Disusun Oleh:
Syavira Andina Anjar
N 111 16 094
Pembimbing Klinik:
dr. FARIDNAN, Sp.An
Sebagian besar tubuh manusia terdiri atas cairan yang jumlahnya berbeda-
beda tergantung usia dan jenis kelamin serta banyaknya lemak di dalam tubuh.
Dengan makan dan minum tubuh mendapatkan air, elektrolit serta nutrien-nutrien
yang lain. Dalam waktu 24 jam jumlah air dan elektrolit yang masuk setara
dengan jumlah yang keluar. Pengeluaran cairan dan elektrolit dari tubuh dapat
berupa urin, tinja, keringan dan uap air pada saat bernapas.
Dalam keadaan normal, jumlah cairan dan elektrolit selalu seimbang,
artinya intake (asupan) air dan elektrolit akan dikeluarkan dalam jumlah yang
sama. Asupan air dan elektrolit berasal dari minuman dan makanan yang
dikonsumsi sehari-hari serta dari hasil oksidasi dalam tubuh. Air dikeluarkan dari
tubuh dalam bentuk urin, tinja, dan insensible water loss atau pengeluaran yang
tidak dirasa, seperti keringat dan pernapasan. Gangguan
keseimbangan/homeostasis air dan elektrolit harus segera diterapi untuk
mengembalikan keseimbangan air dan elektrolit tersebut, dalam hal ini dilakukan
terapi cairan.
Terapi cairan dibutuhkan bila tubuh tidak dapat memasukkan air, elektrolit
serta zat-zat makanan ke dalam tubuh secara oral misalnya pada saat pasien harus
berpuasa lama, karena pembedahan saluran cerna, perdarahan banyak, syok
hipovolemik, anoreksia berat, mual muntah dan lain-lain. Dengan terapi cairan
kebutuhan akan air da elektrolit akan terpenuhi. Selain itu terapi cairan juga dapat
digunakan untuk memasukkan obat dan zat makanan secara rutin atau juga
digunakan untuk menjaga keseimbangan asam basa.
Terapi cairan meliputi penggantian kehilangan cairan, memenuhi
kebutuhan air, elektrolit, dan nutrisi untuk membantu tubuh mendapatkan kembali
keseimbangan normal dan pulihnya perfusi jaringan serta oksigenasi sel, untuk
mencegah terjadinya iskemia jaringan maupun kegagalan fungsi organ. Dalam
pemberian cairan pada pasien perioperatif, harus memperhitungkan kebutuhan
1
cairan basal, penyakit yang menyertai, medikasi, teknik dan obat anestetik serta
kehilangan cairan akibat pembedahan.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Terapi cairan
A. Definisi terapi cairan
Terapi cairan ialah tindakan untuk memelihara ataupun mengganti
cairan tubuh dengan pemberian cairan infus kristaloid (elektrolit) atau koloid
(plasma ekspander) secara intravena untuk mengatasi berbagai masalah
gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit, meliputi mengantikan volume
cairan yang hilang akibat perdarahan, dehidrasi atau syok.
Terapi cairan perioperative meliputi tindakan terapi yang dilakukan
pada masa pra-bedah, selama pembedahan, dan pasca bedah. Dalam
pembedahan dengan anestesia yang memerlukan puasa sebelum dan sesudah
pembedahan, maka terapi cairan berfungsi untuk mengganti cairan saat puasa
sebelum dan sesudah pembedahan, mengganti kebutuhan rutin saat
pembedahan, mengganti perdarahan yang terjadi, dan mengganti cairan yang
pindah ke rongga ketiga.
B. Cairan tubuh
Sebagian besar tubuh manusia terdiri dari cairan, pada bayi prematur
jumlahnya sebesar 80% dari berat badan, bayi normal sebesar 70-75% dari
berat badan, sebelum pubertas 65-70% dari berat badan, orang dewasa normal
sekitar 50-60% dari berat badan. Kandungan air di dalam sel lemak lebih
rendah dari pada kandungan air di dalam sel otot, sehingga cairan total pada
orang gemuk lebih rendah dari pada mereka yang tidak gemuk.
Total body Water (TBW) dibagi dalam 2 komponen utama yaitu cairan
intraseluler (CIS) dan cairan ekstra seluler (CES) seperti terlihat pada gambar
3
Cairan intra seluler merupakan 40% dari TBW. Pada seorang laki- laki
dewasa dengan berat 70 kg berjumlah sekitar 27 liter. Sekitar 2 liter berada
dalam sel darah merah yang berada di dalam intravaskuler. Komposisi CIS
dan kandungan airnya bervariasi menurut fungsi jaringan yang ada. Misalnya,
jaringan lemak memiliki jumlah air yang lebih sedikit dibanding jaringan
tubuh lainnya.
Komposisi dari CIS bervariasi menurut fungsi suatu sel. Namun
terdapat perbedaan umum antara CIS dan cairan interstitial. CIS mempunyai
kadar Na+, Cl- dan HCO3- yang lebih rendah dibanding CES dan
mengandung lebih banyak ion K+ dan fosfat serta protein yang merupakan
komponen utama intra seluler.
Komposisi CIS ini dipertahankan oleh membran plasma sel dalam
keadaan stabil namun tetap ada pertukaran. Transpor membran terjadi melalui
mekanisme pasif seperti osmosis dan difusi, yang mana tidak membutuhkan
energi sebagaimana transport aktif.
Sekitar sepertiga dari TBW merupakan cairan ekstraseluler (CES),
yaitu seluruh cairan di luar sel. Dua kompartemen terbesar dari mairan
ekstrasluler adalah cairan interstisiel, yang merupakan tiga perempat cairan
ekstraseluler, dan plasma, yaitu seperempat cairan ekstraseluler. Plasma
adalah bagian darah nonselular dan terus menerus berhubungan dengan cairan
interstisiel melalui celah-celah membran kapiler. Celah ini bersifat sangat
4
permeabel terhadap hampir semua zat terlarut dalam cairan ekstraseluler,
kecuali protein. Karenanya, cairan ekstraseluler terus bercampur, sehingga
plasma dan interstisiel mempunyai komposisi yang sama kecuali untuk
protein, yang konsentrasinya lebih tinggi pada plasma.
Cairan transeluler merupakan cairan yang disekresikan dalam tubuh
terpisah dari plasma oleh lapisan epithelial serta peranannya tidak terlalu
berarti dalam keseimbangan cairan tubuh, akan tetapi pada beberapa keadaan
dimana terjadi pengeluaran jumlah cairan transeluler secara berlebihan maka
akan tetap mempengaruhi keseimbangan cairan dan elektrolit tubuh. Cairan
yang termasuk cairan transseluler yaitu :Cairan serebrospinal, cairan dalam
kelenjar limfe, cairan intra okular, cairan gastrointestinal dan empedu, cairan
pleura, peritoneal, dan perikardial.
Komponen cairan ekstraseluler terbagi menjadi seperti pada tabel
berikut: Komponen CES pada seorang laki-laki dewasa ( BB 70 Kg)
Cairan Berat Volume (%)
Badan (%)
Cairan 15 10,5
interstitial 5 3,5
Plasma 1 0,7
Cairan 21 14,7
transeluler
Total CES
5
Substansia Plasma Cairan interstitial Cairan
intraseluler
Kation 1
Na+ 153 145 0
K+ 4,3 4,1 159
Ca2+ 2,7 2,4 <1
Mg2+ 1,1 1 40
Total 161,1 152,5 209
Anion
Cl- 112 117 3
HCO3- 25,8 27,1 7
Protein 15,1 <0,1 45
Lainnya 8,2 8,4 154
Total 161,1 152,5 209
6
Kehilangan cairan karena sebab lain seperti terlalu lama
terkena sinar matahari tanpa minum, hiperventilasi, demam,
luka bakar, gastroenteritis akut)
b) Kehilangan cairan karena kelebihan elektrolit (solute loading
hypertonicity). Kehilangan cairan karena ekstresi urin yang
mengandung banyak elektrolit.
c) Kehilangan cairan karena hiperosmolaritas. Hal ini terjadi jika
cairan ekstraselular karena suatu sebab menjadi hiperosmoler,
misalnya karena hiperosmoler hiperglikemia.
E. Dehidrasi
7
paling sering terjadi (80%), sedangkan dehidrasi hipernatremik atau
hiponatremik sekitar 5-10% dari kasus.
• Fase I: 20 mL/kgBB RL atau NaCl 0,9%; fase II: Koreksi defi sit natrium
(untuk dewasa)
Ditinjau dari segi banyaknya defisit cairan dan elektrolit yang hilang,
maka dehidrasi dapat dibagi atas :
8
1. Dehidrasi ringan (defisit 4%BB)
2. Dehidrasi sedang (defisit 6%BB)
3. Dehidrasi berat (defisit 8%BB)
4. Syok ( defisit dari 12% dari BB)
Mata cekung
Ubun-ubun cekung
Vena-vena kolaps
Oliguri
Syok ( renjatan)
Dehidrasi hipotonik ( hiponatremik )
Pada anak yang diare yang banyak minum air atau cairan hipotonik
atau diberi infus glukosa 5%
9
Osmolaritas serum meningkat > 295 mOsm/L
Haus, irritable
10
Rumatan Cairan menurut rumus Hollyday-Segar
1. Kelebihan Volume
Kelebihan volume cairan ekstraselular merupakan suatu kondisi akibat
iatrogenic (pemberian cairan intravena seperti NaCl yang menyebabkan
kelebihan air dan NaCl ataupun pemberian cairan intravena glukosa yang
11
menyebabkan kelebihan air) ataupun dapat sekunder akibat insufisiensi renal
(gangguan GFR), sirosis, ataupun gagal jantung kongestif.
2. Perubahan Konsentrasi
Perubahan konsentrasi cairan tubuh dapat berupa hipernatremia atau
hiponatremia maupun hiperkalemia atau hipokalemia.
Rumus untuk menghitung defisit elektrolit :
Defisit natrium (mEq total) = (Na serum yang diinginkan – Na
serum sekarang) x 0,6 x BB (kg)
Defisit Kalium (mEq total) = (K serum yang diinginkan [mEq/liter]
– K serum yang diukur) x 0,25 x BB (kg)
Defisit Klorida (mEq total) = (Cl serum yang diinginkan
[mEq/liter] – Cl serum yang diukur) x 0,45 x BB (kg)
3. Perubahan komposisi
Perubahan komposisi itu dapat terjadi tersendiri tanpa mempengaruhi
osmolaritas cairan ekstraseluler. Sebagai contoh misalnya kenaikan
konsentrasi K dalam darah dari 4 mEq menjadi 8 mEq, tidak akan
mempengaruhi osmolaritas cairan ekstraseluler tetapi sudah cukup
mengganggu otot jantung. Demikian pula halnya dengan gangguan ion
kalsium, dimana pada keadaan hipokalsemia kadar Ca kurang dari 8 mEq,
sudah akan timbul kelainan klinik tetapi belum banyak menimbulkan
perubahan osmolaritas.
12
G. Gangguan keseimbangan cairan pada pembedahan
H. Terapi Cairan
Terapi cairan berfungsi untuk tujuan:
1. Mengganti kekurangan air dan elektrolit.
2. Untuk mengatasi syok.
3. Untuk mengatasi kelainan yang ditimbulkan karena terapi yang
diberikan. Terapi cairan preoperatif meliputi tindakan terapi
yang dilakukan pada masa pra-bedah, selama pembedahan dan
pasca bedah. Pada penderita yang menjalani operasi, baik
karena penyakitnya itu sendiri atau karena adanya trauma
pembedahan, terjadi perubahan-perubahan fisiologi.
Penatalaksanaan terapi cairan meliputi dua bagian dasar yaitu ;
Resusitasi cairan
13
Ditujukan untuk menggantikan kehilangan akut cairan tubuh,
sehingga seringkali dapat menyebabkan syok. Terapi ini ditujukan
pula untuk ekspansicepat dari cairan intravaskuler dan
memperbaiki perfusi jaringan.
Terapi rumatan
Bertujuan untuk memelihara keseimbangan cairan tub uh dan
nutrisi yang diperlukan oleh tubuh
Hal ini digambarkan dalam diagram berikut :
14
Untuk mengganti cairan tubuh yang hilang dapat dilakukan
penghitungan untuk menghitung berapa besarnya cairan yang hilang
tersebut :
Refraktometer
Defisit cairan : BD plasma – 1,025 x BB x 4 ml
Ket. BD plasma = 0,001
Dari serum Na+
Air yang hilang : 0,6 Berat Badan x BB (Plasma Natrium – 1 )
Ket. Plasma Na = 140
Dari Hct
Defisit plasma (ml) = vol.darah normal – (vol.darah normal x nilai Hct awal )
Hct terukur
Sementara kehilangan darah dapat diperkirakan besarnya melalui
beberapa kriteria klinis seperti pada tabel di bawah ini ;
Klas I Klas II Klas III Klas IV
Kehilangan Sampai 750 750-1500 1500-2000 >2000
darah ( ml)
Kehilangan Sampai 15% 15-30% 30-40% >40%
darah ( %EBV)
Denyut nadi <100 >100 >120 >140
Tek. Darah Normal Normal Menurun Menurun
(mmHg)
Tek. Nadi Normal atau Menurun Menurun Menurun
(mmHg) meningkat
Frek. Napas 14-20 20-3- 30-35 >35
Produksi urin >30 20-30 5-15 Tidak ada
(ml/jam)
SSP / status Gelisah Gelisah sedang Gelisah dan Bingung dan
ringan
mental bingung letargi
Cairan Kristaloid Kristaloid Kristaloid dan Kristaloid
pengganti darah dan darah
( rumus 3 :1)
Pemilihan Cairan
Cairan intravena diklasifikasikan menjadi kristaloid dan koloid.
Kristaloid merupakan larutan dimana molekul organik kecil dan inorganik
15
dilarutkan dalam air. Larutan ini ada yang bersifat isotonik, hipotonik,
maupun hipertonik. Cairan kristaloid memiliki keuntungan antara lain :
aman, nontoksik, bebas reaksi, dan murah. Adapun kerugian dari cairan
kristaloid yang hipotonik dan isotonik adalah kemampuannya terbatas
untuk tetap berada dalam ruang intravaskular.
Penggolongan jenis cairan berdasarkan sifat osmolaritasnya :
a) Cairan hipotonik
Cairan hipotonik osmolaritasnya lebih rendah dibandingkan serum
(konsentrasi ion Na+ lebih rendah dibandingkan serum), sehingga larut
dalam serum, dan menurunkan osmolaritas serum. Maka cairan “ditarik”
dari dalam pembuluh darah keluar ke jaringan sekitarnya (prinsip cairan
berpindah dari osmolaritas rendah ke osmolaritas tinggi), sampai akhirnya
mengisi sel-sel yang dituju. Digunakan pada keadaan sel “mengalami”
dehidrasi, misalnya pada pasien cuci darah (dialisis) dalam terapi diuretik,
juga pada pasien hiperglikemia (kadar gula darah tinggi) dengan
ketoasidosis diabetik. Komplikasi yang membahayakan adalah
perpindahan tiba-tiba cairan dari dalam pembuluh darah ke sel,
menyebabkan kolaps kardiovaskular dan peningkatan tekanan intrakranial
(dalam otak) pada beberapa orang. Contohnya adalah NaCl 45% dan
Dekstrosa 2,5%.
b) Cairan Isotonik
Cairan Isotonik osmolaritas (tingkat kepekatan) cairannya
mendekati serum (bagian cair dari komponen darah), sehingga terus
berada di dalam pembuluh darah. Bermanfaat pada pasien yang
mengalami hipovolemi (kekurangan cairan tubuh, sehingga tekanan darah
terus menurun). Memiliki risiko terjadinya overload (kelebihan cairan),
khususnya pada penyakit gagal jantung kongestif dan hipertensi.
Contohnya adalah cairan Ringer-Laktat (RL), dan normal saline/larutan
garam fisiologis (NaCl 0,9%).
c) Cairan hipertonik
16
Cairan hipertonik osmolaritasnya lebih tinggi dibandingkan serum,
sehingga “menarik” cairan dan elektrolit dari jaringan dan sel ke dalam
pembuluh darah. Mampu menstabilkan tekanan darah, meningkatkan
produksi urin, dan mengurangi edema (bengkak). Penggunaannya
kontradiktif dengan cairan hipotonik. Misalnya Dextrose 5%, NaCl 45%
hipertonik, Dextrose 5% + Ringer-Lactate, Dextrose 5% + NaCl 0,9%,
produk darah (darah), dan albumin.
Penggolongan jenis cairan berdasarkan kelompoknya :
a) Cairan Kristaloid
Cairan ini mempunyai komposisi mirip cairan ekstraseluler. Cairan
kristaloid bila diberikan dalam jumlah cukup (3-4 kali cairan koloid)
ternyata sama efektifnya seperti pemberian cairan koloid untuk mengatasi
defisit volume intravaskuler. Waktu paruh cairan kristaloid di ruang
intravaskuler sekitar 20-30 menit.
Larutan Ringer Laktat merupakan cairan kristaloid yang paling
banyak digunakan untuk resusitasi cairan walau agak hipotonis dengan
susunan yang hampir menyerupai cairan intravaskuler. Laktat yang
terkandung dalam cairan tersebut akan mengalami metabolisme di hati
menjadi bikarbonat. Cairan kristaloid lainnya yang sering digunakan
adalah NaCl 0,9%, tetapi bila diberikan berlebih dapat mengakibatkan
asidosis hiperkloremik (delutional hyperchloremic acidosis) dan
menurunnya kadar bikarbonat plasma akibat peningkatan klorida.
Karena perbedaan sifat antara koloid dan kristaloid dimana
kristaloid akan lebih banyak menyebar ke ruang interstitiel dibandingkan
dengan koloid maka kristaloid sebaiknya dipilih untuk resusitasi defisit
cairan di ruang interstitiel.
Pada suatu penelitian mengemukakan bahwa walaupun dalam
jumlah sedikit larutan kristaloid akan masuk ruang interstitial sehingga
timbul edema perifer dan paru serta berakibat terganggunya oksigenasi
jaringan dan edema jaringan luka, apabila seseorang mendapat infus 1 liter
17
NaCl 0,9. Selain itu, pemberian cairan kristaloid berlebihan juga dapat
menyebabkan edema otak dan meningkatnya tekanan intra kranial.
b) Cairan Koloid
Disebut juga sebagai cairan pengganti plasma atau biasa disebut
“plasma substitute” atau “plasma expander”. Di dalam cairan koloid
terdapat zat/bahan yang mempunyai berat molekul tinggi dengan aktivitas
osmotik yang menyebabkan cairan ini cenderung bertahan agak lama
(waktu paruh 3-6 jam) dalam ruang intravaskuler.
Oleh karena itu koloid sering digunakan untuk resusitasi cairan
secara cepat terutama pada syok hipovolemik/hermorhagik atau pada
penderita dengan hipoalbuminemia berat dan kehilangan protein yang
banyak (misal luka bakar). Berdasarkan pembuatannya, terdapat 2 jenis
larutan koloid:
Koloid alami
Dibuat dengan cara memanaskan plasma atau plasenta 60°C
selama 10 jam untuk membunuh virus hepatitis dan virus lainnya. Fraksi
protein plasma selain mengandung albumin (83%) juga mengandung alfa
globulin dan beta globulin.
Koloid sintetis
1. Dextran
Dextran 40 dengan berat molekul 40.000 dan Dextran 70 dengan
berat molekul 60.000-70.000 diproduksi oleh bakteri Leuconostoc
mesenteroides B yang tumbuh dalam media sukrosa. Walaupun Dextran
70 merupakan volume expander yang lebih baik dibandingkan dengan
Dextran 40, tetapi Dextran 40 mampu memperbaiki aliran darah lewat
sirkulasi mikro karena dapat menurunkan kekentalan (viskositas) darah.
Selain itu Dextran mempunyai efek anti trombotik yang dapat
mengurangi platelet adhesiveness, menekan aktivitas faktor VIII,
meningkatkan fibrinolisis dan melancarkan aliran darah. Pemberian
Dextran melebihi 20 ml/kgBB/hari dapat mengganggu cross match, waktu
perdarahan memanjang (Dextran 40) dan gagal ginjal. Dextran dapat
18
menimbulkan reaksi anafilaktik yang dapat dicegah yaitu dengan
memberikan Dextran 1 (Promit) terlebih dahulu.
2. Hydroxylethyl Starch (Heta starch)
Tersedia dalam larutan 6% dengan berat molekul 10.000 –
1.000.000, rata-rata 71.000, osmolaritas 310 mOsm/L dan tekanan onkotik
30 mmHg. Pemberian 500 ml larutan ini pada orang normal akan
dikeluarkan 46% lewat urin dalam waktu 2 hari dan sisanya 64% dalam
waktu 8 hari. Low molecullar weight Hydroxylethyl starch (Penta-Starch)
mirip Heta starch, mampu mengembangkan volume plasma hingga 1,5
kali volume yang diberikan dan berlangsung selama 12 jam. Karena
potensinya sebagai plasma volume expander yang besar dengan toksisitas
yang rendah dan tidak mengganggu koagulasi maka Penta starch dipilih
sebagai koloid untuk resusitasi cairan pada penderita gawat.
3. Gelatin
Larutan koloid 3,5-4% dalam balanced electrolyte dengan berat
molekul rata-rata 35.000 dibuat dari hidrolisa kolagen binatang.
Keunggulan
1. Lebih mudah tersedia 1. Ekspansi volume
dan murah plasma tanpa ekspansi
2. Komposisi serupa interstitial
dengan plasma (Ringer 2. Ekspansi volume lebih
asetat/ringer laktat) besar
3. Bisa disimpan di suhu 3. Durasi lebih lama
kamar 4. Oksigenasi jaringan
4. Bebas dari reaksi lebih baik
anafilaktik 5. Insiden edema paru
5. Komplikasi minimal dan/atau edema sistemik
lebih rendah
Kekurangan
1. Edema bisa mengurangi 1. Anafilaksis
19
ekspansibilitas dinding
dada 2. Koagulopati
2. Oksigenasi jaringan 3. Albumin bisa
terganggu karena memperberat depresi
bertambahnya jarak miokard pada pasien syok
kapiler dan sel
3. Memerlukan volume 4
kali lebih banyak
Berikut ini tabel beberapa jenis cairan kristaloid dan kandungan masing-
masing :
Nama Na+ K+ Mg+ Cl- Laktat Dekstrose Kalori
produk (gr/L) (Kcal/L)
Ringer 130 4 - 109 28 - -
laktat
NaCl 154 - - 154 - - -
0,9%
Dextrose - - - - - 27 108
5%
Berikut ini tabel yang menunjukkan pilihan cairan pengganti untuk suatu
kehilangan cairan yaitu :
Kehilangan Kandungan rata- rata Cairan pengganti yang sesuai
(mmol/ L)
Na+ K+
Darah 140 4 Ringer asetat / RL / NaCl 0,9% /
koloid / produk darah
Plasma 140 4 Ringer asetat / RL / NaCl 0,9% /
koloid
Rongga ketiga 140 4 Ringer asetat / RL / NaCl 0,9%
Nasogastrik 60 10 NaCl 0,45% + KCl 20 mEq/L
Sal. Cerna atas 110 5-10 NaCl 0,9% ( periksa K+ dengan teratur
)
Diare 120 25 NaCl 0,9% + KCl 20 mEq/L
20
memperbaiki perfusi jaringan. Misalnya pada keadaan syok dan luka
bakar. Terapi cairan resusitasi dapat dilakukan dengan pemberian
infus Normal Saline (NS), Ringer Asetat (RA), atau Ringer laktat
(RL) sebanyak 20 ml/kg selama 30-60 menit. Pada syok hemoragik
bisa diberikan 2-3 L dalam 10 menit.
Terapi rumatan
Terapi rumatan bertujuan memelihara keseimbangan cairan tubuh
dan nutrisi. Orang dewasa rata-rata membutuhkan cairan 30-35
ml/kgBB/hari dan elektrolit utama Na+ = 1-2 mmol/kgBB/hari dan
K+ = 1 mmol/kgBB/hari. Kebutuhan tersebut merupakan pengganti
cairan yang hilang akibat pembentukan urine, sekresi gastrointestinal,
keringat (lewat kulit) dan pengeluaran lewat paru atau dikenal dengan
insensible water losses. Digunakan rumus Holiday Segar 4:2:1, yaitu:
Rumus Holiday Segar
Terapi rumatan dapat diberikan infus cairan elektrolit dengan
kandungan karbohidrat atau infus yang hanya mengandung karbohidrat
saja. Larutan elektrolit yang juga mengandung karbohidrat adalah larutan
KA-EN, dextran + saline, DGAA, Ringer's dextrose, dll. Sedangkan
larutan rumatan yang mengandung hanya karbohidrat adalah dextrose 5%.
Tetapi cairan tanpa elektrolit cepat keluar dari sirkulasi dan mengisi ruang
antar sel sehingga dextrose tidak berperan dalam hipovolemik.
Pada pembedahan akan menyebabkan cairan pindah ke ruang
ketiga, ke ruang peritoneum, ke luar tubuh. Untuk menggantinya
tergantung besar kecilnya pembedahan, yaitu :
6-8 ml/kg untuk bedah besar.
4-6 ml/kg untuk bedah sedang.
2-4 ml/kg untuk bedah kecil.
21
12 jam), kehilangan cairan abnormal yang seringkali menyertai penyakit
bedahnya (perdarahan, muntah, diare, diuresis berlebihan, translokasi
cairan pada penderita dengan trauma), kemungkinan meningkatnya
insensible water loss akibat hiperventilasi, demam dan berkeringat banyak.
Sebaiknya kehilangan cairan pra bedah ini harus segera diganti dengan
rumus cairan rumatan sebelum dilakukan pembedahan.
22
kebutuhan kalori dan dapat menekan pemecahan protein sampai
50% kadar albumin harus dipertahankan melebihi 3,5 gr%.
Penggantian cairan pasca bedah cukup dengan cairan hipotonis dan
bila perlu larutan garamisotonis. Terapi cairan ini berlangsung
sampai penderita dapat minum dan makan.
b) Mengganti kehilangan cairan pada masa pasca bedah:
Akibat demam, kebutuhan cairan meningkat sekitar 12%
setiap kenaikan 1°C suhu tubuh.
Adanya pengeluaran cairan lambung melalui sonde lambung
atau muntah.
Penderita dengan hiperventilasi atau pernapasan melalui
trakeostomi dan humidifikasi.
c) Melanjutkan penggantian defisit cairan pembedahan dan selama
pembedahan yang belum selesai. Bila kadar hemoglobin kurang
dari 10 gr%, sebaiknya diberikan transfusi darah untuk
memperbaiki daya angkut oksigen.
Koreksi terhadap gangguan keseimbangan yang disebabkan
terapi cairan tersebut. Monitoring organ-organ vital dilanjutkan
secara seksama meliputi tekanan darah, frekuensi nadi, diuresis,
tingkat kesadaran, diameter pupil, jalan nafas, frekuensi nafas,
suhu tubuh dan warna kulit.
Prognosis terapi cairan
Pada umumnya baik, terutama jika pendapat penanganan cepat dan
adekuat. Kematian terjadi jika mempunyai penyakit dasar yang berat dan
penanganan yang tidak adekuat.
23
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Riwayat AMPLE
o A (Alergy) : Tidak didapatkan Alergi terhadap obat, asma (-)
o M (Medication) : tidak sedang menggunakan pengobatan tertentu
24
o P (Past History of Medication) : Riwayat DM (-), HT (-), icterus (-),
riwayat penggunaan obat-obat (-).
o L (Last Meal) : Pasien terakhir makan pukul 04:00 pagi sebelum
operasi, mual (-), muntah (+)
o E (Elicit History) : Nyeri kepala yang semakin memberat SMRS
25
2.5 DIAGNOSIS (Assesment) (A)
Ps. ASA III
Epidural Hematome temporal dextra
Epidural Hematoma sinistra
Fraktur frontal
Fraktur temporal
26
Tape → plester untuk fiksasi
Introducer → untuk memandu agar pipa ETT mudah dimasukkan
Connector → penyambung antara pipa dan ventilator
Suction → memastikan tidak ada kerusakan pada alat suction
o Peralatan monitor : tekanan darah, nadi, oksimetri berdenyut, dan
EKG.
o Peralatan resusitasi dan obat-obatan emergensi : sulfas atrofin,
lidokain, adrenalin, dan efedrin.
Laporan Anestesi Durante Operatif
Jenis anestesi : General anestesi dengan teknik intubasi
ETT No. 6,5
Lama anestesi : 00.00 – (-)
Lama operasi : 00.10 – 02.25 (2 jam 15 menit)
Anestesiologi : dr. Sofyan Bulango, Sp.An
Ahli Bedah : dr. Franklin Sinanu, Sp.BS
Posisi : Supinasi
Infus : 1 line di tangan kiri dan 1 line di kaki
kanan
Jumlah medikasi
- Fentanyl 100 mg
- Propofol 150 mg
- Dexamethasone 2 mg
- Ranitidin 50 mg
- Ondansentron 4 mg
- Metronidazole 500 mg
- Midazolam 5 mg
27
Keterangan:
: Mulai anestesi
: Mulai operasi
: Operasi selesai
Cairan
Pemberian Cairan:
o Cairan masuk :
Pre-operatif kristaloid RL 500 cc
Durante operatif : Kristaloid RL 2200 cc + NaCl 0,9% 800 cc +
WB 750 cc
Total input cairan : 3.750 cc
o Cairan keluar :
Perdarahan :
kasa 4x4 (20 buah) 15 x 20 = 300 cc
Kasa lipat (1 buah ) 150 x 4= 600 cc
Tabung suction + 700 cc
28
Urin : ± 100 cc
29
BAB III
PEMBAHASAN
ASA II : pasien penyakit bedah disertai dengan penyakit sistemik ringan sampai
sedang.
ASA III : pasien penyakit bedah disertai dnegan penyakit sistemik berat yang
disebabkan oleh berbagai penyebab tetapi tidak mengancam jiwa.
ASA IV : pasien penyakit bedah disertai dengan penyakit sistemik berat yang
secara langsung mengancam kehidupnnya.
ASA V pasien penyakit bedah yang disertai dengan penyakit sistemik berat yang
sudah tidak mungkin ditolong lagi, dioperassi ataupun tidak selama 24 jam
passien akan meninggal.
ASA VI Pasien yang didiagnosis mati otak yang organ tubuhnya di keluarkan
untuk tujuan donor
Pada kasus ini, pasien perempuan usia 33 tahun dengan diagnosis G4P2A1
Gravid 34-35 minggu + Impending Eklamsia dengan rencana tindakan Sectio
Caessaria. Setelah dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisik, serta pemeriksaan
penunjang didapatkan pasien mengeluhkan nyeri kepala sejak mengalami
kehamilan, dengan tekanan darah 180/130 mmHg, serta hasil pemeriksaan
30
urinalisis yaitu adanya protein (++), maka disimpulkan keadaan umum pasien
tergolong dalam status fisik ASA II (E) karena pasien dilakukan operasi cito, E
yang berarti emergensi.
Pada pasien ini, pilihan anestesi yang dilakukan adalah jenis regional
anastesi. Adapun indikasi dilakukan regional anastesi adalah karena pada kasus
ini operasi yang dilakukan bersifat emergensi dengan puasa yang tidak adekuat,
hal ini dimaksudkan untuk menghindari aspirasi isi lambung, sehingga dapat
dilakukan proteksi lebih dini.
Kontraindikasi Mutlak :
Kontraindikasi Relatif :
a. Terapi MAOI
b. Penyakit neurologi aktif
31
c. Penyakit jantung sistemik
d. Skoliosis
e. Riwayat operasi laminektomi
Pada pasien ini, sebelumnya telah dilakukan informed consent terkait
tindakan yang akan diberikan beserta konsekuensinya. Kemudian pemeriksaan
fisik. Pemeriksaan lain yang perlu dilakukan adalah pemeriksaan hematologi
untuk mengetahui ada tidaknya gangguan perdarahan. Pada pasien ini,
pemeriksaan fisik ataupun laboraturium tidak menunjukkan adanya gangguan
yang dapat menjadi kontraindikasi dilakukannya tindakan.
Pada kasus ini pasien tidak dipuasakan karena operasi yang bersifat
emergensi yang apabila menilik pada teori bahwa sebelum dilakukan operasi lebih
baiknya pasien dipuasakan selama 10 jam. Tujuan puasa untuk mencegah
terjadinya aspirasi isi lambung karena regurgitasi atau muntah pada saat
dilakukannya tindakan anestesi akibat efek samping dari obat-obat anastesi yang
diberikan sehingga refleks laring mengalami penurunan selama anestesia.
Adapun tindakan terapi cairan yang dilakukan pada pasien ini yaitu
sebagai berikut :
Terapi Cairan
BB : 64 Kg
EBV : 65 cc/kg BB x 64 kg = 4,160 cc
Jumlah perdarahan : ± 1.600 cc
% perdarahan : 1.600/4.160 x 100% = 38,4 %
Pemberian Cairan:
o Cairan masuk :
Pre-operatif kristaloid RL 500 cc
Durante operatif : Kristaloid RL 2200 cc + NaCl 0,9% 800 cc +
WB 750 cc
Total input cairan : 3.750 cc
32
o Cairan keluar :
Perdarahan :
kasa 4x4 (20 buah) 15 x 20 = 300 cc
Kasa lipat (1 buah ) 150 x 4= 600 cc
Tabung suction + 700 cc
Urin : ± 100 cc
Perhitungan Cairan
Input yang diperlukan selama operasi
1. Cairan Maintanance (M) : (4x10) + (2x10) + (1x44) = 104 ml/jam
2. Cairan defisit urin selama 3 jam 15 menit = 100 ml
3. Stress Operasi Besar : 8 cc x 64 kg = 512 ml/jam
4. Defisit darah selama 3 jam 15 menit = 1.600 ml
Jika diganti dengan cairan kolid atau darah 1:1
Jika diganti dengan cairan kristaloid 3:1
Perhitungan cairan pengganti darah :
Transfusi + 3 x cairan kristaloid = volume perdarahan
750 + 3x =1.600
3x= 850
X : 3 x 850 = 2.550 ml
Untuk mengganti kehilangan darah 1.600 cc diperlukan ± 2.550
cairan kristaloid.
Total kebutuhan cairan selama 3 jam 15 menit operasi : 100 + 512 +
2.550 = 3.162 ml
a. Cairan masuk :
Kristaloid : 3000 mL
Whole blood : 750
Total cairan masuk : 3750 ml
b. Keseimbangan kebutuhan:
Cairan masuk – cairan dibutuhkan = 3750 ml – 3.162 ml = 588 ml
33
Pada pasien ini diberikan obat sedatif secara intravena yaitu Propofol 70
mg I.V karena memiliki efek yang cepat, dengan distribusi dan eliminasi yang
cepat. Selain itu juga propofol dapat menghambat transmisi neuron yang hancur
oleh GABA. Obat anestesi ini mempunyai efek kerjanya yang cepat dan dapat
dicapai dalam waktu 30 detik. Sedatif Propofol ini diberikan dipertengahan saat
operasi berlangsung karena operasi yang berlanjut dengan tindakan histerektomi,
yang sudah pasti akan memperpanjang durasi operasi.
34
BAB IV
KESIMPULAN
35
DAFTAR PUSTAKA
36