FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA i
LEMBAR PENGESAHAN
“ KOLELITIASIS ”
Telah diterima dan disetujui oleh dokter pembimbing klinik, sebagai salah satu syarat
KATA PENGANTAR
Dengan segala kerendahan hati penulis memanjatkan puji dan syukur kepada Tuhan Yang
Mahaesa yang telah memberikan karunia dan hikmat pengetahuan-Nya sehingga tugas
Referat dengan judul “ KOLELITIASIS ” dapat diselesaikan dengan baik dan tepat waktu.
Tugas ini ditulis dalam rangka pemenuhan salah satu syarat menyelesaikan program
kepaniteraan klinik Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Indonesia di RSUD
Dr. Chasbullah Abdulmadjid – Kota Bekasi. Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dan
bimbingan dari berbagai pihak, sangatlah sulit bagi penulis untuk menyelesaikan tugas ini.
1. dr. Raya Henri Batubara, Sp.B-KBD selaku dokter pembimbing referat yang telah
2. Kepada yang saya hormati, para dokter serta staf Departemen Ilmu Bedah atas
3. Kepada orangtua, keluarga dan rekan-rekan tercinta atas dukungan dan doa yang tulus.
Penulis sadar atas segala kekurangan dan keterbatasan dalam penulisan tugas ini. Oleh
karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran demi kemajuan di masa yang akan datang.
Akhir kata, semoga Referat ini membawa manfaat bagi para pembaca. Semoga Tuhan
DAFTAR ISI
Halaman
PENDAHULUAN
Penyakit batu empedu sudah merupakan masalah kesehatan yang penting di negara
barat.1 Angka kejadiannya lebih dari 20% populasi dan insiden meningkat dengan
bertambahnya usia .2 Di negara Barat, batu empedu mengenai 10% orang dewasa. Angka
prevalensi orang dewasa lebih tinggi di negara Amerika Latin (20%-40%) dan rendah di
Di Amerika Serikat, terhitung lebih dari 20 juta orang Amerika dengan batu empedu dan
dari hasil otopsi menunjukkan angka kejadian batu empedu paling sedikit 20% pada wanita
dan 8% pada laki-laki di atas umur empat puluhan. Di Inggris, sekitar 5,5 juta orang dengan
batu empedu dan dilakukan lebih dari 50 ribu kolesistektomi tiap tahunnya.4
penelitian batu empedu masih terbatas. Sebagian besar pasien dengan batu empedu tidak
mempunyai keluhan. Risiko penyandang batu empedu untuk mengalami gejala dan
komplikasi relatif kecil. Walaupun demikian, sekali batu empedu mulai menimbulkan
serangan nyeri kolik yang spesifik maka resiko untuk mengalami masalah dan penyulit akan
terus meningkat.1
Sekitar 1 juta pasien baru terdiagnosis mengidap batu empedu per tahun, dengan dua
pertiganya menjalani pembedahan. Angka kematian akibat pembedahan untuk bedah saluran
empedu secara keseluruhan sangat rendah, tetapi sekitar 1000 pasien meninggal setiap tahun
maka banyak penderita batu kandung empedu yang ditemukan secara dini sehingga dapat
kurang invasifnya tindakan pengobatan sangat mengurangi angka morbiditas dan moralitas.5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 DEFINISI
Kolelithiasis adalah istilah medis yang digunakan pada penyakit batu empedu. Batu
empedu (gallstones) adalah massa padat yang terbentuk dari endapan mineral pada
empedu, gallstones, biliary calculus.7
Kolelitiasis atau batu empedu merupakan gabungan dari beberapa unsur yang
membentuk suatu material yang menyerupai batu yang dapat ditemukan dalam kandung
kedua-duanya.8
Gambar 1.
Batu empedu terbentuk secara perlahan dan terkadang asimtomatik selama beberapa
dekade. Migrasi batu empedu ke ductus cysticus dapat menghalangi aliran pada kandung
empedu selama terjadinya kontraksi pada proses sekresi. Akibat dari peningkatan
tegangan dinding kandung empedu memberi sensasi nyeri (kolik bilier). Tersumbatnya
ductus cysticus dalam jangka waktu lebih dari beberapa jam, dapat menyebabkan
Vater, titik di mana saluran empedu dan saluran pankreas bergabung sebelum keluar ke
duodenum. Obstruksi aliran empedu oleh batu di titik ini dapat menyebabkan sakit perut
dan sakit kuning. Cairan empedu akan stagnan di atas sebuah batu yang mengahalangi
saluran empedu akan sering mengalami infeksi, dan bakteri dapat menyebar dengan cepat
ke hati melalui saluran empedu yang dapat mengancam jiwa, disebut ascending
Dalam waktu yang lama, batu empedu di kandung empedu dapat menyebabkan
fibrosis progresif dan hilangnya fungsi kandung empedu, suatu kondisi yang dikenal
2.2 ANATOMI
yang terletak pada permukaan visceral hepar dengan panjang sekitar 4-6 cm dan
bendungan oleh batu, bagian infundibulum menonjol seperti kantong yang disebut
kantong Hartmann.1
Vesica fellea dibagi menjadi fundus, corpus dan collum. Fundus berbentuk
bulat dan biasanya menonjol dibawah pinggir inferior hepar, dimana fundus
kanan. Corpus bersentuhan dengan permukaan visceral hati dan arahnya keatas,
belakang dan kiri. Collum dilanjutkan sebagai duktus sistikus yang berjalan dalam
omentum minus untuk bersatu dengan sisi kanan duktus hepatikus komunis
2.1.2 Ductus
lumennya mengandung katup berbentuk spiral disebut katup spiral Heister, yang
distal papilla Vater. Bagian hulu saluran empedu intrahepatik berpangkal dari
saluran paling kecil yang disebut kanalikulus empedu yang meneruskan curahan
Panjang duktus hepatikus kanan dan kiri masing-masing antara 1-4 cm.
Panjang duktus hepatikus komunis sangat bervariasi, bergantung pada letak muara
jaringan pankreas dan dinding duodenum membentuk papilla Vater yang terletak
2.1.3 Perdarahan
V. cystica mengalirkan darah langsung ke dalam vena porta. Sejumlah arteri yang
sangat kecil dan vena – vena juga berjalan antara hati dan kandung empedu.9
2.1.4 Pembuluh Limfe dan Persarafan
dekat collum vesica fellea. Dari sini, pembuluh limfe berjalan melalui nodi
coeliacus. Saraf yang menuju ke kandung empedu berasal dari plexus coeliacus.9
Gambar 2.
Anatomi Kandung Empedu dan Saluran Bilier
2.3 FISIOLOGI
Saluran ini kemudian keluar dari hati sebagai duktus hepatikus kanan dan kiri.
karena asam empedu yang melakukan dua hal antara lain: asam empedu
dalam getah pankreas. Asam empedu membantu transpor dan absorpsi produk
akhir lemak yang dicerna menuju dan melalui membran mukosa intestinal.
buangan yang penting dari darah, antara lain bilirubin, suatu produk akhir dari
sel hati.4
Empedu yang disekresikan secara terus-menerus oleh sel-sel hati disimpan dalam
empedu hanya 30-60 ml. Meskipun demikian, sekresi empedu selama 12 jam
(biasanya sekitar 450 ml) dapat disimpan dalam kandung empedu karena air,
natrium, klorida, dan kebanyakan elektrolit kecil lainnya secara terus menerus
ini disebabkan oleh transpor aktif natrium melalui epitel kandung empedu, dan
keadaan ini diikuti oleh absorpsi sekunder ion klorida, air, dan kebanyakan zat-zat
terlarut lainnya. Empedu secara normal dipekatkan sebanyak 5 kali lipat dengan
Pengaliran cairan empedu diatur oleh tiga faktor, yaitu sekresi empedu oleh
Pada saat yang sama, otot polos yang terletak pada ujung distal duktus koledokus
a. Hormonal :
Zat lemak yang terdapat pada makanan setelah sampai duodenum akan
b. Neurogen :
o Stimulasi vagal yang berhubungan dengan fase cephalik dari sekresi cairan
batu.4
Gambar 3a. Kontraksi sfingter Oddi dan pengisian empedu ke kandung empedu.
Tabel 1.
Komposisi Empedu
Empedu Empedu
Komponen
Hati Kandung Empedu
Air 97,5 gr/dl 92 gr/dl
Garam Empedu 1,1 gr/dl 6 gr/dl
Bilirubin 0,04 gr/dl 0,3 gr/dl
Kolesterol 0,1 gr/dl 0,3 – 0,9 gr/dl
Asam Lemak 0,12 gr/dl 0,3 – 1,2 gr/dl
Lecithin 0,04 gr/dl 0,3 gr/dl
Na+ 145 mEq/L 130 mEq/L
K+ 5 mEq/L 12 mEq/L
Ca++ 5 mEq/L 23 mEq/L
Cl- 100 mEq/L 25 mEq/L
HCO3- 28 mEq/L 10 mEq/L
cairan empedu. Sisanya adalah bilirubin, asam lemak, dan garam anorganik.1
2.3.5 Garam Empedu
makanan, sehingga partikel lemak yang besar dapat dipecah menjadi partikel-
Prekursor dari garam empedu adalah kolesterol. Garam empedu yang masuk
ke dalam lumen usus oleh kerja kuman-kuman usus dirubah menjadi deoxycholat
dan lithocholat. Sebagian besar (90%) garam empedu dalam lumen usus akan
bersama feses dalam bentuk lithocholat. Absorbsi garam empedu tersebut terjadi
disegmen distal dari ilium. Sehingga bila ada gangguan pada daerah tersebut
misalnya oleh karena radang atau reseksi maka absorbsi garam empedu akan
terganggu.4
2.3.6 Bilirubin
Hemoglobin yang terlepas dari eritrosit akan pecah menjadi heme dan globin.
Heme bersatu membentuk rantai dengan empat inti pyrole menjadi biliverdin yang
segera berubah menjadi bilirubin bebas. Zat ini di dalam plasma terikat erat oleh
albumin. Sebagian bilirubin bebas diikat oleh zat lain (konjugasi) yaitu 80 % oleh
glukuronide. Bila terjadi pemecahan sel darah merah berlebihan misalnya pada
2.4 EPIDEMIOLOGI
orang dewasa lebih tinggi. Angka prevalensi orang dewasa lebih tinggi di negara
Amerika Latin (20% hingga 40%) dan rendah di negara Asia (3% hingga 4%). Batu
empedu menimbulkan masalah kesehatan yang cukup besar, seperti ditunjukkan oleh
statistik AS ini :3
a) Lebih dari 20 juta pasien diperkirakan mengidap batu empedu, yang total
b) Sekitar 1 juta pasien baru terdiagnosis mengidap batu empedu per tahun, dengan
dalam penelitiannya di Kanchi kamakoti Child trust hospital, mendapatkan dari 13.675
anak yang mendapatkan pemeriksaan USG, 43 (0,3%) terdeteksi memiliki batu kandung
empedu. Semua ukuran batu sekitar kurang dari 5 mm, dan 56% batu merupakan batu
soliter. Empat puluh satu anak (95,3%) dengan gejala asimptomatik dan hanya 2 anak
dengan gejala.3
Tiap tahun 500.000 kasus baru dari batu empedu ditemukan di Amerika Serikat.
Kasus tersebut sebagian besar didapatkan di atas usia pubertas, sedangkan pada anak-
anak jarang. Insiden kolelitiasis atau batu kandung empedu di Amerika Serikat
diperkirakan 20 juta orang yaitu 5 juta pria dan 15 juta wanita. Pada pemeriksaan
autopsy di Amerika, batu kandung empedu ditemukan pada 20% wanita dan 8% pria.
Sekitar 20% dari penduduk negeri Belanda mengidap penyakit batu empedu yang
bergejala atau yang tidak. Persentase penduduk yang mengidap penyakit batu empedu
pada penduduk Negro Masai ialah 15-50 %. Pada orang-orang Indian Pima di Amerika
Utara, frekuensi batu empedu adalah 80%. Di Indonesia, kolelitiasis baru mendapatkan
perhatian di klinis, sementara publikasi penelitian batu empedu masih terbatas. Sebagian
Faktor resiko batu empedu memang dikenal dengan 4-F, yaitu Fatty (gemuk),
Fourty (40th), Fertile (subur), dan Female (wanita). Kolelitiasis dapat terjadi dengan atau
tanpa faktor resiko dibawah ini. Namun, semakin banyak faktor resiko yang dimiliki
a. Jenis Kelamin
empedu.
b. Usia
Orang dengan usia >60 tahun lebih cenderung untuk terkena kolelitiasis
Orang dengan Body Mass Index (BMI) tinggi, mempunyai resiko lebih tinggi untuk
empedu cenderung tinggi, dan juga mengurasi garam empedu serta mengurangi
d. Makanan
Intake rendah klorida dan kehilangan berat badan yang cepat (seperti setelah operasi
e. Riwayat keluarga
f. Aktifitas fisik
berkontraksi.
empedu.
Tabel 2.
2.6 ETIOLOGI
Etiologi batu empedu dan saluran empedu masih belum diketahui dengan
sempurna, akan tetapi faktor predisposisi yang paling penting tampaknya adalah
gangguan metabolisme yang disebabkan oleh perubahan susunan empedu, stasis empedu
pembentukan batu empedu karena hati penderita batu empedu kolesterol, mengekresi
empedu yang sangat jenuh dengan kolesterol. Kolesterol yang berlebihan ini
mengendap dalam kandung empedu (dengan cara yang belum diketahui sepenuhnya)
menyebabkan batu pigmen adalah terjadi pada penderita dengan high heme turnover.
Penyakit hemolisis yang berkaitan dengan batu pigmen adalah sickle cell anemia,
campuran, batu ini merupakan campuran dari kolesterol dan kalsium bilirubinat.
Batu ini sering ditemukan hampir sekitar 90% pada penderita kolelitiasis. 3
kontraksi kandung empedu atau spasme spingter Oddi, atau keduanya dapat
c. Infeksi bakteri dalam saluran empedu dapat berperan dalam pembentukan batu.
Mukus meningkatkan viskositas empedu dan unsur sel atau bakteri dapat berperan
Batu kolesterol mengandung paling sedikit 70% kolesterol, dan sisanya adalah
kandung empedu, dapat berupa soliter atau multipel. Permukaannya mungkin licin
atau multifaset, bulat, berduri, dan ada yang seperti buah murbei. Batu Kolesterol
terjadi kerena konsentrasi kolesterol di dalam cairan empedu tinggi. Ini akibat dari
kolesterol di dalam darah cukup tinggi. Jika kolesterol dalam kantong empedu
tinggi, pengendapan akan terjadi dan lama kelamaan menjadi batu. Penyebab lain
masih adanya sisa-sisa cairan empedu di dalam kantong setelah proses pemompaan
Penampilan batu kalsium bilirubinat yang disebut juga batu lumpur atau batu
pigmen, tidak banyak bervariasi. Sering ditemukan berbentuk tidak teratur, kecil-
terjadi karena bilirubin tak terkonjugasi di saluran empedu (yang sukar larut dalam
Batu ini adalah jenis yang paling banyak dijumpai (±80%) dan terdiri atas
kolesterol, pigmen empedu, dan berbagai garam kalsium. Biasanya berganda dan
2.8 PATOGENESIS
a. Fase Supersaturasi
Kolesterol, phospolipid (lecithin) dan garam empedu adalah komponen yang tak
larut dalam air. Ketiga zat ini dalam perbandingan tertentu membentuk micelle yang
sampai tujuh kali lipat. Pelarutan kolesterol tergantung dari rasio kolesterol terhadap
lecithin dan garam empedu, dalam keadaan normal antara 1 : 20 sampai 1 : 30. Pada
keadaan supersaturasi dimana kolesterol akan relatif tinggi rasio ini bisa mencapai
Peradangan dinding kandung empedu, absorbsi air, garam empedu dan lecithin
supersaturasi.
Pool asam empedu dan sekresi asam empedu turun misalnya pada gangguan
enterohepatik).
Inti batu yang terjadi pada fase II bisa homogen atau heterogen. Inti batu
heterogen bisa berasal dari garam empedu, calcium bilirubinat atau sel-sel yang lepas
pada peradangan. Inti batu yang homogen berasal dari kristal kolesterol sendiri yang
Untuk menjadi batu, inti batu yang sudah terbentuk harus cukup waktu untuk
bisa berkembang menjadi besar. Pada keadaan normal dimana kontraksi kandung
empedu cukup kuat dan sirkulasi empedu normal, inti batu yang sudah terbentuk
akan dipompa keluar ke dalam usus halus. Bila konstruksi kandung empedu lemah,
kristal kolesterol yang terjadi akibat supersaturasi akan melekat pada inti batu
tersebut. Hal ini mudah terjadi pada penderita Diabetes Mellitus, kehamilan, pada
pemberian total parental nutrisi yang lama, setelah operasi trunkal vagotomi, karena
pada keadaan tersebut kontraksi kandung empedu kurang baik. Sekresi mucus yang
berlebihan dari mukosa kandung empedu akan mengikat kristal kolesterol dan sukar
dipompa keluar.
a. Saturasi Bilirubin
eritrosit yang berlebihan, misalnya pada malaria dan penyakit Sicklecell. Pada
menjadi unkonjugasi yang sukar larut. Konversi terjadi karena adanya enzim b
glukuronidase.
Pembentukan inti batu selain oleh garam-garam calcium dan sel bisa juga
oleh bakteri, bagian dari parasit dan telur cacing. Tatsuo Maki melaporkan
bahwa 55 % batu pigmen dengan inti telur atau bagian badan dari cacing ascaris
Gambar 6.
Skema menunjukkan patogenesis pembentukan batu empedu.
2.9 PATOFISIOLOGI
berdasarkan bahan pembentuknya sebagai batu kolesterol, batu pigment dan batu
campuran. Lebih dari 90% batu empedu adalah kolesterol (batu yang mengandung
>50% kolesterol) atau batu campuran (batu yang mengandung 20-50% kolesterol).
Angka 10% sisanya adalah batu jenis pigmen, yang mana mengandung <20%
statis kandung empedu, pengosongan kandung empedu yang tidak sempurna dan
Batu kandung empedu merupakan gabungan material mirip batu yang terbentuk di
dalam kandung empedu. Pada keadaan normal, asam empedu, lesitin dan fosfolipid
membantu dalam menjaga solubilitas empedu. Bila empedu menjadi bersaturasi tinggi
berkristalisasi dan membentuk nidus untuk pembentukan batu. Kristal yang yang
mengakibatkan/ menghasilkan kontraksi kandung empedu, sehingga batu yang tadi ada
dalam kandung empedu terdorong dan dapat menutupi duktus sistikus, batu dapat
menetap ataupun dapat terlepas lagi. Apabila batu menutupi duktus sitikus secara
menetap maka mungkin akan dapat terjadi mukokel, bila terjadi infeksi maka mukokel
dapat menjadi suatu empiema, biasanya kandung empedu dikelilingi dan ditutupi oleh
alat-alat perut (kolon, omentum), dan dapat juga membentuk suatu fistel
kolesistitis akut yang dapat sembuh atau dapat mengakibatkan nekrosis sebagian
dinding (dapat ditutupi alat sekiatrnya) dan dapat membentuk suatu fistel
Batu kandung empedu dapat maju masuk ke dalam duktus sistikus pada saat
kontraksi dari kandung empedu. Batu ini dapat terus maju sampai duktus koledokus
kemudian menetap asimtomatis atau kadang dapat menyebabkan kolik. Batu yang
kolangiolitis, dan pankretitis. Batu kandung empedu dapat lolos ke dalam saluran cerna
melalui terbentuknya fistel kolesitoduodenal. Apabila batu empedu cukup besar dapat
menyumbat pad bagian tersempit saluran cerna (ileum terminal) dan menimbulkan ileus
obstruksi.16
Diagram 1.
Patofisiologi Kolelitiasis.
2.10 MANIFESTASI KLINIK
d. Komplikasi kolelitiasis.
Tanda dan gejala dari komplikasi batu empedu akibat dari efek yang terjadi di dalam
kandung empedu atau dari batu yang keluar dari kandung empedu.10
Batu empedu mungkin dapat ditemukan didalam kantung empedu selama beberapa
dekade tanpa disertai tanda dan gejala dari komplikasinya sendiri. Pada kebanyakan
Dispepsia yang terjadi ketika megkonsumsi makanan berlemak sering disalah artikan
dengan batu empedu, ketika iritasi lambung atau gastroesophageal reflux merupakan
Colic Bilier
Nyeri yang disebut kolik bilier terjadi bila batu empedu atau lumpur berada di duktus
dari relaksasi.11
Kolik bilier episodik, pasien akan melokalisir nyeri pada epigastrium atau kuadran
kanan atas dan mungkin menjalar hingga ke ujung skapula kanan. Rasa sakit mulai
berlemak), biasnaya berlangsung selama 1-5 jam. Rasa sakit yang dialami konstan dan
tidak berkurang dengan pemberian terapi emesis, antasid, buang air besar, kentut,
ataupun perubahan posisi. Biasanya disertai dengan diaforesis, mual, dan muntah.11
Gambar 8.
2.11.1. Anamnesis
yang mungkin timbul adalah dispepsia yang kadang disertai intoleran terhadap makanan
berlemak. Pada yang simtomatis, keluhan utama berupa nyeri di daerah epigastrium,
kuadran kanan atas atau perikomdrium. Rasa nyeri lainnya adalah kolik bilier yang
mungkin berlangsung lebih dari 15 menit, dan kadang baru menghilang beberapa jam
kemudian. Timbulnya nyeri kebanyakan perlahan-lahan tetapi pada 30% kasus timbul
tiba-tiba.7
Penyebaran nyeri pada punggung bagian tengah, skapula, atau ke puncak bahu,
disertai mual dan muntah. Lebih kurang seperempat penderita melaporkan bahwa nyeri
2.11.2. Pemeriksaan Fisik
kolesistitis akut dengan peritonitis lokal atau umum, hidrop kandung empedu, empiema
kandung empedu, atau pankretitis. Pada pemeriksaan ditemukan nyeri tekan dengan
punktum maksimum didaerah letak anatomis kandung empedu. Tanda Murphy positif
apabila nyeri tekan bertambah sewaktu penderita menarik nafas panjang karena
kandung empedu yang meradang tersentuh ujung jari tangan pemeriksa dan pasien
Baru saluran empedu tidak menimbulkan gejala dalam fase tenang. Kadang
teraba hati dan sklera ikterik. Perlu diketahui bahwa bila kadar bilirubin darah kurang
dari 3 mg/dl, gejala ikterik tidak jelas. Apabila sumbatan saluran empedu bertambah
2.11.3. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium
leukositosis. Apabila terjadi sindroma mirizzi, akan ditemukan kenaikan ringan bilirubin
serum akibat penekanan duktus koledukus oleh batu. Kadar bilirubin serum yang tinggi
mungkin disebabkan oleh batu di dalam duktus koledukus. Kadar fosfatase alkali serum
dan mungkin juga kadar amilase serum biasanya meningkat sedang setiap setiap kali
biokimia yang menunjukkan disfungsi sel hati yaitu yang dinamai tes fungsi hati.
Bilirubin serum yang difraksionasi sebagai komponen tak langsung dan langsung dari
reaksi Van den bergh, dengan sendirinya sangat tak spesifik. Walaupun sering
meningkat tanpa penyakit hepatobiliaris pada banyak jenis kelainan yang mencakup
episode bermakna hemolisis intravaskular dan sepsis sistemik. Tetapi lebih lazim
obstruksi saluran empedu akibat batu empedu, keganasan, atau pankreas jinak.15
sampai 30 mg per 100 ml, yang pada waktu itu eksresi bilirubin sama dengan produksi
harian. Nilai >30 mg per 100 ml berarti terjadi bersamaan dengan hemolisis atau
disfungsi ginjal atau sel hati. Keganasan ekstrahepatik paling sering menyebabkan
obstruksi lengkap (bilirubin serum 20 mg per 100 ml), sedangkan batu empedu biasanya
hepatosit. Peningkatan dalam aktivitas serum sering menunjukkan kelainan sel hati, tetapi
peningkatan enzim ini ( 1-3 kali normal atau kadang-kadang cukup tinggi tetapi sepintas)
bisa timbul bersamaan dengan penyakit saluran empedu, terutama obstruksi saluran
empedu.15
empedu. Pada obstruksi saluran empedu, aktivitas serum meningkat karena sel duktus
meningkatkan sintesis enzim ini. Kadar yang sangat tinggi, sangat menggambarkan
obstruksi saluran empedu. Tetapi fosfatasi alkali juga ditemukan di dalam tulang dan
dapat meningkat pada kerusakan tulang. Juga meningkat selama kehamilan karena
sintesis plasenta.15
2. Pemeriksaan Radiologis
Foto polos abdomen biasanya tidak memberikan gambaran yang khas karena
hanya sekitar 10-15% batu kandung empedu yang bersifat radioopak. Kadang kandung
empedu yang mengandung cairan empedu berkadar kalsium tinggi dapat dilihat dengan
foto polos. Pada peradangan akut dengan kandung empedu yang membesar atau hidrops,
kandung empedu kadang terlihat sebagai massa jaringan lunak di kuadran kanan atas
mendeteksi batu kandung empedu dan pelebaran saluran empedu intrahepatik maupun
ekstra hepatik. Dengan USG juga dapat dilihat dinding kandung empedu yang menebal
karena fibrosis atau udem yang diakibatkan oleh peradangan maupun sebab lain. Batu
yang terdapat pada duktus koledukus distal kadang sulit dideteksi karena terhalang oleh
udara di dalam usus. Dengan USG punktum maksimum rasa nyeri pada batu kandung
tidak hanya dilatasi duktus biliaris ekstra dan intra hepatik yang bisa diketahui secara
meyakinkan, tetapi kelainan lain dalam parenkim hati atau pankreas (seperti massa atau
kista) juga bisa terbukti. Pada tahun belakangan ini, ultrasonografi jelas telah ditetapkan
sebagai tes penyaring awal untuk memulai evaluasi diagnostik bagi ikterus. Bila telah
ekstrahepatik. Jika tidak didapatkan dilatasi duktus, maka ini menggambarkan kolestatis
ekstrahepatik tergantung pada derajat dan lama obstruksi saluran empedu, tetapi jelas
Gambar 9.
Untuk penderita tertentu, kolesistografi dengan kontras cukup baik karena relatif
murah, sederhana, dan cukup akurat untuk melihat batu radiolusen sehingga dapat
dihitung jumlah dan ukuran batu. Kolesistografi oral akan gagal pada keadaan ileus
paralitik, muntah, kadar bilirubun serum diatas 2 mg/dl, okstruksi pilorus, dan hepatitis
karena pada keadaan-keadaan tersebut kontras tidak dapat mencapai hati. Pemeriksaan
Merupakan pemeriksaan non invasive terhadap hati, kandung empedu, duktus bilier,
akan dibersihkan oleh sel Kupffer pada hati, dan diekskresikan ke kandung empedu.
Ambilan oleh hati akan dideteksi dalam waktu 10 menit, kandung empedu, duktus bilier,
dan duodenum akan tampak dalam waktu 60 menit pada kondisi puasa. Pemeriksaan ini
dapat digunakan untuk diagnosis kolesistitis akut, yang akan menunjukkan gambaran non
visual dari kandung empedu, yang dengan cepat mengisi duktus koledokus dan
duodenum. Hasil false positive pada pemeriksaan ini meningkat pada pasien dengan
stasis bilier dan pada pasien yang mendapatkan nutrisi parenteral. Pengisian kandung
empedu dan CBD dengan pengisian duodenum yang lambat atau tidak ada
pembedahan pada kandung emppedu atau saluran bilier dapat dikonfirmasi dengan
pemeriksaan ini.12
6. CT – Scan
dicurigai keganasan pada kandung empedu, sitem bilier ekstrahepatik, dan kaput pankrea.
Gambar 10.
CT – Scan pada abdomen kuadran atas terhadap pasien dengan kanker pada distal CBD.
intrahepatik yang berdilatasi. 3. Dilatasi duktus sistikus dan leher kandung empedu. 4.
Dilatasi duktus hepatikus komunis. 5. Bifurkasi aarteri hepatic komunis ke dalam arteri
jarum kecil dengan panduan fluoroskopik. Bila posisi dari duktus bilier telah dipastikan,
kateter dapat dimasukkan (Gambar 14). Melalui kateter, kolangiogram dapat dilakukan
dan terapi dapat dilakukan, seperti drainase dan pemasangan sten. PTC dapat berperan
bermanfaat dalam memberi tatalaksana pada striktur dan tumor duktus bilier. PTC dapat
menyebabkan kolangitis akibat perdarahan, kebocoran bilier, dan masalah lainnya akibat
penggunaan kateter.12
Gambar 11.
duktus bilier intrahepatik dimasuki oleh jarum secara perkutan. B. Kawat kecil
dimasukkan melalui jarum ke duktus. C. Kateter yang masukkan bersama kawat, kawat
Sejak pertengahan tahun 1990, MRI dapat memberikan gambaran jelas hepar,
kandung empedu, dan pancreas. Penggunaan MRI dengan teknik dan kontras yang lebih
baru, gambaran anatomik dapat lebih jelas. MRI memiliki sensitivitas dan spesifitas 95 %
Gambar 12.
MRCP menunjukkan penebalan pada duktus bilier ekstrahepatik (garis) dan duktus
ERCP mapu memberikan informasi mengenai kondisi saluran bilier dan duktus
pankreatikus serta melihat ampuula dari papilla Vateri. Tidak hanya sebagai diagnostik
ERCP juga mampu menjadi salah satu teknik terapetik. Pemeriksaan ERCP
membutuhkan keterampilan dan gambar yang memuaskan, serta tidak begitu dalam
seperti pada pemeriksaan PTC. Jalur endoskopi cenderung aman karena tidak kontak
dengan peritoneum.14
Gambar 13.
Pasien ini telah menjalani gastrektomi partial Polya sehingga endoskop mencapai ampula
tergantung pada operator, tetapi menawarkan gambaran non invasif dari duktus bilier dan
struktur sekitarnya. Ia memiliki bagian untuk biopsy, sehingga dapat digunakan pada
kasus dengan tumor. Ia juga dapat digunakan untuk mengidentifikasi batu pada duktus
dilakkukan PTBD. Walaupun PTBD efektif, ia terkait dengan komplikasi terkait nyeri
dan kualitas hidup yang buruk. EUS-BD adalah pilihan endoskopi minimal invasif
yang ditawarkan sebagai alternative PTBD. Hal ini memiliki tingkat morbiditas mulai
mulai dari 9% hingga 67% dan mortalitas hingga 3% pada periode pasca operasi. 17
Gambar 14.
2.12 PENATALAKSANAAN
Jika tidak ditemukan gejala, maka tidak perlu dilakukan pengobatan. Nyeri yang
makanan berlemak.7
telah dilakukan perubahan pola makan, maka dianjurkan untuk menjalani pengangkatan
kekurangan zat gizi dan setelah pembedahan tidak perlu dilakukan pembatasan
Terapi non bedah merupakan pilihan terapi untuk batu empedu berupa terapi
contact dissolution dengan bahan pelarut organic (metil tert – butyl eter), dan
extracorporeal shock wave biliary lithotripsy. Terapi ini jarang digunakan saat ini.
Terapi disolusi oral diindikasikan batu kolesterol simtomatik dan kandung empedu
yang berfungsi dengan normal. Terapi ini hanya efektif pada batu kolesterol, oleh
karena itu tidak diindikasikan pada batu dengan gambaran radioopak atau bila
terdapat kalsifikasi pada gambaran CT – Scan. Disolusi batu tersebut berhasil pada
kandung empedu dengan infuse pelarut ke kandung empedu. Terapi ini juga hanya
efektiif pada batu kolesterol dengan angka kekambuhan yang hampir sama dengan
disolusi oral.7,16
menjanjikan untuk pilihan terapi non bedah sebagai tatalaksana batu simtomatik.
Terapi ini dilakukan pada pasien dengan batu tunggal dengan diameter 0,5 – 2 cm,
dengan angka kekambuhan yang lebih rendah yaitu sekitar 20 %. Sekali lagi, hanya
sebagian kecil pasien yang mampu memenuhi criteria tindakan ini. Terapi ini tidak
pernah dianjurkan oleh FDA Amerika sebagai terapi disolusi batu empedu.7,16
berulang yang akan dilakukan terapi pembedahan. Terapi definitif kasus kolelitiasis
hidup.16
1) Kolesistektomi Laparaskopi
menangani kasus kolelitiasis. Metode ini mulai diperkenalkan pada tahun 1990 dan
sekarang ini sekitar 90% kolesistektomi dilakukan secara laparoskopi. 80-90% batu
empedu di Inggris dibuang dengan cara ini karena memperkecil resiko kematian
komplikasi pada jantung dan paru.7 Kandung empedu diangkat melalui selang yang
kompleks, hal-hal yang mempengaruhinya antara lain anatomi pasien, variasi kasus
mulai melakukan prosedur ini pada pasien dengan kolesistitis akut dan pasien
bilier, kolesistitis akut atau kronis, pankreatitis batu empedu, diskinesia bilier, atau
adalah dapat mengurangi perawatan di rumah sakit dan biaya yang dikeluarkan,
pasien dapat cepat kembali bekerja, nyeri menurun dan perbaikan kosmetik.
Masalah yang belum terpecahkan adalah kemanan dari prosedur ini, berhubungan
dengan insiden komplikasi seperti cedera duktus biliaris yang mungkin dapat
Gambar 15.
Peletakkan trokar pada laparoskopi kolesistektomi. Laparoskopi melalui port 10 mm di atas
umbilicus. Port tambahan lainnya pada epigastrium, subkostae sejajar garis midklavikula dan
Gambar 16.
Metode yang salah (A) dan benar (B) dalam penarikan kandung empedu sehingga duktus
Gambar 17.
Laparoskopi Kolesistektomi
2) Kolesistektomi Terbuka
paling bermakna yang dapat terjadi adalah cedera duktus biliaris yang terjadi pada
0,2% pasien. Angka mortalitas yang dilaporkan untuk prosedur ini kurang dari
0,5%. Indikasi yang paling umum untuk kolesistektomi adalah kolik biliaris
rekuren, diikuti oleh kolesistitis akut. Secara umum, kolesistektomi terbuka telah
teruji aman dengan tingkat kematian kurang dari 1% bila dilakukan pada pasien
Ketika curiga terdapat batu dalam saluran empedu pasien, pemeriksaan ERCP
yang menjadi indikasi tindakan pembedahan terbuka antara lain; pasien yang
berusia diatas 60 tahun, laki-laki, berat badan lebih dari 65kg, kolesistitis akut,
riwayat operasi abdomen sebelumnya, dan diabetes yang tidak terkontrol. Indikasi
lainnya ialah terdeteksi adanya massa di kandung empedu, sindrom Mirizzi dan
yang lebih rendah dari pada tindakan kolesistektomi terbuka konvensional. Sebuah
mordibitas dan mortalitas dari pada tindakan kolesistektomi terbuka. Di sisi lain,
laparoskopi dapat dikaitkan dengan beberapa efek samping dan komplikasi termasuk
cedera saluran empedu, perdarahan atau abses sub-hepatik, yang lebih jarang terjadi
yang paling serius yang harus dipantau secara ketat. Tindakan cedera saluran empedu
utamanya lebih tinggi pada laparoskopi disbanding pada operasi terbuka. Komplikasi
penting lainnya adalah pendarahan akibat cedera arteri pada tindakan laparoskopi.16
2.13 PROGNOSIS
pada kehadiran dan tingkat keparahan komplikasi. Namun, adanya infeksi dan halangan
disebabkan oleh batu yang berada di dalam saluran biliaris sehingga dapat mengancam
jiwa. Walaupun demikian, dengan diagnosis dan pengobatan yang cepat serta tepat,
BAB III
KESIMPULAN
Batu empedu adalah timbunan kristal di dalam kandung empedu atau di dalam saluran
empedu. Batu yang ditemukan di dalam kandung empedu disebut kolelitiasis, sedangkan batu
di dalam saluran empedu disebut koledokolitiasis. Batu empedu biasanya menimbulkan gejala
dan keluhan bila batu menyumbat duktus sistikus atau duktus koledokus. Oleh karena itu,
gambaran klinis penderita batu empedu bervariasi dari yang berat atau jelas sampai yang
Kejadian batu kandung empedu atau kolelitiasis di negara-negara industri antara 10-
15%. Di Amerika Serikat, insiden kolelitiasis diperkirakan 20 juta orang, dengan 70%
diantaranya didominasi oleh batu kolesterol dan 30% sisanya terdiri dari batu pigmen dan
komposisi yang bervariasi. Prevalensi tergantung pada jenis kelamin, usia, etnis, dan lain
sebagainya.
Kasus batu empedu lebih umum ditemukan pada wanita. Faktor resiko batu empedu
memang dikenal dengan 4-F, yaitu Fatty (gemuk), Fourty (40th), Fertile (subur), dan Female
(wanita). Wanita lebih beresiko mengalami batu empedu karena pengaruh hormon estrogen.
Meski wanita dan usia 40 tercatat sebagai faktor resiko batu empedu, itu tidak berarti bahwa
wanita di bawah 40 dan pria tidak mungkin terkena. Penderita diabetes mellitus, baik wanita
maupun pria, beresiko mengalami komplikasi batu empedu akibat kolesterol tinggi. Selain itu,
anak-anak pun bisa mengalami penyakit seperti ini, terutama anak dengan penyakit kolesterol
herediter.
Walaupun batu empedu dapat terjadi di mana saja dalam saluran empedu, namun batu
kandung empedu ialah yang tersering didapat. Bila batu empedu ini hanya berada dalam
kandung empedu biasanya tidak menimbulkan gejala apapun. Gejala-gejala yang biasanya
timbul bila batu ini keluar menuju duodenum melalui saluran empedu dapat menyebabkan
kolik bilier akibat iritasi, hidrops, atau empiema akibat obstruksi duktus sisitikus. Bila
obstruksi terjadi pada duktus koledokus maka dapat terjadi kolangitis ascendens, ikterus, dan
Jika batu kandung empedu tidak menimbulkan gejala biasanya pasien tidak memerlukan
tindakan operasi, namun cukup dengan pemberian obat-obatan. Meski demikian, kebanyakan
kasus batu kandung empedu yang membutuhkan tindakan operasi yang disebut
kolesistektomi. Saat ini operasi sudah biasa dilakukan dengan laparaskopi atau bedah
minimal. Dengan hanya sayatan kecil, proses pemulihannya dapat lebih cepat. Bedah minimal
juga hanya menimbulkan sedikit nyeri dan kalaupun terjadi komplikasi hanya ringan saja,
tidak seperti bedah terbuka. Ada pula kasus yang mengharuskan kandung empedu diangkat.
Walaupun organ ini sudah dibuang, seseorang tetap bisa melanjutkan kehidupannya dengan
normal dan produktif karena sebenarnya kandung empedu hanya berfungsi sebagai tempat
DAFTAR PUSTAKA
1. Sjamsuhidajat R, de Jong W. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC. 2014.570-579.
2. Schwartz S, Shires G, Spencer F. Prinsip-prinsip Ilmu Bedah (Principles of Surgery).
Edisi 6. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2012.459-64.
3. Lesmana L. Batu Empedu dalam Buku Ajar Penyakit Dalam Jilid 1. Edisi 6. Jakarta:Balai
Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.2016.380-4.
4. Guyton AC, Hall JE. Sistem Saluran Empedu dalam: Buku Ajar Fisiologi Kedokteran.
Sistem empedu dalam : Buku Ajar Bedah. Esentials of Surgery, Edisi 12. Jakarta: EGC,
2014.
5. Brunicardi, F. Charles, Andersen, Dana K., et al. Gallbladder and the Extrahepatic Biliary
System. In : Schwartz’s Principles of Surgery. The McGraw – Hill Companies. 2015.
6. Center SA. Diseases of the gallbladder and biliary tree. Vet Clin North Am Small Anim
Pract. May 2015;39(3):543-98. Diakses pada tanggal 7 Februari 2020 melalui
(http://reference.medscape.com/medline/abstract/19524793)
7. Nakeeb, Attila, Ahrendt, Steven A., et al. Calculous Biliary Disease. In : Greenfield's
Surgery: Scientific Principles and Practice. 6th Edition. Lippincott Williams & Wilkins.
2012.
8. Dauer M, Lammert F. Mandatory And Optional Function Tests For Biliary Disorders.
Best Pract Res Clin Gastroenterol. 2017;23(3):441-51. Diakses pada tanggal 7 Februari
2020 melalui (http://reference.medscape.com/medline/abstract/19505670)
9. Snell, RS. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran. Edisi ke 6. Jakarta: EGC; 2012.
10. Douglas M. Heuman. 2015. Gallstones (Cholelithiasis). Emedicine Medscape Updated,
Jan 20, 2015. Diakses pada tanggal 7 Februari 2020 melalui
(http://emedicine.medscape.com/article/175667)
11. Gilani SN, Bass G, Leader F, Walsh TN. Collins' sign: validation of a clinical sign in
cholelithiasis. Ir J Med Sci. Aug 14 2013; Diakses pada tanggal 7 Februari 2020 melalui
(http://reference.medscape.com/medline/abstract/19685000)
12. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam Edisi IV 2012, Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.
13. Beckingham, IJ. ABC Of Diseases Of Liver, Pancreas, And Biliary System Gallstone
Disease. Dalam: British Medical Journal Vol 13, Januari 2011: 322 (7278): 91–94.
Diakses 7 Februari 2020 melalui (http://www.pubmedcentral.nih.gov/articlerender.fcgi?
artid=1119388).
14. Britton, Julian, Bickerstaff, Kenneth I., et al. Benign Diseases of The Biliary Tract.
Oxford Textbook of Surgery. Oxford University Press. 2012.
15. Keshav.S. The Gastrointestinal System at a Glance. London: Blackwell Science; 2014.
16. Al-saad MH., et al. Surgical Management of Cholelithiasis. Egypt: The Egyption Journal
of Hospital Medicine, 2020.
17. A Hedjoudje, et al. Original Article: Outcomes of endoscopic ultrasound-guided biliary
drainage: A systematic review and meta analysis. Europe: United European
Gastroenterology UEG Journal. 2019.