L
UMUR 24 TAHUN DENGAN BENDUNGAN ASI
DI PMB CUCU NURKAMILAH
TAHUN 2023
Disusun Oleh :
DEWI OKTAVIA
H522190
Laporan Kasus Asuhan Kebidanan Nifas pada Ny. L umur 24 Tahun dengan Bend
ungan ASI di PMB Cucu Nurkamilah Tahun 2023 telah disahkan oleh Tim
Pembimbing pada:
Hari : Senin
Tanggal : 07/08/2023
Tempat : PMB Cucu Nurkamilah
Mengetahui,
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas rahmat-
Nya penulis dapat menyelesaikan laporan ini dengan baik. Asuhan Kebidanan
Nifas pada Ny. L umur 24 Tahun dengan Bendungan ASI di PMB Cucu
Nurkamilah Tahun 2023 ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat hasil
pelaksanaan praktik klinik program studi Pendidikan Profesi Bidan Fakultas
Kebidanan Institut Kesehatan Rajawali.
Dalam penyusunan laporan ini penulis mendapat bantuan dari berbagai pihak,
untuk itu tak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Tonika Tohri, S.Kp., M.Kes., selaku Rektor Institut Kesehatan Rajawali
Bandung.
2. Erni Hernawati, S.S.T., B.d., M.M., M.Keb., selaku Dekan Fakultas
Kebidanan Institut Kesehatan Rajawali Bandung.
3. Lia Kamila, S.S.T., Bd., M.Keb., selaku penanggung jawab Program Profesi
Bidan Institut Kesehatan Rajawali Bandung.
4. Cucu Nurkamilah, A.Md.Keb., selaku pembimbing praktik klinik di PMB
yang telah membimbing dan membantu dalam penyusunan laporan selama
pelaksanaan praktik klinik
5. Diani Alliansy. S.S.T., Bd., M.Kes., selaku Dosen Pembimbing yang telah
berkenan memberikan bimbingan dan membantu dalam penyusunan laporan
Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk
itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar dapat menulis
dengan lebih baik. Semoga laporan ini dapat memberikan manfaat. Aamiin.
Penulis
iii
DAFTAR ISI
iv
BAB III TINJAUAN PUSTAKA.................................................................22
3.1 Identitas ..............................................................................................22
BAB IV PEMBAHASAN..............................................................................29
4.1 Keterbatasan Pengkajian.....................................................................29
4.2 Pembahasan.........................................................................................29
4.2.1 Data Subjektif ...............................................................................29
4.2.2 Data Objektif ................................................................................30
4.2.3 Analisa ..........................................................................................30
4.2.4 Penatalaksanaan ...........................................................................30
BAB V SIMPULAN......................................................................................32
5.1 Simpulan ............................................................................................32
DAFTAR PUSTAKA
v
BAB I
PENDAHULUAN
1
Dampak bendungan ASI pada ibu mengakibatkan tekanan intraduktal
yang akan mempengaruhi berbagai segmen pada payudara sehingga tekanan
2 seluruh payudara meningkat akibatnya payudara sering terasa penuh,
tegang dan nyeri, walaupun tidak disertai dengan demam, masalah potensial
yang akan terjadi apabila tidak ditangani dengan cepat akan menimbulkan
komplikasi berupa mastitis (6%) dan abses payudara (5%) (Bolman et al,
2016).
Pemerintah telah membuat kebijakan pada masa nifas. Pada kebijakan
program nasional masa nifas paling sedikit empat kali kunjungan yang
dilakukan. Dalam Kepmenkes RI. No. 369/ MENKES/SK/III/2007, petugas
kesehatan memberikan asuhan pada ibu nifas dan menyusui yang bermutu
tinggi pada proses laktasi atau menyusui dan teknik menyusui yang benar
serta penyimpangan yang lazim terjadi termasuk pembekakan payudara,
mastitis, abses, puting lecet, puting masuk. Mengingat pentingnya
pemberian ASI, maka perlu adanya perhatian dalam proses laktasi agar
terlaksana dengan benar. Sehubungan dengan hal tersebut telah ditetapkan
dengan Kepmenkes RI.No. 450/MENKES/IV/2004 tentang pemberian Air
Susu Ibu (ASI) secara eksklusif pada bayi Indonesia.
Penyuluhan merupakan salah satu upaya agar informasi dapat
tersampaikan dan dipahami oleh masyarakat. Dikarenakan penyuluhan
sangat efektif menjadi salah satu cara pendekatan pada masyarakat dalam
rangka menyampaikan pesan atau informasi mengenai kesehatan dengan
tujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan masyarakat serta
menambah wawasan, seperti melakukan penyuluhan perawatan payudara
khususnya pada ibu post partum. Sehingga masyarakat bisa tahu, mengerti 3
dan bisa melakukan sesuai dengan anjuran sehingga akan meningkatkan
pengetahuan dan keterampilan ibu, khususnya ibu post partum yang
mengalami keluhan terhadap payudaranya (Marni, 2012).
Bidan memiliki peranan yang sangat penting dalam pemberian asuhan
postpartum. Adapun perandan tanggung jawab bidan dalam masa nifas
yaitu, mendorong ibu untuk menyusui bayinya secara on demand selama
2
kurang lebih dua tahun agar meningkatkan rasan yaman serta tali kasih dan
mencegah terjadinya bendungan asi yang bisa menimbulkan bahaya bagi ibu
(Marmi, 2012).
Penanganan bendungan asi dapat dilakukan secara farmakologis dan
non farmakologis. Penanganan bendungan asi secara farmakologis dapat
diberikan terapi simtomatis untuk mengurangi rasa sakitnya (analgetik)
seperti paracetamol, ibuprofen. Dapat juga diberikan lynoral tablet 3 kali
sehari selama 2-3 hari untuk membendung sementara produksi ASI. Dan
untuk mengurangi bendungan asi secara non farmakologis dapat dilakukan
dengan akupuntur, perawatan payudara tradisional (kompres panas
dikombinasikan dengan pijatan), daun kubis, kompres panas dan dingin
secara bergantian, kompres dingin, dan terapi ultrasound (Marmi, 2012).
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Tujuan umum pembuatan laporan ini adalah untuk mengetahui asuhan
kebidanan nifas pada Ny. L dengan Bendungan ASI pada Ny. L di Pus
kesmas Sukagalih tahun 2023
3
1.3 Manfaat
Menambahkan pengetahuan dan referensi serta bermanfaat bagi
pengembangan ilmu dan teknologi mengenai gambaran pengetahuan dan
sikap ibu nifas tentang Bendungan ASI.
4
BAB II
TINJAUAN TEORI
5
Masa kepulihan menyeluruh alat-alat genetalia yang lamanya 6-8
minggu.
Peran bidan: pada fase ini, bidan memastikan involusi uteri dalam
keadaan normal, tidak ada perdarahan, lochea tidak berbau busuk, tidak
demam, ibu cukup mendapakan makanan dan cairan serta ibu dapat
menyusui bayinya dengan baik.
c. Remote puerperium (Periode Late Postpartum, 1 minggu-5 minggu)
Adalah waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat sempurna, terutama
bila ibu selama hamil atau waktu bersalin mempunyai komplikasi. Masa
ini bisa berlangsung 3 bulan bahkan lebih.
Peran bidan: pada periode ini bidan tetap melakukan perawatan dan
pemeriksaan sehari-hari serta konseling KB (Sulityawati, 2009 dalam
Maryunani 2015).
b. Kontraksi Uterus
Kontraksi uterus meningkat setelah bayi keluar.
Dalam hal ini, intensitas kontraksi uterus yang meningkat ini sebagai
respon penurunan volume intrauteri yang sangat besar selama 1-2 jam
6
pertama post partum. Kontraksi uterus akan menurun intensinya
secara halus dan cepat, kemudian menjadi stabil.
c. Pembuluh darah rahim/uterus:
Setelah persalinan pembuluh-pembuluh darah akan mengecil kembali
karena darah yang diperlukan tidak sebanyak waktu hamil.
d. After Pains:
Mulas atau kram pada abdomen yang berlangsung sebentar dan mirip
dengan kram periode menstruasi. Biasanya berlangsung 2-4 hari pasca
persalinan. Hal ini karena kontraksi uterus.
2. Lochea
Lochea merupakan istilah untuk sekret dari uterus yang keluar melalui
vagina selama masa puerperium/nifas. Lochea mempunyai reaksi
basa/alkalis yang dapat membuat organisme berkembang lebih cepat
daripada kondisi asam yang ada pada vagina normal. Ada beberapa
macam lochea yaitu:
a. Lochea Rubra (lochea kruenta): merupakan darah segar dan terdapat
sisa-sisa selaput ketuban, selaput desidua, vertiks caseosa, lanugo dan
mekonium selama 1-3 hari post partum.
b. Lochea sanguinolenta: berwarna merah kuning berisi darah dan
lendir, hari ke-3 sampai ke-7 pasca persalinan.
c. Lochea Serosa: berwarna kuning dan cairan ini tidak berdarah lagi
pada hari ke 7-14 pasca persalinan.
d. Lochea Alba: cairan putih yang terjadinya pada hari setelah 2 minggu
pasca persalinan.
e. Lochea Purulenta: ini karena terjadi infeksi, keluar cairan seperti
nanah berbau busuk.
f. Lochiotosis: lochea tidak lancar keluarnya (Suherni,dkk. 2009)
7
verniks caseosa, rambut
kehitaman lanugo, sisa mekonium dan
sisa darah.
Sanguinolenta
Merah
3-7 hari Darah dan lender
kekuningan
Lebih sedikit darah dan
Kekuningan/ lebih banyak serum, juga
Serosa 7-14 hari
kecoklatan terdiri dari leukosit dan
robekan laserasi plasenta.
Mengandung leukosit,
Alba >14 hari Putih selaput lendir serviks dan
serabut jaringan yang mati.
Sumber : Maryunani, 2015
3. Serviks
a. Involusi serviks dan segmen bawah uterus pasca persalinan bebeda
dan tidak kembali seperti pada keadaan sebelum hamil.
b. Serviks dan segmen bawah rahim tampak oedema, tipis dan terbuka
untuk beberapa hari sesudah melahirkan portio terasa lunak, tampak
kemerahan dan bisa terjadi laserasi.
c. Segera setelah berakhirnya persalinan, serviks menjadi sangat
lembek/lunak, kendur dan terkulai.
4. Vagina dan Perineum
a. Vagina
1) Segera setelah pelahiran, vagina tetap terbuka lebar, mungkin
mengalami beberapa derajat oedema dan memar, dan celah pada
introitus.
2) Keadaan vagina yang lembut secara berangsur-angsur luasnya
berkurang, tetapi jarang sekali kembali seperti ukuran seorang
nulipara.
3) Vagina yang semula sangat tegang akan kembali secara bertahap,
dimana setelah satu hingga dua hari pertama postpartum, tonus
otot vagina kembali, celah vagina tidak lebar dan vagina tidak
lagi oedema serta ukurannya kembali seperti ukuran sebelum
hamil pada minggu ke-6 sampai ke-8.
8
4) Vagina ukurannya menurun/mengecil dengan kembalinya rugae
vagina sekitar minggu ketiga post partum.
b. Perineum
1) Perineum adalah daerah vulva dan anus.
2) Biasanya perineum setelah melahirkan menjadi agak bengkak dan
mungkin ada luka jahitan bekas robekan atau episiotomy, yaitu
sayatan untuk memperluas pengeluaran bayi.
3) Proses penyembuhan luka episiotomy sama dengan luka operasi,
biasanya berlangsung 2 sampai 3 minggu.
5. Abdomen
a. Pada hari pertama sesudah melahirkan saat berdiri, ibu post partum
akan merasakan bahwa daerah perut terasa menggantung karena otot
abdomen tidak dapat menahan isi abdomen.
b. Pada masa nifas, dinding abdomen yang mengalami striae dan flabby
yang terjadi pada kehamilan menjadi berkurang.
c. Dalam hal ini, setelah persalinan dinding perut longgar karena
diregang begitu lama, namun berangsur-angsur akan pulih kembali
dalam 6 minggu.
6. Perubahan Berat Badan
a. Berat badan akan kembali ke keadaan sebelum hamil 6 sampai 8
minggu setelah persalinan, jika pertambahan berat badannya
kehamilan dalam kisaran normal.
b. Penurunan berat badan pada ibu setelah melahirkan terjadi akibat
kelahiran bayi, plasenta dan cairan amnion atau ketuban.
Tabel 2.3 Sumber dan Jumlah Kehilangan Berat Badan Selama
Masa Post Partum
Jumlah Kehilangan
No Sumber Kehilangan Berat Badan
Berat Badan (kg)
1 Janin dan plasenta: cairan ketuban dan 5,5 – 6,0 kg
darah saat pada persalinan.
2 Keringat dan urine selama minggu 2,5 4,0 kg
pertama persalinan
3 Involusi uterus dan lokia 1 kg
9
Jumlah total kehilangan berat badan 9,0 – 10,0 kg
Sumber : Maryunani, 2015
7. Payudara
a. Keadaan buah dada/payudara 2 hari pertama nifas sama dengan
keadaan dalam kehamilan. Buah dada belum mengandung susu
melainkan colostrum, dan mulai 3 hari postpartum buah dada
membesar, keras dan nyeri.
10
1) Mencegah terjadinya perdarahan pada masa nifas karena persalinan
atonia uteri.
11
5) Memberikan konseling kepada ibu mengenai asuhan pada bayi,
cara merawat tali pusat, dan bagaimana menjaga bayi agar tetap
hangat.
12
berfungsi untuk produksi ASI selain hormon lain seperti insulin, tiroksin
dan sebagainya (Maryunani, 2015).
13
Energi (kgkal) 57,0 63,0 65,0
Laktosa (gr/100 ml) 6,5 6,7 7,0
Lemak (gr/100 ml) 2,9 3,6 3,8
Protein (gr/100 ml) 1,195 0,965 1,324
Mineral (gr/100 ml) 0,3 0,3 0,2
Immunoglobulin:
Ig A (mg/100 ml) 335,9 - 119,6
Ig G (mg/100 ml) 5,9 - 2,9
Ig M (mg/100 ml) 17,1 - 2,9
Lisosin (mg/100 ml) 14,2-16,4 - 24,3-27,5
Laktoferin 420-520 - 250-270
Sumber: Maritalia, 2012
14
Mastitis adalah peradangan pada payudara. Mastitis ini dapat terjadi
kapan saja sepanjang periode menyusui, tapi paling sering terjadi antara
hari ke-10 dan hari ke-28 setelah kelahiran.
5. Abses Payudara
Abses payudara berbeda dengan mastitis. Abses payudara terjadi apabila
mastitis tidak tertangani dengan baik, sehingga memperberat infeksi
(Maritalia, 2014).
15
oksitosin. Kontraksi dari sel akanmemeras air susu yang telah terbuat,
keluar dari alveoli dan masuk ke sistem ductus dan selanjutnya
mengalir melalui duktus laktiferus masuk ke mulut bayi.
Faktor-faktor yang meningkatkan let down adalah dengan melihat
bayi, mendengarkan suara bayi, mencium bayi, memikirkan untuk
menyusui bayi. Faktor-faktor yang menghambat refleks let down
adalah stress, seperti keadaan bingung/pikiran kacau, takut dan cemas
(Yanti, 2014).
b. Pengeluaran ASI (Oksitosin)
Refleks oksitosin bekerja sebelum atau setelah menyusui untuk
menghasilkan aliran air susu dan menyebabkan kontraksi uterus.
Semakin sering menyusui, semakin baik pengosongan alveolus dan
saluran sehingga semakin kecil kemungkinan terjadi bendungan susu
sehingga proses menyusui makin lancar. Oksitosin juga memacu
kontraksi otot rahim sehingga involusi Rahim semakin cepat dan baik.
Tidak jarang, perut ibu terasa sangat mules pada hari-haripertama
menyusui dan hal ini merupakan mekanisme alamiah untuk rahim
kembali ke bentuk semula (Roito H, dkk, 2013).
Tiga refleks penting dalam mekanisme hisapan bayi yaitu refleks
menangkap (Rooting reflex), refleks menghisap dan refleks menelan
yang diuraikan sebagai berikut :
1) Refleks menangkap (rooting reflex) Refleks menangkap timbul bila
bayi baru lahir tersentuh pipinya, bayi akanmenoleh kearah
sentuhan. Bila bibirnya dirangsang dengan papilla mammae, maka
bayi akan membuka mulut dan berusaha untuk menangkap puting
susu.
2) Refleks menghisap Refleks menghisap timbul apabila langit-langit
mulut bayi tersentuh, biasanya oleh puting susu. Supaya puting
mencapai bagian belakang palate, makasebagian besar areola harus
tertangkap mulut bayi. Dengan demikian, maka sinuslaktiferus
16
yang berada di bawah areola akan tertekan antara gusi, lidah dan
palate, sehingga ASI terperas keluar.
3) Refleks menelan Bila mulut bayi terisi ASI, maka bayi akan
menelan.
2.3.2 Etiologi
Beberapa faktor yang dapat menyebabkan bendungan ASI, yaitu:
1. Pengosongan mammae yang tidak sempurna (dalam masa laktasi, terjadi
peningkatan produksi ASI pada ibu yang produksi ASI-nya berlebihan.
Apabila bayi sudah kenyang dan selesai menyusu payudara tidak
dikosongkan, maka masih terdapat sisa ASI didalam payudara. Sisa ASI
tersebut jika tidak dikeluarkan dapat menimbulkan bendungan ASI).
2. Faktor hisapan bayi yang tidak aktif (pada masa laktasi, bila ibu tidak
menyusukan bayinya sesering mungkin atau jika bayi tidak aktif
menghisap, maka akan menimbulkan bendungan ASI).
3. Faktor posisi menyusui bayi yang tidak benar (teknik yang salah dalam
menyusui dapat mengakibatkan puting susu menjadi lecet dan
menimbulkan rasa nyeri pada saay bayi menyusu. Akibatnya, ibu tidak
mau menyusui bayinya dan terjadi bendungan ASI).
17
4. Puting susu terbenam (puting susu terbenam akan menyulitkan bayi
dalam menyusu. Karena bayi tidak dapat menghisap puting dan areola,
bayi tidak mau menyusu dan akibatnya terjadi bendung an ASI).
5. Puting susu terlalu panajang (puting susu yang panjang menimbulkan
kesulitan pada saat bayi menyusu karena bayi tidak dapat menghisap
areola dan merangsang sinus laktiferus untuk mengeluarkan ASI.
Akibatnya, ASI tertahan dan menimbulkan bendungan ASI) (Rukiyah,
Yulianti, 2012)
2.3.3 Patofisiologi
Sesudah bayi lahir dan plasenta keluar, kadar estrogen dan progesteron
turun dalam 2-3 hari. Dengan ini faktor dari hipotalamus yang menghalangi
keluarnya pituitary lactogenic hormone (prolaktin) waktu hamil, dan sangat
dipengaruhi oleh estrogen, tidak dikeluarkan lagi, dan terjadi sekresi
prolaktin oleh hipofisis. Hormon ini menyebabkan alveolus-alveolus
kelenjar mammae terisi dengan air susu, tetapi untuk mengeluarkannya
dibutuhkan refleks yang menyebabkan kontraksi sel-sel mioepitelial yang
mengelilingi alveolus dan duktus kecil kelenjar-kelenjar tersebut. Refleks
ini timbul jika bayi menyusu.
Pada permulaan nifas apabila bayi belum menyusu dengan baik, atau
kemudian apabila kelenjar-kelenjar tidak dikosongkan dengan sempurna,
maka akan terjadi pembendungan air susu. Kadang-kadang pengeluaran
susu juga terhalang sebab duktus laktiferi menyempit karena pembesaran
vena serta pebuluh limfe (Rukiyah, Yulianti, 2012).
2.3.4 Pencegahan
Mencegah terjadinya payudara bengkak seperti: jangan dibersihkan
dengan sabun; gunakan teknik menyusu yang benar; puting susu dan areola
mammae harus selalu kering setelah selesai menyusui: jangan pakai bra
yang tidak dapat menyerap keringat; susukan bayi segera setelah lahir;
susukan bayi tanpa dijadwal; keluarkan sedikit ASI sebelum menyusu agar
18
payudara lebih lembek; keluarkan ASI dengan tangan atau pompa bila
produksi melebihi kebutuhan ASI, laksanakan perawatan payudara setelah
melahirkan (Rukiyah & Yulianti, 2012).
2.3.5 Penatalaksanaan
1. Sanggah payudara ibu dengan bebat atau bra yang pas.
2. Kompres payudara dengan menggunakan kain basah/hangat selama 5
menit.
3. Urut payudara dari arah pangkal menuju putting.
4. Keluarkan ASI dari bagian depan payudara sehingga putting menjadi
lunak.
5. Susukan bayi 2-3 jam sekali sesuai keinginan bayi (on demand feeding)
dan pastikan bahwa perlekatan bayi dan payudara ibu sudah benar.
6. Pada masa-masa awal atau bila bayi yang menyusui tidak mampu
mengosongkan payudara, mungkin diperlukan pompa atau pengeluaran
ASI secara manual dari payudara.
7. Letakkan kain dingin/kompres dingin dengan es pada payudara setelah
menyusui atau setelah payudara dipompa.
8. Bila perlu, berikan paracetamol 3 X 500 mg per oral untuk mengurangi
nyeri.
9. Lakukan evaluasi setelah 3 hari (Kemenkes RI, 2013)
19
1. Langkah I : Pengumpulan Data Dasar
Pada langkah ini dilakukan pengkajian dengan mengumpulkan semua
data yang diperlukan untuk mengevaluasi keadaan lien secara lengkap,
yaitu: riwayat kesehatan, pemeriksaan fisik sesuai dengan
kebutuhannya, meninjau catatan terbaru atau catatan sebelumnya. Pada
langkah I ini dikumpulkan semua informasi yang akurat dari semua
sumber yang berkaitan dengan kondisi klien.
2. Langkah II : Interpretasi Data Dasar
Pada langkah ini dilakukan identifikasi terhadap diagnosa atau masalah
berdasarkan interpretasi yang benar atas data-data yang telah
dikumpulkan. Data dasar yang telah dikumpulkan diinterpretasikan
sehingga dapat merumuskan diagnosa dan masalah yang spesifik.
3. Langkah III : Mengidentifikasi Masalah atau Masalah Potensial
Pada langkah ini kita mengidentifikasi masalah atau diagnose potensial
lain berdasarkan rangkaian masalah dan diagnose yang sudah
diidentifikasi. Langkah ini membutuhkan antsipasi, bila memungkinkan
dilakukan pencegahan, sambal mengamati klien, bidan diharapkan
dapat bersiap-siap bila diagnose/masalah potensial ini benar-benar
terjadi.
4. Langkah IV : Mengidentifikasi dan Menetapkan Yang
Memerlukan Penanganan Segera
Pada langkah ini kita mengidentifikasi perlunya tindakan segera oleh
bidan dan/atau untuk dikonsultasikan atau ditangai bersama dengan
anggota tim kesehatan yang lain sesuai dengan kondisi klien.
5. Langkah V : Merencanakan Asuhan Yang Menyeluruh
Setelah beberapa kebutuhan pasien ditetapkan, diperlukan perencanaan
secara menyeluruh terhadap masalah dan diagnosis yang ada. Dalam
proses perencanaan asuhan secara menyeluruh juga dilakukan
identifikasi beberapa data yang tidak lengkap agar pelaksanaan secara
menyeluruh dapat berhasil.
6. Langkah VI : Melaksanakan Perencanaan
20
Pada langkah ini merupakan tahap pelaksanaan dari semua rencana
sebelumnya, baik terhadap masalah pasien ataupun diagnosis yang
ditegakkan. Pelaksanaan ini dapat dilakukan oleh bidan secara mandiri
maupun berkolaborasi dengan tim kesehatan lainnya.
21
Menggambarkan pendokumentasian dari tndakan dan evaluasi
perencanaan berdasarkan assesment.
22
BAB III
TINJAUAN KASUS
No Medrec :-
Tgl Masuk : 16 Juni 2023
Tgl & jam pengkajian : 16 Juni 2023 Pukul : 09.30 WIB
Nama Pengkaji : Dewi Oktavia
A. IDENTITAS
ISTRI SUAMI
Nama : Ny. L Tn. Y
Umur : 24 tahun 26 tahun
Suku : Sunda Sunda
Agama : Islam Islam
Pendidikan : SMA SMA
Pekerjaan : IRT Wiraswasta
Alamat : Cipedes Tengah 4/4 Cipedes Tengah 4/4
No. Tlp : 087762665xxx 087762665xxx
B. DATA SUBJEKTIF
1. Alasan Datang ke Faskes
Ingin dilakukan pemeriksaan pada bagian payudara
1. Keluhan Utama
Ibu mengeluh payudaranya terasa bengkak, merah, nyeri dan terasa keras
sejak tanggal 15 Juni 2023 pukul 03.30 WIB, ibu mengatakan ASI nya
baru sedikit keluar, suhu badannya terasa panas, serta bayinya malas
menyusu dan ibu merasa cemas dengan keadaannya.
23
3. Riwayat Persalinan
a. Usia Kehamilan : 38 minggu
b. Tempat Melahirkan : Puskesmas Sukagalih
c. Penolong : Bidan
d. Jenis Persalinan : Spontan
e. Lama Persalinan : 1 jam
f. Komplikasi dalam persalinan : Tidak ada
4. Riwayat Haid
a. Menarche : 12 tahun
b. Siklus : 28 hari
c. Lamanya : 6-7 hari
d. Banyaknya : 2-3x ganti pembalut
e. Dismenorhea : Tidak ada
5. Riwayat Kehamilan, Nifas, dan Persalinan yang Lalu
6. Riwayat Ginekologi
a. Infertilitas : Tidak ada
b. Massa : Tidak ada
c. Penyakit : Tidak ada
d. Operasi : Tidak ada
e. Lainnya : Tidak ada
7. Riwayat KB
a. Kontrasepsi yang dipakai : Belum memakai KB
b. Keluhan : Tidak ada
c. Kontrasepsi yang lalu :-
d. Lamanya pemakaian :-
24
e. Alasan berhenti :-
8. Riwayat Penyakit yang Lalu : Ibu tidak memiliki riwayat penyakit berat
dan penyakit menular
9. Pola Nutrisi
a. Makan : 3X/hari (teratur) Makan Terakhir : 2 menit / jam yang lalu*
b. Pantang Makan : Tidak ada pantang makanan
c. Minum : 8-9 gelas/hr
10. Pola Eliminasi
a. BAB : 1-2 X/hari BAB Terakhir : 11 menit / jam yang lalu*
b. BAK : 6-7 X/hari BAK Terakhir : 1 menit / jam yang lalu*
c. Masalah : -
11. Pola Tidur
a. Malam : 6-8 jam
b. Siang : 1-2 jam
c. Masalah : Tidak ada
12. Data Sosial
a. Dukungan Suami : Suami mau menunggu ibu selama di rawat
b. Dukunga Keluarga : Keluarga sangat senang dengan kelahiran
bayi nya
c. Masalah : Tidak ada
C. DATA OBJEKTIF
1. Kesadaran : Composmentis
2. Antopometri
a. Berat badan : 57 kg
b. Tinggi badan : 160 cm
c. LILA : 26 cm
3. Tanda-tanda vital
a. TD : 110/80 mmHg
b. Nadi : 82 X/menit
c. Suhu : 38,2°C
25
d. Pernapasan : 22 X/menit
4. Kepala
a. Rambut : Bersih, tidak rontok
b. Mata : Konjungtiva : Merah muda
Sklera : Putih
Pengelihatan : Normal
c. Telinga : Simetris, serumen sedikit, tidak ada nyeri tekan
d. Hidung : Simetris, tidak ada sekret
e. Mulut : Bersih, warna merah muda
f. Leher : Tidak ada pembengkakan kelenjar thyroid dan
tidak tampak kelainan
5. Dada : Bentuk simetris : Ya (√) Tidak ( )
a. Paru – Paru : Simetris, tidak terdengar wheezing, tidak ada
ronchi, tidak ada kelainan
b. Jantung : Tidak ada suara murmur, tidak ada kelainan
c. Mamae :
- Bentuk Simetris : Ya (√) Tidak ( )
- Putting susu : Bersih, menonjol
- Benjolan : Tidak ada
- Ekskresi : Kolostrum
- Kelainan : Payudara bengkak, keras, terasa hangat dan
26
c. Auskultasi
- Bising usus : Positif
7. Genitalia
a. Bentuk : Simetris
b. Varices : Tidak ada
c. Oedema : Tidak ada
d. Pengeluaran : Lochea sanguinolenta
e. Luka Jahitan : Baik
8. Ekstremitas (tangan & kaki)
a. Bentuk : Kaki : Simetris
Tangan : Simetris
b. Kuku : Kaki : Pendek, tidak sianosis
Tangan : Pendek, tidak sianosis
c. Refleks Patella : Positif
d. Oedema : Tidak ada
9. Kulit
a. Warna : Sawo matang
b. Turgor : Baik
10. Data Penunjang (Laboratorium)
a. Pemeriksaan Urine
- Protein : Tidak diperiksa
- Reduksi : Tidak diperiksa
- Urobilin : Tidak diperiksa
- Bilirubin : Tidak diperiksa
b. Pemeriksaan darah
- Hb : 13,8 gr/dL
- Golongan darah : AB
- VDRL : Tidak diperiksa
c. Pemeriksaan pap smear : Tidak diperiksa
d. Pemeriksaan lain bila diperlukan : Tidak dilakukan
27
D. ANALISA
P1 A0 postpartum hari ketiga dengan Bendungan ASI
E. PENATALAKSANAAN
1. Menginformasikan hasil pemeriksaan kepada ibu tentang kondisinya
sekarang bahwa ibu mengalami bendungan ASI. Hasil pemeriksaan :
TD 110/80 mmHg, N 82 X/mnt, R 22 X/mnt, S 38,2°C.
Evaluasi : Ibu telah mengetahui dengan kondisinya
2. Menganjurkan ibu untuk menyusui bayinya secara on demand di kedua
payudaranya secara bergantian.
Evaluasi : Ibu bersedia melakukannya
3. Memberikan penjelasan kepada ibu cara mengatasi keluhan yang
dirasakan seperti:
- Menyanggah payudara dengan bra yang pas
- Kompres payudara dengan menggunakan kain basah/hangat
selama 5 menit
- Urut payudara dari arah pangkal menuju putting
- Keluarkan ASI dari bagian depan payudara sehingga putting
menjadi lunak.
Evaluasi : Ibu mau melakukan apa yang telah disarankan
4. Mengajarkan kepada ibu cara melakukan perawatan payudara
Evaluasi : Ibu mengerti dengan penjelasan yang diberikan
mengetahui cara menyusui yang benar.
5. Memberitahu ibu cara menyusui yang baik dan benar yaitu dagu bayi
menempel pada payudara ibu, mulut bayi terbuka lebar dan menutupi
areola mammae. Seluruh badan bayi tersanggah dengan baik tidak
hanya kepala dan leher.
Evaluasi : Ibu mengerti dengan penjelasan yang diberikan.
6. Menganjurkan ibu untuk mengkonsumsi sayuran hijau dan makanan
28
yang bergizi.
Evaluasi : Ibu bersedia melakukannya.
7. Memberikan terapi obat paracetamol 500 mg 3x1 per oral
Evaluasi : obat telah diberikan.
8. Melakukan pendokumentasian
Evaluasi : telah dilakukan pendokumentasian.
29
BAB IV
PEMBAHASAN
A. KETERBATASAN PENGKAJIAN
Bendungan ASI ini bukan satu-satunya masalah dalam masa nifas,
masih ada variabel lain yang dapat mempengaruhi terjadinya kelainan
payudara pada saat nifas seperti mastitis dan abses payudara.
B. PEMBAHASAN
1. Data Subjektif
Hasil pengkajian pada data subjektif diperoleh bahwa Ny. L
mengeluh payudaranya terasa bengkak, merah, nyeri dan terasa keras
sejak tanggal 15 Juni 2023 pukul 03.30 wib, ibu mengatakan suhu
badannya terasa panas dan ibu mengatakan bayinya malas menyusu. Ini
merupakan persalinan pertama ibu dan tidak pernah keguguran. Ibu
melahirkan tanggal 12 Juni 2023 pukul 13.10 WIB, dengan jenis
kelamin laki- laki, berat badan lahir 3200 gram, dan ditolong oleh
bidan. Ibu tidak ada riwayat penyakit menular ataupun menurun.
Hasil pemeriksaan didapatkan keadaan umum ibu baik, kesadaran
composmentis, tekanan darah 110/80 mmHg, N 82 X/m, R 22 X/m,
suhu 38,2°C.
Menurut teori, bendungan ASI merupakan terkumpulnya ASI
didalam payudara akibat penyempitan duktus laktiferus atau kelenjar
yang tidak dikosongkan dengan sempurna pada saat menyusui bayi atau
karena kelainan pada puting susu (Rukiyah, Yulianti, 2012: 20).
Bendungan ASI terjadi pada hari ke 3-5 setelah persalinan (Kemenkes
RI, 2013: 227). Tanda dan gejala yang muncul pada ibu dengan
bendungan ASI adalah payudara bengkak, keras, nyeri bila ditekan,
warnanya kemerahan, suhu tubuh sampai 38°C (Rukiyah, Yulianti
2012).
30
Berdasarkan uraian diatas terdapat persamaan antara teori dengan
gejala yang timbul pada kasus Ny. L Hal ini membuktikan bahwa tidak
ditemukan adanya kesenjangan antara teori dan kasus.
2. Data Objektif
Hasil pengkajian data objektif pada Ny. L didapatkan bahwa
payudara ibu tampak merah, bengkak, keras dan terasa nyeri ketika
dilakukan palpasi. Berdasarkan teori menurut Rukiyah dan Yulianti,
bahwa tanda dan gejala yang muncul pada ibu dengan bendungan ASI
yaitu payudara bengkak, keras, nyeri bila ditekan, warnanya kemerahan,
suhu tubuh sampai 38°C (Rukiyah, Yulianti 2012).
Demam yang dialami oleh ibu merupakan gejala dari bendungan
ASI saja karena pada saat dilakukan pemeriksaan fisik (head to toe)
tidak ditemukan suatu masalah lain yang dapat menimbulkan demam
pada ibu.
3. Analisa
Ny. L usia 24 tahun telah melahirkan anak pertama. Berdasarkan
data yang telah dikaji bahwa Ny. L postpartum 3 hari dengan Bendugan
ASI.
4. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan yang dilakukan pada Ny. L yaitu memfasilitasi
perawatan payudara dengan cara kompres payudara selama 5 menit,
urut payudara dari arah pangkal menuju putting serta keluarkan ASI
dari bagian depan payudara sehingga putting menjadi lunak, menyusui
secara on demand, memberikan terapi oral Paracetamol 500 mg 3x1
karena untuk mengurangi rasa nyeri.
Menurut teori Kemenkes RI, (2013) menyatakan bahwa
penatalaksanaan pada kasus bendungan ASI yaitu payudara ibu dengan
bebat atau bra yang pas, kompres payudara dengan menggunakan kain
31
basah/hangat selama 5 menit, urut payudara dari arah pangkal menuju
putting, keluarkan ASI dari bagian depan payudara sehingga putting
menjadi lunak, susukan bayi 2-3 jam sekali sesuai keinginan bayi (on
demand feeding) dan pastikan bahwa perlekatan bayi dan payudara ibu
sudah benar, pada masa-masa awal atau bila bayi yang menyusui tidak
mampu mengosongkan payudara, mungkin diperlukan pompa atau
pengeluaran ASI secara manual dari payudara, letakkan kain
dingin/kompres dingin dengan es pada payudara setelah menyusui atau
setelah payudara dipompa, bila perlu berikan parasetamol 3x1 500 mg
per oral untuk mengurangi nyeri, lakukan evaluasi setelah 3 hari.
Durasi pemberian ASI mempunyai peranan terhadap terjadinya
bendungan ASI karena durasi menyusui berkaitan dengan refleks
prolaktin yang merupakan hormon laktogenik yang penting untuk
memulai dan mempertahankan sekresi ASI. Stimulasi isapan bayi akan
mengirim pesan ke hipotalamus yang merangsang hipofisis anterior
untuk melepas prolaktin, suatu hormon yang meningkatkan produksi
ASI oleh sel-sel alveoler kelenjar mamaria. Jumlah prolaktin yang
disekresikan dan jumlah ASI yang diproduksi berkaitan dengan
besarnya stimulasi isapan yaitu frekuenasi, intensitas dan lama bayi
menghisap.
Bendungan ASI pada ibu nifas dapat terjadi jika air susu yang
diproduksi oleh payudara tidak segera diberikan pada bayi atau tidak
segera dikosongkan. Untuk mencegah terjadinya bendungan ASI pada
ibu nifas yaitu dengan menyusui bayi secara teratur tanpa jadwal (on
demand), tidak membatasi waktu pemberian ASI dan perawatan
payudara secara teratur (Ardyan, 2014).
Uraian tersebut tampak adanya persamaan antara teori dengan
tindakan yang dilakukan pada kasus Ny “L”.
32
BAB V
SIMPULAN
5.1 Simpulan
Setelah melakukan asuhan kebidanan ibu nifas pada Ny. L dengan Bendung
an ASI berupa pengumpulan data subjektif, data objektif, menentukan analis
a untuk mengetahui diagnosa pada pasien serta penatalaksanaan yang telah d
ilakukan, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Data subjektif yang didapatkan setelah melakukan pengkajian pada Ny.
L menunjukan bahwa Ny. L memiliki keluhan yang mengarah pada
kasus Bendungan ASI.
2. Data objektif berdasarkan hasil pemeriksaan pada Ny. L didapatkan
tanda dan gejala Bendungan ASI yaitu payudara ibu tampak merah,
bengkak, keras dan terasa nyeri ketika dilakukan palpasi disertai
demam.
3. Analisa yang ditegakkan pada kasus ini yaitu Ny. L usia 24 tahun P1A0
ibu nifas dengan Bendungan ASI.
4. Penatalaksanaan ibu hamil dengan Bendungan ASI menurut Kemenkes
RI, (2013) menyatakan bahwa penatalaksanaan pada kasus bendungan
ASI yaitu payudara ibu dengan bebat atau bra yang pas, kompres
payudara dengan menggunakan kain basah/hangat selama 5 menit, urut
payudara dari arah pangkal menuju putting, keluarkan ASI dari bagian
depan payudara sehingga putting menjadi lunak, susukan bayi 2-3 jam
sekali sesuai keinginan bayi (on demand feeding) dan pastikan bahwa
perlekatan bayi dan payudara ibu sudah benar, pada masa-masa awal
atau bila bayi yang menyusui tidak mampu mengosongkan payudara,
mungkin diperlukan pompa atau pengeluaran ASI secara manual dari
payudara, letakkan kain dingin/kompres dingin dengan es pada
payudara setelah menyusui atau setelah payudara dipompa, bila perlu
33
berikan parasetamol 3x1 500 mg per oral untuk mengurangi nyeri,
lakukan evaluasi setelah 3 hari.
34
DAFTAR PUSTAKA
Astutik Reni Yuli. Asuhan Kebidanan Masa Nifas dan Menyusui. Jakarta: Trans
Info Media. 2015.
Departemen Kesehatan RI. Profil Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Jakarta: Depkes RI; 2017
Kemenkes RI. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar
dan Rujukan. Edisi pertama. 2013.
Kementerian Kesehatan RI. Profil Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Jakarta: Kemenkes RI; 2019
Maritalia Asuhan Kebidanan Nifas dan Menyusui. Yogyakarta: Pustaka Pelajar;
2012
Maritalia, Dewi. Asuhan Kebidanan Nifas dan Menyusui. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar; 2014
Maryunani. Asuhan Ibu Nifas & Asuhan Ibu Menyusui. Bogor: In Media; 2015
Mufdlilah, dkk. Konsep Kebidanan. Yogyakarta: Nuha Medika; 2017
Purwoastuti & Walyani. Ilmu Obstetri Dan Ginekologi Sosial Bagi Kebidanan.
Yogyakarta: Pustakabarupress; 2015
Roito H, dkk. Asuhan Kebidanan Ibu Nifas & Deteksi Dini Komplikasi. Jakarta:
2013.
Rukiyah A. Asuhan kebidanan III Nifas. 2nd ed. Jakarta: cv. Trans Info Media;
2016.
Rukiyah AY, Yulianti L. Konsep Kebidanan. Jakarta: Trans Info Media; 2015
Rukiyah, dkk. Asuhan Kebidanan III (Nifas). Jakarta: Trans Info Media. 2012.
Rukiyah, Yulianti. Asuhan Kebidanan Patologi. Jakarta: Trans Info Media. 2012.
WHO (Word Health Organization). Word Health Statistics. 2015.
vi