Anda di halaman 1dari 40

ASUHAN KEBIDANAN NIFAS PADA NY.

L
UMUR 24 TAHUN DENGAN BENDUNGAN ASI
DI PMB CUCU NURKAMILAH
TAHUN 2023

Disusun Oleh :
DEWI OKTAVIA
H522190

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI BIDAN


FAKULTAS KEBIDANAN
INSTITUT KESEHATAN RAJAWALI
BANDUNG
2023
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Kasus Asuhan Kebidanan Nifas pada Ny. L umur 24 Tahun dengan Bend
ungan ASI di PMB Cucu Nurkamilah Tahun 2023 telah disahkan oleh Tim
Pembimbing pada:
Hari : Senin
Tanggal : 07/08/2023
Tempat : PMB Cucu Nurkamilah

Mengetahui,

Diani Alliany. S.S.T., Bd., M.Kes.


NIK.

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas rahmat-
Nya penulis dapat menyelesaikan laporan ini dengan baik. Asuhan Kebidanan
Nifas pada Ny. L umur 24 Tahun dengan Bendungan ASI di PMB Cucu
Nurkamilah Tahun 2023 ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat hasil
pelaksanaan praktik klinik program studi Pendidikan Profesi Bidan Fakultas
Kebidanan Institut Kesehatan Rajawali.
Dalam penyusunan laporan ini penulis mendapat bantuan dari berbagai pihak,
untuk itu tak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Tonika Tohri, S.Kp., M.Kes., selaku Rektor Institut Kesehatan Rajawali
Bandung.
2. Erni Hernawati, S.S.T., B.d., M.M., M.Keb., selaku Dekan Fakultas
Kebidanan Institut Kesehatan Rajawali Bandung.
3. Lia Kamila, S.S.T., Bd., M.Keb., selaku penanggung jawab Program Profesi
Bidan Institut Kesehatan Rajawali Bandung.
4. Cucu Nurkamilah, A.Md.Keb., selaku pembimbing praktik klinik di PMB
yang telah membimbing dan membantu dalam penyusunan laporan selama
pelaksanaan praktik klinik
5. Diani Alliansy. S.S.T., Bd., M.Kes., selaku Dosen Pembimbing yang telah
berkenan memberikan bimbingan dan membantu dalam penyusunan laporan
Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk
itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar dapat menulis
dengan lebih baik. Semoga laporan ini dapat memberikan manfaat. Aamiin.

Bandung, Juni 2023

Penulis

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ....................................................................................i


LEMBAR PENGESAHAN............................................................................ii
KATA PENGANTAR....................................................................................iii
DAFTAR ISI...................................................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN................................................................................1
1.1 Latar Belakang......................................................................................1
1.2 Tujuan ..................................................................................................3
1.3 Manfaat ................................................................................................4
BAB II TINJAUAN TEORI...........................................................................5
2.1 Masa Nifas............................................................................................5
2.1.1 Pengertian Masa Nifas.................................................................5
2.1.2 Tahapan Masa Nifas ....................................................................5
2.1.3 Perubahan Masa Nifas..................................................................6
2.1.4 Kebijakan Program Nasional Masa Nifas..................................10
2.2 Konsep Dasar Laktasi dan Menyusui..................................................12
2.2.1 Pengertian Laktasi......................................................................12
2.2.2 Pengertian ASI Eksklusif...........................................................13
2.2.3 Reflex Dalam Proses Laktasi.....................................................15
2.3 Bendungsn ASI...................................................................................17
2.3.1 Pengertian...................................................................................17
2.3.2 Etiologi.......................................................................................17
2.3.3 Patofisiologi...............................................................................18
2.3.4 Pencegahan.................................................................................18
2.3.5 Penatalaksanaan.........................................................................18
2.4 Proses Manajemen Asuhan Kebidanan...............................................19
2.4.1 Pengertian Manajemen Kebidanan.............................................19
2.4.2 Tahapan dalam Manajemen Kebidanan.....................................19
2.4.3 Pendokumentasian Asuhan Kebidanan......................................21

iv
BAB III TINJAUAN PUSTAKA.................................................................22
3.1 Identitas ..............................................................................................22
BAB IV PEMBAHASAN..............................................................................29
4.1 Keterbatasan Pengkajian.....................................................................29
4.2 Pembahasan.........................................................................................29
4.2.1 Data Subjektif ...............................................................................29
4.2.2 Data Objektif ................................................................................30
4.2.3 Analisa ..........................................................................................30
4.2.4 Penatalaksanaan ...........................................................................30
BAB V SIMPULAN......................................................................................32
5.1 Simpulan ............................................................................................32
DAFTAR PUSTAKA

v
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pada masa nifas, ibu akan melewati fase menyusui yaitu salah satu
cara yang dalam memberikan makanan yang ideal bagi pertumbuhan dan
perkembangan bayi yang sehat. Akan tetapi, menyusui tidak selamanya
dapat berjalan dengan normal, tidak sedikit ibu mengeluh seperti adanya
pembengkakan payudara akibat penumpukan ASI, karena pengeluaran ASI
yang tidak lancar atau pengisapan yang kurang baik oleh bayi. Masalah pada
masa nifas masih banyak terjadi pada ibu postpartum, salah satu masalah
yang sering terjadi adalah bendungan ASI, bendungan ASI akan menggangu
proses pemberian ASI kepada bayi (Yanti, 2017).
Menurut data World Health Organization memperkirakan 10%
kelahiran hidup mengalami komplikasi diantaranya kesakitan. Kesakitan ibu
terdiri atas komplikasi ringan sampai berat berupa komplikasi permanen
atau menahun yang terjadi sesudah masa nifas. Infeksi juga merupakan
penyebab penting kematian dan kesakitan ibu. Insidensi infeksi nifas sangat
berhubungan dengan praktik tidak bersih pada waktu persalinan dan masa
nifas. Kesakitan yang menyusul penyebab tidak langsung misalnya anemia
dan bendungan ASI (WHO, 2017).
Menurut data Association of Southeast Asian Nations (ASEAN)
disimpulkan bahwa presentase cakupan kasus bendungan ASI pada ibu nifas
di ASEAN tercatat 107.654 ibu nifas pada tahun 2016 ibu yang mengalami
bendungan ASI sebanyak 76.543 (71,10%) dengan angka tertinggi terjadi di
Indonesia (37, 12 %) (Depkes RI, 2017). Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan RI pada tahun 2018 kejadian bendungan ASI di
Indonesia terbanyak terjadi pada ibu-ibu bekerja sebanyak 16% dari ibu
menyusui (Kemenkes RI, 2019).

1
Dampak bendungan ASI pada ibu mengakibatkan tekanan intraduktal
yang akan mempengaruhi berbagai segmen pada payudara sehingga tekanan
2 seluruh payudara meningkat akibatnya payudara sering terasa penuh,
tegang dan nyeri, walaupun tidak disertai dengan demam, masalah potensial
yang akan terjadi apabila tidak ditangani dengan cepat akan menimbulkan
komplikasi berupa mastitis (6%) dan abses payudara (5%) (Bolman et al,
2016).
Pemerintah telah membuat kebijakan pada masa nifas. Pada kebijakan
program nasional masa nifas paling sedikit empat kali kunjungan yang
dilakukan. Dalam Kepmenkes RI. No. 369/ MENKES/SK/III/2007, petugas
kesehatan memberikan asuhan pada ibu nifas dan menyusui yang bermutu
tinggi pada proses laktasi atau menyusui dan teknik menyusui yang benar
serta penyimpangan yang lazim terjadi termasuk pembekakan payudara,
mastitis, abses, puting lecet, puting masuk. Mengingat pentingnya
pemberian ASI, maka perlu adanya perhatian dalam proses laktasi agar
terlaksana dengan benar. Sehubungan dengan hal tersebut telah ditetapkan
dengan Kepmenkes RI.No. 450/MENKES/IV/2004 tentang pemberian Air
Susu Ibu (ASI) secara eksklusif pada bayi Indonesia.
Penyuluhan merupakan salah satu upaya agar informasi dapat
tersampaikan dan dipahami oleh masyarakat. Dikarenakan penyuluhan
sangat efektif menjadi salah satu cara pendekatan pada masyarakat dalam
rangka menyampaikan pesan atau informasi mengenai kesehatan dengan
tujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan masyarakat serta
menambah wawasan, seperti melakukan penyuluhan perawatan payudara
khususnya pada ibu post partum. Sehingga masyarakat bisa tahu, mengerti 3
dan bisa melakukan sesuai dengan anjuran sehingga akan meningkatkan
pengetahuan dan keterampilan ibu, khususnya ibu post partum yang
mengalami keluhan terhadap payudaranya (Marni, 2012).
Bidan memiliki peranan yang sangat penting dalam pemberian asuhan
postpartum. Adapun perandan tanggung jawab bidan dalam masa nifas
yaitu, mendorong ibu untuk menyusui bayinya secara on demand selama

2
kurang lebih dua tahun agar meningkatkan rasan yaman serta tali kasih dan
mencegah terjadinya bendungan asi yang bisa menimbulkan bahaya bagi ibu
(Marmi, 2012).
Penanganan bendungan asi dapat dilakukan secara farmakologis dan
non farmakologis. Penanganan bendungan asi secara farmakologis dapat
diberikan terapi simtomatis untuk mengurangi rasa sakitnya (analgetik)
seperti paracetamol, ibuprofen. Dapat juga diberikan lynoral tablet 3 kali
sehari selama 2-3 hari untuk membendung sementara produksi ASI. Dan
untuk mengurangi bendungan asi secara non farmakologis dapat dilakukan
dengan akupuntur, perawatan payudara tradisional (kompres panas
dikombinasikan dengan pijatan), daun kubis, kompres panas dan dingin
secara bergantian, kompres dingin, dan terapi ultrasound (Marmi, 2012).

1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Tujuan umum pembuatan laporan ini adalah untuk mengetahui asuhan
kebidanan nifas pada Ny. L dengan Bendungan ASI pada Ny. L di Pus
kesmas Sukagalih tahun 2023

1.2.1 Tujuan Khusus

a. Dapat melakukan pengumpulan data subjektif dari Ny. L dengan


Bendungan ASI pada Ny. L di Puskesmas Sukagalih tahun 2023
b. Dapat melakukan pengumpulan data objektif dari Ny. L dengan
Bendungan ASI pada Ny. L di Puskesmas Sukagalih tahun 2023
c. Dapat melakukan penegakan diagnosa/analisa pada Ny. L dengan
Bendungan ASI pada Ny. L di Puskesmas Sukagalih tahun 2023
d. Dapat melakukan penatalaksanaan asuhan kebidanan nifas pada Ny. L
dengan Bendungan ASI pada Ny. L di Puskesmas Sukagalih tahun 20
23

3
1.3 Manfaat
Menambahkan pengetahuan dan referensi serta bermanfaat bagi
pengembangan ilmu dan teknologi mengenai gambaran pengetahuan dan
sikap ibu nifas tentang Bendungan ASI.

4
BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1 Masa Nifas


2.1.1 Pengertian Masa Nifas
Masa nifas atau masa puerperium atau masa postpartum adalah mulai
setelahpartus selesai, dan berakhir setelah kira-kira 6 minggu. Akan tetapi,
seluruh ototgenitalia baru pulih kembali seperti sebelum ada kehamilan
dalam waktu 3 bulan (Astutik, 2015).
Masa nifas (puerperium) adalah masa dimulai setelah kelahiran
plasenta dan berakhir ketika alat kandung kembali seperti semula sebelum
hamil, yang berlangsung selama 6 minggu atau ± 40 hari. (Fitri, 2017 dalam
Sutanto 2018).

2.1.2 Tahapan Masa Nifas


Tiga Tahap Masa Nifas dan Peran Bidan dalam tiap tahapan masa
nifas.
Masa nifas dibagi dalam tiga tahap/periode, yaitu:
a. Puerperium dini (Periode Immediate Postpartum)
Masa segera setelah plasenta lahir sampai dengan 24 jam. Masa segera
setelah plasenta lahir sampai kepulihan dimana ibu sudah diperbolehkan
mobilisasi jalan. Masa pulih/kepulihan dimana ibu telah diperbolehkan
berdiri dan berjalan-jalan. Pada masa ini sering terdapat banyak masalah,
misalnya perdarahan karena atonia uteri.
Peran bidan pada masa ini sering terjadi masalah, misalnya atonia uteri;
oleh karenanya bidan harus dengan teratur melakukan pemeriksaan
kontraksi uterus, pengeluaran lochea, tekanan darah, dan suhu. Oleh
karena itu, bidan dengan teratur harus melakukan pemeriksaan kontraksi
uterus, pengeluaran lochea, tekanan darah dan suhu.
b. Puerperium intermedial (Periode Early Postpartum 24 jam-1 minggu)

5
Masa kepulihan menyeluruh alat-alat genetalia yang lamanya 6-8
minggu.
Peran bidan: pada fase ini, bidan memastikan involusi uteri dalam
keadaan normal, tidak ada perdarahan, lochea tidak berbau busuk, tidak
demam, ibu cukup mendapakan makanan dan cairan serta ibu dapat
menyusui bayinya dengan baik.
c. Remote puerperium (Periode Late Postpartum, 1 minggu-5 minggu)
Adalah waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat sempurna, terutama
bila ibu selama hamil atau waktu bersalin mempunyai komplikasi. Masa
ini bisa berlangsung 3 bulan bahkan lebih.
Peran bidan: pada periode ini bidan tetap melakukan perawatan dan
pemeriksaan sehari-hari serta konseling KB (Sulityawati, 2009 dalam
Maryunani 2015).

2.1.3 Perubahan Masa Nifas


1. Perubahan Korpus Uterus
a. Involusi Uteri
Involusi uteri adalah pulihnya kembali alat kandungan ke keadaan
sebelum hamil.
Tabel 2.1 Proses Involusi Uterus
Waktu Involusi Tinggi Fundus Berat Uterus
Bayi Lahir Sepusat 1000
Plasenta Lahir 2 jari bawah pusat 750 gram
7 hari (1 mg) Pertengahan pst-symp 500 gram
14 hari (2 mg) Tak teraba diatas symp 350 gram
42 hari (6 mg) Bertambah kecil 50 gram
56 hari (8 mg) Normal 30 gram
Sumber : Maryunani, 2015

b. Kontraksi Uterus
Kontraksi uterus meningkat setelah bayi keluar.
Dalam hal ini, intensitas kontraksi uterus yang meningkat ini sebagai
respon penurunan volume intrauteri yang sangat besar selama 1-2 jam

6
pertama post partum. Kontraksi uterus akan menurun intensinya
secara halus dan cepat, kemudian menjadi stabil.
c. Pembuluh darah rahim/uterus:
Setelah persalinan pembuluh-pembuluh darah akan mengecil kembali
karena darah yang diperlukan tidak sebanyak waktu hamil.
d. After Pains:
Mulas atau kram pada abdomen yang berlangsung sebentar dan mirip
dengan kram periode menstruasi. Biasanya berlangsung 2-4 hari pasca
persalinan. Hal ini karena kontraksi uterus.
2. Lochea
Lochea merupakan istilah untuk sekret dari uterus yang keluar melalui
vagina selama masa puerperium/nifas. Lochea mempunyai reaksi
basa/alkalis yang dapat membuat organisme berkembang lebih cepat
daripada kondisi asam yang ada pada vagina normal. Ada beberapa
macam lochea yaitu:
a. Lochea Rubra (lochea kruenta): merupakan darah segar dan terdapat
sisa-sisa selaput ketuban, selaput desidua, vertiks caseosa, lanugo dan
mekonium selama 1-3 hari post partum.
b. Lochea sanguinolenta: berwarna merah kuning berisi darah dan
lendir, hari ke-3 sampai ke-7 pasca persalinan.
c. Lochea Serosa: berwarna kuning dan cairan ini tidak berdarah lagi
pada hari ke 7-14 pasca persalinan.
d. Lochea Alba: cairan putih yang terjadinya pada hari setelah 2 minggu
pasca persalinan.
e. Lochea Purulenta: ini karena terjadi infeksi, keluar cairan seperti
nanah berbau busuk.
f. Lochiotosis: lochea tidak lancar keluarnya (Suherni,dkk. 2009)

Tabel 2.2 Macam-macam Lochea


Lochea Waktu Warna Ciri-ciri
Rubra 1-3 hari Merah Terdiri dari sel desidua,

7
verniks caseosa, rambut
kehitaman lanugo, sisa mekonium dan
sisa darah.
Sanguinolenta
Merah
3-7 hari Darah dan lender
kekuningan
Lebih sedikit darah dan
Kekuningan/ lebih banyak serum, juga
Serosa 7-14 hari
kecoklatan terdiri dari leukosit dan
robekan laserasi plasenta.
Mengandung leukosit,
Alba >14 hari Putih selaput lendir serviks dan
serabut jaringan yang mati.
Sumber : Maryunani, 2015

3. Serviks
a. Involusi serviks dan segmen bawah uterus pasca persalinan bebeda
dan tidak kembali seperti pada keadaan sebelum hamil.
b. Serviks dan segmen bawah rahim tampak oedema, tipis dan terbuka
untuk beberapa hari sesudah melahirkan portio terasa lunak, tampak
kemerahan dan bisa terjadi laserasi.
c. Segera setelah berakhirnya persalinan, serviks menjadi sangat
lembek/lunak, kendur dan terkulai.
4. Vagina dan Perineum
a. Vagina
1) Segera setelah pelahiran, vagina tetap terbuka lebar, mungkin
mengalami beberapa derajat oedema dan memar, dan celah pada
introitus.
2) Keadaan vagina yang lembut secara berangsur-angsur luasnya
berkurang, tetapi jarang sekali kembali seperti ukuran seorang
nulipara.
3) Vagina yang semula sangat tegang akan kembali secara bertahap,
dimana setelah satu hingga dua hari pertama postpartum, tonus
otot vagina kembali, celah vagina tidak lebar dan vagina tidak
lagi oedema serta ukurannya kembali seperti ukuran sebelum
hamil pada minggu ke-6 sampai ke-8.

8
4) Vagina ukurannya menurun/mengecil dengan kembalinya rugae
vagina sekitar minggu ketiga post partum.
b. Perineum
1) Perineum adalah daerah vulva dan anus.
2) Biasanya perineum setelah melahirkan menjadi agak bengkak dan
mungkin ada luka jahitan bekas robekan atau episiotomy, yaitu
sayatan untuk memperluas pengeluaran bayi.
3) Proses penyembuhan luka episiotomy sama dengan luka operasi,
biasanya berlangsung 2 sampai 3 minggu.
5. Abdomen
a. Pada hari pertama sesudah melahirkan saat berdiri, ibu post partum
akan merasakan bahwa daerah perut terasa menggantung karena otot
abdomen tidak dapat menahan isi abdomen.
b. Pada masa nifas, dinding abdomen yang mengalami striae dan flabby
yang terjadi pada kehamilan menjadi berkurang.
c. Dalam hal ini, setelah persalinan dinding perut longgar karena
diregang begitu lama, namun berangsur-angsur akan pulih kembali
dalam 6 minggu.
6. Perubahan Berat Badan
a. Berat badan akan kembali ke keadaan sebelum hamil 6 sampai 8
minggu setelah persalinan, jika pertambahan berat badannya
kehamilan dalam kisaran normal.
b. Penurunan berat badan pada ibu setelah melahirkan terjadi akibat
kelahiran bayi, plasenta dan cairan amnion atau ketuban.
Tabel 2.3 Sumber dan Jumlah Kehilangan Berat Badan Selama
Masa Post Partum
Jumlah Kehilangan
No Sumber Kehilangan Berat Badan
Berat Badan (kg)
1 Janin dan plasenta: cairan ketuban dan 5,5 – 6,0 kg
darah saat pada persalinan.
2 Keringat dan urine selama minggu 2,5 4,0 kg
pertama persalinan
3 Involusi uterus dan lokia 1 kg

9
Jumlah total kehilangan berat badan 9,0 – 10,0 kg
Sumber : Maryunani, 2015

7. Payudara
a. Keadaan buah dada/payudara 2 hari pertama nifas sama dengan
keadaan dalam kehamilan. Buah dada belum mengandung susu
melainkan colostrum, dan mulai 3 hari postpartum buah dada
membesar, keras dan nyeri.

2.1.4 Kebijakan Program Nasional Masa Nifas


1. Uraian Singkat:
a. Pemerintah melalui Kementerian Kesehatan juga telah memberikan
kebijakan masa nifas sebagai program nasional.
b. Dalam hal ini, kebijakan tekhnis berkaitan dengan kunjungan masa
nifas dilakukan minimal atau paling sedikit 3 atau 4 kali.
2. Tujuan Kebijakan program nasional masa nifas tersebut, antara lain:
a. Untuk menilai kesehatan ibu dan kesehatan bayi baru lahir.
b. Pencegahan terhadap kemungkinan-kemungkinan adanya gangguan
kesehatan ibu nifas dan bayinya.
c. Mendeteksi adanya kejadian-kejadian pada masa nifas.
d. Menangani berbagai masalah yang timbul dan mengganggu kesehatan
ibu maupun dalam masa nifas.
3. Pernaparan Frekuensi, Waktu dan Tujuan per Kunjungan:
Dengan kunjungan yang bertujuan untuk menilai status ibu dan bayi baru
lahir juga untuk mencegah, mendeteksi serta menangani masalah-
masalah yang terjadi seperti yang disebutkan di atas, maka frekuensi
kunjungan, waktu dan tujuan kunjungan tersebut dipaparkan sebagai
berikut:
a. Kunjungan pertama masa nifas:
Kunjungan yang pertama yaitu dilakukan pada waktu 6-8 jam setelah
persalinan dengan tujuan:

10
1) Mencegah terjadinya perdarahan pada masa nifas karena persalinan
atonia uteri.

2) Mendeteksi dan merawat penyebab lain perdarahan dan


memberikan rujukan bila perdarahan berlanjut.
3) Mendirikan konseling kepada ibu atau salah satu anggota keluarga
bagaimana mencegah perdarahan masa nifas karena atonia uteri.
4) Pemberian ASI pada masa awal menjadi ibu (ASI Eksklusif)
b. Kunjungan kedua masa nifas:
Kunjungan yang kedua yaitu dilakukan pada waktu enam hari setelah
persalinan dengan tujuan:
1) Memastikan involusi uteri berjalan normal, uterus berkontraksi,
fundus dibawah umbilikus, tidak adanya perdarahan abnormal dan
tidak ada bau.
2) Menilai adanya tanda-tanda demam, infeksi, atau kelainan pasca
melahirkan, seperti perdarahan abnormal.
3) Memastikan ibu mendapat cukup makanan, cairan dan istirahat.
4) Memastikan ibu menyusui dengan benar dan tidak ada tanda-tanda
penyulit
c. Kunjungan ketiga masa nifas:
Kunjungan yang ketiga yaitu dilakukan pada waktu dua minggu
setelah persalinan dengan tujuan yang sama seperti kunjungan yang
dilakukan pada waktu enam hari setelah melahirkan, yaitu:
1) Memastikan involusi uteri berjalan normal, uterus berkontraksi,
fundus di bawah umbilicus, tidak ada perdarahan abnormal dan
tidak ada bau.
2) Menilai adanya tanda-tanda demam, infeksi, atau kelainan pasca
melahirkan.
3) Memastikan ibu mendapat cukup makanan, cairan dan istirahat.
4) Memastikan ibu menyusui dengan benar dan tidak ada tanda-tanda
penyulit.

11
5) Memberikan konseling kepada ibu mengenai asuhan pada bayi,
cara merawat tali pusat, dan bagaimana menjaga bayi agar tetap
hangat.

d. Kunjungan ke empat masa nifas:


Menurut Jannah (2011), kunjungan yang ke empat yaitu dilakukan
setelah enam minggu persalinan dengan tujuan:
1) Permulaan hubungan seksual jumlah, penggunaan kontrasepsi,
keluhan dan kepuasan wanita terhadap pasangan
2) Metode KB yang diinginkan
3) Keadaan payudara
4) Fungsi perkemihan
5) Pengkajian abdomen
6) Latihan pengencangan otot perut

2.2 Konsep Dasar Laktasi dan Menyusui


2.2.1 Pengertian laktasi
Laktasi adalah keseluruhan proses menyusui mulai dari ASI diproduksi
sampai proses bayi menghisap dan menelan ASI. Laktasi merupakan bagian
integral dari siklus reproduksi mamalia termasuk manusia. Masa laktasi
mempunyai tujuan meningkatkan pemberian ASI eksklusif dan meneruskan
pemberian ASI sampai anak umur 2 tahun secara baik dan benar serta anak
mendapatkan kekebalan tubuh secara alami (Mulyani, 2013).
Laktasi atau menyusui mempunyai dua pengertian diantaranya, yaitu
produksi ASI dan pengeluaran ASI. Payudara mulai dibentuk sejak embrio
berumur18-19 minggu, dan baru selesai ketika mulai menstruasi, dengan
terbentuknya hormon estrogen dan progresteron yang berfungsi untuk
maturasi alveoli. Sedangkan hormon prolaktin adalah hormon yang

12
berfungsi untuk produksi ASI selain hormon lain seperti insulin, tiroksin
dan sebagainya (Maryunani, 2015).

2.2.2 Pengertian ASI Eksklusif


ASI eksklusif adalah pemberian ASI tanpa makanan dan minuman
pendamping (termasuk air jeruk, madu, air gula) yang dimulai sejak bayi
lahir sampai dengan usia 6 bulan. (Walyani dan Purwoastuti, 2015).
ASI (Air Susu Ibu) adalah air susu yang dihasilkan oleh ibu dan
mengandung semua zat gizi yang diperlukan oleh bayi untuk kebutuhan
pertumbuhan dan perkembangan bayi. ASI Eksklusif yaitu Bayi hanya
diberi ASI saja, tanpa tambahan cairan lain seperti susu formula, air jeruk,
madu, air teh, air putih dan tanpa tambahan makanan padat seperti pisang,
pepaya, bubur susu, biskuit, bubur nasi dan tim, selama 6 bulan (Mufdilah
dkk, 2017) ASI dibedakan dalam 3 stadium, yaitu:
1. Kolostrum
Air susu yang pertama kali keluar. Kolostrum ini disekresi oleh kelenjar
payudara pada hari pertama sampai hari ke empat pasca persalinan.
Kolostrum merupakan cairan dengan viskositas kental, lengket dan
berwarna kekuningan.
2. ASI Transisi/Peralihan
ASI peralihan adalah ASI yang keluar setelah kolostrum sampai sebelum
ASI matang, yaitu sejak hari ke-4 sampai hari ke-10.
3. ASI Matur
ASI matur diekresi pada hari ke sepuluh dan seterusnya. ASI matur
tampak berwarna putih.
Dibawah ini perbedaan komposisi antara kolostrum, ASI transisi dan ASI
matur.

Kandungan Kolostrum Transisi Matur

13
Energi (kgkal) 57,0 63,0 65,0
Laktosa (gr/100 ml) 6,5 6,7 7,0
Lemak (gr/100 ml) 2,9 3,6 3,8
Protein (gr/100 ml) 1,195 0,965 1,324
Mineral (gr/100 ml) 0,3 0,3 0,2
Immunoglobulin:
Ig A (mg/100 ml) 335,9 - 119,6
Ig G (mg/100 ml) 5,9 - 2,9
Ig M (mg/100 ml) 17,1 - 2,9
Lisosin (mg/100 ml) 14,2-16,4 - 24,3-27,5
Laktoferin 420-520 - 250-270
Sumber: Maritalia, 2012

Masalah dalam pemberian ASI :


1. Puting Susu Lecet
Puting susu lecet dapat disebabkan trauma pada putting susu saat
menyusui, selain itu dapat pula terjadi retak dan pembentukan celah
celah. Retakan pada putting susu sebenannya bisa sembuh sendiri dalam
waktu 48 jam.
2. Bendungan ASI
Bendungan ASI adalah terkumpulnya ASI di dalam payudara akibat
penyempitan duktus laktiferus atau kelenjar yang tidak dikosongkan
dengan sempurna pada waktu menyusui bayi atau karena kelainan pada
puting susu, bila ASI dikeluarkan tidak terjadi demam pada ibu.
3. Payudara bengkak
Payudara bengkak disebabkan karena menyusui yang tidak kontinyu,
sehingga sisa ASI terkumpul pada daerah duktus. Hal ini dapat terjadi
pada hari ke tiga setelah melahirkan. Selain itu, penggunaan bra yang
ketat serta keadaan puting susu yang tidak bersih dapat menyebabkan
sumbatan pada duktus.
4. Mastitis

14
Mastitis adalah peradangan pada payudara. Mastitis ini dapat terjadi
kapan saja sepanjang periode menyusui, tapi paling sering terjadi antara
hari ke-10 dan hari ke-28 setelah kelahiran.

5. Abses Payudara
Abses payudara berbeda dengan mastitis. Abses payudara terjadi apabila
mastitis tidak tertangani dengan baik, sehingga memperberat infeksi
(Maritalia, 2014).

2.2.3 Reflex dalam proses laktasi


1. Terdapat dua refleks penting dalam proses laktasi yaitu refleks prolaktin
dan refleks aliran, yang timbul akibat perangsangan puting susu oleh
hisapan bayi (Maryunani, 2015).
a. Produksi ASI (Prolaktin)
Payudara mulai dibentuk sejak embrio berumur 18-19 minggu.
Pembentukan tersebut delesai ketika mulai menstruasi dengan
terbentuknya hormon estrogen dan progesteron yang berfungsi untuk
maturasi alveolus. Sementara itu, hormone prolactin berfungsi untuk
produksi ASI selain hormon lain seperti insulin, tiroksin, dan lain-lain.
Selama hamil hormon prolaktin dari plasenta meningkat, tetapi ASI
biasanya belum keluar karena masih dihambat oleh kadar estrogen
yang tinggi. Pada harikedua atau ketiga pasca persalinan, kadar
estrogen dan progesteron turun drastis, sehingga pengaruh prolaktin
lebih dominan dan saat itu sekresi ASI semakin lancar. Terdapat dua
refleks pada ibu yang sangat penting dalam proses laktasi, yaitu reflek
prolaktin dan refleks aliran yang timbul akibat perangsangan puting
susu oleh hisapan bayi (Yanti, 2014).
Refleks aliran (let down reflex) bersamaan dengan pembentukan
prolactin oleh hipofisis anterior, rangsangan yang berasal dari isapan
bayi dilanjutkan ke hipofisis posterior yang kemudian dikeluarkan

15
oksitosin. Kontraksi dari sel akanmemeras air susu yang telah terbuat,
keluar dari alveoli dan masuk ke sistem ductus dan selanjutnya
mengalir melalui duktus laktiferus masuk ke mulut bayi.
Faktor-faktor yang meningkatkan let down adalah dengan melihat
bayi, mendengarkan suara bayi, mencium bayi, memikirkan untuk
menyusui bayi. Faktor-faktor yang menghambat refleks let down
adalah stress, seperti keadaan bingung/pikiran kacau, takut dan cemas
(Yanti, 2014).
b. Pengeluaran ASI (Oksitosin)
Refleks oksitosin bekerja sebelum atau setelah menyusui untuk
menghasilkan aliran air susu dan menyebabkan kontraksi uterus.
Semakin sering menyusui, semakin baik pengosongan alveolus dan
saluran sehingga semakin kecil kemungkinan terjadi bendungan susu
sehingga proses menyusui makin lancar. Oksitosin juga memacu
kontraksi otot rahim sehingga involusi Rahim semakin cepat dan baik.
Tidak jarang, perut ibu terasa sangat mules pada hari-haripertama
menyusui dan hal ini merupakan mekanisme alamiah untuk rahim
kembali ke bentuk semula (Roito H, dkk, 2013).
Tiga refleks penting dalam mekanisme hisapan bayi yaitu refleks
menangkap (Rooting reflex), refleks menghisap dan refleks menelan
yang diuraikan sebagai berikut :
1) Refleks menangkap (rooting reflex) Refleks menangkap timbul bila
bayi baru lahir tersentuh pipinya, bayi akanmenoleh kearah
sentuhan. Bila bibirnya dirangsang dengan papilla mammae, maka
bayi akan membuka mulut dan berusaha untuk menangkap puting
susu.
2) Refleks menghisap Refleks menghisap timbul apabila langit-langit
mulut bayi tersentuh, biasanya oleh puting susu. Supaya puting
mencapai bagian belakang palate, makasebagian besar areola harus
tertangkap mulut bayi. Dengan demikian, maka sinuslaktiferus

16
yang berada di bawah areola akan tertekan antara gusi, lidah dan
palate, sehingga ASI terperas keluar.
3) Refleks menelan Bila mulut bayi terisi ASI, maka bayi akan
menelan.

2.3 Bendungan ASI


2.3.1 Pengertian
Bendungan ASI adalah terkumpulnya ASI didalam payudara akibat
penyempitan duktus laktiferus atau kelenjar yang tidak dikosongkan dengan
sempurna pada saat menyusui bayi atau karena kelainan pada puting susu
(Rukiyah & Yulianti, 2012). Bendungan ASI adalah bendungan yang terjadi
pada kelenjar payudara oleh karena ekspansi dan tekanan dari produksi dan
penampungan ASI. Bendungan ASI terjadi pada hari ke 3-5 setelah
persalinan (Kemenkes RI, 2013).

2.3.2 Etiologi
Beberapa faktor yang dapat menyebabkan bendungan ASI, yaitu:
1. Pengosongan mammae yang tidak sempurna (dalam masa laktasi, terjadi
peningkatan produksi ASI pada ibu yang produksi ASI-nya berlebihan.
Apabila bayi sudah kenyang dan selesai menyusu payudara tidak
dikosongkan, maka masih terdapat sisa ASI didalam payudara. Sisa ASI
tersebut jika tidak dikeluarkan dapat menimbulkan bendungan ASI).
2. Faktor hisapan bayi yang tidak aktif (pada masa laktasi, bila ibu tidak
menyusukan bayinya sesering mungkin atau jika bayi tidak aktif
menghisap, maka akan menimbulkan bendungan ASI).
3. Faktor posisi menyusui bayi yang tidak benar (teknik yang salah dalam
menyusui dapat mengakibatkan puting susu menjadi lecet dan
menimbulkan rasa nyeri pada saay bayi menyusu. Akibatnya, ibu tidak
mau menyusui bayinya dan terjadi bendungan ASI).

17
4. Puting susu terbenam (puting susu terbenam akan menyulitkan bayi
dalam menyusu. Karena bayi tidak dapat menghisap puting dan areola,
bayi tidak mau menyusu dan akibatnya terjadi bendung an ASI).
5. Puting susu terlalu panajang (puting susu yang panjang menimbulkan
kesulitan pada saat bayi menyusu karena bayi tidak dapat menghisap
areola dan merangsang sinus laktiferus untuk mengeluarkan ASI.
Akibatnya, ASI tertahan dan menimbulkan bendungan ASI) (Rukiyah,
Yulianti, 2012)

2.3.3 Patofisiologi
Sesudah bayi lahir dan plasenta keluar, kadar estrogen dan progesteron
turun dalam 2-3 hari. Dengan ini faktor dari hipotalamus yang menghalangi
keluarnya pituitary lactogenic hormone (prolaktin) waktu hamil, dan sangat
dipengaruhi oleh estrogen, tidak dikeluarkan lagi, dan terjadi sekresi
prolaktin oleh hipofisis. Hormon ini menyebabkan alveolus-alveolus
kelenjar mammae terisi dengan air susu, tetapi untuk mengeluarkannya
dibutuhkan refleks yang menyebabkan kontraksi sel-sel mioepitelial yang
mengelilingi alveolus dan duktus kecil kelenjar-kelenjar tersebut. Refleks
ini timbul jika bayi menyusu.
Pada permulaan nifas apabila bayi belum menyusu dengan baik, atau
kemudian apabila kelenjar-kelenjar tidak dikosongkan dengan sempurna,
maka akan terjadi pembendungan air susu. Kadang-kadang pengeluaran
susu juga terhalang sebab duktus laktiferi menyempit karena pembesaran
vena serta pebuluh limfe (Rukiyah, Yulianti, 2012).

2.3.4 Pencegahan
Mencegah terjadinya payudara bengkak seperti: jangan dibersihkan
dengan sabun; gunakan teknik menyusu yang benar; puting susu dan areola
mammae harus selalu kering setelah selesai menyusui: jangan pakai bra
yang tidak dapat menyerap keringat; susukan bayi segera setelah lahir;
susukan bayi tanpa dijadwal; keluarkan sedikit ASI sebelum menyusu agar

18
payudara lebih lembek; keluarkan ASI dengan tangan atau pompa bila
produksi melebihi kebutuhan ASI, laksanakan perawatan payudara setelah
melahirkan (Rukiyah & Yulianti, 2012).

2.3.5 Penatalaksanaan
1. Sanggah payudara ibu dengan bebat atau bra yang pas.
2. Kompres payudara dengan menggunakan kain basah/hangat selama 5
menit.
3. Urut payudara dari arah pangkal menuju putting.
4. Keluarkan ASI dari bagian depan payudara sehingga putting menjadi
lunak.
5. Susukan bayi 2-3 jam sekali sesuai keinginan bayi (on demand feeding)
dan pastikan bahwa perlekatan bayi dan payudara ibu sudah benar.
6. Pada masa-masa awal atau bila bayi yang menyusui tidak mampu
mengosongkan payudara, mungkin diperlukan pompa atau pengeluaran
ASI secara manual dari payudara.
7. Letakkan kain dingin/kompres dingin dengan es pada payudara setelah
menyusui atau setelah payudara dipompa.
8. Bila perlu, berikan paracetamol 3 X 500 mg per oral untuk mengurangi
nyeri.
9. Lakukan evaluasi setelah 3 hari (Kemenkes RI, 2013)

2.4 Proses Manajemen Asuhan Kebidanan


2.4.1 Pengertian Manajemen Kebidanan
Manajemen kebidanan adalah proses pemecahan masalah yang
digunakan seagai metode untuk mengorganisasikan pikiran dan tindakan
berdasarkan teori ilmiah, penemuan-penemuan, keterampilan dalam
rangkaian/tahapan yang logis untuk pengambilan suatu keputusan terfokus
pada klien (Rukiyah dan Yulianti, 2015).

2.4.2 Tahapan dalam Manajemen Kebidanan

19
1. Langkah I : Pengumpulan Data Dasar
Pada langkah ini dilakukan pengkajian dengan mengumpulkan semua
data yang diperlukan untuk mengevaluasi keadaan lien secara lengkap,
yaitu: riwayat kesehatan, pemeriksaan fisik sesuai dengan
kebutuhannya, meninjau catatan terbaru atau catatan sebelumnya. Pada
langkah I ini dikumpulkan semua informasi yang akurat dari semua
sumber yang berkaitan dengan kondisi klien.
2. Langkah II : Interpretasi Data Dasar
Pada langkah ini dilakukan identifikasi terhadap diagnosa atau masalah
berdasarkan interpretasi yang benar atas data-data yang telah
dikumpulkan. Data dasar yang telah dikumpulkan diinterpretasikan
sehingga dapat merumuskan diagnosa dan masalah yang spesifik.
3. Langkah III : Mengidentifikasi Masalah atau Masalah Potensial
Pada langkah ini kita mengidentifikasi masalah atau diagnose potensial
lain berdasarkan rangkaian masalah dan diagnose yang sudah
diidentifikasi. Langkah ini membutuhkan antsipasi, bila memungkinkan
dilakukan pencegahan, sambal mengamati klien, bidan diharapkan
dapat bersiap-siap bila diagnose/masalah potensial ini benar-benar
terjadi.
4. Langkah IV : Mengidentifikasi dan Menetapkan Yang
Memerlukan Penanganan Segera
Pada langkah ini kita mengidentifikasi perlunya tindakan segera oleh
bidan dan/atau untuk dikonsultasikan atau ditangai bersama dengan
anggota tim kesehatan yang lain sesuai dengan kondisi klien.
5. Langkah V : Merencanakan Asuhan Yang Menyeluruh
Setelah beberapa kebutuhan pasien ditetapkan, diperlukan perencanaan
secara menyeluruh terhadap masalah dan diagnosis yang ada. Dalam
proses perencanaan asuhan secara menyeluruh juga dilakukan
identifikasi beberapa data yang tidak lengkap agar pelaksanaan secara
menyeluruh dapat berhasil.
6. Langkah VI : Melaksanakan Perencanaan

20
Pada langkah ini merupakan tahap pelaksanaan dari semua rencana
sebelumnya, baik terhadap masalah pasien ataupun diagnosis yang
ditegakkan. Pelaksanaan ini dapat dilakukan oleh bidan secara mandiri
maupun berkolaborasi dengan tim kesehatan lainnya.

7. Langkah VII : Evaluasi


Pada langkah ini merupakan tahap terakhir dalam manajemen
kebidanan, yakni dengan melakukan evaluasi dari perencanaan dan
pelaksanaan yang dilakukan bidan. Evaluasi sebagian dari proses yang
dilakukan secara terus-menerus untuk meningkatkan pelayanan secara
komprehensif dan selalu berubah sesuai dengan kondisi atau kebutuhan
klien.

2.4.3 Pendokumentasian Asuhan Kebidanan


Manajemen asuhan kebidanan merupakan suatu metode atau bentuk
pendekatan yang digunakan oleh bidan dalam memberikan asuhan
kebidanan. Langkah-langkah dalam manajemen kebidanan merupakan alur
pola fikir dan bertindak bidan dalam pengambilan keputusan klinis atau
untuk mengatasi masalah.
1. Data Subjektif
Menggambarkan pendokumentasian asuhan kebidanan hasil
pengumpulan dari klien melalui anamnesa.
2. Data Objektif
Menggambarkan pendokumentasian hasil pemeriksaan fisik klien dan
test diagnostic lain yang dirumuskan dalam data focus untuk mendukung
asuhan.
3. Assessment
Menggunakan pendokumentasian hasil analisa dan interpretasi data
subjektif dan objektif.
4. Planning

21
Menggambarkan pendokumentasian dari tndakan dan evaluasi
perencanaan berdasarkan assesment.

22
BAB III
TINJAUAN KASUS

PENDOKUMENTASIAN ASUHAN KEBIDANAN NIFAS


PADA NY. L P1 A0 DI PUSKESMAS SUKAGALIH

No Medrec :-
Tgl Masuk : 16 Juni 2023
Tgl & jam pengkajian : 16 Juni 2023 Pukul : 09.30 WIB
Nama Pengkaji : Dewi Oktavia

A. IDENTITAS
ISTRI SUAMI
Nama : Ny. L Tn. Y
Umur : 24 tahun 26 tahun
Suku : Sunda Sunda
Agama : Islam Islam
Pendidikan : SMA SMA
Pekerjaan : IRT Wiraswasta
Alamat : Cipedes Tengah 4/4 Cipedes Tengah 4/4
No. Tlp : 087762665xxx 087762665xxx

B. DATA SUBJEKTIF
1. Alasan Datang ke Faskes
Ingin dilakukan pemeriksaan pada bagian payudara
1. Keluhan Utama
Ibu mengeluh payudaranya terasa bengkak, merah, nyeri dan terasa keras
sejak tanggal 15 Juni 2023 pukul 03.30 WIB, ibu mengatakan ASI nya
baru sedikit keluar, suhu badannya terasa panas, serta bayinya malas
menyusu dan ibu merasa cemas dengan keadaannya.

23
3. Riwayat Persalinan
a. Usia Kehamilan : 38 minggu
b. Tempat Melahirkan : Puskesmas Sukagalih
c. Penolong : Bidan
d. Jenis Persalinan : Spontan
e. Lama Persalinan : 1 jam
f. Komplikasi dalam persalinan : Tidak ada
4. Riwayat Haid
a. Menarche : 12 tahun
b. Siklus : 28 hari
c. Lamanya : 6-7 hari
d. Banyaknya : 2-3x ganti pembalut
e. Dismenorhea : Tidak ada
5. Riwayat Kehamilan, Nifas, dan Persalinan yang Lalu

U Penyulit Anak Nifas


Hami Tahun K Jenis Kehamila
Penolong J B P AS
l Ke Persalinan Persalinan n& Penyulit
Persalinan K B B I

6. Riwayat Ginekologi
a. Infertilitas : Tidak ada
b. Massa : Tidak ada
c. Penyakit : Tidak ada
d. Operasi : Tidak ada
e. Lainnya : Tidak ada
7. Riwayat KB
a. Kontrasepsi yang dipakai : Belum memakai KB
b. Keluhan : Tidak ada
c. Kontrasepsi yang lalu :-
d. Lamanya pemakaian :-

24
e. Alasan berhenti :-
8. Riwayat Penyakit yang Lalu : Ibu tidak memiliki riwayat penyakit berat
dan penyakit menular
9. Pola Nutrisi
a. Makan : 3X/hari (teratur) Makan Terakhir : 2 menit / jam yang lalu*
b. Pantang Makan : Tidak ada pantang makanan
c. Minum : 8-9 gelas/hr
10. Pola Eliminasi
a. BAB : 1-2 X/hari BAB Terakhir : 11 menit / jam yang lalu*
b. BAK : 6-7 X/hari BAK Terakhir : 1 menit / jam yang lalu*
c. Masalah : -
11. Pola Tidur
a. Malam : 6-8 jam
b. Siang : 1-2 jam
c. Masalah : Tidak ada
12. Data Sosial
a. Dukungan Suami : Suami mau menunggu ibu selama di rawat
b. Dukunga Keluarga : Keluarga sangat senang dengan kelahiran
bayi nya
c. Masalah : Tidak ada

C. DATA OBJEKTIF
1. Kesadaran : Composmentis
2. Antopometri
a. Berat badan : 57 kg
b. Tinggi badan : 160 cm
c. LILA : 26 cm
3. Tanda-tanda vital
a. TD : 110/80 mmHg
b. Nadi : 82 X/menit
c. Suhu : 38,2°C

25
d. Pernapasan : 22 X/menit
4. Kepala
a. Rambut : Bersih, tidak rontok
b. Mata : Konjungtiva : Merah muda
Sklera : Putih
Pengelihatan : Normal
c. Telinga : Simetris, serumen sedikit, tidak ada nyeri tekan
d. Hidung : Simetris, tidak ada sekret
e. Mulut : Bersih, warna merah muda
f. Leher : Tidak ada pembengkakan kelenjar thyroid dan
tidak tampak kelainan
5. Dada : Bentuk simetris : Ya (√) Tidak ( )
a. Paru – Paru : Simetris, tidak terdengar wheezing, tidak ada
ronchi, tidak ada kelainan
b. Jantung : Tidak ada suara murmur, tidak ada kelainan
c. Mamae :
- Bentuk Simetris : Ya (√) Tidak ( )
- Putting susu : Bersih, menonjol
- Benjolan : Tidak ada
- Ekskresi : Kolostrum
- Kelainan : Payudara bengkak, keras, terasa hangat dan

nyeri apabila ditekan.


6. Abdomen
a. Inspeksi
- Bentuk : Simetris
- Striae : Tidak ada
- Luka operasi : Tidak ada
b. Palpasi
- Tinggi fundus uteri : 3 jari di bawah pusat
- Kontraksi uterus : Baik

26
c. Auskultasi
- Bising usus : Positif
7. Genitalia
a. Bentuk : Simetris
b. Varices : Tidak ada
c. Oedema : Tidak ada
d. Pengeluaran : Lochea sanguinolenta
e. Luka Jahitan : Baik
8. Ekstremitas (tangan & kaki)
a. Bentuk : Kaki : Simetris
Tangan : Simetris
b. Kuku : Kaki : Pendek, tidak sianosis
Tangan : Pendek, tidak sianosis
c. Refleks Patella : Positif
d. Oedema : Tidak ada
9. Kulit
a. Warna : Sawo matang
b. Turgor : Baik
10. Data Penunjang (Laboratorium)
a. Pemeriksaan Urine
- Protein : Tidak diperiksa
- Reduksi : Tidak diperiksa
- Urobilin : Tidak diperiksa
- Bilirubin : Tidak diperiksa
b. Pemeriksaan darah
- Hb : 13,8 gr/dL
- Golongan darah : AB
- VDRL : Tidak diperiksa
c. Pemeriksaan pap smear : Tidak diperiksa
d. Pemeriksaan lain bila diperlukan : Tidak dilakukan

27
D. ANALISA
P1 A0 postpartum hari ketiga dengan Bendungan ASI

E. PENATALAKSANAAN
1. Menginformasikan hasil pemeriksaan kepada ibu tentang kondisinya
sekarang bahwa ibu mengalami bendungan ASI. Hasil pemeriksaan :
TD 110/80 mmHg, N 82 X/mnt, R 22 X/mnt, S 38,2°C.
Evaluasi : Ibu telah mengetahui dengan kondisinya
2. Menganjurkan ibu untuk menyusui bayinya secara on demand di kedua
payudaranya secara bergantian.
Evaluasi : Ibu bersedia melakukannya
3. Memberikan penjelasan kepada ibu cara mengatasi keluhan yang
dirasakan seperti:
- Menyanggah payudara dengan bra yang pas
- Kompres payudara dengan menggunakan kain basah/hangat
selama 5 menit
- Urut payudara dari arah pangkal menuju putting
- Keluarkan ASI dari bagian depan payudara sehingga putting
menjadi lunak.
Evaluasi : Ibu mau melakukan apa yang telah disarankan
4. Mengajarkan kepada ibu cara melakukan perawatan payudara
Evaluasi : Ibu mengerti dengan penjelasan yang diberikan
mengetahui cara menyusui yang benar.
5. Memberitahu ibu cara menyusui yang baik dan benar yaitu dagu bayi
menempel pada payudara ibu, mulut bayi terbuka lebar dan menutupi
areola mammae. Seluruh badan bayi tersanggah dengan baik tidak
hanya kepala dan leher.
Evaluasi : Ibu mengerti dengan penjelasan yang diberikan.
6. Menganjurkan ibu untuk mengkonsumsi sayuran hijau dan makanan

28
yang bergizi.
Evaluasi : Ibu bersedia melakukannya.
7. Memberikan terapi obat paracetamol 500 mg 3x1 per oral
Evaluasi : obat telah diberikan.
8. Melakukan pendokumentasian
Evaluasi : telah dilakukan pendokumentasian.

29
BAB IV
PEMBAHASAN

A. KETERBATASAN PENGKAJIAN
Bendungan ASI ini bukan satu-satunya masalah dalam masa nifas,
masih ada variabel lain yang dapat mempengaruhi terjadinya kelainan
payudara pada saat nifas seperti mastitis dan abses payudara.

B. PEMBAHASAN
1. Data Subjektif
Hasil pengkajian pada data subjektif diperoleh bahwa Ny. L
mengeluh payudaranya terasa bengkak, merah, nyeri dan terasa keras
sejak tanggal 15 Juni 2023 pukul 03.30 wib, ibu mengatakan suhu
badannya terasa panas dan ibu mengatakan bayinya malas menyusu. Ini
merupakan persalinan pertama ibu dan tidak pernah keguguran. Ibu
melahirkan tanggal 12 Juni 2023 pukul 13.10 WIB, dengan jenis
kelamin laki- laki, berat badan lahir 3200 gram, dan ditolong oleh
bidan. Ibu tidak ada riwayat penyakit menular ataupun menurun.
Hasil pemeriksaan didapatkan keadaan umum ibu baik, kesadaran
composmentis, tekanan darah 110/80 mmHg, N 82 X/m, R 22 X/m,
suhu 38,2°C.
Menurut teori, bendungan ASI merupakan terkumpulnya ASI
didalam payudara akibat penyempitan duktus laktiferus atau kelenjar
yang tidak dikosongkan dengan sempurna pada saat menyusui bayi atau
karena kelainan pada puting susu (Rukiyah, Yulianti, 2012: 20).
Bendungan ASI terjadi pada hari ke 3-5 setelah persalinan (Kemenkes
RI, 2013: 227). Tanda dan gejala yang muncul pada ibu dengan
bendungan ASI adalah payudara bengkak, keras, nyeri bila ditekan,
warnanya kemerahan, suhu tubuh sampai 38°C (Rukiyah, Yulianti
2012).

30
Berdasarkan uraian diatas terdapat persamaan antara teori dengan
gejala yang timbul pada kasus Ny. L Hal ini membuktikan bahwa tidak
ditemukan adanya kesenjangan antara teori dan kasus.

2. Data Objektif
Hasil pengkajian data objektif pada Ny. L didapatkan bahwa
payudara ibu tampak merah, bengkak, keras dan terasa nyeri ketika
dilakukan palpasi. Berdasarkan teori menurut Rukiyah dan Yulianti,
bahwa tanda dan gejala yang muncul pada ibu dengan bendungan ASI
yaitu payudara bengkak, keras, nyeri bila ditekan, warnanya kemerahan,
suhu tubuh sampai 38°C (Rukiyah, Yulianti 2012).
Demam yang dialami oleh ibu merupakan gejala dari bendungan
ASI saja karena pada saat dilakukan pemeriksaan fisik (head to toe)
tidak ditemukan suatu masalah lain yang dapat menimbulkan demam
pada ibu.

3. Analisa
Ny. L usia 24 tahun telah melahirkan anak pertama. Berdasarkan
data yang telah dikaji bahwa Ny. L postpartum 3 hari dengan Bendugan
ASI.

4. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan yang dilakukan pada Ny. L yaitu memfasilitasi
perawatan payudara dengan cara kompres payudara selama 5 menit,
urut payudara dari arah pangkal menuju putting serta keluarkan ASI
dari bagian depan payudara sehingga putting menjadi lunak, menyusui
secara on demand, memberikan terapi oral Paracetamol 500 mg 3x1
karena untuk mengurangi rasa nyeri.
Menurut teori Kemenkes RI, (2013) menyatakan bahwa
penatalaksanaan pada kasus bendungan ASI yaitu payudara ibu dengan
bebat atau bra yang pas, kompres payudara dengan menggunakan kain

31
basah/hangat selama 5 menit, urut payudara dari arah pangkal menuju
putting, keluarkan ASI dari bagian depan payudara sehingga putting
menjadi lunak, susukan bayi 2-3 jam sekali sesuai keinginan bayi (on
demand feeding) dan pastikan bahwa perlekatan bayi dan payudara ibu
sudah benar, pada masa-masa awal atau bila bayi yang menyusui tidak
mampu mengosongkan payudara, mungkin diperlukan pompa atau
pengeluaran ASI secara manual dari payudara, letakkan kain
dingin/kompres dingin dengan es pada payudara setelah menyusui atau
setelah payudara dipompa, bila perlu berikan parasetamol 3x1 500 mg
per oral untuk mengurangi nyeri, lakukan evaluasi setelah 3 hari.
Durasi pemberian ASI mempunyai peranan terhadap terjadinya
bendungan ASI karena durasi menyusui berkaitan dengan refleks
prolaktin yang merupakan hormon laktogenik yang penting untuk
memulai dan mempertahankan sekresi ASI. Stimulasi isapan bayi akan
mengirim pesan ke hipotalamus yang merangsang hipofisis anterior
untuk melepas prolaktin, suatu hormon yang meningkatkan produksi
ASI oleh sel-sel alveoler kelenjar mamaria. Jumlah prolaktin yang
disekresikan dan jumlah ASI yang diproduksi berkaitan dengan
besarnya stimulasi isapan yaitu frekuenasi, intensitas dan lama bayi
menghisap.
Bendungan ASI pada ibu nifas dapat terjadi jika air susu yang
diproduksi oleh payudara tidak segera diberikan pada bayi atau tidak
segera dikosongkan. Untuk mencegah terjadinya bendungan ASI pada
ibu nifas yaitu dengan menyusui bayi secara teratur tanpa jadwal (on
demand), tidak membatasi waktu pemberian ASI dan perawatan
payudara secara teratur (Ardyan, 2014).
Uraian tersebut tampak adanya persamaan antara teori dengan
tindakan yang dilakukan pada kasus Ny “L”.

32
BAB V
SIMPULAN

5.1 Simpulan
Setelah melakukan asuhan kebidanan ibu nifas pada Ny. L dengan Bendung
an ASI berupa pengumpulan data subjektif, data objektif, menentukan analis
a untuk mengetahui diagnosa pada pasien serta penatalaksanaan yang telah d
ilakukan, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Data subjektif yang didapatkan setelah melakukan pengkajian pada Ny.
L menunjukan bahwa Ny. L memiliki keluhan yang mengarah pada
kasus Bendungan ASI.
2. Data objektif berdasarkan hasil pemeriksaan pada Ny. L didapatkan
tanda dan gejala Bendungan ASI yaitu payudara ibu tampak merah,
bengkak, keras dan terasa nyeri ketika dilakukan palpasi disertai
demam.
3. Analisa yang ditegakkan pada kasus ini yaitu Ny. L usia 24 tahun P1A0
ibu nifas dengan Bendungan ASI.
4. Penatalaksanaan ibu hamil dengan Bendungan ASI menurut Kemenkes
RI, (2013) menyatakan bahwa penatalaksanaan pada kasus bendungan
ASI yaitu payudara ibu dengan bebat atau bra yang pas, kompres
payudara dengan menggunakan kain basah/hangat selama 5 menit, urut
payudara dari arah pangkal menuju putting, keluarkan ASI dari bagian
depan payudara sehingga putting menjadi lunak, susukan bayi 2-3 jam
sekali sesuai keinginan bayi (on demand feeding) dan pastikan bahwa
perlekatan bayi dan payudara ibu sudah benar, pada masa-masa awal
atau bila bayi yang menyusui tidak mampu mengosongkan payudara,
mungkin diperlukan pompa atau pengeluaran ASI secara manual dari
payudara, letakkan kain dingin/kompres dingin dengan es pada
payudara setelah menyusui atau setelah payudara dipompa, bila perlu

33
berikan parasetamol 3x1 500 mg per oral untuk mengurangi nyeri,
lakukan evaluasi setelah 3 hari.

34
DAFTAR PUSTAKA

Astutik Reni Yuli. Asuhan Kebidanan Masa Nifas dan Menyusui. Jakarta: Trans
Info Media. 2015.
Departemen Kesehatan RI. Profil Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Jakarta: Depkes RI; 2017
Kemenkes RI. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar
dan Rujukan. Edisi pertama. 2013.
Kementerian Kesehatan RI. Profil Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Jakarta: Kemenkes RI; 2019
Maritalia Asuhan Kebidanan Nifas dan Menyusui. Yogyakarta: Pustaka Pelajar;
2012
Maritalia, Dewi. Asuhan Kebidanan Nifas dan Menyusui. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar; 2014
Maryunani. Asuhan Ibu Nifas & Asuhan Ibu Menyusui. Bogor: In Media; 2015
Mufdlilah, dkk. Konsep Kebidanan. Yogyakarta: Nuha Medika; 2017
Purwoastuti & Walyani. Ilmu Obstetri Dan Ginekologi Sosial Bagi Kebidanan.
Yogyakarta: Pustakabarupress; 2015
Roito H, dkk. Asuhan Kebidanan Ibu Nifas & Deteksi Dini Komplikasi. Jakarta:
2013.
Rukiyah A. Asuhan kebidanan III Nifas. 2nd ed. Jakarta: cv. Trans Info Media;
2016.
Rukiyah AY, Yulianti L. Konsep Kebidanan. Jakarta: Trans Info Media; 2015
Rukiyah, dkk. Asuhan Kebidanan III (Nifas). Jakarta: Trans Info Media. 2012.
Rukiyah, Yulianti. Asuhan Kebidanan Patologi. Jakarta: Trans Info Media. 2012.
WHO (Word Health Organization). Word Health Statistics. 2015.

vi

Anda mungkin juga menyukai