DISUSUN OLEH:
KELOMPOK 2
KELAS 2.B
1. RISKA DWI MAI YULINDA : 20301064
2. NURUL AFNI : 20301059
3. MIA AULIA : 20301055
4. REZA MARLIANTI : 20301062
5. NABILA PERMATA IJORA : 20301056
6. ELSI CICI LESTARI : 20301045
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini tidak terlepas dari bantuan banyak
pihak yang dengan tulus memberikan doa, saran dan kritik sehingga makalah ini dapat
terselesaikan.
Penulis menyadari sepenuhnya makalah ini masih jauh dari kata sempurna dikarenakan
terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang penulis miliki. Oleh karena itu, saya
mengharapkan segala bentuk saran serta masukan bahkan kritik yang membangun dari berbagai
pihak. Akhirnya penulis berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi
perkembangan dunia pendidikan.
Tim Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .........................................................................................................i
DAFTAR ISI ........................................................................................................................ii
BAB I : PENDAHULUAN .................................................................................................1
1.1 Latar Belakang .......................................................................................................1
1.2 Tujuan ....................................................................................................................3
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................................5
2.1. Definisi ..................................................................................................................5
2.2. Etiologi ..................................................................................................................5
2.3. Klasifikasi .............................................................................................................7
2.4. Manifestasi Klinik .................................................................................................9
2.5. Patofisiologi dan WOC ..........................................................................................10
2.6. Komplikasi ............................................................................................................15
2.7. Penatalaksanaan Medis Dan Keperawatan ...........................................................16
2.8. Pemeriksaan Penunjanga/Diagnostik .....................................................................21
2.9. Asuhan Keperawatan (Pengkajian, Diangnosa Keperawatan Yang
Muncul, Rencana Intervensi Keperawatan) .................................................................24
BAB III MCP KASUS ........................................................................................................34
3.1 Ringkasan Kasus ....................................................................................................34
3.2 MCP Kasus ............................................................................................................35
3.3 Rencana Intervensi Keperawatan ...........................................................................36
BAB IV ANALISIS JURNAL ............................................................................................43
4.1 Judul Artikel, Peneliti, Tahun Penelitian ...............................................................43
4.2 Jenis Dan Jumlah Populasi/Sampel/Responden .....................................................43
4.3 Jenis Tindakan/Intervensi/Penanganan ..................................................................44
4.4 Pembahasan Hasil Penelitian .................................................................................44
4.5 Kesimpulan Hasil Penelitian ..................................................................................46
BAB V : PENUTUP ............................................................................................................47
5.1. Kesimpulan ...........................................................................................................47
5.2. Saran .....................................................................................................................47
DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................................................48
LAMPIRAN .........................................................................................................................49
BAB I
PENDAHULUAN
1.2 TUJUAN
Berdasarkan rumusan masalah yang ada, tujuan yang hendak dicapai oleh penulis sebagai
berikut:
2. Medikasi
a) Aspirin
b) Obat anti-inflamasi non steroid (OAINS)
c) kafein
d) teofilin
e) prednisone
3. Merokok
4. Stress fisiologik berat (misalnya luka bakar)
5. trauma sistem saraf pusat
6. pembedahan
7. Keadaan medis kronik seperti gagal ginjal atau hati, penyakit paru, radiasi, atau
kemoterapi juga dapat menyebabkan destruksi proteksi mukosa.
8. Konsumsi alcohol
9. Stress psikologis
10. Ketidakseimbangan antara sekresi asam/pepsin dan pertahanan mukosa
11. Hipersekresi asam terjadi karena meningkatnya jumlah sel parietal ( atau kadang akibat
respons terhadap hipersekresi gastrin pada sindrom zollinger-ellison)
Penyebab ulkus peptikum masih kurang dipahami, meskipun bakteri gram negatif
H.pylori sudah sangat diyakini sebagai faktor penyebabnya. Ulkus peptikum hanya terjadi
pada area saluran GI yang terpajan pada asam hidroclorida dan pepsin. Penyakit ini terjadi
dengan frekuensi paling besar pada individu usia 40 dan 60 tahun.tetapi penyakit ulkus
peptikum ini relatif jarang terjadi pada wanita menyusui, meskipun ini telah diobservasi
pada anak - anak dan bahkan pada bayi. Pria terkenal lebih sering mengalami penyakit
ulkus peptikum dari pada wanita, tapi ada beberapa bukti lain yang menyebutkan bahwa
perbandingan penderita penyakit ulkus peptikum pada wanita hampir sama dengan pria.
Setelah menopause penyakit ulkus peptikum ini pada wanita hamper sama dengan pria.
Ulkus peptikum pada korpus lambung dapat terjadi tanpa sekresi asam yang berlebihan.
Predisposisi :
Banyak upaya yang masih dilakukan untuk menghilangkan kepribadian ulkus karena
beberapa pendapat mengatakan bahwa stress atau marah yang tidak diekspresikan
merupakan faktor predisposisi dari penyakit ulkus peptikum. Ulkus nampak terjadi pada
orang yang cenderung emosional, tetapi itu masih belum pasti sebagai faktor pemberat
kondisi. Kecenderungan keluarga juga tampak sebagai faktor predisposisi yang signifikan.
Hubungan herediter selanjutnya ditemukan pada individu dengan golongan darah O lebih
rentan dari pada individu dengan golongan darah A, B, atau AB. Faktor predisposisi lain
yang juga dihubungkan dengan ulkus peptikum mencakup penggunaan kronis obat
antiinflamasi non steroid (NSAID), minum alkohol dan merokok berlebihan. Penelitian
terbaru menunjukkan bahwa ulkus lambung dapat dihubungkan dengan infeksi bakteri dan
agens seperti H. pylori, adanya bakteri ini meningkat sesuai dengan usia. Ulkus juga
disebabkan karena hormone gastrin yang berlebihan, yaitu yang diproduksi oleh tumor
(gastrinomas – sindrom zolinger – Ellison) jarang terjadi. Ulkus stress dapat terjadi pada
pasien yang terpajan kondisi penuh stress.
2.3. Klasifikasi
1. Ulkuss gaster / Ulkus lambung
Kata ulkus peptic termasuk ulserasi gaster dan duodenum.Walaupun demikian, perbedaan
mendasar dari keduanya ini mempengaruhi terapi operatif.Ulkus gaster maligna dibedakan
dengan ulkus jinak dan harus dilakukan biopsy. Lebih lanjut, ulkus gaster cenderung
menyerang individu yang lebih tua yang mana akan meningkatkan morbiditas dan mortalitas
perioperative. Ulkus gaster diklasifikasikan dalam 5 kategori seperti yang dipaparkan pada
tabel 1. Ulkus gaster tipe I merupakan yang paling umum dan terjadi pada kurvatura minor
pada penghubung antara mukosa fundus dan antrum, tipe ini sering dikaitkan dengan
hiposekresi asam, ulkus tipe ini diperkirakan merupakan konsekuensi dari ketidakmampuan
defensive mukosa dibandingkan hipersekresi asam. Ulkus gaster tipe II ditemukan pada
badan gaster merupakan sambungan dari ulkus duodenum, sementara tipe III terjadi pada
regio prepilori.Ulkus tipe II dan III berhubungan dengan peningkatan sekresi asam lambung.
Ulkus gaster tipe IV hampir sama dengan tipe I namun lokasi terletak pada area kurvatura
minor yang lebih tinggi hampir mendekati gastroesophageal junction.
Tabel 1. Klasifikasi Ulkus Gaster Berdasarkan Lokasi, Gejala dan Sekresi Asam
Sekresi
Tipe Lokasi Gejala asam
Normal
I Badan gaster pada kurvatura minor Penetrasi atau rendah
Badan gaster dan Ulkus duodenum, Meningkat
II Hemoragik
obstruksi dan perforasi
III Perforasi prepylori Hemoragik Meningkat
mekanisme pasti bagaimana bakteri ini dapat menyebabkan ulkus masih belum
jelas.Ulserasi duodenum sangat berhubungan dengan hipersekresi asam namun hal ini bukan
duodem=num, faktor defensive mukosa dan kapasitas penyangga dari duodenum yang
3. Ulkus stress
Gangguan mukosa yang berhubungan dengan stress pada saluran pencernaan merupakan
masalah umum sebegai hasil dari stress fisiologis yang berat pada pasien sakit kritis, dimana
ruang perawatan intensif (ICU). Penurunan aliran darah gaster mungkin menjadi faktor
utama pada lesi mukosa yang berhubungan dengan stress. Terdapat 2 tipe, yakni:3
• Tipe pertama terdapat erosi yang difus dan resiko perdarahan masih minimal.
• Tipe kedua lesinya lebih dalam dan fokal serta menjadi resiko yang besar dalam
Apapun yang menurunkan produksi mukus lambung atau merusak mukosa lambung
adalah ulserogenik, salisilat dan obat anti inflamasi non steroid lain, alkohol, dan obat anti
inflamasi masuk dalam kategori ini.
Syndrome Zollinger – Ellison. Sindrom ini dicurigai bila pasien datang dengan ulkus
peptikum berat atau ulkus yang tidak sembuh dengan terapi medis standar. Sindrom ini
diidentifikasi melalui temuan seperti hipersekresi getah lambung, ulkus duodenal, dan
gastrinoma (tumor sel islet) dalam pankreas. 90% tumor ditemukan dalam “ gastric triangle”
yang mengenai kista dan duktus koledukus, bagian kedua dan ketiga dari duodenum,dan
leher serta korpus pancreas. Kira – kira sepertiga dari gastrinoma adalah ganas (malignan).
Diare dan steatore (lemak yang tidak diserap dalam feses) dapat ditemui. Pasien ini dapat
mengalami adenoma paratiroid koeksisten atau hiperplasia sehingga dapat menunjukan
tanda hiperkalsemia. Keluhan pasien paling utama adalah nyeri epigastrik.
Ulkus stres adalah istilah yang diberikan pada ulserasi mukosal akut dari duodenal atau
area lambung yang terjadi setelahkejadian penuh stres secara fisiologis. Kondisi stress
seperti luka bakar, syok, sepsis berat dan trauma organ multiple dapat menimbulkan ulkus
stres. Endoskopi fiberoptik dalam 24 jam setelah cedera menunjukkan erosi dangkal pada
lambung ; setelah 72 jam erosi lambung multiple terlihat. Bila kondisi stres berlanjut maka
ulkus akan meluas sedangkan bila pasien sembuh maka lesi akan mengecil, pola ini khas
pada ulserasi stress.
Pendapat lain yang berbeda adalah penyebab aktual dari ulserasi mukosa. Biasanya
ulserasi mukosa didahului dengan syok sehingga menimbulkan penurunan aliran darah
mukosa lambung. Selain itu, banyak pepsin yang dilepaskan. Kombinasi iskemia, asam dan
pepsin menciptakan suasana ideal untuk menghasilkan ulserasi. Ulkus stres harus dibedakan
dari ulkus cushing dan ulkus curling, yaitu dua tipe dari ulkus lambung. Ulkus cushing
umum terjadi pada pasien dengan trauma otak, yaitu yang terjadi pada esofagus, lambung,
atau duodenum biasanyalebih dalam dan lebih penetrasi dari pada ulkus stres. Ulkus curling
sering terlihat kira – kira 72 jam setelah luka bakar luas.
WOC
2.6. Komplikasi
Komplikasi ulkus peptikum adalah ulkus yang ‘membandel’ (intraktibilitas),
perdarahan, perforasi, dan obstruksi pylorus. Setiap komplikasi ini merupakan indikasi
pembedahan (price, 1996).
1. Intraktibilitas
Komplikasi ulkus peptikum yang paling sering adalah intraktibilitas, yang berarti
bahwa terapi medis telah gagal mengatasi gejala-gejala secara adekuat. Pasien dapat
terganggu tidurnya oleh nyeri, kehilangan waktu untuk bekerja, memerlukan perawatan
di rumah sakit, atau hanya tidak mampu mengikuti program terapi. Intraktibilitas
merupakan alasan tersering untuk anjuran pembedahan.
2. perdarahan.
Perdarahan merupakan komplikasi ulkus peptikum yang sangat sering terjadi,
sedikitnya ditemukan pada 25% kasus selama perjalanan penyakit (guyton, 1996).
Walaupun ulkus pada semua tempat dapat mengalami perdarahan, namun yang sering
adalah di dinding posterior bulbus duodenum, karena pada tempat ini dapat terjadi erosi
arteria pankreatikoduodenalis atau arteria gastroduodenalis. Gejala-gejala yang yang
dihubungkan dengan perdarahan ulkus tergantung pada kecepatan kehilangan darah.
Kehilangan darah yang ringan dan kronik dapat mengakibatkan anemia defisiensi besi.
Feses dapat positif akan darah samara tau mungkin hitam dan seperti ter (melena).
Perdarahan pasif dapat mengakibatkan hematemesis (muntah darah), menimbulkan syok
dan memerlukan transfusi darah serta pembedahan akurat.
3. Perforasi
Kira-kira 5% dari semua ulkus akan mengalami perforasi, dan komplikasi ini
bertanggung jawab atas sekitar 65% kematian akibat ulkus peptikum (price, 1995). Ulkus
biasanya terjadi pada dinding anterior duodenum atau lambung karena daerah ini hanya
diliput oleh peritoneum. Pada kondisi klnik, pasien dengan keluhan komplikasi dating
dengan keluhan nyeri mendadak yang parah pada abdomen bagian atas. Dalam beberapa
menit timbul peritonitis kimia akibat keluarnya asam lambung, pepsin, dan makanan
yang menyebabkan nyeri hebat. Kondisi nyeri tersebut menyebabkan pasien takut
bergerak atau bernapas. Auskultasi abdomen menjadi senyap dan saat papasi, abdomen
mengeras seperti papan. Diagnosis dipastikan melalui adanya udara bebas dalam rongga
periyoneal, dinyatakan sebagai bulan sabit transulen antara bayangan hati dan diafragma.
Udara tentu saja masuk rongga peritoneal melalui ulkus yang mengalami perforasi (aziz,
2008).
4. Obstruksi
Obstruksi pintu keluar lambung akibat peradangan dan edema, pilorospasme, atau
jaringan parut terjadi pada sekitar 5% pasien ulkus peptikum. Obstruksi timbul lebih
sering pada pasien ulkus duodenum, tetapi kadang terjadi pada ulkus lambung terletak
dekat dengan sfingter pylorus. Anorexia, mual dan kembung setelah makan merupakan
gejala-gejala yang sering timbul, kehilangan berat badan juga sering terjadi, bila
obstruksi bertambah berat, dapat timbul nyeri dan muntah (mineta, 1983).
c. Antikolinergis/Antimuskarin
Pirenzepin ungsinya menghambatkerja asetilkolin (yang merangsang sel – sel
parietal untuk mensekresi asam) dan karenanya menggurangi sekresi asam. pasien
dianjurkan untuk mematuhi program medikal untuk menjamin penyembuhan
ulkus dengan sempurna. Ini menjadi sasaran keperawatan untuk menekankan
pentingnya mengikuti program resep sehingga proses penyembuhan dapat
berlanjut tanpa henti dan berulangnya gejala ulkus kronis dapat dihindari.
Istirahat, sedative, dan tranquilizer mdapat menambah kenyamanan pasien dan
digunakan sesuai kebutuhan. Dosis pemeliharaan antagonis reseptor H 2 biasanya
dianjurkan selama 1 tahun.
2. Intervensi Bedah
Pengenalan antagonis reseptor H2 sebagai pengobatan untuk ulkus sangat
menurunkan kebutuhan terhadap intervensi pembedahan. pembedahan biasanya
dianjurkan untuk pasien dengan penyakit ulkus yang tidak sembuh (yang gagal untuk
sembuh setelah 12 sampai 16 minggu pengobatan medis) hemoragi yang mengancam
hidup, perforasi atau obstruksi. Prosdur pembedahan mencakup vagotomi dengan
piloroplasti, billroth I atau II. Pasien yang memerlukan pembedahan ulkus adalah
mereka yang mungkin telah lama sakit, putus asa, telah berhenti dari peran kerjanya
dan emngalami tekanan pada kehidupan keluarga mereka.
Asuhan keperawatan pra operatif untuk pasien yang menjalani pembedahan penyakit
ulkus mencakup hal berikut :
a. Menyiapkan pasien untuk tes diagnostik
Pasien menjalanisanalisis laboratorium, seri sinar-x dan pemeriksaan fisik
umumsebelum pembedahan. Perawat menyiapkan pasien untuk setiap tindakan
diagnostik ini dengan menjelaskan sifat dan maknanya.
b. Memenuhi kebutuhan cairan dan nutrisi pasien
Kebutuhan nutrisi dan cairan pasien sangat penting sehingga pada pasien obstruksi
pilorik, mereka biasanya mengalami muntah cukup lama disertai penurunan berat
badan dan cairan.setiap upaya dibuat untuk memperbaiki tingkat nutrisi adekuat dan
mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit yang optimal.
1. Sindrom zollinger-ellison
Hipersekresi asam dapat dikontrol dengan antagonis reseptor H 2 dosis tinggi. Pasien
mungkin memerlukan dua kali dosis normal dan biasanya perlu ditingkatkan sesuai
dengan lama penggunaan. Pasien juga dapat diberikanoktreotide (sandostatin) yang
telah diketahui menekan kadar gastrin. Tindakan pengobatan mungkin membantu
untuk pasien yang tidak berespon terhadap obat obatan. Gastrektomi total atau
vagotomi sel parietal adalah prosedur yang dianjurkan.
2. ulkus stress
pasien yang beresiko mengalami ulkus stress diatasi secara profilaktik dengan
antagonis reseptor H2 intravena, agens sitoprotektik dan mungkin antasida, bila pasien
ini beresiko tinggi terhadap hemoragi saluran GI atas. Bila pasien sakit akut,
antasidadapat diberikan melalui selang nasogastrik. Aspirasi lambung sering
dilakukan untuk memantau pH. Terapi antasida juga dapat menghambat aktivitas
pepsin.
3. Prognosis
Terdapat kemungkinan ulkus akan kambuh dalam 1 tahun tetapi insiden ini dapat
dikurangi dengan penggunaan profiaktik antagonis reseptor H2. Kemungkinan
kambuh berkurang bila individu menghidari merokok,the, kopi dan cola (termasuk
dekafein), alkohol dan obat ulserogenik (seperti agen antiinflamasi).
Bawah :
Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan upaya untuk
pengumpulan data secara lengkap dan sistematis mulai dari pengumpulan data, identitas
dan evaluasi status kesehatan klien. Hal-hal yang perlu dikaji antara lain:
a. Identitas klien Meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan,
agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS, nomor register, dan diagnosis medis.
b. Keluhan utama Biasanya pasien dengan ulkus mengeluh nyeri tumpul, seperti tetusuk
atau sensasi terbakar di epigastrium tengah atau di punggung. epigastrium atau sedikit
di sebelah kanan garis tengah. Beberapa gejala menurun dengan memberikan tekanan
lokal pada epigastrium. Menurut Mutaqqin (2011) keluhan utama yang lazim
didapatkan adalah nyeri pada pinggang. Untuk lebih komprehensifnya, pengkajian
nyeri dapat dilakukan dengan PQRST.
c. Riwayat kesehatan klien
1. Riwayat kesehatan sekarang Biasanya klien dengan ulkus mengeluh nyeri tumpul,
seperti tertusuk atau sensasi terbakar di epigastrium tengah atau di punggung.
Nyeri dapat dikaji dengan menggunakan PQRST :
KH :
INTERVENSI
Manajemen Nutrisi
➢ Observasi
- Identifikasi status nutrisi
- Identifikasi alergi dan intoleransi makanan
- Identifikasi makanan yang disukai
- Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrient
- Identifikasi perlunya penggunaan selang nasogastrik
- Monitor asupan makanan
- Monitor berat badan
- Monitor hasil pemeriksaan laboratorium
➢ Terapeutik
- Lakukan oral hygiene sebelum makan, jika perlu
- Fasilitasi menentukan pedoman diet (mis. Piramida makanan)
- Sajikan makanan secara menarik dan suhu yang sesuai
- Berikan makan tinggi serat untuk mencegah konstipasi
- Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein
- Berikan suplemen makanan, jika perlu
- Hentikan pemberian makan melalui selang nasigastrik jika asupan oral dapat
ditoleransi
➢ Edukasi
- Anjurkan posisi duduk, jika mampu
- Ajarkan diet yang diprogramkan
➢ Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan (mis. Pereda nyeri, antiemetik),
jika perlu
- Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan jenis nutrient
yang dibutuhkan, jika perlu
KH :
a. Pasien dan keluarga menyatakan pemahaman tentang penyakit, kondisi, prognosis dan
program pengobatan.
b. Pasien dan keluarga mampu melaksanakan prosedur yang dijelaskan secara benar.
c. Pasien dan keluarga mampu menjelaskan kembali apa yang dijelaskan perawat/tim
kesehatan lainnya
INTERVENSI
Edukasi Kesehatan
➢ Observasi
- Identifikasi kesiapan dan kemampuan menerima informasi
- Identifikasi faktor-faktor yang dapat meningkatkan dan menurunkan motivasi
perilaku hidup
- bersih dan sehat
➢ Terapeutik
- Sediakan materi dan media pendidikan kesehatan
- Jadwalkan pendidikan kesehatan sesuai kesepakatan
- Berikan kesempatan untuk bertanya
➢ Edukasi
- Jekaskan faktor risiko yang dapat mempengaruhi kesehatan
- Ajarkan perilaku hidup bersih dan sehat
- Ajarkan strategi yang dapat digunakan untuk meningkatkan perilaku hidup bersih
dan sehat
KH :
a. Turgor kulit baik
INTERVENSI
Manajemen Hipovolemia
➢ Observasi
- Periksa tanda dan gejala hipovolemia (mis. frekuensi nadi meningkat, nadi teraba
lemah, tekanan darah menurun, tekanan nadi menyempit,turgor kulit menurun,
membran mukosa kering, volume urin menurun, hematokrit meningkat, haus dan
lemah)
- Pantau intake dan output cairan
➢ Terapeutik
- hitung kebutuhan cairan
- Berikan posisi trendelenburg termodifikasi
- Berikan asupan cairan oral
- pendidikan
- Anjurkan memperbanyak asupan cairan oral
- Anjurkan menghindari perubahan posisi
➢ Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian cairan IV issotonis (mis. cairan NaCl, RL)
- Kolaborasi pemberian cairan IV hipotonis (mis. glukosa 2,5%, NaCl 0,4%)
- Kolaborasi pemberian cairan koloid (mis. albumin, plasmanate)
- Kolaborasi mempersembahkan produk darah
KH :
c. Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, dan mampu menggunakan teknik
nonfarmakologi untuk mengurangi rasa nyeri)
e. Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi, dan tanda nyeri) f. Menyatakan
rasa nyaman setelah nyeri berkurang.
INTERVENSI
Manajemen Nyeri
➢ Observasi
- lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
- Identifikasi skala nyeri
- Identifikasi respon nyeri non verbal
- Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri
- Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri
- Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri
- Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
- Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah diberikan
- Monitor efek samping penggunaan analgetik
➢ Terapeutik
- Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri (mis. TENS,
hypnosis, akupresur, terapi musik, biofeedback, terapi pijat, aroma terapi, teknik
imajinasi terbimbing, kompres hangat/dingin, terapi bermain)
- Control lingkungan yang memperberat rasa nyeri (mis. Suhu ruangan,
pencahayaan, kebisingan)
- Fasilitasi istirahat dan tidur
- Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi meredakan nyeri
➢ Edukasi
- Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
- Jelaskan strategi meredakan nyeri
- Anjurkan memonitor nyri secara mandiri
- Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
- Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
➢ Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu
BAB III
MCP KASUS
Seorang perempuan berusia 35 tahun dirawat sejak 3 hari yang lalu dengan keluhan
mengeluh sakit uluh hati skala 7 (NRS) kurang lebih 1 jam setelah makan, cepat lelah pucat,
dan sering sakit kepala serta tiba-tiba BAB berwarna hitam. Hasil pemeriksaan didapatkan
ulcer pada gaster pasien dan didiagnosa ulkus peptikum. Pada saat ini sedang dirawat diruang
penyakit dalam wanita. Selain istirahat, pasien mendapatkan diet mula-mula cair bening dan
secara bertahap di tingkatkan ke saring, TB 158 cm dan BB 45 kg, TD 90/60 mmHg,
frekuensi nadi 80 kali/menit, frekuensi napas 24 kali/menit dan suhu 370C. Anamnesa:
Pasien bekerja sebagai karyawan swasta yang mengharuskan pasien sering berpergian keluar
kota. Pasien sering makan tidak teratur, minum kopi untuk mengurangi stresnya. Pasien juga
sering mengonsumsi obat Pereda nyeri ketika nyeri dan sakit gigi. Konjungtiva tampak
anemis, sklera tidak ikterik, bibir kering, bising usus 35 kali/menit (kesan meningkat), perut
kembung, nyeri tekan pada abdomen (+), muntah 5 kali, nafsu makan berkurang selama 3
hari, tidak terdapat edema, tidak ada deformitas pada ekstremitas. albumin 3,4 mg/dl dan Hb
10 g/dl. Terapi yang diberikan RL 24 tetes/menit, omeprazole 2x40 mg, injeksi remopain 3%
jika nyeri hebat, injeksi ondansentron 3x8gr, insepta syrup 3x15 mL, vitamin B complex.
Pasien sempat menolak untuk diberikan pengobatan berupa injeksi. Setelah diberikan
penjelasan oleh perawat akhirnya pasien bersedia diberikan injeksi
3.2 MCP Kasus
MD : ULKUS PEPTIKUM
ND 1 : Nyeri akut b.d Agen Pencedera
Key Assesment : fisiologis
1. Sakit uluh hati skala 7 Ds : Mengeluh Nyeri uluh hati skala 7
2. Cepat lelah pucat
Do :
3. Sakit kepala
4. Muntah 5 x - Nyeri tekan abdomen
5. Nafsu makan berkurang - Nafsu makan berubah
6. Makan tidak teratur
7. Pemeriksaan TTV : Terapi : Pemberian analgetik, jika perlu
• TD 90/60
• Frekuensi nadi 80
kali/menit
• Frekuensi napas 24
kep
kali/menit ND 2 : Disfungsi motilitas gastrointeatinal
• Suhu 37 C b.d malnutrisi
8. Pemeriksaan fisik Ds:
• Konjugtiva tampak anemis
• Sclera ikterik - Pasien mengatakan nyeri uluh hati
• Bibir kering skala 7
• Bising usus 35 x/menit - Sering sakit kepala
• Perut kembung Do :
• Nyeri abdomen
• Albumin 3,4 mg/dl - Bising usus 35 x/menit
- Perut kembung
ND 5 : Pemeliharaan Kesehatan
Tidak efektif b.d gangguan - Nyeri tekan pada abdomen
persepsi
Ds :
- Pasien mengatakan sering
keluar kota sehingga
makan tidak teratur
- Minum kopi untuk ND 3 : Risiko Hipovolemia d.d
mengurangi stress Kehilangan cairan secara aktif
Do :
- Kurang menunjukkan
pemahaman tentang
prilaku sehat
- Tidak mampu menjalankan
prilaku sehat
3.3 Rencana Intervensi Keperawatan
KH :
- Keluhan nyeri berkurang
- Meringis berkurang
- Gelisah berkurang
- Fungsi berkemih membaik
INTERVENSI
Manjemen nyeri
➢ Observasi
- Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
- Identifikasi skala nyeri
- Identifikasi respon nyeri non verbal
- Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri
- Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri
- Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri
- Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
- Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah diberikan
- Monitor efek samping penggunaan analgetik
➢ Terapeutik
- Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri (mis. TENS,
hypnosis, akupresur, terapi musik, biofeedback, terapi pijat, aroma terapi, teknik
imajinasi terbimbing, kompres hangat/dingin, terapi bermain)
- Control lingkungan yang memperberat rasa nyeri (mis. Suhu ruangan,
pencahayaan, kebisingan)
- Fasilitasi istirahat dan tidur
- Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi meredakan nyeri
- Edukasi
- Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
- Jelaskan strategi meredakan nyeri
- Anjurkan memonitor nyri secara mandiri
- Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
- Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
➢ Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu
ND 2 : Disfungsi motilitas gastrointeatinal b.d malnutrisi
KH :
- Nyeri menurun
- Suara peristatik menurun
- Muntah menurun
INTERVENSI
Manajemen Nutrisi
➢ Observasi
- Identifikasi status nutrisi
- Identifikasi alergi dan intoleransi makanan
- Identifikasi makanan yang disukai
- Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrient
- Identifikasi perlunya penggunaan selang nasogastrik
- Monitor asupan makanan
- Monitor berat badan
- Monitor hasil pemeriksaan laboratorium
➢ Terapeutik
- Lakukan oral hygiene sebelum makan, jika perlu
- Fasilitasi menentukan pedoman diet (mis. Piramida makanan)
- Sajikan makanan secara menarik dan suhu yang sesuai
- Berikan makan tinggi serat untuk mencegah konstipasi
- Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein
- Berikan suplemen makanan, jika perlu
- Hentikan pemberian makan melalui selang nasigastrik jika asupan oral dapat
ditoleransi
➢ Edukasi
- Anjurkan posisi duduk, jika mampu
- Ajarkan diet yang diprogramkan
➢ Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan (mis. Pereda nyeri, antiemetik),
jika perlu
- Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan jenis nutrient
yang dibutuhkan, jika perlu
ND 3 : Risiko Hipovolemia d.d Kehilangan cairan secara aktif
KH :
- Perasaan lemah menurun
- Tekanan darah membaik
- Kadar hb membaik
- Intake cairan membaik
INTERVENSI
Manajemen Hipovolemia
➢ Observasi
- Periksa tanda dan gejala hipovolemia (mis. frekuensi nadi meningkat, nadi teraba
lemah, tekanan darah menurun, tekanan nadi menyempit,turgor kulit menurun,
membran mukosa kering, volume urin menurun, hematokrit meningkat, haus dan
lemah)
- Pantau intake dan output cairan
➢ Terapeutik
- hitung kebutuhan cairan
- Berikan posisi trendelenburg termodifikasi
- Berikan asupan cairan oral
➢ Edukasi
- Anjurkan memperbanyak asupan cairan oral
- Anjurkan menghindari perubahan posisi
➢ Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian cairan IV issotonis (mis. cairan NaCl, RL)
- Kolaborasi pemberian cairan IV hipotonis (mis. glukosa 2,5%, NaCl 0,4%)
- Kolaborasi pemberian cairan koloid (mis. albumin, plasmanate)
- Kolaborasi mempersembahkan produk darah
ND 4 : Pemeliharaan Kesehatan Tidak efektif b.d gangguan persepsi
KH :
- Menunjukkan prilaku adaptif meningkat
- Menunjukkan pemahaman prilaku sehat meningkat
- Kemampuan menjalankan prilaku sehat meningkat
INTERVENSI
Edukasi Kesehatan
➢ Observasi
- Identifikasi kesiapan dan kemampuan menerima informasi
- Identifikasi faktor-faktor yang dapat meningkatkan dan menurunkan motivasi
perilaku hidup bersih dan sehat
➢ Terapeutik
- Sediakan materi dan media pendidikan kesehatan
- Jadwalkan pendidikan kesehatan sesuai kesepakatan
- Berikan kesempatan untuk bertanya
➢ Edukasi
- Jekaskan faktor risiko yang dapat mempengaruhi kesehatan
- Ajarkan perilaku hidup bersih dan sehat
- Ajarkan strategi yang dapat digunakan untuk meningkatkan perilaku hidup bersih
dan sehat
PEMBAHASAN KASUS
A. PENGKAJIAN
1. Identitas Klien
Nama : X
Usia : 35 th
Jenis Kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Karyawan Swasta
Diagnosis Medis : Ulkus Peptikum
2. Keluhan Utama
Nyeri uluh hati skala 7 / Nyeri Akut
3. Riwayat Kesehatan klien
a. Riwayat Kesehatan sekarang : klien mengeluh nyeri uluh hati skala 7, sering sakit
kepala tiba-tiba, BAB berwarna hitam, bising usus 35 kali/menit, perut kembung, nyeri
tekanan abdomen, muntah 5 x, nafsu makan berkuran, albumin menurun, bibir kering.
b. Riwayat kesehatan terdahulu : -
4. Aktivitas Sehari-hari
Pasien bekerja sebagai karyawan swasta yang mengharuskan pasien sering berpergian
keluar kota. Pasien sering makan tidak teratur, minum kopi untuk mengurangi
stresnya.
6. Pemeriksaan Fisik
C. RENCANA INTERVENSI
ND 1 : Nyeri akut b.d Agen Pencedera fisiologis
KH :
- Keluhan nyeri berkurang
- Meringis berkurang
- Gelisah berkurang
- Fungsi berkemih membaik
INTERVENSI
Manjemen nyeri
➢ Observasi
- Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
- Identifikasi skala nyeri
- Identifikasi respon nyeri non verbal
- Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri
- Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri
- Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri
- Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
- Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah diberikan
- Monitor efek samping penggunaan analgetik
➢ Terapeutik
- Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri (mis. TENS,
hypnosis, akupresur, terapi musik, biofeedback, terapi pijat, aroma terapi, teknik
imajinasi terbimbing, kompres hangat/dingin, terapi bermain)
- Control lingkungan yang memperberat rasa nyeri (mis. Suhu ruangan,
pencahayaan, kebisingan)
- Fasilitasi istirahat dan tidur
- Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi meredakan nyeri
- Edukasi
- Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
- Jelaskan strategi meredakan nyeri
- Anjurkan memonitor nyri secara mandiri
- Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
- Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
➢ Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu
ND 2 : Disfungsi motilitas gastrointeatinal b.d malnutrisi
KH :
- Nyeri menurun
- Suara peristatik menurun
- Muntah menurun
INTERVENSI
Manajemen Nutrisi
➢ Observasi
- Identifikasi status nutrisi
- Identifikasi alergi dan intoleransi makanan
- Identifikasi makanan yang disukai
- Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrient
- Identifikasi perlunya penggunaan selang nasogastrik
- Monitor asupan makanan
- Monitor berat badan
- Monitor hasil pemeriksaan laboratorium
➢ Terapeutik
- Lakukan oral hygiene sebelum makan, jika perlu
- Fasilitasi menentukan pedoman diet (mis. Piramida makanan)
- Sajikan makanan secara menarik dan suhu yang sesuai
- Berikan makan tinggi serat untuk mencegah konstipasi
- Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein
- Berikan suplemen makanan, jika perlu
- Hentikan pemberian makan melalui selang nasigastrik jika asupan oral dapat
ditoleransi
➢ Edukasi
- Anjurkan posisi duduk, jika mampu
- Ajarkan diet yang diprogramkan
➢ Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan (mis. Pereda nyeri, antiemetik),
jika perlu
- Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan jenis nutrient
yang dibutuhkan, jika perlu
ND 3 : Risiko Hipovolemia d.d Kehilangan cairan secara aktif
KH :
- Perasaan lemah menurun
- Tekanan darah membaik
- Kadar hb membaik
- Intake cairan membaik
INTERVENSI
Manajemen Hipovolemia
➢ Observasi
- Periksa tanda dan gejala hipovolemia (mis. frekuensi nadi meningkat, nadi teraba
lemah, tekanan darah menurun, tekanan nadi menyempit,turgor kulit menurun,
membran mukosa kering, volume urin menurun, hematokrit meningkat, haus dan
lemah)
- Pantau intake dan output cairan
➢ Terapeutik
- hitung kebutuhan cairan
- Berikan posisi trendelenburg termodifikasi
- Berikan asupan cairan oral
➢ Edukasi
- Anjurkan memperbanyak asupan cairan oral
- Anjurkan menghindari perubahan posisi
➢ Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian cairan IV issotonis (mis. cairan NaCl, RL)
- Kolaborasi pemberian cairan IV hipotonis (mis. glukosa 2,5%, NaCl 0,4%)
- Kolaborasi pemberian cairan koloid (mis. albumin, plasmanate)
- Kolaborasi mempersembahkan produk darah
ND 4 : Pemeliharaan Kesehatan Tidak efektif b.d gangguan persepsi
KH :
- Menunjukkan prilaku adaptif meningkat
- Menunjukkan pemahaman prilaku sehat meningkat
- Kemampuan menjalankan prilaku sehat meningkat
INTERVENSI
Edukasi Kesehatan
➢ Observasi
- Identifikasi kesiapan dan kemampuan menerima informasi
- Identifikasi faktor-faktor yang dapat meningkatkan dan menurunkan motivasi
perilaku hidup bersih dan sehat
➢ Terapeutik
- Sediakan materi dan media pendidikan kesehatan
- Jadwalkan pendidikan kesehatan sesuai kesepakatan
- Berikan kesempatan untuk bertanya
➢ Edukasi
- Jekaskan faktor risiko yang dapat mempengaruhi kesehatan
- Ajarkan perilaku hidup bersih dan sehat
- Ajarkan strategi yang dapat digunakan untuk meningkatkan perilaku hidup bersih
dan sehat
BAB IV
ANALISIS JURNAL
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
1. Penyakit ulkus peptikum (peptic ulcer disease, PUD) adalah erosi pada lapisan lambung
, pylorus, duodenum, atau esophagus yang disebabkan oleh pajanan terhadap asam
hidroklorat, pepsin, dan H.pylori. Helicobacter pylory menyebabkan kerusakan pada
mukosa saluran GI. Ulkus diberi nama sesuai dengan area tempat terjadinya. Ulkus
duodenum lebih sering terjadi dibandingkan ulkus lambung. (marlene hurst, 2015).
2. Klasifikasi ulkus peptikum : Ulkus gaster/ulkus lambung, ulkus duodenum, ulkus stress
3. Manifestasi klinis : nyeri, muntah, nyeri uluh hati, konstipasi atau pendarahan
4. Komplikasi : intraktibilitas, perdarahan, perforasi, obstruksi
5. Penataklasanaan medis/keperawatan : penurunan stress dan istirahat, penghentian
merokok, modifikasi diet
6. Diagnosa Keperawatan : defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan mencerna
makanan, defisit pengetahuan berhubungan dengan kurang terpapar informasi, risiko
hipovolemia berhubungan dengan muntah, nyeri akut berhubungan dengan agen
pencedera fisiologis.
5.2. Saran
Penulis berharap dengan adanya makalah ini dapat member manfaat dan memberi
pengetahuan lebih tentang Asuhan Keperawatan Ulkus Peptikum. Serta dengan adannya
makalah ini penulis berharap agar pembaca yang sebagai mahasiswa/i dapat memahami
tentang Ulkus Peptikum dan Mahasiswa mampu mengaplikasikan ilmunya di masyarakat
agar masyarakat mampu mengenali tanda-tanda dan gejalannya.
DAFTAR PUSTAKA
Zainudin, Z., & Taharuddin, T. (2015). Asuhan Keperawatan pada Pasien Bapak S yang
Menjalani Pasca Operasi Laparatomi dengan Indikasi Ulkus Peptikum EC Perforasi Gaster di
Ruang Cempaka Rumah Sakit Umum Daerah Abdul Wahab Sjahranie SamaKoroh, D. L. (2019).
Asuhan Keperawatan Pada Ny. MMR Dengan Diagnosa Medis Gastritis Di Ruangan Instalasi
Gawat Darurat RSUD Prof. Dr. WZ Johanes Kupang Tahun 2019 (Doctoral dissertation,
Poltekkes Kemenkes Kupang).rinda.
PUTRI, E. P., Herlina, H., & Amriani, A. (2017). EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK
PADA PENDERITA GASTRITIS DAN ULKUS PEPTIKUM DI BANGSAL PENYAKIT
DALAM RSUD OKU TIMUR TAHUN 2016 (Doctoral dissertation, Sriwijaya University).
Azi, V. Y. G. (2021). Asuhan Keperawatan Pada Ny. HJ N Dengan Dispepsia Di Ruang Garuda
Rsud Sk. Lerik Kota Kupang (Doctoral dissertation, Poltekkes Kemenkes Kupang).
Avtarina, I., Wijayanti, D. P., Toha, M., & Annisa, F. (2021). ASUHAN KEPERAWATAN
PADA PASIEN GASTRITIS DENGAN MASALAH KEPERAWATAN NYERI AKUT DI
DESA SEGOROPURO REJOSO KABUPATEN PASURUAN (Doctoral dissertation, Politeknik
Kesehatan Kerta Cendekia).
Enola, J., Prasetyawan, S., & Vidiastuti, D. (2018). Profil protein lambung tikus model ulkus
peptikum hasil induksi aspirin dengan terapi ekstrak daun katuk (Sauropus androgynus). ARSHI
Veterinary Letters, 2(1), 9-10.
Alfi Nureta Rachmani, N. (2018). PROFIL PASIEN DENGAN ULKUS PEPTIKUM YANG
MENGALAMI PERFORASI DAN DILAKUKAN TERAPI OPEN SURGERY DI INSTALASI
RAWAT INAP BEDAH RSUD DR. SOETOMO TAHUN 2016 (Doctoral dissertation,
Universitas Airlangga).
LAMPIRAN
ARTICLE HISTORY
Received: 20 November 2018 Revised: 14 December 2018 Accepted:13 January2019
Abstract
One health problem is indigestion in the form of peptic ulcer. Peptic ulcer occurs because of an
imbalance between mucosal defense factors and aggressive factors. This study aims to determine the
effect of Abelmuschus manihot (L) medical leaves as an anti peptic ulcer. This research is expected to
provide information to the public about one of the properties of Abelmuschus manihot (L) medical
leaves for the treatment of peptic ulcers. The study began with the extraction process of leaves by
maceration using 96% ethanol, testing of animal anti peptic ulcer effects induced using aspirin dose of
500mg / KgBB, with a test dose of 250, 300, 500mg/KgBB compared with ranitidine dosages of
13.5mg/KgBB . The test parameters observed were the number of ulcers, the severity of ulcers and the
protective ratio. The results showed that the ethanol extracts with a dose of 250, 300 and 500 mg / kg
had significantly different anti peptic ulcer activity against positive control (p, 0.05) for aspirin-induced
mice with the highest protective ratio indicated by a dose of 500 mg / KgBB
Key words: Abelmuschus manihot (L) medical, Aspirin, peptic ulcer, protective ratio
Abstrak
Salah satu masalah kesehatan yang terjadi adalah gangguan pencernaan berupa ulkus peptikum. Ulkus
peptikum terjadi karena adanya ketidakseimbangan antara faktor pertahanan mukosa dan faktor
agresif. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek daun gedi sebagai anti tukak lambung.
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada masyarakat mengenai salah satu khasiat
dari daun gedi ( Abelmuschus manihot (L) medik ) untuk pengobatan tukak lambung. Penelitian
diawali dengan proses ekstrasi daun gedi dengan cara maserasi menggunakan etanol 96%, pengujian
efek antitukak lambung hewan diinduksi menggunakan aspirin dosis 500mg/KgBB, dengan dosis uji
ekstrak 250, 300, 500mg/kgBB pembanding yang digunakan ranitidine dosis 13,5mg/KgBB. Parameter
uji yang diamati adalah jumlah tukak, keparahan tukak dan rasio protektif. Hasil menunjukan ekstrak
etanol daun gedi dosis 250, 300 dan 500mg/kgBb memiliki aktivitas antitukak berbeda bermakna
terhadap kontrol positif (p,0,05) terhadap tikus yang diinduksi oleh aspirin dengan rasio protektif
tertinggi ditunjukan oleh dosis 500mg/KgBB
Kata Kunci : Abelmuschus manihot (L) medik, Aspirin, Ulkus peptic, rasio protektif
www.journal.uniga.ac.id
Pendahuluan
Lambung merupakan organ pada saluran pencernaan berbentuk seperti kantong dengan
fungsi utama sebagai tempat penampungan makanan dan mengatur makanan masuk duodenum
dalam ukuran sedikit dan teratur. Lambung terdiri atas beberapa lapisan, yaitu lapisan mukosa, sub
mukosa, muskularis, subserosa dan serosa.1
Secara fisiologis dalam lambung terdapat fakor agresif dan faktor pertahanan yang selalu
berusaha untuk saling menyeimbangkan sehingga fungsi lambung dalam mencerna makanan dapat
berjalan dengan baik, namun terkadang keseimbangan tersebut hilang yang menyebabkan kerusakan
pada mukosa, sub mukosa bahkan sampai kelapisan otot saluran cerna yang mana kerusakan tersebut
dikenal dengan kondisi tukak lambung.2 Faktor penyebabnya bisa dari makanan, merokok, minuman
beralkohol dan penggunaan obat – obat golongan AINS.3
Pengobatan menggunakan obat sintetik menjadi piliha utama dalam pengobatan tukak
dengan fokus utama menurunkan sekresi asam lambung atau meningkatan PH lambung.3 Namun
penggunaan obat sintetik juga memiliki beberapa efek samping yang menunjukan efek negatif bagi
tubuh, sehingga masyarakat mencari alternatif penggunaan tanaman sebagai obat yang dapat
menangani tukak.4 Daun Gedi (Abelmuschus manihot (L) medik) dipercaya oleh masyarakat memiliki
kemampuan untuk menangani tukak lambung.5 Perlu dilakukan pembuktiansecara ilmiah guna
membuktikan mengenai efek empiris tersebut.6 Dilakukan penelitian untuk menguji aktivitas tukak
lambung ekstrak etanol daun gedi (Abelmuschus manihot (L) medik) pada tikus jantan galur Wistar
yang diinduksi dengan aspirin. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada
masyarakat mengenai salah satu khasiat daun gedi (Abelmuschus manihot (L) medik) untuk
pengobatan tukak lambung secara tradisional.
Metode
Alat. Mortir dan stemper, tabung reaksi, gelas kimia, batang pengaduk, gelas ukur, corong kaca,
toples kaca, cawan penguap, waterbath, rotary evaporator, oven, kompor listrik, blender, timbangan
analitik, timbangan tikus, kertas saring, satu set alat bedah dan pH universal.
Bahan. Daun gedi (Abelmuschus manihot (L) medik), etanol 96%, aspirin, ranitidin, air suling,
pereaksi Dragendrof, Pereaksi Mayer, amil alkohol, benzene, larutan FeCl3, kloroform, HCL 10%, NaOH
1N, Na2SO4, NaOH 30%, pereaksi Liberman – Buchad dan H2SO4.
Pengolahan Simplisia. Daun yang akan digunakan yaitu daun gedi (Abelmuschus manihot (L)
medik). Peoses pembuatan simplisia bahan meliputi sortasi basah, pencucian, penjemuran dengan
ditutup kain hitam, sortasi kering, pembuatan sertbuk simplisia.
Pengolahan ekstrak daun gedi. Ekstraksi daun gedi (Abelmuschus manihot (L) medik) dilakukan
dengan cara maserasi. Serbuk dimasukkan kedalam bejana maserasi sebanyak 500 gram ditambahkan
etanol 96%, kemudian dimaserasi selama 3 x 24 jam sambil sesekali dilakukan pengadukkan, pelarut
diganti setiap 24 jam. Ekstrak disaring dengan kain flannel dan kertas saring. Filtrat kemudian
diuapkan dengan penguap vakum putar sehingga diperoleh ekstrak kental.
Penapisan fitokimia. Meliputi pemeriksaan terhadap senyawa alkaloid, saponin, flavonoid, tanin,
kuinon, steroid, dan triterpenoid.7
Pemeriksaan karakteristik. Meliputi penetapan kadar air, penetapan kadar abu total, penetapan
kadar abu larut air, penetapan kadar abu larut asam, penetapan susut pengeringan, penetapan kadar
sari larut air, dan penetapan kadar sari larut etanol.8
Farmakologi Program Studi S1 Farmasi Fakultas Matematika dan Ilmu Penetahuan Alam Universitas
Garut. Hewan uji berupa tikus putih jantan usia 2 – 3 bulan dengan bobot 200 – 250 gram. Sebelum
diinduksi hewan uji di puasakan selama 24 jam.
Pengujian Tukak Lambung Ekstrak Daun Gedi. Tikus jantan dibagi 6 kelompok yang terdiri
dari kelompok control negative, kelompok control positif, keompok Uji dosis 250mg, 300mg, dan
500mg/KgBB. setiap kelompok terdiri dari 3 ekor kelompok. Kontrol negatif diberi air , kontrol positif
diberi Tragakan 1%, kelompok pembanding diberikan ranitidin 13.5 mg/KgBB, kelompok uji 1 ekstrak
daun gedi dosis 250 mg/KgBB, kelompok uji 2 ekstrak daun gedi dosis 300 mg/KgBB dan kelompok uji
3 ekstrak daun dedi dosis 500 mg/KgBB. Seluruh kelompok selain kelompok kontrol negatif diberikan
penginduksi berupa Aspirin dengan dosisi 500mg/KgBB 1 jam sebelum pemberian sedian uji. Untuk
melihat adanya tukak maka tikus dikorbankan dan dibedah setelah 22 jam kemudian diamati
lambungnya dan dihitung jumlah tukak sesuai dengan metode skor.
Tabel 1. Penilaian Jumlah Tukak3
Nilai Keterangan
1 Lambung normal
2 Bintik pendarahan atau jumlah tukak 1
3 Jumlah tukak 2-4
4 Jumlah tukak 5-7
5 Jumlah tukak 8-10
6 Jumlah tukak lebih dari 10 atau perforasi
Hasil
Determinasi dilakukan di Herbarium Bandungese Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati Institut Teknologi
Bandung ( ITB ), Jatinangor. Dari hasil determinasi daun gedi memiliki spesies jenis Abelmuschus
manihot (L) medik. Dari simplisia 500 gram daun Gedi diperolek ekstrak kental sebanyak 60,29 gram.
Selanjutnya dilakukan uji karakteritik terhadap simplisia dan uji penapisan terhadap simplisia dengan
ekstrak dimana hasil dapat dilihat pada Tabel 3 dan 4. Setelah dilakukan penafisan dan karekterisasi
dilakukan pengujian efek anti tukak data pengamatan dapat dilihat pada tabel 5.
Tabel 3. Hasil Karakterisasi Simplisia Daun Gedi (Abelmuschus manihot (L) medik)
No Pemeriksaan Kadar (%)
1 Kadar abu total 7,78
2 Kadar abu larut air 7,16
3 Kadar abu larut asam 3,38
4 Kadar Air 9,99
5 Kadar sari larut air 7,94
6 Kadar Sari larut etanol 5,72
7 Susut Pengeringan 10
Tabel 4. Hasil Penapisan Simplisia Daun Gedi (Abelmuschus manihot (L) medik)
1 Tanin + +
2 Flavonoid + +
3 Saponin + +
4 Steroid/Terpenoid + +
5 Alkaloid + +
6 Kuinon + +
Keterangan : (+) = Terdeteksi ; (-) = Tidak terdeteksi
Pembahasan
Pengujian dilakukan pada tikus jantan galur Wistar. Hewan dibagi menjadi 6 kelompok yang
terdiri dari kelompok kontrol negatif, kontrol positif, pembanding serta sediaan tiga dosis uji yang
berbeda. Selanjutnya diinduksi dengan Aspirin dengan dosis 500 mg/KgBB yang sudah dibuat suspensi
kemudian diberikan secara oral. Induksi bertujuan untuk memberi efek tukak pada lambung tikus.
Pemberian sediaan disesuaikan dengan tiap kelompok perlakuan, yaitu kontrol negatif diberikan
tragakan 1%, kontrol positif diberikan suspensi Aspirin, kelompok pembanding diberikan suspensi
Ranitidin 13,5 mg/KgBB, kelompok uji I diberikan suspensi ekstrak etanol daun Gedi 250 mg/KgBB,
kelompok uji II diberikan suspensi ekstrak etanol daun Gedi 300 mg/KgBB dan kelompok uji III
diberikan suspensi ekstrak etanol daun Gedi 500 mg/KgBB.
Dari tabel 5, pembanding menunjukkan efek antitukak lambung dimana nilai dari jumlah tukak
dan keparahan tukak berbeda bermakana secara statistik terhadap kontrol positif (p<0,05) sehingga
metode penelitian yang dilakukan dinyatakan valid. Pada semua kelompok uji ekstrak daun gedi
(Abelmuschus manihot (L) medik) memiliki nilai lebih rendah dari pada kelompok kontrol namun
secara statistik perbedaan hanya ditunjukan oleh kelompok kontrol uji dosis 500 mg/KgBB pada
pengujian penilaian keparahan tukak yang bermakna terhadap kontrol positif (p<0,05) hal ini sejalan
dengan penelitian yang dilakukan oleh Susilawati yang menyatakan bahwa ekstrak etanol daun gedi
memiliki efek gastroprotektif.5
Parameter rasio protektif bertujuan untuk mengetahui efek pemberian sediaan pembanding
dan sediaan ekstrak uji etanol daun gedi untuk mengobati hewan uji yang telah diinduksi tukak. Dari
hasil pengujian parameter rasio protektif diperoleh kontrol positif memiliki rasio protektif 0%, artinya
bahwa kelompok kontrol positif tidak memberikan pengobatan karena merupakan kelompok hewan
sakit. Pembanding memberikan hasil rasio protektif lebih tinggi dibandingkan dengan sediaan ekstrak
etanol daun gedi yaitu 86% artinya bahwa pembanding merupakan kelompok hewan yang diberikan
obat. Dan sediaan uji ekstrak etanol daun gedi memiliki rasio protektif pada hewan uji dengan
meningkatnya dosis memberikan efek yang semakin meningkat yaitu dosis uji 250 mg/KgBB 20%, dosis
uji 300 mg/KgBB 42%, dan uji dosis 500 mg/KgBB 81%. Dosis uji ekstrak daun gedi yang memberikan
efek rasio protektif paling tinggi ditunjukkan oleh dosis 500 mg/KgBB.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian pengujian efek antitukak lambung ekstrak etanol 96% daun gedi
(Abelmuschus manihot (L) medik) yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa ekstrak etanol 96%
daun gedi (Abelmuschus manihot (L) medik) dosis 500 mg/KgBB memiliki efek antitukak dengan nilai
rasio protekif 81%.
Daftar Pustaka
1. Walangitan, Janet., dkk. 2015, Efek Pemberian Ekstrak Kayu Manis (Cinnamomum Burmannii)
Terhadap Gambaran Histopatologi Lambung Tikus Wistar Yang Diberi Aspirin, Jurnal e-Biomedik
(eBM), Volume 2 : 1p.
2. Aziz, Noval.2002. Peranan Antagonis Reseptor H-2 dalam Pengobatan Ulkus Peptikum. Sari-
Pedriatrik. Volume 3 no 4 : 222-226p
3. Hanifah, N.A. Afifah, B.S. Suci, N.V.2014. Uji efek Anti tukak Lambung Ekstrak Air Herba Bayam
Merah (Amarathus tricolor L.) Terhadap Tikus Wistar Betina. Kartika Jurnal Ilmiah Farmasi . 2(1) :
45-50p
4. Sukandar, E.Y. Safatiri, Dewi/ Pamungkas, A.D.2014. Uji Aktivitas Anti Tukak
Ekstrak Etanol Daun Belimbing Wuluh (Averrhoa blimbi L.) dan Daun Dewa (Gynura pseudochina (L.)
DC.) pada Tikus Wistar Betina yang Diinduksi Etanol. Acta Pharmaceutical Indonesia vol. XXXIX no3&4:
63-68P.
5. Susilawati, Ni Made. Yuliet. Khaerati, Khildah.2016. Aktivitas Gastroprotektif Ekstrak Etanol Daun
Gedi Hijau (Abelmoschus manihot (L.) Medik) Terhadap
Tikus Putih Jantan (Rattus norvegicus L.) Yang Diinduksi Dengan Aspirin. Online Journal of Natural
Science Vol 5(3) :296-306p
6. Najihudin, Aji. Chaerunisaa, Anis. Subarnas, Anas.2017. Aktivitas Antioksidan Ekstrak Dan Fraksi
Kulit Batang Trengguli (Cassia fistula L) Dengan Metode DPPH. Indonesian Journal of
Pharmaceutical Science and Technology Vol 4 (2) : 70-78p
7. Ditjen POM., 1995, Materia Medika Indonesia, Jilid VI, Deparetemen Kesehatan Republik Indonesia,
Jakarta.
8. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia., 2013, Suplemen III Farmakope Herbal Indonesia, Edisi I,
Kementrian Kesehatan RI, Jakarta.
LAMPIRAN