APPENDICITIS
Kepaniteraan Klinik Bagian Bedah Umum RS Royal Prima Medan
Disusun oleh:
Pembimbing:
dr. Johannes Apul Simarmata, Sp.B
Medan
2018
1
LEMBAR PENGESAHAN
Nilai :
Pembimbing
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberi
kekuatan dan kesempatan serta rahmat-Nya kepada kami, sehingga referat ini
dapat terselesaikan dengan waktu yang di harapkan walaupun dalam bentuk yang
sangat sederhana, referat ini membahas tentang “Apendisitis” dan kiranya referat
ini dapat meningkatkan pengetahuan kita khususnya tentang bagaimana dalam
menegakkan diagnosa pasien dengan “Apendisitis”.
Dengan adanya referat ini, mudah-mudahan dapat membantu
meningkatkan minat baca dan belajar teman-teman. Selain itu kami juga berharap
semua dapat mengetahui dan memahami tentang materi ini, karena akan
meningkatkan mutu individu kita.
Kami sangat menyadari bahwa dalam pembuatan referat ini masih sangat
minim, sehinggga saran dari doter pembimbing serta kritikan dari semua pihak
masih kami harapkan demi perbaikan referat ini. Kami ucapkan terimakasih
kepada semua pihak yang telah membantu kami dalam menyelesaikan referat ini.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2
Gambar 1. Tipe Lokasi Appendiks vermiformis pada system digestive
3
dipercabangkan dari a.ileokolika atau arteri sekum posterior yang mensuplai
8
sebagian terhadap apendiks. Jika arteri ini tersumbat, misalnya karena trombosis
1
pada infeksi, apendiks akan mengalami ganggren.
4
2.2 HISTOLOGI APENDIKS
Banyak ahli anatomis yang berkeyakinan bahwa apendiks merupakan
struktur rudimenter (belum sempurna) pada usus besar dan tidak mempunyai
fungsi pada manusia. Ahli anatomi lainnya cenderung tidak setuju sebab Appendix
vermiformis pada bayi dan anak-anak terbentuk baik dan mempunyai gambaran
histologikal yang dibangun dengan baik sebagai organ lymphoid. Hal ini diyakini
bahwa Appendix vermiformis mempunyai peranan penting dalam fungsi immune
yang sampai sekarang belum ditemukan. Yang jelas bahwa Appendix vermiformis
5
tidak memperlihatkan fungsi digestive pada manusia.
5
sebar) dan folikel limfoid sehingga terlihat seolah-olah mengelilingi mukosa
secara utuh, pada beberapa tempat terlihat jaringan limfatis ini menembus
5.9
muskularis mukosa dan masuk ke dalam submukosa. Pada tunika submukosa
terdiri atas anyaman penyambung padat dengan sedikit jaringan limfatis, tunika
muskularis terdiri dari lapisan dalam yang serat ototnya berjalan sirkuler dan
9
bagian luar berjalan longitudinal, pada apendiks tidak dijumpai tenia koli.
Lumen di luar tunika mukosa, lamina propria, tunika submukosa, tunika
muskularis, dan tunika adventisia, tidak ditemukan adanya glandula digestive atau
5
duktus sekretorius untuk produksi dari enzim pencernaan dan fungsi pencernaan.
Bagaimanapun, semua setuju bahwa pemotongan Appendix vermiformis
tidak memperlihatkan adanya kehilangan fungsi dari sistem digestive maupun
5
sistem imun seseorang.
6
2.4 DEFINISI APENDISITIS
Apendisitis merupakan peradangan pada Appendix vermiformis sebagai
penyebab abdomen akut yang paling sering dimana memerlukan tindakan bedah
mayor segera untuk mencegah komplikasi yang umumnya berbahaya. Penyakit ini
dapat mengenai semua umur baik laki-laki maupun perempuan, akan tetapi
sebagian besar kasus ditemukan pada usia antara 20 sampai dengan 30 tahun
1.2
dimana lebih banyak menyerang laki-laki dibandingkan perempuan.
1
Apendisitis akut merupakan infeksi bakteri. Sebagai faktor pencetus
berupa penyumbatan pada lumen appendiks, berupa hiperplasia folikel limfoid,
fekalith, benda asing, striktur karena fibrosis akibat peradangan sebelumnya, atau
3
neoplasma.
Keluhan apendisitis biasanya bermula dari nyeri di daerah umbilikus dan
periumbilikus dimana nyeri tersebut akan beralih ke kuadran kanan bawah yang
selanjutnya menetap dan diperberat bila berjalan atau batuk. Terdapat juga
3
keluhan berupa anoreksia, malaise, dan demam yang tidak terlalu tinggi.
Sekali diagnosis apendisitis dibuat, penderita disiapkan untuk menjalani
pembedahan, dan apendiks dengan segera dibuang setiap saat, siang atau malam.
Bila pembedahan dilakukan sebelum ruptur dan tanda-tanda peritonitis terjadi,
perjalanan pasca bedah umumnya tanpa komplikasi, dan penderita dikeluarkan
11
dari rumah sakit dalam beberapa hari.
7
2.5
perempuan. Insiden tertinggi ditemukan pada kelompok umur antara 20 sampai
dengan 30 tahun, dimana puncaknya terdapat pada usia kurang dari 20 tahun, 80%
5.7
pada mereka dengan usia kurang dari 50 tahun, setelah itu menurun.
Meskipun jarang, pernah dilaporkan kasus apendisitis neonatal dan
1
prenatal. Pasien dengan usia yang lebih dari 60 tahun dilaporkan sebanyak 50%
7
meninggal akibat apendisitis. Penelitian menunjukkan bahwa apendisitis
supurative akut sebenarnya berbeda dengan apendisitis akut, dimana insiden
apendisitis supuratif akut dapat mengenai semua umur, sedangkan pada
14
apendisitis akut sebagian besar mengenai usia puberitas.
8
Biasanya, infeksi bakteri dan virus pada traktus digestive berperan
terhadap pembengkakan nodus limfoid, dimana akan menekan apendiks dan
menyebabkan obstruksi. Pembengkakan tersebut dikenal sebagai hyperplasia
limfoid. Luka traumatik pada abdomen mungkin berperan terhadap terjadinya
apendisitis pada sebagian kecil orang. Genetik mungkin sebagai faktor lainnya,
dimana sebagai contohnya apendisitis dapat ditemukan pada keluarga dengan
varian genetik dimana seseorang cenderung untuk mengalami obstruksi pada
2
lumen apendiks. Obstruksi ini berakibat buruk pada apendiks karena fisiologi
normal sekresi musinous oleh mukosa ke dalam lumen dapat menyebabkan
5
edema.
9
Ganggren Apendisitis ganggrenosa
Infiltrat periapendikularis
10
Bila kemudian aliran arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks
3.5
yang diikuti dengan terbentuknya gangren. Stadium ini disebut dengan
apendisitis ganggrenosa. Bila dinding yang telah rapuh tersebut pecah, akan
terjadi apendisitis perforasi, pengeluaran pusnya ke dalam rongga peritoneum
yang mengakibatkan peritonitis dan dapat berkembang menjadi septisemia dan
2.3.5
menyebabkan kematian.
Patologi apendisitis dapat dimulai di mukosa dan kemudian melibatkan
1
seluruh lapisan dinding abdomen dalam waktu 24-48 jam pertama. Bila semua
proses tersebut berjalan lambat maka usaha pertahanan tubuh adalah membatasi
proses radang dengan menutup apendiks dengan omentum, usus halus atau
adneksa sehingga terbentuk massa periapendikuler yang secara salah dikenal
dengan istilah infiltrate apendiks. Di dalamnya dapat terjadi nekrosis jaringan
berupa abses yang dapat mengalami perforasi. Jika tidak terbentuk abses,
apendisitis akan sembuh dan massa periapendikuler akan menjadi tenang dan
1.3
selanjutnya akan mengurai diri secara lambat.
Pada anak-anak, karena omentum lebih pendek dan apendiks lebih
panjang, dinding apendiks lebih tipis. Keadaan tersebut ditambah dengan daya
tahan tubuh yang masih kurang memudahkan terjadinya perforasi. Sedangkan
pada orang tua perforasi mudah terjadi karena telah ada gangguan pembuluh
3
darah.
Penelitian apidemiologik menunjukkan bahwa faktor lingkungan dan
higiene seseorang mempengaruhi terjadinya apendisitis. Berdasarkan Medical
Journal of Australia, “Teori Diet”, khususnya konsumsi serat yang tidak cukup,
telah meningkatkan pelaporan geografi penyakit tersebut, tetapi tidak secara
12
penuh menjelaskan epidemiologinya. Insiden apendisitis sedikit pada mereka
yang mempunyai kebiasaan mengkonsumsi makanan yang tinggi serat. Diet tinggi
serat akan menurunkan viskositas dari feses, menurunkan bowel transit time, dan
mengecilkan formasi fekalith yang membuat individu cenderung mengalami
4
obstruksi pada lumen apendiksnya.
11
2.7 MANIFESTASI KLINIS APENDISITIS
Gejala apendisitis akut dapat dibedakan ke dalam dua tipe, yaitu gejala
tipikal dan gejala atipikal (Hobler, K. 1998).Gejala tipikal meliputi nyeri samar-
samar dan tumpul yang bermula pada umbilikus atau periumbilikus sebelum
terlokalisir pada fossa iliaca kanan (sebelah kanan bawah abdomen). Nyeri
biasanya berhubungan dengan penurunan nafsu makan (74-78% kasus), demam,
mual (61-92% kasus), dan muntah (50% kasus) yang dapat berlangsung atau
tidak. Ketika muntah berlangsung, beberapa saat kemudian selalu diikuti oleh
sakit perut yang hebat. Pada saat muntah mendahului terjadinya nyeri ini
2.4
menunjukkan bahwa terjadi obstruksi pada usus.
Gejala atipikal muncul dalam 2-12 jam dimana nyeri berpindah ke perut
kanan bawah ke titik Mc Burney, nyeri dirasakan lebih tajam dan lebih jelas
letaknya sehingga merupakan nyeri somatik setempat, yang bersifat menetap dan
1.12
diperberat bila berjalan atau batuk. Tidak semua orang yang menderita
2
apendisitis mengalami semua gejala tersebut.
Variasi letak Appendix vermiformis, umur pasien, serta beratnya inflamasi
4
membuat gejala dari apendisitis tidak konsisten. Bila letak apendiks retrosekal
retroperitoneal, karena letaknya terlindung oleh sekum, tanda nyeri perut kanan
bawah tidak begitu jelas dan tidak ada tanda rangsangan peritoneal. Rasa nyeri
lebih ke arah perut sisi kanan atau nyeri timbul pada saat berjalan karena kontraksi
1
m.psoas mayor yang menegang dari dorsal.
Apendiks yang terletak di rongga pelvis, bila meradang dapat
menimbulkan gejala dan tanda rangsangan sigmoid atau rectum sehingga
peristaltik meningkat, pengosongan rektum akan menjadi lebih cepat dan
berulang-ulang. Jika apendiks tadi menempel ke kandung kemih, dapat terjadi
1.4
peningkatan frekuensi kencing, karena rangsangan dindingnya. Disamping itu
peradangan apendiks dekat dengan vesika urinaria maupun ureter dapat
menyebabkan gejala iritasi, hematuri atau pyuria. Cystitis pada pasien laki-laki
jarang hadir. Cystitis pada pasien laki-laki dipertimbangkan jika terjadi inflamasi
4
apendiks dekat dengan pelvis.
12
Pada pengamatan jasmani: untuk apendisitis akut tampak penderita yang
kesakitan, jalannya agak membungkuk ke depan. Tampak perut agak tegang.
Nyeri tekan di perut atas tetapi lebih jelas nyeri tekan dan nyeri lepas di perut
kanan bawah. Sedangkan untuk apendisitis kronik tidak nampak penderita yang
kesakitan. Tetapi pada perabaan perut teraba nyeri tekan di perut atas, dan lebih
15
jelas nyeri tekan dan nyeri lepas di perut kanan bawah.
Gejala apendisitis akut pada anak tidak spesifik. Gejala awalnya sering
hanya rewel dan tidak mau makan. Anak sering tidak bisa melukiskan rasa
nyerinya. Dalam beberapa jam kemudian akan timbul muntah-muntah dan anak
menjadi lemah dan letargik. Karena gejala yang tidak khas tadi, sering apendisitis
diketahui setelah terjadi perforasi. Pada bayi 80-90% apendisitis baru diketahui
1
setelah terjadi perforasi.
1. Tanda Awal :
Nyeri dimulai di epigastrium atau di region umbilicalis disertai mual dan
anoreksia
2. Nyeri pindah ke kanan bawah dan menunjukkan tanda rangsangan
peritoneum lokal di titik Mc.Burney :
Nyeri tekan
Nyeri lepas
Defans muskuler
3. Nyeri rangsangan peritoneum tidak langsung :
Nyeri kanan bawah pada tekanan kiri (Rovsing)
Nyeri kanan bawah bila tekanan di sebelah kiri dilepaskan
(Blumberg)
Nyeri kanan bawah bila peritoneum bergerak, seperti nafas dalam,
berjalan, batuk, atau mengedan.
13
2.8 DIAGNOSIS APENDISITIS
Diagnosis apendisitis ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisis,
dan pemeriksaan penunjang lainnya.
2.8.1 Anamnesis
Anamnesis sangat penting dalam menegakkan diagnosis suatu penyakit.
Hampir 80% diagnosis penyakit dapat ditegakkan melalui anamnesis. Dalam
kasus apendisitis, seorang dokter akan mengajukan banyak pertanyaan antara lain:
Keluhan utama ? Dialami sejak kapan ? Lokasinya ? Pola nyeri ? Berat ringannya
gejala ? Kondisi medik lainnya ? Riwayat penyakit dalam keluarga ? Riwayat
pengobatan ? Riwayat penyakit sebelumnya ? Riwayat penggunaan alkohol,
2
merokok ?
Pada umumnya pada kasus apendisitis, pasien datang dengan keluhan
utama nyeri perut kanan bawah dengan sifat nyeri samar-samar dan tumpul yang
bermula pada umbilikus atau periumbilikus sebelum terlokalisir pada fossa iliaca
kanan (sebelah kanan bawah abdomen) yang diikuti oleh anoreksia, nausea, dan
2.4
muntah. Pada kasus apendisitis akut yang klasik gejala-gejala ini umumnya
berlangsung lebih dari 1-2 hari, yang dalam 2-12 jam dimana nyeri berpindah ke
perut kanan bawah ke titik Mc Burney, nyeri dirasakan lebih tajam dan lebih jelas
letaknya sehingga merupakan nyeri somatik setempat, yang bersifat menetap dan
1.11.12
diperberat bila berjalan atau batuk. Sementara pada kasus apendisitis kronis
1
terdapat riwayat nyeri perut kanan bawah lebih dari dua minggu.
Sangat penting untuk menanyakan riwayat penyakit sebelumnya, riwayat
penyakit dalam keluarga, riwayat pengobatan maupun riwayat penggunaan
alkohol maupun merokok, disebabkan banyak gangguan lain yang juga
memberikan gambaran klinis akut abdomen yang harus dibedakan dengan
2.11
apendisitis akut.
14
2.8.2 Pemeriksaan Fisik
A. Palpasi
Pada palpasi didapatkan nyeri yang terbatas pada regio iliaka kanan bisa
1.4
disertai nyeri lepas (ditemukan pada 96% pasien), tapi ini tidak spesifik. Nyeri
tekan perut kiri bawah ditemukan hanya pada pasien dengan situs inversus atau
anatomi apendiks yang panjang sampai pada kuadran perut kiri bawah, hal ini
4
jarang. Defans muskuler menunjukkan
adanya rangsangan peritoneum parietal.
Nyeri tekan perut kanan bawah ini
merupakan kunci diagnosis. Pada
penekanan perut kiri bawah akan
dirasakan nyeri di perut kanan bawah
2.4.12
yang disebut tanda Rovsing.
B. Perkusi
Didapatkan nyeri ketok pada perut kanan bawah, ini menandakan terjadi
2
proses inflamasi pada apendiks.
C. Auskultasi
Peristaltik usus sering normal, peristaltik dapat hilang karena ileus
1
paralitik dapat hilang pada peritonitis generalisata akibat apendisitis perforata.
15
Pemeriksaan fisis lainnya yang perlu dilakukan untuk membantu
menegakkan diagnosis antara lain melalui pemeriksaan colok dubur, pemeriksaan
1.2..4.12
uji psoas, maupun pemeriksaan uji obturator.
Pemeriksaan colok dubur
Pemeriksaan colok dubur menyebabkan
nyeri bila di daerah infeksi bisa dicapai dengan
jari telunjuk, misalnya pada apendisitis pelvika.
Pada apendisitis pelvika tanda perut sering
meragukan maka kunci diagnosis adalah nyeri
1
terbatas pada saat dilakukan colok dubur.
16
2.8.3 Pemeriksaan Penunjang
Meskipun pemeriksaan dilakukan dengan cermat dan teliti, diagnosis
klinis apendisitis akut masih mungkin salah sekitar 15-20% kasus. Untuk
menurunkan angka kesalahan diagnosis apendisitis akut bila diagnosis
meragukan, sebaiknya dilakukan observasi penderita di rumah sakit dengan
1
pengamatan setiap 1-2 jam. Kesulitan untuk mendiagnosis apendistis akut ini
dapat pula dipermudah dengan melakukan beberapa pemeriksaan penunjang,
antara lain terdiri atas pemeriksaan labolatorium (pemeriksaan darah rutin, kimia
darah, urinalisis, C-Reactive Protein), pemeriksaan radiologi, dan tes lainnya
4
(Clinical Score).
A. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan Darah Rutin
Pemeriksaan darah rutin biasanya digunakan untuk melihat ada tidaknya
1
infeksi, seperti peningkatan jumlah leukosit. Akan terjadi leukositosis ringan
(10.000-20.000/ml) pada 80-85% pada pasien dewasa, yang disertai dengan
peningkatan jumlah netrofil lebih dari 75% berlangsung pada 78% pasien, terlebih
1.3.4
pada kasus dengan komplikasi. Demam ditemukan pada 4% pasien dengan
apendisitis akut dimana jumlah sel darah putihnya kurang dari 10.000/ml dan
4
netrofil kurang dari 75%.
Pemeriksaan Kimia Darah
Pemeriksaan kimia darah mahal, dan penemuannya tidak spesifik.
Pemeriksaan kimia darah ini biasanya memperlihatkan adanya dehidrasi, atau
2
kelainan elektrolit maupun cairan.
Pemeriksaan Urinalisis
Pemeriksaan urine juga perlu dilakukan untuk membedakannya dengan
2.3
kelainan pada ginjal dan saluran kemih, misalnya infeksi traktus urinarius. Satu
studi pada 500 pasien dengan apendisitis akut menampakkan adanya gejala traktus
urinarius seperti disuria dan nyeri panggul kanan. Satu dari tujuh pasien
mengalami puyria dengan 10 Leukosit/LPB, dan satu dari enam pasien ditemukan
17
lebih dari 3 eritrosit/LPB. Seorang dokter mungkin melakukan pemeriksaan
urinalisis untuk melihat kehamilan pada seorang wanita dalam usia subur (mereka
2
yang mempunyai periode menstruasi yang teratur).
Pemeriksaan C-Reactive Protein
C-Reactive Protein (CRP) merupakan reaktan yang dihasilkan oleh hati
yang merespon terhadap infeksi bakteri. Level serum meningkat setelah 6-12 jam
pada inflamasi akut jaringan. Spesifitas 50-87%. Tiga studi pada orang dewasa
dengan kombinasi leukosit <10.500/ml, neutrofil <75%, dan CRP normal (99-
4
100%), memberikan hasil negative terhadap apendisitis akut.
B. Pemeriksaan Radiologi
USG Abdomen
USG abdomen merupakan metode lainnya yang digunakan untuk
mengevaluasi apendisitis. Terutama digunakan pada anak-anak, pasien yang
kurus, dan kadang-kadang efektif digunakan pada wanita hamil. Meskipun CT-
Scan merupakan pemeriksaan gold standar radiologi untuk mendiagnosis
apendisitis, akan tetapi terdapat beberapa alasan mengapa USG-Abdomen
dipertimbangkan dalam mendiagnosis, antara lain : 1) Biaya lebih murah, 2)
Aman digunakan pada wanita hamil, 3) dan tersedia di institusi kesehatan
5
lainnya.
Beberapa studi mengemukakan bahwa USG abdomen memiliki sensitifitas
85-90% dan spesifitas 92-96%. Lima studi mengemukakan bahwa USG abdomen
pada anak-anak memiliki sensitifitas sebesar 85-95% dan spesifitas antara 47-
96%. Dan satu studi mengemukakan bahwa pada pasien geriatrik dengan perforasi
apendisitis, dengan pemeriksaan USG abdomen memiliki sensitifitas 35% dan
4
spesifitas 98%.
18
Gambar 7. menunjukkan adanya abses pada apendiks melalui
pemeriksaan USG-abdomen longitudinal
19
Apendikografi
Pemeriksaan apendikografi tidak mempunyai peran diagnosis dalam kasus
appendisitis. Kontra indikasi dari pemeriksaan ini pada pasien dengan peritonitis
appendiks yang tidak terisi kontras dapat terjadi pada ±10-20% pada orang
(1) non filling apendiks dengan desakan local sekum; (2) pengisian dari apendiks
dengan penekanan local pada sekum ; (3) nonfilling apendiks dengan adanya
20
massa pelvis (kabur pada kuadran bawah kanan dengan perubahan letak usus
halus akibat desakan); (4) pola mukosa apendiks irregular dengan terhentinya
pengisian.
CT-Scan Abdomen
CT-Scan abdomen merupakan
Gold Standar bagi pemeriksaan radiologi
yang penting dalam mengevaluasi pasien
apendisitis dengan gejala yang tidak khas
terutama mereka yang tidak jelas
anamnesis dan pemeriksaan fisis (CT-
Scan abdomen jarang digunakan pada
wanita yang hamil maupun anak-anak
mengingat efek radiasi yang
4.12
ditimbulkan).
21
pemeriksaan radiologi lainnya (sensitifitas dan spesifitas CT-Scan abdomen
4.12
hampir sama yaitu mencapai 95% = sensitivitas: 94%, spesifitas: 95%) , dalam
hal ini CT-Scan abdomen lebih akurat dibandingkan dengan USG abdomen untuk
4
mendiagnosis apendisitis pada orang dewasa dan anak remaja. Keuntungan
lainnya CT-Scan tidak invasive, dan mempunyai potensi untuk mengevaluasi
4.5
kelainan akut abdominal lainnya. Kerugiannya antara lain pasien akan terpapar
oleh radiasi, berpotensi untuk menimbulkan reaksi anafilaktik pada pemakaian
kontras intravena, waktunya lebih lama jika digunakan kontras melalui mulut, dan
4
pasien akan merasa tidak nyaman jika digunakan kontras melalui rektum.
CT-Scan abdomen merupakan metode yang dapat digunakan untuk
6
membedakan periappendiks flegmon dengan abses.
Foto Polos Abdomen
Foto polos abdomen merupakan pemeriksaan radiologi yang dapat
menunjukkan adanya obstruksi usus atau perforasi, benda asing dan pada kasus
1.6
yang jarang dapat memperlihatkan adanya apendikolith pada apendiks. Adanya
apendikolith pada pasien dengan gejala apendisitis yang jelas adalah besar
kemungkinan merupakan apendisitis, tetapi ini hanya berlangsung pada beberapa
4
kasus (10% kasus).
22
Gambar 10. Menunjukkan foto polos abdomen posisi supine yang diambil pada
pasien dengan keluhan utama nyeri perut kanan bawah yang hebat. Adanya lesi
pada tulang panggul kanan yang mungkin menyebabkan nyeri. Foto polos
abdomen dapat digunakan untuk mengevaluasi kasus lain yang yang
menyebabkan nyeri akut maupun kronik abdomen.
Characteristic Score
A = Anorexia 1
N = Nausea and vomiting 1
T = Tenderness in RLQ 2
R = Rebound pain 1
E = Elevated temperature 1
L = Leukocytosis 2
S = Shift of WBC to the left 1
Total 10
Nilai :
– <4 : bukan
– 4-7 : ragu-ragu (observasi)
– >7 : appendisitis akut (operasi dini)
23
2.9 DIAGNOSIS BANDING
1. Gastroenteritis
Pada gastroenteritis, mual-muntah dan diare mendahului rasa sakit.
Sakit perut lebih ringan dan tidak berbatas tegas. Hiperperistaltik sering
ditemukan. Panas dan leukositosis kurang menonjol dibandingkan dengan
appendisitis.
24
2. Limfadenitis mesenterica
Biasanya didahului oleh enteritis atau gastroenteritis. Ditandai
dengan nyeri perut yang samar-samar terutama disebelah kanan, dan
disertai dengan perasaan mual-muntah.
3. Ileitis akut
Berkaitan dengan diare dan sering kali riwayat kronis, tetapi tidak
jarang anorexia, mual, muntah. Jika ditemukan pada laparotomi,
appendiktomi insidental diindikasikan utntuk menghilangkan gejala yang
membingungkan.
4. DHF
Pada penyakit ini pemeriksaan darah terdapat trombositopeni,
leukopeni, rumple leed (+), hematokrit meningkat.
5. Peradangan pelvis
Tuba fallopi kanan dan ovarium terletak dekat appendiks. Radang
kedua organ ini sering bersamaan sehingga disebut salpingo-ooforitis atau
adnecitis. Untuk menegakkan diagnosis penyakit ini didapatkan riwayat
kontak sexual. Suhu biasanya lebih tinggi daripada appendisitis dan nyeri
perut bagian bawah lebih difus. Biasanya disertai dengan keputihan. Pada
colok vaginal jika uterus diayunkan maka akan terasa nyeri.
6. Kehamilan ektopik
Ada riwayat terhambat menstruasi dengan keluhan yang tidak
menentu. Jika terjadi ruptur tuba atau abortus di luar rahim dengan
perdarahan akan timbul nyeri yang mendadak difus di daerah pelvis dan
mungkin akan terjadi syok hipovolemik. Pada pemeriksaan colok vagina
didapatkan nyeri dan penonjolan di cavum Douglas, dan pada
kuldosentesis akan didapatkan darah
7. Diverticulitis
Meskipun diverculitis biasanya terletak di perut bagian kiri, tetapi
kadang-kadang dapat juga terjadi di sebelah kanan. Jika terjadi peradangan
dan ruptur pada diverticulum gejala klinis akan sukar dibedakan dengan
gejala-gejala appendisitis.
25
8. Batu ureter atau batu ginjal
Adanya riwayat kolik dari pinggang ke perut menjalar ke inguinal
kanan merupakan gambaran yang khas. Hematuria sering ditemukan. Foto
polos abdomen atau urografi intravena dapat memastikan penyakit
tersebut.
26
2.10.2 Operasi Apendiks
Pembedahan pada kasus apendisitis akut dilakukan oleh ahli bedah dengan
mengangkat apendiks. Pada operasi ini diperlukan kerja sama dengan ahli
anestesi, dan biasanya anestesi yang digunakan dapat berupa anestesi umum jika
lambung kosong (tidak terisi makanan sejak 6 jam yang lalu), dapat pula dengan
12
menggunakan anestesi spinal. Operasi dapat saja dengan membuat insisi kecil
pada perut bagian bawah (apendektomi) atau dengan menggunakan laparoskop
yaitu membuat insisi kecil sebanyak tiga atau empat buah. Pada kasus lain yang
dicurigai apendisitis dapat diidentifikasi melalui pemeriksaan laparoskopi.
Laparoskopi lebih disukai pada operasi terbuka karena insisi lebih kecil sehingga
luka yang dihasilkan sedikit, waktu perawatan di rumah sakit lebih cepat, dan
2.4
nyeri lebih sedikit. Kerugiannya yaitu membutuhkan biaya yang lebih mahal,
dan waktu operasi kira-kira 20 menit lebih lama dibandingkan dengan open
4
apendektomi. Pembedahan laparoskopi dikenal juga sebagai minimally invasive
surgery (MIS), bandaid surgery, atau keyhole surgery, atau pinhole surgery yang
merupakan tehnik operasi modern pada abdomen dengan membuat insisi kecil
17
(biasanya 0.5-1.5cm).
Operasi laparoskopi apendektomi ini berhasil kira-kira 90% pada
apendisitis perforasi. Kontraindikasinya pada pasien dengan intra-abdominal
4
adhesi yang signifikan.
Apendektomi direncanakan pada infiltrate periapendikuler tanpa pus yang
telah ditenangkan. Sebelumnya pasien diberikan antibiotik kombinasi yang aktif
terhadap kuman aerob dan anaerob. Baru setelah keadaan tenang, yaitu sekitar 6-8
minggu kemudian, dilakukan apendektomi. Pada anak kecil, wanita hamil, dan
penderita usia lanjut, jika secara konservatif tidak membaik atau berkembang
1
menjadi abses, dapat dipertimbangkan membatalkan tindakan bedah.
27
SERI APENDEKTOMI
Appendix terinfeksi
28
Open Appendectomy
Pada apendektomi, untuk mencapai apendiks ada tiga cara yang secara
tehnik operatif mempunyai keuntungan dan kerugian :
Insisi menurut Mc Burney (grid incision atau muscle splitting incision).
Sayatan dilakukan pada garis yang tegak lurus pada garis yang
menghubungkan SIAS (Spina Iliaka Anterior Superior) dengan umbilicus
pada batas sepertiga lateral (titik Mc Burney). Sayatan ini mengenai kutis,
subkutis, dan fasia. Otot-otot dinding perut dibelah secara tumpul menurut
arah serabutnya, setelah itu akan tampak peritoneum parietal (mengkilat dan
berwarna biru keabu-abuan) yang disayat secukupnya untuk meluksasi sekum.
Sekum dikenali dari ukurannya yang lebih besar, mengkilat, lebih
kelabu/putih, dan tidak mempunyai haustrae dan taenia koli. Basis apendiks
3
dicari pada pertemuan ketiga taenia koli.
Tehnik inilah yang paling sering digunakan karena keuntungannya tidak
mungkin terjadi benjolan dan tidak mungkin terjadi herniasi, trauma operasi
minimum pada alat-alat tubuh, dan masa istirahat pasca bedah yang lebih
pendek karena penyembuhan lebih cepat. Kerugiannya adalah lapangan
operasi terbatas, sulit diperluas, dan waktu operasi lebih lama. Lapangan
3
operasi dapat diperluas dengan memotong otot secara tajam.
Insisi menurut Roux (Muscle cutting incision). Lokasi dan arah sayatan sama
dengan Mc Burney, hanya sayatannya langsung menembus dinding otot perut
tanpa memperdulikan arah serabut sampai tampak peritoneum.
Keuntungannya adalah lapangan operasi lebih luas, mudah diperluas,
29
sederhana, dan mudah. Kerugiannya bahwa diagnosis harus tepat sehingga
lokasi dapat dipastikan, lebih banyak memotong saraf dan pembuluh darah
sehingga pendarahan lebih banyak, masa istirahat pasca operasi lebih lama
karena adanya benjolan yang mengganggu pasien, nyeri pasca operasi lebih
sering, kadang-kadang ada hematoma yang terinfeksi, dan masa penyembuhan
3
lebih lama.
Insisi Pararektal. Dilakukan sayatan pada garis batas lateral m.rectus
abdominis dextra secara vertical dari cranial ke kaudal sepanjang 10 cm.
Keuntungannya, tehnik ini dapat dipakai pada kasus-kasus apendisitis yang
belum pasti dan kalau perlu sayatan dapat diperpanjang dengan mudah.
Sedangkan kerugiannya, sayatan ini tidak secara langsung mengarah ke
apendiks atau sekum, kemungkinan memotong saraf dan pembuluh darah
3
lebih besar, dan untuk menutup luka operasi diperlukan jahitan penunjang.
30
2.10.4 Penatalaksanaan Gawat Darurat Non-Operasi
Bila tidak ada fasilitas bedah, berikan penatalaksanaan seperti dalam
peritonitis akut. Dengan demikian, gejala apendisitis akut akan mereda, dan
3
kemungkinan terjadinya komplikasi akan berkurang.
Mereka yang beresiko tinggi mengalami ruptur apendiks adalah bayi, anak-
anak, dan mereka yang lebih tua. Ruptur ini dapat berkembang menjadi abses dan
peritonitis. Peritonitis merupakan infeksi yang sangat berbahaya, dimana terjadi
perforasi sehingga bakteri dan bagian lainnya bocor ke dalam rongga perut. Pada
beberapa pasien peritonitis ini menyebabkan kegagalan organ dan terjadi
2
kematian.
31
DAFTAR PUSTAKA
32
10. Anonyma. Appendectomy Series. Available from URL;
http://health.allrefer.com/health/appendectomy-appendectomy-series-2.html.
Last up date July 22, 2007.
11. Price A. Sylvia, Wilson M. Lorraine. Lambung dan Duodenum. In; Sylvia
th
Anderson Price, Lorraine McCaerty Wilson, editors. Patofisiologi. 4 ed.
Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2002. 401-2.
12. Hobler. Appendicitis. Available from URL;
http://en.wikipedia.org/wiki/Vermiform_appendix. Last up date July 22, 2007.
13. Anonyma. Human Anatomy. Available from URL;
http://www.factmonster.com/ce6/sci/A0804398.html. Last up date July 22,
2007.
14. Hobler E Kirtland, MD. Acute and Suppurative Appendicitis: Disease
Duration and its Implications for Quality Improvement. Available from URL;
http://xnet.kp.org/permanentejournal/spring98pj/appendicitis.html. Last up
date July 22, 2007.
15. Hadi Sujono. Nyeri Epigastrik; Penyebab dan Pengelolaannya. Available
from URL;
http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/03_NyeriEpigastrik.pdf/03_NyeriEpigas
trik.html. Last up date July 22, 2007.
16. Forbes Alastair. Colon II. In Alastair Forbes, JJ. Misiewicz, Carolyn C Compton,
Marc S Levine, M Shafi Quraishy, Stephen E Rubesin, Paul J Thuluvath. Atlas of
th
Clinical Gastroenterology. 4 ed. USA. Elsevier Mosby; 2005. 188-9.
17. Anonyma. Laparoscopic Surgery. Available from URL;
http://en.wikipedia.org/wiki/Laparotomy. Last up date July 22, 2207.
18. Labeda Ibrahim. Akurasi Diagnosis Apendisitis Akut berdasarkan Sistem Skor
Kalesaran Mei-Oktober 1998. In: dr Ibrahim Labeda, SpB-KBD, dr. Murni A.
Rauf, SpB-KBD, dr.Djumadi Achmad, Sp.PA, dr. Nadjib Bustan, dan dr. John
Pieter, editors. Kumpulan Makalah Ilmiah Sebagai Peserta Program Pendidikan
Dokter Spesialis I Ilmu Bedah FK-UH. 1999.
33