UNIVERSITAS TADULAKO
PALU
2015
BAB I
PENDAHULUAN
Perubahan jumlah dan komposisi cairan tubuh, yang dapat terjadi pada
perdarahan, luka bakar, dehidrasi, muntah, diare, dan puasa preoperatif maupun
perioperatif, dapat menyebabkan gangguan fisiologis yang berat. Jika gangguan
tersebut tidak dikoreksi secara adekuat sebelum tindakan anestesi dan bedah,
maka resiko penderita menjadi lebih besar.
Seluruh cairan tubuh didistribusikan ke dalam kompartemen intraselular
dan kompartemen ekstraselular. Selanjutnya kompartemen ekstraselular dibagi
menjadi cairan intravaskular dan intersisial.
a) Cairan intraselular
Cairan yang terkandung di dalam sel disebut cairan intraselular. Pada
orang dewasa, sekitar duapertiga dari cairan dalam tubuhnya terdapat di
intraselular (sekitar 27 liter rata-rata untuk dewasa laki-laki dengan berat
badan sekitar 70 kilogram), sebaliknya pada bayi hanya setengah dari cairan
tubuhnya merupakan cairan intraselular.
b) Cairan ekstraselular
Cairan yang berada di luar sel disebut cairan ekstraselular. Jumlah relatif
cairan ekstraselular berkurang seiring dengan usia. Pada bayi baru lahir,
sekitar setengah dari cairan tubuh terdapat di cairan ekstraselular. Setelah usia
1 tahun, jumlah cairan ekstraselular menurun sampai sekitar sepertiga dari
volume total. Ini sebanding dengan sekitar 15 liter pada dewasa muda dengan
berat rata-rata 70 kg.
Cairan ekstraselular dibagi menjadi:
i. Cairan Interstitial
Cairan yang mengelilingi sel termasuk dalam cairan interstitial,
sekitar 11-12 liter pada orang dewasa. Cairan limfe termasuk dalam
volume interstitial. Relatif terhadap ukuran tubuh, volume ISF adalah
sekitar 2 kali lipat pada bayi baru lahir dibandingkan orang dewasa5.
ii. Cairan Intravaskular
Merupakan cairan yang terkandung dalam pembuluh darah
(contohnya volume plasma). Rata-rata volume darah orang dewasa
sekitar 5-6L dimana 3 liternya merupakan plasma, sisanya terdiri dari
sel darah merah, sel darah putih dan platelet5.
iii. Cairan transeluler
Merupakan cairan yang terkandung diantara rongga tubuh tertentu
seperti serebrospinal, perikardial, pleura, sendi sinovial, intraokular
dan sekresi saluran pencernaan. Pada keadaan sewaktu, volume cairan
transeluler adalah sekitar 1 liter, tetapi cairan dalam jumlah banyak
dapat masuk dan keluar dari ruang transeluler5.
Gambar 1. Distribusi Cairan Tubuh
(Sumber : Guyton AC, Hall J.E. 2007)
Selain air, cairan tubuh mengandung dua jenis zat yaitu elektrolit dan non
elektrolit.
a. Elektrolit
Merupakan zat yang terdisosiasi dalam cairan dan menghantarkan arus
listrik. Elektrolit dibedakan menjadi ion positif (kation) dan ion negatif
(anion). Jumlah kation dan anion dalam larutan adalah selalu sama (diukur
dalam miliekuivalen)5.
i. Kation
Kation utama dalam cairan ekstraselular adalah sodium (Na+),
sedangkan kation utama dalam cairan intraselular adalah potassium (K+).
Suatu sistem pompa terdapat di dinding sel tubuh yang memompa keluar
sodium dan potassium ini.
ii. Anion
Anion utama dalam cairan ekstraselular adalah klorida (Cl-) dan
bikarbonat (HCO3-), sedangkan anion utama dalam cairan intraselular
adalah ion fosfat (PO43-). Karena kandungan elektrolit dalam plasma dan
cairan interstitial pada intinya sama maka nilai elektrolit plasma
mencerminkan komposisi dari cairan ekstraseluler tetapi tidak
mencerminkan komposisi cairan intraseluler.
i) Natrium
Natrium sebagai kation utama didalam cairan ekstraseluler dan
paling berperan di dalam mengatur keseimbangan cairan. Kadar
natrium plasma: 135-145mEq/liter. Kadar natrium dalam plasma diatur
lewat beberapa mekanisme:
Left atrial stretch reseptor
Central baroreseptor
Renal afferent baroreseptor
Aldosterone (reabsorpsi di ginjal)
Atrial natriuretic factor
Sistem renin angiotensin
Sekresi ADH
Perubahan yang terjadi pada air tubuh total (TBW=Total Body
Water)
Kadar natrium dalam tubuh 58,5mEq/kgBB dimana ±70% atau
40,5mEq/kgBB dapat berubah-ubah. Ekresi natrium dalam urine 100-
180mEq/liter, faeces 35mEq/liter dan keringat 58mEq/liter. Kebutuhan
setiap hari adalah 100mEq (6-15 gram NaCl). 4
Natrium dapat bergerak cepat antara ruang intravaskuler dan
interstitial maupun ke dalam dan ke luar sel. Apabila tubuh banyak
mengeluarkan natrium (muntah, diare) sedangkan pemasukkan
terbatas, maka akan terjadi keadaan dehidrasi disertai kekurangan
natrium. Kekurangan air dan natrium dalam plasma akan diganti
dengan air dan natrium dari cairan interstitial. Apabila kehilangan
cairan terus berlangsung, air akan ditarik dari dalam sel dan apabila
volume plasma tetap tidak dapat dipertahankan terjadilah kegagalan
sirkulasi. 4
ii) Kalium
Kalium merupakan kation utama (99%) di dalam cairan
ekstraseluler berperan penting di dalam terapi gangguan keseimbangan
air dan elektrolit. Jumlah kalium dalam tubuh sekitar 53 mEq/kgBB
dimana 99% dapat berubah-ubah sedangkan yang tidak dapat
berpindah adalah kalium yang terikat dengan protein didalam sel. 4
Kadar kalium plasma 3,5-5,0 mEq/liter, kebutuhan setiap hari 1-3
mEq/kgBB. Keseimbangan kalium sangat berhubungan dengan
konsentrasi H+ ekstraseluler. Ekskresi kalium lewat urine 60-90
mEq/liter, faeces 72 mEq/liter dan keringat 10 mEq/liter.4
iii) Kalsium
Kalsium dapat dalam makanan dan minuman, terutama susu, 80-
90% dikeluarkan lewat faeces dan sekitar 20% lewat urine. Jumlah
pengeluaran ini tergantung pada intake, besarnya tulang, keadaan
endokrin. Metabolisme kalsium sangat dipengaruhi oleh kelenjar-
kelenjar paratiroid, tiroid, testis, ovarium, dan hipofisis. Sebagian
besar (99%) ditemukan didalam gigi dan + 1% dalam cairan
ekstraseluler dan tidak terdapat dalam sel.4
Magnesium
Magnesium ditemukan di semua jenis makanan. Kebutuhan
untuk pertumbuhan + 10 mg/hari. Dikeluarkan lewat urine dan
feses.4
Karbonat
Asam karbonat dan karbohidrat terdapat dalam tubuh
sebagai salah satu hasil akhir daripada metabolisme. Kadar
bikarbonat dikontrol oleh ginjal. Sedikit sekali bikarbonat yang
akan dikeluarkan urine. Asam bikarbonat dikontrol oleh paru-paru
dan sangat penting peranannya dalam keseimbangan asam basa.4
b. Non elektrolit
Merupakan zat seperti glukosa dan urea yang tidak terdisosiasi dalam
cairan. Zat lainya termasuk penting adalah kreatinin dan bilirubin.5
2. Kelebihan volume
Kelebihan volume cairan ekstraselular merupakan suatu kondisi
akibat iatrogenik (pemberian cairan intravena seperti NaCl yang
menyebabkan kelebihan air dan NaCl ataupun pemberian cairan intravena
glukosa yang menyebabkan kelebihan air) ataupun dapat sekunder akibat
insufisiensi renal (gangguan pada GFR), sirosis, ataupun gagal jantung
kongestif2,3.
Kelebihan cairan intaseluler dapat terjadi jika terjadi kelebihan
cairan tetapi jumlah NaCl tetap atau berkurang.
3. Perubahan konsentrasi
a. Hiponatremia
Jika < 120 mg/L maka akan timbul gejala disorientasi,
gangguan mental, letargi, iritabilitas, lemah dan henti pernafasan,
sedangkan jika kadar < 110 mg/L maka akan timbul gejala kejang,
koma. Hiponatremia ini dapat disebabkan oleh euvolemia (SIADH,
polidipsi psikogenik), hipovolemia (disfungsi tubuli ginjal, diare,
muntah, third space losses, diuretika), hipervolemia (sirosis, nefrosis).
Keadaan ini dapat diterapi dengan restriksi cairan (Na+ ≥ 125 mg/L)
atau NaCl 3% sebanyak (140-X)xBBx0,6 mg dan untuk pediatrik 1,5-
2,5 mg/kg2,3.
Koreksi hiponatremia yang sudah berlangsung lama dilakukan
scara perlahan-lahan, sedangkan untuk hiponatremia akut lebih agresif.
Untuk menghitung Na serum yang dibutuhkan dapat
menggunakan rumus2,3:
Na= Na 1 – Na 0 x TBW
Na = Jumlah Na yang diperlukan untuk koreksi (mEq)
Na1 = 125 mEq/L atau Na serum yang diinginkan
Na0 = Na serum yang aktual
TBW = total body water = 0,6 x BB (kg)
b. Hipernatremia
Jika kadar natrium > 160 mg/L maka akan timbul gejala
berupa perubahan mental, letargi, kejang, koma, lemah.
Hipernatremi dapat disebabkan oleh kehilangan cairan (diare,
muntah, diuresis, diabetes insipidus, keringat berlebihan), asupan
air kurang, asupan natrium berlebihan. Terapi keadaan ini adalah
penggantian cairan dengan 5% dekstrose dalam air sebanyak {(X-
140) x BB x 0,6}: 140. 2,3
c. Hipokalemia
Jika kadar kalium < 3 mEq/L. Dapat terjadi akibat dari
redistribusi akut kalium dari cairan ekstraselular ke intraselular
atau dari pengurangan kronis kadar total kalium tubuh. Tanda dan
gejala hipokalemia dapat berupa disritmik jantung, perubahan EKG
(QRS segmen melebar, ST segmen depresi, hipotensi postural,
kelemahan otot skeletal, poliuria, intoleransi glukosa. Terapi
hipokalemia dapat berupa koreksi faktor presipitasi (alkalosis,
hipomagnesemia, obat-obatan), infus potasium klorida sampai 10
mEq/jam (untuk mild hipokalemia ;>2 mEq/L) atau infus potasium
klorida sampai 40 mEq/jam dengan monitoring oleh EKG (untuk
hipokalemia berat;<2mEq/L disertai perubahan EKG, kelemahan
otot yang hebat).
d. Hiperkalemia
Terjadi jika kadar kalium > 5 mEq/L, sering terjadi karena
insufisiensi renal atau obat yang membatasi ekskresi kalium
(NSAIDs, ACE-inhibitor, siklosporin, diuretik). Tanda dan
gejalanya terutama melibatkan susunan saraf pusat (parestesia,
kelemahan otot) dan sistem kardiovaskular (disritmik, perubahan
EKG). Terapi untuk hiperkalemia dapat berupa intravena kalsium
klorida 10% dalam 10 menit, sodium bikarbonat 50-100 mEq
dalam 5-10 menit, atau diuretik, hemodialisis2,3.
E. Cairan Perioperatif
Gangguan dalam keseimbangan cairan dan elektrolit merupakan hal yang
umum terjadi pada pasien bedah karena kombinasi dari faktor-faktor preoperatif,
perioperatif dan postoperatif2,3,9.
Faktor-faktor preoperative3,9 :
a. Kondisi yang telah ada
Diabetes mellitus, penyakit hepar, atau insufisiensi renal dapat
diperburuk oleh stres akibat operasi.
b. Prosedur diagnostik
Arteriogram atau pyelogram intravena yang memerlukan marker
intravena dapat menyebabkan ekskresi cairan dan elektrolit urin yang
tidak normal karena efek diuresis osmotik.
c. Pemberian obat
Pemberian obat seperti steroid dan diuretik dapat mempengaruhi
eksresi air dan elektrolit
d. Preparasi bedah
Enema atau laksatif dapat menyebabkan peningkatan kehilangan
air dan elekrolit dari traktus gastrointestinal.
e. Penanganan medis terhadap kondisi yang telah ada
f. Restriksi cairan preoperatif
Selama periode 6 jam restriksi cairan, pasien dewasa yang sehat
kehilangan cairan sekitar 300-500 mL. Kehilangan cairan dapat
meningkat jika pasien menderita demam atau adanya kehilangan
abnormal cairan.
g. Defisit cairan yang telah ada sebelumnya
Harus dikoreksi sebelum operasi untuk meminimalkan efek dari
anestesi. Dapat menyebabkan terjadinya hipotensi pada pasien dengan
hipovolemia preoperatif karena hilangnya mekanisme kompensasi
seperti takikardia dan vasokonstriksi.
h. Kehilangan darah yang abnormal
Kehilangan abnormal cairan ekstraselular ke third space
(contohnya kehilangan cairan ekstraselular ke dinding dan lumen usus
saat operasi)
i. Kehilangan cairan akibat evaporasi dari luka operasi (biasanya pada
luka operasi yang besar dan prosedur operasi yang berkepanjangan.
Faktor postoperatif3,9:
a. Stres akibat operasi dan nyeri pasca operasi
b. Peningkatan katabolisme jaringan
c. Penurunan volume sirkulasi yang efektif
d. Risiko atau adanya ileus postoperatif
Gangguan cairan, elektrolit dan asam basa yang potensial terjadi
perioperatif adalah3,9:
a. Hiperkalemia
b. Asidosis metabolik
c. Alkalosis metabolik
d. Asidosis respiratorik
e. Alkalosis repiratorik
F. Patofisiologi
Trauma, pembedahan dan anestesi akan menimbulkan perubahan-
perubahan pada keseimbangan air dan metabolisme yang dapat berlangsung
sampai beberapa hari pasca trauma atau bedah. Perubahan-perubahan tersebut
terutama sebagai akibat dari3,9,11:
a. kerusakan sel di lokasi pembedahan
b. Kehilangan dan perpindahan cairan baik lokal maupun umum
c. Pengaruh puasa pra bedah, selama pembedahan dan pasca bedah
d. Terjadi peningkatan metabolisme, kerusakan jaringan dan fase
penyembuhan
2. Cairan Koloid
Disebut juga sebagai cairan pengganti plasma atau biasa disebut “plasma
substitute” atau “plasma expander”. Di dalam cairan koloid terdapat zat/bahan
yang mempunyai berat molekul tinggi dengan aktivitas osmotik yang
menyebabkan cairan ini cenderung bertahan agak lama (waktu paruh 3-6 jam)
dalam ruang intravaskuler. Oleh karena itu koloid sering digunakan untuk
resusitasi cairan secara cepat terutama pada syok hipovolemik/hermorhagik atau
pada penderita dengan hipoalbuminemia berat dan kehilangan protein yang
banyak (misal luka bakar). 3,4,5
Berdasarkan pembuatannya, terdapat 2 jenis larutan koloid:
a. Koloid alami yaitu fraksi protein plasma 5% dan albumin manusia ( 5 dan
2,5%). Dibuat dengan cara memanaskan plasma atau plasenta 60°C selama 10 jam
untuk membunuh virus hepatitis dan virus lainnya. Fraksi protein plasma selain
mengandung albumin (83%) juga mengandung alfa globulin dan beta globulin.
Prekallikrein activators (Hageman’s factor fragments) seringkali terdapat dalam
fraksi protein plasma dibandingkan dalam albumin. Oleh sebab itu pemberian
infus dengan fraksi protein plasma seringkali menimbulkan hipotensi dan kolaps
kardiovaskuler. 3,4,5
Tabel 9. Jenis Cairan Koloid
3. Gelatin
Larutan koloid 3,5-4% dalam balanced electrolyte dengan berat molekul
rata-rata 35.000 dibuat dari hidrolisa kolagen binatang. Ada 3 macam gelatin,
yaitu:
- modified fluid gelatin (Plasmion dan Hemacell)
- Urea linked gelatin
- Oxypoly gelatin
Merupakan plasma expanders dan banyak digunakan pada penderita
gawat. Walaupun dapat menimbulkan reaksi anafilaktik (jarang) terutama dari
golongan urea linked gelatin.
B. ANAMNESIS
Riwayat Penyakit
1. Keluhan Utama : Luka tusuk di bagian perut
2. Riwayat penyakit sekarang :
Pasien masuk RSU Anutapura Palu dengan keluhan mendapat luka
tusuk. Luka tusuk terdapat pada bagian perut sebelah kiri bagian atas.
Kejadian ini dialami saat pasien sedang tidur kemudian ditusuk oleh
kakaknya yang mabuk. Kejadian dialami sekitar 2 jam sebelum dibawa ke
rumah sakit. Saat tiba di rumah sakit pasien dalam keadaan sadar dan luka
tusuknya dibungkus dengan menggunakan kain sarung. Pasien mengeluh
nyeri saat diperiksa. Pasien juga sempat muntah berupa makanan dan air.
Menurut keluarga pasien sebelum ditikam, pasien mengalami muntah
sebanyak 5x dirumahya.
b. Jantung :
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis teraba pada SIC V linea midclavicula (S)
Perkusi : Batas jantung normal
Auskultasi : S1 dan S2 murni regular, bising (-)
5. Abdomen :
Inspeksi : vulnus ictum regio kuadran kiri atas dengan ukuran 2 x 1 x
1cm
Auskultasi : bising usus (+) kesan menurun
Perkusi : Bunyi : Timpani
Asites : (-)
Palpasi : Nyeri tekan kuadran kiri atas dan bawah abdomen (+),
hepatomegali (-), splenomegali (-).
6. Ekstremitas : akral hangat, pucat (-), edema (-), turgor < 3 detik, CRT 3
detik
7. Genitalia : Tidak ada kelainnan, terpasang kateter
D. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Hasil Rujukan Satuan
HEMATOLOGI
Hemoglobin 13.3 14 - 18 g/dl
Leukosit 12,2 4.8 – 10.8 /mm3
Eritrosit 4.2 4.7 – 6.1 Juta/ul
Hematokrit 38.7 42 - 52 %
Trombosit 272.000 150.000-450.000 /mm3
Waktu
7’30” 4 - 12 m.det
pembekuan/CT
Waktu
2’30” 1-4 m.det
perdarahan/BT
E. Resume
Pasien laki – laki berusia 21 tahun masuk RSU Anutapura Palu dengan
keluhan mendapat luka tusuk. Luka tusuk terdapat pada bagian perut sebelah
kiri bagian atas. Kejadian dialami sekitar 2 jam sebelum dibawa ke rumah
sakit. Pasien mengeluh nyeri saat diperiksa. Pasien juga sempat muntah
berupa makanan dan air. Menurut keluarga pasien sebelum ditikam, pasien
mengalami muntah sebanyak 5x dirumahnya. Dari hasil pemeriksaan fisik
didapatkan Tanda vital : TD 120/80 mmHg, N 99x/menit, RR 30x/menit,.
Tampak vulnus ictum regio hipokondrium kiri dengan ukuran 2 x 1 x 1cm.
Peristaltik usus menurun. Dari hasil pemeriksaan Laboratorium diperoleh Hb
13,3g/dL, Leukosit 12.800/mm3, RBC 4,2 juta/ul.
F. Diagnosis
G. Status Anestesi
N : 80x/menit
RR : 18x/menit
Atracurium 30mg
Sedacum 5mg
Ranitidin
Ketorolac
Perdarahan : ± 300 cc
Urin : 70 cc
Aldrette score :
Aspek penilaian Skor Pasien
GERAKAN :
2
Dapat menggerakan ke 4 ekstremitasnya sendiri atau dengan perintah
1 1
Dapat menggerakkan ke 2 ekstremitasnya sendiri atau dengan perintah
0
Tidak dapat menggerakkan ekstremitasnya sendiri atau dengan perintah
PERNAPASAN
TEKANAN DARAH
KESADARAN
Sadar penuh 2
2
Tidak sadar, ada reaksi terhadap rangsangan 1
WARNA KULIT
Merah
2
Pucat , ikterus, dan lain-lain
1 1
Sianosis
0
Total skor 7
Manajemen Cairan
TERAPI CAIRAN pada Tn.A 21 thn, BB = 60 kg
Rehidrasi Cairan
6% X 60 = 3,6 L
(Dehidrasi 6% x BB 3600 ml
(3600 ml)
derajat sedang)
Maintanance 10 kg pertama x 4
(M) ml
10 kg kedua x 2 ml 40+20+40 100 ml
10 kg berikutnya
dikali 1
Pre Operatif Lama puasa (jam) 8 x 100 800 ml
(pengganti x Maintanance
puasa/ P)
1 jam pertama M+½P+O 100 + 400 +
O (jenis operasi) 300
= 800 ml
Intra Operatif 1.400ml
1 jam kedua M+¼P+O 100 + 200 +
300
= 600 ml
160
140
120
100
80 Sistol
Diastol
60 Nadi
40
20
0
0 5 0 5 0 5 0 5 0 5 0 5 0 5 0 5
.3 .3 .4 .4 .5 .5 .0 .0 .1 .1 .2 .2 .3 .3 .4 .4
09 0 9 0 9 09 09 0 9 1 0 10 10 1 0 10 10 1 0 1 0 10 1 0
Keterangan :
Mulai anestesi
Mulai operasi
Akhir operasi
Akhir anestesi
09.30
09.35
09.40
09.45
09.50
09.55
10.00
10.05
10.10
10.15
10.20
10.25
10.30
10.35
10.40
10.45
Sedac
um
Atracu
rium
Petidi
n
Propof
ol
Raniti
din
Ketor
olac
RL
BAB IV
PEMBAHASAN
TERAPI CAIRAN
Air merupakan bagian terbesar pada tubuh manusia, presentasenya
dapattergantung pada umur, jenis kelamin dan derajat obesitas seseorang. Terapi
cairan berfungsi untuk mengganti defisit cairan saat puasa sebelum dan sesudah
pembedahan, mengganti kebutuhan rutin saat pembedahan, mengganti perdarahan
yang terjadi, dan mengganti cairan yang pindah ke rongga ketiga. Seluruh cairan
tubuh didistribusikan ke dalam kompartemen intraselular dan kompartemen
ekstraselular. Selanjutnya kompartemen ekstraselular dibagi menjadi cairan
intravaskular dan interstisial.
1. Preoperatif
Pada pasien ini terjadi dehidrasi akibat perubahan volume yang
diakibatkan muntah yang dialami 5 kali sebelum masuk rumah sakit dan
sekali setelah dirumah sakit. Pada pasien ini, kita dapat menentukan kategori
dehidrasinya berdasarkan gejala klinis yang muncul dan bukan berdasarkan
kadar elektrolit karena pada kasus ini tidak dilakukan pemeriksaan elektrolit.
Gejala klinis yang muncul pada pasien yaitu lemas, capillary refill time 3
detik, mukosa membran kering, turgor kulit lambat, sehingga dapat
dikategorikan sebagai dehidrasi derajat sedang.
Rehidrasi cairan (dehidrasi derajat sedang): 6% x BB = 6% x 60 kg = 3,6
L (3600 ml). Pemberian cairan ini dibagi dalam 8 jam pertama sebanyak 1800
ml dan 16 jam berkutnya sebanyak 1800 ml. Pada kasus ini sebelum operasi
telah dimasukkan cairan sebanyak 1000 selama kurang lebih 8 jam. Sehingga
masih tersisa 2600 cc untuk pemberian 16 jam berikutnya, yang akan
ditambahkan pada cairan pasca operasi.
2. Durante operatif
Seperti yang sudah disebutkan dalam tinjauan pustaka, bahwa cairan
dalam tubuh manusia terbagi menjadi cairan intraseluler, cairan ekstraseluler
dan cairan intravaskuler. Ketiga komponen cairan ini harus terpenuhi untuk
mendapatkan keadaan yang seimbang sesuai dengan keadaan fisiologis. Pada
pasien kali ini, dengan melihat tabel estimasi cairan tubuh.
Cairan Pria Wanita
Total cairan tubuh 600 mL/kg 500 mL/kg
Whole blood 66 mL/kg 60 mL/kg
Plasma 40 mL/kg 36 mL/kg
Eritrosit 26 mL/kg 24 mL/kg
Pria,berat badan 60 kg, maka
a. Total cairan tubuh 600 x 60 =36000 ml,
b. Whole blood sekitar 66 x 60 = 3960 ml,
c. Plasma 40x60 = 2400 ml
d. Eritrosit 26 x 60 = 1560 ml
Kebutuhan cairan maintenance
Stres operasi
Untuk pengganti cairan sequestra diberikan sesuai derajat operasi. Pada kasus
ini termasuk operasi besar karena merupakan operasi laparotomi.
Operasi kecil : 4 ml x kg BB
Operasi sedang : 6 ml x kg BB
Operasi besar : 8 ml x kg BB
8 ml x 60 kg = 480 ml
Kebutuhan cairan menggunakan rumus:
Jam I : M + ½ P + O 100 + 400 + 480 = 980 cc
Jadi total cairan yang harus diberikan durante operasi jam I yaitu 980 ml.
Pada saat durante operasi, jumlah cairan yang diberikan adalah sejumlah 950
ml, sehingga sisa cairan yang akan diberikan pada post operatif yaitu 30 ml
Perdarahan
Jumlah perdarahan pada pasien ini sebanyak 300 cc. Pada pasien ini tidak
diberikan darah sebagai pengganti, sehingga diberikan cairan kristaloid
dengan perbandingan 3:1. Jadi total cairan kristaloid yang diberikan adalah
900 ml.
EBV laki-laki dewasa: 70cc/kg BB = 70 x 60 = 4200 cc
Sehingga didapatkan % jumlah perdarahan (%EBV) :
%EBV = 300/4200 x 100% = 7%
Menurut perhitungan, perdarahan yang lebih dari 20% EBV harus
dilakukan transfusi darah. Pada kasus ini tidak diberikan pemberian
penggantian cairan dengan darah karena perkiraan perdarahan sekitar 300 cc,
dimana EBVnya adalah 3850 cc jumlah perdarahan (%EBV) adalah 7%
sehingga tidak diperlukan transfusi darah.
3. Postoperatif
Total cairan yang harus diberikan pasca operatif adalah:
= rehidrasi + perioperatif
= 2600 cc + 30 cc
= 2630 cc
.Karena pasien masih dipuasakan setelah operasi maka cairan sisa akan
dimasukkan secara parenteral. Pada pasien ini kekurangan sejumlah cairan
tersebut digantikan setelah pasien di rawat di ICU. Yaitu dengan pemberian cairan
RL dan Dextrose 5%.
1. Guyton AC, Hall J.E. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Penerjemah:
Rachman L.Y. et al. Edisi 11. EGC. Jakarta.
2. Pandey CK, Singh RB. 2003. Fluid and electrolyte disorders. Indian J.Anaesh.
47(5):380-387.
3. Hartanto WW. 2007. Terapi Cairan dan Elektrolit Perioperatif. Bagian
Farmakologi Klinik dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas
Padjadjaran.
4. Latief AS, dkk. 2007. Petunjuk praktis anestesiologi: Terapi cairan pada
pembedahan. Ed. Ketiga. Bagian anestesiologi dan terapi intensif, FKUI.
5. Heitz U, Horne MM. 2005. Fluid, electrolyte and acid base balance. 5th ed.
Missouri: Elsevier-mosby. p3-227.
6. Mayer H, Follin SA. 2002. Fluid and electrolyte made incredibly easy. 2nd
ed. Pennsylvania: Springhouse. 3-189.
7. Lyon Lee. Fluid and Electrolyte Therapy. Oklahoma State University - Center
for Veterinary Health. 2006. [http://member.tripod.com/~lyser/ivfs.htm
(online) diakses tanggal 7 Desember 2015].
8. Ellsbury DL, George CS. 2006. Dehydration. eMed J.
[http://www.emedicine.com/CHILD/topic925.htm (online) diakses pada 7
Desember 2015].
9. Sjamsuhidajat, R., De Jong, W. 2010. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 3. Jakarta:
EGC.
10. Woo A. 2007. An Introduction to Fluid Therapy. British Journal of Hospital
Medicine. April 2007. 68 (4).
11. Brandstrup B. 2006. Fluid Therapy for the Surgical Patient. J Elsevier. Best
Practice and Research Clinical Anastesiologi. 20 (2) : p 265-283
[http://www.journals.elsevierhealth.com/periodicals/ybean/article/
PIIS1521689605000807 (online) diakses pada 7 Desember 2015]