Anda di halaman 1dari 57

REFLEKSI KASUS

SEORANG WANITA 51 TAHUN DENGAN ULKUS GRANULOSUM


FEMUR SINISTRA ET CAUSA COMBUTIO GRADE III ET CAUSA
MINYAK GORENG PANAS

Disusun untuk Memenuhi Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik


Stase Ilmu Bedah

Diajukan Kepada :

Pembimbing : dr. Rheno Rachmandita, Sp.B

Disusun Oleh :

Hafizhuddin Al Hazmi H2A012050

KEPANITERAAN KLINIK DEPARTEMEN ILMU BEDAH

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG

RSUD TUGUREJO SEMARANG

2017

1
LEMBAR PENGESAHAN KOORDINATOR KEPANITERAAN

ILMU BEDAH

SEORANG WANITA 51 TAHUN DENGAN ULKUS GRANULOSUM


FEMUR SINISTRA ET CAUSA COMBUTIO GRADE III ET CAUSA
MINYAK GORENG PANAS

Disusun untuk Memenuhi Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik


Stase Ilmu Bedah

RSUD Dr. ADHYATMA, MPH

Disusun Oleh:

Hafizhuddin Al Hazmi H2A012050

Telah disetujui oleh Pembimbing:

Tanggal : ...........................................

Pembimbing Klinik

Ilmu Bedah

dr. Rheno Rachmandita, Sp.B

2
BAB I
PENDAHULUAN

Luka bakar adalah suatu bentuk kerusakan atau hilangnya lapisan kulit dan
lapisan di bawahnya yang disebabkan paparan sumber panas secara langsung atau
tidak langsung, frost bife (suhu dingin), aliran listrik, bahan kimia, dan radiasi..
Luka bakar berat dapat menyebabkan morbiditas dan derajat cacat yang relatif
tinggi dibandingkan dengan cedera oleh sebab lain. Biaya yang dibutuhkan untuk
penanganannya pun tinggi.1
Sekitar 2 juta orang menderita luka bakar di Amerika Serikat, tiap tahun,
dengan 100.000 yang dirawat di rumah sakit dan 20.000 yang perlu dirawat dalam
pusat-pusat perawatan luka bakar. Insiden puncak luka bakar pada orang-orang
dewasa muda terdapat pada umur 20-29 tahun, diikuti oleh anak umur 9 tahun
atau lebih muda. Luka bakar jarang terjadi pada umur 80 tahun ke atas. Penyebab
luka bakar di RSCM, api 56%, air mendidih 40%, listrik 3% dan bahan kimia
1%.1
Penyebab luka bakar yang tersering adalah terbakar api langsung yang dapat
dipicu atau diperparah dengan adanya cairan yang mudah terbakar seperti bensin,
gas kompor rumah tangga, cairan dari tabung pemantik api. Selain api, dapat juga
disebabkan oleh air panas, listrik, frost bife (suhu dingin), bahan kimia (asam dan
basa), dan radiasi. 2
Luka bakar menyebabkan hilangnya integritas kulit dan juga menimbulkan
efek sistemik yang sangat kompleks. Luka bakar biasanya dinyatakan dengan
derajat yang ditentukan oleh kedalaman luka bakar. Beratnya luka tergantung
pada kedalaman, luas, dan letak luka. Selain itu,waktu atau lamanya terpapar,
umur dan keadaan kesehatan penderita sebelumnya menjadi faktor yang sangat
mempengaruhi prognosis. Oleh karena itu diagnosis luka bakar ditegakkan
berdasarkan kedalaman, luas, penyebab dan lokasinya.2
Penatalaksanaan luka bakar harus dievaluasi secara sistemik. Prioritas utama
adalah mempertahankan primary survey (Airway, Breathing, Circulation,
Disability, Exposure). Kemudian pemberian resusitasi cairan dengan tujuan

3
preservasi perfusi yang adekuat dan seimbang di seluruh pembuluh darah vaskular
regional, sehingga iskemia jaringan tidak terjadi. Pemberian nutrisi secara enteral
dilakukan sejak dini dan pasien tidak perlu dipuasakan. Dapat juga dilakukan
tindakan pembedahan pada luka bakar, seperti eksisi dini (debridement) dan skin
grafting yang merupakan metode penutupan luka sederhana.2
Komplikasi yang dapat terjadi pada penderita luka bakar adalah syok, infark
miokardium, atau emboli paru, disritmia jantung, gagal ginjal, ulkus peptikum,
dan kematian. Selain itu, komplikasi yang dapat juga terjadi adalah kecacatan,
kekakuan (kontraktur) dikemudian hari, dan trauma psikologis yang dapat
menyebabkan depresi serta keinginan untuk bunuh diri.2
Skin graft merupakan suatu tindakan pembedahan dimana dilakukan
pemindahan sebagian atau seluruh tebalnya kulit dari suatu daerah asal (donor)
tanpa disertai vaskularisasinya kedaerah lainnya (resipien) untuk menutupi suatu
defek. Pada umumnya skin graft digunakan ketika metode tindakan bedah
rekonstruksi lainnya tidak sesuai atau penyembuhan luka tidak menunjukkan
keberhasilan. Skin graft biasanya digunakan pada kasus-kasus seperti luka yang
luas, luka bakar derajat tiga, luka yang tidak menunjukkan penyembuhan seperti
ulkus diabetik, ulkus pembuluh darah, yang berfungsi untuk mencegah kehilangan
cairan, mencegah infeksi, mencegah perluasan lebih lanjut dari luka tersebut.1,2,3
Secara umum dapat dikatakan bahwa setiap luka yang tidak dapat ditutup
primer mempunyai indikasi untuk dilakukan skin graft. Jaringan yang dapat
ditutup dengan skin graft adalah semua jaringan terbuka yang memiliki
permukaan luka dengan vaskularisasi yang cukup seperti otot, fasia, dermis,
perikondrium, periosteum, peritoneum, pleura dan jaringan granulasi. Luka yang
kurang suplai pembuluh darah sulit untuk dapat menghidupi skin graft, misalnya
tulang,tulang rawan, tendon, saraf, maka tidak dapat dilakukan teknik skin graft.
Atau daerah yang seharusnya dilakukan skin graft tetapi karena mengalami
trauma berat menyebabkan vaskularisasi daerah tersebut menjadi berkurang
sehingga tidak baik untuk dilakukan skin graft. 4

4
BAB I
LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. S
Usia : 51 Tahun (31 Desember 1965)
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Margosari RT 04/III, Patebon , Kab. Kendal
Status : Belum Menikah
Pekerjaan : Petani
Suku : Jawa
Agama : Islam
Pendidikan : SD
No RM : 545266
Masuk rumah sakit : 16 September 2017 pukul 09.45 (Poli)
Rawat Inap : Anggrek 9.1

5
II. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis pada tanggal 18 September
2017, pukul 08.00 WIB, di Bangsal Anggrek RSUD Tugurejo Semarang.

Keluhan Utama : Nyeri pada kaki kiri

Riwayat Penyakit Sekarang :


Pasien datang ke Poli Bedah RSUD Tugurejo Semarang pada 16
September 2017 pukul 09.15 WIB diantar oleh keluarga dengan keluhan
nyeri pada luka di bagian kaki kiri. ± 2 bulan yang lalu, kaki kiri pasien
terkena minyak panas dan melepuh, setelah terkena minyak pasien tidak
langsung memeriksakan luka nya , pasien memberikan kecap dan juga pasta
gigi untuk menyembuhkan lukanya, pasien memberikan atas inisiatif
sendiri, setelah 1 bulan luka tak kunjung sembuh, sehingga pasien periksa di
RS Kendal, oleh dokter disana dirujuk ke Poli bedah Umum RSUD
Tugurejo untuk dilakukan penanganan lanjutan.
Saat dilakukan pemeriksaan pasien merasakan nyeri pada luka di
kaki kiri, kaki terasa nyeri apabila digerakkan. Pasien mengeluh lemas (-),
pusing (-), mual (-), muntah (-), nyeri kepala (-), pingsan (-). Tidak
ditemukan jejas luka di bagian badan yang lain.
Pada tanggal 18 September 2017 pukul 11.30 WIB pasien telah
menjalani operasi Split Thickness Skin Graft (STSG) pada bagian femur
kiri. Pasien menyatakan masih terdapat nyeri pada bagian bekas luka.
Keluhan demam (-), mual (-), muntah (-), penurunan kesadaran (-).

6
Riwayat Penyakit Dahulu
 Riwayat Operasi : disangkal
 Riwayat Kencing Manis : disangkal
 Riwayat Darah tinggi : disangkal
 Riwayat Penyakit Jantung : disangkal
 Riwayat Asma : disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga


Pasien menyangkal dikeluarganya ada yang menderita asma, darah
tinggi, kencing manis, penyakit jantung, alergi obat, dan alergi makanan.

Riwayat Sosial Ekonomi :


Pasien bekerja sebagai petani, tinggal bersama keluarga. Biaya
pengobatan menggunakana asuransi Jamsostek. Pasien tidak
mengkonsumsi alkohol dan rokok.

III. PEMERIKSAAN FISIK


Pemeriksaan fisik dilakukan tanggal 18 September 2017, pukul 09.00
WIB, di Bangsal Anggrek RSUD Tugurejo Semarang.
Keadaan Umum : Sakit ringan
Kesadaran : Compos Mentis, GCS 15 (E4M6V5)
Tanda vital :
TD : 120/80 mmHg
Nadi : 85x / menit (reguler, isi dan tegangan cukup)
RR : 20 x /menit (reguler)
T : 36,7°C (axiler)
Status Gizi
BB : 52 kg
TB : 158 cm
IMT : 20,9 (Normal)

7
Status Generalisata
Kepala : mesosefal, vulnus laceratum (-), vulnus excoriatum (-)
Wajah : vulnus contusio (-)
Mata : Corpus alienum (-/-), konjungtiva anemis (-/-), edem palpebra (-/-
), hematoma palpebra inferior (-/-), reflek pupil direk (+/+), reflek pupil
indirek (+/+), pupil isokor (D: 3mm/3mm).
Hidung : Nafas cuping hidung (-/-), deformitas (-), jejas (-), rhinorea (-/-)
Telinga : jejas (-), othorea (-/-), battle sign (-/-)
Mulut : Lembab (+), sianosis (-), perdarahan (-)
Leher : Tiroid (Normal), Jejas (-), deviasi trakea (-), deformitas (-),
pembengkakan (-), JVP (Normal)
Thorax :
Paru
Paru depan Paru belakang
Inspeksi
Statis Normochest, simetris, Normochest, simetris,
kelainan kulit (-/-), sudut kelainan kulit (-/-)
arcus costa dalam batas
normal, ICS dalam batas
normal
Dinamis Pengembangan pernafasan Pengembangan pernapasan
paru normal paru normal
Palpasi Simetris (N/N), Nyeri tekan Simetris (N/N), Nyeri
(-/-), ICS dalam batas tekan (-/-), ICS dalam
normal, taktil fremitus sulit batas normal, taktil
dinilai fremitus sulit dinilai
Perkusi
Kanan Sonor seluruh lapang paru Sonor seluruh lapang paru
Kiri Sonor seluruh lapang paru. Sonor seluruh lapang paru.
Auskultasi Suara dasar vesicular, Ronki Suara dasar vesicular,
(-/-), Wheezing (-/-) Ronki (-/-),Wheezing (-/-)

8
Tampak anterior paru Tampak posterior paru

SD : vesikuler SD : vesikuler
ST : Ronki (-), wheezing (-) ST: Ronki (-), wheezing (-)
Jantung
Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
Palpasi : ictus cordis teraba pada ICS V 1-2 cm ke arah medial
midclavikula sinistra, thrill (-), pulsus epigastrium (-),
pulsus parasternal (-), sternal lift (-)
Perkusi :
batas atas : ICS II linea parasternal sinistra
pinggang jantung : ICS III linea parasternal sinsitra
batas kanan bawah : ICS V linea sternalis dextra
kiri bawah : ICS V 1-2 cm ke arah medial midclavikula
sinistra
Konfigurasi jantung (dalam batas normal)
Auskultasi : regular, suara jantung murni: SI, SII (normal) reguler.
Suara jantung tambahan gallop (-), murmur (-) SIII (-),
SIV (-).
Abdomen
 Inspeksi : Permukaan datar, warna sama seperti kulit di sekitar
 Auskultasi : Bising usus 15 kali/menit (normal)
 Perkusi : Timpani seluruh regio abdomen, pekak sisi (+) normal, peka
alih (-)
 Palpasi : Nyeri tekan (-), supel, Tidak teraba pembesaran organ

9
Ekstremitas
Superior Inferior
(kanan/kiri) (kanan/kiri)
Warna kulit (sama dengan kulit sekitar / (sama dengan kulit sekitar /
sama dengan kulit sekitar) sama dengan kulit sekitar)
Ulkus (-/-) (-/+)
Vulnus laserasi (-/-) (-/-)
Hematom (-/-) (-/-)
Oedem (-/-) (-/-)
Deformitas (-/-) (-/-)
Akral (hangat / hangat) (hangat / hangat)
Capillary Refill (< 2 detik / < 2 detik) (< 2 detik / < 2 detik)
Parestesi (-/-) (-/-)
Nyeri (-/-) (-/+)
Pulsasi (+/+) (+/+)
Gerak aktif (bebas / terbatas) (bebas / bebas)
Gerak pasif (bebas /terbatas) (bebas / bebas)
Kekuatan (5555 / 5555) (5555 / 2222)

Status Lokalisata
Regio femur sinistra

10
Look
Terdapat ulcus pada regio femur sinistra unilateral, berbatas tegas, ukuran
panjang 15 cm x lebar 10 cm , kedalaman 0,5 cm, terdapat jaringan
granulasi (+), pus (-), jaringan nekrotik (-) bentuk teratur, tepi rata, sudut
tidak ada, dasar luka jaringan granulasi, warna merah.
Feel (area sekitar luka)
- Skin : kalor (-), dolor (+), tumor (-), rubor (+), pucat (-), nyeri
tekan setempat (+)
- Soft Tissue : Oedem (+), atrofi otot(-)
- Bone : Krepitasi (-),
- Pulse : Pulsasi a. Poplitea (+) a. Tibialis posterior (+) a. Dorsalis
pedis (+)
Move
- Aktif : Terbatas karena nyeri
- Pasif : Terbatas karena nyeri
- Power : 2222

Regio cruris sinistra (Pasien lain)

Terdapat ulcus pada regio cruris sinistra unilateral, berbatas tegas, ukuran
10 cm x 7 cm, kedalaman 2 cm, terdapat jaringan granulasi (+), pus (-),
jaringan nekrotik (-) bentuk teratur, tepi rata, sudut tidak ada, dasar luka

11
jaringan granulasi, warna merah.
Regio pedis dextra (Internet)

Terdapat ulcus pada regio pedis sinistra unilateral, berbatas tegas, ukuran 7 cm x 5
cm, kedalaman 0,5 cm, terdapat jaringan granulasi (+), pus (-), jaringan nekrotik
(-) bentuk teratur, tepi rata, sudut tidak ada, dasar luka jaringan, warna merah.

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG


1. Laboratorium (16 September 2017)
Darah rutin
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai normal
Leukosit 7,31 ribu/ul 3,6-11
Eritrosit 4,37 juta/ul 3,8-5, 2
Hb 12,10 g/dl 11,7-15,5
Hematokrit 36,80 % 35-47
MCV 84,20 Fl 80 – 100
MCH 27,70 Pg 26 – 34
MCHC 32,90 g/Dl 32 – 36
Trombosit 467 (H) 10^3/ul 150-440
RDW 14,00 % 11.5-14.5
Eosinofil absolut 0,31 10^3/ul 0,045 – 0,44
Basofil absolut 0,02 10^3/ul 0 – 0,2
Netrofil absolut 2,90 10^3/ul 1,8 – 8
Limfosit absolut 2,93 10^3/ul 0,9 – 5,2
Monosit absolut 1,15 (H) 10^3/ul 0,16 – 1
Eosinofil 4,20 (H) % 2–4
Basofil 0,30 % 0–1
Neutrofil 39,70 (L) % 50 -70
Limfosit 40,10 (H) % 25 - 40
Monosit 15,70 (H) % 2 –8

12
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai
normal
Waktu Pembekuan 5’30’’ Menit 2-8’
Waktu Perdarahan 2’00 Menit 1-3’

Kimia Klinik
GDS 145 (H) mg/dL <125
Ureum 10,7 mg/dL 10,0-50,0
Kreatinin 0,98 (H) mg/dL 0,60-0,90
Kalium 2,77 (L) mmol/L 3,5-5,0
Natrium 132,8 (L) mmol/L 135-145
Chlorida 93,7 (L) mmol/L 95,0-105
Albumin 3,4 g/dL 3,2-5,2

Post Koreksi, 18 September 2017


Kalium 3,12 (L) mmol/L 3,5-5,0
Natrium 137,2 mmol/L 135-145
Chlorida 100,3 mmol/L 95,0-105
-

V. RESUME
Pasien datang ke Poli Bedah RSUD Tugurejo Semarang pada 16
September 2017 pukul 09.15 WIB diantar oleh keluarga dengan keluhan
nyeri pada luka di bagian kaki kiri. ± 2 bulan yang lalu, kaki kiri pasien
terkena minyak panas dan melepuh, setelah terkena minyak pasien tidak
langsung memeriksakan luka nya , pasien memberikan kecap dan juga pasta
gigi untuk menyembuhkan lukanya, pasien memberikan atas inisiatif
sendiri, setelah 1 bulan luka tak kunjung sembuh, sehingga pasien periksa di
RS Kendal, oleh dokter disana dirujuk ke Poli bedah Umum RSUD
Tugurejo untuk dilakukan penanganan lanjutan.
Saat dilakukan pemeriksaan pasien merasakan nyeri pada luka di kaki
kiri, kaki terasa nyeri apabila digerakkan. Pasien mengeluh lemas (-), pusing

13
(-), mual (-), muntah (-), nyeri kepala (-), pingsan (-). Tidak ditemukan jejas
luka di bagian badan yang lain.
Pada tanggal 18 September 2017 pukul 11.30 WIB pasien telah
menjalani operasi Skin Thickness Skin Graft (STSG) pada bagian femur
kiri. Pasien menyatakan masih terdapat nyeri pada bagian bekas luka.
Keluhan demam (-), mual (-), muntah (-), penurunan kesadaran (-) keadaan
luka baik (+) rembes (+) Jar.nekrotik (-).
Dari pemeriksaan fisik didapatkan KU tampak kesakitan, kesadran CM.
HR 105 x/menit, RR 20 x/menit, T 36,70C. Dari status lokalis terdapat ulcus
pada regio femur sinistra unilateral, berbatas tegas, ukuran panjang 15 cm x
lebar 10 cm , kedalaman 0,5 cm, terdapat jaringan granulasi (+), pus (-),
jaringan nekrotik (-) bentuk teratur, tepi rata, sudut tidak ada, dasar luka
jaringan granulasi, warna merah, nyeri tekan area sekitar luka (+), gerakan
aktif dan pasif terbatas karena nyeri, kekuatan 2222.
Pada pemeriksaan penunjang didapatkan hasil laboratorium trombosit
467 (H), Eosinofil 4,20 (H), Neutrofil 39,70 (L), Limfosit 40,10 (H),
Monosit 15,70 (H), GDS 145 (H), Kalium 2,77 (L), Natrium 132,8 (H),
Chlorida 93,7 (L). Post Koreksi : Kalium 3,12 (L), Natrium 137,2 (n) ,
Chlorida 100,3 (n).

VI. DIAGNOSIS
- Ulcus granulosum femur sinistra et causa combutio grade III et
causa minyak panas.
- Post Split Thickness Skin Graft (STSG) + Debridement

VII. INITIAL PLAN


Diagnosis kerja :
Ulcus granulosum femur sinistra et causa combutio grade III et causa
minyak panas.

14
a. Ip Tx:
- Infus RL 20 tpm
- Inj. Ceftriaxon 2 x 1 gr
- Inj. Ketorolac 2x30mg
b. Ip Mx:
- Keadaan umum
- Tanda vital
c. Ip. Ex :
- Menjelaskan kepada keluarga dan pasien tentang penyakit yang
dialami pasien
- Menjelaskan kemungkinan komplikasi tindakan operasi.
- Menjelaskan mekanisme perawatan luka

VIII. PROGNOSIS
Quo ad Vitam : Dubia ad Bonam
Quo ad Sanam : Dubia ad Bonam
Quo ad Fungsionam : Dubia ad Bonam

15
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
A. Anatomi Kulit
Lapisan kulit adalah lapisan tubuh manusia yang terletak paling luar. Secara
histopatologik, pembagian kulit dalam garis besar tersusun atas tiga lapisan
utama, yaitu: 3
1. Lapisan epidermis atau kutikel
Lapisan ini terdiri atas stratum korneum, stratum lusidum, stratum
granulosum, stratum spinosum, dan stratum basale. Stratum korneum (lapisan
tanduk) adalah lapisan kulit yang paling luar. Stratum lusidum terdapat
langsung di bawah lapisan korneum, sering disebut sebagai eleidin, lapisan
tersebut tampak lebih jelas di telapak tangan dan kaki. Stratum granulosum
(lapisan keratohialin) merupakan 2 atau 3 lapis sel-sel gepeng yang tampak
jelas di telapak tangan dan kaki. Stratum spinosum (stratum Malphigi) atau
disebut pula prickle cell layer (lapisan akanta), dan mengandung banyak
glikogen. Stratum basale merupakan lapisan epidermis yang paling bawah.
2. Lapisan dermis (korium, kutis vera, true skin)
Lapisan dermis adalah lapisan di bawah epidermis yang jauh lebih tebal
daripada epidermis. Lapisan ini terdiri atas lapisan elastik dan fibrosa padat
dengan elemen-elemen seluler dan folikel rambut. Secara garis besar dibagi
menjadi dua bagian yakni: pars papilare yaitu bagian yang menonjol ke
epidermis, berisi ujung serabut saraf dan pembuluh darah. Kemudian pars
retikulare, yaitu bagian di bawahnya yang menonjol ke arah subkutan, bagian
ini terdiri atas serabut-serabut penunjang, misalnya serabut kolagen, elastin,
dan retikulin.
3. Lapisan subkutis (hipodermis)
Tidak ada garis tegas yang memisahkan dermis dan subkutis. Subkutis
ditandai dengan adanya jaringan ikat longgar dan adanya sel dan jaringan
lemak.

16
Gambar 1. Anatomi kulit secara histopatologik

B. Definisi Luka Bakar


Luka bakar adalah suatu bentuk rusaknya atau hilangnya lapisan kulit dan
lapisan di bawahnya, yang disebabkan paparan sumber panas secara langsung dan
tidak langsung, forst bife (suhu dingin), bahan kimia, listrik, dan radiasi. Luka
bakar yang berat dapat menyebabkan morbiditas dan derajat cacat yang relatif
tinggi dibandingkan dengan cedera oleh sebab lain yang memerlukan
penatalaksanaan khusus sejak awal (fase syok) sampai fase lanjut. Akibat
langsung luka bakar dapat terjadi syok, kematian, kontraktur dan akibat lainnya.4

C. Etiologi
Luka bakar dapat disebabkan oleh paparan sumber panas, baik secara
langsung maupun tidak langsung, misalnya akibat terkena api terbuka atau
tersiram air panas yang banyak terjadi pada kecelakaan rumah tangga. Selain itu,
pajanan suhu tinggi dari matahari, listrik, suhu dingin maupun bahan kimia juga
dapat menyebabkan terjadinya luka bakar.Secara garis besar, penyebab terjadinya
luka bakar terbagi menjadi:5
1. Sumber panas
Paparan sumber panas dapat terjadi secara langsung dan tidak langsung.
a. Sumber panas secara langsung:
 Paparan api

17
Akibat kontak langsung antara jaringan dengan api terbuka, dan
menyebabkan cedera langsung ke jaringan tersebut. Dapat diperparah
dengan adanya cairan yang mudah terbakar seperti bensin, gas kompor
rumah tangga, cairan dari tabung pemantik api, yang akan
menyebabkan luka bakar pada seluruh atau sebagian tebal kulit.
 Scalds (air panas)
Akibat kontak dengan air panas. Semakin kental cairan dan semakin
lama waktu kontaknya, semakin besar kerusakan yang akan
ditimbulkan. Luka yang disengaja atau akibat kecelakaan dapat
dibedakan berdasarkan pola luka bakarnya. Pada kasus kecelakaan,
luka umumnya menunjukkan pola percikan, yang satu sama lain
dipisahkan oleh kulih yang sehat. Sedangkan pada kasus yang
disengaja, luka umumnya melibatkan keseluruhan ekstremitas dalam
pola sirkumferensial dengan garis yang menandai permukaan cairan.
 Sunburn atau sinar matahari, terapi radiasi.
b. Sumber panas secara tidak langsung:
 Uap panas
Terutama ditemukan di daerah industri atau akibat kecelakaan radiator
mobil. Uap panas menimbulkan cedera luas akibat kapasitas panas
yang tinggi dari uap serta dispersi oleh uap bertekanan tinggi. Apabila
terjadi inhalasi, uap panas dapat menyebabkan cedera hingga ke
saluran napas distal di paru.
 Gas panas
Inhalasi menyebabkan cedera termal pada saluran nafas bagian atas
dan oklusi jalan nafas akibat edema. Pada kebakaran dalam ruang
tertutup atau bila luka terjadi diwajah, dapat terjadi kerusakan mukosa
jalan napas karena gas, asap, atau uap panas yang terhisap. Edema
laring yang ditimbulkannya dapat menyebabkan hambatan jalan napas
dengan gejala sesak napas, takipnea, stridor, suara serak dan dahak
berwarna gelap akibat jelaga. Dapat juga terjadi keracunan gas CO
atau gas beracun lainnya.

18
2. Frost bife (suhu dingin)
Pada waktu suhu jaringan turun, akan terjadi vasokonstriksi arteriol
sehingga sel mengalami hipoksia. Pada waktu jaringan dihangatkan kembali,
terjadi vasodilatasi. Akibat anoksia, permeabilitas dinding pembuluh darah
meninggi dan timbul udem. Aliran darah melambat sehingga berturut-turut
terjadi stasis kapiler, aglutinasi trombosit, trombosis, dan nekrosis jaringan.
Kerusakan jaringan terjadi karena cairan sel mengkristal. Kulit, fasia, dan
jaringan ikat lebih tahan terhadap suhu dingin, namun sel saraf, pembuluh
darah, dan otot lurik sangat peka. Oleh karena itu, kulit masih tampak sehat,
tetapi otot di bawahnya mati.
3. Aliran listrik
Cedera timbul akibat aliran listrik yang lewat menembus jaringan tubuh.
arus listrik menimbulkan kelainan karena rangsangan terhadap saraf dan otot.
Energi panas yang timbul akibat tahanan jaringan yang dilalui arus
menyebabkan luka bakar pada jaringan tersebut. Energi panas dari loncatan
aurs listrik tegangan tinggi yang mengenai tubuh akan menimbulkan luka
bakar yang dalam karena suhu bunga api listrik dapat mencapai 2.500oC.
4. Zat kimia (asam atau basa)
Dapat terjadi akibat kelengahan, pertengkaran, kecelakaan kerja di
industri atau laboratorium, dan akibat penggunaan gas beracun dalam
peperangan. Kerusakan yang terjadi sebanding dengan kadar dan jumlah
bahan yang mengenai tubuh, cara dan lamanya kontak, serta sifat dan cara
kerja zat kimia tersebut. Zat kimia akan tetap merusak jaringan sampai bahan
tersebut habis bereaksi dengan jaringan tubuh.
Zat kimia seperti kaporit, kalium permanganat, dan asam kromat dapat
bersifat oksidator. Bahan korosif, seperti fenol dan fosfor putih, serta larutan
basa, seperti kalium hidroksida dan natrium hidroksida menyebabkan
denaturasi protein. Denaturasi akibat penggaraman dapat disebabkan oleh
asam formiat, asetat, tanat, fluorat, dan klorida. Asam sulfat merusak sel
karena bersifat cepat menarik air. Gas yang dipakai dalam peperangan
menimbulkan luka bakar dan menyebabkan anoksia sel bila berkontak dengan

19
kulit atau mukosa. Beberapa zat dapat menyebabkan keracunan sistemik.
Asam fluorida dan oksalat dapat menyebabkan hipokalsemia. Asam tanat,
kromat, formiat, pikrat, dan fosfor dapat merusak hati dan ginjal kalau
diabsorbsi. Lisol dapat menyebabkan methemoglobinemia.

D. Klasifikasi Luka Bakar


Kedalaman luka bakar ditentukan oleh tinggi suhu dan lama pajanan suhu
tinggi. Selain api yang langsung menjilat tubuh, baju yang ikut terbakar karena
kontak dengan api atau listrik juga memperdalam luka bakar. Bahan pakaian yang
dipakai penderita seperti nilon dan dakron, selain mudah terbakar juga mudah
meleleh oleh suhu tinggi, lalu menjadi lengket sehingga memperberat kedalaman
luka bakar.
Kedalaman luka bakar dideskripsikan dalam derajat luka bakar, yaitu:6
 Luka Bakar Derajat I:
Kerusakan terbatas pada lapisan epidermis (superfisial), kulit hiperemis
berupa eritem, tidak dijumpai bullae, terasa nyeri karena ujung-ujung saraf
sensorik teriritasi. Biasanya sembuh dalam 5-7 hari dan dapat sembuh secara
sempurna. Contoh luka bakar derajat I adalah sunburn.

20
Gambar 2. Luka bakar derajat I

 Luka Bakar Derajat II:


Kerusakan meliputi epidermis dan sebagian dermis, berupa reaksi
inflamasi disertai proses eksudasi. Terdapat bullae, nyeri karena ujung-ujung
saraf sensorik teriritasi. Dibedakan menjadi 2 bagian:
a. Derajat II dangkal/superfisial (IIA)
Kerusakan mengenai bagian epidermis dan lapisan atas dari
corium/dermis. organ-organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar sebasea
masih banyak. Semua ini merupakan benih-benih epitel. Penyembuhan
terjadi secara spontan dalam waktu 10-14 hari tanpa terbentuk sikatrik.
Gejala yang timbul adalah sangat nyeri, terdapat lepuhan yang timbul
beberapa menit, bula atau blister yang berisi cairan eksudat yang keluar
dari pembuluh darah akibat permeabilitas dindingnya meningkat.
Komplikasi jarang terjadi, terkadang timbul infeksi sekunder pada luka.
b. Derajat II dalam/deep (IIB)
Kerusakan mengenai hampir seluruh bagian dermis dan sisa-sisa jaringan
epitel hingga tinggal sedikit. Organ-organ kulit seperti folikel rambut,
kelenjar keringat, kelenjar sebasea tinggal sedikit. Gejala yang timbul
berupa rasa nyeri pada luka yang lebih superfisial, warna merah muda,
hipoestesia (rasa nyeri sedikit), dan bula atau blister tidak karakteristik.
Penyembuhan terjadi lebih lama dan disertai parut hipertrofi. Biasanya
penyembuhan terjadi dalam waktu lebih dari satu bulan.

21
Apabila luka bakar derajat II yang dalam ini tidak ditangani dengan baik,
dapat timbul edema dan penurunan aliran darah di jaringan, sehingga
cedera berkembang menjadi full-thickness burn atau luka bakar derajat
III.

Gambar 3. Luka bakar derajat II

 Luka Bakar Derajat III:


Kerusakan meliputi seluruh tebal kulit dan lapisan yang lebih dalam
sampai mencapai jaringan subkutan, otot dan tulang. Organ kulit mengalami
kerusakan, tidak ada lagi sisa elemen epitel. Tidak dijumpai bullae, kulit yang
terbakar berwarna abu-abu dan lebih pucat sampai berwarna hitam kering.
Tidak dijumpai rasa nyeri dan hilang sensasi karena ujung-ujung saraf
sensorik rusak. Terjadi koagulasi protein dan epidermis dan dermis yang
dikenal sebagai escar, yang dapat menyebabkan kompartemen sindrom.
Penyembuhan terjadi lama karena tidak terjadi epitelisasi spontan, pada
kebanyakan kasus untuk melindungi jaringan di bawah kulit dilakukan skin
graft.

22
Gambar 4. Luka bakar derajat III

E. Luas Luka Bakar


Luasnya kerusakan akan ditentukan oleh suhu permukaan dan lamanya
kontak. Luka bakar menyebabkan koagulasi jaringan lunak. Seiring dengan
peningkatan suhu jaringan lunak, permeabilitas kapiler juga meningkat, terjadi
kehilangan cairan secara evaporasi, dan viskositas plasma meningkat dengan
resultan pembentukan mikrotrombus. Hilangnya cairan dapat menyebabkan syok
hipovolemik, tergantung banyaknya cairan yang hilang dan respon terhadap
resusitasi. Luka bakar juga menyebabkan peningkatan laju metabolik dan energi
metabolisme.
Semakin luas permukaan tubuh yang terlibat, morbiditas dan mortalitasnya
meningkat, dan penanganannya juga akan semakin kompleks. Luas luka bakar
dinyatakan dalam persen terhadap luas seluruh tubuh. Ada beberapa metode cepat
untuk menentukan luas luka bakar, yaitu:7
 Estimasi luas luka bakar menggunakan luas permukaan palmar pasien. Luas
telapak tangan individu mewakili ± 1% luas permukaan tubuh. luas luka
bakar hanya dhitung pada pasien dengan derajat luka II (IIA & IIB) atau III.
 Rumus 9 atau Rule of Nine untuk orang dewasa.
Pada dewasa digunakan “Rumus 9”, yaitu luas kepala dan leher, dada,
punggung, pinggang dan bokong, ekstremitas atas kanan, ekstremitas atas
kiri, paha kanan, paha kiri, tungkai dan kaki kanan, serta tungkai dan kaki kiri
masing-masing 9%. Sisanya 1% adalah daerah genitalia. Rumus ini
membantu menaksir luasnya permukaan tubuh yang terbakar pada orang
dewasa.

23
Kepala dan leher  9%
Lengan  18%
Badan depan  18%
Badan belakang  18%
Tungkai  36%
Genitalia  1%
Total  100%
Pada anak dan bayi digunakan rumus lain karena luas relatif permukaan
kepala anak jauh lebih besar dan luas relatif permukaan kaki lebih kecil.
Karena perbandingan luas permukaan bagian tubuh anak kecil berbeda,
dikenal “Rumus 10” untuk bayi, dan “Rumus 10-15-20” untuk anak.

Gambar 5. Rumus menentukan luas luka bakar

 Metode Lund and Browder


Metode yang diperkenalkan untuk kompensasi besarnya porsi massa tubuh di
kepala anak. Metode ini digunakan untuk estimasi besarnya luas permukaan
pada anak. Apabila tidak tersedia tabel tersebut, perkiraan luas permukaan

24
tubuh pada anak dapat menggunakan “Rumus 9” dan disesuaikan dengan
usia:
o Pada anak dibawah usia 1 tahun: kepala 18% dan tiap tungkai 14%.
Torso dan lengan presentasenya sama dengan dewasa.
o Untuk tiap pertambahan usia 1 tahun, tambahkan 0,5% untuk tiap
tungkai dan turunkan presentasi kepala sebesar 1% hingga tercapai
nilai dewasa.

Gambar 6. Lund and Browder Chart


3
F. Pembagian Luka Bakar
1. Luka bakar ringan
 Luka bakar dengan luas < 15% pada dewasa
 Luka bakar dengan luas < 10% pada anak dan usia lanjut
 Luka bakar dengan luas < 2% pada segala usia (tidak mengenai muka,
tangan, kaki, dan perineum)
2. Luka bakar sedang (moderate burn)

25
 Luka bakar dengan luas 15-25% pada dewasa, dengan luka bakar derajat
III < 10%
 Luka bakar dengan luas 10-20% pada anak usia < 10 tahun atau dewasa
> 40 tahun, dengan luka bakar derajat III < 10%
 Luka bakar dengan derajat III < 10% pada anak maupun dewasa yang
tidak mengenai muka, tangan, kaki, dan perineum
3. Luka bakar berat (major burn)
 Derajat II-III > 20% pada pasien berusia di bawah 10 tahun atau di atas
usia 50 tahun
 Derajat II-III > 25% pada kelompok usia selain disebutkan pada butir
pertama
 Luka bakar pada muka, telinga, tangan, kaki, dan perineum
 Adanya cedera pada jalan nafas (cedera inhalasi) tanpa memperhitungkan
luas luka bakar
 Luka bakar listrik tegangan tinggi
 Disertai trauma lainnya
 Pasien-pasien dengan resiko tinggi

G. Patofisiologi Luka Bakar


Kulit adalah organ terluar tubuh manusia dengan luas 0,025 m2 pada anak
baru lahir sampai 1 m2 pada orang dewasa. Kulit secara histopatologik tersusun
atas lapisan epidermis, dermis dan subkutis.Sel-sel kulit dapat menahan
temperatur sampai 44oC tanpa kerusakan bermakna. Apabila kulit terbakar atau
terpajan suhu tinggi, pembuluh kapiler di bawahnya, area sekitarnya dan area
yang jauh sekali pun akan rusak dan menyebabkan permeabilitasnya meningkat.
Terjadilah kebocoran cairan intrakapilar ke intertisial sehingga terjadi udem dan
bula yang mengandung banyak elektrolit. Rusaknya kulit akibat luka bakar akan
mengakibatkan hilangnya fungsi kulit sebagai barier dan penahan penguapan.
Akibat pertama dari luka bakar adalah syok karena kaget dan kesakitan.8

26
Kedua penyebab di atas dengan cepat menyebabkan berkurangnya cairan
intravaskular. Pada luka bakar yang luasnya <20%, mekanisme kompensasi tubuh
masih bisa mengatasinya. Bila kulit yang terbakar luas (> 20%), dapat terjadi syok
hipovolemik disertai gejala yang khas, seperti gelisah, pucat, dingin, berkeringat,
nadi kecil dan cepat, tekanan darah menurun dan produksi urin yang berkurang.
Pembengkakan terjadi pelan-pelan, maksimal terjadi setelah 8 jam. Pembuluh
kapiler yang terpajan suhu tinggi rusak dan permeabilitas meninggi. Sel darah
yang ada di dalamnya ikut rusak sehingga dapat terjadi anemia.8
Pada kebakaran dalam ruang tertutup atau bila luka terjadi di wajah, dapat
terjadi kerusakan mukosa jalan napas karena gas, asap, atau uap panas yang
terhisap. Edema laring yang ditimbulkannya dapat menyebabkan hambatan jalan
napas dengan gejala sesak napas, takipnea, stridor, suara serak dan dahak
berwarna gelap akibat jelaga. Dapat juga terjadi keracunan gas CO atau gas
beracun lainnya. CO akan mengikat hemoglobin dengan kuat sehingga
hemoglobin tak mampu lagi mengikat oksigen. Tanda keracunan ringan adalah
lemas, bingung, pusing, mual, dan muntah. Pada keracunan yang berat dapat
terjadi koma dan penderita dapat meninggal (bila lebih dari 60% hemoblogin
terikat dengan CO).9
Setelah 12-24 jam, permeabilitas kapiler mulai membaik dan terjadi
mobilisasi serta penyerapan kembali cairan edema ke pembuluh darah. Ini
ditandai dengan meningkatnya diuresis. Luka bakar pada awalnya adalah steril,
tetapi kemudian dapat terjadi kontaminasi pada kulit mati yang merupakan
medium baik untuk pertumbuhan kuman, yang akan mempermudah infeksi. Bila
pencucian luka atau debridement tidak dilakukan dengan adekuat, maka
pertumbuhan kuman dapat bersifat invasif berupa penetrasi lebih dalam ke
jaringan dan masuk ke dalam sistemik yang menyebabkan bakteremia.9
Kuman penyebab infeksi pada luka bakar, selain berasal dari kulit penderita
sendiri, juga dari kontaminasi kuman saluran napas atas dan kontaminasi kuman
di lingkungan rumah sakit. Infeksi nosokomial ini biasanya sangat berbahaya
karena kumannya banyak yang sudah resisten terdapat berbagai antibiotik.9

27
Pada awalnya, infeksi biasanya disebabkan oleh kokus gram positif yang
berasal dari kulit sendiri atau dari saluran napas, tetapi kemudian dapat terjadi
invasi kuman gram negatif, Pseudomonas aeruginosa yang dapat menghasilkan
eksotoksin protease dari toksin lain yang berbahaya, terkenal sangat agresif dalam
invasinya pada luka bakar. Infeksi pseudomonas dapat dilihat dari warna hijau
pada kasa penutup luka bakar. Kuman memproduksi enzim penghancur keropeng
yang bersama dengan eksudasi oleh jaringan granulasi membentuk nanah.9
Infeksi ringan dan noninvasif ditandai dengan keropeng yang mudah terlepas
dengan nanah yang banyak. Infeksi yang invasif ditandai dengan keropeng yang
kering dengan perubahan jaringan di tepi keropeng yang mula-mula sehat menjadi
nekrotik; akibatnya, luka bakar yang mula-mula derajat II menjadi derajat III.
Infeksi kuman menimbulkan vaskulitis pada pembuluh kapiler di jaringan yang
terbakar dan menimbulkan trombosis sehingga jaringan yang didarahinya mati.9
Bila luka bakar dibiopsi dan eksudatnya dibiakkan, biasanya ditemukan
kuman dan terlihat invasi kuman tersebut ke jaringan sekelilingnya. Luka bakar
demikian disebut luka bakar septik. Bila penyebabnya kuman gram positif, seperti
stafilokokus atau basil gram negatif lainnya, dapat terjadi penyebaran kuman
lewat darah (bakteremia) yang dapat menimbulkan fokus infeksi di usus. Syok
sepsis dan kematian dapat terjadi karena toksin kuman yang menyebar di darah.9
Bila penderita dapat mengatasi infeksi, luka bakar derajat II dapat sembuh
dengan meninggalkan cacat berupa parut. Penyembuhan ini dimulai dari sisa
elemen epitel yang masih vital, misalnya sel kelenjar sebasea, sel basal, sel
kelenjar keringat, atau sel pangkal rambut. Luka bakar derajat II yang dalam
mungkin meninggalkan parut hipertrofik yang nyeri, gatal, kaku dan secara estetik
jelek. Luka bakar derajat III yang dibiarkan sembuh sendiri akan mengalami
kontraktur. Bila terjadi di persendian, fungsi sendi dapat berkurang atau hilang.9
Pada luka bakar berat dapat ditemukan ileus paralitik. Pada fase akut,
peristalsis usus menurun atau berhenti karena syok, sedangkan pada fase
mobilisasi, peristalsis dapat menurun karena kekurangan ion kalium.Stres atau
badan faali yang terjadi pada penderita luka bakar berat dapat menyebabkan

28
terjadinya tukak di mukosa lambung atau duodenum dengan gejala yang sama
dengan gejala tukak peptik. Kelainan ini dikenal sebagai tukak Curling.9
Fase permulaan luka bakar merupakan fase katabolisme sehingga
keseimbangan protein menjadi negatif. Protein tubuh banyak hilang karena
eksudasi, metabolisme tinggi dan infeksi. Penguapan berlebihan dari kulit yang
rusak juga memerlukan kalori tambahan. Tenaga yang diperlukan tubuh pada fase
ini terutama didapat dari pembakaran protein dari otot skelet. Oleh karena itu,
penderita menjadi sangat kurus, otot mengecil, dan berat badan menurun. Dengan
demikian, korban luka bakar menderita penyakit berat yang disebut penyakit luka
bakar. Bila luka bakar menyebabkan cacat, terutama bila luka mengenai wajah
sehingga rusak berat, penderita mungkin mengalami beban kejiwaan berat. Jadi
prognosis luka bakar ditentukan oleh luasnya luka bakar.9

H. Fase Pada Luka Bakar


Dalam perjalanan penyakit, dapat dibedakan menjadi tiga fase pada luka
bakar, yaitu:10
1. Fase awal, fase akut, fase syok
Pada fase ini, masalah utama berkisar pada gangguan yang terjadi pada
saluran nafas yaitu gangguan mekanisme bernafas, hal ini dikarenakan
adanya eskar melingkar di dada atau trauma multipel di rongga toraks; dan
gangguan sirkulasi seperti keseimbangan cairan elektrolit, syok hipovolemia.
2. Fase setelah syok berakhir, fase sub akut
Masalah utama pada fase ini adalah Systemic Inflammatory Response
Syndrome (SIRS) dan Multi-system Organ Dysfunction Syndrome (MODS)
dan sepsis. Hal ini merupakan dampak dan atau perkembangan masalah yang
timbul pada fase pertama dan masalah yang bermula dari kerusakan jaringan
(luka dan sepsis luka).
3. Fase lanjut
Fase ini berlangsung setelah penutupan luka sampai terjadinya maturasi
jaringan. Masalah yang dihadapi adalah penyulit dari luka bakar seperti parut
hipertrofik, kontraktur dan deformitas lain yang terjadi akibat kerapuhan

29
jaringan atau struktur tertentu akibat proses inflamasi yang hebat dan
berlangsung lama.
Pembagian zona kerusakan jaringan:
1. Zona koagulasi, zona nekrosis
Merupakan daerah yang langsung mengalami kerusakan (koagulasi protein)
akibat pengaruh cedera termis, hampir dapat dipastikan jaringan ini
mengalami nekrosis beberapa saat setelah kontak. Oleh karena itulah disebut
juga sebagai zona nekrosis.
2. Zona statis
Merupakan daerah yang langsung berada di luar/di sekitar zona koagulasi. Di
daerah ini terjadi kerusakan endotel pembuluh darah disertai kerusakan
trombosit dan leukosit, sehingga terjadi gangguam perfusi (no flow
phenomena), diikuti perubahan permeabilitas kapilar dan respon inflamasi
lokal. Proses ini berlangsung selama 12-24 jam pasca cedera dan mungkin
berakhir dengan nekrosis jaringan.
3. Zona hiperemi
Merupakan daerah di luar zona statis, ikut mengalami reaksi berupa
vasodilatasi tanpa banyak melibatkan reaksi selular. Tergantung keadaan
umum dan terapi yang diberikan, zona ketiga dapat mengalami penyembuhan
spontan, atau berubah menjadi zona kedua bahkan zona pertama.

I. Indikasi Rawat Inap Pasien Luka Bakar


Menurut American Burn Association, seorang pasien diindikasikan untuk
dirawat inap apabila:10
 Luka bakar derajat III > 5%
 Luka bakar derajat II > 10%
 Luka bakar derajat II atau III yang melibatkan area kritis (wajah, tangan,
kaki, genitalia, perineum, kulit di atas sendi utama)  risiko signifikan untuk
masalah kosmetik dan kecacatan fungsi
 Luka bakar sirkumferensial di thoraks atau ekstremitas

30
 Luka bakar signifikan akibat bahan kimia, listrik, petir, adanya trauma mayor
lainnya, atau adanya kondisi medik signifikan yang telah ada sebelumnya
 Adanya trauma inhalasi

J. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan: 10
1. Pemeriksaan darah rutin dan kimia darah
2. Urinalisis
3. Pemeriksaan keseimbangan elektrolit
4. Analisis gas darah
5. Radiologi - jika ada indikasi ARDS
6. Pemeriksaan lain yang dibutuhkan untuk menegakkan diagnosis SIRS dan
MODS

K. Penatalaksanaan Luka Bakar


Pasien luka bakar harus dievaluasi secara sistematik. Prioritas utama adalah
mempertahankan jalan nafas tetap paten, ventilasi yang efektif dan mendukung
sirkulasi sistemik. Intubasi endotrakea dilakukan pada pasien yang menderita luka
bakar berat atau kecurigaan adanya jejas inhalasi atau luka bakar di jalan nafas
atas. Intubasi dapat tidak dilakukan bila telah terjadi edema luka bakar atau
pemberian cairan resusitasi yang terlampau banyak. Pada pasien luka bakar,
intubasi orotrakea dan nasotrakea lebih dipilih daripada trakeostomi.11
Pasien dengan luka bakar saja biasanya hipertensi. Adanya hipotensi awal
yang tidak dapat dijelaskan atau adanya tanda-tanda hipovolemia sistemik pada
pasien luka bakar menimbulkan kecurigaan adanya jejas ‘tersembunyi’. Oleh
karena itu, setelah mempertahankan ABCDE, prioritas berikutnya adalah
mendiagnosis dan menata laksana jejas lain (trauma tumpul atau tajam) yang
mengancam nyawa. Riwayat terjadinya luka bermanfaat untuk mencari trauma
terkait dan kemungkinan adanya jejas inhalasi. Informasi riwayat penyakit dahulu,
penggunaan obat, dan alergi juga penting dalam evaluasi awal.11

31
Pakaian pasien dibuka semua, semua permukaan tubuh dinilai untuk
menentukan derajat dan luas luka bakar. Pemeriksaan radiologik pada tulang
belakang servikal, pelvis, dan torak dapat membantu mengevaluasi adanya
kemungkinan trauma tumpul. 11
Setelah mengeksklusi jejas signifikan lainnya, luka bakar dievaluasi. Terlepas
dari luasnya area jejas, dua hal yang harus dilakukan sebelum dilakukan transfer
pasien adalah mempertahankan ventilasi adekuat, dan jika diindikasikan, melepas
dari eskar yang mengkonstriksi.11

L. Tatalaksana resusitasi luka bakar


a. Tatalaksana resusitasi jalan nafas: 3
1. Pemberian oksigen 100%
Bertujuan untuk menyediakan kebutuhan oksigen jika terdapat patologi
jalan nafas yang menghalangi suplai oksigen. Hati-hati dalam pemberian
oksigen dosis besar karena dapat menimbulkan stress oksidatif, sehingga
akan terbentuk radikal bebas yang bersifat vasodilator dan modulator
sepsis.
2. Intubasi
Tindakan intubasi dikerjakan sebelum edema mukosa menimbulkan
manifestasi obstruksi. Tujuan intubasi mempertahankan jalan nafas dan
sebagai fasilitas pemelliharaan jalan nafas.
3. Krikotiroidotomi
Bertujuan sama dengan intubasi hanya saja dianggap terlalu agresif dan
menimbulkan morbiditas lebih besar dibanding intubasi. Krikotiroidotomi
memperkecil dead space, memperbesar tidal volume, lebih mudah
mengerjakan bilasan bronkoalveolar dan pasien dapat berbicara jika
dibanding dengan intubasi.
4. Perawatan jalan nafas
5. Penghisapan sekret (secara berkala)
6. Pemberian terapi inhalasi
Bertujuan mengupayakan suasana udara yang lebih baik didalam lumen

32
jalan nafas dan mencairkan sekret kental sehingga mudah dikeluarkan.
Terapi inhalasi umumnya menggunakan cairan dasar natrium klorida
0,9% ditambah dengan bronkodilator bila perlu. Selain itu bias
ditambahkan zat-zat dengan khasiat tertentu seperti atropin sulfat
(menurunkan produksi sekret), natrium bikarbonat (mengatasi asidosis
seluler) dan steroid (masih kontroversial)
7. Bilasan bronkoalveolar
8. Perawatan rehabilitatif untuk respirasi
9. Eskarotomi pada dinding torak yang bertujuan untuk memperbaiki
kompliansi paru
a. Tatalaksana resusitasi cairan
Resusitasi cairan diberikan dengan tujuan preservasi perfusi yang
adekuat dan seimbang di seluruh pembuluh darah vaskular regional, sehingga
iskemia jaringan tidak terjadi pada setiap organ sistemik. Selain itu cairan
diberikan agar dapat meminimalisasi dan eliminasi cairan bebas yang tidak
diperlukan, optimalisasi status volume dan komposisi intravaskular untuk
menjamin survival/maksimal dari seluruh sel, serta meminimalisasi respons
inflamasi dan hipermetabolik dengan menggunakan kelebihan dan
keuntungan dari berbagai macam cairan seperti kristaloid, hipertonik, koloid,
dan sebagainya pada waktu yang tepat. Dengan adanya resusitasi cairan yang
tepat, kita dapat mengupayakan stabilisasi pasien secepat mungkin kembali
ke kondisi fisiologik dalam persiapan menghadapi intervensi bedah seawal
mungkin.
Resusitasi cairan dilakukan dengan memberikan cairan pengganti. Ada
beberapa cara untuk menghitung kebutuhan cairan ini:
 Cara Evans
1. Luas luka bakar (%) x BB (kg) menjadi mL NaCl per 24 jam
2. Luas luka bakar (%) x BB (kg) menjadi mL plasma per 24 jam
3. 2.000 cc glukosa 5% per 24 jam
Separuh dari jumlah 1+2+3 diberikan dalam 8 jam pertama. Sisanya
diberikan dalam 16 jam berikutnya. Pada hari kedua diberikan setengah

33
jumlah cairan hari pertama. Pada hari ketiga diberikan setengah jumlah
cairan hari kedua.
 Cara Baxter
Luas luka bakar (%) x BB (kg) x 4 mL
Separuh dari jumlah cairan diberikan dalam 8 jam pertama. Sisanya
diberikan dalam 16 jam berikutnya. Pada hari kedua diberikan setengah
jumlah cairan hari pertama. Pada hari ketiga diberikan setengah jumlah
cairan hari kedua.
b. Resusitasi nutrisi
Pada pasien luka bakar, pemberian nutrisi secara enteral dilakukan sejak
dini dan pasien tidak perlu dipuasakan. Bila pasien tidak sadar, maka
pemberian nutrisi dapat melalui naso-gastric tube (NGT). Nutrisi yang
diberikan sebaiknya mengandung 10-15% protein, 50-60% karbohidrat dan
25-30% lemak. Pemberian nutrisi sejak awal ini dapat meningkatkan fungsi
kekebalan tubuh dan mencegah terjadinya atrofi vili usus. Dengan demikian
diharapkan pemberian nutrisi sejak awal dapat membantu mencegah
terjadinya SIRS dan MODS.

M. Perawatan Luka Bakar


Umumnya untuk menghilangkan rasa nyeri dari luka bakar digunakan morfin
dalam dosis kecil secara intravena (dosis dewasa awal : 0,1-0,2 mg/kg dan
‘maintenance’ 5-20 mg/70 kg setiap 4 jam, sedangkan dosis anak-anak 0,05-0,2
mg/kg setiap 4 jam). Tetapi ada juga yang menyatakan pemberian methadone (5-
10 mg dosis dewasa) setiap 8 jam merupakan terapi penghilang nyeri kronik yang
bagus untuk semua pasien luka bakar dewasa. Jika pasien masih merasakan nyeri
walau dengan pemberian morfin atau methadone, dapat juga diberikan
benzodiazepine sebagai tambahan.11
Terapi pembedahan pada luka bakar 3
1. Eksisi dini
Eksisi dini adalah tindakan pembuangan jaringan nekrosis dan debris
(debridement) yang dilakukan dalam waktu kurang dari 7 hari (biasanya hari

34
ke 5-7) pasca cedera termis. Dasar dari tindakan ini adalah:
a. Mengupayakan proses penyembuhan berlangsung lebih cepat. Dengan
dibuangnya jaringan nekrosis, debris dan eskar, proses inflamasi tidak
akan berlangsung lebih lama dan segera dilanjutkan proses fibroplasia.
Pada daerah sekitar luka bakar umumnya terjadi edema, hal ini akan
menghambat aliran darah dari arteri yang dapat mengakibatkan
terjadinya iskemi pada jaringan tersebut ataupun menghambat proses
penyembuhan dari luka tersebut. Dengan semakin lama waktu
terlepasnya eskar, semakin lama juga waktu yang diperlukan untuk
penyembuhan.
b. Memutus rantai proses inflamasi yang dapat berlanjut menjadi
komplikasi – komplikasi luka bakar (seperti SIRS). Hal ini didasarkan
atas jaringan nekrosis yang melepaskan “burn toxic” (lipid protein
complex) yang menginduksi dilepasnya mediator-mediator inflamasi.
c. Semakin lama penundaan tindakan eksisi, semakin banyaknya proses
angiogenesis yang terjadi dan vasodilatasi di sekitar luka. Hal ini
mengakibatkan banyaknya darah keluar saat dilakukan tindakan operasi.
Selain itu, penundaan eksisi akan meningkatkan resiko kolonisasi mikro
– organisme patogen yang akan menghambat pemulihan graft dan juga
eskar yang melembut membuat tindakan eksisi semakin sulit.
Tindakan ini disertai anestesi baik lokal maupun general dan pemberian
cairan melalui infus. Tindakan ini digunakan untuk mengatasi kasus luka
bakar derajat II dalam dan derajat III. Tindakan ini diikuti tindakan hemostasis
dan juga “skin grafting” (dianjurkan “split thickness skin grafting”). Tindakan
ini juga tidak akan mengurangi mortalitas pada pasien luka bakar yang luas.
Kriteria penatalaksanaan eksisi dini ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu:
- Kasus luka bakar dalam yang diperkirakan mengalami penyembuhan
lebih dari 3 minggu.
- Kondisi fisik yang memungkinkan untuk menjalani operasi besar.
- Tidak ada masalah dengan proses pembekuan darah.

35
- Tersedia donor yang cukup untuk menutupi permukaan terbuka yang
timbul.
Eksisi dini diutamakan dilakukan pada daerah luka sekitar batang tubuh
posterior. Eksisi dini terdiri dari eksisi tangensial dan eksisi fasial.
Eksisi tangensial adalah suatu teknik yang mengeksisi jaringan yang
terluka lapis demi lapis sampai dijumpai permukaan yang mengeluarkan darah
(endpoint). Adapun alat-alat yang digunakan dapat bermacam-macam, yaitu
pisau Goulian atau Humbly yang digunakan pada luka bakar dengan luas
permukaan luka yang kecil, sedangkan pisau Watson maupun mesin yang
dapat memotong jaringan kulit perlapis (dermatom) digunakan untuk luka
bakar yang luas. Permukaan kulit yang dilakukan tindakan ini tidak boleh
melebihi 25% dari seluruh luas permukaan tubuh. Untuk memperkecil
perdarahan dapat dilakukan hemostasis, yaitu dengan tourniquet sebelum
dilakukan eksisi atau pemberian larutan epinephrine 1:100.000 pada daerah
yang dieksisi. Setelah dilakukan hal-hal tersebut, baru dilakukan “skin graft”.
Keuntungan dari teknik ini adalah didapatnya fungsi optimal dari kulit dan
keuntungan dari segi kosmetik. Kerugian dari teknik adalah perdarahan
dengan jumlah yang banyak dan endpoint bedah yang sulit ditentukan.
Eksisi fasial adalah teknik yang mengeksisi jaringan yang terluka sampai
lapisan fascia. Teknik ini digunakan pada kasus luka bakar dengan ketebalan
penuh (full thickness) yang sangat luas atau luka bakar yang sangat dalam.
Alat yang digunakan pada teknik ini adalah pisau scalpel, mesin pemotong
“electrocautery”. Adapun keuntungan dan kerugian dari teknik ini adalah:
- Keuntungan : lebih mudah dikerjakan, cepat, perdarahan tidak banyak,
endpoint yang lebih mudah ditentukan
- Kerugian : kerugian bidang kosmetik, peningkatan resiko cedera pada
saraf-saraf superfisial dan tendon sekitar, edema pada bagian distal
dari eksisi
Setelah dilakukan eksisi dini, luka akan dioleskan dengan salep seperti
sulfadiazine, mafenid asetat, krim gentamisin, atau salep providon yodium.
Pemberian salep ini bertujuan untuk mencegah proses evaporasi serta

36
membantu dalam proses penyembuhan melalui pembentukan jaringan
granulasi.
2. Skin grafting
Skin grafting adalah metode penutupan luka sederhana. Tujuan dari metode ini
adalah:
a. Menghentikan evaporate heat loss
b. Mengupayakan agar proses penyembuhan terjadi sesuai dengan waktu
c. Melindungi jaringan yang terbuka
Skin grafting harus dilakukan secepatnya setelah dilakukan eksisi pada luka
bakar pasien. Kulit yang digunakan dapat berupa kulit produk sintesis, kulit
manusia yang berasal dari tubuh manusia lain yang telah diproses maupun
berasal dari permukaan tubuh lain dari pasien (autograft). Daerah tubuh yang
biasa digunakan sebagai daerah donor autograft adalah paha, bokong dan
perut. Teknik mendapatkan kulit pasien secara autograft dapat dilakukan
secara split thickness skin graft atau full thickness skin graft. Bedanya dari
teknik – teknik tersebut adalah lapisan-lapisan kulit yang diambil sebagai
donor. Untuk memaksimalkan penggunaan kulit donor tersebut, kulit donor
tersebut dapat direnggangkan dan dibuat lubang – lubang pada kulit donor
(seperti jaring-jaring dengan perbandingan tertentu, sekitar 1 : 1 sampai 1 : 6)
dengan mesin. Metode ini disebut mess grafting. Ketebalan dari kulit donor
tergantung dari lokasi luka yang akan dilakukan grafting, usia pasien,
keparahan luka dan telah dilakukannya pengambilan kulit donor sebelumnya.
Pengambilan kulit donor ini dapat dilakukan dengan mesin ‘dermatome’
ataupun dengan manual dengan pisau Humbly atau Goulian. Sebelum
dilakukan pengambilan donor diberikan juga vasokonstriktor (larutan
epinefrin) dan juga anestesi.
Prosedur operasi skin grafting sering menjumpai masalah yang dihasilkan dari
eksisi luka bakar pasien, dimana terdapat perdarahan dan hematom setelah
dilakukan eksisi, sehingga pelekatan kulit donor juga terhambat. Oleh
karenanya, pengendalian perdarahan sangat diperlukan. Adapun beberapa

37
faktor yang mempengaruhi keberhasilan penyatuan kulit donor dengan
jaringan yang mau dilakukan grafting adalah:
- Kulit donor setipis mungkin
- Pastikan kontak antara kulit donor dengan bed (jaringan yang
dilakukan grafting), hal ini dapat dilakukan dengan cara :
o Cegah gerakan geser, baik dengan pembalut elastik (balut
tekan)
o Drainase yang baik
o Gunakan kasa adsorben

N. Prognosis
Prognosis dan penanganan luka bakar terutama tergantung pada dalam dan
luasnya permukaan luka bakar, dan penanganan sejak awal hingga penyembuhan.
Selain itu faktor letak daerah yang terbakar, usia dan keadaan kesehatan penderita
juga turut menentukan kecepatan penyembuhan. Penyulit juga mempengaruhi
progonosis pasien, seperti gagal ginjal akut, edema paru, SIRS, infeksi dan sepsis,
serta parut hipertrofik dan kontraktur.3

Proses Penyembuhan Ulkus


Proses ini terdiri dari tiga tahap, yaitu:
1. Fase aktif ( ± 1 minggu)
Leukosit secara aktif akan memutus kematian jaringan, khususnya
monosit akan memutus pembentukan kolagen dan protein lainnya.
Proses ini berlangsung hingga mencapai jaringan yang masih bagus.
Penyebaran proses ini ke dalam jaringan menyebabkan ulkus menjadi
semakin dalam. Undermined edge dianggap sebagai tanda khas ulkus
yang masih aktif. 7
Di samping itu juga, terdapat transudat yang creamy, kotor, dengan
aroma tersendiri. Kemudian saat terikut pula debris dalam cairan
tersebut, maka disebut eksudat. Pada fase aktif, eksudat bersifat steril.

38
Selanjutnya, sel dan partikel plasma berikatan membentuk necrotix
coagulum yang jika mengeras dinamakan eschar. 7
2. Fase proliferasi
Fase ini ditandai dengan adanya granulasi dan reepitelisasi.
Jaringan granulasi merupakan kumpulan vaskular (nutrisi untuk
makrofag dan fibroblast) dan saluran getah bening (mencegah edema
dan sebagai drainase) yang membentuk matriks granulasi yang turut
menjadi lini pertahanan terhadap infeksi. Jaringan granulasi terus
diproduksi sampai kavitas ulkus terisi kembali. Pada fase ini tampak
epitelisasi di mana terbentuk tepi luka yang semakin landai. 7
3. Fase maturasi atau remodelling
Saat inilah jaringan ikat (skar) mulai terbentuk. 7

(a) (b) (c)

Gambar 2.1 Tahap Penyembuhan Ulkus


a. Fase aktif b. Fase prolifersi c. Fase maturasi atau remodelling

39
A. PEMBAGIAN SKIN GRAFT

1. Autograft
Graft berasal dari individu yang sama (berasal dari tubuh yang sama).
Hal ini dilakukan jika cukup tersedianya kulit sehat dan jika kesehatan pasien
memenuhi untuk perawatan tambahannya yaitu perawatan donor.
2. Allograft
Graft berasal dari individu lain yang sama spesiesnya (berasal dari tubuh
yang lain).
3. Xenograft
Berasal dari makhluk lain yang berbeda spesies (binatang).
Allograft dan Xenograft hanya mencakup untuk sementara, dan bila
ditolak oleh sistem kekebalan tubuh resipen dalam tujuh sampai sepuluh hari
harus diganti dengan autograft. Berdasarkan ketebalannya, skin graft dibagi atas :
a. Split Thickness Skin Graft (STSG)
Skin graft yang dilakukan mencakup dermis dan sebagian dermis.
Terbagi atas tiga yaitu:
1) Thin Split Thickness Skin Graft, ketebalan kulit 0,008-0,012 mm, terdiri
dari epidermis dan ¼ bagian lapisan dermis.
2) Intermedict (medium) Split Thickness Skin Graft, ketebalan kulit 0,012-
0,018 mm, terdiri dari epidermis dan ½ bagian dermis.
3) Thick Split Thickness Skin Graft, ketebalan kulit 0,018-0,030 mm, terdiri
dari epidermis dan ¾ bagian dermis.
b. Full Thickness Skin Graft (FTSG)
Skin Graft yang terdiri dari epidermis dan seluruh bagian dermis.

B. SPLIT THICKNESS SKIN GRAFT (STSG)

STSG merupakan tindakan definitive sebagai penutup defek yang


permanen atau hanya sebagai tindakan yang sementara sambil menunggu tindakan

40
yang defenitif. Tindakan ini dimaksudkan untuk mengontrol serta mengurangi
kemungkinan terjadinya infeksi dan menutup struktur vital tubuh.
STSG diindikasikan untuk menutup defek kulit yang luas. STSG
digunakan pada saat kosmetik tidak menjadi pertimbangan utama atau jika ukuran
defek terlalu luas sehingga tidak dapat dilakukan FTSG. Penggunaan lainnya
untuk menutup ulkus kulit yang kronik yang tidak sembuh-sembuh serta menutup
menutup daerah luka akibat luka bakar yang bertujuan untuk mengurangi tubuh
kehilangan cairan. Kontraindikasi penggunaan STSG yaitu tidak digunakan jika
dari segi kosmetik sangat diperhatikan seperti daerah wajah atau leher.
1. Keuntungan dari STSG yaitu :
a. Kemungkinan take lebih besar
b. Dapat dipakai untuk menutup defek yang luas
c. Donor dapat diambil dari daerah tubuh mana saja
d. Daerah donor dapat sembuh sendiri/reepitelisasi
2. Kerugian dari STSG yaitu :
a. Mempunyai kecendrungan kontraksi lebih besar
b. Memiliki kecenderungan terjadi perubahan warna
c. Permukaan kulit mengkilat
d. Secara estetik kurang baik
3. Keuntungan dari penggunaan Thin STSG yaitu :
a. Vaskularisasi lebih mudah terjadi dan transplatasi lebih bertahan lama
b. Penyembuhan daerah donor lebih cepat terjadi dan bisa digunakan kembali
dalam waktu singkat, sekitar tujuh sampai sepuluh hari.
4. Kerugian dari penggunaan Thin STSG yaitu :
a. Kecendrungan untuk terjadi kontraksi lebih besar
b. Kurang menyamai tekstur kulit asli
5. Keuntungan Thick STSG yaitu :
a. Lebih sedikit terjadi kontraksi, lebih tahan terhadap trauma
b. Lebih menyamai seperti kulit normal
6. Kerugian dati Thick STSG yaitu :
a. Vaskularisasi lebih sedikit

41
b. Penyembuhan daerah donor lebih lambat, sekitar sepuluh sampai delapan
belas hari
Untuk mengambil STSG dari tempat donor dilakukan dengan menggunakan :
a. Pisau/Blade : semua pisau yang tajam, tipis dan rata
b. Pisau khusus : ketebalan graft yang diambil dapat diatur dan merata (Humby,
Braithwaite, Bodenham, Watson )
c. Dermatome : Dermatome tangan, dermatome listrik dan tekanan udara

C. FULL THICKNESS SKIN GRAFT (FTSG)

FTSG sering dijumpai sebagai tindakan defenitif untuk memperbaiki


kerusakan pada kulit wajah. Hal ini disebabkan karena kecendrungan kontraksi
lebih kecil, resistensi terhadap trauma lebih besar. Akan tetapi jumlah dan ukuran
donor sangat terbatas. Derah donor FTSG meliputi kepala dan leher,
retroaurikuler, supraklavikuler, dapat pula diambil dari daerah abdomen atau
paha.
Penggunaan FTSG diindikasikan pada defek dimana jaringan
disebelahnya tidak bebas, juga digunakan jika jaringan disebelahnya memiliki lesi
premaligna atau maligna dan menghalangi penggunaan flap. Lokasi yang sering
digunakan pada FTSG yaitu ujung hidung, dahi, kelopak mata, kantus medial,
konka dan jari.
Keuntungan dari penggunaan FTSG yaitu :
a. Kecendrungan untuk terjadinya kontraksi lebih kecil
b. Kecendrungan untuk terjadinya berubah warna lebih kecil
c. Kecendrungan permukaan kulit mengkilat lebih kecil
d. Secara estetik lebih baik dari STSG
Kerugian dari penggunaan FTSG yaitu :
a. Kemungkinan take lebih kecil dibanding dengan STSG
b. Hanya dapat menutup defek yang tidak terlalu luas
c. Donor harus dijahit atau ditutup oleh STSG bila luka donor agak luas
sehingga tidak dapat ditutup primer’

42
d. Donor terbatas pada tempat-tempat tertentu
Teknik mengerjakan FTSG yaitu pertama-tama dibuat patron dari defek
yang ada dari kasa kemudian dibuat desain pada daerah donor. Kemudian
dilakukan penyuntikan NaCl 0,9% atau lidokain dicampur adrenalin 1:200.000.
Kemudian dilakukan insisi sesuai desain sampai sedalam epidermis. Dilakukan
pemisahan dermis dengan subkutis, keadaan kulit dalam keadaan tegang. Setelah
kulit didapat dilakukan pembuangan jaringan lemak yang ikut terangkat.

E. TEKNIK DAN ALAT-ALAT SKIN GRAFT


1. Split Thickness Skin graft

a. Jika ada defek yang mau dikoreksi dengan STSG, ukuran lesi diukur
dengan tepat, bisa juga sutura (jahitan) dilakukan untuk mengecilkan size
defek supaya donor STSG juga diminimalisirkan.
b. Area donor yang bagus seperti anterior-lateral atau medial paha, pantat,
atau aspek medial dari tangan.Untuk defek yang lebih besar, STSG donor
haruslah permukaan yang rata.
c. Pemilihan daerah donor tergantung besarnya defek harus area yang bisa
tertutupi pakaian dan mudah untuk terapinya pasca donor
d. Langkah awal yaitu daerah donor dianestesi lokal dengan/ tanpa epinefrin
dan bisa dikembungkan untuk pengangkatan
e. Alat-alat yang digunakan untuk STSG adalah Freehand dermatom,
powered dermatom.razor blade, pisau bedah biasa (no.22) atau pisau
humby.
f. Powered dermatom dipakai untuk STSG dengan daerah yang lebih luas
karena ketebalan graft yang diambil harus sama.
g. Setelah pemilihan alat yang sesuai lokasi donor dibersihkan dengan NaCl
1) Dimulai dengan melukis “sterile tongue depressor” diarea donor
didepan surgeon, tepatnya didepan permukaan dipotong dermatom (alat
pemotong kulit) untuk menyediakan permukaan yang rata.
2) Kadang bisa dipakai oPSite agar memudahkan masalah jaringan graft

43
3) Kemudian surgeon mengarahkan dermatom dengan tahanan yang tetap
pada permukaan kulit dengan sudut 300- 45o .Gerakan dermatom harus
dalam arah “taking off”/ landing pesawat.
4) Graft kemudian diambil dengan hati-hati dan diletakkan dalam NaCl
yang steril.
h. Tahap selanjutnya graft bebas dimodifikasi surgeon. Graft diletakkan hati-
hati pada area yang terbuka untuk ditutup dengan well-padded dressing,
staples atau beberapa stitches kecil. Bila resipen luas, dapat dibantu
dengan membuat lubang-lubang pada graft seperti jala (mesh graft). Area
donor ditutup dengan dressing nonaderen steril selama 5-7 hari untuk
mencegah infeksi. Kulit yang di graft ditekan mengikuti ratio yang
butuhkan.
i. Bolster (bantalan) bisa diberi pada graft supaya meminimalkan daya tarik
dan menjaga kelembaban graft. Jika boster digunakan atau staples
keduanya bisa di aff setelah 7-10 hari. Pada keadan tertentu, transplantasi
dan harvest bisa ditunda 2-3 minggu supaya jaringan bisa bergranulasi
terutama untuk transplantasi pada jaringan yang avaskuler.

Skin graft biasanya sembuh dengan sedikit skar dan biasanya terlihat
seperti kulit normal disekitarnya.

44
Gambar 2.2. Split Thickness Skin graft
2. Full Thickness Skin Graft
a. Jika yang dipakai adalah teknik FTSG, pilih daerah yang bebas dari lesi
malignant dan pre malignant yang mempunyai warna, tekstur dan kualiti
sebasea yang mirip dengan area defek.
b. Lokasi yang sering jadi donor adalah kelopak mata, daerah nasolabial, pre
auricular, post auricular, concha, supra clavicula, axillaris, antecubital, dan
lipatan inguinal. Lokasi lain yang bisa digunakan adalah kulit yang
berlebih dibuang pada rencana rekonstruksi .
c. Seperti halnya STSG, diukur tepat sutura sutura “tali pusse” disekitar area
defek bisa meminimalkan ukuran graft yang bakal diambil untuk reparasi
defek. Kadang dipakai tempelete dilokasi defek seperti gauze telfa yang
ditransfer ke lokasi donor.
d. Eksisi daerah donor sesuai dengan pola yang telah digambar dengan
ketebalan tepat diatas jaringan lemak didaerah dermal subdermal junction.
e. Dilakukan pembuangan jaringan lemak yang ikut terangkat dengan
gunting.
f. Defek daerah donor ditutup dengan menggunakan undermining pada tepi
luka dan sedapatnya ditutup secara primer tanpa ketegangan.
g. Penutupan defek pada daerah resipen dilakukan setelah prosedur
hemostatis sempurna.
h. Untuk lebih menjamin kontak skin graft dengan resipen, ditambah jahitan
kasur diatas skin graft.
i. Untuk mencegah hematoma/seroma, dibuat sayatan kecil multiple pada
skin graft.

45
j. Graft yang ditempel dijahit, ditutup dengan kasa tebal dan dilakukan tie
over.
k. Setelah dibalut, dipasang perban elastic.

Gambar 2.3. Full Thickness Skin


D. ALAT- ALAT SKIN GRAFT

Alternating current (AC) – Weck Knives


Operated Padgett dermatome

Graft-meshing machine Davol dermatome

46
Gambar 2.4. Alat-alat Skin Graft

F. INDIKASI
Indikasi skin graft
1. Luka yang luas
2. Luka bakar
3. Operasi yang membutuhkan skin graft untuk penyembuhan
4. Area yang pernah terinfeksi dengan skin loss
5. Kosmetik dan pembedahan rekonstruksi
Skin-thickness skin graft digunakan untuk setiap luka yang tidak dapat
ditutup secara primer. Full-thickness skin graft digunakan jika banyak kulit yang
hilang seperti pada fracture terbuka pada tungkai bawah.

G. PENEMPELAN SKIN GRAFT

Teknik penempelan skin graft pada STSG dan FTSG adalah sama.
Sebelum penempelan graft pada daerah resipien haus dilakukan hemostasis
dengan baik sehingga dipermukaan resipien bersih, tidak ada pendarahan atau
bekuan darah. Kemudian dilakukan penjahitan interrupted disekeliling graft.
Jahitan dimulai dari graft ketepi luka resipien.
Diatas kulit ditutupi tulle, dilapisi kasa lembab NaCl 0,9% dan
selanjutnya kasa kering steril. Dibuat lubang kecil diatas skin graft untuk jalan
keluar darah yang ada. Kemudian dilakukan irigasi untuk membuang sisa bekuan
darah dibawah graft dengan spoit berisi NaCl 0,9%. Untuk membantu
keberhasilan tindakan, dilakukan balut tekan dengan menggunakan verbal elastic.
Pada daerah yang tidak memungkinkan dipasang verban elastic seperti muka atau

47
leher, maka untuk menjamin fiksasi perlu dilakukan tie over yaitu saat penjahitan
skin graft beberapa simpul disisakan panjang untuk fiksasi.
Masa pemulihan dari skin graft pada umumnya cepat. Yang perlu
diperhatikan yaitu daerah luka harus dilindungi dari trauma atau peregangan
selama 2-3 minggu. Tergantung pada penempatan dari skin graft, suatu penutup
luka mungkin perlu untuk 1-2 minggu. FTSG memerlukan periode kesembuhan
lebih panjang, dimana dalam banyak kasus memerlukan perawatan dirumah sakit
selama satu sampai dua minggu.

Gambar 2.5. Pengambilan kulit untuk Skin Graft

Gambar 2.6. Pengambilan kulit dengan dermatom

48
Gambar 2.7. Arm Graft

H. FASE PENYEMBUHAN SKIN GRAFT SECARA FISIOLOGIS

Terdapat dua tahap pemulihan skin graft yaitu :


1. Imbibisi plasmic (24-48 jam pertama setelah graft)
Dalam proses ini, jaringan donor akan mendapatkan nutrisi melalui
penyerapan plasma dari kulit dibawahnya melalui kapiler-kapiler, sehingga
STSG dikatakan memiliki kemungkinan berhasil yang lebih besar karena
cairan plasma yang diserap lebih efektif.
2. Fase penyembuhan/inokulasi (48-72 jam sampai 1 minggu setelah graft)
Kelenjar limfe akan terbentuk pada jaringan graft kira-kira 1 minggu,
dan reinervasi graft akan mulai pada minggu-minggu pertama. Proses
revaskularisasi skin graft sebagai berikut:
a. Hubungan anastomose langsung antara graft dengan pembuluh darah resipen
(autoinokulasi)
b. Pertumbuhan dari pembuluh darah resipie ke dalam saluran endothelial
graft.
c. Penetrasi pembuluh darah baru ke dalam dermis graft.

49
I. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI HASIL SKIN GRAFT
Yang beresiko mengalami komplikasi selama operasi skin graft diantaranya :
1. Usia lanjut ( > 60 tahun ) atau bayi baru lahir
2. Merokok
3. Penderita penyakit kronis
4. Menggunakan obat hipertensi, insulin, relaksan otot

Gambar 2.8. Skin Graft pada usia lanjut


Faktor – Faktor Penyebab Kegagalan Skin Graft
1. Hematoma
Hematoma dapat menghalangi proses revaskularisasi. Untuk mencegah
hematoma dapat dipakai metode mesh grafting dengan membuat insisi kecil
ultiple dengan jarak teratur untuk drainase darah atau eksudat dan juga untuk
memperluas kulit.
2. Faktor mekanik, berupa kegagalan imobilisasi sehingga skin graft bergeser
dan revaskularisasi tidak terjadi.
3. Infeksi
4. Tekhnik yang salah, diantaranya adalah :
a. Menempelkan skin graft pada daerah yang masih berepitel
b. Skin graft terbalik
c. Skin graft terlalu tebal

50
Jika skin graft dapat bertahan dalam waktu 72 jam tanpa ada infeksi
maka umumnya tidak akan ada reaksi penolakan dan umumnya skin graft dapat
berhasil.
Faktor-Faktor Keberhasilan Skin Graft
Suksesnya transplantasi dari suatu Skin Grafting berhubungan dengan
take dari graft tersebut. Take dari graft tergantung dari :
1. Vaskularisasi yang adekuat
Suatu skin graft memerlukan aliran darah yang adekuat dari daerah
resipien untuk dapat bertahan hidup. Skin Graft yang dilakukan pada daerah
resipien yang kaya akan pembuluh darah mempunyai kemungkinan untuk take
yang lebih besar. Aliran darah dari daerah resipien ke graft kemudian akan
melewati fase imbibisi plasmic, inoskulasi, hingga akhirnya terbentuk bridging
pembuluh darah yang baru ke graft. Untuk itu, hal-hal yang menghalangi aliran
darah ke graft seperti jaringan granulasi harus disingkirkan terlebih dahulu.
2. Kontak yang baik antara skin graft dengan daerah resipien
Agar proses pembentukan bridging pembuluh darah yang baru dari
daerah ke graft dapat berjalan dengan baik, maka diperlukan kontak yang baik
antara skin graft dengan daerah resipiennya. Untuk itu yang harus diperhatikan
adalah tekanan yang adekuat pada graft, ada tidaknya kumpulan cairan antara
graft dengan resipien, dan pergerakan antara graft dengan resipiennya.
 Tekanan yang adekuat

Tekanan yang adekuat dapat dicapai dengan melakukan fiksasi


yang baik yaitu dengan penjahitan interuptus dipinggir kemudian
dilanjutkan dengan beberapa jahitan kasur diatas skin graft untuk
menjamin kontak dan mencegah pergeseran. Penjahitan yang terlalu
longgar akan menyebabkan bergesernya graft sehingga tidak dapat
terbentuk bridging pembuluh darah yang baru. Sedangkan penjahitan yang
terlalu kuat akan menyebabkan tarikan yangkemudian akan merusak graft
itu sendiri.
 Mencegah timbunan cairan antara graft dengan resipien

51
Darah, serum dan bahan purulen akan memisahkan graft dari
resipiennya, menghalangi vaskularisasi sehingga akan menghalang take
dari skin graft tersebut dan menyebabkan kegagalan graft. Perdarahan
yang terjadi pada proses penempelan graft biasanya akan berhenti sendiri
dalam 5-10 menit, sehingga sebelum operasi dilanjutkan, harus dilakukan
evakuasi terhadap bekuan darah yang mungkin terjadi. Bila dicurigai akan
adanya seroma, hematoma atau pus di bawah kulit, sebaiknya dalam 24-48
jam dilakukan pengamatan skin graft. Seroma, hematoma atau bekuan
darah harus segera di evakuasi dengan melakukan insisi kecil pada graft
tepat di atas seroma, hematoma atau bekuan darah tersebut, selanjutnya
dilakukan pembalutan lagi. Perawatan dan penggantian pembalut
dilakukan tiap hari sampai seroma, hematoma dan bekuan darah tidak ada
lagi di bawah skin graft.
 Imobilisasi yang baik

Adanya pergerakan antara graft dengan daerah resipien akan


menghancurkan bridging kapiler yang baru sehingga mengalami
terbentuknya vaskularisasi graft. Untuk menjaga agar tidak terjadi
pergerakan antara graft dengan resipien dapat digunakan spalk untuk
daerah ekstrimitas, leher dan aksila, untuk melindungi skin graft dari
gerakan-gerakan tubuh yang dapat merusak skin graft serta mencegah
kontraksi yang terjadi karena posisi anatomis. Pada daerah wajah,
imobilisasi dapat dilakukan dengan balutan tie over.
3. Tidak adanya infeksi
Sukses tidaknya penutupan luka tergantung pada ada tidaknya infeksi
luka. Infeksi luka ditentukan oleh keseimbangan antara daya tahan luka dan
mikroorganismenya. Bila jumlah mikroorganismenya lebih dari 104 / gram
jaringan, maka resiko infeksi adalah sebesar 89%. Skin graft yang dilakukan
pada jaringan yang mengandung lebih dari 105/gr jaringan akan selalu gagal.
Streptococcus beta hemolyticus masih dianggap sebagai faktor infeksi yang
menyebabkan kegagalan skin graft. Demam yang tidak tinggi disertai adanya

52
bau atau kemerahahn pada pinggir skin graft antara hari ke-2 dan hari ke-4
pasca bedah apalagi bilai disertai rasa nyeri yang semakin bertambah akan
lebih menyokong adanya infeksi pada daerah operasi. Pada pasien dibetes atau
mereka yang mendapat terapi imunosupresan lebih mudah mendapatkan
infeksi. Pencegahan infeksi dilakukan dengan kompres NaCl 0.9% dan
memberikan antbiotik yang sesuai dengan mikroorganisme yang dapat
merusak graft.

Gambar 2.9. Tidak ada infeksi

53
J. PERAWATAN SKIN GRAFT PADA DONOR DAN RESIPEN
a. Daerah resipen
Bila diyakini tindakan hemostatis daerah resipen telah dilakukan
dengan baik dan fiksasi skin graft telah dilakukan dengan baik, balutan dibuka
hari ke-5 untuk mengevaluasi hasil dari skin graft dan benang fiksasi/jahitan
dicabut.
Skin graft take yang dimaksud adalah terjadi revaskularisasi dimana
skin graft memperoleh cukup vaskularisasi untuk hidup seperti parasit ditempat
baru. Apabila baik dilakukan perawatan tiap 2-3 hari. Disarankan pada
penderita tindakan skin graft diekstremitas tetap memakai pembalut elastic
sampai pematangan graft kurang 3-6 bulan.
Bila diduga akan adanya hematoma atau bekuan darah dibawah kulit
sebaiknya dalam 24-48 jam dilakukan pengamatan skin graft. Karena bila
terjadi seroma, hematoma atau bekuan darah dibawah skin graft akan
mengurangi kontak skin dengan resipen sehingga akan menghalangi take dari
skin grat tersebut. Pada pengamatan ini dilakukan pembukaan balutan dengan
hati-hati jangan sampai merusak skin graft (terangkat atau tergeser). Seroma,
hematoma atau bekuan darah harus segera dievakuasi dengan melakukan insisi

54
kecil pada skin graft tepat diatas seroma/hematoma/bekuan darah tersebut
selanjutnya dilakukan pembalutan lagi. Perawatan dan pergantian balutan
dilakukan tiap hari sampai seroma/hematoma bekuan darah tidak ada lagi
dibawah skin graft. Bila evakuasi seroma/hematoma/bekuan darah dilakukan
dalam 24 jam pertama, graft masih dapat terjamin take 100%. Infeksi pada skin
graft tidak akan menimbulkan kenaikan suhu badan dalam 24 jam pertama
pasca bedah. Demam yang tidak tinggi disertai adanya bau atau kemerahan
pada pinggir skin graft antara hari ke-2 dan ke-4 pasca bedah.
b. Daerah donor
Pada donor split thickness skin graft balutan luka dibuka setelah
proses epitelisasi. Pada daerah donor terjadi penyembuhan atau epitelialisasi.
Pada daerah donor terjadi penyembuhan atau epitelialisasi untuk thin split
thickness skin graft 7- 9 hari, intermediate split thickness skin graft 10 – 14
hari sedangkan thick split thickness skin graft memerlukan 14 atau lebih.
Perawatan split thickness skin graft secara umum diambil rata-rata 14 hari.
Balutan dibiarkan sekitar 14 hari kecuali bila balutan kotor diganti bagian
luarnya saja. Balutan pada donor biasanya melekat erat dengan kulit. Saat
melepas balut/tulle harus hati-hati dan jangan dipaksa. Bila balutan masih
melekat erat tidak diangkat. Hal yang terbaik balutan dapat terpisah/terlepas
spontan. Bagian yang masih melekat dibiarkan sampai dapat terlepas sendiri
karena telah terjadi epitelisasi bila pelepasan balut/tulle dipaksa akan berdarah
disertai rasa nyeri, ini merusak proses epitelisasi dan penyembuhan akan
bertambah lama.

55
Gambar 2.10. Daerah donor
Luka donor full thickness skin graft diperlakukan seperti luka jahitan
biasa yaitu hari ke-3 kontrol luka dan hari ke-7 jahitan dapat diangkat atau bila
diyakini hasil tindakan tidak akan timbul masalah control dapat langsung hari
ke-7. Pada donor full thickness skin graft yang tidak dapat ditutup primer,
dilakukan penutupan dengan split thickness skin graft, perawatannya seperti
perawatan luka split thickness graft.
K. KOMPLIKASI

Komplikasi dari penggunaan skin graft yaitu :


a. Perdarahan
b. Infeksi
c. Hematoma atau seroma
d. Kontraktur
Penyembuhan yang tidak sesuai dengan tekstur, warna atau topografi

56
DAFTAR PUSTAKA

1. David G. Burn Resuscitation. Journal of Burn Care & Research. 2007: 4.


2. Shehan H, Peter D. Pathophysiology and Types of Burns. BMJ.
2004;328:1427–9.
3. Moenadjat Y. Luka bakar. Edisi 2: Jakarta. Balai Penerbit FKUI. 2003.
4. Sjamsuhidajat R, Buku ajar ilmu bedah Sjamsuhidajat-de Jong / editor, R.
Sjamsuhidajat et al. Edisi 3. Jakarta. EGC, 2010. Hal. 103-15.
5. Georgiade GS, Pederson WC, Luka bakar. Dalam: Sabiston DC, Jonatan O,
editors. Buku ajar bedah. Jakarta. EGC, 1995. Hal 151-63.
6. M Sjaifudin Noer, Penanganan Luka Bakar, Airlanga University Press, 2006.
7. Reksoprodjo S et al, editors. Kumpuluan kuliah ilmu bedah. Jakarta. Bagian
Bedah Staff Pengajar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2000. Hal.
435-42.
8. Schwartz, Seymour I, Intisari prinsi-prinsip ilmu bedah / Seymour I.
Schwartz ; editor, G. Tom Shires, Frank C. Spenser, Wendy CH ; alih bahasa,
Laniyati et al ; editor bahasa Indonesia, Linda C. Jakarta. EGC, 200.
9. Naradzay JFX, Alson R. Thermal burns. Dalam: Slapper D, Talavera F,
Hirshon JM, Halamka J, Adler J, editors. Diunduh dari:
http://www.emedicinehealth.com. 30Januari 2014.
10. Split & Full Thickness Skin Grafting. Diunduh dari
http://www.burnsurvivorsttw.org/burns/grafts.html. 30 Januari 2014.
11. Djuanda A, Hamzah M, Aisah S, editor. Ilmu penyakit kulit dan kelamin.
Edisi 6. Jakarta. Badan Penerbit FKUI. 2011. Hal. 3-4.

57

Anda mungkin juga menyukai