Anda di halaman 1dari 45

HUBUNGAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK PERAWAT DENGAN

KUALITAS PELAYANAN PADA PASIEN TB PARU DI LANTAI 10


RUMAH SAKIT ROYAL PRIMA MEDAN TAHUN 2018

PROPOSAL

ROHAYA SAGALA
NIM. 163313010106
BAB I
PENDAHULUAN
Menurut Depkes RI tahun 2013, masih ditemukan adanya
keluhan tentang ketidakpuasan pasien terhadap komunikasi perawat.
Rata-rata hasil data yang didapatkan dari beberapa Rumah sakit di
Indonesia menunjukan 67% pasien yang mengeluh adanya
ketidakpuasan dalam penerimaan pelayanan kesehatan.

Ada beberapa jenis pelayanan di rumah sakit yang kualitasnya


selalu dinilai oleh pasien, dan salah satunya adalah pelayanan
keperawatan. Komunikasi terapeutik merupakan komunikasi
profesional bagi perawat yang direncanakan dan dilakukan untuk
membantu penyembuhan atau pemulihan pasien. Dengan memiliki
keterampilan komunikasi terapeutik yang baik, perawat akan lebih
mudah menjalin hubungan saling percaya dengan pasien, dan hal ini
akan lebih efektif bagi perawat dalam memberikan kepuasan
profesional dalam pelayanan ke pasien
Menurut WHO (2015), di Indonesia setiap tahun terjadi 978
kasus baru dengan kematian 670 penderita dengan tuberkulosis positif
pada dahaknya. Sedangkan menurut hasil penelitian kusnindar 1990,
Jumlah kematian yang disebabkan karena tuberkulosis diperkirakan
105,952 Orang pertahun.

Di Sumatera Utara saat ini diperkiraka ada sekitar 3500 penderita


dengan BTA positif. Dari hasil evaluasi kegiatan Program
Pemberantasan Tuberkulosa paru,

kota Medan tahun 2005/2014 ditemukan 897 Orang penderita


dengan insiden penderita tuberkulosis paru 0.54 per 1000 jumlah
penduduk. Dengan catatan dari balai pengobatan penyakit paru-paru
(BP4), di Medan dijumpai 700 kasus tuberkulosis paru setiap tahun.
Berdasarkan hasil survey awal yang dilakukan wawancara
dengan membagikan kuesioner terhadap 10 pasien yang sedang di
rawat inap RS Royal prima Medan terdapat 7 pasien dari 10 pasien
mengatakan bahwa komunikasi teraupetik perawat kurang puas pada
saat memberikan arahan kepada pasien.

Berdasarkan latarbelakang diatas maka peneliti tertarik meneliti


“Hubungan Komunikasi Terapeutik Perawat Dengan Kualitas Pelayanan
Pada Pasien Tb Paru Di Lantai 10 Rumah Sakit Royal Prima Tahun
2018”.
1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang. Maka rumusan


masalah dalam penelitian ini adalah “Hubungan Komunikasi
Terapeutik Perawat Dengan Kualitas Pelayanan Pada Pasien
Tb Paru di Lantai 10 Rumah Sakit Royal Prima
Tahun 2018”.
1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan umum
Untuk mengetahui Hubungan Komunikasi Terapeutik
Perawat Dengan Kualitas Pelayanan Pada Pasien Tb Paru Di
Lantai 10 Rumah Sakit Royal Prima
Tahun 2018”
1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui Komunikasi Terapeutik Perawat Di Lantai 10
Rumah Sakit Royal Prima Tahun 2018.
2. Untuk mengetahui Kualitas Pelayanan Pada Pasien Tb Paru Di
Lantai 10 Rumah Sakit Royal Prima Tahun 2018.
3. Untuk mengetahui Hubungan Komunikasi Terapeutik Perawat
Dengan Kualitas Pelayanan Pada Pasien Tb Paru Di Lantai 10
Rumah Sakit Royal Prima Tahun 2018”.
1.4 Manfaat Penelitian

• Bagi Rumah Sakit Royal Prima


Sebagai bahan pertimbangan maupun masukan dalam membina dan
mengembangkan Komunikasi terapeutik perawat dengan kualitas
pelayanan pada pasien Tb paru di lantai 10 Rumah Sakit Royal Prima.
• Bagi Peneliti Selanjutnya
Peneliti ini sangat berguna untuk menambah pengalaman, pengetahuan
dan pemahaman tentang Hubungan Komunikasi terapeutik perawat
dengan kualitas pelayanan pada pasien Tb paru di lantai 10 rumah sakit
royal prima..
1.4 Manfaat Penelitian

• Bagi Institusi Pendidikan


Sebagai bermanfaat dan memberikan pengetahuan
maupun referensi tentang Hubungan Komunikasi
terapeutik perawat dengan kualitas pelayanan pada pasien
Tb paru di lantai 10 Rumah Sakit Royal Prima.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Komunikasi Terapeutik

Secara harafiah komunikasi yang berasal dari bahasa


Latin yaitu “Communis” berarti “sama” Communicatio yang
berarti “membuat sama”, dapat dikatakan bahwa komunikasi
merupakan suatu proses upaya membangun pengertian
antara yang satu dengan yang lainnya, agar terjadi kesamaan
mengenai suatu hal ( Achmad, 2015)
Terapeutik merupakan kata sifat yang dihubungkan
dengan seni dari penyembuhan. Maka disini diartikan
bahwa terapeutik adalah segala sesuatu yang memfasilitasi
proses penyembuhan. Sehingga komunikasi terapeutik itu
sendiri adalah komunikasi yang direncanakan dan dilakukan
untuk membantu penyembuhan / pemulihan pasien ( Anas,
2014)
Tujuan Komunikasi terapeutik

1. Kesadaran diri, penerimaan diri dan meningkatkan kehormatan diri


2. Identitas pribadi yang jelas dan meningkatkan integritas pribadi
3. Kemampuan untuk membentuk suatu keintiman, saling
ketergantungan, hubungan interpersonal dengan kapasitas
memberi dan menerima.
4. Mendorong fungsi dan meningkatkan kemampuan terhadap
kebutuhan yang memuaskan dan mencapai tujuan pribadi yang
realistis.
Manfaat Komunikasi terapeutik

1. Mendorong dan menganjurkan kerja sama antara


perawat dengan pasien melalui hubungan perawat –
pasien.
2. Mengidentifikasi, mengungkapkan perasaan, mengkaji
masalah, dan mengevaluasi tindakan yang dilakukan oleh
perawat.
Prinsip Komunikasi terapeutik

1. Komunikasi berorientasi pada proses percepatan


kesembuhan
2. Komunikasi terstruktur dan direncanakan
3. Komunikasi terjadi dalam konteks topik, ruang dan
waktu.
4. Komunikasi memperhatikan kerangka pengalaman
klien
5. Komunikasi memerlukan keterlibatan maksimal dari
klien dan keluarga
6. Keluhan utama sebagai pijakan pertama dalam
komunikasi
Sikap Komunikasi terapeutik

1. Berhadapan : arti dari posisi ini adalah saya siap untuk anda.
2. Mempertahankan kontak mata : kontak mata pada level yang sama
berarti menghargai pasien dan menyatakan keinginan untuk tetap
berkomunikasi.
3. Membungkuk kearah pasien: posisi ini menunjukkan keinginan untuk
menyatakkan atau mendengarkan sesuatu.
4. Memperlihatkan sikap terbuka : tidak melipat kaki atau tangan
menunjukkan keterbukaan untuk berkomunikasi dan siap membantu
5. Tetap rileks : tetap dapat mengendalikan keseimbangan antara
ketegangan dan relaksasi dalam memberikan respons kepada pasien,
meskipun dalam situasi yang kurang menyenangkan.
Teknik – teknik komunikasi terapeutik
1. Mendengarkan dengan penuh 8. Menawarkan informasi
perhatian 9. Diam (memelihara ketenangan)
2. Menunjukkan penerimaan 10. Meringkas
3. Menanyakkan pertanyaan yang 11. Memberi penghargaan
berkaitan 12. Menawarkan diri
4. Pertanyaan terbuka (Open- 13. Memberi kesempatan pada klien
Ended Question) untuk memulai pembicaraan
5. Mengulang ucapan pasien 14. Refleksi
dengan kata – kata sendiri 15. Assertive
6. Mengklarifikasi 16. Humor
7. Memfokuskan
Hubungan perawat dengan klien

1. Kejujuran
2. Tidak membingungkan dan cukup ekspresi
3. Bersikap positif
4. Empati bukan Simpati
5. Mampu melihat permasalahan dari kecamata klien
6. Menerima Klien apa adanya
7. Sensitif terhadap perasaan klien
8. Tidak mudah terpengaruh oleh masa lalu klien
ataupun diri perawat sendiri
Tahap – tahap Hubungan terapeutik

1. Tahap pra interaksi


2. Tahap perkenalan
3. Tahap kerja.
4. Tahap terminasi
Kualitas Pelayanan

Kualitas adalah sesuatu yang diputuskan oleh


pelanggan. Kualitas didasarkan pada pengalaman aktual
pelanggan atau konsumen terhadap produk atau jasa yang
diukur berdasarkan persyaratan-persyaratan tersebut (Wijaya,
2011 cit. Mongkaren, 2013).

Kualitas pelayanan dapat diartikan sebagai upaya


pemenuhan kebutuhan dan keinginan konsumen serta
ketepatan penyampaiannya dalam mengimbangi harapan
konsumen (Tjiptono, 2002 cit. Amrizal, et al., 2014).
Tolak ukur Kualitas pelayanan
1. Tangiable, terdiri atas fasilitas fisik, peralatan, personil dan komunikasi.
2. Reliable, terdiri atas kemampuan unit pelayanan dalam menciptakan pelayanan
yang disajikan dengan tepat.
3. Responsiveness, kemauan untuk membantu pasien bertangggungjawab terhadap
kualitas pelayanan yang diberikan.
4. Competence, tuntutan yang dimilikinya, pengetahuan dan keterampilan yang baik
dalam memberikan pelayanan.
5. Courtesy, sikap atau perilaku ramah, bersahabat, tanggap terhadap keinginan
pasien serta mau melakukan kontak atau hubungan pribadi.
6. Credibility, sikap jujur dalam setiap upaya untuk menarik kepercayaan pasien.
7. Security, jasa pelayanan yang diberikan harus bebas dari berbagai bahaya dan
resiko.
8. Acces, terdapat kemudahan untuk mengadakan kontak dan pendekatan.
9. Communication, kemauan pemberi pelayanan untuk mendengarkan suara,
keinginan atau aspirasi pasien, sekaligus kesediaan untuk selalu menyampaikan
informasi baru kepada pasien.
10. Understanding the Customer, melakukan segala usaha untuk mengetahui
kebutuhan pasien.
Dimensi Kualitas pelayanan
1. Kinerja (performance) karakteristik operasi pokok dari produk inti, misalnya
kecepatan, kenyamanan, dan sebagainya.
2. Ciri-ciri atau keistimewaan tambahan (features), yaitu karakteristik
sekunder atau pelengkap, misalnya kelengkapan interior dan eksterior
rumah sakit.
3. Kehandalan (reliability), yaitu diagnosa tepat, terapi cepat, dll.
4. Kesesuaian dengan spesifikasi (conformance to specifications), yaitu sejauh
mana karakteristik desain dan operasi memenuhi standar-standar yang
telah ditetapkan sebelumnya.
5. Daya tahan (durability), berkaitan dengan berapa lama suatu produk dapat
terus digunakan.
6. Serviceability, meliputi kecepatan, kompetensi, kenyamanan, serta
penanganan keluhan yang memuaskan.
7. Estetika, yaitu daya tarik panca indera, misalnya bentuk gedung, warna,
ruang tunggu, desain kamar rawat inap, dll.
8. Kualitas yang dipersepsikan (perceived quality), yaitu citra dan reputasi
produk serta tanggung jawab organisasi pelayanan kesehatan terhadapnya.
Faktor – factor yang mempengaruhi pencarian pelayanan kesehatan

1. Faktor predisposisi (predispossing factor)


2. Faktor pemungkin (enabling factor)
3. Kebutuhan Pelayanan (need)
4. Faktor utama mempengaruhi dimensi kualitas pelayanan
5. Ciri - ciri kualitas pelayanan
6. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kualitas Pelayanan
Penyakit tuberkulosis paru

Tuberkulosis adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan bakteri


berbentuk batang (basil) yang dikenal dengan nama Mycobacterium
tuberkulosis. Penularan penyakit ini melalui perantaraan ludah atau dahak
penderita yang mengandung basil tuberkulosis paru. Pada waktu penderita
batuk butir-butir air ludah beterbangan diudara dan terhisap oleh orang yang
sehat dan masuk kedalam parunya yang kemudian menyebabkan penyakit
tuberkulosis paru.

Menurut (WHO 1999), di Indonesia setiap tahun terjadi 583 kasus baru
dengan kematian 130 penderita dengan tuberkulosis positif pada dahaknya.
Sedangkan menurut hasil penelitian. (Kusnindar .2013). Jumlah kematian yang
disebabkan karena tuberkulosis diperkirakan 105,952 orang pertahun. Kejadian
kasus tuberkulosa paru yang tinggi ini paling banyak terjadi pada kelompok
masyarakat dengan sosio ekonomi lemah. Terjadinya peningkatan kasus ini
disebabkan dipengaruhi oleh daya tahan tubuh, status gizi dan kebersihan diri
individu dan kepadatan hunian lingkungan tempat tinggal.
Gambaran Tentang penyakit Tuberkulosis paru

1. Batuk-batuk berdahak lebih dari dua minggu.


2. Batuk-batuk mengeluarkan darah atau pernah
mengeluarkan darah.
3. Dada terasa sakit atau nyeri.
4. Terasa sesak pada waktu bernafas.
Pemeriksaan Laboratorium

1. Sputum(dahak).
2. Air Kemih, Urin pagi hari, pertama kali keluar, merupakan
urin pancaran tengah. Sebaiknya urin kateter.
3. Air kuras lambung,
4. Bahan-bahan lain, misalnya nanah, cairan cerebrospinal,
cairan pleura, dan usapan tenggorokan.
5. Mikroskopik, dengan pewarnaan Ziehl-Neelsen
6. Bakteri tahan asam,
7. Bakteri tidak tahan asam,
8. Kultur (biakan),
9. Uji kepekaan kuman terhadap obat-obatan anti
tuberkulosis,
Penularan Kuman Tuberkulosis.

Penderita TB Paru BTA positif mengeluarkan kuman-kuman


keudara dalam bentuk droplet yang sangat kecil pada waktu batuk atau
bersin. Droplet yang sangat kecil ini mongering dengan cepat dan
menjadi droplet yang mengandung kuman tuberkulosis. Dan dapat
bertahan diudara selama beberapa jam.

Droplet yang mengandung kuman ini dapat terhirup oleh orang


lain. Jika kuman tersebut sudah menetap dalam paru dari orang yang
menghirupnya, maka kuman mulai membelah diri (berkembang biak)
dan terjadilah infeksi dari satu orang keorang lain.
Klasifikasi Penyakit Tuberkulosis.

Pada penyakit tuberkulosis dapat diklasifikasikan yaitu


tuberkulosis paru dan tuberculosis ekstra paru. Tuberkulosis paru
merupakan bentuk yang paling sering dijumpai yaitu sekitar 80 % dari
semua penderita. Tuberkulosis yang menyerang jaringan paru-paru ini
merupakan satusatunya bentuk dari TB yang mudah menular.
Tuberkulosis ekstra paru merupakan bentuk penyakit TBC yang
menyerang organ tubuh lain, selain paru-paru seperti pleura, kelenjar
limpe, persendian tulang belakang, saluran kencing, susunan syaraf pusat
dan perut. Pada dasarnya penyakit TBC ini tidak pandang bulu karena
kuman ini dapat menyerang semua organ-organ dari tubuh
Diagnosis Tb Paru

• Penegakan diagnosis pada penyakit TB-paru dapat dilakukan dengan


melihat keluhan/gejala klinis, pemeriksaan biakan, pemeriksaan
mikroskopis, radiologik dan tuberculin test.
• Pada pemeriksaan biakan hasilnya akan didapat lebih baik, namun
waktu pemeriksaannya biasanya memakan waktu yang terlalu lama.
• Seorang penderita tersangka dinyatakan sebagai penderita paru
menular berdasarkan gejala batuk berdahak 3 kali.
• Dalam pemeriksaan ini dahak yang baik adalah dahak mukopurulen
berwarna hijau kekuningan dan jumlahnya harus 3 – 5 ml tiap
pengambilan.
• Untuk hasil yang baik spesimen dahak sebaiknya sudah dapat
dikumpulkan dalam 2 hari kunjungan berurutan.
• Dahak yang dikumpulkan sebaiknya dahak yang keluar sewaktu pagi
hari.
Berdasarkan Faktor Yang Mempengaruhi Kejadian Penyakit
Tb Paru

1. Faktor Sosial Ekonomi.


2. Status Gizi.
3. Umur.
4. Jenis Kelamin.
Pencegahan Penyakit Tbc-Paru.

1. Pengawasan Penderita, Kontak dan Lingkungan.


a. Oleh penderita, dapat dilakukan dengan menutup mulut sewaktu batuk dan
membuang dahak tidak disembarangan tempat.
b. Oleh masyarakat dapat dilakukan dengan meningkatkan dengan terhadap bayi
harus harus diberikan vaksinasi BCG.
c. Oleh petugas kesehatan dengan memberikan penyuluhan tentang penyakit TB
yang antara lain meliputi gejala bahaya dan akibat yang ditimbulkannya.
d. Isolasi, pemeriksaan kepada orang-orang yang terinfeksi, pengobatan khusus
TBC.
e. Des-Infeksi, Cuci tangan dan tata rumah tangga kebersihan yang ketat,
f. Imunisasi orang-orang kontak.
g. Penyelidikan orang-orang kontak. Tuberculin-test bagi seluruh anggota keluarga
dengan foto rontgen yang bereaksi positif,
h. Pengobatan khusus. Penderita dengan TBC aktif perlu pengobatan yang tepat.
Obat-obat kombinasi yang telah ditetapkan oleh dokter diminum dengan tekun
dan teratur, waktu yang lama ( 6 atau 12 bulan). Diwaspadai adanya kebal
terhadap obat-obat, dengan pemeriksaan penyelidikan oleh dokter.
Kerangka Konsep

Variabel Independen Variabel Dependen

Komunikasi Terapeutik :
1. Tahap Perkenalan Kualitas Pelayanan Pada
2. Tahap Kerja Pasien TB Paru
3. Tahap Terminasi
Hipotesis Penelitian
1. Ho : Tidak ada pengaruh antara tahap pengenalan dengan kualitas
pelayanan pada pasien TB paru di lantai 10 Rumah Sakit Royal Prima Medan
Tahun 2018
Ha : Ada pengaruh antara tahap pengenalan dengan kualitas pelayanan pada
pasien TB Paru di lantai 10 Rumah Sakit Royal Prima Medan Tahun 2018
2. Ho : Tidak ada pengaruh antara tahap kerja dengan kualitas pelayanan pada
pasien TB Paru di lantai 10 Rumah Sakit Royal Prima Medan Tahun 2018
Ha : Ada pengaruh antara tahap kerja dengan kualitas pelayanan pada pasien
TB Paru di lantai 10 Rumah Sakit Medan Tahun 2018
3 Ho : Tidak ada pengaruh antara tahap terminasi dengan kualitas pelayanan
pada pasien TB Paru di lantai 10 Rumah Sakit Royal Prima Medan Tahun 2018
Ha : Ada pengaruh antara tahap terminasi dengan kualitas pelayanan pada
pasien TB Paru di lantai 10 Rumah Sakit Royal Prima Medan Tahun 2018
4. Ho : Tidak ada pengaruh antara komunikasi terapeutik dengan kualitas
pelayanan pada pasien TB Paru di lantai 10 Rumah Sakit Royal Prima Medan
Tahun 2018
Ha : Ada pengaruh antara komunikasi terapeutik dengan kualitas pelayanan
pada pasien TB Paru di lantai 10 Rumah Sakit Royal Prima Medan 2018
BAB III
METODE PENELITIAN

Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian adalah


deskriptif analitik yang artinya survey atau penelitian yang
mencoba menggali bagaimana dan mengapa fenomena itu
terjadi
Rancangan Penelitian

Rancangan Penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini


dengan desain penelitian cross sectional variabel independen
dan variabel dependen diteliti secara langsung dalam waktu
bersamaan.
Lokasi dan waktu penelitian

Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian dilakukan di Rumah Sakit Royal
Prima Medan

Waktu Penelitian
Waktu penelitian ini dilakukan pada bulan
Agustus-September 2018.
Populasi Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah mencakup semua pasien di


ruangan perawatan lantai 10 Rumah Sakit Royal Prima Medan Tahun
2018. Populasi dalam penelitian ini pada bulan januari-juli 2018
berjumlah 250 paien
Sampel Penelitian

Sampel adalah bagian dari populasi yang dipilih berdasarkan


teknik-teknik tertentu dan dapat mewakili populasinya
(Notoatmodjo,2017). Sampel dipilih dengan cara sebagian pasien di
lantai 10 Rumah Sakit Royal Prima Medan. Pengambilan sampel pada
penelitian ini menggunakan rumus proporsi dan peneliti mengambil
proporsi sebesar 50% jika proporsi responden tidak diketahui.
Metode Pengumpulan Data

Data Primer
Yaitu pengumpulan data yang diperoleh melalui
kegiatan penelitian dengan datang langsung ke lokasi
penelitian untuk mencari fakta yang berkaitan dengan
masalah yang diteliti melalui observasi, yaitu pengamatan
langsung terhadap objek yang diteliti untuk mendapatkan
gambaran yang tepat mengenai objek penelitian, dan
kuesioner, yang telah dipersiapkan oleh peneliti.

Data Sekunder
Pengumpulan data atau informasi yang menyangkut
masalah yang diteliti, data yang diperoleh dari Lantai 10
Rumah Sakit Royal Prima Medan 2018.
Definisi Operasional
Aspek Pengukuran

Aspek Pengukuran variabel Bebas (Independen)


1. Tahap Pengenalan
4 = selalu, 3 = sering, 2 =kadang-kadang, dan 1 = tidak pernah.
Skor terendah x jumlah pertanyaan ( 1 x 14 ) = 14
Skor tertinggi x jumlah pertanyaan ( 4 x 14 ) = 56
14-56 merupakan rentang nilai responden, jika nilai ini di urut
dari terkecil sampai yang terbesar maka nilai median = 35
2. Tahap kerja
4 = selalu, 3 = sering, 2 = kadang-kadang, dan 1 = tidak pernah.
Skor terendah x jumlah pertanyaan (1 x 5) = 5
Skor tertinggi x jumlah pertanyaan (4 x 5) = 20
5 – 20 merupakan rentang nilai responden, jika nilai ini diurut
dari terkecil sampai yang terbesar maka nilai median = 12,5
dibulatkan 13.
Aspek Pengukuran

1. Tahap terminasi
4 = selalu, 3 = sering, 2 = kadang-kadang, dan 1 = tidak pernah.
Skor terendah x jumlah pertanyaan (1 x 5) = 5
Skor tertinggi x jumlah pertanyaan (4 x 5) = 20
5 – 20 merupakan rentang nilai responden, jika nilai ini diurut
dari terkecil sampai yang terbesar maka nilai median = 12,5
dibulatkan 13.
2. Kualitas Pelayanan
4 = sangat puas, 3 = puas, 2 = kurang puas, dan 1 = sangat tidak
puas.
Skor terendah x jumlah pertanyaan (1 x7) = 7
Skor tertinggi x jumlah pertanyaan (4 x 7) = 28
6 – 35 merupakan rentang nilai responden, jika nilai ini diurut
dari terkecil sampai yang terbesar maka nilai median = 17,5
dibulatkan 18.
Metode Analisa Data

Dalam penelitian ini data dilakukan secara deskriptif dengan melihat


persentase data yang telah dikumpul. Selanjutnya, disajikan kedalam
bentuk Table Distribusi lalu dibahas dengan menggunakan teori dan
Kepustakaan yang ada.

Analisa Univariat

Analisa yang dilakukan utnuk satu variabel atau pervariabel. (Dale,


2015).
Analisa Bivariat

Analisis bivariat dilakukan untuk melihat apakah ada


pengaruh antar variabel independen dengan variabel
dependen. Statistik uji yang digunakan adalah Chi-square,
sehingga diketahui ada atau tidak nya pengaruh yang
bermakna secara statistic dengan menggunakan rumus:

𝑥2 = σ 𝑂 − 𝐸 2

𝐸
Keterangan:
X2= Nilai kai kuadrat
σ = Jumlah
O = Nilai Observasi
E = Nilai harapan
Untuk mengetahui nilai p-value, tergantung pada besarnya derajat
kebebasan (degree of freedom) yang dinyatakan dalam:
𝑑𝑓 = 𝑏 − 1 − 𝑘 − 1
Keterangan:
b= jumlah baris dalam tubuh tabel silang
k= jumlah kolom dalam tubuh tabel silang
Derajat kepercayaan yang digunakan adalah 95% (α=0,05). Jika p-value
lebih kecil dari α(p<0,05), artinya terdapat hubungan yang bermakna
dari kedua variabel yang diteliti. Bila p-value lebih besar dari α(p>0,05),
artinya tidak terdapat hubungan bermakna antara kedua variabel yang di
teliti.

Anda mungkin juga menyukai