dalam dada dan meremas-remas atau disebut dengan
angina.
2. Perasaan terbakar pada bagian dada
3. Sesak nafas
4. Perasaan mual
5. Pusing
6. Mati rasa bagian dada

8
7. Detak jantung tidak teratur

IV.D. Patofisiologi .

Sindrom Koroner Akut (SKA) dimulai dengan adanya ruptur plak

arteri koroner, aktivasi kaskade pembekuan dan platelet, pembentukan

trombus, serta aliran darah koroner yang mendadak berkurang. Hal ini terjadi

pada plak koroner yang kaya lipid dengan fibrous cap yang tipis (vulnerable

plaque). Ini disebut fase plaque disruption ‘disrupsi plak’. Setelah plak

mengalami ruptur maka faktor jaringan (tissue factor) dikeluarkan dan

bersama faktor VIIa membentuk tissue factor VIIa complex mengaktifkan

faktor X menjadi faktor Xa sebagai penyebab terjadinya produksi trombin

yang banyak

Adanya adesi platelet, aktivasi, dan agregasi, menyebabkan

pembentukan trombus arteri koroner. Ini disebut fase acute thrombosis

‘trombosis akut’. Proses inflamasi yang melibatkan aktivasi makrofage dan sel

T limfosit, proteinase, dan sitokin, menyokong terjadinya ruptur plak serta

9
trombosis tersebut. Sel inflamasi tersebut bertanggung jawab terhadap

destabilisasi plak melalui perubahan dalam antiadesif dan antikoagulan

menjadi prokoagulan sel endotelial, yang menghasilkan faktor jaringan dalam

monosit sehingga menyebabkan ruptur plak. (LilyIsmudiati

Rilantono,dkk.2004)

Oleh karena itu, adanya leukositosis dan peningkatan kadar CRP

merupakan petanda inflamasi pada kejadian koroner akut (IMA) dan

mempunyai nilai prognostic. Pada 15% pasien IMA didapatkan kenaikan CRP

meskipun troponin-T negatif. Endotelium mempunyai peranan homeostasis

vaskular yang memproduksi berbagai zat vasokonstriktor maupun vasodilator

lokal. Jika mengalami aterosklerosis maka segera terjadi disfungsi endotel

(bahkan sebelum terjadinya plak). Disfungsi endotel ini dapat disebabkan

meningkatnya inaktivasi nitrit oksid (NO) oleh beberapa spesies oksigen

reaktif, yakni xanthine oxidase, NADH/ NADPH (nicotinamide adenine

dinucleotide phosphate oxidase), dan endothelial cell Nitric Oxide Synthase

(eNOS). Oksigen reaktif ini dianggap dapat terjadi pada hiperkolesterolemia,

diabetes, aterosklerosis, perokok, hipertensi, dan gagal jantung. Diduga masih

ada beberapa enzim yang terlibat dalam produk radikal pada dinding

pembuluh darah, misalnya lipooxygenases dan P450-monooxygenases.

Angiotensin II juga merupakan aktivator NADPH oxidase yang poten.

(LilyIsmudiatiRilantono,dkk.2004)

10
Fase selanjutnya ialah terjadinya vasokonstriksi arteri koroner akibat

disfungsi endotel ringan dekat lesi atau respons terhadap lesi itu. Pada keadaan

disfungsi endotel, faktor konstriktor lebih dominan (yakni endotelin-1,

tromboksan A2, dan prostaglandin H2) daripada faktor relaksator (yakni nitrit

oksid dan prostasiklin). Nitrit Oksid secara langsung menghambat proliferasi

sel otot polos dan migrasi, adesi leukosit ke endotel, serta agregasi platelet dan

sebagai proatherogenic. Melalui efek melawan, TXA2 juga menghambat

agregasi platelet dan menurunkan kontraktilitas miokard, dilatasi koroner,

menekan fibrilasi ventrikel, dan luasnya infark. (Corwin J. Elizabeth 2009).

Disrupsi plak dapat terjadi karena beberapa hal, yakni tipis - tebalnya

fibrous cap yang menutupi inti lemak, adanya inflamasi pada kapsul, dan

hemodinamik stress mekanik.

Adapun mulai terjadinya sindrom koroner akut, khususnya IMA, dipengaruhi


oleh beberapa keadaan, yakni :
1. Aktivitas/ latihan fisik yang berlebihan (tak terkondisikan),
2. Stress emosi, terkejut,
3. Udara dingin.
Keadaan-keadaan tersebut berhubungan dengan peningkatan aktivitas

simpatis sehingga tekanan darah meningkat, frekuensi debar jantung

meningkat, kontraktilitas jantung meningkat, dan aliran koroner juga

meningkat. Sehingga dari mekanisme inilah beta blocker mendapat tempat

sebagai pencegahan dan terapi. (Corwin J. Elizabeth 2009).

IV.D. Pemeriksaan Fisik Penyakit

 Identitas :
 Nama : Tn.Mukidi

11
 Usia : 58 tahun
 status : menikah
 pendidikan : S2
 Alamata : Jl.wijaya kusuma Surabaya
 Pekerjaan : manejer perusuhaan swasta

 Riwayat penyakit sekarang


 Keluhan utama dada rasa sesak
 Sejak kapan mendadak ,45 menit sebelum ke UGD
 Keluhan lain lemas dan mual tapi tidak muntah

 Riwayat penyakit dahulu


 Sesekali nyeri dada menjlar ke leher ketiak kiri
 Sering sakit ulu hati dan panas di dada saat terlambat makan

 Riwayat penyakit keluarga


 Ayah meninggal mendadak saat usia 50 ahun
 Ibu menderita DM dan hipertensi saat cuci darah usia 61 tahun

 Riwayat social
 Merokok
 Makan tidak teratur
 Tidak minum alcohol
 Olahraga jarang
 Suka makan fast food

 Pemeriksaan fisik
 Tensi : 160/90 mmHg
 Nadi : 110x/menit
 RR : 24x/menit
 Suhu : 36,2 c
 Kepala : dalam batas normal
 Leher : JVP normal
 Abdomen : perut membesar ,shifting dulnes(-),undulasi
(-)
 Ektrimitas : edema tungkai bawah (-)

 Pemeriksaan penunjang penyakit


 CK-MB
 Gula acak
 Profil lipid
 Foto thorak
 EKG

12
BAB V
HIPOTESIS AWAL / DIFFERENTIAL DIAGNOSIS

1. Definisi Sindrom Koroner Akut (SKA)


Sindrom Koroner Akut (SKA) adalah kejadian kegawatan pada

pembuluh darah koroner. Sindrom Koroner Akut (SKA) adalah suatu fase

akut dari Angina Pectoris Tidak Stabil/ APTS yang disertai Infark Miocard

Akut/ IMA gelombang Q (IMA-Q) dengan non ST elevasi (NSTEMI) atau

tanpa gelombang Q (IMA-TQ) dengan ST elevasi (STEMI) yang terjadi

karena adanya trombosis akibat dari ruptur plak aterosklerosis yang tak stabil.

(Corwin J. Elizabeth 2009).

Istilah Sindrom Koroner Akut (SKA) banyak digunakan saat ini

untuk menggambarkan kejadian kegawatan pada pembuluh darah koroner.

Sindrom Koroner Akut (SKA) merupakan satu sindrom yang terdiri dari

beberapa penyakit koroner yaitu, angina tak stabil (unstable angina), infark

miokard non-elevasi ST, infark miokard dengan elevasi ST, maupun angina

pektoris pasca infark atau pasca tindakan intervensi koroner perkutan.

Sindrom Koroner Akut (SKA) merupakan keadaan darurat jantung khususnya

pembuluh darah koroner dengan manifestasi klinis rasa tidak enak di dada

atau gejala lain sebagai akibat iskemia miokardium. (Corwin J. Elizabeth

2009).

Etiologi Sindrom Koroner Akut (SKA)


Sumber masalah sesungguhnya hanya terletak pada penyempitan

pembuluh darah jantung (vasokonstriksi). Penyempitan ini diakibatkan oleh

empat hal, meliputi:

13
1.Adanya timbunan-lemak (aterosklerosis) dalam pembuluh darah akibat

konsumsi kolesterol tinggi serta plak akibat kebiasaan merokok.

2.Sumbatan (trombosis) oleh sel beku darah (trombus).

3.Vasokonstriksi atau penyempitan pembuluh darah akibat kejang yang terus

menerus.

4. Infeksi pada pembuluh darah Mulai terjadinya Sindrom Koroner Akut

(SKA) dipengaruhi oleh beberapa keadaan, yakni:

 Aktivitas/latihan fisik yang berlebihan (tak terkondisikan)

 Stress emosi, terkejut.

 Udara dingin, keadaan-keadaan tersebut ada hubungannya dengan

peningkatan aktivitas simpatis sehingga tekanan darah meningkat,

frekuensi debar jantung meningkat, dan kontraktilitas jantung meningkat.

2. Jantung coroner
Jantung coroner adalah suatu keadaan di mana terjadi nekrosis otot

jantung akibat ketidakseimbangan antara kebutuhan dengan suplai oksigen

yang terjadi secara mendadak. Penyebab yang paling sering adalah terjadinya

sumbatan koroner sehingga terjadi gangguan aliran darah. Sumbatan tersebut

terjadi karena ruptur plak yang menginduksi terjadinya agregasi trombosit,

pembentukan trombus, dan spasme koroner. (Corwin J. Elizabeth 2009).

Serangan infark miokard biasanya akut, dengan rasa sakit seperti

angina,tetapi tidak seperti angina yang biasa, maka disini terdapat rasa

penekanan yang luar biasa pada dada atau perasaan akan datangnya kematian.

14
Bila pasien sebelumnya pernah mendapat serangan angina ,maka ia tabu

bahwa sesuatu yang berbeda dari serangan angina sebelumnya sedang

berlangsung. Juga, kebalikan dengan angina yang biasa, infark miokard akut

terjadi sewaktu pasien dalam keadaan istirahat ,sering pada jam-jam awal

dipagi hari. (Corwin J. Elizabeth 2009).

Faktor – Faktor yang menambah risiko jantung coroner


Dapat Diubah Tidak Dapat Diubah
a. Merokok a. Faktor genetika, misalnya
b. Kolesterol tinggi tingkat kolesterol tinggi
c. Tekanan darah tinggi karena keturunan.
d. Diabetes b. Masalah gender: lebih
e. Kegemukan banyak pria terkena PJK
f. Stress daripada wanita
g. Kurang berolahraga c. Usia

Penyakit jantung yang diakibatkan oleh penyempitan pembuluh nadi

koroner ini disebut penyakit jantung koroner. Penyempitan dan penyumbatan

ini dapat menghentikan aliran darah ke otot jantung yang sering ditandai

dengan rasa nyeri. Dalam kondisi lebih parah kemampuan jantung

memompanya darah dapat hilang. Hal ini akan merusak system golongan

irama jantung dan berakibat dengan kematian (Andrianto, Petrus. 1995)

alah satu penyakit jantung koroner adalah kebiasaan makanmakanan

berlemak tinggi terutama lemak jenuh. Agar lemak mudah masuk dalam

peredarah darah dan diserap tubuh maka lemak harus diubah oleh enzim lipase

menjadi gliserol. Sebagian sisa lemak akan disimpan di hati dan metabolisme

menjadi kolesterol pembentuk asam empedu yang berfungsi sebagai pencerna

15
lemak, berarti semakin meningkat pula kadar kolesterol dalam darah.

Penumpukan tersebut dapat menyebabkan (artherosklerosis) atau penebalan

pada pembuluh nadi coroner/arteri koronoria (Andrianto, Petrus. 1995)

Kondisi ini menyebabkan kelenturan pembuluh nadi menjadi

berkurang, serangan jantung koroner akan lebih mudah terjadi ketika

pembuluh nadi mengalami penyumbatan ketika itu pula darah yang membawa

oksigen ke jaringan dinding jantung pun terhenti.Meski kebanyakan penderita

PJK mempunyai masalah pokok yang sama, yaitu penyempitan arteri koronia,

namun gejala yang timbul tidak sama. Beberapa menderita angina, ada pula

yang terkana serangan jantung. Sebagian kecil mengalami kegagalan jantung

tanpa ada gejala apapun sebelumnya. Semua akibat ini belum diketahui

penyebabnya secara pasti.di antaranya :

 Nyeri Dada
 Nyeri Dada Pleuritis
 Sakit Otot
 Debaran Jantung
 Sesak Napas

 Table penyakit sindrom jantung coroner (sumber: AHA 2015).

Anamnesis Gejala yang dialami Jantung coroner Infark miokart akut


pasien
-Keluhan Utama nyeri dada nyeri dada
:nyeri dada
-penyakit sekarang
belum periksa
kedokter
-tidak ada riwayat
sakit jantung coroner
-tidak memakai obat
terlarang
-tidak pernah pergi
kedokter

16
Perasaan nyeri yang Perasaan terbakar sesuatu yang
terdapat pada dada pada mengganjal di dalam
seakan-akan ada dada dan meremas-
sesuatu yang remas
mengganjal di dalam
dada dan meremas-
remas atau disebut
dengan angina.

Perasaan terbakar Susah bernapas Mati rasa bagian dada


pada bagian dada dan disebabkan adanya
Sesak nafas penebalan dinding
arteri
Perasaan
mual,Pusing,
Mati rasa bagian dada

Detak jantung tidak


teratur

3. STEMI
Infark miokard akut (IMA) merupakan salah satu diagnosis rawat

inap tersering di Negara maju. Laju mortalitas awal 30% dengan lebih dari

separuh kematian terjadi sebelum pasien mencapai Rumah sakit. Walaupun

laju mortalitas menurun sebesar 30% dalam 2 dekade terakhir, sekita 1

diantara 25 pasien yang tetap hidup pada perawatan awal, meninggal dalam

tahun pertama setelah IMA (Sudoyo, 2006).

17
IMA dengan elevasi ST (ST elevation myocardial infarction =

STEMI) merupakan bagian dari spectrum sindrom koroner akut (SKA) yang

terdiri dari angina pectoris tak stabil, IMA tanpa elevasi ST, dan IMA dengan

elevasi ST. STEMI umumnya terjadi jika aliran darah koroner menurun secara

mendadak setelah oklusi thrombus pada plak aterosklerotik yang sudah ada

sebelumnya (Sudoyo, 2006).

STEMI umumnya terjadi jika aliran darah koroner menurun secara

mendadak setelah oklusi thrombus pada plak aterosklerotik yang sudah ada

sebelumnya. Stenosis arteri koroner derajat tinggi yang berkembang secara

lambat biasanya tidak memicu STEMI karena berkembangnya banyak

kolateral sepanjang waktu. STEMI terjadi jika trombus arteri koroner terjadi

secara cepat pada lokasi injuri vascular, dimana injuri ini dicetuskan oleh

faktor seperti merokok, hipertensi dan akumulasi lipid.

Pada sebagian besar kasus, infark terjadi jika plak aterosklerosis

mengalami fisur, rupture atau ulserasi dan jika kondisi local atau sistemik

memicu trombogenesis, sehingga terjadi thrombus mural pada lokasi rupture

yang mengakibatkan oklusi arteri koroner. Penelitian histology menunjukkan

18
plak koroner cendeeung mengalami rupture jika mempunyai vibrous cap yang

tipis dan intinya kaya lipid (lipid rich core). Pada STEMI gambaran patologis

klasik terdiri dari fibrin rich red trombus, yang dipercaya menjadi alasan pada

STEMI memberikan respon terhadap terapi trombolitik.

Selanjutnya pada lokasi rupture plak, berbagai agonis (kolagen,

ADP, epinefrin, serotonin) memicu aktivasi trombosit, yang selanjutnya akan

memproduksi dan melepaskan tromboksan A2 (vasokonstriktor local yang

poten). Selain itu aktivasi trombosit memicu perubahan konformasi reseptor

glikoprotein IIB/IIIA. Setelah mengalami konversi fungsinya, reseptor,

mempunyai afinitas tinggi terhadap sekuen asam amino pada protein adhesi

yang larut (integrin) seperti faktor von Willebrand (vWF) dan fdibrinogen,

dimana keduanya adalah molekul multivalent yang dapat mengikat dua

platelet yang berbeda secara simultan, menghasilkan ikatan silang platelet dan

agregasi.

Kaskade koagulasi diaktivasi oleh pajanan tissue faktor pada sel

endotel yang rusak. Faktor VII dan X diaktivasi mengakibatkan konversi

protombin menjadi thrombin, yang kemudian menkonversi fibrinogen menjadi

fibrin. Arteri koroner yang terlibat (culprit) kemudian akan mengalami oklusi

oleh trombosit dan fibrin.Pada kondisi yang jarang, STEMI dapat juga

disebabkan oleh oklusi arteri koroner yang disebabkan oleh emboli koroner,

abnormalitas congenital, spasme koroner dan berbagai penyakit inflamasi

sistemik (Sudoyo Aru., Setyohadi dkk. 2006).

19
Diagnosis banding nyeri dada STEMI antara lain perikarditis akut,

emboli paru, diseksi aorta akut, kostokondritis dan gangguan gastrointestinal,

Nyeri dada tidak selalu ditemukan pada STEMI. STEMI tanpa nyeri lebih

sering dijumpai pada diabetes militus dan usia lanjut.Sebagian besar pasien

cemas dan tidak bisa istirahat (gelisah). Seringkali ekstremitas pucat disertai

keringat dingin. Kombinasi nyeri dada substernal >30 menit dan banyak

keringat dicurigai kuat adanya STEMI. Sekitar seperempat pasien infark

anterior mempunyai manifestasi hiperaktivitas saraf simpatis (takikardi dan

atau hipotensi). Tanda fisis lain pada disfungsi fentrikular adalah S4 dan S3

gallop, penurunan intensitas bunyi jantung pertama dan split paradoksikal

bunyi jantung kedua. Dapat ditemukan murmur midsistolik atau late sistlik

apical yang bersifat sementara karena disfungsi apparatus katup mitral dan

pericardial friction rub. Peningkatan suhu sampai 38°C dapat dijumpai dalam

minggu pertama pasca STEMI (Sudoyo Aru., Setyohadi dkk. 2006).

Diagnosis IMA dengan elevasi ST ditegakkan berdasarkan

anamnesis nyeri dada yang khas dan gambaran EKG adanya elevasi ST

≥2mm, minimal pada 2 sandapan prekordial yang berdampingan atau ≥1mm

pada 2 sandapan ekstremitas. Pemeriksaan enzim jantung, terutama troponin T

yang meningkat, memperkuat diagnosis, namun keputusan memberikan terapi

revaskularisasi tak perlu menunggu hasil pemeriksaan enzim, mengingat

dalam tatalaksana IMA, prinsip utama Penatalaksanaan adalah time is muscle

(Sudoyo Aru., Setyohadi dkk. 2006)

20
Pemeriksaan EKG 12 sandapan harus dilakukan pada semua pasien

dengan nyeri dada atau keluhan yang dicurigai STEMI. Pemeriksaan ini harus

dilakukan segera dalam 10 menit sejak kedatangan di IGD. Pemeriksaan EKG

di IGD merupakan senter dalam menentukan keputusan terapi karena bukti

kuat menunjukkan gambaran elevasi segmen ST dapat mengidentifikasi pasien

yang bermanfaat untuk dilakukan terapi perfusi. JIka pemeriksan EKG awal

tidak diagnostic untuk STEMI tetapi pasien tetap simtomatik dan terdapat

kecurigaan kuat STEMI, EKG serial dengan interval 5-10 menit atau

pemantauan EKG 12 sandapan secara continue harus dilakukan untuk

mendeteksi potensi perkembangan elevasi segmen ST. Pada pasien dengan

STEMI inferior, EKG sisi kanan harus diambil untuk mendeteksi

kemungkinan infark pada ventrikel kanan (Sudoyo Aru., Setyohadi dkk. 2006)

21
BAB VII
HIPOTESIS AKHIR

Dari hasil pemeriksaan gejala klinis serta pemeriksaan penunjang


kelempok kami menentukan hipotesis akhir pasien adalah STEMI (ST elevation
myocardial infarction)

22
BAB VIII
MEKANISME DIAGNOSIS
 Hipertensi atau darah
 Identitas : tinggi.
 Nama : Tn.Mukidi  Kolesterol tinggi pada
 Usia : 58 tahun
darah
 status : menikah
 Kebiasaan Merokok
 pendidikan : S2
 Alamata : Jl.wijaya kusuma  Obesitas
Surabaya  Kencing manis atau
 Pekerjaan : manejer perusuhaan diabetes
swasta  Stres
 Riwayat penyakit sekarang
 Keluhan utama dada rasa sesak

RF
 Sejak kapan mendadak ,45 menit sebelum
ke UGD
 Keluhan lain lemas dan mual tapi tidak
muntah  Pemeriksaan fisik :
 Riwayat penyakit dahulu  KU :tampak saki sedang
 Sesekali nyeri dada menjlar ke leher  Tensi :160/90 mmHg
ketiak kiri  Nadi : 110x/menit
 Sering sakit ulu hati dan panas di dada  RR : 24x/menit
saat terlambat makan  Suhu : 36,2 c
 Riwayat penyakit keluarga  Kepala : dalam batas
 Ayah meninggal mendadak saat usia 50 normal
ahun  Thorak :paru normal dan
 Ibu menderita DM dan hipertensi saat jantung s1 ,s2 tunggal,
cuci darah usia 61 tahun murmur (-)
 Riwayat social : Merokok,Makan tidak teratur,  Leher : JVP normal
Tidak minum alcohol,Olahraga jarang, Suka  Abdomen : perut
makan fast food membesar ,shifting
dulnes(-),undulasi (-) dan
lain-lain dalam batas
DIFFERENTIAL DIAGNOSIS normal
1. Definisi Sindrom Koroner Akut (SKA)  Ektrimitas: edema tungkai
2. Jantung coroner bawah (-) dan akral dingin
3. STEMI

Pemeriksaan penunjang penyakit :


 CK-MB .
 Gula acak DIAGNOSIS :STEMI
 Profil lipid
(ST elevation myocardial
 Foto thorak 23
 EKG infarction)
BAB IX
STRATEGI MENYELESAIKAN MASALAH

STEMI sebagian besar tergantung adanya 2 kelompok komplikasi

umum yaitu: komplikasi elektrikal (aritmia) dan komplikasi mekanik (pump

failure). Sebagian besar kematian di luar Rumah Sakit pada STEMI disebabkan

adanya fibrilasi ventrikel mendadak, yang sebagian besar terjadi dalam 24 jam

pertama onset gejala. Dan lebih dari separuhnya terjadi pada jam pertama.

Sehingga elemen utama tatalaksana prahospital pada pasien yang dicurigai

STEMI antara lain:

1. Pengenalan gejala oleh pasien dan segera mencari pertolongan medis.

2. Segera memanggil tim medis emergensi yang dapat melakukan tindakan

resusitasi.

3. Transportasi pasien ke Rumah Sakit yang mempunyai fasilitas ICCU/ICU serta

staf medis dokter dan perawat yang terlatih.

4. Melakukan terapi perfusi

Keterlambatan terbanyak yang terjadi pada penanganan pasien

biasanya bukan selama transportasi ke Rumah Sakit, namun karena lama waktu

mulai onset nyeri dada sampai keputusan pasien untuk meminta pertolongan.

Hal ini bisa di tanggulangi dengan cara edukasi kepada masyarakat oleh tenaga

professional kesehatan mengenai pentingnya tatalaksana dini.Pemberian

fibrinolitik pra hospital hanya bisa dikerjakan jika ada paramedic di ambulans

yang sudah terlatih untuk menginterpretasi EKG dan tatalaksana STEMI dan

kendali komando medis online yang bertanggung jawab pada pemberian terapi.

24
Di Indonesia saat ini pemberian trombolitik pra hospital ini belum bisa

dilakukan.Tujuan tatalaksana di IGD pada pasien yang dicurigai STEMI

mencakup: mengurangi/menghilangkan nyeri dada, identifikasi cepat pasien

yang merupakan kandidat terapi perfusi segera, triase pasien risiko rendah ke

ruangan yang tepat di rumah sakit dan menghindari pemulangan cepat pasien

dengan STEMI.

1.Oksigen : Suplemen oksigen harus diberikan pada pasien dengan saturasi

oksigen arteri <90%. Pada semua pasien STEMI tanpa komplikasi dapat

diberikan oksigen selama 6 jam pertama.

2.Nitrogliserin (NTG) : Nitrogliserin sublingual dapat diberikan dengan aman

dengan dosis 0,4 mg dan dapat diberikan sampai 3 dosis dengan Intervensi 5

menit. Selain mengurangi nyeri dada, NTG juga dapat menurunkan

kebutuhan oksigen miokard dengan menurunkan preload dan meningkatkan

suplai oksigen miokard dengan cara dilatasi pembuluh koroner yang terkena

infark atau pembuluh kolateral. Jika nyeri dada terus berlangsung dapat

diberikan NGT intravena. NGT intravena juga diberikan untuk mngendalikan

hipertensi atau edema paru.

3.Terapi nitrat : harus dihindari pada pasien dengan tekanan darah sistolik

<90mmHg atau pasien yang dicurigai menderita infark ventrikel kanan

(infark inferior pada EKG, JVP meningkat, paru bersih dan hipotensi). Nitrat

juga harus dihindari pada pasien yang menggunakan phosphodiesterase-5

inhibitor sildenafil dalam 24 jam sebelumnya karena dapat memicu efek

hipotensi nitrat.

25
4.Mengurangi/menghilangkan nyeri dada : Mengurangi atau menghilangkan

nyeri dada sangat penting, karena nyeri dikaitkan dengan aktivasi simpatis

yang menyebabkan vasokonstriksi dan meningkatkan beban jantung.

5.Morfin: Morfin sangat efektif mengurangi nyeri dada dan merupakan

analgesic pilihan dalam tatalaksana nyeri dada pada STEMI. Morfin

diberikan dengan dosis 2-4 mg dan dapat diulang dengan interval 5-15 menit

sampai dosis total 20 mg. Efek samping yang perlu diwaspadai pada

pemberian morfin adalah konstriksi vena dan arteriolar melalui penurunan

simpatis, sehingga terjadi pooling vena yang akan mengurangi curah jantung

dan tekanan arteri. Efek hemodinamik ini dapat diatasi dengan elevasi

tungkai pada kondisi tertentu diperlukan penambahan cairan IV dengan NaCl

0,9%. Morfin juga dapat menyebabkan efek vagotonik yang menyebabkan

bradikardia atau blok jantung derajat tinggi, terutama pasien dengan infark

posterior. Efek ini biasanya dapat diatasi dengan pemberian atropine 0,5

mgIV.

6.Aspirin ; Aspirinmerupakan tatalaksana dasar pada pasien yang dicurigai

STEMI dan efektif pada spectrum sindrom koroner akut. Inhibisi cepat

siklooksigenase trombosit yang dilanjutkan reduksi kadar tromboksan A2

dicapai dengan absorbsi aspirin bukkal dengan dosis 160-325 mg di ruang

emergensi. Selanjutnya aspirin diberikan oral dengan dosis 75-162 mg.

7.Penyekat Beta : Jika morfin tidak berhasil mengurangi nyeri dada, pemberian

penyekat beta IV, selain nitrat mungkin efektif. Regimen yang bias

adiberikan adalah metoprolol 5 mg setiap 2-5 menit sampai total 3 dosis,

26
dengan syarat frekuensi jantung >60 menit, tekanan darah sistolik >100

mmHg, interval PR <0,24 detik dan ronchi tidak lebih dari 10 cm dari

diafragma. Lima belas menit setelah dosis IV terakhir dilanjutkan dengan

metoprolol oral dengan dosis IV terakhir dilanjutkan dengan metoprolol oral

dengan dosis 50 mg tiap 6 jam dan dilanjutkan 100 mg tiap 12 jam.

8.Terapi Reperfusi : Reperfusi dini akan memeperpendek lamaoklusi koroner,

meminimlakan derajat disfungsi dan dilatasi ventrikel dan

mengurangi kemungkinan pasien STEMI berkembang menjadi pump failure

atau takiaritmia ventricular yang maligna.Sasaran terapi perfusi pada pasien

STEMI adalah door-to-needle (atau medical contact-to-needle) time untuk

memulai terapi fibrinolitik dapat dicapai dalam 30 menit atau door-to-ballon)

time untuk PCI dapat dicapai dalam 90 menit.

27
BAB X
PROGNOSIS DAN KOMPLIKASI
1. Prognosis

Kelangsungan hidup kedua pasien STEMI dan NSTEMI selama

enam bulan setelah serangan jantung hampir tidak berbeda. Hasil jangka

panjang yang ditingkatkan dengan kepatuhan hati-hati terhadap terapi medis

lanjutan, dan ini penting bahwa semua pasien yang menderita serangan

jantung secara teratur dan terus malakukan terapi jangka panjang dengan obat-

obatan seperti:

 ASPIRIN

 clopidrogel,

 statin (cholesterol lowering) drugs,

 beta blockers (obat-obat yang memperlambat denyut jantung dan

melindungi otot jantung)

 ACE inhibitors (obat yang meningkatkan fungsi miokard dan aliran darah)

 Kerusakan pada otot jantung tidak selalu bermanifestasi sebagai rasa sakit

dada yang khas, biasanya berhubungan dengan serangan jantung. Bahkan

jika penampilan karakteristik EKG ST elevasi tidak dilihat, serangan jantung

mengakibatkan kerusakan otot jantung, sehingga cara terbaik untuk

menangani serangan jantung adalah untuk mencegah mereka.

2. Komplikasi

1.Disfungsi Ventrikular : Setelah STEMI, ventrikel kiri mengalami serial

perubahan dalam bentuk, ukuran dan ketebalan pada segmen yang

mengalami infark dan non infark. Proses ini disebut remodeling ventricular

28
dan umumnya mendahuluai berkembangnya gagal jantung secara klinis

dalam hitungan bulan atau tahun pasca infark. SEgera setetlah infark

ventrikel kiri mengalami dilatasi. Secara akut, hasil ini berasala dari

ekspansi infark al: slippage serat otot, disrupsi sel miokardial normal dan

hilangnya jaringan dalam zona nekrotik.

2.Gangguan Hemodinamik : Gagal pemompaan (pump failure) merupakan

penyebab utama kematian di rumah sakit pada STEMI. Perluasan nekrosis

iskemia mempunyai korelasi yang baik dengan tingkat gagal pompa dan

mortalitas, baik pada awal (10 hari infark) dan sesudahnya. Tanda klinis

yang tersering dijumpai adalah ronki basah di paru dan bunyi jantung S3 dan

S4 gallop. Pada pemeriksaan rontgen sering dijumpai kongesti paru.

3.Komplikasi Mekanik : Ruptur muskulus papilaris, rupture septum ventrikel,

rupture dinding vebtrikel. Penatalaksanaan: operasi.

29
DAFTAR PUSTAKA
Andrianto, Petrus. 1995. Penuntun Praktis Penyakit Kardiovaskular. Jakarta

Price,Sylvia A.dkk. 2006.Patofisiologi. Jakarta:EGC

Udjianti,Wajan Juni.2010.Keperawatan Kardiovaskuler.jakarta:Salemba medika

Philip I. Aaronson, Philip L. et.al. 2007. The Cardiovascular System at a Glance.


USA

Sudoyo Aru., Setyohadi dkk. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi ke-
Empat-Jilid III

Sheehy’s. (2010). Emergency Nursing Principles and Practice; sixth Edition.


Mosby Elsevier

American Heart Association (AHA). (2011). ACLS for Healthcare Providers;


Student Manual. United States of America

Brunner and Suddarth (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta :
EGC.

Corwin J. Elizabeth (2009). Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : EGC

Krisanty Paula, S.Kep, Ns, dkw (2009). Asuhan Keperawatan Gawat Darurat.
Jakarta : TIM Koroner-akut-infarkmiokard_obat_hosppharm.pdf-adobe
reader

Carpenito, Lynda Juall. 2009. Diagnosis Keperawatan: Aplikasi pada


Praktik Klinis. Edisi 9 Jakarta: EGC

ElliottM.Antman,EugeneBraunwald.(2005).AcuteMyocardialInfarction;Harrisons
Principles of Medicine 15th edition, page 1-17

LilyIsmudiati Rilantono, dkk. (2004). Buku Ajar Kardiologi;Fakultas Kedokteran.


Hal 173-181. Jakarta: Universitas Indonesia

LumanauJ.(2004). Hiperhomosisteinemia. Meditek . Jakarta: FK UkridaSudiarto’s


handout. 2011. Acut Coronary Syndrome

30

Anda mungkin juga menyukai