Anda di halaman 1dari 31

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Rumah sakit adalah salah satu sarana pelayanan kesehatan yang


diselenggarakan baik oleh pemerintah atau swasta. Dalam pelayanan kesehatan,
rumah sakit menjadi simpul utama yang berfungsi sebagai pusat rujukan. Rumah
sakit adalah organisasi yang bersifat padat karya, padat modal, padat teknologi
dan padat keterampilan. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No.44
tahun 2009 tentang rumah sakit menyebutkan bahwa rumah sakit mempunyai
tugas memberikan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna.

Kepuasan pelanggan mempunyai tempat tersendiri dan merupakan hal


yang sangat penting untuk bertahannya suatu rumah sakit. Kepuasaan akan terjadi
apabila harapan dari pelanggan dapat terpenuhi oleh pelayanan yang diberikan
rumah sakit untuk dapat memanfaatkan kembali layanan kesehatan, oleh karena
itu perlu diperhatikan dan dievaluasi terus-menerus kepuasaan dan harapan dari
pelanggan serta diikuti dengan perbaikan-perbaikan pelayanan dan pengelolaan
yang efektif serta efisien akan membuat rumah sakit mempunyai daya tahan dan
daya saing yang tinggi untuk dapat menjaga kelangsungan rumah sakit dalam
jangka panjang dimana pemerintah perlu mengatur lebih lanjut kebijakan-
kebijakan rumah sakit agar persaingan yang ada adalah persaingan yang sehat
dengan harapan rumah sakit tersebut harus dapat bersinergi dalam meningkatkan
kualitas pelayanan kepada masyarakat dengan membuat diferensiasi yang
berbeda.

Aspek penentu kualitas pelayanan jasa seperti: kehandalan (reliability),


daya tanggap (responsiveness), jaminan dan kepastian (assurance), empati
(empathy), dan bukti fisik (tangibility). Pada ke lima aspek yang menjadi penentu
persepsi pelanggan dapat digunakan untuk menilai kualitas pelayanan kesehatan
apakah baik atau kurang baik. Dalam penelitian ini kelima aspek tersebut
dijadikan sebagai indikator pengukuran kualitas pelayanan kesehatan.

1
Kualitas pelayanan kepada masyarakat sangat tergantung pada individual
aktor dan sistem yang dipakai. Dokter, perawat dan tenaga penunjang medis serta
non medis yang bertugas di rumah sakit harus memahami cara melayani
konsumennya dengan baik terutama kepada pasien dan keluarga pasien, karena
pasien dan keluarga pasien adalah konsumen utama di rumah sakit.

Kemampuan rumah sakit dalam memenuhi kebutuhan pasien dapat diukur


dari tingkat kepuasan pasien. Pada umumnya pasien yang merasa tidak puas akan
mengajukan komplain pada pihak rumah sakit. Komplain yang tidak segera
ditangani akan mengakibatkan menurunnya kepuasan pasien terhadap kapabilitas
pelayanan kesehatan di rumah sakit tersebut. Kepuasan konsumen telah menjadi
konsep sentral dalam wacana bisnis dan manajemen. Aspek kepuasan pasien
adalah : Jasa pelayanan, harga, empati, jaminan keamanan, kehandalan dan
keterampilan, karakteristik produk, lokasi, fasilitas, image, design visual, suasana
dan komunikasi.

Menurut Undang- Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan


Sosial Nasional (SJSN) adalah program Negara yang bertujuan untuk
memberi perlindungan dan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Melalui program ini, setiap penduduk diharapkan dapat memenuhi kebutuhan
hidup dasar yang layak apabila terjadinya hal-hal yang dapat mengakibatkan
hilangnya atau berkurangnya pendapatan, karena menderita sakit, mengalami
kecelakaan kehilangan pekerjaan, memasuki usia lanjut, atau pensiun. BPJS
kesehatan dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan kesehatan sosial
bagi seluruh penduduk Indonesia. Setiap warga Negara Indonesia dan warga
negara asing yang tinggal atau bekerja paling singkat 6 (enam) bulan di
Indonesia wajib menjadi anggota BPJS kesehatan..

Berdasarkan profil Rumah Sakit Umum Bandung, Rumah Sakit Ini


merupakan berstatus C Non Pendidikan. Alur pasien pada rumah sakit ini yang
mendapatkan perawatan khusus di Instalasi Gawat Darurat (IGD) pertama pasien
melakukan pemeriksaan di IGD diberikan pertolongan pertama untuk pasien IGD,

2
kemudian dilakukan proses administrasi untuk mendapatkan ruangan rawat inap,
jika memang pasien memerlukan perawatan intensif di IGD maka pasien akan
diberikan ruangan di IGD untuk mendapatkan pengobatan.

Pada penelitian mutia fadillah 2018, menyatakan bahwa Hasil penelitian


menunjukkan bahwa variabel sarana dan prasarana (p=0,006),
kehandalan(p=0,004), dan daya tanggap (p=0,045) berpengaruh terhadap
kepuasan peserta BPJS di RSUD Langsa sedangkan variabel jaminan (p=0,838)
dan empati (p=0,063) tidak berpengaruh terhadap kepuasan pasien.

Berdasarkan survey awal yang dilakukan penulis, peserta rawat inap BPJS
mengeluhkan dari aspek daya tanggap petugas medis di rumah sakit ini masih
banyak dikeluhkan oleh pasien yang ada di rumah sakit seperti pelayanan medis
sehingga pasien menunggu agak lama saat ditangani, dari aspek jaminan pasien
rawat inap mengatakan bahwa petugas medis kurang memberikan perhatian
kepada setiap pasien, dari aspek empati pasien rawat inap mengatakan bahwa
kurangnya rasa empati terhadap pasien, sehingga membuat pasien merasa kurang
bersemangat, Akan tetapi dari aspek sarana dan prasarana jumlah ruangan sudah
memadai serta letak ruangan cukup baik

Berdasarkan permasalah tersebut, sehingga penulis ingin mengangkat


judul penelitian “Analisis Pengaruh Kualitas Pelayanan Terhadap Kepuasan
Pasien Rawat Inap BPJS di RSU Bandung”

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian diatas, maka dapat dirumuskan permasalahan


penelitian adalah bagaimanakah pengaruh kualitas pelayanan terhadap kepuasan
pasien rawat inap bpjs di RSU Bandung pada tahun 2018.

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan umum pada penelitian ini adalah menganalisis pengaruh


kualitas pelayanan terhadap kepuasan pasien yang berdampak

3
terhadap loyalitas pasien rawat inap bpjs di RSU Bandung pada
tahun 2018.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui pengaruh antara sarana dan prasarana


terhadap kepuasan peserta BPJS di Rumah Sakit Umum
Bandung.
2. Untuk mengetahui pengaruh antara kehandalan terhadap
kepuasan peserta BPJS di Rumah Sakit Umum Bandung.
3. Untuk mengetahui pengaruh antara daya tanggap terhadap
kepuasan peserta BPJS di Rumah Sakit Umum Bandung.
4. Untuk mengetahui pengaruh antara jaminan terhadap kepuasan
peserta BPJS di Rumah Sakit Umum Bandung.
5. Untuk mengetahui pengaruh antara empati terhadap kepuasan
peserta BPJS di Rumah Sakit Umum Bandung.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Rumah Sakit

Bagi RSU Bandung dapat memberikan bahan masukan dalam


penyusunan kebijakan dan program pelayanan kesehatan dan
bahan evaluasi dalam rangka meningkatkan kunjungan pasien.

1.4.2 Pendidikan

Penelitian ini dapat dijadikan dasar untuk mengembangkan ilmu


khususnya terkait dengan kualitas pelayanan.
1.4.3 Peneliti

Hasil penelitian dapat digunakan sebagai pertimbangan dan


referensi bagi penelitian selanjutnya khususnya terkait dengan
kualitas pelayanan.

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Rumah Sakit


2.1.1 Pengertian Rumah Sakit
Menurut Menkes (2010) Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan
yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang
menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat.
Penyelenggaraan rumah sakit bertujuan mempermudah akses masyarakat
untuk mendapatkan pelayanan kesehatan dan memberikan perlindungan terhadap
keselamatan pasien, masyarakat, lingkungan rumah sakit dan sumber daya
manusia di rumah sakit. Rumah sakit harus mempunyai kemampuan pelayanan
sekurang-kurangnya pelayanan medik umum, gawat darurat, pelayanan
keperawatan, rawat jalan, rawat inap, operasi/ bedah, pelayanan medik spesialis
dasar, penunjang medik, farmasi, gizi, sterilisasi, rekam medik, pelayanan
administrasi dan manajemen, penyuluhan kesehatan masyarakat, pemulasaran
jenazah, laundry, ambulance, pemeliharaan sarana rumah sakit, serta pengolahan
limbah.
Rumah sakit adalah pusat dimana pelayanan kesehatan masyarakat,
pendidikan serta penelitian kedokteran diselenggarakan. Rumah sakit juga dapat
didefinisikan suatu organisasi yang melalui tenaga medis profesional yang
terorganisir serta sarana kedokteran yang permanen menyelenggarakan pelayanan
kedokteran, asuhan keperawatan yang berkesinambungan, diagnosis serta
pengobatan penyakit yang diderita oleh pasien.

2.1.2 Tugas dan Fungsi Rumah Sakit


Menurut Depkes RI (2009) rumah sakit mempunyai tugas memberikan
pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna, untuk menjalankan tugas
rumah sakit mempunyai fungsi :
1. Penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan keehatan sesuai
dengan standar pelayanan rumah sakit.

5
2. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan
kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga seusai kebutuhan
medis.
3. Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam
rangka peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan kesehatan.
4. Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan teknologi
bidang kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan dengan
memperhatikan etika ilmu pengetahuan bidang kesehatan.

2.1.3 Standar Pelayanan Rumah Sakit


Dalam penelitian ini, ada beberapa standar pelayanan yang digunakan
berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
129/Menkes/SK/II/2008 Tentang Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit.
Adapun standar pelayanan minimal rumah sakit pada jenis rawat inap , yaitu:
1) Pemberian pelayanan rawat inap.
Yang di maksud pemberian pelayanan rawat inap adalah tersedianya
pelayanan rawat inap oleh tenaga yang kompeten, pemberi pelayanan
rawat inap adalah dokter spesialis dan tenaga perawat yang kompeten
(minimal D3).
2) Dokter penanggung jawab pasien rawat inap.
penanggung jawab rawat inap adalah dokter yang mengkoordinasikan
kegiatan pelayanan rawat inap sesuai kebutuhan pasien dengan standar
100%.
3) Ketersediaan pelayanan rawat inap.
Yang dimaksud dengan ketersediaan pelayanan rawat inap adalah
tersedianya jenis pelayanan rawat inap yang minimal harus ada di rumah
sakit dengan standar minimal kesehatan anak, penyakit dalam, kebidanan
dan bedah (kecuali rumah sakit khusus disesuaikan dengan spesifikasi
rumah sakit tsb).
4) Jam visite dokter spesialis.

6
Visite dokter spesialis adalah kunjungan dokter spesialis setiaphari kerja
sesuai dengan ketentuan waktu kepada setiap pasien yang menjadi
tanggungjawabnya, yang dilakukan antara jam 08.00 sampai dengan 14.00
dengan standar 100%.
5) Kejadian infeksi pasca operasi.
Infeksi pasca operasi adalah adanya infeksi nosokomial pada semua
kategori luka sayatan operasi bersih yang dilaksanakan di rumah sakit
yang ditandai oleh rasa panas (kalor), kemerahan (color), pengerasan
(tumor) dan keluarnya nanah (pus) dalam waktu lebih dari 3 x 24 jam
dengan standar 1,5%.
6) Angka kejadian infeksi nosokomial.
Infeksi nosokomial adalah infeksi yang dialamioleh pasien yang diperoleh
selama dirawat di rumah sakit yang meliputi dekubitus, phlebitis, sepsis,
dan infeksi luka operasi dengan standar 1,5%.
7) Tidak adanya kejadian pasien jatuh yang berakibat kecacatan/kematian.
Kejadian pasien jatuh adalah kejadian pasien jatuh selama dirawat baik
akibat jatuh dari tempat tidur, di kamar mandi, dsb, yang berakibat
kecacatan atau kematian dengan standar 100%.
8) Kematian Pasien > 48 Jam.
Kematian pasien > 48 jam adalah kematian yang terjadi sesudah periode
48 jam setelah pasien rawat inap masuk rumah sakit dengan standar
≤0,24%.
9) Kejadian pulang paksa.
Pulang paksa adalah pulang atas permintaan pasien atau keluarga pasien
sebelum diputuskan boleh pulang oleh dokter dengan standar ≤5%.
10) Kepuasan Pelanggan Rawat Inap.
Kepuasan pelanggan adalah pernyataan puas oleh pelanggan terhadap
pelayanan rawat inap dengan standar ≥ 90 %.
11) Pasien rawat inap tuberkulosis yang ditangani dengan strategi DOTS.
Pelayanan rawat inap tuberkulosis dengan strategi DOTS adalah pelayanan
tuberculosis dengan 5 strategi penanggulangan tuberculosis nasional.

7
Penegakan diagnosis dan follow up pengobatan pasien tuberculosis harus
melalui pemeriksaan mikroskopis tuberculosis, pengobatan harus
menggunakan paduan obat anti tuberculosis yang sesuai dengan standar
penanggulangan tuberculosis nasional, dan semua pasien yang tuberculosis
yang diobati dievaluasi secara kohort sesuai dengan penanggulangan
nasional dengan standar 100%.
12) Ketersediaan pelayanan rawat di rumah sakit yang memberikan pelayanan
jiwa.
Pelayanan rawat inap adalah pelayanan rumah sakit jiwa yang diberikan
kepada pasien tidak gaduh gelisah tetapi memerlukan penyembuhan aspek
psiko patologis dengan standar minimal NAPZA, gangguan pisikotik,
gangguan neurotik, gangguan organik.
13) Tidak adanya kematian pasien gangguan jiwa karena bunuh diri.
Kematian pasien jiwa karena bunuh diri adalah kematian yang terjadi pada
pasien gangguan jiwa karena perawatan rawat inap yang tidak baik dengan
standar 100%.
14) Kejadian (re-admision) pasien gangguan jiwa tidak kembali dalam
perawatan dalam waktu ≤ 1 bulan.
Lamanya waktu pasien gangguan jiwa yang sudah dipulangkan tidak
kembali keperawatan di rumah sakit jiwa dengan standar 100%.
15) Lama hari perawatan pasien gangguan jiwa.
Lamanya waktu perawatan pasien gangguan jiwa di rumah sakit jiwa
dengan standar ≤6 minggu.

2.1.4 Klasifikasi Rumah Sakit


Dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 56 Tahun
2014 tentang Klasifikasi dan Perizinan Rumah Sakit, berdasarkan fasilitas dan
kemampuan pelayanan, klasifikasi rumah sakit dapat dibedakan sebagai berikut:
1) Rumah Sakit Umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11
diklasifikasikan menjadi:
a. Rumah Sakit Umum Kelas A;

8
b. Rumah Sakit Umum Kelas B;
c. Rumah Sakit Umum Kelas C; dan
d. Rumah Sakit Umum Kelas D.
2) Rumah Sakit Umum Kelas D sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d
diklasifikasikan menjadi:
a. Rumah Sakit Umum Kelas D; dan
b. Rumah Sakit Umum Kelas D pratama.
3) Rumah Sakit Khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11
diklasifikasikan menjadi:
a. Rumah Sakit Khusus Kelas A;
b. Rumah Sakit Khusus Kelas B; dan
c. Rumah Sakit Khusus Kelas C.

2.2 Kualitas Pelayanan


2.2.1 Pengertian Kualitas Pelayanan
Kualitas atau mutu pelayanan kesehatan adalah derajat kesempurnaan
pelayanan akan pelayanan kesehatan yang sesuai dengan standar profesi dan
standar pelayanan dengan menggunakan potensi sumber daya yang tersedia di
rumah sakit atau puskesmas secara wajar dan efisien dan efektif serta diberikan
secara aman dan memuaskan norma, etika, hukum, dan sosial budaya dengan
memperhatikan keterbatasan dan kemampuan pemerintah dan masyarakat
konsumen (Herlambang,2016).
Kualitas layanan ditentukan oleh kemampuan perusahaan memenuhi
kebutuhan dan keinginan pelanggan sesuai dengan ekspektasi pelanggan. Dengan
kata lain, faktor utama yang mempengaruhi kualitas layanan adalah layanan yang
diharapkan pelanggan (expected service) dan persepsi terhadap pelayanan
(perceived service) Parasuraman (2010). Apabila perceived service sesuai dengan
expected service, maka kualitas layanan bersangkutan akan dinilai baik atau
positif. Jika perceived service melebihi expected service, maka kualitas layanan
dipersepsikan sebagai kualitas ideal. Sebaliknya apabila perceived service lebih
jelek dibandingkan expected service, maka kualitas layanan dipersepsikan negatif

9
atau buruk. Oleh sebab itu, baik tidaknya kualitas layanan tergantung pada
kemampuan perusahaan dan stafnya memenuhi harapan pelanggan secara
konsisten (Tjiptono, 2012).

2.2.2 Dimensi Kualitas Pelayanan


Tjiptono dan Chandra (2016) terdapat lima dimensi utama kualitas
pelayanan yang disusun sesuai urutan tingkat kepentingan relatifnya sebagai
berikut:
1) Reliabilitas (Reability)
Berkaitan dengan kemampuan untuk memberikan layanan yang akurat
sejak pertama kali tanpa membuat kesalahan apapun dan menyampaikan
jasanya sesuai dengan waktu yang disepakati.
2) Daya Tanggap (Responsiveness)
Berkenan dengan kesediaan dan kemampuan karyawan untuk membantu
para pelanggan dan merespon permintaan mereka, serta menginformasikan
kapan jasa akan diberikan dan kemudian memberikan jasa secara cepat.
3) Jaminan (Assurance)
Yakni perilaku para karyawan mampu menumbuhkan kepercayaan
pelanggan terhadap perusahaan dan perusahaan bisa menciptakan rasa
aman bagi para pelangganya. Jaminan juga berarti bahwa para karyawan
selalu bersikap sopan dan menguasai pengetahuan dan keterampilan yang
dibutuhkan untuk menangani setiap pertanyaan atau masalah pelanggan.
4) Empati (Empathy)
Berkenan dengan kemudahan dalam melakukan hubungan, komunikasi
yang baik dan memahami masalah para pelanggannya dan bertindak demi
kepentingan pelanggan, serta memberikan perhatian personal dan
pemahaman atas kebutuhan individual para pelanggan.
5) Bukti Langsung (Tangibles)
Berkenan dengan penampilan fisik fasilitas layanan, peralatan/
perlengkapan, sumber daya manusia dan materi komunikasi. Dengan
demikian bukti langsung atau wujud merupakan satu indikator yang paling

10
kongkrit. Wujudnya berupa segala fasilitas yang secara nyata dapat
terlihat.

2.2.3 Aspek Kualitas Pelayanan Rumah Sakit


Menurut Yacobalis dalam Sabarguna (2008), Kualitas atau mutu
pelayanan rumah sakit dapat pula dilihat dari segi aspek yang berpengaruh. Aspek
berarti termasuk hal-hal yang secara langsung atau tidak berpengaruh terhadap
penilaian.
Keempat aspek itu adalah seperti berikut :
1) Aspek klinis, yaitu menyakut pelayanan dokter, perawat dan terkait
dengan teknis medis.
2) Efisiensi dan efektifitas, yaitu pelayanan yang murah, tepat guna, tempat
ada diagnosa dan terapi berlebih.
3) Keselamatan pasien, yaitu upaya perlindungan terhadap pasien, misalnya
perlindungan jatuh dari tempat tidur, kebakaran.
4) Kepuasan pasien, yaitu yang berhubungan dengan kenyamanan.
5) Keramahan dan kecepatan pelayanan.
Dari definisi diatas dapat dilihat bahwa kualitas pelayanan adalah tingkat
keunggulan pelayanan yang dapat memenuhi keinginan konsumen/ pelanggan
yang diberikan oleh suatu organisasi. Kualitas pelayanan dapat diukur dengan
lima indikator pelayanan (kehandalaan, daya tanggap, kepastian, empati dan bukti
langsung).

2.2.4 Pengukuran Kualitas Pelayanan


Menurut Herlambang (2016) Pengukuran kualitas pelayanan kesehatan
adalah sebagai berikut :
1) Reliabilitas, kualitas pelayanan diukur dari konsistensi dari performance
atau penampilan secara fisik yang menyakinkan dan dapat dipercaya.
Reliabilitas dibuktikan dengan penampilan dan cara berpakaian yang
bersih dan rapi, lengkap dengan identitas, dan penampilan percaya diri
petugas serta keramahtamahan, kesopanan, dan menghormati pasien.

11
2) Tanggap, kualitas pelayanan diukur dari ketanggapan, kemauan,
kesigapan, dan kecepatan petugas dalam memberikan pelayanan. Hal ini
juga menyangkut ketepatan dari pelayanan. Ketanggapan petugas atau
karyawan dibuktikan dengan waktu pelayanan efektif dan kepuasan pasien
dalam pemenuhan kebutuhannya.
3) Kompetensi, kualitas pelayanan diukur dari kompetensi tenaga kesehatan
yang bermakna memiliki keahlian dan pengetahuan yang dibutuhkan
untuk memberikan pelayanan, pelatihan yang pernah diikuti, pengakuan
dari suatu profesi, asosiasi, atau institusi yang berwenang dan memiliki
kredibilitas.
4) Accessibility, kualitas pelayanan diukur dari kemudahan pasien untuk
mendapatkan pelayanan dan dapat menghubungi petugas dengan mudah,
accessibility dapat diukur dengan menghitung waktu dalam mendapatkan
pelayanan dan kemudahan dalam mendapatkannya.
5) Etika petugas seperti kesopanan, rasa homat, kesungguhan,
keramahtamahan dari penyedia jasa.
6) Komunikasi berarti menjaga agar tiap pelanggan mendapatkan informasi
sesuai dengan bahasa yang mereka pahami dan mendengarkan keinginan
mereka. Hal ini berarti organisasi pelayanan kesehatan harus
menyesuaikan dengan bahasa konsumen yang berbeda-beda.
7) Kredibilitas menyangkut hal yang dapat dipercaya, kejujuran penyedia
pelayanan kesehatan.
8) Keamanan adalah bebas dari bahaya, risiko, ataupun keraguan.
9) Kelengkapan fasilitas pelayanan dan penampilan lingkungan fisik dari
suatu jasa.

2.3 Kepuasan Pelanggan


2.3.1 Pengertian Kepuasan Pelanggan
Menurut Kotler dan Keller (2009) kepuasan konsumen adalah tingkat
perasaan seseorang setelah membandingkan kinerja (atau hasil) yang ia

12
persepsikan dibandingkan dengan harapannya, yang pada dasarnya tidak
berwujud dan tidak mengakibatkan kepemilikan sesuatu.
Lupiyoadi (2013) menyebutkan lima faktor utama yang perlu diperhatikan
dalam kaitannya dengan kepuasan konsumen, antara lain:
1) Kualitas Produk Konsumen akan puas bila hasil evaluasi mereka
menunjukkan bahwa produk yang mereka gunakan berkualitas.
2) Kualitas Pelayanan Konsumen akan merasa puas bila mendapatkan
pelayanan yang baik atau yang sesuai dengan harapan.
3) Emosional Konsumen merasa puas ketika orang memuji dia karena
menggunakan merek yang mahal.
4) Harga Produk yang mempunyai kualitas yang sama tetapi menetapkan
harga yang relatif murah akan memberikan nilai yang lebih tinggi.

2.3.2 Aspek Dalam Kepuasan


Kepuasan pasien dapat dipengaruhi oleh beberapa hal, aspek yang dapat
mempengaruhi kepuasan pasien menurut Moison Walter dan White dalam
Haryanti (2000) terdiri dari :
1) Karakteristik produk. Produk ini merupakan kepemilikan rumah sakit yang
bersifat fisik antara lain gedung dan dekorasi. Karakteristik produk rumah
sakit meliputi penampilan bangunan rumah sakit, kebersihan dan tipe kelas
kamar yang disediakan beserta kelengkapannya.
2) Harga. Harga merupakan aspek penting, namun yang terpenting dalam
penentuan kualitas guna mencapai kepuasan pasien.
3) Pelayanan. Pelayanan keramahan petugas rumah sakit, kecepatan dalam
pelayanan. Rumah sakit dianggap baik apabila dalam memberikan
pelayanan lebih, dan memperhatikan kebutuhan pasien maupun orang lain
yang berkunjung di rumah sakit, kepuasan muncul dari kesan pertama
masuk pasien terhadap pelayanan keperawatan yang diberikan.
4) Lokasi. Meliputi letak rumah sakit, letak kamar dan lingkungannya.
Merupakan salah satu aspek yang menentukan pertimbangan dalam
memilih rumah sakit. Umumnya semakin dekat rumah sakit dengan pusat

13
perkotaan atau yang mudah dijangkau, mudahnya transportasi
danlingkungan yang baik akan semakin menjadi pilihan bagi pasien yang
membutuhkan rumah sakit tersebut.
5) Fasilitas. Kelengkapan fasilitas rumah sakit turut menentukan penilaian
kepuasan pasien.
6) Image. Citra, reputasi dan kepedulian rumah sakit terhadap lingkungan.
Image juga memegang peranan penting terhadap kepuasan pasien dimana
pasien memandang rumah sakit mana yang akan dibutuhkan untuk proses
penyembuhan.
7) Desain visual. Meliputi dekorasi ruangan, bangunan dan desain jalan yang
tidak rumit.
8) Suasana. Meliputi keamanan, keakraban dan tata lampu.
9) Komunikasi. Tata cara informasi yang diberikan pihak penyedia jasa dan
keluhan-keluhan dari pasien. Bagaimana keluhan-keluhan dari pasien
dengan cepat diterima oleh penyedia jasa terutama perawat dalam
memberikan bantuan terhadap keluhan pasien.

Menurut Muninjaya (2016), Beberapa faktor yang mempengaruhi


kepuasan pengguna jasa pelayanan kesehatan perlu dipahami, seperti:
1. Jenis paket jasa pelayanan kesehatan yang diterima. Dalam hal ini, aspek
komunikasi antara penjual dan pengguna memegang peran sangat penting
karena pelayanan kesehatan adalah highpersonnel contact.
2. Empati (sikap peduli) yang ditunjukkan oleh petugas kesehatan. Sikap ini
akan menyentuh emosi pasien. Faktor ini berpengaruh besar pada tingkat
kepatuhan pasien (compliance) yang akhirnya berdampak positif pada
kesembuhannya.
3. Biaya (cost). Tingginya biaya jasa pelayanan kesehatan dapat dianggap
sebagai sumber moral hazard bagi pasien dan keluarganya.
Misalnya,penjelasan tentang harga (tarif pelayanan) harus diberikan
sebelum mereka menerima pelayanan. Moral hazard juga akan sangat
merugikan institusi pelayanan kesehatan secara keseluruhan kalau pasien

14
sengaja digiring untuk memanfaatkan pelayanan kesehatan tertentu,
apalagi memberikan imbalan uang (sejenis komisi) kepada mereka yang
mengantarkan pasien. Sikap kurang peduli (ignorance) pasien dan
keluarganya juga merugikan institusi pelayanan kesehatan. Sikap keluarga
pasien seperti: “yang penting keluarga saya sembuh”, mendorong mereka
menerima begitu saja jenis perawatan dan teknologi kedokteran yang
ditawarkan kepadanya oleh petugas kesehatan. Akibatnya, biaya
perawatan tidak bisa ditafsir jumlahnya oleh para penggunanya. Informasi
yang terbatas yang dimiliki oleh pihak pasien dan keluarganya tentang
jenis perawatan atau pengobatan yang diterima (disbalance information)
bisa berkembang menjadi sumber keluhan pasien kalau tidak dikelola
secara transparan dan objektif. Sistem asuransi kesehatan akan menjadi
salah satu alternatif solusi untuk mengatasi mahalnya biaya pelayanan
kesehatan.
4. Penampilan fisik (kerapian) petugas kesehatan, kondisi kebersihan dan
kenyamanan ruangan (tangibility).
5. Jaminan keamanan yang ditunjukkan oleh petugas kesehatan (assurance).
Misalnya, ketepatan jadwal pemeriksaan dan kunjungan dokter.
6. Keandalan dan keterampilan (reliability) petugas kesehatan merawat
pasien. Faktor ini sangat tergantung dari pengalaman dan kompetensinya.
Faktor ini bisa dirasakan oleh pengguna pelayanan kesehatan, terutama
yang sedang dirawat di RS.
7. Kecepatan petugas menanggapi keluhan pasien (responsiveness).
Kecepatan memenuhi panggilan pasien pada saat dibutuhkan sangat
ditentukan oleh kesigapan petugas jaga (dokter dan paramedis) yang
tertuang dalam sistem kontrak antara dokter/paramedis dengan pihak RS.

Berdasarkan pemaparan diatas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa


aspek kepuasan pasien adalah : Jasa pelayanan, harga, empati, jaminan keamanan,
kehandalan dan keterampilan, karakteristik produk, lokasi, fasilitas, image, design
visual, suasana dan komunikasi.

15
2.3.3 Pengukuran Kepuasan Pasien
Menurut Suryawati, dkk (2006) terdapat beberapa indikator kepuasan
pasien rawat inap, yaitu :
1. Pelayanan masuk rumah sakit
2. Pelayanan dokter
3. Pelayanan Perawat
4. Pelayanan makanan pasien
5. Sarana medis dan obat-obatan
6. Kondisi fasilitas rumah sakit (fisik rumah sakit)
7. Kondisi fasilitas ruang perawatan
8. Pelayanan administrasi keluar rumah sakit

Menurut Tjiptono (2012) pengukuran kepuasan dilakukan dengan berbagai


macam tujuan, di antaranya :
1) Mengidentifikasi keperluan (requirement) pelanggan (importance ratings),
yakni aspek-aspek yang dinilai penting oleh pelanggan dan mempengaruhi
apakah ia puas atau tidak.
2) Menentukan tingkat kepuasan pelanggan terhadap kinerja organisasi pada
aspek-aspek penting.
3) Membandingkan tingkat kepuasan pelanggan terhadap perusahaan dengan
tingkat kepuasan pelanggan terhadap organisasi lain, baik pesaing
langsung maupun tidak langsung.
4) Mengidentifikasi PFI (Priorities for Improvement) melalui analisis gap
antara skor tingkat kepentingan (importance) dan kepuasan.
5) Mengukur indeks kepuasan pelanggan yang bisa menjadi indikator andal
dalam memantau kemajuan perkembangan dari waktu ke waktu.

2.4 Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS)


BPJS adalah badan hukum yang dibentuk dengan UU BPJS untuk
menyelenggarakan program jaminan sosial.Undang-undang Nomer 24 Tahun
2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).Pasal 60 ayat 1

16
UUBPJS menyatakan bahwa BPJS Kesehatan mulai beroperasi tanggal 7 Januari
2014. Undang-undang Nomor 24 Tahun 2011 membentuk dua BPJS, yaitu:
1) BPJS Kesehatan, berfungsi menyelenggarakan program jaminan
kesehatan.
2) BPJS Ketenagakerjaan, berfungsi menyelenggarakan program jaminan
kecelakaan kerja, jaminan kematian, jaminan hari tua, dan jaminan
pensiun.
BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan merupakan transformasi dari
4 (empat) BUMN penyelenggaraan jaminan sosial yang selama ini ada yaitu PT
ASKES, PT JAMSOSTEK, PT TASPEN dan PT ASABRI (Tunggal, 2015).
Dalam melaksanakan fungsi sebagai penyelenggara program jaminan
kesehatan sosial bagi seluruh penduduk Indonesia, BPJS Kesehatan mempunyai
tujuan tugas utama, yaitu:
a) Menerima pendaftaran Peserta JKN.
b) Memungut dan mengumpulkan iuran JKN dari peserta, pemberian kerja,
dan Pemerintah.
c) Menerima bantuan iuran dari Pemerintah.
d) Mengelola dana jaminan sosial untuk kepentingan Peserta.
e) Mengumpulkan dan mengelola data Peserta JKN.
f) Membayarkan manfaat, dan atau membiayai pelayanan kesehatan sesuai
dengan ketentuan program jaminan sosial.
g) Memberikan informasi mengenai penyelenggaraan program jaminan sosial
kepada peserta dan masyarakat.

2.4.1 Kepersertaan BPJS


Menurut Herlambang (2016) Peserta BPJS Kesehatan adalah setiap orang,
termasuk orang asing yang bekerja paling singkat 6 (enam) bulan di Indonesia,
yang telah membayar iuran, meliputi :
1) Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan (PBI): fakir miskin dan orang
tidak mampu, dengan penetapan peserta sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan.

17
2) Bukan Peneima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan (Non PBI), terdiri dari:
a. Pekerja Penerima Upah dan anggota keluarganya.
1. Pegawai Negeri Sipil;
2. Anggota TNI;
3. Anggota Polri;
4. Pejabat Negara;
5. Pegawai Pemerintah non Pegawai Negeri;
6. Pegawai Swasta; dan
7. Pekerja yang tidak termasuk dari 1 sampai 6 yang menerima
Upah.
b. Termasuk WNA yang bekerja di Indonesia paling singkat 6 (enam)
bulan.
1. Pekerja Bukan Penerima Upah dan anggota keluarganya
a. Pekerja di luar hubungan kerja atau pekerja mandiri; dan
b. Pekerja yang tidak termasuk huruf a yang bukan penerima Upah.
2. Termasuk WNA yang bekerja di Indonesia paling singkat 6
(enam) Bulan
3. Bukan pekerja dan anggota keluarganya, terdiri dari:
a. Investor;
b. Pemberi Kerja
c. Penerima Pensiun, terdiri dari;
1. Pegawai Negeri Sipil yang berhenti dengan hak pensiun;
2. Anggota TNI dan Anggota Polri yang berhenti dengan hak
pensiun;
3. Pejabat Negara yang berhenti dengan hak pensiun;
4. Janda, duda, atau anak yatim piatu dari penerima pensiun yang
mendapat hak pensiun.
5. Penerima pensiun lain; dan
6. Janda, duda, atau anak yatim piatu dari penerima pensiun lain
yang mendapat hak pensiun.
d. Veteran;

18
e. Perintis Kemerdekaan;
f. Janda, duda, atau anak yatim piatu dari Veteran atau Perintis
Kemerdekaan; dan
g. Bukan Pekerja yang tidak termasuk huruf a sampai dengan e
yang mampu membayar iuran.

2.4.2 Iuran BPJS


Ketentuan iuran peserta BPJS, adalah sebagai berikut:
1) Bagi peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) Jaminan Kesehatan iuran
dibayar oleh Pemerintah.
2) Iuran bagi Peserta Pekerja Penerima Upah yang bekerja pada Lembaga
Pemerintahan membayar sebesar 5% (lima persen) dari Gaji atau Upah
pekerja dan 2% (dua persen) dibayar oleh peserta.
3) Iuran bagi Peserta Pekerja Penerima Upah yang bekerja di BUMN,
BUMD dan Swasta sebesar 4,5% (empat koma lima persen) dari Gaji atau
Upah per bulan dengan ketentuan: 4% (empat persen) dibayar oleh
Pemberi Kerja dan 0,5% (nol koma lima persen) dibayar oleh peserta.
4) Iuran untuk keluarga tambahan pekerja Penerima Upah yang terdiri dari
anak ke 4 dan seterusnya, ayah, ibu dan mertua, besaran iuran sebesar 1%
(satu persen) dari gaji atau upah per orang per bulan, dibayar oleh pekerja
penerima upah.
5) Iuran bagi kerabat lain dari pekerja penerima upah (seperti saudara
kandung/ipar, asisten rumah tangga, dan lain-lain); peserta pekerja bukan
penerima upah serta iuran peserta bukan pekerja adalah sebesar:
a) Sebesar Rp.25.500,- (dua puluh lima ribu lima ratus rupiah) per orang
per bulan dengan manfaat pelayanan diruang perawatan Kelas III.
b) Sebenarnya Rp.59.500,- (lima puluh Sembilan ribu lima ratus rupiah)
per orang per bulan dengan manfaat pelayanan diruang perawatan
Kelas II.
c) Sebesar Rp.80.000,- (delapan puluh ribu rupiah) per orang per bulan
dengan manfaat pelayanan diruang perawatan Kelas I.

19
6) Iuran Jaminan Kesehatan bagi veteran, perintis kemerdekaan, dan janda,
duda, atau anak yatim piatu dari veteran atau perintis kemerdekaan,
iurannya ditetapkan sebesar 5% (lima persen) dari 45% (empat puluh lima
persen) gaji pokok pegawai negeri sipil golongan ruang III/a dengan masa
kerja 14 (empat belas) tahun per bulan dibayar oleh Pemerintah.
7) Pembayaran iuran paling lambat tanggal 10 (sepuluh) setiap bulan.

2.5 Kerangka Konsep

Variabel Independen Variabel Dependen

Kualitas Pelayanan

1. Reliability
2. Responsiveness Kepuasan Pasien
3. Assurance BPJS
4. Empathy
5. Tangibles

2.6 Hipotesis
Adapun hipotesa dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
H0 1. Tidak ada hubungan pengaruh antara sarana dan prasarana terhadap
kepuasan peserta BPJS di Rumah Sakit Umum Bandung.
2. Tidak ada hubungan pengaruh antara kehandalan terhadap kepuasan
peserta BPJS di Rumah Sakit Umum Bandung.
3. Tidak ada hubungan pengaruh antara daya tanggap terhadap
kepuasan peserta BPJS di Rumah Sakit Umum Bandung.
4. Tidak ada hubungan pengaruh antara jaminan terhadap kepuasan
peserta BPJS di Rumah Sakit Umum Bandung.
5. Tidak ada hubungan pengaruh antara empati terhadap kepuasan

20
peserta BPJS di Rumah Sakit Umum Bandung.

H1 1. Ada hubungan pengaruh antara sarana dan prasarana terhadap


kepuasan peserta BPJS di Rumah Sakit Umum Bandung.
2. Ada hubungan pengaruh antara kehandalan terhadap kepuasan
peserta BPJS di Rumah Sakit Umum Bandung.
3. Ada hubungan pengaruh antara daya tanggap terhadap kepuasan
peserta BPJS di Rumah Sakit Umum Bandung.
4. Ada hubungan pengaruh antara jaminan terhadap kepuasan peserta
BPJS di Rumah Sakit Umum Bandung.
5. Ada hubungan pengaruh antara empati terhadap kepuasan peserta
BPJS di Rumah Sakit Umum Bandung.

21
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian cross sectional karena pengumpulan
data variabel bebas dan variabel terikat dilakukan dalam waktu bersamaan pada
waktu yang sama yaitu pengaruh kualitas pelayanan terhadap kepuasan pasien di
RSU Bandung.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian


3.2.1 Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Sakit Umum Bandung, yang
beralamat di Jalan. Mistar No.39-43, Sei Putih Barat, Medan Petisah, Sumatera
Utara.
3.2.2 Waktu Penelitian
Penelitian ini dimulai sejak disahkannya proposal penelitian serta surat
izin penelitian, yaitu pada bulan Februari 2019.

3.3 Populasi dan Sampel Penelitian


3.3.1 Populasi Penelitian
Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian (Arikunto, 2006).
Sedangkan populasi menurut Sugiono (2002) adalah wilayah generalisasi yang
terdiri atas subjek atau objek oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik
kesimpulannya. Populasi pada penelitian ini adalah semua pasien di RSU
Bandung yang dihitung selama pelaksanaan penelitian yaitu satu bulan.
3.3.2 Sampel Penelitian
Menurut Hair et.al, (dalam Ferdinand, 2006), besarnya sampel dalam suatu
penelitian bila terlalu besar akan menyulitkan peneliti untuk bisa mendapatkan
model penelitian yang cocok dan disarankan ukuran sampel yang sesuai berkisar
antara 100-200 responden agar dapat digunakan estimasi interprestasi dengan
Structural Equation Modelling (SEM). Berdasarkan hal tersebut maka sampel
akan ditentukan dengan menggunakan perhitungan sampel minimum, penentuan

22
jumlah sampel minimum untuk SEM menurut Hair (dalam Ferdinand, 2006)
adalah tergantung pada jumlah indikator yang akan dikalikan lima sampai
sepuluh. Jumlah sampel minimum untuk penelitian ini adalah:
Sampel minimum= 22 x 5 = 110 responden
Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah
nonprobability sampling yaitu memberikan kebebasan pada peneliti untuk
menentukan anggota yang masuk ke dalam sampel. Maka dipilih metode
purposive sampling karena metode ini merupakan metode pemilihan sampel yang
berdasarkan pada responden yang telah memenuhi kriteria yang telah ditentukan
peneliti.
a. Pasien yang berada di Bangsal di RSU Bandung sudah menjalani
perawatan > 2 hari.
b. Pasien yang berusia 20 tahun ke atas.
c. Pasien memiliki kemampuan berkomunikasi dengan baik.
d. Pasien yang bersedia menjadi responden penelitian.
Agar penelitian ini lebih fit, maka diambil sebanyak 100 responden pasien
rawat inap RSU Bandung. Dengan adanya jumlah populasi yang banyak dan
tersebar tidak mungkin diteliti semua. Mengingat keterbatasan waktu, tenaga, dan
biaya maka penelitian yang dilakukan hanya meneliti sebagian dari jumlah
populasi atau disebut sampel. Sampel dengan jumlah 100 pasien rawat inap RSU
Bandung. Penelitian ini dengan menggunakan teknik Accidental sampling,
metode ini merupakan prosedur sampling yang memilih sampel dari orang yang
paling mudah dijumpai atau diakses (Santoso dan Tjiptono 2001).

3.4 Metode Pengumpulan Data


Teknik pengambilan data bertujuan untuk mengumpulkan data atau
informasi yang dapat menjelaskan permasalahan atau penelitian secara objektif.
Teknik pengambilan data yang digunakan dalam penelitian ini antara lain:
1. Observasi (Pengamatan)
Observasi adalah prosedur terencana dengan cara melihat secara langsung
dan mendokumentasikan berbagai temuan yang berkaitan dengan masalah

23
dalam penelitian (Notoatmodjo, 2010) Observasi dalam penelitian ini
dilakukan dengan melihat aktivitas pelayanan RSU Bandung.
2. Metode Angket atau Kuesioner
Kuesioner yang di gunakan untuk mengetahui kualitas pelayanan
merupakan adaptasi dari Zeithaml Parasuraman-Berry yang terdiri dari 5
dimensi yaitu ; Reliability, Responsivness, Assurannce, Empaty and
Tangibles.
3.4.1 Uji Validitas dan Reliabilitas
Uji validitas digunakan untuk mengukur sah atau tidak sahnya suatu
kuesioner. Kuesioner ini dikatakan valid apabila pertanyaan pada kuesioner
mampu mengungkap sesuatu yang akan di ukur oleh kuesioner itu.
Uji validitas kuesioner untuk melihat ketepatan alat ukur mengukur
variabel yang diukur akan dilakukan dengan menggunkan uji Pearson Product
Moment. Sebelum melakukan uji validitas terlebih dahulu akan dilakukan
pencarian nilai korelasi antara bagian-bagian dari alat ukur dengan cara
mengkorelasikan setiap butir alat ukur dengan jumlah skor total yang merupakan
jumlah total skor butir, sedangkan uji reliabilitas untuk melihat tingkat keajegan
instrumen yang dilakukan dengan menggunakan rumus Cronbach’s Alpha.

3.5 Variabel dan Definisi Operasional


3.5.1 Variabel Independen
Variabel independen atau bebas adalah variabel yang mempengaruhi
variabel terikat, variabel bebas dalam penelitian ini adalah kualitas pelayanan.
3.5.2 Variabel Dependen
Variabel dependen atau variabel terikat adalah variabel yang diduga
sebagai faktor yang di pengaruhi variabel independen, variabel terikat dalam
penelitian ini adalah kepuasan pasien.

24
3.5.3 Definisi Operasional

Variabel Definisi Operasional Indikator Skala


Kualitas  Reliability Kualitas pelayanan Ordinal
Pelayanan Keandalan pelayanan reliability Buruk:
yang terpercaya 1. Ketelitian 0-55%
2. Ketepatan waktu Sedang:
3. Membantu saat 56% - 75%
permasalahan Baik:
4. Informasi obat 76% - 100%
5. Informasi jelas
 Responsiveness Kualitas pelayanan
Ketanggapan dalam responsiveness
membantu pasien 1. Menanggapi
keluhan
2. Ketanggapan
melayani
3. Menanggapi dengan
baik
 Assurance 4. Melakukan tindakan
Keramahan dan sopan secara cepat
santun karyawan Kualitas pelayanan
assurance
1. Keahlian di
bidangnya
2. Obat-obatan yang
lengkap
3. Menghargai pasien

 Empaty 4. Dokter bersikap

Sikap penuh perhatian meyakinkan


Kualitas pelayanan

25
kepada pasien empaty
1. Memberikan waktu
cukup
2. Memahami
kebutuhan pasien
3. Memperhatikan
sungguh-sungguh
4. Memberikan
pelayanan sopan
5. Mendengarkan
 Tangibles dengan baik
Kualitas pelayanan Kualitas pelayanan
yang dapat terlihat tangibles
dalam bentuk sarana 1. Kebersihan sarana
fisik 2. Kenyamanan
3. Kelengkapan alat
4. Petunjuk arah yang
jelas
Kepuasan Kepuasan adalah tingkat Kepuasan Pelayanan Ordinal
pasien perasaan pasien setelah Dokter: Buruk:
membandingkan hasil 1. Reaksi 0-55%
yang dia rasakan dengan 2. Informasi Sedang:
harapannya 3. Visit tepat waktu 56% - 75%
4. Penampilan Rapi Baik:
Kepuasan Pelayanan 76% - 100%
Perawat
1. Reaksi cepat
2. Informasi yang jelas
3. Kesopanan
4. Penampilan rapi
Kepuasan Pelayanan

26
Farmasi:
1. Resep cepat
2. Penjelasan apoteker
3. Kondisi obat
4. Tuang tunggu
nyaman
Kepuasan Pelayanan Gizi
1. Gizi sesuai
2. Konseling dengan
baik
3. Penampilan rapi
4. Kesopanan
Kepuasan Pelayanan
Laboratorium:
1. Pengambilan sampel
darah baik
2. Alat lengkap
3. Cepat menyerahkan
hasil
4. Penampilan rapi
Kepuasan Pelayanan
Administrasi:
1. Keramahan
2. Antrian cepat
3. Penampilan rapi
4. Menjelaskan rincian
Kepuasan Pelayanan
Fasilitas Umum:
1. Kantin memadai
2. Fasilitas pendukung
3. Alat lengkap

27
4. Jumlah toilet
Kepuasan Pelayanan
Keadaan Fasilitas:
1. Bersih
2. Siap guna
3. Nyaman
4. Tidak ada kursi
rusak

3.6 Metode Pengukuran


Instrumen penelitian adalah alat yang digunakan untuk mengukur variabel
yang diteliti. Pada penelitian Analisa Kepuasan Masyarakat Terhadap Pelayanan
Kesehatan di RSU Bandung instrument yang digunakan adalah sebagai berikut;
1. Pedoman Observasi yang disiapkan untuk melihat kondisi pelayanan
kesehatan di RSU Bandung. Pedoman observasi digunakan agar
pengamatan sesuai dengan tujuan penelitian.
Kisi – kisi pedoman observasi
No Indikator Pelayanan
1. Proses layanan Alur proses layanan di RSU
Bandung
2. Kelengkapan sarana dan Daftar inventaris sarana dan
prasarana prasarana
3. Keadaan fisik sarana Kondisi sarana dan prasarana
yang dimiliki

2. Kuesioner yang dibuat menggunakan kategori multiple choice dengan


menggunakan skala linkert dimana setiap pertanyaan dibagi menjadi skala
ukur yaitu:
a. Sangat Setuju :4
b. Setuju :3
c. Tidak Setuju :2

28
d. Sangat Tidak Setuju :1

Kisi-kisi Kuesioner Kualitas Layanan


No Dimensi Jumlah
1. Reliability 5
2. Responsiveness 4
3. Assurance 4
4. Empaty 5
5. Tangible 4
Total 22

Kisi-kisi Kuesioner Kepuasan


No Komponen Jumlah
1. Pelayanan Dokter 4
2. Pelayanan Perawat 4
3. Pelayanan Farmasi 4
4. Pelayanan Gizi 4
5. Pelayanan Laboratorium 4
6. Pelayanan Administrasi 4
7. Sarana Fasilitas Umum 4
8. Keadaan dan Fasilitas Umum 4
Total 32

3.7 Metode Analisa Data


Semua analisa data yang dilakukan dalam penelitian ini dilakukan dengan
software IBM SPSS Statistics 23. Setelah data-data hasil penelitian diperoleh
kemudian dilakukan beberapa analisa yaitu

29
DAFTAR PUSTAKA

Departemen Kesehatan RI. 2009. Undang - Undang Republik Indonesi Nomor


44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit. Jakarta: Depkes RI.
Herlambang, S., 2016. Manajemen Pelayanan Kesehatan Rumah Sakit.
Yogyakarta: Gosyen Publishing.
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia 129/Menkes/SK/II/2008
tentang :Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit, Jakarta.
Kotler, P. dan Keller, K. L., 2009.Manajemen Pemasaran, Edisi Ketiga Belas Jilid
I. Jakarta: PT. Gelora Aksara Pratama.
Lupiyoadi, R., 2013. Manajemen Pemasaran Jasa Teori. Edisi ketiga, Jakarta:
Salemba Empat.
Pasuraman., 2010. Marketing Research, edition, USA, Addisonwesley Publishing
Company, Inc.
Peraturan Menteri Kesehaan Republik Indonesia Nomor 56 Tahun 2014 Tentang:
Klasifikasi dan Perizinan Rumah Sakit, Jakarta.
Suryawati, dkk., (2006). Penyusunan Indikator Kepuasan Pasien Rawat Inap
Rumah Sakit di Provinsi Jawa Tengah, Jurnal Manajemen Pelayanan
Kesehatan, Vol 9, hal: 177-184
Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).
Muninjaya, 2016. Manajemen Kesehatan, Edisi Ketiga. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
Tjiptono, 2012. Service Management Mewujudkan Layanan Prima. Edisi Kedua,
Yogyakarta: C.V Andi Offset.
Tjiptono, dan Chandra, G., 2016. Service, Quality dan Satisfaction. Edisi

30
Keempat, Yogyakarta : C.V Andi Offset.
Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem
Jaminan Sosial Nasional (SJSN).

31

Anda mungkin juga menyukai