Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN KASUS

ASUHAN KEBIDANAN PADA WANITA USIA SUBUR


DENGAN FLOUR ALBUS DI PUSKESMAS
KUTAWARINGIN KABUPATEN BANDUNG
TAHUN 2023

Diajukan sebagai salah satu tugas stase Remaja


Profesi Kebidanan

YENI TERRY LESTARY


H522265

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI KEBIDANAN


FAKULTAS KEBIDANAN
INSTITUT KESEHATAN RAJAWALI
BANDUNG
2023

1
i
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr.Wb
Alhamdulillah, puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT
yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan laporan yang berjudul “Laporan Kasus Asuhan Kebidanan Pada
Wanita Usia Subur Dengan Flour Albus di Puskesmas Kutawaringin Kabupaten
Bandung Tahun 2023 “yang disusun untuk memenuhi salah satu tugas stase
Remaja, Pranikah dan Prakonsepsi Profesi Kebidanan di Institut Kesehatan
Rajawali Bandung. Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan laporan ini masih
banyak kekurangan, oleh karena itu saran dan kritik yang bersifat membangun
untuk perbaikan penulisan laporan ini sangat penulis harapkan.
Dalam penulisan laporan ini telah banyak mendapatkan bimbingan,
pengarahan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu dengan rendah hati
penulis menyampaikan ucapan terimakasih sedalam-dalamnya kepada:
1. Tonika Tohri, S.Kp., M.Kes. selaku Rektor Institut Kesehatan Rajawali
Bandung.
2. Erni Hernawati, S.S.T., Bd., M.M,. M.Keb. selaku Dekan Fakultas Kebidanan
Institut Kesehatan Rajawali Bandung.
3. Lia Kamila, S.S.T., Bd., M.Keb. selaku Penanggung Jawab Program Studi
Pendidikan Profesi Kebidanan Institut Kesehatan Rajawali Bandung
4. Iga Retia Mufti., S.S.T., Bd., M.Kes. selaku dosen pembimbing yang telah
memberikan masukan dan saran dalam penyusunan laporan ini sampai menjadi
lebih baik.
5. Bidan Puskesmas Kutawaringin selaku pembimbing praktik yang telah
memberikan bimbingan dan arahan, sehingga penulis dapat menyelesaikan
laporan ini dengan baik.

ii
Penulis berharap semoga laporan ini dapat bermanfaat, berguna, dan berkah,
semoga ketulusan doa dan seluruh bantuan yang telah diberikan untuk
keterlaksanaanya laporan ini kepada penulis mendapat balasan dari Allah SWT.
Aamiin Ya Rabbal’Alamin.
Wassalamu’alaikum Wr.Wb

Bandung, Mei 2023

Penulis

iii
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR .................................................................................... i
DAFTAR ISI ................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1
1.1. Latar Belakang ........................................................................................ 1
1.2. Rumusan Masalah................................................................................... 2
1.3. Tujuan Penulisan .................................................................................... 2
1.4. Manfaat Penuisan ................................................................................... 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .................................................................... 4
2.1 Konsep Wanita Usia Subur..................................................................... 4
2.1.1 Definisi Wanita Usia Subur ........................................................... 4
2.1.2 Tujuan Perawatan Pada Wanita Usia Subur .................................. 4
2.1.3 Asuhan Pada Wanita Usia Subur ................................................... 5
2.2 Konsep Flour Albus (Keputihan) ........................................................... 6
2.2.1 Definisi Flour Albus (Keputihan) .................................................. 6
2.2.2 Patofisiologi Flour Albus (Keputihan) ......................................... 6
2.2.3 Jenis Flour Albus (Keputihan) ....................................................... 7
2.2.4 Gejala Flour Albus (Keputihan) .................................................... 8
2.2.5 Faktor Penyebab Flour Albus (Keputihan) .................................... 9
2.2.6 Cara Pencegahan Flour Albus (Keputihan) ................................... 10
BAB III LAPORAN KASUS ......................................................................... 12
3.1 Data Subjektif ......................................................................................... 12
3.2 Data Objektif .......................................................................................... 14
3.3 Analisa .................................................................................................... 15
3.4 Penatalaksanaan ...................................................................................... 15
BAB IV PEMBAHASAN ............................................................................... 17
BAB V SIMPULAN DAN SARAN ............................................................... 19
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 20

iv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Wanita usia subur (WUS) merupakan wanita yang berumur 15-49
tahun baik yang berstatus kawin maupun yang belum kawin atau janda
(BKKBN, 2011). Wanita usia subur berada dalam masa peralihan masa
remaja akhir hingga usia dewasa awal. Karakteristik WUS yang paling utama
adalah ditandai dengan peristiwa fisiologis, seperti menstruasi dan
tercapainya puncak kesuburan dengan fungsi organ reproduksi yang sudah
berkembang dengan baik (Dieny dkk, 2019).
Kesehatan reproduksi harus memperoleh perhatian yang serius.
Salah satu gejala dan tanda-tanda penyakit infeksi organ reproduksi wanita
adalah terjadinya keputihan. Keputihan merupakan salah satu masalah yang
sejak lama menjadi persoalan bagi kaum wanita. Masalah ini merupakan
masalah kedua sesudah gangguan haid. Hampir seluruh perempuan pernah
mengalami keputihan. Perlu kita ketahui selain merupakan salah satu tanda
gejala adanya suatu penyakit, keputihan juga dapat menjadi indikasi adanya
penyakit (Purnamasari & Hidayanti, 2019).
Sesuai data World Health Organization (WHO) dalam Mansyur
(2012), keputihan (Fluor Albus) menyerang sekitar 50% populasi wanita di
dunia dan beresiko tinggi terhadap wanita yang berusia reproduksi atau
wanita usia subur (Marlina, 2017). Menurut WHO dalam Zubier. F (2002),
masalah kesehatan mengenai reproduksi wanita yang buruk telah mencapai
33% dari jumlah total beban penyakit yang menyerang pada wanita di seluruh
dunia dan jumlah wanita di dunia yang pernah mengalami keputihan 75%,
sedangkan wanita Eropa yang mengalami keputihan sebesar 25% (Indah
Setiani dkk, 2016).
Keputihan juga merupakan gejala awal dari kanker leher rahim yaitu
setiap tahunnya ada sekitar 15 ribu kasus baru kanker serviks di Indonesia
yang dapat berakhir dengan kematian (Trisnawati, 2018). Dari penelitian

1
(Rahayu dkk, 2015) menunjukkan vulva hygiene sangat mempengaruhi
terjadinya keputihan. Hal ini menunjukkan bahwa perawatan organ
reproduksi dengan melakukan tindakan higienis termasuk mencuci organ
intim dengan air bersih, menjaga kelembaban organ intim dan tidak
menggunakan pembalut yang wangi merupakan tindakan vulva hygiene yang
sangat mempengaruhi terjadinya keputihan pada wanita usia subur.
Berdasarkan masalah tersebut penulis tertarik untuk mengambil
kasus dengan judul “Asuhan Kebidanan pada wanita usia subur dengan Flour
Albus di Puskesmas Kutawaringin Kabupaten Bandung Tahun 2023”

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka dapat
dirumuskan masalah yaitu vulva hygiene pada wanita usia subur belum
maksimal dikarenakan masih rendahnya tingkat pengetahuan. Maka dapat
disimpulkan “bagaimana penatalaksanaan Asuhan Kebidanan Pada Wanita
Usia Subur Dengan Flour Albus di Puskesmas Kutawaringin Kabupaten
Bandung Tahun 2023?”
1.3 Tujuan Penulisan
1.3.1 Tujuan Umum
Memberikan asuhan kebidanan Pada Wanita Usia Subur Dengan Flour Albus
di Puskesmas Kutawaringin Kabupaten Bandung dengan menggunakan
manajemen kebidanan dan catatatn perkembangan SOAP.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Melakukan pengkajian data subjektif pada Wanita Usia Subur Dengan
Flour Albus di Puskesmas Kutawaringin Kabupaten Bandung
2. Melakukan pengkajian data objektif pada Wanita Usia Subur Dengan
Flour Albus di Puskesmas Kutawaringin Kabupaten Bandung
3. Melakukan diagnosa pada Wanita Usia Subur Dengan Flour Albus di
Puskesmas Kutawaringin Kabupaten Bandung

2
4. Melaksanakan rencana tindakan yang sudah ditentukan pada Wanita Usia
Subur Dengan Flour Albus di Puskesmas Kutawaringin Kabupaten
Bandung
5. Melakukan evaluasi asuhan kebidanan yang telah dilakukan pada Wanita
Usia Subur Dengan Flour Albus di Puskesmas Kutawaringin Kabupaten
Bandung
6. Mendokumentasikan asuhan kebidanan yang telah dilakukan pada Wanita
Usia Subur Dengan Flour Albus di Puskesmas Kutawaringin Kabupaten
Bandung

1.4 Manfaat Penulisan


1.4.1 Manfaat Teoritis
Laporan ini bermanfaat memberikan pertimbangan masukan serta menambah
wawasan konsep-konsep, teori-teori terhadap ilmu pengetahuan asuhan
kebidanan pada remaja, pranikah dan prakonsepsin khususnya asuhan
kebidanan pada wanita usia subur dengan flour albus
1.4.2 Manfaat
1. Bagi tenaga Kesehatan
Laporan ini sebagai alat bimbingan dalam memberikan pelayanan
keterampilan dasar kebidanan khususnya asuhan kebidanan pada wanita
usia subur dengan flour albus, dan mempercepat kerjasama dalam
pengaplikasian teori dalam praktik asuhan kebidanan.
2. Bagi institusi Pendidikan
Laporan ini berguna sebagai acuan dan bahan bimbingan mahasiswa yang
terjun ke lahan praktik dengan menerapkan asuhan kebidanan pada wanita
usia subur dengan flour albus melalui bimbingan secara intensif
3. Bagi Masyarakat
Masyarakat sebagai subjek laporan ini diharapkan dapat memperoleh
pengalaman langsung mengenai bagaimana asuhan kebidanan pada wanita
usia subur dengan kasus flour albus.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Wanita Usia Subur


2.1.1 Definisi Wanita Usia Subur
Wanita Usia Subur (WUS) adalah wanita yang berada dalam
peralihan masa remaja akhir hingga usia dewasa awal. Wanita usia subur juga
dikenal sebagai wanita prakonsepsi yang akan menjadi seorang ibu, dimana
kebutuhan gizi pada masa ini berbeda dengan masa anak-anak, remaja
ataupun lanjut usia (Dieny dkk, 2019: 1-20).
Menurut data dari Departemen Kesehatan Republik Indonesia,
wanita usia subur adalah perempuan yang ada di rentang usia 15 sampai 49
tahun. Perempuan yang ada di rentang usia ini masuk ke dalam kategori usia
reproduktif dengan status yang beragam seperti yang belum menikah, sudah
menikah, atau janda. Wanita usia subur merupakan wanita yang berada di
rentang usia 15 sampai 49 tahun yang dikenal sebagai wanita prakonsepsi,
yaitu wanita yang akan menjadi seorang ibu dengan keadaan organ reproduksi
yang berfungsi dengan baik.
2.1.2 Tujuan Perawatan Pada Wanita Usia Subur
Menurut (CDC, 2006) dalam jurnal Yulizawati dkk, (2016) tujuan pemberian
perawatan pada masa prakonsepsi antara lain:
a. Mengurangi angka kematian ibu dan anak
b. Mencegah kehamilan yang tidak diinginkan
c. Mencegah komplikasi selama kehamilan dan persalinan
d. Mencegah bayi lahir mati, lahir prematur, dan berat bayi lahir rendah
e. Mencegah bayi lahir cacat
f. Mencegah infeksi neonatal
g. Mencegah berat badan rendah dan stunting
h. Mencegah penularan vertikal HIV/ IMS
i. Menurunkan risiko beberapa bentuk kanker pada anak

4
j. Menurunkan risiko diabetes tipe 2 dan penyakit kardiovaskular di
kemudian hariKonseling Prakonsepsi
2.1.3 Asuhan Pada Wanita Usia Subur
Menurut laporan WHO pada tahun 2014, asuhan kesehatan
prakonsepsi merupakan asuhan kesehatan bagi laki-laki dan perempuan yang
diberikan oleh dokter atau tenaga kesehatan profesional lainnya yang
fokusnya pada upaya untuk memiliki anak yang sehat dimana dengan asuhan
tersebut dapat menurunkan angka kesakitan dan kematian pada ibu dan bayi
(Anggraeny & Arisetiningsih, 2017: 8). Delapan puluh lima persen wanita
mengalami gangguan mood atau suasana hati setelah melahirkan dimana hal
ini dapat mempengaruhi banyak hal, termasuk respons atau penerimaan
terhadap bayi baru lahir. Para ibu yang belum siap atau tidak merencanakan
kehamilan terlebih dahulu (prakonsepsi) sebagian besar ibu akan mengalami
baby blues, sedangkan kurang lebih 10-15% mengalami depresi pasca
persalinan atau dikenal sebagai postpartum depression (Saleha, 2009).
Menurut CDC (2006) dalam buku Anggraeny & Arisetiningsih
(2017: 9-11) mengeluarkan beberapa rekomendasi untuk meningkatkan
pelayanan kesehatan prakonsepsi, yaitu:
a. Kunjungan ke tempat pelayanan kesehatan secara teratur (terjadwal)
b. Pemberian edukasi terkait kesehatan prakonsepsi dan kehamilan seperti
skrining berat badan, vaksinasi, status zat besi dan asam folat, pengkajian
konsumsi alkohol, dan riwayat penyakit
c. Pemberian konseling terkait modifikasi kebiasaan individu

Skrining kesehatan prakonsepsi dapat dilakukan dengan


menggunakan formulir untuk mempermudah mendapatkan data. Poin-poin
yang dapat dicantumkan dalam formulir tersebut antara lain riwayat diet,
aktivitas fisik, pola hidup, riwayat kesehatan individu dan keluarga, obat-
obatan yang dikonsumsi, riwayat kesehatan seperti pola menstruasi, faktor
genetik, dan lingkungan. Terdapat dua bentuk konseling prakonsepsi, yaitu
dokter umum yang mengundang perempuan atau pasangan untuk melakukan
kunjungan sebelum masa kehamilan dan kelompok komunitas yang

5
memberikan pendidikan kepada perempuan tentang kesiapan kehamilan dan
melahirkan. Konseling prakonsepsi dapat menurunkan mortalitas neonatus
yang diduga karena meningkatnya antenatal care dan suplementasi zat besi
maupun asam folat (Bhutta dan Lassi, 2015)

2.2 Konsep Flour Albus (Keputihan)


2.2.1 Definisi Flour Albus (Keputihan)
Leukorea berasal dari kata Leuco yang berarti benda putih yang
disertai dengan akhiran –rrhea yang berarti aliran atau cairan yang mengalir.
Leukorea atau fluor albus atau keputihan atau vaginal discharge merupakan
semua pengeluaran dari kemaluan yang bukan darah. Keputihan merupakan
salah satu tanda dari proses ovulasi yang terjadi di dalam tubuh. Selain itu,
keputihan juga merupakan salah satu tanda dari suatu penyakit. Keputihan
normal dapat terjadi pada masa menjelang dan sesudah menstruasi, pada
sekitar fase sekresi antara hari ke 10 sampai 16 menstruasi, juga terjadi
melalui rangsangan seksual (Manuaba, 2009).
2.2.2 Patofisiologi Flour Albus (Keputihan)
Menurut Kasdu (2008), keputihan merupakan salah satu tanda dan
gejala dari penyakit organ reproduksi wanita. Di daerah alat genetalia
eksternal bermuara saluran kencing dan saluran pembuangan sisa-sisa
pencernaan yang disebut anus. Apabila tidak dibersihkan secara sempurna
akan ditemukan berbagai bakteri, jamur, dan parasit akan menjalar ke sekitar
organ genetalia. Hal ini dapat menyebabkan infeksi dengan gejala keputihan.
Selain itu, dalam hal melakukan hubungan seksual terjadi pelecetan, dengan
adanya pelecetan merupakan pintu masuk mikroorganisme penyebab infeksi
penyakit hubungan seksual yang kontak dengan air mani dan mukosa
(Yulfitria & Primasari, 2015).
Kemaluan wanita merupakan tempat yang paling sensitif dan
merupakan tempat yang terbuka, dimana secara anatomi alat kelamin wanita
berdekatan dengan anus dan uretra sehingga kuman yang berasal dari anus
dan uretra tersebut sangat mudah masuk. Kuman yang masuk ke alat kelamin

6
wanita akan menyebabkan infeksi sehingga dapat menyebabkan keputihan
patologis yang ditandai dengan gatal, berbau, dan berwarna kuning kehijauan
(Marhaeni, 2016).
2.2.3 Jenis Flour Albus (Keputihan)
Menurut Marhaeni (2016), Keputihan dapat dibedakan menjadi dua
jenis keputihan, yaitu: keputihan normal (fisiologis) dan keputihan abnormal
(patologis).
1. Keputihan Normal
Keputihan normal dapat terjadi pada masa menjelang menstruasi,
pada sekitar fase sekresi antara hari ke 10-16 menstruasi. Keputihan yang
fisiologis terjadi akibat pengaruh hormon estrogen dan progesteron yang
dihasilkan selama proses ovulasi. Setelah ovulasi, terjadi peningkatan
vaskularisasi dari endometrium yang menyebabkan endometrium menjadi
sembab. Kelenjar endometrium menjadi berkelok-kelok dipengaruhi oleh
hormon estrogen dan progesteron dari korpus luteum sehingga
mensekresikan cairan jernih yang dikenal dengan keputihan (Benson RC,
2009).
Keputihan fisiologis terdiri atas cairan yang kadang-kadang
berupa mukus yang mengandung banyak epitel dengan leukosit yang
jarang. Ciri-ciri dari keputihan fisiologis adalah cairan berwarna bening,
kadang-kadang putih kental, tidak berbau, dan tanpa disertai dengan
keluhan, seperti rasa gatal, nyeri, dan terbakar serta jumlahnya sedikit
(Hanifa Wiknjosastro, 2007).
2. Keputihan Abnormal
Keputihan abnormal dapat terjadi pada semua infeksi alat
kelamin (infeksi bibir kemaluan, liang senggama, mulut rahim, jaringan
penyangga, dan pada infeksi karena penyakit menular seksual). Ciri-ciri
keputihan patologis adalah terdapat banyak leukosit, jumlahnya banyak,
timbul terus menerus, warnanya berubah seperti kuning, hijau, abu-abu,
dan menyerupai susu, disertai dengan keluhan gatal, panas, dan nyeri serta
berbau apek, amis, dan busuk (Daili, Fahmi S dkk, 2009).

7
Perempuan yang mengalami keputihan patologis umumnya
mempunyai keluhan-keluhan seperti gatal, nyeri, bengkak pada organ
kelamin, panas dan perih ketika buang air kecil, dan nyeri pada perut
bagian bawah. Keputihan patologis kemungkinan disebabkan oleh infeksi
atau peradangan yang mungkin disebabkan oleh penyakit menular seksual,
gejala keganasan pada organ reproduksi, adanya benda asing dalam uterus
atau vagina (Citrawathi, 2014)
Kekambuhan vaginosis bakteri setelah perawatan adalah umum
dan dapat ditingkatkan dengan praktik kebersihan pribadi, seperti
douching vagina, yang mengganggu flora normal vagina. Vaginosis
bakteri juga dapat dikaitkan dengan IMS bersamaan, umumnya
Trichomonas vaginalis. Vaginosis bakteri dikaitkan dengan infeksi
panggul setelah aborsi yang diinduksi dan pada kehamilan dengan
persalinan prematur dan bayi berat lahir rendah. Trikomoniasis kurang
umum di negara-negara kaya tetapi mencapai tingkat tinggi (sering 10-
20%) di antara perempuan miskin di negara-negara berkembang serta di
antara perempuan kurang beruntung di negara-negara kaya.
2.2.4 Gejala Flour Albus (Keputihan)
Menurut Wira & Kusumawardani (2011), pada keadaan normal
cairan yang keluar dari vagina merupakan gabungan dari cairan yang
dikeluarkan oleh kelenjar yang ada di sekitar vagina seperti kelenjar sebasea,
kelenjar keringat, kelenjar bartholin, kelenjar pada serviks atau mulut rahim.
1. Keputihan Fisiologis
Terdapat beberapa gejala keputihan fisiologis, yaitu:
1) Cairan vagina akan tampak jernih, kadang tampak putih keruh sampai
kekuningan ketika mengering di pakaian dalam
2) Sifat cairan yang dikeluarkan tidak iritatif sehingga tidak menyebabkan
gatal, tidak terdapat darah, tidak berbau, dan memiliki pH 3,5 sampai
4,5 sifat asam ini yang merupakan salah satu mekanisme pertahanan
terhadap kuman yang menyebabkan penyakit

8
3) Keputihan normal akan tampak seperti cairan putih jernih, sedikit
lengket, tidak gatal dan dan tidak berbau
2. Keputihan Abnormal (Patologis)
Adapun gejala keputihan abnormal yaitu:
1) Keluarnya cairan berwarna putih pekat, putih kekuningan, putih
kehijauan atau putih kelabu dari saluran vagina. Cairan ini dapat encer
atau kental, lengket dan kadang-kadang berbusa
2) Mengeluarkan bau yang menyengat
3) Pada penderita tertentu, terdapat rasa gatal yang menyertainya serta
dapat mengakibatkan iritasi pada vagina
4) Merupakan salah satu ciri-ciri penyakit infeksi vagina yang berbahaya
seperti HIV, Herpes, Candyloma
2.2.5 Faktor Penyebab Flour Albus (Keputihan)
Menurut Dinata (2018), faktor penyebab keputihan secara umum meliputi:
1. Hormon tubuh sedang tidak seimbang
2. Rusaknya keseimbangan biologis dan keasaman vagina
3. Gejala dari suatu penyakit tertentu
4. Kelelahan
5. Mengalami stress
6. Kurang menjaga kebersihan vagina
7. Sering memakai tissue saat membasuh bagian kewanitaan, sehabis buang
air kecil dan buang air besar
8. Memakai pakaian dalam yang ketat dari bahan sintetis, sehingga
berkeringat dan memudahkan timbulnya jamur
9. Sering menggunakan toilet umum yang kotor
10. Jarang mengganti pembalut
11. Kebiasaan membilas vagina dari arah yang salah, yaitu dari arah anus ke
arah atas menuju vagina
12. Sering membasuh vagina bagian dalam
13. Sering menggaruk vagina
14. Sering bertukar celana dalam/handuk dengan orang lain

9
15. Tidak segera mengganti pembalut saat menstruasi
16. Tidak menjalani pola hidup sehat (makan tidak teratur, tidak pernah olah
raga, tidur kurang)
17. Lingkungan sanitasi yang kotor
18. Kadar gula darah tinggi (penyakit kencing manis)
19. Sering mandi berendam dengan air hangat dan panas. Jamur yang
menyebabkan keputihan lebih mungkin tumbuh di kondisi hangat
20. Sering berganti pasangan dalam berhubungan intim
2.2.6 Cara Pencegahan Flour Albus (Keputihan)
Keputihan yang fisiologis dapat berubah menjadi patologis, namun
hal tersebut dapat dicegah dengan personal hygiene yang benar. Salah satu
cara pencegahan terjadinya keputihan yaitu :
1. Jaga kebersihan vagina
Menjaga kebersihan vagina merupakan hal yang paling penting untuk
mencegah keputihan akibat infeksi berbagai bakteri. Membersihkan
vagina dengan sabun mandi akan mengganggu keseimbangan pH. Kadar
pH normal pada vagina adalah sekitar 3,8 -4,5 sedangkan sabun mandi
biasa cenderung memiliki pH sekitar 7-8. Setiap wanita memiliki tingkat
sensitive yang berbeda pada vaginanya, ada wanita yang tidak masalah
jika memakai sabun mandi biasa untuk membersihkan vagina, namun ada
yang mengalami iritasi dan alergi jika memakai sabun biasa.
Sebuah hal normal jika vagina memiliki aroma, karena aroma pada
vagina dapat berubah-ubah sesuai dengan siklus reproduksi yang terjadi,
sehingga tidak bisa di tetapkan bahwa vagina yang mengeluarkan bau
dianggap terjadi infeksi. Disaat siklus menstruasi berlangsung, vagina
lebih sering dibersihkan dan diganti pembalut sesering mungkin, hal ini
bertujuan menjaga kebersihan dan kelembapan vagina. Seka vagina
dengan tisu bersih, dari bagian depan ke belakang (arah vagina ke anus).
Hal ini untuk menghindari bakteri yang ada di sekitar anus berpindah ke
vagina

10
2. Ganti pakaian dalam
Mengganti pakaian dalam setidaknya 2 hingga 3 kali dalam sehari dapat
membantu menjaga kebersihan vagina. Dengan cara ini, menghindarkan
bakteri tinggal di vagina dan juga dapat menurunkan aroma yang tidak
sedap pada vagina. Pemakaian bahan pakaian dalam yang salah dapat
menjadi salah satu faktor risiko vagina terkena infeksi bakteri. Pakaian
dalam yang berbahan katun memudahkan vagina untuk bernafas.
Kurangi pemakaian celana ketat seperti jeans yang dapat membuat
vagina mudah iritasi.
3. Melakukan hubungan seksual yang aman
Banyak penyakit seksual yang diakibatkan oleh bakteri yang tertular
ketika melakukan hubungan seksual, seperti klamidia, gonorhea, herpes
genitalia, sifilis dan HIV. Penyakit-penyakit menular seksual dapat
dikenali dengan gejala keputihan patologis.
4. Pemeriksaan serviks rutin
Wanita yang berusia 25-64 tahun dianjurkan untuk melakukan
pemeriksaan serviks secara rutin. Pemeriksaan ini bertujuan untuk
mendeteksi apakah terdapat perubahan abnormal pada leher rahim dan
jika ada dapat dideteksi dari awal. Hal ini juga dapat mendeteksi kanker
leher rahim pada wanita. Keputihan patologis juga merupakan gejala
yang menyertai kondisi abnormal disekitar leher rahim.
5. Mengonsumsi makanan yang sehat
Makanan sangat berpengaruh pada kesehatan, termasuk kesehatan
vagina. Mengkonsumsi makanan yang sehat dan cairan yang cukup,
dapat menjaga kesehatan reproduksi sekaligus mencegah keputihan yang
tidak normal. (vestine, 2019)

11
BAB III
LAPORAN KASUS
ASUHAN KEBIDANAN PADA WANITA USIA SUBUR DENGAN
FLOUR ALBUS DI PUSKESMAS KUTAWARINGIN
KABUPATEN BANDUNG
TAHUN 2023

Hari/Tanggal : Senin, 22 Mei 2023


Jam : 09.00 WIB
Tempat : Puskesmas Kutawaringin
Pengkaji : Yeni Terry Lestary

3.1 Data Subjektif


A. Identitas / Biodata
Nama : Nn.L
Umur : 20 th
Agama : Islam
Suku/ Bangsa : Sunda/ Indonesia
Pendidikan : SMU
Alamat : Kp. Sayuran RT004/RW005

B. Status Kesehatan
1. Datang pada tanggal : 22-05-2023 Pukul 09.00 wib
2. Alasan Kunjungan : Ingin melakukan imunisasi TT calon
pengantin dan konsultasi perihal keluhan
yang di alami
3. Keluhan-keluhan
Nn.L datang ke puskesmas, selain akan melakukan imunisasi TT calon
pengantin, Nn.L juga mengeluh keputihan sejak 2 bulan yang lalu.
Keputihan yang dialami yaitu sebelum menstruasi dan saat stress.
Keputihan berbentuk bening dan encer, tidak berbau hanya sedikit gatal.

12
4. Riwayat Menstruasi
a. Menarch : usia 12 tahun
b. Siklus : 30 hari
c. Lamanya : 5-7 hari
d. Banyaknya : 2-3x/hari ganti pembalut
e. Konsistensi : cair
f. Dysmenorrhea : tidak pernah
5. Pola Sehari-hari
No Pola sehari-hari Kegitan

1. Pola Nutrisi
a. Makan
Frekuensi 2-3 kali/hari
Jenis makanan Nasi, lauk, sayur
Makanan pantangan Tidak ada
b. Minum
Jenis minum Air putih
Frekuensi 8-10 gelas/hari

2. Pola Eliminasi
a. BAK
Frekuensi 5-6 kali/hari

Warna Kuning jernih

b. BAB
Frekuensi 1 kali/hari
Konsistensi Lembek
Warna Kuning feses

3. Pola istirahat dan tidur


Siang Tidak pernah
Malam 6-7 jam

4. Personal Hygiene
Mandi 2 kali/hari
Gosok gigi 2 kali/hari
Keramas 3 kali/minggu
Perawatan vulva Hyigene Tidak pernah

5. Pola aktivitas Bekerja dimulai dari jam 07.00-15.00

6. Riwayat Imunisasi TT
Baru melakukan imunisasi TT1

13
7. Riwayat penyakit ibu dan keluarga
Nn.L mengatakan bahwa ibu dan keluarga tidak pernah memiliki
riwayat penyakit keturunan seperti : asma, jantung, diabetes, dll serta
tidak pernah memiliki riwayat penyakit menular seperti :
hepatitis,TBC, dan tidak pernah memiliki riwayat penyakit menular
seksual.
8. Riwayat Sosial
Nn.L mengatakan tidak ada kepercayaan tertentu yang dilakukan saat
terjadi keluhan seperti keputihan

3.2 Data Objektif


A. Pemeriksaan fisik
1. Keadaan Umum : Baik
2. Kesadaran : Composmentris
3. Antopometri : BB: 55 kg TB: 153 cm
4. Tanda-tanda Vital: TD : 110/70 mmHg N : 80x/menit
R : 20x/menit S : 36,3⁰C
5. Kepala : Bentuk kepala simetris, tidak ada benjolan, tidak
ada nyeri tekan, rambut bersih dan tidak ada kotoran
6. Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik
7. Leher : Tidak ada pembengkakan kelenjar getah bening,
tidak ada pembengkakan kelenjar thyroid, dan
tidak ada peningkatan vena jugularis.
8. Payudara : Kedua puting susu menonjol, tidak ada pengeluaran
tidak ada nyeri tekan
9. Abdomen : Tidak ada benjolan, tidak ada nyeri tekan
10. Punggung : Tidak ada kelainan dengan posisi punggung ibu
11. Ekstremitas
a. Atas : Tidak ada oedema, kuku tidak pucat
b. Bawah : Tidak ada oedema, tidak ada varises, tidak ada
tegang atau kemerahan pada betis.

14
B. Pemeriksaan penunjang
Tidak melakukan pemeriksaan penunjang

3.3 ANALISA
Diagnosa : Nn.L Usia 20 tahun dengan flour albus (keputihan)
Masalah : flour albus (keputihan) normal
Kebutuhan :
1. Konseling tentang personal hygiene
2. Konseling tentang nutrisi dan pola hidup
Diagnosa potensial : tidak ada
Identifikasi kebutuhan segera : tidak ada

3.4 PENATALAKSANAAN
1. Memberitahu hasil pemeriksaan bahwa Nn.L dalam keadaan tidak baik ;
Nn.L mengetahui hasil pemeriksaan
2. Melakukan imunisasi TT1 calon pengantin ; Nn.L bersedia dan mengatakan
sudah siap untuk di imunisasi
3. Memberikan konseling kapan kunjungan ulang untuk dilakukan imunisasi
kembali ; Nn.L tahu kapan harus melakukan kunjungan ulang
4. Menjelaskan tentang perbedaan antara keputihan normal atau abnormal,
keputihan normal itu keputihan seperti yang dialami Nn.L saat ini berbau
tidak busuk, warna putih bening dan cair. Keputihan yang abnormal itu
keputihan yang berbau busuk warna kuning hingga kehijauan, jumlahnya
banyak dan sering ; Nn.L mengerti dengan apa yang di jelaskan
5. Memberikan KIE pada Nn.L tentang cara menjaga kebersihan genetalia,
cara membersihkan setelah bab/bak dengan cara cebok dari arah depan
kebelakang lalu keringkan sebelum menggunakan pakaian dalam ; Nn.L
mengerti dengan apa yang di jelaskan
6. Memberitahu pasien Jika keputihan banyak saperti saat ini gantilah pakaian
dalam jika sudah sangat mengganggu, tidak dianjurkan memakai pentiliner,

15
tidak dianjurkan juga memakai cairan pembersih vagina dan pakailah celana
dalam yang tidak ketat dan menyerap keringat ; Nn.L mengerti dengan apa
yang di jelaskan
7. Memberikan KIE pada pasien yang bisa menyebabkan keputihan. yang
mempengaruhi keputihan itu sendiri adalah tentang pola kehidupan
keseharian, pola nutrisi, pola hygine dari alat kelaminnya; Nn.L mengerti
dengan apa yang di jelaskan

16
BAB IV
PEMBAHASAN

Pada pembahasan ini penulis akan menjelaskan tentang kesenjangan-


kesenjangan yang terjadi antara praktek yang dilakukan. Disini penulis
menjelaskan kesenjangan tersebut menurut langkah-langkah dalam manajemen
kebidanan. Pembahasan ini dimaksud agar dapat diambil satu kesimpulan dan
pemecahan masalah dari kesenjangan-kesenjangan yang terjadi sehingga dapat
digunakan sebagai tindak lanjut dalam penerapan asuhan kebidanan meliputi :
1. Pengkajian
Data subjektif menggambarkan pendokumentasian hasil
pengumpulan data klien melalui anamnesa. Nn.L datang ke PMB, selain akan
melakukan imunisasi TT calon pengantin, Nn.L juga mengeluh keputihan sejak
2 bulan yang lalu. Keputihan yang dialami yaitu sebelum menstruasi dan saat
stress. Keputihan berwarna bening dan berbentuk encer, tidak berbau hanya
sedikit gatal. Nn.L mengatakan merasa sangat khawatir dengan keadaannya.
Saat dilakukan anamnesa Nn.L mengatakan pada saat setelah BAB/BAK tidak
pernah mengeringkan sisa-sisa air yang menempel kemudian langsung
menggunakan celana dalam, dan tidak pernah mendapatkan informasi dan
edukasi tentang Kesehatan resproduksi serta personal hygiene.
Menurut Tustiyani (2015) pada teori asuhan kebidanan dengan kasus
flour albus (keputihan) dilakukan pemriksaan keadaan umu, tanda vital,
pemeriksaan dalam menggunakan inspekulo dan pemeriksaan laboratorium.
Adapun pemeriksaan dalam dilakukan terhadap wanita yang sudah menikah
(Manuaba, 2010), namun pada lapangan tidak dilakukan pemeriksaan
menggunakan inspekulo karena Nn.L belum menikah

2. Diagnosa Potensial
Diagnosa kebidanan sendiri didapat dari data dasar yang terdiri dari
data subjektif dan data objektif. Diagnosa yang ditegakkan adalah Nn.L dengan
flour albus. Dari data yang diperoleh dapat ditarik kesimpulan bahwa Nn.L

17
sedang mengalami flour albus (keputihan) fisiologis yang disebabkan oleh
faktor kebersihan.

3. Penatalaksanaan
Menurut Sondakh (2013) planning menggambarkan
pendokumentasian dan evaluasi perencanaan implementasi berdasarkan
pengumpulan data subjektif, objektif dan assessment sesuai kebutuhan pasien.
Planning pada kasus ini penulis memberikan Pendidikan Kesehatan tentang
flour albus (keputihan), dimana Pendidikan Kesehatan ini bertujuan untuk
menambah pengetahuan sehingga mampu memelihara serta meningkatkan
kesehatannya sendiri, dalam mengubah, menumbuhkan dan mengembangkan
perilaku positif. Pendidikan kesehatan bermanfaat untuk membantu orang-
orang mengontrol Kesehatan mereka sendiri dengan cara menguatkan keputusan
atau tindakan sesuai dengan nilai dan tujuan mereka sendiri (Maulana, 2009).
Hal yang dapat dilakukan dalam mencegah flour albus (keputihan)
antara lain menjaga kebersihan daerah vagina. Mencuci bagian vulva (bagian
luar vagina) setiap hari dan menjaga agar tetap kering bertujuan untuk mencegah
tumbuhnya bakteri dan jamur. Disarankan sebaiknya menggunakan sabun non
parfum saat mandi untuk mencegah timbulnya iritasi pada vagina. Menghindari
penggunaan cairan pembersih kewanitaan yang mengandung deodorant dan
bahan kimia terlalu berlebihan, karena hal itu dapat mengganggu pH cairan
kewanitaan dan dapat merangsang munculnya jamur atau bakteri. Menjaga kuku
tetap bersih dan pendek merupakan salah satu cara untuk mencegah keputihan.
Kuku dapat terinfeksi Candida akibat garukan pada kulit yang terinfeksi.
Candida yang tertimbun dibawah kuku tersebut dapat menular ke vagina saat
mandi atau cebok (Army, 2007) dalam (Johar et al., 2013).

18
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan
Setelah dilakukan pengkajian sampai evaluasi kasus tidak
terdapat kesenjangan antara teori dan praktik di lapangan

5.2 Saran
5.2.1 Bagi Tenaga Kesehatan
Diharapkan bidan dapat memberikan KIE yang tepat dan memberikan
intervensi yang tepat kepada klien.
5.2.2 Bagi Masyarakat
Segala keluhan yang dirasakan pada setiap wanita dan mengganggu selama
kegiatan aktivitas sehari-hari di harapkan dapat di konsulkan minimal
dengan bidan dan diharapkan masyarakat benar-benar memahami cara
personal hygiene yang tepat dan benar

19
DAFTAR PUSTAKA

Febryary,D. R., Astuti, S., &Hartinah, H. (2018). Gambaran Pengetahuan, Sikap


Dan Perilaku Remaja Putri Dalam Penanganan Keputihan Di Desa
Cilayung. JurnalSistem Kesehatan,2(1),40–46.
https://doi.org/10.24198/jsk.v2i1.10418

Johar, W. E., Rejeki, S., Khayati, N. (2013). Persepsi dan Upaya Pencegahan
Keputihan pada Remaja Putri di SMA Muhammadiyah 1 Semarang. JKMat
(Jurnal Keperawatan Maternitas), 1, 37–45.
Kementerian Kesehatan RI. (2014). Pedoman Standar Nasional Pelayanan
Kesehatan Peduli Remaja (PKPR) [Guidance of national standard of
adolescent health services] (1st ed.). https://doi.org/613.043.3.
Kursani, et all., E. (2015). Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya flour albus
(Keputihan) pada remaja putri. Jurnal Maternity, 2(1), 30–36.
Manuaba, I. (2010). Ilmu Kebidanan Penyakit Kandungan & Keluarga
Berencana Untuk Pendidikan Bidan (3rd ed.; S. P. Barus, ed.). Jakarta:
EGC.
Maulana, H. (2009). Promosi Kesehatan (1st ed.; E. K. Yudha, ed.). Jakarta: EGC.
Nadesul, H. (2009). Kiat Sehat Pranikah Menjadi Calon Ibu, Membesarkan Bayi
Nadesul, H. (2010). Cantik Cerda & Feminin kesehatan Perempuan Sepanjang
MAsa (1st ed.; J. Kustana, ed.). Jakarta: PT Kompas Media Nusantara.
Novrinta, A. D. (2011). Hubungan Antara Pengetahuan Dan Perilaku Menjaga
Kebersihan Genetalia Eksterna Dengan Kejadian Keputihan Pada Siswi
SMA Negeri 4 Semarang. Artikel Karya Tulis Ilmiah.
https://doi.org/10.1002/chem.201090025

Premasemara. (2009). Pengetahuan Dan Sikap Remaja Perempuan Mengenai


Cara Mencegah Dan Mengatasi Keputihan Di KlinikRemaja Kisara
Pada Tahun 2009. Jurnal Seksologi Indonesia.
Sondakh, J. (2013). Asuhan Kebidanan Persalinan dan Bayi Baru Lahir (16th
ed.S. dan R. A. Carolina, ed.). jakarta: Penerbit Erlangga.
Tustiyani, L. D. (2015). Program studi diploma iii kebidanan sekolah tinggi
imu kesehatan kusuma husada surakarta 2015

20

Anda mungkin juga menyukai