BAB I
PENDAHULUAN
Keloid merupakan lesi yang menebal, meninggi serta meluas melebihi batas luka yang
ditandai dengan adanya produksi serat kolagen yang berlebihan serta hiperplasia fibroblas.
Keloid tampak secara klinis berupa nodul, berwarna hiperpigmentasi atau merah muda
sampai kecoklatan dengan batas tegas. Permukaan biasanya halus dan mengkilat dengan tepi
rata, namun dapat ireguler. Predileksi keloid pada tempat-tempat tegangan kulit yang tinggi
seperti pada sternum, bahu, mandibular dan lengan. Kelainan ini lebih sering mengenai ras
kulit hitam dan lebih banyak terjadi pada remaja dan dewasa muda antara usia 10 sampai 30
tahun.1
Saat ini, terdapat berbagai modalitas terapi yang tersedia untuk tata laksana keloid.
Banyak modalitas terapi yang tersedia untuk keloid, salah satunya adalah injeksi steroid
intralesi. Modalitas terapi ini biasanya digunakan sebagai terapi lini pertama maupun terapi
preventif yang biasanya dikombinasikan dengan tindakan bedah. Masing-masing terapi
menunjukkan kelebihan dan kekurangan. Pilihan terapi untuk keloid dapat dibagi menjadi
metode bedah atau nonbedah yang terdiri atas gel silikon, kompresi perban, injeksi
kostikosteroid intralesi, penggunaan imiquimod, bleomisin, pembedahan eksisi, radioterapi,
cryoterapi dan laser.1,2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Keloid adalah tonjolan atau tumor yang padat lunak, dengan permukaan licin serta
terkadang terdapat telangiektasia, berkembang melebihi batas luka dan menginvasi jaringan
normal yang berdekatan. Keloid merupakan lesi yang menebal, meninggi serta meluas
melebihi batas luka yang ditandai dengan adanya produksi serat kolagen yang berlebihan
serta hiperplasia fibroblas. Lesi keloid timbul setelah terjadi trauma, inflamasi,
pembedahan atau luka bakar pada individu dengan predisposisi. Keloid jarang mengalami
regresi sehingga seringkali memberikan dampak sosial dan psikologis pada individu
dengan keloid. Predileksi keloid pada tempat-tempat tegangan kulit yang tinggi seperti
pada sternum, bahu, mandibular dan lengan. 1
Keloid dibedakan menjadi keloid minor dan keloid mayor. Keloid minor yaitu adanya
suatu parut yang abnormal dengan ukuran kecil yang akan bertambah tinggi dan tidak
mengalami regresi serta ia berkembang satu tahun setelah terjadi cidera. Sedangkan untuk
keloid mayor memiliki pertumbuhan tinggi yang lebih dari 0,5 cm dalam perjalanan waktu
dengan rasa gatal dan nyeri mulai dari lokasi luka sampai melewati pada area normal.3
2.2 Epidemiologi
Di negara berkembang, dalam 1 tahun terdapat 100 juta penderita yang mengeluhkan
jaringan parut; 80 juta mengalami jaringan parut hipertrofik akibat pembedahan elektif atau
trauma, sedangkan 15 juta penderita mengeluh keloid akibat luka bakar ataupun sebab
lainnya.4 Secara epidemiologi keloid paling banyak terjadi usia 10 sampai 30 tahun,
namun jarang terjadi pada usia muda dan usia tua. Tidak ada perbedaan kejadian antara
pria dan wanita. Perkembangan keloid disebabkan oleh faktor genetik dan lingkungan.
Insiden yang lebih tinggi terlihat pada individu berkulit gelap keturunan Afrika, Asia, dan
Hispanik. 3
Riwayat keloid pada keluarga akan meningkatkan insidens keloid. Gen yang diduga
memiliki peran terjadinya keloid adalah HLA-B14, HLA-B21, HLA-BW16, HLA-BW35,
HLA-DR5, dan HLA-DQW3. Keloid dapat terjadi pada semua ras, kecuali albino, dan ras
kulit hitam memiliki risiko hingga 15 kali lebih besar. Angka kejadian keloid lebih tinggi
pada saat masa pubertas dan kehamilan, dan menurun pada masa menopause. Hormon
juga diduga menjadi penyebab. Diduga ada peranan sel mast pada terjadinya keloid. 5
2.3 Etiologi
Etiologi keloid masih belum diketahui sepenuhnya. Keloid lebih sering dialami oleh
orang kulit hitam. Perbedaan jenis kelamin tidak terbukti sebagai faktor predisposisi
keloid. Diduga ada faktor genetik yang berperan. Studi Genome Wide Association
Studies (GWAS) di Jepang yang melibatkan 824 pasien dengan keloid dibandingkan
dengan 3205 pasien kontrol memperlihatkan polimorfisme pada empat nukleotida tunggal
pada tiga regio kromosom (1q41, 3q22.3-23, 15q21.3). Lokus 1q41 dan 15q21 terbukti
sebagai faktor predisposisi genetik pada pembentukan keloid. 2
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan Jannah dkk mengatakan bahwa distribusi
penyebab keloid tertinggi pada oleh karena adanya trauma sebesar 28,15% utamanya
akibat kecelakaan lalu lintas yang memberikan lesi pada kulit yang cukup besar sehingga
menjadi predileksi timbulnya keloid dengan ukuran yang rata-rata >10 cm. Hal ini sesuai
dengan penelitian yang telah dilakukan Fania Wardani pada 2018 yang juga menyatakan
bahwa kasus penyebab tertinggi oleh karena trauma. Disusul dibawahnya oleh karena
paska bedah (18,44%), luka bakar (17,47%), serta kasus keloid oleh karena idiopatik
(tidak diketahui penyebabnya) sebesar 11,65%. Kasus idiopatik ini diduga karena trauma
kecil yang tidak disadari oleh pasien seperti misalnya bekas garukan, folikulitis dan
gigitan serangga. Orang yang memiliki kecenderungan memiliki keloid ketika ada trauma
kecil sudah dapat menimbulkan timbulnya keloid tersebut. 6
2.4 Patofisiologi
Proses penyembuhan luka terjadi melalui 3 fase yang kompleks dan tumpang tindih,
yaitu fase inflamasi, fase proliferasi, serta fase penggantian jaringan (remodelling).
Proses inflamasi diawali dengan hemostasis, yaitu pembentukan clot oleh benang-benang
fibrin yang dimediasi oleh platelet. Platelet nantinya juga akan menghasilkan mediator-
mediator untuk menarik makrofag serta fibroblas ke daerah luka. Fase proliferasi meliputi
re-epitelialisasi atau pembentukan dan penyusunan epitel baru oleh keratinosit,
angiogenesis, serta pembentukan kolagen dan matriks ekstraseluler. Makrofag, melalui
aktivasi dari platelet derived growth factor (PDGF) dan transforming growth factor beta-1
(TGFB-1) menginduksi proliferasi fibroblas yang kemudian menghasilkan kolagen tipe
III (fibroplasia) untuk pemadatan luka. Fase remodelling merupakan penggantian dari
kolagen tipe III menjadi tipe I yang lebih kuat, hingga terjadi perbandingan 4:1 (seperti
pada kulit normal). Pada awalnya koordinasi ikatan kolagen belum beraturan, pada fase
remodelling, susunan kolagen lebih teratur. Kondisi ini menyebabkan kekuatan jaringan
kulit baru meningkat. Terbentuknya jaringan parut hipertrofik akibat pengulangan fase
penyembuhan luka dari awal sehingga terjadi penumpukan matriks ekstraseluler yang
berlebihan. Sedangkan pada keloid, faktor penyebab utamanya bukan hanya
penyembuhan luka yang tidak optimal, melainkan faktor genetik/ras serta lebih banyak
terjadi pada kulit yang berwarna gelap. Dengan demikian, luka kecil tanpa komplikasi
pun dapat berkembang menjadi keloid. 4
2.5 Gejala Klinis
Keloid dapat timbul segera setelah trauma atau beberapa tahun setelah trauma muncul
dari skar matur.5 Secara klinis keloid berupa nodul, berwarna hiperpigmentasi atau merah
muda sampai kecoklatan dengan batas tegas. Permukaan biasanya halus dan mengkilat
dengan tepi rata, namun dapat ireguler. 1
Keluhan utama pasien datang pada umunya karena gangguan kosmetik, namun keloid
juga dapat disertai gejala kemerahan, gatal, nyeri, rasa terbakar, dan penonjolan reguler
maupun ireguler. Tempat predileksi tersering adalah cuping telinga, dada, bahu, dan
perut.2
2.6 Diagnosis banding
Parut hipertrofik dan keloid merupakan jenis jaringan parut abnormal. Kedua jenis
parut abnormal ini memiliki tampilan klinis yang dapat dibedakan. Selain tampilan klinis,
perbedaan keduanya dapat dilihat secara histologis. Pada jaringan parut hipertrofik,
penumpukan kolagen tersusun paralel pada lapisan epidermis, sedangkan pada keloid,
penumpukan kolagen tidak beraturan serta ditemukan jumlah pembuluh darah yang lebih
banyak dibandingkan parut hipertrofik. Jaringan parut hipertrofik dan keloid masing-
masing memiliki dua subtipe. Parut hipertrofik dibedakan menjadi parut linear dan difus,
sedangkan keloid dibagi menjadi keloid minor dan mayor. Parut linear berbentuk garis
memanjang berwarna kemerahan disertai rasa gatal, biasanya disebabkan oleh trauma
atau tindakan pembedahan. Jaringan parut difus berbentuk lebar dan terjadi pada kasus
luka bakar.4
Gambaran histopatologis, pada skar hipertrofik ditemukan gambaran terorganisir,
kolagen tipe III yang paralel epidermis, terdapat nodul mengandung miofibroblas dan banyak
mengandung asam mukopolisakarida. Ekspresi ATP rendah. Sedangkan pada keloid
ditemukan gambaran tidak terorganisir, luas, tebal. Kolagen tipe I&III tanpa nodul atau
miofibroblas. Vaskularisasi sangat buruk. Ekspresi ATP tinggi.5
KESIMPULAN
Keloid merupakan masalah kulit yang dapat muncul akibat baru pasca-pembedahan,
trauma, ataupun luka bakar. Keloid merupakan hasil dari pertumbuhan berlebih jaringan ikat
yang melewati batas awal luka. Pemahaman akan mekanisme penyembuhan luka, serta
pengenalan risiko terjadinya parut abnormal dapat menurunkan risiko timbulnya parut
sebelum, saat, dan setelah terapi pembedahan atau perawatan luka. Terdapat berbagai pilihan
modalitas terapi yang tersedia untuk tatalaksana keloid. Hingga saat ini, belum ada terapi
tunggal yang menunjukkan respons klinis dan pencegahan rekurensi optimal, sehingga terapi
kombinasi masih menjadi pilihan. Respons serta penurunan rekurensi dari terapi kombinasi
masih sangat bervariasi.
DAFTAR PUSTAKA
1. Pratiwi IAI, Wardhana M. Keloid aurikularis dekstra yang diterapi kombinasi eksisi intralesi
dan injeksi kortikosteroid dengan anestesi tumesen: sebuah laporan kasus. Intisari Sains
Medis. 2020; 11(2)
2. Bahat A, Krisanti RIA. Tata laksana laser pada keloid. MDVI. 2019; 46(4)
3. Komalasari KW, dkk. Keloid yang diterapi dengan kombinasi bedah eksisi dan injeksi
kortikosteroid intralesi: sebuah laporan kasus. Intisari Sains Medis. 2022; 13(3)
4. Primasari M. Pencegahan dan tatalaksana jaringan parut abnormal. CDK-283. 2020; 47(2)
5. Sinto L. Scar hipertrok dan keloid: patosiologi dan penatalaksanaan. CDK-260. 2018;
45(1)
6. Jannah AR, Listyawan MY, Perdanakusuma DS. Epidemiologi keloid di rsud dr. soetomo
surabaya periode 2017 – 2018. Jurnal Kesehatan Soetomo. 2021; 8(2)
7. Ojeh N, Bharatha A, Gaur U. Keloids: current and emerging therapies. Scars, Burns &
Healing. 2020; 6(1)