Anda di halaman 1dari 65

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN PENYAKIT ULKUS


PEPTIKUM

Dosen Pengampu: Ns. Rizka Febtrina, M.Kep., Sp. KMB

DISUSUN OLEH:

KELOMPOK 2
KELAS 2.B
1. RISKA DWI MAI YULINDA : 20301064
2. NURUL AFNI : 20301059
3. MIA AULIA : 20301055
4. REZA MARLIANTI : 20301062
5. NABILA PERMATA IJORA : 20301056
6. ELSI CICI LESTARI : 20301045

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN PAYUNG NEGERI
PEKANBARU
2022
KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah senantiasa penulis ucapkan atas kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya, sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini guna
memenuhi tugas untuk mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah II, dengan judul: “Asuhan
Keperawatan Pada Pasien Dengan Penyakit Ulkus Peptikum”

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini tidak terlepas dari bantuan banyak
pihak yang dengan tulus memberikan doa, saran dan kritik sehingga makalah ini dapat
terselesaikan.

Penulis menyadari sepenuhnya makalah ini masih jauh dari kata sempurna dikarenakan
terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang penulis miliki. Oleh karena itu, saya
mengharapkan segala bentuk saran serta masukan bahkan kritik yang membangun dari berbagai
pihak. Akhirnya penulis berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi
perkembangan dunia pendidikan.

Pekanbaru, 18 Maret 2022

Tim Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .........................................................................................................i
DAFTAR ISI ........................................................................................................................ii
BAB I : PENDAHULUAN .................................................................................................1
1.1 Latar Belakang .......................................................................................................1
1.2 Tujuan ....................................................................................................................3
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................................5
2.1. Definisi ..................................................................................................................5
2.2. Etiologi ..................................................................................................................5
2.3. Klasifikasi .............................................................................................................7
2.4. Manifestasi Klinik .................................................................................................9
2.5. Patofisiologi dan WOC ..........................................................................................10
2.6. Komplikasi ............................................................................................................15
2.7. Penatalaksanaan Medis Dan Keperawatan ...........................................................16
2.8. Pemeriksaan Penunjanga/Diagnostik .....................................................................21
2.9. Asuhan Keperawatan (Pengkajian, Diangnosa Keperawatan Yang
Muncul, Rencana Intervensi Keperawatan) .................................................................24
BAB III MCP KASUS ........................................................................................................34
3.1 Ringkasan Kasus ....................................................................................................34
3.2 MCP Kasus ............................................................................................................35
3.3 Rencana Intervensi Keperawatan ...........................................................................36
BAB IV ANALISIS JURNAL ............................................................................................43
4.1 Judul Artikel, Peneliti, Tahun Penelitian ...............................................................43
4.2 Jenis Dan Jumlah Populasi/Sampel/Responden .....................................................43
4.3 Jenis Tindakan/Intervensi/Penanganan ..................................................................44
4.4 Pembahasan Hasil Penelitian .................................................................................44
4.5 Kesimpulan Hasil Penelitian ..................................................................................46
BAB V : PENUTUP ............................................................................................................47
5.1. Kesimpulan ...........................................................................................................47
5.2. Saran .....................................................................................................................47
DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................................................48
LAMPIRAN .........................................................................................................................49
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Kesehatan merupakan bagian dari kebutuhan manusia yang sangat mendasar oleh karena itu
setiap individu berhak untuk mendapatkan pelayanan kesehatan bagi dirinya secara maksimal
(Depkes RI, 2012). Salah satu tanda tubuh yang sehat adalah memiliki pencernaan yang
sehat. Hal ini di karenakan apa yang kita konsumsi setiap hari menjadi penentu kesehatan
tubuh. Ketika makanan yang dikonsumsi kurang bernutrisi, maka yang paling awal terkena
dampaknya ialah sistem pencernaan (Sulaeman, 2018). Sistem pencernaan terdiri atas
sejumlah organ berawal di rongga mulut kemudian berlanjut ke esophagus dan lambung,
usus halus, usus besar, dan berakhir di rektum (anus). Makanan disimpan sementara di
lambung sampai disalurkan ke usus halus. Pencernaan dan penyerapan makanan berlangsung
di usus halus, makanan kemudian masuk ke usus besar. Mukus di sekresikan di sepanjang
usus. Tanpa produksi mukus, integritas dinding usus akan terganggu sehingga akan
menyebabkan ulkus peptikum (Corwin, 2009). Ulkus peptikum adalah keadaan terputusnya
kontinuitas mukosa yang meluas di bawah epitel atau kerusakan pada jaringan mukosa, sub
mukosa hingga lapisan otot dari suatu daerah saluran cerna yang langsung berhubungan
dengan cairan lambung asam-pepsin (Sanusi, 2011). 2 Penyakit ini terjadi dengan frekuensi
paling besar pada individu antara usia 40 dan 60 tahun. Tetapi, relative jarang pada wanita
menyusui, meskipun telah di observasi pada anak-anak dan bahkan pada bayi. Pria terkenal
lebih sering dari pada wanita, karna dari faktor gaya hidup pria seperti kebiasaan minum-
minuman yang mengandung kafein, merokok dan stress tapi terdapat beberapa bukti bahwa
insiden pada wanita hampir sama dengan pria. Setelah menopause, insiden ulkus peptikum
pada wanita hampir sama dengan pria. Diperkirakan bahwa 5% sampai 15% dari populasi di
Amerika Serikat mengalami ulkus, tetapi hanya kira-kira setengahnya yang diketahui.
Insiden ini telah menurun sebanyak 50% selama 20 tahun terakhir (Smeltzer, 2013). Ulkus
peptikum tersebar di seluruh dunia dengan prevalensi berbeda tergantung pada sosial,
ekonomi, dan demografi. Di Inggris sekitar 6-20% penduduk menderita ulkus terutama pada
usia 55 tahun, sementara di Amerika Serikat terdapat 4 juta pasien gangguan asam-pepsin
dengan angka kematian 15.000 jiwa pertahun dan menghabiskan dana 10 milyar setiap tahun
(Tarigan, 2009). Sekitar 500.000 warga Amerika Serikat setiap tahun menderita penyakit ini,
dan sebanyak 70% terjadi antara usia 25-64 tahun (Ramakrishnan, 2007). Badan Penelitian
dan Pengembangan Kesehatan (BPPK) Depkes (2008) menyatakan bahwa pada tahun 2005-
2008, ulkus peptikum di Indonesia menempati urutan ke-10 dalam kategori penyebab
kematian pada kelompok umur 45-54 tahun pada laki-laki (2,7%). Prevalensi ulkus peptikum
di Indonesia sebanyak 14% (Akil, 2009). 3 Penyebab utama penurunan produksi mukus
berhubungan dengan infeksi bakterium helicobacter pylori membuat kolon pada sel-sel
penghasil mukus di lambung dan duodenum, sehingga menurunkan kemampuan sel
memproduksi mukus. Dengan ditemukan kuman helicobacter pylori pada kelainan saluran
cerna, saat ini dianggap helicobacter pylori merupakan penyebab utama tukak peptik, non
steroid dan alkohol. Organisme ini melekat pada epitel lambung dan merusak lapisan mukosa
pelindung dan meninggalkan daerah-daerah epitel yang rusak (Corwin, 2009). Dampak dari
ulkus peptikum dapat terjadi perdarahan jika ulkus menyebabkan erosi arteri atau vena di
usus. Hal ini dapat menyebabkan hematemesis (muntah darah), atau melena (keluarnya darah
dari saluran gastrointestinal atas melalui feses). Apabila perdarahannya hebat dan mendadak,
dapat timbul gejala syok. Apabila perdarahannya lambat, dapat terjadi anemia (Corwin,
2009). Beberapa gejala dari ulkus peptikum seperti nyeri pada abdomen yang biasanya
terletak di area tengah epigastrium, dapat menyebar ke punggung atau bahu. Nyeri yang
terjadi ketika lambung kosong, yang terjadi segera atau setelah makan. Nyeri sering terjadi
setiap hari selama beberapa minggu kemudian menghilang sampai periode perburukan
selanjutnya (Corwin, 2009). Penanganan pada ulkus peptikum biasanya dengan menghindari
makanan yang dapat menyebabkan sekresi asam hidroklorida berlebih, menghindari minum-
minuman alkohol dan kafein dapat meredakan gejala serta meningkatan proses penyembuhan
ulkus yang sudah ada. Penderita ulkus akibat helicobacter pylori dapat ditangani dengan
penambahan antibiotik. Penatalaksanaan stress, teknik relaksasi, atau sedative dapat di
gunakan untuk mengatasi pengaruh psikologis (Corwin, 2009). Meskipun angka kejadian
kecil namun penyakit tukak peptik perlu mendapat perhatian serius karna bila tidak di
tangani dengan benar dapat menyebabkan kekambuhan, komplikasi pendarahan pada saluran
cerna, kanker bahkan dapat menyebabkan kematian. Di harapkan dengan adanya evaluasi
pengobatan tukak peptik dapat menjadi pertimbangan penting bagi kesehatan untuk
memberikan pengobatan kepada pasien sehingga tercapai keberhasilan terapi yang optimal
(Putri, 2010).Hal ini menjadi sangat penting mengingat tingginya angka kekambuhan paska
pengobatan ulkus peptikum dengan memberikan edukasi yang tepat adalah mengenai
perubahan gaya hidup yang mampu mengurangi faktor resiko ulkus peptikum di kemudian
hari. Sebagai contoh perawat dapat melakukan tindakan teknik relaksasi atau sedative dapat
di gunakan untuk mengatasi pengaruh psikologis. Peran perawat sangat penting dalam
pemberian asuhan keperawatan pasien. dengan ulkus peptikum secara komprehensif dan
profesional Asuhan keperawatan yang di berikan pada pasien dengan ulkus peptikum
bertujuan untuk mengatasi masalah keperawatan yang di alami klien melalui lima tahapan
asuhan keperawatan meliputi pengkajian keperawatan, diagnosa keperawatan, perencanaan
keperawatan, pelaksanaan keperawatan, evaluasi keperawatan (Smeltzer, 2013).Dibutuhkan
peran perawat dalam proses penyembuhan dengan perawatan yang tepat seperti mengajarkan
teknik manajemen nyeri, mengatur posisi, memberikan edukasi tentang pengobatan ulkus
peptikum, menganjurkan pasien untuk makan sedikit tapi sering, dan makan secara perlahan.
Berdasarkan uraian diatas,maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang asuhan
keperawatan pada klien dengan ulkus peptikum di RSUD dr.Kanujoso Djatiwibowo
Balikpapan tahun 2020 secara komprehensif guna memperoleh gambaran secara nyata.

1.2 TUJUAN
Berdasarkan rumusan masalah yang ada, tujuan yang hendak dicapai oleh penulis sebagai
berikut:

1.2.1 Tujuan Umum


Untuk meningkatkan pengetahuan dan wawasan dalam mempelajari, mengidentifikasi
dan mengetahui Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Penyakit Pembesaran
Kelenjar Prostat Jinak (BPH)”

1.2.2 Tujuan Khusus


a. Menjelaskan Dan Mendeskripsikan Definisi Ulkus Peptikum
b. Menjelaskan Dan Mendeskripsikan Etiologi Ulkus Peptikum
c. Menjelaskan Dan Mendeskripsikan Klasifikasi Ulkus Peptikum
d. Menjelaskan Dan Mendeskripsikan Manifestasiklinik Ulkus Peptikum
e. Menjelaskan Dan Mendeskripsikan Patofisiologidan/WOC Ulkus Peptikum
f. Menjelaskan Dan Mendeskripsikan Komplikasi Ulkus Peptikum
g. Menjelaskan Dan Mendeskripsikan Penatalaksanaan Medis dan Keperawatan Ulkus
Peptikum
h. Menjelaskan Dan Mendeskripsikan Pemeriksaan Penunjang / Diagnostik Ulkus
Peptikum
i. Menjelaskan Asuhan Keperawatan Ulkus Peptikum
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
Penyakit ulkus peptikum (peptic ulcer disease, PUD) adalah erosi pada lapisan
lambung , pylorus, duodenum, atau esophagus yang disebabkan oleh pajanan terhadap asam
hidroklorat, pepsin, dan H.pylori. Helicobacter pylory menyebabkan kerusakan pada mukosa
saluran GI. Ulkus diberi nama sesuai dengan area tempat terjadinya. Ulkus duodenum lebih
sering terjadi dibandingkan ulkus lambung. (marlene hurst, 2015)
Ulkus peptikum merupakan robeknya permukaan epitel esophagus, lambung atau
duodenum (kadang-kadang divertikulum meckel) yang disebabkan oleh aksi sekresi gaster
(asam dan pepsin) dan, pada kasus ulkus duodenum, infeksi oleh helicobacter. (piere A.
Grace & Neil Borley,2007). Ulkus peptikum adalah ekskavasi (area berlubang) yang
terbentuk dalam dinding mukosa lambung, pylorus, duodenum atau esofagus. (brunner &
suddarth,2001)
Ulkus peptikum merupakan keadaan dimana kontinuitas mukosa lambung terputus
dan meluas sampai dibawah epitel. Kerusakan mukosa yang tidak meluas sampai kebawah
epitel disebut erosi, walaupun seringkali dianggap juga sebagai tukak. (Rendy danMargareth
TH,2012). Ulkus peptikum adalah kerusakan pada lapisan mukosa, submukosa sampai
lapisan otot saluran cerna yang disebabkan oleh aktiviras pepsin dan asam lambung yang
berlebihan. (Noval Aziz,2002)
2.2. Etiologi
1. Infeksi (helicobacter pylori menjadi penyebab 90% ulkus duodenum dan 80% ulkus
lambung)

2. Medikasi
a) Aspirin
b) Obat anti-inflamasi non steroid (OAINS)
c) kafein
d) teofilin
e) prednisone
3. Merokok
4. Stress fisiologik berat (misalnya luka bakar)
5. trauma sistem saraf pusat
6. pembedahan
7. Keadaan medis kronik seperti gagal ginjal atau hati, penyakit paru, radiasi, atau
kemoterapi juga dapat menyebabkan destruksi proteksi mukosa.
8. Konsumsi alcohol
9. Stress psikologis
10. Ketidakseimbangan antara sekresi asam/pepsin dan pertahanan mukosa
11. Hipersekresi asam terjadi karena meningkatnya jumlah sel parietal ( atau kadang akibat
respons terhadap hipersekresi gastrin pada sindrom zollinger-ellison)
Penyebab ulkus peptikum masih kurang dipahami, meskipun bakteri gram negatif
H.pylori sudah sangat diyakini sebagai faktor penyebabnya. Ulkus peptikum hanya terjadi
pada area saluran GI yang terpajan pada asam hidroclorida dan pepsin. Penyakit ini terjadi
dengan frekuensi paling besar pada individu usia 40 dan 60 tahun.tetapi penyakit ulkus
peptikum ini relatif jarang terjadi pada wanita menyusui, meskipun ini telah diobservasi
pada anak - anak dan bahkan pada bayi. Pria terkenal lebih sering mengalami penyakit
ulkus peptikum dari pada wanita, tapi ada beberapa bukti lain yang menyebutkan bahwa
perbandingan penderita penyakit ulkus peptikum pada wanita hampir sama dengan pria.
Setelah menopause penyakit ulkus peptikum ini pada wanita hamper sama dengan pria.
Ulkus peptikum pada korpus lambung dapat terjadi tanpa sekresi asam yang berlebihan.

Predisposisi :

Banyak upaya yang masih dilakukan untuk menghilangkan kepribadian ulkus karena
beberapa pendapat mengatakan bahwa stress atau marah yang tidak diekspresikan
merupakan faktor predisposisi dari penyakit ulkus peptikum. Ulkus nampak terjadi pada
orang yang cenderung emosional, tetapi itu masih belum pasti sebagai faktor pemberat
kondisi. Kecenderungan keluarga juga tampak sebagai faktor predisposisi yang signifikan.
Hubungan herediter selanjutnya ditemukan pada individu dengan golongan darah O lebih
rentan dari pada individu dengan golongan darah A, B, atau AB. Faktor predisposisi lain
yang juga dihubungkan dengan ulkus peptikum mencakup penggunaan kronis obat
antiinflamasi non steroid (NSAID), minum alkohol dan merokok berlebihan. Penelitian
terbaru menunjukkan bahwa ulkus lambung dapat dihubungkan dengan infeksi bakteri dan
agens seperti H. pylori, adanya bakteri ini meningkat sesuai dengan usia. Ulkus juga
disebabkan karena hormone gastrin yang berlebihan, yaitu yang diproduksi oleh tumor
(gastrinomas – sindrom zolinger – Ellison) jarang terjadi. Ulkus stress dapat terjadi pada
pasien yang terpajan kondisi penuh stress.

2.3. Klasifikasi
1. Ulkuss gaster / Ulkus lambung

Kata ulkus peptic termasuk ulserasi gaster dan duodenum.Walaupun demikian, perbedaan
mendasar dari keduanya ini mempengaruhi terapi operatif.Ulkus gaster maligna dibedakan
dengan ulkus jinak dan harus dilakukan biopsy. Lebih lanjut, ulkus gaster cenderung
menyerang individu yang lebih tua yang mana akan meningkatkan morbiditas dan mortalitas
perioperative. Ulkus gaster diklasifikasikan dalam 5 kategori seperti yang dipaparkan pada
tabel 1. Ulkus gaster tipe I merupakan yang paling umum dan terjadi pada kurvatura minor
pada penghubung antara mukosa fundus dan antrum, tipe ini sering dikaitkan dengan
hiposekresi asam, ulkus tipe ini diperkirakan merupakan konsekuensi dari ketidakmampuan
defensive mukosa dibandingkan hipersekresi asam. Ulkus gaster tipe II ditemukan pada
badan gaster merupakan sambungan dari ulkus duodenum, sementara tipe III terjadi pada
regio prepilori.Ulkus tipe II dan III berhubungan dengan peningkatan sekresi asam lambung.
Ulkus gaster tipe IV hampir sama dengan tipe I namun lokasi terletak pada area kurvatura
minor yang lebih tinggi hampir mendekati gastroesophageal junction.
Tabel 1. Klasifikasi Ulkus Gaster Berdasarkan Lokasi, Gejala dan Sekresi Asam
Sekresi
Tipe Lokasi Gejala asam
Normal
I Badan gaster pada kurvatura minor Penetrasi atau rendah
Badan gaster dan Ulkus duodenum, Meningkat
II Hemoragik
obstruksi dan perforasi
III Perforasi prepylori Hemoragik Meningkat

IV Pada kurvatura minor yang tinggi Hemoragik Rendah


Penggunaan
V Bagian lambung manapun NSAID
2. Ulkus duodenum

Meskipun infeksi H. Pylori merupakan penyebab tersering dari ulkus duodenum,

mekanisme pasti bagaimana bakteri ini dapat menyebabkan ulkus masih belum

jelas.Ulserasi duodenum sangat berhubungan dengan hipersekresi asam namun hal ini bukan

pathogenesis satu satunya. Sepertinya ada ketidakseimbangan antara asam pada

duodem=num, faktor defensive mukosa dan kapasitas penyangga dari duodenum yang

kemudian menyebabkan terjadinya ulserasi pada duodenum.

3. Ulkus stress

Gangguan mukosa yang berhubungan dengan stress pada saluran pencernaan merupakan

masalah umum sebegai hasil dari stress fisiologis yang berat pada pasien sakit kritis, dimana

75%-100% pasien menunjukkan adanya kerusakan mukosa dalam 24 jam perawatan di

ruang perawatan intensif (ICU). Penurunan aliran darah gaster mungkin menjadi faktor

utama pada lesi mukosa yang berhubungan dengan stress. Terdapat 2 tipe, yakni:3

• Tipe pertama terdapat erosi yang difus dan resiko perdarahan masih minimal.

• Tipe kedua lesinya lebih dalam dan fokal serta menjadi resiko yang besar dalam

menyebabkan perdarahan, perdarahan klinis ditandai dengan hematemesis, hematokezia

dan melena, komplikasi perubahan hemodinamik merupakan indikasi untuk transfusi

2.4. Manifestasi Klinik


Gejala – gejala ulkus dapat hilang selama beberapa hari, minggu atau beberapa bulan.
Gejala penyakit ulkus ini sering tanpa penyebab yang dapat diidentifikasi. Banyak individu
yang mengalami gejala ulkus, 20% - 30% mengalami perforasi atau hemoragi yang tanpa
adanya manifestasi yang mendahului.
1. Nyeri
Biasanya pasien dengan ulkus peptikum mengeluh nyeri tumpul, seperti tertusuk atau
sensasi terbakar di epigastrium tengah atau di punggung. Hal ini diyakini bahwa nyeri
terjadi apabila kandungan asam lambung dan duodenum meningkat menimbulkan erosi
dan merangsang ujung saraf terpajan. Teori ini menunjukkan bahwa kontak lesi dengan
asam merangsang mekanisme refleks local yang memulai kontraksi otot halus sekitarnya.
Nyeri biasanya hilang dengan makan, karena makanan menetralisasi asam, atau
dengan menggunakan alkali; namun bila lambung telah kosong atau alkali tidak
digunakan, nyeri kembali timbulnyeri tekan local yang tajam dapat dihilangkan dengan
memberikan tekanan lembut pada epigastrium atau sedikit disebelah kanan garing tengah.
Beberapa gejala menurun dengan memberikan tekanan local pada epigastrium.
Nyeri yang khas untuk tukak duodenum adalah night pain atau nyeri tengah malam
yang menyebabkan penderita bangun dari tidurnya antara jam 24.00 – 03.00. keanehan
nyeri ini tidak pernah timbul di pagi hari pada waktu bangun tidur meskipunlambung
dalam keadaan kosong. Bila faktor agresif meningkat atau faktor defensif menurun akan
terjadi ulkus peptikum.
2. Pirosis (nyeri uluhati)
Beberapa pasien mengalami sensasi luka bakar pada esophagus dan lambung,
yang naik ke mulut, kadang – kadang disertai eruktasi asam. Eruktasi atau sendawa
umum terjadi bila lambung pasien kosong.
3. Muntah
Meskipun jarang terjadi pada ulkus duodenal tak terkomplikasi, muntah dapat
menjadi gejala ulkus peptikum.hal ini dihubungkan dengan obstruksi jalan keluar
lambung oleh spasme mukosal pilorus atau oleh obstruksi mekanis yang dapat
dihubungkan dengan pembentukan jaringan parut atau pembengkakan akut dari
membrane mukosa yang mengalami inflamasi disekitarnya pada ulkus akut. Muntah
dapat terjadi atau tanpa didahului oleh mual; biasanya setelah nyeri berat yang
dihilangkan dengan ejeksi kandungan asam lambung.
4. Konstipasi atau perdarahan
Konstipasi dapat terjadi pada pasien ulkus, kemungkinan sebagai akibat dari diet
dan obat obatan. Pasien juga dapat datang dengan perdarahan gastrointestinal. Sebagian
kecil pasien yang mengalami akibat ulkus akut sebelumnya tidak mengalami, tetapi
mereka menujukkan gejala setelahnya.

2.5. Patofisiologi dan WOC


Ulkus peptikum atau Peptic ulcer disease (PUD) disebabkan oleh tergangguanya sawar
mukos normal yaitu antara lambung dan usus karena konsentrasi tinggi asam dan pepsin.
Dua penyebab utama pada ulcus peptikum ini adalah infeksi Helicobacter pylori dan
penggunaan obat anti-inflamasi non-steroid (OAINS). Selain itu ada penyebab lainnya yaitu
stress fisiologik berat (misalnya luka bakar), trauma sistem saraf pusat, pembedahan, dan
keadaan hipersekresi yang langka seperti sindrom zolinger-Ellison. Keadaaan medis kronik
seperti gagal ginjal atau hati, penyakit paru, radiasi, atau kemoterapi juga dapat
menyebabkan destruksi proteksi mukosa. Factor yang dapat menimbulkan PUD termasuk
merokok, konsumsi alcohol, konsumsi steroid, stress psikologis, dan bisfosfonat. Penyebab
PUD yang paling sering yaitu kare infeksi H. pylori (90% ulkus duodenal dan 70-75% ulkus
lambung). Hal – hal tersebut menimbulkan PUD melalui pengaruh hormonal, mukoprotektif
dan inflamasi. Kemudian konsumsi OAINS menyebabkan supresi prostaglandin lambung
protektif yang menyebabkan melemahnya sawar protektif mukosa.
Ulkus peptikum terjadi terutama pada mukosa gastroduodenal karena jaringan ini tidak
dapat menahan kerja asam lambung pencernaan (asam hidroklorida) dan pepsin. Erosi yang
terjadi berkaitan dengan peningkatan konsentrasi dan kerja asam-pepsin, atau berkenaan
dengan penurunan pertahanan normal dari mukosa. Mukosa yang rusak tidak dapat
mensekresi mukus yang cukup untuk bertindak sebagai barier terhadap asam klorida.
Sekresi lambung terjadi pada tiga fase yang serupa : sefalik, lambung dan usus. Karena fase
ini interaktif dan tidak saling tergantung satu sama lain, gangguan pada salah satu fase dapat
menjadi ulserogenik.
Fase sefalik (psikis) merupakan fase pertama yang dimulai dengan rangsangan seperti
pandangan , bau, atau rasa makanan yang bekerja pada reseptor kortikal serebral yang ada
gilirannya, merangsang saraf vagal. Intinya, makan yang tidak menimbulkan napsu makan
mempunyai sedikit efek pada sekresi lambug, hal ini yang menyebabkan makanan saring
secra konvensional diberikan padapasien ulkus peptikum. Saat ini banyak ahli
gastroenterologi menyetujui bahwa diet saring tidak mempunyai efek signifikan pada
keasaman lambung atau penyembuhan ulkus. Namun, aktivitas vagal berlebihan selama
malam hari saat lambung kosong, adalah iritan yang signifikan.
Fese lambung, pada fase ini asam lambung dilepaskan sebagai akibat dari rangsangan
kimiawi dan mekanis terhadap reseptor di dinding lambung. Refleks vagal menyababkan
sekresi asam sebagai respons terhadap distensi lambung oleh makanan.
Fase usus, makanan dalam usus halus menyebabkan pelepasan hormone (dianggap
menjadi gastrin) yang ada pada waktunya akan merangsang sekresi asam lambung.
Barier mukosa lambung. Pada manusia sekresi lambung adalah campuran mukokolisakarida
dan mukoprotein yang disekresikan secara kontinyu melalui kelenjar mukosa. Mukus ini
mengabsorbsi pepsin dan melindungi mukosa terhadap asam. Asam hidroklorida
disekresikan secara kontinyu, teatapi sekresi meningkat karena mekanisme neurogenik dan
hormonal yang dimulai dari rangsangan lambung dan usus. Bila asam klorida tidak dibuffer
dan tidak dinetralisasi dan bila lapisan luar mukosa tidak memberikan perlindungan maka
asam hidroklorida bersama dengan pepsin akan merusak lambung. Asam hidroklorida
hanya kontak dengan sebagian kecil permukaan lambung. Kemudian menyebar ke dalamnya
dengan lambat.mukosa yang tidak dapat dimasuki disebut barier mukosa lambung.barier ini
adalah pertahanan utama lambung terhadap pencernaan yang dilakukan oleh sekresi
lambung itu sendiri.faktor lain yang mempengaruhi pertahanan mukosa adalah suplai darah,
keseimbangan asam – basa integritas sel mukosa dan regenerasi epitel.
Oleh karena itu, seseorang yang mengalami ulkus peptikum mungkin karena salah satu dari
dua faktor ini :
1. Hipersekresi asam-pepsin
2. Kelemahan barier mukosa lambung

Apapun yang menurunkan produksi mukus lambung atau merusak mukosa lambung
adalah ulserogenik, salisilat dan obat anti inflamasi non steroid lain, alkohol, dan obat anti
inflamasi masuk dalam kategori ini.

Syndrome Zollinger – Ellison. Sindrom ini dicurigai bila pasien datang dengan ulkus
peptikum berat atau ulkus yang tidak sembuh dengan terapi medis standar. Sindrom ini
diidentifikasi melalui temuan seperti hipersekresi getah lambung, ulkus duodenal, dan
gastrinoma (tumor sel islet) dalam pankreas. 90% tumor ditemukan dalam “ gastric triangle”
yang mengenai kista dan duktus koledukus, bagian kedua dan ketiga dari duodenum,dan
leher serta korpus pancreas. Kira – kira sepertiga dari gastrinoma adalah ganas (malignan).

Diare dan steatore (lemak yang tidak diserap dalam feses) dapat ditemui. Pasien ini dapat
mengalami adenoma paratiroid koeksisten atau hiperplasia sehingga dapat menunjukan
tanda hiperkalsemia. Keluhan pasien paling utama adalah nyeri epigastrik.

Ulkus stres adalah istilah yang diberikan pada ulserasi mukosal akut dari duodenal atau
area lambung yang terjadi setelahkejadian penuh stres secara fisiologis. Kondisi stress
seperti luka bakar, syok, sepsis berat dan trauma organ multiple dapat menimbulkan ulkus
stres. Endoskopi fiberoptik dalam 24 jam setelah cedera menunjukkan erosi dangkal pada
lambung ; setelah 72 jam erosi lambung multiple terlihat. Bila kondisi stres berlanjut maka
ulkus akan meluas sedangkan bila pasien sembuh maka lesi akan mengecil, pola ini khas
pada ulserasi stress.

Pendapat lain yang berbeda adalah penyebab aktual dari ulserasi mukosa. Biasanya
ulserasi mukosa didahului dengan syok sehingga menimbulkan penurunan aliran darah
mukosa lambung. Selain itu, banyak pepsin yang dilepaskan. Kombinasi iskemia, asam dan
pepsin menciptakan suasana ideal untuk menghasilkan ulserasi. Ulkus stres harus dibedakan
dari ulkus cushing dan ulkus curling, yaitu dua tipe dari ulkus lambung. Ulkus cushing
umum terjadi pada pasien dengan trauma otak, yaitu yang terjadi pada esofagus, lambung,
atau duodenum biasanyalebih dalam dan lebih penetrasi dari pada ulkus stres. Ulkus curling
sering terlihat kira – kira 72 jam setelah luka bakar luas.

WOC
2.6. Komplikasi
Komplikasi ulkus peptikum adalah ulkus yang ‘membandel’ (intraktibilitas),
perdarahan, perforasi, dan obstruksi pylorus. Setiap komplikasi ini merupakan indikasi
pembedahan (price, 1996).
1. Intraktibilitas
Komplikasi ulkus peptikum yang paling sering adalah intraktibilitas, yang berarti
bahwa terapi medis telah gagal mengatasi gejala-gejala secara adekuat. Pasien dapat
terganggu tidurnya oleh nyeri, kehilangan waktu untuk bekerja, memerlukan perawatan
di rumah sakit, atau hanya tidak mampu mengikuti program terapi. Intraktibilitas
merupakan alasan tersering untuk anjuran pembedahan.
2. perdarahan.
Perdarahan merupakan komplikasi ulkus peptikum yang sangat sering terjadi,
sedikitnya ditemukan pada 25% kasus selama perjalanan penyakit (guyton, 1996).
Walaupun ulkus pada semua tempat dapat mengalami perdarahan, namun yang sering
adalah di dinding posterior bulbus duodenum, karena pada tempat ini dapat terjadi erosi
arteria pankreatikoduodenalis atau arteria gastroduodenalis. Gejala-gejala yang yang
dihubungkan dengan perdarahan ulkus tergantung pada kecepatan kehilangan darah.
Kehilangan darah yang ringan dan kronik dapat mengakibatkan anemia defisiensi besi.
Feses dapat positif akan darah samara tau mungkin hitam dan seperti ter (melena).
Perdarahan pasif dapat mengakibatkan hematemesis (muntah darah), menimbulkan syok
dan memerlukan transfusi darah serta pembedahan akurat.
3. Perforasi
Kira-kira 5% dari semua ulkus akan mengalami perforasi, dan komplikasi ini
bertanggung jawab atas sekitar 65% kematian akibat ulkus peptikum (price, 1995). Ulkus
biasanya terjadi pada dinding anterior duodenum atau lambung karena daerah ini hanya
diliput oleh peritoneum. Pada kondisi klnik, pasien dengan keluhan komplikasi dating
dengan keluhan nyeri mendadak yang parah pada abdomen bagian atas. Dalam beberapa
menit timbul peritonitis kimia akibat keluarnya asam lambung, pepsin, dan makanan
yang menyebabkan nyeri hebat. Kondisi nyeri tersebut menyebabkan pasien takut
bergerak atau bernapas. Auskultasi abdomen menjadi senyap dan saat papasi, abdomen
mengeras seperti papan. Diagnosis dipastikan melalui adanya udara bebas dalam rongga
periyoneal, dinyatakan sebagai bulan sabit transulen antara bayangan hati dan diafragma.
Udara tentu saja masuk rongga peritoneal melalui ulkus yang mengalami perforasi (aziz,
2008).
4. Obstruksi
Obstruksi pintu keluar lambung akibat peradangan dan edema, pilorospasme, atau
jaringan parut terjadi pada sekitar 5% pasien ulkus peptikum. Obstruksi timbul lebih
sering pada pasien ulkus duodenum, tetapi kadang terjadi pada ulkus lambung terletak
dekat dengan sfingter pylorus. Anorexia, mual dan kembung setelah makan merupakan
gejala-gejala yang sering timbul, kehilangan berat badan juga sering terjadi, bila
obstruksi bertambah berat, dapat timbul nyeri dan muntah (mineta, 1983).

2.7. Penatalaksanaan Medis Dan Keperawatan


Dari permulaan bila diagnosis ditegakkan pasien diinformasikan bahwa masalah
dapat diatasi, meskipun remisi dan kekambuhan dapat terjadi. Sasarannya untuk mengatasi
keasaman lambung. Beberapa metode penyebuhan ulkus peptikum yaitu :
1. Penurunan stress dan istirahat
Penurunan stress lingkungan adalah tugas sulit yang memerlukan intervensi fisik
dan mental pada pihak pasien dan bantuan serta kerja sama dari anggota keluarga dan
orang terdekat. Pasien memerlukan bantuan dalam mengidentifikasi situasi yang penuh
stress atau melelahkan. Gaya hidup terburu – burudan jadwal yang tidak teratur dapat
memperberat gejala dan mempengaruhi keteraturan pola makan dan pemberian obat
dalam lingkungan yang rileks. Selain itu dalam upaya mengurangi stress, pasien juga
mendapat keuntungan dari periode istirahat yang teratur dalam sehari, sedikitnya selama
fase akut penyakit. Umpan balik biologis, hypnosis modifikasi perilaku dapat membantu
pada beberapa situasi.
2. Penghentian merokok
Penelitian telah menunjukkan bahwa merokok dapat menurunkan sekresi
bikarbonat dari pankreas kedalam duodenum. Sebagai akibatnya, keasaman duodenum
lebih tinggi bila seseorang merokok. Penelitian ini menunjukkan bahwa merokok terus
menerus dapat menghambat perbaikan ulkus, oleh karena itu pasien sangat dianjurkan
untuk berhenti merokok. Kelompok pendukung berhenti merokok sangat membantu bagi
banyak pasien.
3. Modifikasi diet
Teori diet saring ( blender) lebih menguntungkan dari pada makan biasa masih
memiliki sedikit bukti yang mendukung maka pasien dianjurkan untuk makan apa saja
yang disukainya. Namun ada beberapa kewaspadaan untuk dipertimbangkan pada tahap
awal penyembuhan. Tujuan diet untuk pasien dengan ulkus peptikum adalah untuk
menghindari sekresi asam yang berlebihan dan hipermotilitas saluran GI. Hal ini dapat
diminimalkan dengan cara menghindari suhu ekstrem dan stimulasi berlebihan makan
ekstrak, alkohol dan kopi (termasuk kopi dekafein, yang juga merangsang sekresi asam).
Selain itu, upaya dibuat untuk menetralisasi asam dengan makan tiga kali sehari makanan
biasa. Makan sedikit tapi sering tidak diperlukan selama antasida atau penyekat histamin
digunakan. Kecocokan diet menjadi perhatian individual karena pasien makan makanan
yang dapat ditoleransi dan menghindari makanan yang menimbulkan nyeri. Susu dank
rim tidak lagi dipertimbangkan sebagai terapi. Kenyataannya, diet kaya susu dan krim
potensial berbahaya karena bahan ini adalah stimulant asam protein.
1. Obat – obatan
Saat ini obat –obatan yang paling sering digunakan dalam pengobatan ulkus
peptikum mecakup antagonis reseptor histamine (antagonis reseptor H 2) yang
menurunkan sekresi asam dalam lambung; inhibitor pompa proton, yang juga
menurunkan sekresi asam : agen sitoprotektif yang melindungi sel mukosa dari asam atau
NSAID; antasida; antikolinergis; yang menghambat sekresinasam; atau kombinasi
antibiotic dengan garam bismut yang menekan garam bakteri H. pylori.
Terapi obat untuk penyakit ulkus peptikum yaitu :
1. Antasida
Mengandung magnesium (Susu Magnesia), mengandung alumunium
(Amphojel, AlernaGEL, Alucaps, Basaljel), mengandung magnesium plis alumunium
(Maalox, Maalox Plus, Gelusil, Mylanta, Riopan, Riopan Plus,Gaviscon, Di-gel)
kalsium karbonat (Titralac, Titralac plus, Tums, Rolaids). Fungsinya : menetralisasi
sekresi asam dan memberikan beberapa aktivitas sitoprotektif (protektif sel).

2. Antagonis reseptor Histamin (Antagonis Reseptor H2)


a. Simetidein (Tagamet) fungsinya menghambat sekresi asam dengan memblok
kerja histamine pada reseptor histamin dari sel parietal dilambung
b. Ranitidine (Zantac) fungsinya menghambat sekresi asam dengan memblok kerja
histamine pada reseptor histamine dari sel parietal dilambung
c. Famotidin (Pepcid) fungsinya menghambat sekresi asam dengan menyekat kerja
histamin pada reseptor histamine dari sel ke parietal dilambung Nizatidin (axid)
menghambat sekresi asam dengan menyekat kerja histamin pada reseptor
histamine dari sel parietal dilambung.
3. Antibiotik dan garam bismuth
a. Tetrasiklin (plus flagyl dan garam hismut) obat ini efeknya sangat bakteriostatik
yang fungsinya untuk menghilangakan bakteri H. pylori dalam mukosa lambung.
b. Amoksilin (plus flagyl dan garam hismut) merupakan antibiotic bakterisidal yang
fungsinya membantu menghilangkan bakteri H.pylori pada mukosa lambung.
c. Metronidazol (flagyl) yaitu suatu amebosida yang fungsinya membantu
menghilangkan bakteri H. pylori dalam mukosa lambung.
d. Subsalisilat bismut (Pepto-Bismol) digunakan dengan antibiotik fungsinya untuk
menekan bakteri H.pylori dalam mukosa lambung dan membantu dalam
penyembuhan lesi mukosa.
4. Inhibitor Pompa Proton (Asam Lambung)
Omeprazol yang fungsinya untuk menurunkan seksresi asam lambung dengan
memperlambat pompa hidrogen – kalium adenosine trifosfat (H+, K+, ATPase) pada
permukaan sel – sel parietal.
5. Obat – obatan sitoprotektif
a. Misoprostol (Cytotec) merupakan suatu prostaglandin sintetik yang berfungsi
melindungi mukosa lambung dari agen ulserogenik dan meningkatkan produksi
mukus dan kadar bikarbonat.
b. Sukralfat (Carafate), dengan adanya asam lambung sukralfat berfungsi
menciptakan zat pelindung kental yang membentuk lapisan perlindungan pada sisi
ulkus dan mencegah pencernaan oleh pepsin.

c. Antikolinergis/Antimuskarin
Pirenzepin ungsinya menghambatkerja asetilkolin (yang merangsang sel – sel
parietal untuk mensekresi asam) dan karenanya menggurangi sekresi asam. pasien
dianjurkan untuk mematuhi program medikal untuk menjamin penyembuhan
ulkus dengan sempurna. Ini menjadi sasaran keperawatan untuk menekankan
pentingnya mengikuti program resep sehingga proses penyembuhan dapat
berlanjut tanpa henti dan berulangnya gejala ulkus kronis dapat dihindari.
Istirahat, sedative, dan tranquilizer mdapat menambah kenyamanan pasien dan
digunakan sesuai kebutuhan. Dosis pemeliharaan antagonis reseptor H 2 biasanya
dianjurkan selama 1 tahun.
2. Intervensi Bedah
Pengenalan antagonis reseptor H2 sebagai pengobatan untuk ulkus sangat
menurunkan kebutuhan terhadap intervensi pembedahan. pembedahan biasanya
dianjurkan untuk pasien dengan penyakit ulkus yang tidak sembuh (yang gagal untuk
sembuh setelah 12 sampai 16 minggu pengobatan medis) hemoragi yang mengancam
hidup, perforasi atau obstruksi. Prosdur pembedahan mencakup vagotomi dengan
piloroplasti, billroth I atau II. Pasien yang memerlukan pembedahan ulkus adalah
mereka yang mungkin telah lama sakit, putus asa, telah berhenti dari peran kerjanya
dan emngalami tekanan pada kehidupan keluarga mereka.
Asuhan keperawatan pra operatif untuk pasien yang menjalani pembedahan penyakit
ulkus mencakup hal berikut :
a. Menyiapkan pasien untuk tes diagnostik
Pasien menjalanisanalisis laboratorium, seri sinar-x dan pemeriksaan fisik
umumsebelum pembedahan. Perawat menyiapkan pasien untuk setiap tindakan
diagnostik ini dengan menjelaskan sifat dan maknanya.
b. Memenuhi kebutuhan cairan dan nutrisi pasien
Kebutuhan nutrisi dan cairan pasien sangat penting sehingga pada pasien obstruksi
pilorik, mereka biasanya mengalami muntah cukup lama disertai penurunan berat
badan dan cairan.setiap upaya dibuat untuk memperbaiki tingkat nutrisi adekuat dan
mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit yang optimal.

c. Membersihkan dan mengosongan saluran gastrointestinal


Penghisapan nasogastik sering diperlukan untuk mengosongkan lambung, khususnya
pada pasien dengan obstruksi pilorik akibat ulkus. Selang dimasukkan sebelum
operasi dan ditinggalkan pada tempatnya selama operasi dan pascaoperasi.
Mengosongkan kolon sangat penting bila pasien akan menjalani pembedahan; ini
dilakukan dengan enema sehari sebelum pembedahan. Bila sinar-x gastrointestinal
telah didapatkan segera sebelum hari pembedahan, enema diberikan untuk
menghilangkan adanya sisa barium yang masih ada dalam kolon.
d. Membatasi masukan oral
Masukan oral berupa cairan biasanya dibatasi selama 24 jam sebelum dikalkukan
pembedahan
3. Penyembuhan bakteri H.pylory
Pemeriksaan segera menggunakan endoskopi diindikasikan jika pasien mengalami
dyspepsia dan gejala “tanda bahaya” anemia: perdarahan saluran cerna; anoreksia;
cepat kenyangl penurunan berat badan; atau awitan baru untuk individu yang berusia
50 tahun atau lebih. Penyembuhan H.pylori menurunkan kekambuhan ulkus dan
meningkatkan kekambuhan; oleh sebab itu antibiotic diindikasikan untuk semua
pasien yang positif H. pylori. Konfirmasi eradikasi H. pylori diperlukan jika terdapat
komplikasi ulkus yang disertai dengan perdarah, perforasi, atau obstruksi atau jika
gejala menetap.

Penatalaksanaan kondisi ulkus lain

1. Sindrom zollinger-ellison
Hipersekresi asam dapat dikontrol dengan antagonis reseptor H 2 dosis tinggi. Pasien
mungkin memerlukan dua kali dosis normal dan biasanya perlu ditingkatkan sesuai
dengan lama penggunaan. Pasien juga dapat diberikanoktreotide (sandostatin) yang
telah diketahui menekan kadar gastrin. Tindakan pengobatan mungkin membantu
untuk pasien yang tidak berespon terhadap obat obatan. Gastrektomi total atau
vagotomi sel parietal adalah prosedur yang dianjurkan.

2. ulkus stress
pasien yang beresiko mengalami ulkus stress diatasi secara profilaktik dengan
antagonis reseptor H2 intravena, agens sitoprotektik dan mungkin antasida, bila pasien
ini beresiko tinggi terhadap hemoragi saluran GI atas. Bila pasien sakit akut,
antasidadapat diberikan melalui selang nasogastrik. Aspirasi lambung sering
dilakukan untuk memantau pH. Terapi antasida juga dapat menghambat aktivitas
pepsin.
3. Prognosis
Terdapat kemungkinan ulkus akan kambuh dalam 1 tahun tetapi insiden ini dapat
dikurangi dengan penggunaan profiaktik antagonis reseptor H2. Kemungkinan
kambuh berkurang bila individu menghidari merokok,the, kopi dan cola (termasuk
dekafein), alkohol dan obat ulserogenik (seperti agen antiinflamasi).

2.8. Pemeriksaan Penunjanga/Diagnostik


1. Pemeriksaan fisik
a. Kepala
1) Inspeksi : bentuk kepala simetris (normal), distribusi rambut merata, warna
rambut hitam, rambut dan kulit kepala bersih, lesi (-)
2) Palpasi : pembengkakan (-), rambut lebat dan tidak rapuh.
b. Wajah
1) Inspeksi : bentuk wajah simetris, pucat (-), ikterik (-)
2) Palpasi : nyeri tekan di wajah (-), edema (-)
c. Mata
1) Inspeksi : bentuk mata simetris, sclera putih, konjungtiva merah muda dan pupil
isokor.
d. Hidung
1) Inspeksi : bentuk hidung simetris , pernapasan cuping hidung (-), secret (-)
2) Palpasi : nyeri tekan pada hidung(-),
e. Mulut
1) Inspeksi : warna mukosa mulut dan bibir pink, lembab, lesi (-), gigi berlubang (-)
f. Leher
1) Inspeksi : integritas kulit baik, bentuk simetris
2) Palpasi : nyeri tekan pada leher (-), pembesaran kelenjar gondok (-)
g. Dada
1) Inspeksi : bentuk dada simetris , distress pernapasan (-), integritas kulit baik.
2) Palpasi : massa (-), nyeri tekan (-), ekspansi simetris.
3) Perkusi : batas jantung normal, batas paru normal, penumpukan secret (-)
4) Auskultasi : bunyi paru dan suara nafas sonor
h. Payudara dan ketiak
1) Inspeksi : bentuk simetris, integritas kulit baik
2) Palpasi : nyeri tekan (-), benjolan (-)
i. Abdomen
1) Inspeksi : bentuk abdomen simetris
2) Auskultasi : bising usus normal
3) Palpasi : distensi abdomen (-), nyeri tekan epigastric (+)
4) Perkusi : hepatomegali (-)
j. Integumen
1) Inspeksi : integritas kulit normal, benjolan (-).
2) Palpasi : nyeri tekan pada kulit (-)
k. Ekstremitas
Atas :
1) Inspeksi : integritas kulit normal, bentuk tangan simetris
2) Palpasi :nyeri tekan (-)

Bawah :

1) Inspeksi : integritas kulit normal, bentuk kaki simetris


2) Palpasi : nyeri tekan (-)
2. Pemeriksaan USG abdomen
USG abdomen menggunakan gelombang suara untuk menghasilkan gambaran dari organ
– organ dan struktur lain diperut bagian atas. Kadang – kadang USG khusus digunakan
untuk evaluasi lebih rinci tentang organ tertentu. Hasil pemeriksaan USG pada lambung
menunjukkan adanya penebalan pada dinding lambung yang menandakan adanya lubang
pada dinding lambung.
3. Pemeriksaam napas urea atau serum untuk mendeteksi H. pylori. karbondioksida yang
diekskresikan dalam pernapasan klien diukur sebelum dan setelah klien meminum larutan
urea yang diperkaya karbon
4. Skrining serum antibody IgG (ELISA; enzim-linked immunosorbent assay) untuk
mendeteksi respon immunoglobulin terhadap H.pylori. pemeriksaan darah
mengidentifikasi antibodi terhadap H. pylori. tidak dapat memastikan penyembuhan
5. Serial spesimen feses (feses untuk darah x3) untuk mendeteksi darah samar
(tersembunyi)
6. HpSA feses untuk mengukur H. pylori didalam feses serta dapat digunakan untuk
memastikan penyembuhan
7. Hitung darah lengkap untuk mendeteksi kadar hemoglobin yang rendah dan hematokrit
akibat perdarahan
8. Uji tali (string test) untuk mendapatkan organism untuk dikultur. Sebuah benag ditelan
dan diambil kembali; pemeriksaan lebih murah disbanding endoskopi.
9. Endoskopi GI atas dengan biopsi jaringan dan sitologi untuk pemeriksaan mikroskopik.
PyloriTek adalah sebuah pemeriksaan urea biopsy yang digunakan untuk mendeteksi H.
pylori per GI atas
10. GI atas (telan barium) untuk memvisualisasi perubahan dalam struktur dan fungsi salran
GI (ulkus peptikum)
11. Klien tetap dipuasakan selama 6 jam sebelum pemeriksaan. Sediaan barium dalam
bentuk susu kocok, yang dapat menyebabkan mual; sajikan dalam keadaan dingin untuk
membuatnya lebih nikmat. Klien harus mengkonsumsi laksatif setelahnya untuk
memastikan eliminasi barium; jika barium tidak dikeluarkan maka barium akan mengeras
dan menyebabkan impaksi fekal.
12. Esofagogastro duodenoskopi ((EGD) untuk menentukan keberadaan ulkus. Slang
fleksibel (endoskopi) dimasukkan melalui mulut sampai ke lambung dan duodenum.
Sebuah sampel jaringan diambil untuk pemeriksaan H. pylori dan kanker lambung
13. Pemeriksaan sekresi lambung (pemeriksaan seksresi asam lambung dan pemeriksaan
kadar gastric serum); hasilnya akan meningkat pada beberapa sindrom seperti zollinger-
ellison (kondisi yang dihubungkan dengan tingginya kadar asam lambung.

2.9. Asuhan Keperawatan (Pengkajian, Diangnosa Keperawatan Yang Muncul, Rencana


Intervensi Keperawatan)
1. Asuhan Keperawatan Teori
A. Pengkajian keperawatan

Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan upaya untuk
pengumpulan data secara lengkap dan sistematis mulai dari pengumpulan data, identitas
dan evaluasi status kesehatan klien. Hal-hal yang perlu dikaji antara lain:

a. Identitas klien Meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan,
agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS, nomor register, dan diagnosis medis.
b. Keluhan utama Biasanya pasien dengan ulkus mengeluh nyeri tumpul, seperti tetusuk
atau sensasi terbakar di epigastrium tengah atau di punggung. epigastrium atau sedikit
di sebelah kanan garis tengah. Beberapa gejala menurun dengan memberikan tekanan
lokal pada epigastrium. Menurut Mutaqqin (2011) keluhan utama yang lazim
didapatkan adalah nyeri pada pinggang. Untuk lebih komprehensifnya, pengkajian
nyeri dapat dilakukan dengan PQRST.
c. Riwayat kesehatan klien
1. Riwayat kesehatan sekarang Biasanya klien dengan ulkus mengeluh nyeri tumpul,
seperti tertusuk atau sensasi terbakar di epigastrium tengah atau di punggung.
Nyeri dapat dikaji dengan menggunakan PQRST :

P : Klien mengeluh nyeri

Q : Nyeri dirasakan seperti tertusuk


R: Penyebaran nyeri terasa di perut

S: Skala nyeri 4-7

T: Nyeri timbul terutama saat klien melakukan aktifitas berat.

2. Riwayat kesehatan dahulu Kemungkinan klien memiliki riwayat gastritis, infeksi


saluran kemih, osteoporosis dengan pemakaian pengobatan kalsium, bekerja
dilingkungan panas dan olah ragawan. Memiliki riwayat ketergantungan terhadap
makanan atau minuman, zat dan obat-obatan. Kemungkinan klien sering
mengkonsumsi minuman kafein.
3. Riwayat penyakit keluarga Kemungkinan anggota keluarga yang mempunyai
penyakit yang sama dengan penyakit yang diderita klien saat ini. Memiliki
riwayat penyakit gastritis, ulkus peptikum, infeksi saluran kemih.
4. Riwayat psikososial Biasanya klien memiliki perasaan cemas yang berlebihan
akibat pekerjaan yang terhambat, dan akan sulit melakukan ibadah karena proses
perjalan penyakit ulkus peptikum yang diderita klien.
5. Aktivitas sehari-hari Riwayat pekerjaan, aktivitas fisik rendah, lebih banyak
duduk. Riwayat bekerja pada lingkungan bersuhu tinggi. Keterbatasan mobilitas
fisik akibat penyakit sistemik lainnya (cedera serebrovaskuler, tirah baring lama)
sehingga menyebabkan penyakit ulkus peptikum
d. Pola nutrisi dan cairan Gejalanya mual/muntah, nyeri tekan abdomen, riwayat diet
tinggi purin, kalsium oksalat dan atau fosfat, hidrasi yang tidak adekuat, tidak minum
air dengan cukup sehingga klien sering mengalami dehidrasi. Dengan tanda distensi
abdomen, penurunan/tidak ada bising usus, muntah sehinga pola nutrisi dan cairan
terganggu.
e. Pola eliminasi Gejala dan tanda meliputi riwayat perdarahan, perubahan pola
defekasi, perubahan karakteristik feses, nyeri tekan abdomen, distensi, bising otot
meningkat, karakteristik feses (terdapat darah, berbusa, bau busuk), konstipasi
(perubahan diet dan penggunaan antasida).
f. Pola personal hygiene Biasanya klien akan sulit untuk melakukan mandi, mengganti
pakaian sehingga membutuhkan bantuan keluarga atau orang lain dalam memenuhi
personal hygiene klien.
g. Pola istirahat tidur Biasanya pola istirahat tidur klien akan terganggu karena nyeri
yang dirasakan.
h. Pola aktivitas dan latihan Aktivitas dan latihan klien akan terganggu, karena klien
mengalami nyeri perut.
i. Pola seksualitas dan reproduksi Biasanya klien yang menderita ulkus peptikum
mengalami gangguan reproduksi dan seksualnya akibat dari nyeri, sehingga ia tidak
dapat memenuhi kebutuhan seksualnya.
j. Persepsi diri dan konsep diri Biasanya klien sering merasa cemas akan penyakitnya.
k. Sirkulasi Terjadi peningkatan tekanan darah, nadi meningkat atau takikardi, kulit
terasa hangat, kemerahan dan klien nampak pucat.
l. Eliminasi Gejala dan tanda meliputi riwayat perdarahan, perubahan pola defekasi,
perubahan karakteristik feses, nyeri tekan abdomen, distensi, bising otot meningkat,
karakteristik feses (terdapat darah, berbusa, bau busuk), konstipasi (perubahan diet
dan penggunaan antasida).
m. Nyeri atau kenyamanan Gejala dan tanda meliputi nyeri yang sangat, seperti rasa
terbakar, nyeri hilang setelah makan, nyeri epigastrik kiri dapat menjalar ke
punggung
n. Pemeriksaan Fisik Menurut (Mutaqqin, 2011) pada pemeriksaan fisik, fokus ulkus
peptikum didapatkan adanya perubahan tanda-tanda vital sekunder dari nyeri. Pasien
terlihat sangat kesakitan atau merasa nyeri, pucat, dan lemah. Pemeriksaan fisik
terdiri dari:
1. Kepala Pasien pernah mengalami trauma kepala, adanya hematoma, mengkaji
warna rambut, kebersihan rambut.
2. Mata Penglihatan adanya kekaburan, akibat adanya gangguan nervus optikus
(nervus II), gangguan dalam mengangkat bola mata (nervus III), gangguan dalam
memutar bola mata (nervus IV) dan gangguan dalam menggerakkan boal mata
kalateral (nervus VI).
3. Hidung Mengkaji adanya polip, bersih atau kotor. Adanya gangguan pada
penciuman atau tidak.
4. Mulut dan faring Mengkaji klien apakah ada kesulitan menelan, kesulitan
mengunyah, adanya gangguan pengecapan (lidah) akibat kerusakan nervus vagus
adanya kesulitan dalam menelan. Dikaji keadaan bibir, keadaan gusi dan gigi,
keadaan lidah, palatum/ langit- langit, orofaring.
5. Leher Dikaji posisi trakea, tiroid, suara, kelenjar limpe, vena jugularis, dan denyut
nadi karotis.
6. Dada Inspeksi kesimetrisan bentuk, dan kembang kempis dada, palpasi ada
tidaknya nyeri tekan, perkusi mendengar bunyi hasil perkusi, auskultasi untuk
mengetahui suara nafas, cepat dan dalam.
7. Abdomen Inspeksi bentuk, ada tidaknya pembesaran, auskultasi bising usus
terkadang tidak terdengar, perkusi dengar bunyi hasil perkusi, palpasi terdapat
nyeri tekan pada abdomen kiri.
8. Ekstermitas Biasanya klien dengan ulkus peptikum akan terjadi penurunan
kekuatan otot akibat nyeri yang dirasakan, dan bengkak pada tungkai.
9. Pemeriksaan neurologis Dikaji tingkat kesadaran, tanda rangsangan otak, dan
pemeriksaan saraf otak (NI- NXII).
B. Diagnosa Keperawatan
Berikut adalah uraian dari masalah yang timbul pada klien ulkus peptikum dengan
menggunakan Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia dalam (Tim Pokja SDKI DPP
PPNI, 2017):
a. Defisit Nutrisi
1) Definisi Asupan nutrisi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolisme (Tim
Pokja SDKI DPP PPNI 2017).
2) Batasan Karakteristik:
a) Kriteria Mayor:
(1) Subjektif: Tidak tersedia
(2) Objektif: Berat badan menurun minimal 10% di bawah rentang ideal
b) Kriteria Minor:
(1) Subjektif: Cepat kenyang setelah makan, kram/nyeri abdomen, nafsu makan
menurun
(2) Objektif: Bising usus hiperaktif, otot pengunyah lemah, otot menelan lemah,
membrane mukosa pucat, sariawan, serum albumin turun, rambut rontok berlebihan,
diare.
3) Faktor yang berhubungan :
a) Kurangnya asupan makanan
b) Ketidakmampuan menelan makanan
c) Ketidakmampuan mencerna makanan
d) Ketidakmampuan mengabsorbsi nutrisi
e) Peningkatan kebutuhan metabolisme
f) Faktor ekonomi (mis. finansial tidak mencukupi)
g) Faktor psikologis (mis. Stress, keengganan untuk makan)
b. Defisit pengetahuan
1) Definisi Ketiadaan atau kurangnya informasi kognitif yang berkaitan dengan topik
tertentu (Tim Pokja SDKI DPP PPNI 2017).
2) Batasan karakteristik
a) Kriteria mayor:
(1) Subjektif: menyampaikan masalah yang dihadapi
(2) Objektif: menunjukkan perilaku tidak sesuai anjuran, menunjukkan persepsi yang
keliru terhadap masalah
b) Kriteria minor:
(1) Subjektif: Tidak tersedia
(2) Objektif: Menjalani pemeriksaan yang tidak tepat, menunjukkan perilaku
berlebihan (mis. apatis, bermusuhan, agitasi, histeria)
3) Faktor yang berhubungan:
a) Keteratasan kognitif
b) Gangguan fungsi kognitif
c) Kekeliruan mengikuti anjuran
d) Kurang terpapar informasi
e) Kurang minat dalam belajar
f) Kurang mampu mengingat
g) Ketidaktahuan menemukan sumber informasi
c. Risiko hipovolemia
1) Definisi Berisiko mengalami penurunan volume cairan intravaskuler, interstisiel, dan
intraseluler (Tim Pokja SDKI DPP PPNI 2017).
2) Faktor risiko:
1) Kehilangan cairan secara aktif
2) Gangguan absorbsi cairan
3) Usia lanjut
4) Kelebihan berat badan
5) Status hipermetabolik
6) Kegagalan mekanisme regulasi
7) Evaporasi
8) Kekurangan intake cairan
9) Efek agen farmakologis
d. Nyeri
Pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan kerusakan jaringan aktual
atau fungsional, dengan onset mendadak atau lambat dan berintensitas ringan hingga
berat yang berlangsung kurang dari 3 bulan (Tim Pokja SDKI DPP PPNI 2017).
1) Batasan karakteristik :
a) Kriteria mayor
(1) Subjektif: Mengeluh nyeri
(2) Objektif: Tampak meringis, bersikap protektif (mis. waspada, posisi menghindari
nyeri), gelisah, frekuensi nadi meningkat, sulit tidur.
b) Kriteria minor
(1) Subjektif: tidak tersedia
(2) Objektif: tekanan darah meningkat, pola napas berubah, nafsu makan berubah,
proses berpikir terganggu, menarik diri sendiri, diaforesis
2) Faktor yang berhubungan:
a) Agen pencedera fisiologis (mis. inflamasi, iskemia, neoplasma)
b) Agen pencedera kimiawi (mis. terbakar, bahan kimia iritan)
c) Agen pencedera fisik (mis. abses, amputasi, terbakar, terpotong, mengangkat berat,
prosedur operasi, trauma, latihan fisik berlebihan). Setelah didapatkan data dari
pengkajian yang dilakukan secara menyeluruh, maka dibuatlah analisa data dan
membuat kesimpulan diagnosis keperawatan (Nurarif dan Kusuma 2016).
Diagnosa keperawatan Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (Tim Pokja SDKI
DPP PPNI, 2017), pada klien dengan ulkus peptikum yaitu:

a. Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan mencerna makanan

b. Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurang terpapar informasi.

c. Risiko hipovolemia berhubungan dengan muntah.

d. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis.

C. Rencana Keperawatan (intervensi keperawatan)

Rencana keperawatan pada kasus ulkus peptikum.

ND : Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan mencerna makanan

Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan kebutuhan nutrisi klien


terpenuhi secara adekuat

KH :

a. Mempertahankan berat badan dalam batas normal

b. Klien mampu menghabiskan ½ porsi makanan yang disediakan

c. Klien mengalami peningkatan nafsu makan

INTERVENSI

Manajemen Nutrisi

➢ Observasi
- Identifikasi status nutrisi
- Identifikasi alergi dan intoleransi makanan
- Identifikasi makanan yang disukai
- Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrient
- Identifikasi perlunya penggunaan selang nasogastrik
- Monitor asupan makanan
- Monitor berat badan
- Monitor hasil pemeriksaan laboratorium
➢ Terapeutik
- Lakukan oral hygiene sebelum makan, jika perlu
- Fasilitasi menentukan pedoman diet (mis. Piramida makanan)
- Sajikan makanan secara menarik dan suhu yang sesuai
- Berikan makan tinggi serat untuk mencegah konstipasi
- Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein
- Berikan suplemen makanan, jika perlu
- Hentikan pemberian makan melalui selang nasigastrik jika asupan oral dapat
ditoleransi
➢ Edukasi
- Anjurkan posisi duduk, jika mampu
- Ajarkan diet yang diprogramkan
➢ Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan (mis. Pereda nyeri, antiemetik),
jika perlu
- Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan jenis nutrient
yang dibutuhkan, jika perlu

ND : Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurang terpapar informasi

Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan pasien mampu memahami


tentang penyakitnya

KH :

a. Pasien dan keluarga menyatakan pemahaman tentang penyakit, kondisi, prognosis dan
program pengobatan.
b. Pasien dan keluarga mampu melaksanakan prosedur yang dijelaskan secara benar.

c. Pasien dan keluarga mampu menjelaskan kembali apa yang dijelaskan perawat/tim
kesehatan lainnya

INTERVENSI

Edukasi Kesehatan

➢ Observasi
- Identifikasi kesiapan dan kemampuan menerima informasi
- Identifikasi faktor-faktor yang dapat meningkatkan dan menurunkan motivasi
perilaku hidup
- bersih dan sehat
➢ Terapeutik
- Sediakan materi dan media pendidikan kesehatan
- Jadwalkan pendidikan kesehatan sesuai kesepakatan
- Berikan kesempatan untuk bertanya
➢ Edukasi
- Jekaskan faktor risiko yang dapat mempengaruhi kesehatan
- Ajarkan perilaku hidup bersih dan sehat
- Ajarkan strategi yang dapat digunakan untuk meningkatkan perilaku hidup bersih
dan sehat

ND : Resiko hipovolemia berhubungan dengan muntah

Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan status cairan pasien


membaik

KH :
a. Turgor kulit baik

b. Intake dan output

c. Tidak terjadi muntah

d. Tidak terjadi perdarahan

INTERVENSI

Manajemen Hipovolemia

➢ Observasi
- Periksa tanda dan gejala hipovolemia (mis. frekuensi nadi meningkat, nadi teraba
lemah, tekanan darah menurun, tekanan nadi menyempit,turgor kulit menurun,
membran mukosa kering, volume urin menurun, hematokrit meningkat, haus dan
lemah)
- Pantau intake dan output cairan
➢ Terapeutik
- hitung kebutuhan cairan
- Berikan posisi trendelenburg termodifikasi
- Berikan asupan cairan oral
- pendidikan
- Anjurkan memperbanyak asupan cairan oral
- Anjurkan menghindari perubahan posisi
➢ Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian cairan IV issotonis (mis. cairan NaCl, RL)
- Kolaborasi pemberian cairan IV hipotonis (mis. glukosa 2,5%, NaCl 0,4%)
- Kolaborasi pemberian cairan koloid (mis. albumin, plasmanate)
- Kolaborasi mempersembahkan produk darah

ND : Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis.


Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan klien mampu menggerakkan
bagian tubuh yang mengalami inkontinuitas

KH :

a. Skala nyeri 0-1

b. Wajah pasien tampak rileks

c. Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, dan mampu menggunakan teknik
nonfarmakologi untuk mengurangi rasa nyeri)

d. Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen nyeri

e. Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi, dan tanda nyeri) f. Menyatakan
rasa nyaman setelah nyeri berkurang.

INTERVENSI

Manajemen Nyeri

➢ Observasi
- lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
- Identifikasi skala nyeri
- Identifikasi respon nyeri non verbal
- Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri
- Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri
- Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri
- Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
- Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah diberikan
- Monitor efek samping penggunaan analgetik
➢ Terapeutik
- Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri (mis. TENS,
hypnosis, akupresur, terapi musik, biofeedback, terapi pijat, aroma terapi, teknik
imajinasi terbimbing, kompres hangat/dingin, terapi bermain)
- Control lingkungan yang memperberat rasa nyeri (mis. Suhu ruangan,
pencahayaan, kebisingan)
- Fasilitasi istirahat dan tidur
- Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi meredakan nyeri
➢ Edukasi
- Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
- Jelaskan strategi meredakan nyeri
- Anjurkan memonitor nyri secara mandiri
- Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
- Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
➢ Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu
BAB III

MCP KASUS

3.1 Ringkasan Kasus

Seorang perempuan berusia 35 tahun dirawat sejak 3 hari yang lalu dengan keluhan
mengeluh sakit uluh hati skala 7 (NRS) kurang lebih 1 jam setelah makan, cepat lelah pucat,
dan sering sakit kepala serta tiba-tiba BAB berwarna hitam. Hasil pemeriksaan didapatkan
ulcer pada gaster pasien dan didiagnosa ulkus peptikum. Pada saat ini sedang dirawat diruang
penyakit dalam wanita. Selain istirahat, pasien mendapatkan diet mula-mula cair bening dan
secara bertahap di tingkatkan ke saring, TB 158 cm dan BB 45 kg, TD 90/60 mmHg,
frekuensi nadi 80 kali/menit, frekuensi napas 24 kali/menit dan suhu 370C. Anamnesa:
Pasien bekerja sebagai karyawan swasta yang mengharuskan pasien sering berpergian keluar
kota. Pasien sering makan tidak teratur, minum kopi untuk mengurangi stresnya. Pasien juga
sering mengonsumsi obat Pereda nyeri ketika nyeri dan sakit gigi. Konjungtiva tampak
anemis, sklera tidak ikterik, bibir kering, bising usus 35 kali/menit (kesan meningkat), perut
kembung, nyeri tekan pada abdomen (+), muntah 5 kali, nafsu makan berkurang selama 3
hari, tidak terdapat edema, tidak ada deformitas pada ekstremitas. albumin 3,4 mg/dl dan Hb
10 g/dl. Terapi yang diberikan RL 24 tetes/menit, omeprazole 2x40 mg, injeksi remopain 3%
jika nyeri hebat, injeksi ondansentron 3x8gr, insepta syrup 3x15 mL, vitamin B complex.
Pasien sempat menolak untuk diberikan pengobatan berupa injeksi. Setelah diberikan
penjelasan oleh perawat akhirnya pasien bersedia diberikan injeksi
3.2 MCP Kasus

MD : ULKUS PEPTIKUM
ND 1 : Nyeri akut b.d Agen Pencedera
Key Assesment : fisiologis
1. Sakit uluh hati skala 7 Ds : Mengeluh Nyeri uluh hati skala 7
2. Cepat lelah pucat
Do :
3. Sakit kepala
4. Muntah 5 x - Nyeri tekan abdomen
5. Nafsu makan berkurang - Nafsu makan berubah
6. Makan tidak teratur
7. Pemeriksaan TTV : Terapi : Pemberian analgetik, jika perlu
• TD 90/60
• Frekuensi nadi 80
kali/menit
• Frekuensi napas 24
kep
kali/menit ND 2 : Disfungsi motilitas gastrointeatinal
• Suhu 37 C b.d malnutrisi
8. Pemeriksaan fisik Ds:
• Konjugtiva tampak anemis
• Sclera ikterik - Pasien mengatakan nyeri uluh hati
• Bibir kering skala 7
• Bising usus 35 x/menit - Sering sakit kepala
• Perut kembung Do :
• Nyeri abdomen
• Albumin 3,4 mg/dl - Bising usus 35 x/menit
- Perut kembung
ND 5 : Pemeliharaan Kesehatan
Tidak efektif b.d gangguan - Nyeri tekan pada abdomen
persepsi
Ds :
- Pasien mengatakan sering
keluar kota sehingga
makan tidak teratur
- Minum kopi untuk ND 3 : Risiko Hipovolemia d.d
mengurangi stress Kehilangan cairan secara aktif

Do :
- Kurang menunjukkan
pemahaman tentang
prilaku sehat
- Tidak mampu menjalankan
prilaku sehat
3.3 Rencana Intervensi Keperawatan

ND 1 : Nyeri akut b.d Agen Pencedera fisiologis

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam di harapkan nyeri


menurun

KH :
- Keluhan nyeri berkurang
- Meringis berkurang
- Gelisah berkurang
- Fungsi berkemih membaik

INTERVENSI
Manjemen nyeri
➢ Observasi
- Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
- Identifikasi skala nyeri
- Identifikasi respon nyeri non verbal
- Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri
- Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri
- Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri
- Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
- Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah diberikan
- Monitor efek samping penggunaan analgetik
➢ Terapeutik
- Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri (mis. TENS,
hypnosis, akupresur, terapi musik, biofeedback, terapi pijat, aroma terapi, teknik
imajinasi terbimbing, kompres hangat/dingin, terapi bermain)
- Control lingkungan yang memperberat rasa nyeri (mis. Suhu ruangan,
pencahayaan, kebisingan)
- Fasilitasi istirahat dan tidur
- Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi meredakan nyeri
- Edukasi
- Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
- Jelaskan strategi meredakan nyeri
- Anjurkan memonitor nyri secara mandiri
- Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
- Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
➢ Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu
ND 2 : Disfungsi motilitas gastrointeatinal b.d malnutrisi

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam di harapkan


aktivitas peristatik gastrointestinal membaik

KH :
- Nyeri menurun
- Suara peristatik menurun
- Muntah menurun

INTERVENSI
Manajemen Nutrisi
➢ Observasi
- Identifikasi status nutrisi
- Identifikasi alergi dan intoleransi makanan
- Identifikasi makanan yang disukai
- Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrient
- Identifikasi perlunya penggunaan selang nasogastrik
- Monitor asupan makanan
- Monitor berat badan
- Monitor hasil pemeriksaan laboratorium
➢ Terapeutik
- Lakukan oral hygiene sebelum makan, jika perlu
- Fasilitasi menentukan pedoman diet (mis. Piramida makanan)
- Sajikan makanan secara menarik dan suhu yang sesuai
- Berikan makan tinggi serat untuk mencegah konstipasi
- Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein
- Berikan suplemen makanan, jika perlu
- Hentikan pemberian makan melalui selang nasigastrik jika asupan oral dapat
ditoleransi
➢ Edukasi
- Anjurkan posisi duduk, jika mampu
- Ajarkan diet yang diprogramkan
➢ Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan (mis. Pereda nyeri, antiemetik),
jika perlu
- Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan jenis nutrient
yang dibutuhkan, jika perlu
ND 3 : Risiko Hipovolemia d.d Kehilangan cairan secara aktif

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam di harapkan kondisi


volume cairan membaik

KH :
- Perasaan lemah menurun
- Tekanan darah membaik
- Kadar hb membaik
- Intake cairan membaik

INTERVENSI
Manajemen Hipovolemia
➢ Observasi
- Periksa tanda dan gejala hipovolemia (mis. frekuensi nadi meningkat, nadi teraba
lemah, tekanan darah menurun, tekanan nadi menyempit,turgor kulit menurun,
membran mukosa kering, volume urin menurun, hematokrit meningkat, haus dan
lemah)
- Pantau intake dan output cairan
➢ Terapeutik
- hitung kebutuhan cairan
- Berikan posisi trendelenburg termodifikasi
- Berikan asupan cairan oral
➢ Edukasi
- Anjurkan memperbanyak asupan cairan oral
- Anjurkan menghindari perubahan posisi
➢ Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian cairan IV issotonis (mis. cairan NaCl, RL)
- Kolaborasi pemberian cairan IV hipotonis (mis. glukosa 2,5%, NaCl 0,4%)
- Kolaborasi pemberian cairan koloid (mis. albumin, plasmanate)
- Kolaborasi mempersembahkan produk darah
ND 4 : Pemeliharaan Kesehatan Tidak efektif b.d gangguan persepsi

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam di harapkan


kemampuan mengidentifikasi, mengelola, dan menemukan bantuan untuk
mempertahankan kesehatan meningkat

KH :
- Menunjukkan prilaku adaptif meningkat
- Menunjukkan pemahaman prilaku sehat meningkat
- Kemampuan menjalankan prilaku sehat meningkat

INTERVENSI
Edukasi Kesehatan
➢ Observasi
- Identifikasi kesiapan dan kemampuan menerima informasi
- Identifikasi faktor-faktor yang dapat meningkatkan dan menurunkan motivasi
perilaku hidup bersih dan sehat
➢ Terapeutik
- Sediakan materi dan media pendidikan kesehatan
- Jadwalkan pendidikan kesehatan sesuai kesepakatan
- Berikan kesempatan untuk bertanya
➢ Edukasi
- Jekaskan faktor risiko yang dapat mempengaruhi kesehatan
- Ajarkan perilaku hidup bersih dan sehat
- Ajarkan strategi yang dapat digunakan untuk meningkatkan perilaku hidup bersih
dan sehat
PEMBAHASAN KASUS

A. PENGKAJIAN
1. Identitas Klien
Nama : X
Usia : 35 th
Jenis Kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Karyawan Swasta
Diagnosis Medis : Ulkus Peptikum
2. Keluhan Utama
Nyeri uluh hati skala 7 / Nyeri Akut
3. Riwayat Kesehatan klien
a. Riwayat Kesehatan sekarang : klien mengeluh nyeri uluh hati skala 7, sering sakit
kepala tiba-tiba, BAB berwarna hitam, bising usus 35 kali/menit, perut kembung, nyeri
tekanan abdomen, muntah 5 x, nafsu makan berkuran, albumin menurun, bibir kering.
b. Riwayat kesehatan terdahulu : -

4. Aktivitas Sehari-hari

Pasien bekerja sebagai karyawan swasta yang mengharuskan pasien sering berpergian
keluar kota. Pasien sering makan tidak teratur, minum kopi untuk mengurangi
stresnya.

5. Pola Nutrisi dan Cairan

1. Sering makan tidak teratur


2. Muntah 5 x
3. Nyeri tekan abdomen
4. Bising usus 35 x/menit

6. Pemeriksaan Fisik

1. Mulut : Bibir kering


2. Abdomen : Terdapat nyeri tekan abdomen, perut kembung,bising usus 35
x/menit
3. Ekstermitas : tidak ada deformitas pada ekstermitas
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri akut b.d agen pencedera fisiologis
2. Disfungsi motilitas gastrointestinal b.d malnutrisi
3. Resiko Hipovolemia d.d Kehilangan cairan secara aktif
4. Pemeliharaan kesehatan tidak efektif

C. RENCANA INTERVENSI
ND 1 : Nyeri akut b.d Agen Pencedera fisiologis

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam di harapkan nyeri


menurun

KH :
- Keluhan nyeri berkurang
- Meringis berkurang
- Gelisah berkurang
- Fungsi berkemih membaik

INTERVENSI
Manjemen nyeri
➢ Observasi
- Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
- Identifikasi skala nyeri
- Identifikasi respon nyeri non verbal
- Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri
- Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri
- Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri
- Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
- Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah diberikan
- Monitor efek samping penggunaan analgetik
➢ Terapeutik
- Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri (mis. TENS,
hypnosis, akupresur, terapi musik, biofeedback, terapi pijat, aroma terapi, teknik
imajinasi terbimbing, kompres hangat/dingin, terapi bermain)
- Control lingkungan yang memperberat rasa nyeri (mis. Suhu ruangan,
pencahayaan, kebisingan)
- Fasilitasi istirahat dan tidur
- Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi meredakan nyeri
- Edukasi
- Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
- Jelaskan strategi meredakan nyeri
- Anjurkan memonitor nyri secara mandiri
- Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
- Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
➢ Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu
ND 2 : Disfungsi motilitas gastrointeatinal b.d malnutrisi

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam di harapkan


aktivitas peristatik gastrointestinal membaik

KH :
- Nyeri menurun
- Suara peristatik menurun
- Muntah menurun

INTERVENSI
Manajemen Nutrisi
➢ Observasi
- Identifikasi status nutrisi
- Identifikasi alergi dan intoleransi makanan
- Identifikasi makanan yang disukai
- Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrient
- Identifikasi perlunya penggunaan selang nasogastrik
- Monitor asupan makanan
- Monitor berat badan
- Monitor hasil pemeriksaan laboratorium
➢ Terapeutik
- Lakukan oral hygiene sebelum makan, jika perlu
- Fasilitasi menentukan pedoman diet (mis. Piramida makanan)
- Sajikan makanan secara menarik dan suhu yang sesuai
- Berikan makan tinggi serat untuk mencegah konstipasi
- Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein
- Berikan suplemen makanan, jika perlu
- Hentikan pemberian makan melalui selang nasigastrik jika asupan oral dapat
ditoleransi
➢ Edukasi
- Anjurkan posisi duduk, jika mampu
- Ajarkan diet yang diprogramkan
➢ Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan (mis. Pereda nyeri, antiemetik),
jika perlu
- Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan jenis nutrient
yang dibutuhkan, jika perlu
ND 3 : Risiko Hipovolemia d.d Kehilangan cairan secara aktif

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam di harapkan kondisi


volume cairan membaik

KH :
- Perasaan lemah menurun
- Tekanan darah membaik
- Kadar hb membaik
- Intake cairan membaik

INTERVENSI
Manajemen Hipovolemia
➢ Observasi
- Periksa tanda dan gejala hipovolemia (mis. frekuensi nadi meningkat, nadi teraba
lemah, tekanan darah menurun, tekanan nadi menyempit,turgor kulit menurun,
membran mukosa kering, volume urin menurun, hematokrit meningkat, haus dan
lemah)
- Pantau intake dan output cairan
➢ Terapeutik
- hitung kebutuhan cairan
- Berikan posisi trendelenburg termodifikasi
- Berikan asupan cairan oral
➢ Edukasi
- Anjurkan memperbanyak asupan cairan oral
- Anjurkan menghindari perubahan posisi
➢ Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian cairan IV issotonis (mis. cairan NaCl, RL)
- Kolaborasi pemberian cairan IV hipotonis (mis. glukosa 2,5%, NaCl 0,4%)
- Kolaborasi pemberian cairan koloid (mis. albumin, plasmanate)
- Kolaborasi mempersembahkan produk darah
ND 4 : Pemeliharaan Kesehatan Tidak efektif b.d gangguan persepsi

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam di harapkan


kemampuan mengidentifikasi, mengelola, dan menemukan bantuan untuk
mempertahankan kesehatan meningkat

KH :
- Menunjukkan prilaku adaptif meningkat
- Menunjukkan pemahaman prilaku sehat meningkat
- Kemampuan menjalankan prilaku sehat meningkat

INTERVENSI
Edukasi Kesehatan
➢ Observasi
- Identifikasi kesiapan dan kemampuan menerima informasi
- Identifikasi faktor-faktor yang dapat meningkatkan dan menurunkan motivasi
perilaku hidup bersih dan sehat
➢ Terapeutik
- Sediakan materi dan media pendidikan kesehatan
- Jadwalkan pendidikan kesehatan sesuai kesepakatan
- Berikan kesempatan untuk bertanya
➢ Edukasi
- Jekaskan faktor risiko yang dapat mempengaruhi kesehatan
- Ajarkan perilaku hidup bersih dan sehat
- Ajarkan strategi yang dapat digunakan untuk meningkatkan perilaku hidup bersih
dan sehat
BAB IV

ANALISIS JURNAL

4.1 Judul Artikel, Peneliti, Tahun Penelitian


a. Judul artikel
AKTIVITAS ANTITUKAK LAMBUNG EKSTRAK ETANOL DAUN GEDI
(Albemuschus Manihot (L) medic TERHADAP TIKUS JANTAN GALUR WISTAR
b. Peneliti
Doni Anshar Nuari, Cindra Tri Yuniar, Syifa Salsabila
c. Tahun penelitian
Januari 2019

4.2 Jenis Dan Jumlah Populasi/Sampel/Responden


Pengujian dilakukan pada tikus jantan galur Wistar. Hewan dibagi menjadi 6
kelompok yang terdiri dari kelompok control negatif, kontrol positif, pembanding serta
sediaan tiga dosis uji yang berbeda.

4.3 Jenis Tindakan/Intervensi/Penanganan


• Pengolahan Simplisia
• Pengolahan ekstrak daun gedi.
• Penapisan fitokimia.
• Peme Penyiapan hewan uji.
• pemeriksaan karakteristik
• Penyiapan hewan uji.
• Pengujian Tukak Lambung Ekstrak Daun Gedi.

4.4 Pembahasan Hasil Penelitian


Pengujian dilakukan pada tikus jantan galur Wistar. Hewan dibagi menjadi 6
kelompok yang terdiri dari kelompok control negatif, kontrol positif, pembanding serta
sediaan tiga dosis uji yang berbeda. Selanjutnya di induksi dengan Aspirin dengan dosis
500 mg/KgBB yang sudah dibuat suspensi kemudian diberikan secara oral. Induksi
bertujuan untuk memberi efek tukak pada lambung tikus. Pemberian sediaan disesuaikan
dengan tiap kelompok perlakuan, yaitu konrol negatif diberikan tragakan 1% control
positif diberikan suspense Aspirin, kelompok pembanding diberikan suspensi Ranitidin
13,5m mg/KgBB, kelompok uji I diberikan suspensi ekstrak etanol daun Gedi 250
mg/KgBB, kelompok uji II diberikan suspensi ekstrak etanol daun Gedi 300 mg/KgBB
dan kelompok uji III diberikan kelompok uji III diberikan suspensi ekstrak etanol daun
Gedi 500 mg/KgBB.

4.5 Kesimpulan Hasil Penelitian


Berdasarkan hasil penelitian pengujian efek antitukak lambung ekstrak etanol
96% daun gedi (Albelmuschus manihot (L) medic ) yang telah dilakukan dapat
disimpulkan bahwa ekstrak etanol 96% daun gedi (Albelmuschus manihot (L) medic )
dosis 500 mg/KgBB memiliki efek antitukak dengan nilai rasio protektif 81%.
BAB V

PENUTUP

5.1. Kesimpulan

1. Penyakit ulkus peptikum (peptic ulcer disease, PUD) adalah erosi pada lapisan lambung
, pylorus, duodenum, atau esophagus yang disebabkan oleh pajanan terhadap asam
hidroklorat, pepsin, dan H.pylori. Helicobacter pylory menyebabkan kerusakan pada
mukosa saluran GI. Ulkus diberi nama sesuai dengan area tempat terjadinya. Ulkus
duodenum lebih sering terjadi dibandingkan ulkus lambung. (marlene hurst, 2015).
2. Klasifikasi ulkus peptikum : Ulkus gaster/ulkus lambung, ulkus duodenum, ulkus stress
3. Manifestasi klinis : nyeri, muntah, nyeri uluh hati, konstipasi atau pendarahan
4. Komplikasi : intraktibilitas, perdarahan, perforasi, obstruksi
5. Penataklasanaan medis/keperawatan : penurunan stress dan istirahat, penghentian
merokok, modifikasi diet
6. Diagnosa Keperawatan : defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan mencerna
makanan, defisit pengetahuan berhubungan dengan kurang terpapar informasi, risiko
hipovolemia berhubungan dengan muntah, nyeri akut berhubungan dengan agen
pencedera fisiologis.

5.2. Saran

Penulis berharap dengan adanya makalah ini dapat member manfaat dan memberi
pengetahuan lebih tentang Asuhan Keperawatan Ulkus Peptikum. Serta dengan adannya
makalah ini penulis berharap agar pembaca yang sebagai mahasiswa/i dapat memahami
tentang Ulkus Peptikum dan Mahasiswa mampu mengaplikasikan ilmunya di masyarakat
agar masyarakat mampu mengenali tanda-tanda dan gejalannya.
DAFTAR PUSTAKA

Zainudin, Z., & Taharuddin, T. (2015). Asuhan Keperawatan pada Pasien Bapak S yang
Menjalani Pasca Operasi Laparatomi dengan Indikasi Ulkus Peptikum EC Perforasi Gaster di
Ruang Cempaka Rumah Sakit Umum Daerah Abdul Wahab Sjahranie SamaKoroh, D. L. (2019).

Asuhan Keperawatan Pada Ny. MMR Dengan Diagnosa Medis Gastritis Di Ruangan Instalasi
Gawat Darurat RSUD Prof. Dr. WZ Johanes Kupang Tahun 2019 (Doctoral dissertation,
Poltekkes Kemenkes Kupang).rinda.

PUTRI, E. P., Herlina, H., & Amriani, A. (2017). EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK
PADA PENDERITA GASTRITIS DAN ULKUS PEPTIKUM DI BANGSAL PENYAKIT
DALAM RSUD OKU TIMUR TAHUN 2016 (Doctoral dissertation, Sriwijaya University).

Azi, V. Y. G. (2021). Asuhan Keperawatan Pada Ny. HJ N Dengan Dispepsia Di Ruang Garuda
Rsud Sk. Lerik Kota Kupang (Doctoral dissertation, Poltekkes Kemenkes Kupang).

Pradnyanita, N. M. A. (2019). Gambaran Asuhan Keperawatan Pada Pasien Gastritis dengan


Ketidakpatuhan dalam Pemenuhan Pola Makan di Wilayah Kerja UPT Kesmas Sukawati I
Gianyar Tahun 2019 (Doctoral dissertation, Politeknik Kesehatan Kemenkes Denpasar Jurusan
Keperawatan).

Avtarina, I., Wijayanti, D. P., Toha, M., & Annisa, F. (2021). ASUHAN KEPERAWATAN
PADA PASIEN GASTRITIS DENGAN MASALAH KEPERAWATAN NYERI AKUT DI
DESA SEGOROPURO REJOSO KABUPATEN PASURUAN (Doctoral dissertation, Politeknik
Kesehatan Kerta Cendekia).

Enola, J., Prasetyawan, S., & Vidiastuti, D. (2018). Profil protein lambung tikus model ulkus
peptikum hasil induksi aspirin dengan terapi ekstrak daun katuk (Sauropus androgynus). ARSHI
Veterinary Letters, 2(1), 9-10.

Alfi Nureta Rachmani, N. (2018). PROFIL PASIEN DENGAN ULKUS PEPTIKUM YANG
MENGALAMI PERFORASI DAN DILAKUKAN TERAPI OPEN SURGERY DI INSTALASI
RAWAT INAP BEDAH RSUD DR. SOETOMO TAHUN 2016 (Doctoral dissertation,
Universitas Airlangga).
LAMPIRAN

Jurnal Ilmiah Farmako Bahari


Journal Homepage : https://journal.uniga.ac.id/index.php/JFB

ANTI PEPTIC ULCER ACTIVITY OF LEAVES EXTRACT OF


Abelmuschus manihot (L) medical IN RATS

Doni Anshar Nuari1, Cindra Tri Yuniar2, Syifa Salsabila1


1
Fakultas MIPA Universitas Garut, Jl. Jati no 42B, Tarogong, Garut
2Fakultas Farmasi Institut Teknologi Bandung, Jl. Ganesha no 10, Bandung

Corresponding author: Doni Anshar Nuari (doni@uniga.ac.id)

ARTICLE HISTORY
Received: 20 November 2018 Revised: 14 December 2018 Accepted:13 January2019
Abstract
One health problem is indigestion in the form of peptic ulcer. Peptic ulcer occurs because of an
imbalance between mucosal defense factors and aggressive factors. This study aims to determine the
effect of Abelmuschus manihot (L) medical leaves as an anti peptic ulcer. This research is expected to
provide information to the public about one of the properties of Abelmuschus manihot (L) medical
leaves for the treatment of peptic ulcers. The study began with the extraction process of leaves by
maceration using 96% ethanol, testing of animal anti peptic ulcer effects induced using aspirin dose of
500mg / KgBB, with a test dose of 250, 300, 500mg/KgBB compared with ranitidine dosages of
13.5mg/KgBB . The test parameters observed were the number of ulcers, the severity of ulcers and the
protective ratio. The results showed that the ethanol extracts with a dose of 250, 300 and 500 mg / kg
had significantly different anti peptic ulcer activity against positive control (p, 0.05) for aspirin-induced
mice with the highest protective ratio indicated by a dose of 500 mg / KgBB

Key words: Abelmuschus manihot (L) medical, Aspirin, peptic ulcer, protective ratio

AKTIVITAS ANTITUKAK LAMBUNG EKSTRAK ETANOL DAUN GEDI


(Abelmuschus manihot (L) medik) TERHADAP TIKUS JANTAN GALUR WISTAR

Abstrak
Salah satu masalah kesehatan yang terjadi adalah gangguan pencernaan berupa ulkus peptikum. Ulkus
peptikum terjadi karena adanya ketidakseimbangan antara faktor pertahanan mukosa dan faktor
agresif. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek daun gedi sebagai anti tukak lambung.
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada masyarakat mengenai salah satu khasiat
dari daun gedi ( Abelmuschus manihot (L) medik ) untuk pengobatan tukak lambung. Penelitian
diawali dengan proses ekstrasi daun gedi dengan cara maserasi menggunakan etanol 96%, pengujian
efek antitukak lambung hewan diinduksi menggunakan aspirin dosis 500mg/KgBB, dengan dosis uji
ekstrak 250, 300, 500mg/kgBB pembanding yang digunakan ranitidine dosis 13,5mg/KgBB. Parameter
uji yang diamati adalah jumlah tukak, keparahan tukak dan rasio protektif. Hasil menunjukan ekstrak
etanol daun gedi dosis 250, 300 dan 500mg/kgBb memiliki aktivitas antitukak berbeda bermakna
terhadap kontrol positif (p,0,05) terhadap tikus yang diinduksi oleh aspirin dengan rasio protektif
tertinggi ditunjukan oleh dosis 500mg/KgBB

Kata Kunci : Abelmuschus manihot (L) medik, Aspirin, Ulkus peptic, rasio protektif

www.journal.uniga.ac.id

Pendahuluan
Lambung merupakan organ pada saluran pencernaan berbentuk seperti kantong dengan
fungsi utama sebagai tempat penampungan makanan dan mengatur makanan masuk duodenum
dalam ukuran sedikit dan teratur. Lambung terdiri atas beberapa lapisan, yaitu lapisan mukosa, sub
mukosa, muskularis, subserosa dan serosa.1
Secara fisiologis dalam lambung terdapat fakor agresif dan faktor pertahanan yang selalu
berusaha untuk saling menyeimbangkan sehingga fungsi lambung dalam mencerna makanan dapat
berjalan dengan baik, namun terkadang keseimbangan tersebut hilang yang menyebabkan kerusakan
pada mukosa, sub mukosa bahkan sampai kelapisan otot saluran cerna yang mana kerusakan tersebut
dikenal dengan kondisi tukak lambung.2 Faktor penyebabnya bisa dari makanan, merokok, minuman
beralkohol dan penggunaan obat – obat golongan AINS.3

Pengobatan menggunakan obat sintetik menjadi piliha utama dalam pengobatan tukak
dengan fokus utama menurunkan sekresi asam lambung atau meningkatan PH lambung.3 Namun
penggunaan obat sintetik juga memiliki beberapa efek samping yang menunjukan efek negatif bagi
tubuh, sehingga masyarakat mencari alternatif penggunaan tanaman sebagai obat yang dapat
menangani tukak.4 Daun Gedi (Abelmuschus manihot (L) medik) dipercaya oleh masyarakat memiliki
kemampuan untuk menangani tukak lambung.5 Perlu dilakukan pembuktiansecara ilmiah guna
membuktikan mengenai efek empiris tersebut.6 Dilakukan penelitian untuk menguji aktivitas tukak
lambung ekstrak etanol daun gedi (Abelmuschus manihot (L) medik) pada tikus jantan galur Wistar
yang diinduksi dengan aspirin. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada
masyarakat mengenai salah satu khasiat daun gedi (Abelmuschus manihot (L) medik) untuk
pengobatan tukak lambung secara tradisional.

Metode
Alat. Mortir dan stemper, tabung reaksi, gelas kimia, batang pengaduk, gelas ukur, corong kaca,
toples kaca, cawan penguap, waterbath, rotary evaporator, oven, kompor listrik, blender, timbangan
analitik, timbangan tikus, kertas saring, satu set alat bedah dan pH universal.

Bahan. Daun gedi (Abelmuschus manihot (L) medik), etanol 96%, aspirin, ranitidin, air suling,
pereaksi Dragendrof, Pereaksi Mayer, amil alkohol, benzene, larutan FeCl3, kloroform, HCL 10%, NaOH
1N, Na2SO4, NaOH 30%, pereaksi Liberman – Buchad dan H2SO4.

Hewan uji. Tikus putih jantan galur Wistar

Pengolahan Simplisia. Daun yang akan digunakan yaitu daun gedi (Abelmuschus manihot (L)
medik). Peoses pembuatan simplisia bahan meliputi sortasi basah, pencucian, penjemuran dengan
ditutup kain hitam, sortasi kering, pembuatan sertbuk simplisia.

Pengolahan ekstrak daun gedi. Ekstraksi daun gedi (Abelmuschus manihot (L) medik) dilakukan
dengan cara maserasi. Serbuk dimasukkan kedalam bejana maserasi sebanyak 500 gram ditambahkan
etanol 96%, kemudian dimaserasi selama 3 x 24 jam sambil sesekali dilakukan pengadukkan, pelarut
diganti setiap 24 jam. Ekstrak disaring dengan kain flannel dan kertas saring. Filtrat kemudian
diuapkan dengan penguap vakum putar sehingga diperoleh ekstrak kental.

Penapisan fitokimia. Meliputi pemeriksaan terhadap senyawa alkaloid, saponin, flavonoid, tanin,
kuinon, steroid, dan triterpenoid.7

Pemeriksaan karakteristik. Meliputi penetapan kadar air, penetapan kadar abu total, penetapan
kadar abu larut air, penetapan kadar abu larut asam, penetapan susut pengeringan, penetapan kadar
sari larut air, dan penetapan kadar sari larut etanol.8

Penyiapan hewan uji. Hewan uji diadaptasikan selama 7 – 8 hari di Laboratorium

Farmakologi Program Studi S1 Farmasi Fakultas Matematika dan Ilmu Penetahuan Alam Universitas
Garut. Hewan uji berupa tikus putih jantan usia 2 – 3 bulan dengan bobot 200 – 250 gram. Sebelum
diinduksi hewan uji di puasakan selama 24 jam.

Pengujian Tukak Lambung Ekstrak Daun Gedi. Tikus jantan dibagi 6 kelompok yang terdiri
dari kelompok control negative, kelompok control positif, keompok Uji dosis 250mg, 300mg, dan
500mg/KgBB. setiap kelompok terdiri dari 3 ekor kelompok. Kontrol negatif diberi air , kontrol positif
diberi Tragakan 1%, kelompok pembanding diberikan ranitidin 13.5 mg/KgBB, kelompok uji 1 ekstrak
daun gedi dosis 250 mg/KgBB, kelompok uji 2 ekstrak daun gedi dosis 300 mg/KgBB dan kelompok uji
3 ekstrak daun dedi dosis 500 mg/KgBB. Seluruh kelompok selain kelompok kontrol negatif diberikan
penginduksi berupa Aspirin dengan dosisi 500mg/KgBB 1 jam sebelum pemberian sedian uji. Untuk
melihat adanya tukak maka tikus dikorbankan dan dibedah setelah 22 jam kemudian diamati
lambungnya dan dihitung jumlah tukak sesuai dengan metode skor.
Tabel 1. Penilaian Jumlah Tukak3
Nilai Keterangan
1 Lambung normal
2 Bintik pendarahan atau jumlah tukak 1
3 Jumlah tukak 2-4
4 Jumlah tukak 5-7
5 Jumlah tukak 8-10
6 Jumlah tukak lebih dari 10 atau perforasi

Tabel 2. Penilaian Keparahan Tukak3


Nilai Keterangan
1 Lambung normal
2 Bintik pendarahan atau tukak dengan diameter 0,5 mm Tukak
3 dengan diameter 0,5-1,0 mm Tukak dengan diameter 1,0-1,5 mm
4 Tukak dengan diameter 1,5-2,0 mm
5 Tukak dengan diameter > 2,0
6

Indeks tukak dihitung dengan menjumlahkan skor yang didapat.3 U = UN + US


+ UP x 10-1 Keterangan :
U= indeks tukak,

UN= rata-rata jumlah tukak setiap hewan,

US= rata-rata keparahan tukak,

UP= persentasi hewan dengan tukak

Hasil
Determinasi dilakukan di Herbarium Bandungese Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati Institut Teknologi
Bandung ( ITB ), Jatinangor. Dari hasil determinasi daun gedi memiliki spesies jenis Abelmuschus
manihot (L) medik. Dari simplisia 500 gram daun Gedi diperolek ekstrak kental sebanyak 60,29 gram.
Selanjutnya dilakukan uji karakteritik terhadap simplisia dan uji penapisan terhadap simplisia dengan
ekstrak dimana hasil dapat dilihat pada Tabel 3 dan 4. Setelah dilakukan penafisan dan karekterisasi
dilakukan pengujian efek anti tukak data pengamatan dapat dilihat pada tabel 5.

Tabel 3. Hasil Karakterisasi Simplisia Daun Gedi (Abelmuschus manihot (L) medik)
No Pemeriksaan Kadar (%)
1 Kadar abu total 7,78
2 Kadar abu larut air 7,16
3 Kadar abu larut asam 3,38
4 Kadar Air 9,99
5 Kadar sari larut air 7,94
6 Kadar Sari larut etanol 5,72
7 Susut Pengeringan 10

Tabel 4. Hasil Penapisan Simplisia Daun Gedi (Abelmuschus manihot (L) medik)

No Pemeriksaan Kadar (%)


Simplisia Ekstrak

1 Tanin + +
2 Flavonoid + +
3 Saponin + +
4 Steroid/Terpenoid + +
5 Alkaloid + +
6 Kuinon + +
Keterangan : (+) = Terdeteksi ; (-) = Tidak terdeteksi

Tabel 5. Penilaian Jumlah, Keparahan tukak dan Rasio Protektif


Setelah Perlakuan

Kelompok Penilaian Penilaian Keparahan Rasio Protektif


perlakuan Jumlah Tukak Tukak
Kontrol positif 2,75 ± 0,95 2,75 ± 0,95 0
Pembanding 1 ± 0* 1 ± 0* (P=0,011) 86%
(P=0,013)
EEDG 2 ± 0,81 2,25 ± 0,5 (P=0,186) 21
250mg/KgBB (P=0,278)
EEDG 1,75 ± 0,95 1,75 ± 0,5 (P=0,096) 42
300mg/KgBB (P=0,178)
EEDG 1,5 ± 1 1,25 ± 1* (P=0,040) 81%
500mg/KgBB (P=0,099)
Ket : Kontrol Postif : Tragakan 1%
Pembanding : Ranitidin 13,5mg/KgBB EEDG : Ekstrak
Etanol 96% Daun Gedi

* : Berbeda Bermakna secara statistic (P<0,05)

Pembahasan
Pengujian dilakukan pada tikus jantan galur Wistar. Hewan dibagi menjadi 6 kelompok yang
terdiri dari kelompok kontrol negatif, kontrol positif, pembanding serta sediaan tiga dosis uji yang
berbeda. Selanjutnya diinduksi dengan Aspirin dengan dosis 500 mg/KgBB yang sudah dibuat suspensi
kemudian diberikan secara oral. Induksi bertujuan untuk memberi efek tukak pada lambung tikus.
Pemberian sediaan disesuaikan dengan tiap kelompok perlakuan, yaitu kontrol negatif diberikan
tragakan 1%, kontrol positif diberikan suspensi Aspirin, kelompok pembanding diberikan suspensi
Ranitidin 13,5 mg/KgBB, kelompok uji I diberikan suspensi ekstrak etanol daun Gedi 250 mg/KgBB,
kelompok uji II diberikan suspensi ekstrak etanol daun Gedi 300 mg/KgBB dan kelompok uji III
diberikan suspensi ekstrak etanol daun Gedi 500 mg/KgBB.

Dari tabel 5, pembanding menunjukkan efek antitukak lambung dimana nilai dari jumlah tukak
dan keparahan tukak berbeda bermakana secara statistik terhadap kontrol positif (p<0,05) sehingga
metode penelitian yang dilakukan dinyatakan valid. Pada semua kelompok uji ekstrak daun gedi
(Abelmuschus manihot (L) medik) memiliki nilai lebih rendah dari pada kelompok kontrol namun
secara statistik perbedaan hanya ditunjukan oleh kelompok kontrol uji dosis 500 mg/KgBB pada
pengujian penilaian keparahan tukak yang bermakna terhadap kontrol positif (p<0,05) hal ini sejalan
dengan penelitian yang dilakukan oleh Susilawati yang menyatakan bahwa ekstrak etanol daun gedi
memiliki efek gastroprotektif.5
Parameter rasio protektif bertujuan untuk mengetahui efek pemberian sediaan pembanding
dan sediaan ekstrak uji etanol daun gedi untuk mengobati hewan uji yang telah diinduksi tukak. Dari
hasil pengujian parameter rasio protektif diperoleh kontrol positif memiliki rasio protektif 0%, artinya
bahwa kelompok kontrol positif tidak memberikan pengobatan karena merupakan kelompok hewan
sakit. Pembanding memberikan hasil rasio protektif lebih tinggi dibandingkan dengan sediaan ekstrak
etanol daun gedi yaitu 86% artinya bahwa pembanding merupakan kelompok hewan yang diberikan
obat. Dan sediaan uji ekstrak etanol daun gedi memiliki rasio protektif pada hewan uji dengan
meningkatnya dosis memberikan efek yang semakin meningkat yaitu dosis uji 250 mg/KgBB 20%, dosis
uji 300 mg/KgBB 42%, dan uji dosis 500 mg/KgBB 81%. Dosis uji ekstrak daun gedi yang memberikan
efek rasio protektif paling tinggi ditunjukkan oleh dosis 500 mg/KgBB.

Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian pengujian efek antitukak lambung ekstrak etanol 96% daun gedi
(Abelmuschus manihot (L) medik) yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa ekstrak etanol 96%
daun gedi (Abelmuschus manihot (L) medik) dosis 500 mg/KgBB memiliki efek antitukak dengan nilai
rasio protekif 81%.

Daftar Pustaka
1. Walangitan, Janet., dkk. 2015, Efek Pemberian Ekstrak Kayu Manis (Cinnamomum Burmannii)
Terhadap Gambaran Histopatologi Lambung Tikus Wistar Yang Diberi Aspirin, Jurnal e-Biomedik
(eBM), Volume 2 : 1p.
2. Aziz, Noval.2002. Peranan Antagonis Reseptor H-2 dalam Pengobatan Ulkus Peptikum. Sari-
Pedriatrik. Volume 3 no 4 : 222-226p
3. Hanifah, N.A. Afifah, B.S. Suci, N.V.2014. Uji efek Anti tukak Lambung Ekstrak Air Herba Bayam
Merah (Amarathus tricolor L.) Terhadap Tikus Wistar Betina. Kartika Jurnal Ilmiah Farmasi . 2(1) :
45-50p
4. Sukandar, E.Y. Safatiri, Dewi/ Pamungkas, A.D.2014. Uji Aktivitas Anti Tukak
Ekstrak Etanol Daun Belimbing Wuluh (Averrhoa blimbi L.) dan Daun Dewa (Gynura pseudochina (L.)
DC.) pada Tikus Wistar Betina yang Diinduksi Etanol. Acta Pharmaceutical Indonesia vol. XXXIX no3&4:
63-68P.
5. Susilawati, Ni Made. Yuliet. Khaerati, Khildah.2016. Aktivitas Gastroprotektif Ekstrak Etanol Daun
Gedi Hijau (Abelmoschus manihot (L.) Medik) Terhadap
Tikus Putih Jantan (Rattus norvegicus L.) Yang Diinduksi Dengan Aspirin. Online Journal of Natural
Science Vol 5(3) :296-306p
6. Najihudin, Aji. Chaerunisaa, Anis. Subarnas, Anas.2017. Aktivitas Antioksidan Ekstrak Dan Fraksi
Kulit Batang Trengguli (Cassia fistula L) Dengan Metode DPPH. Indonesian Journal of
Pharmaceutical Science and Technology Vol 4 (2) : 70-78p
7. Ditjen POM., 1995, Materia Medika Indonesia, Jilid VI, Deparetemen Kesehatan Republik Indonesia,
Jakarta.
8. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia., 2013, Suplemen III Farmakope Herbal Indonesia, Edisi I,
Kementrian Kesehatan RI, Jakarta.
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai