Anda di halaman 1dari 47

MAKALAH

“ASUHAN KEPERAWATAN KOMUNITAS


DENGAN MALARIA”

Oleh:

I GUSTI AYU INDAH MASARIDEWI


(193223060)
B12A

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN


STIKES WIRA MEDIKA PPNI BALI
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur Kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberi kekuatan dan hidayah sehingga makalah yang berjudul “ASUHAN
KEPERAWATAN KOMUNITAS DENGAN MALARIA” dapat diselesaikan
dengan baik. Makalah ini dibuat untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah
Program Studi S1 Ilmu Keperawatan Stikes Wira Medika PPNI Bali Tahun 2019.
Dalam penyusunan tugas ini banyak pihak yang telah membantu baik secara
langsung maupun tidak langsung yang tidak dapat disebutkan satu-persatu. Oleh
karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah
membantu penulis, baik yang secara langsung maupun tidak langsung.
Penulis berharap semoga tugas ini dapat bermanfaat untuk kita semua.
Penulis pun menyadari dalam pembuatan laporan ini masih banyak kekurangan
maupun kesalahan, seperti kata pepatah “ tak ada gading yang tak retak “ karena
penulis hanya manusia biasa yang masih perlu banyak belajar. Oleh karena itu,
penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk
penyusunan tugas di masa depan yang lebih baik lagi. Semoga tugas ini dapat
bermanfaat dan berguna bagi yang memerlukan.

Denpasar, 3 November 2019

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................ii
DAFTAR ISI...........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
1.1 Latar Belakang...............................................................................................1
1.3 Tujuan Penulisan............................................................................................2
BAB II TINJAUAN TEORI KONSEP KEPERAWATAN KOMUNITAS.............4
2.1 Perawatan Kesehatan Komunitas...................................................................4
2.2 Tujuan Perawatan Kesehatan Komunitas.......................................................5
2.3 Sasaran...........................................................................................................6
2.4 Peran Perawat Komunitas (Provider Of Nursing Care)................................8
2.5 Ruang Lingkup Perawatan Kesehatan Komunitas.........................................9
2.6 Kegiatan Praktik Keperawatan Komunitas..................................................11
2.7 Model Pendekatan........................................................................................12
2.8 Metode..........................................................................................................13
BAB III TINJAUAN TEORI KONSEP PENYAKIT MALARIA........................18
3.1 Definisi.........................................................................................................18
3.2 Epidemiologi................................................................................................18
3.3 Etiologi.........................................................................................................20
3.4 Klasifikasi.....................................................................................................22
3.5 Patofisiologi..................................................................................................23
3.6 Patogenesis Malaria......................................................................................25
3.7 Manifestasi Klinis........................................................................................26
3.8 Pemeriksaan Laboratorium...........................................................................30
3.9 Penatalaksanaan Malaria..............................................................................31
3.10 Pencegahan Malaria...................................................................................32
3.11 Komplikasi.................................................................................................33
3.12 Prognosis....................................................................................................34
BAB IV KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN KOMUNITAS
DENGAN MALARIA...........................................................................................35
4.1 Pengkajian Komunitas..................................................................................35

iii
4.2 Analisa Data..................................................................................................35
4.3 Diagnosa Keperawatan..................................................................................36
4.4 Prioritas Masalah..........................................................................................36
4.5 Intervensi......................................................................................................37
4.6 Implementasi................................................................................................39
4.7 Evaluasi........................................................................................................39
BAB V PENUTUP.................................................................................................40
5.1 Kesimpulan...................................................................................................40
5.2 Saran.............................................................................................................41
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................42

iv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Penyakit malaria sampai saat ini masih menjadi masalah kesehatan dengan
morbiditas dan mortalitas yang cukup tinggi. Malaria dapat ditemui hampir di
seluruh dunia yaitu pada negara yang beriklim tropis dan sub tropis. Penduduk
yang berisiko terkena malaria berjumlah sekitar 2,3 miliar atau 41% dari
penduduk dunia. Setiap tahun jumlah kasus malaria berjumlah 300-500 juta dan
mengakibatkan 1,5-2,7 juta kematian (Harijanto, 2006). Indonesia yang
merupakan negara yang beriklim tropis yang mengakibatkan resiko terhadap
penyakit malaria.
Berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) Depkes 2001, di
Indonesia setiap tahunnya terdapat sekitar 15 juta penderita malaria klinis yang
mengakibatkan 30.000 orang meninggal dunia. Pada umumnya malaria ditemukan
pada daerah-daerah terpencil dan sebagian besar penderitanya dari golongan
ekonomi lemah (Departemen Kesehatan RI, 2001). Angka kesakitan malaria sejak
4 tahun terakhir menunjukkan peningkatan. Di Jawa dan Bali dari 0.12 per 1000
penduduk pada tahun 1977 menjadi 0.52 per 1000 penduduk pada tahun 1999 dan
0.62 per 1000 penduduk pada tahun 2001 dan 0.47 kasus per 1.000 penduduk
pada tahun 2002. Di luar Jawa dan Bali dari 16.0 per 1000 penduduk pada tahun
1997 menjadi 25.0 per 1000 penduduk pada tahun 1999 dan 26.2 per 1000
penduduk tahun 2001 dan 19.65 kasus per 1.000 penduduk pada tahun 2002.
Selama tahun 1998-2000 kejadian luar biasa (KLB) malaria terjadi di 11 provinsi
meliputi 13 kabupaten di 93 desa dengan jumlah penderita hampir 20.000 orang
dengan 74 kematian (Departemen Kesehatan RI, 2006).
Malaria adalah salah satu penyakit menular yang mempengaruhi angka
kematian bayi, anak, dan ibu melahirkan, serta dapat menurunkan produktivitas
tenaga kerja. Di daerah transmigrasi dan daerah lain yang didatangi penduduk
baru daerah non-endemik sering terjadi letusan atau wabah yang menimbulkan
banyak kematian. Lebih dari setengah penduduk Indonesia masih tinggal di
daerah yang merupakan tempat terjadinya penularan malaria, sehingga berisiko

1
tertular malaria. Melihat keseriusan masalah ini, siapa pun berisiko untuk terkena
malaria, terutama anak balita, wanita hamil, dan penduduk non-immun yang
mengunjungi daerah endemik malaria, seperti pekerja migran, pengungsi,
transmigran, dan wisatawan.
Dalam menangani penderita malaria, sebagian penderita masih sering
terlambat dibawa ke unit pelayanan kesehatan seperti rumah sakit atau puskesmas,
sehingga hal ini menyebabkan penderita tidak dapat tertolong lagi. Selain itu,
upaya pengobatan penyakit ini juga dipersulit oleh tingkat ketahanan parasit
malaria terhadap obat-obatan yang diberikan (Departemen Kesehatan RI, 2006).
Upaya pemberantasan yang dilakukan saat ini adalah dengan menemukan
penderita sedini mungkin dan langsung memberi pengobatan. Beberapa upaya
dilakukan untuk menekan angka kesakitan dan kematian akibat malaria, yaitu
melalui program pemberantasan malaria yang kegiatannya antara lain meliputi
diagnosis dini, pengobatan cepat dan tepat, surveilans dan pengendalian vector
dalam upaya pemberantasan nyamuk penularan malaria baik nyamuk dewasa
melalui penyemprotan maupun pemberantasan jentik nyamuk dengan cara
memberi obat-obatan pada tempat jentik nyamuk tersebut hidup, yang
kesemuanya ditujukan untuk memutuskan rantai penularan malaria.

1.2 Rumusan Masalah


Bagaimana proses Asuhan Keperawatan Komunitas pada pasien dengan
Malaria?

1.3 Tujuan Penulisan


1.3.1 Tujuan Umum :
Mampu menerapkan asuhan keperawatan komunitas dengan masalah malaria.
1.3.2 Tujuan Khusus :
1. Mampu melakukan pengkajian terhadap komunitas dengan
kasus Malaria.
2. Mampu merumuskan diagnosa keperawatan terhadap komunitas
dengan kasus Malaria.

2
2. Mampu menyusun rencana keperawatan pada komunitas dengan
kasus Malaria.
3. Mampu melakukan tindakan keperawatan pada komunitas
dengan kasus Malaria.
4. Dapat melakukan evaluasi hasil dari tindakan keperawatan yang
di berikan kepadakomunitas dengan kasus Malaria.

3
BAB II
TINJAUAN TEORI KONSEP KEPERAWATAN KOMUNITAS

2.1 Perawatan Kesehatan Komunitas


Keperawatan komunitas perlu dikembangkan ditatanan pelayanan kesehatan
dasar yang melibatkan komunitas secara aktif, sesuai keyakinan keperawatan
komunitas. Sedangkan asumsi dasar keperawatan komunitas menurut American
Nurses Assicoation didasarkan pada asumsi:
1. Sistem pelayanan kesehatan bersifat kompleks.
2. Pelayanan kesehatan primer, sekunder dan tersier merupakan komponen
pelayanan kesehatan.
3. Keperawatan merupakan sub sistem pelayanan kesehatan, dimana hasil
pendidikan dan penelitian melandasi praktek.
4. Fokus utama adalah keperawatan primer sehingga keperawatan
komunitas perlu dikembangkan di tatanan kesehatan utama.
Keyakinan keperawatan komunitas yang mendasari praktik keperawatan
komunitas adalah:
1. Pelayanan kesehatan sebaiknya tersedia, dapat dijangkau dan dapat
diterima semua orang.
2. Penyusunan kebijakan seharusnya melibatkan penerima pelayanan
dalam hal ini komunitas.
3. Perawat sebagai pemberi pelayanan dan klien sebagai penerima
pelayanan perlu terjalin kerjasama yang baik.
4. Lingkungan dapat mempengaruhi kesehatan komunitas baik bersifat
mendukung maupun mengahambat.
5. Pencegahan penyakit dilakukan dalam upaya meningkatkan kesehatan.
6. Kesehatan merupakan tanggung jawab setiap orang.
Berdasarkan pada asumsi dasar dan keyakinan yang mendasar tersebut,
maka dapat dikembangkan falsafah keperawatan komunitas sebagai landasan
praktik keperawatan komunitas. Dalam falsafah keperawatan komunitas,
keperawatan komunitas merupakan pelayanan yang memberikan perhatian
terhadap pengaruh lingkungan (bio-psiko-sosio-kultural dan spiritual) terhadap

4
kesehatan komunitas, dan memberikan prioritas pada strategi pencegahan
penyakit dan peningkatan kesehatan.
Keperawatan komunitas sebagai salah satu bentuk pelayanan kesehatan
utama yang ditujukan pada masyarakat pada prakteknya memerlukan acuan atau
landasan teoritis untuk menyelesaikan penyimpangan dalam kebutuhan dasar
komunitas. Keperawatan dikarakteristikkan oleh 4 (empat) konsep pokok, yang
meliputi konsep manusia, kesehatan, masyarakat dan keperawatan. Paradigma
keperawatan ini menggambarkan hubungan teori-teori yang membentuk susunan
yang mengatur teori-teori itu berhubungan satu dengan yang lain sehingga
menimbulkan hal-hal yang perlu di selidiki.

2.2 Tujuan Perawatan Kesehatan Komunitas


2.2.1 Tujuan Umum
Meningkatkan kemampuan masyarakat untuk hidup sehat sehingga
tercapai derajat kesehatan yang optimal agar dapat menjalankan
fungsi kehidupan sesuai dengan kapasitas yang mereka miliki.
2.2.2 Tujuan Khusus
Untuk meningkatkan berbagai kemampuan individu, keluarga,
kelompok khusus dan msyarakat dalam hal:
1. Mengidentifikasi masalah kesehatan dan keperawatan yang
dihadapi
2. Menetapkan masalah kesehatan/keperawatan dan prioritas
masalah
3. Merumuskan berbagai alternatif pemecahan masalah
kesehatan/keperawatan
4. Menanggulangi masalah kesehatan/keperawatan yang mereka
hadapi
5. Penilaian hasil kegiatan dalam memecahkan masalah
kesehatan/keperawatan
6. Mendorong dan meningkatkan partisipasi masyarakat dalam
pelayanan kesehatan/keperawatan

5
7. Meningkatkan kemampuan dalam memelihara kesehatan secara
mandiri (self care).

2.3 Sasaran
Sasaran perawatan kesehatan komunitas adalah individu, keluarga,
kelompok dan masyarakat, baik yang sehat maupun yang sakit yang
mempunyai masalah kesehatan atau perawatan.
2.3.1 Individu
Individu adalah bagian dari anggota keluarga. Apabila individu
tersebut mempunyai masalah kesehatan/keperawatan karena
ketidakmampuan merawat diri sendiri oleh suatu hal dan sebab,
maka akan dapat mempengaruhi anggota keluarga lainnya baik
secara fisik, mental maupun sosial.
2.3.2 Keluarga
Keluarga merupakan unit terkecil dari masyarakat, terdiri atas kepala
keluarga, anggota keluarga lainnya yang berkumpul dan tinggal
dalam suatu rumah tangga karena pertalian darah dan ikatan
perkawinan atau adopsi, satu dengan lainnya saling tergantung dan
berinteraksi. Bila salah satu atau beberapa anggotat keluarga
mempunyai masalah kesehatan/keperawatan, maka akan
berpengaruh terhadap anggota keluarga lainnya dan keluarga-
keluarga yang ada disekitarnya.
2.3.3 Kelompok Khusus
Kelompok khusus adala kumpulan individu yang mempunyai
kesamaan jenis kelamin, umur, permasalahan, kegiatan yang
terorganisasi yang sangat rawan terhadap masalah kesehatan.
Termasuk diantaranya adalah:
1. Kelompok khusus dengan kebutuhan khusus sebagai akibat
perkembangan dan petumbuhannya, seperti: a. Ibu hamil
b. Bayi baru lahir
c. Balita
d. Anal usia sekolah

6
e. Usia lanjut
2. Kelompok dengan kesehatan khusus yang memerlukan
pengawasan dan bimbingan serta asuhan keperawatan,
diantaranya adalah:
a. Penderita penyakit menular, seperti: DBD, TBC, Lepra,
AIDS, penyekit kelamin lainnya.
b. Penderita dengan penyakit tak menular, seperti: penyakit
diabetes mellitus, jantung koroner, cacat fisik, gangguan
mental dan lain sebagainya.
3. Kelompok yang mempunyai resiko terserang penyakit,
diantaranya:
a. Wanita tuna susila
b. Kelompok penyalahgunaan obat dan narkoba
c. Kelompok-kelompok pekerja tertentu
d. Dan lain-lain
4. Lembaga sosial, perawatan dan rehabilitasi, diantaranya adalah:
a. Panti werdha
b. Panti asuhan
c. Pusat-pusat rehabilitasi (cacat fisik, mental dan sosial)
d. Penitipan balita
2.3.4 Masyarakat
Masyarakat adalah sekelompok manusia yang hidup dan
bekerjasama cukup lama sehingga mereka dapat mengatur diri
mereka dan menganggap diri mereka sebagai satu kesatuan sosial
dengan batas-batas yang telah ditetapkan dengan jelas. Masyarakat
merupakan kelompok individu yang saling berinteraksi, saling
tergantung dan bekerjasama untuk mencapai tujuan. Dalam
berinteraksi sesama anggota masyarakat akan muncul banyak
permasalahan, baik permasalahan sosial, kebudayaan,
perekonomian, politik maupun kesehatan khususnya.

7
2.4 Peran Perawat Komunitas (Provider Of Nursing Care)
Banyak peranan yang dapat dilakukan oleh perawat kesehatan masyarakat
diantaranya adalah:
1. Sebagai Pendidik (Health Education)
Memberikan pendidikan kesehatan kepada individu, keluarga,
kelompok dan masyarakat baik di rumah, puskesmas, dan di
masyarakat secara terorganisirdalam rangka menanamkan perilaku
sehat, sehingga terjadi perubahan perilaku seperti yang diharapkan
dalam mencapai derajat kesehatan yang optimal.
2. Sebagai Pengamat Kesehatan (Health Monitor)
Melaksanakan monitoring terhadap perubahan-perubahan yang terjadi
pada individu, keluarga, kelompok dan masyarakat yang menyangkut
masalah-masalah kesehatan dan keperawatan yang timbul serta
berdampak terhadap status kesehatan melalui kunjungan rumah,
pertemuan-pertemuan, observasi dan pengumpulan data.
3. Koordinator Pelayanan Kesehatan (Coordinator of Servises)
Mengkoordinir seluruh kegiatan upaya pelayanan kesehatan masyarakat
dan puskesmas dalam mencapai tujuan kesehatan melalui kerjasama
dengan team kesehatan lainnya sehingga tercipta keterpaduan dalam
sistem pelayanan kesehatan.
Dengan demikianpelayanan kesehatan yang diberikan merupakan suatu
kegiatan yang menyeluruh dan tidak terpisah-pisah antara satu dengan
yang lainnya.
4. Sebagai Pembaharuan (Inovator)
Perawat kesehatan masyarakat dapat berperan sebagai agen pembaharu
terhadap individu, keluarga, kelompok dan masyarakat terutama dalam
merubah perilaku dan pola hidup yang erat kaitannya dengan
peningkatan dan pemeliharaan kesehatan.
5. Pengorganisir Pelayanan Kesehatan (Organisator)
Perawat kesehatan masyarakat dapat berperan serta dalam memberikan
motivasi dalam meningkatkan keikutsertaan masyarakat individu,
keluarga, kelompok, dan masyarakat dalam setiap upaya pelayanan

8
kesehatan yang dilaksanakan oleh masyarakat misalnya: kegiatan
posyandu, dana sehat, mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan
sampai dengan tahap penilaian, sehingga ikut dalam berpartisipasi
dalam kegiatan pengembangan pengorganisasian masyarakat dalam
bidang kesehatan.
6. Sebagai Panutan (Role Model)
Perawat kesehatan masyarakat harus dapat memberikan contoh yang
baik dalam bidang kesehatan kepada individu, keluarga, kelompok dan
masyarakat tentang bagaimana tata cara hidup sehat yang dapat ditiru
dan di contoh oleh masyarakat.
7. Sebagai Tempat Bertanya (Fasilitator)
Perawat kesehatan masyarakat dapat dijadikan tempat bertanya oleh
individu, keluarga, kelompok dan masyarakat untuk memecahkan
berbagai permasalahan dalam bidang kesehatan dan keperawatan yang
dihadapi sehari-hari. Dan perawat kesehatan diharapkan dapat
membantu memberikan jalan keluar dalam mengatasi masalah
kesehatan dan keperawatan yang mereka hadapi.
8. Sebagai Pengelola (Manager)
Perawat kesehatan masyarakat diharapkan dapat mengelola berbagai
kegiatan pelayanan kesehatan puskesmas dan masyarakat sesuai dengan
beban tugas dan tanggung jawab yang dibebankan kepadanya.

2.5 Ruang Lingkup Perawatan Kesehatan Komunitas


Ruang lingkup praktik keperawatan masyarakat meliputi: upaya-upaya
peningkatan kesehatan (promotif), pencegahan (preventif), pemeliharaan
kesehatan dan pengobatan (kuratif), pemulihan kesehatan (rehabilitatif) dan
mengembalikan serta memfungsikan kembali baik individu, keluarga, kelompok
dan masyarakat ke lingkungan sosial dan masyarakatnya
(resosialisasi).
Dalam memberikan asuhan keperawatan komunitas, kegiatan yang
ditekankan adalah upaya preventif dan promotif dengan tidak mengabaikan upaya
kuratif, rehabilitatif dan resosialitatif.

9
2.5.1 Upaya Promotif
Upaya promotif dilakukan untuk meningkatkan kesehatan individu,
keluarga, kelompok dan masyarakat dengan jalan memberikan:
1. Penyuluhan kesehatan masyarakat
2. Peningkatan gizi
3. Pemeliharaan kesehatan perseorangan
4. Pemeliharaan kesehatan lingkungan
5. Olahraga secara teratur
6. Rekreasi
7. Pendidikan seks.
2.5.2 Upaya Preventif
Upaya preventif ditujukan untuk mencegah terjadinya penyakit dan
gangguan terhadap kesehatan terhadap individu, keluarga, kelompok
dan masyarakat melalui kegiatan:
1. Imunisasi massal terhadap bayi, balita serta ibu hamil
2. Pemeriksaan kesehatan secara berkala melalui Posyandu,
Puskesmas maupun kunjungan rumah
3. Pemberian vitamin A dan yodium melalui Posyandu, Puskesmas
ataupun di rumah
4. Pemeriksaan dan pemeliharaan kehamilan, nifas dan meyusui
2.5.3 Upaya Kuratif
Upaya kuratif ditujukan untuk merawat dan mengobati anggota-
anggota keluarga, kelompok dan masyarakat yang menderita
penyakit atau masalah kesehatan, melalui kegiatan:
1. Perawatan orang sakit di rumah (home nursing)
2. Perawatan orang sakit sebagai tindak lanjut perawatan dari
Puskesmas dan rumah sakit.
3. Perawatan ibu hamil dengan kondisi patologis di rumah, ibu
bersalin dan nifas.
4. Perawatan payudara
5. Perawatan tali pusat bayi baru lahir

1
2.5.4 Upaya Rehabilitatif
Upaya rehabilitatif merupakan upaya pemulihan kesehatan bagi
penderita-penderita yang dirawat di rumah, maupun terhadap
kelompok-kelompok tertentu yang menderita penyakit yang sama,
misalnya Kusta, TBC, cacat fisik dan lainnya, dilakukan melalui
kegiatan:
1. Latihan fisik, baik yang mengalami gangguan fisik seperti
penderita Kusta, patah tulang mapun kelainan bawaan
2. Latihan-latihan fisik tertentu bagi penderita-penderita penyakit
tertentu, misalnya TBC, latihan nafas dan batuk, penderita
stroke: fisioterapi manual yang mungkin dilakukan oleh perawat
2.5.5 Upaya Resosialitatif
Upaya resosialitatif adala upaya mengembalikan individu, keluarga
dan kelompok khusus ke dalam pergaulan masyarakat, diantaranya
adalah kelompok-kelompok yang diasingkan oleh masyarakat karena
menderita suatu penyakit, misalnya Malaria, AIDS.

2.6 Kegiatan Praktik Keperawatan Komunitas


Kegiatan praktik keperawatan komunitas yang dilakukan perawat
mempunyai lahan yang luas dan tetap menyesuaikan dengan tingkat pelayanan
kesehatan wilayah kerja perawat, tetapi secara umum kegiatan praktik
keperawatan komunitas adalah sebagai berikut:
1. Memberikan asuhan keperawatan langsung kepada individu, keluarga,
kelompok khusus baik di rumah (home nursing), di sekolah (school
health nursing), di perusahaan, di Posyandu, di Polindes dan di daerah
binaan kesehatan masyarakat.
2. Penyuluhan/pendidikan kesehatan masyarakat dalam rangka merubah
perilaku individu, keluarga, kelompok dan masyarakat.
3. Konsultasi dan pemecahan masalah kesehatan yang dihadapi
4. Bimbingan dan pembinaan sesuai dengan masalah yang mereka hadapi
5. Melaksanakan rujukan terhadap kasus-kasus yang memerlukan
penanganan lebih lanjut

1
6. Penemuan kasus pada tingakat individu, keluarga, kelompok dan
amsyarakat
7. Sebagai penghubung antara masyarakat dengan unit pelayanan
kesehatan
8. Melaksanakan asuhan keperawatan komuniti, melalui pengenalan
masalah kesehatan masyarakat, perencanaan kesehtan, pelaksanaan dan
penilaian kegiatan dengan menggunakan proses keperawatan sebagai
suatu usaha pendekatan ilmiah keperawatan.
9. Mengadakan koordinasi di berbagai kegiatan asuhan keperawatan
komuniti
10. Mengadakan kerjasama lintas program dan lintas sektoral dengan
instansi terkait.
11. Memberikan ketauladanan yang dapat dijadikan panutan oleh individu,
keluarga, kelompok dan masyarakat yang berkaitan dengan
keperawatan dan kesehatan.

2.7 Model Pendekatan


Pendekatan yang digunakan perawat dalam memecahkan masalah kesehatan
masyarakat yang ditujukan kepada individu, keluarga, kelompok dan masyarakat
secara keseluruhan adalah pendekatan pemecahan masalah (problem solving
approach) yang dituangkan dalam proses keperawatan dengan memanfaatkan
pendekatan epidemiologi yang dikatkan dengan upaya kesehatan dasar (PHC).
Pendekatan pemecahan masalah dimaksudkan bahwa setiap masalah
kesehatan yang dihadapi individu, keluarga, kelompok dan masyakrakat akan
dapat diatsi oleh perawat melalui keterampilan melaksanakan intervensi
keperawatan sebagai bidang keahliannya dalam melaksanakan profesinya sebagai
perawat kesehatan masyarakat.
Bila kegiatan perawatan komunitas dan keluarga menggunakan pendekatan
terhadapat keluarga binaan disebut dengan family approach, maka bila
pembinaann keluarga berdasarkan atas seleksi kasus yang datang ke Puskesmas
yang dinilai memerlukan tindak lanjut disebut dengan case approach, sedangkan
bila pendekatan yang digunakan adalah pendekatan pendekatan yang dilakukan

1
terhadap masyarakat daerah binaan melalui survei mawas diri dengan melibatkan
partisipasi masyarakat disebut community approach.

2.8 Metode
Dalam melaksanakan asuhan keperawatan kesehatan masyarakat, metode
yang digunakan adalah proses keperawatan sebagai suatu pendekatan ilmiah di
dalam bidang keperawatan, melalui tahap-tahap sebagai berikut:
2.8.1 Pengkajian
Kegiatan-kegiatan yang dilakukan perawat kesehatan masyarakat
dalam mengkaji masalah kesehatan baik di tingkat individu,
keluarga, kelompok dan masyarakat adalah:
1) Pengumpulan Data
Kegiatan ini dilakukan untuk mengidentifikasi masalah
kesehatan yang dihadapi individu, keluarga, kelompok khusus
dan masyarakat melalui wawancara, observasi, studi
dokumentasi dengan menggunakan instrumen pengumpulan data
dalam menghimpun informasi.
Pengkajian yang diperlukan adalah inti komunitas beserta
faktor lingkungannya. Elemen pengkajian komunitas menurut
Anderson dan MC. Forlane (1958) terdiri dari inti komunitas,
yaitu meliputi demografi; populasi; nilai-nilai keyakinan dan
riwayat individu termasuk riwayat kesehatan. Sedangkan faktor
lingkungan adalah lingkungan fisik; pendidikan; keamanan dan
transportasi; politik dan pemerintahan; pelayanan kesehatan dan
sosial; komunikasi; ekonomi dan rekreasi.
Hal diatas perlu dikaji untuk menetapkan tindakan yang
sesuai dan efektif dalam langkah-langkah selanjutnya.

1
2) Analisa Data
Analisa data dilaksanakan berdasarkan data yang telah
diperoleh dan disusun dalam suatu format yang sistematis.
Dalam menganalisa data memerlukan pemikiran yang kritis.
Data yang terkumpul kemudian dianalisa seberapa besar
faktor stressor yang mengancam dan seberapa berat reaksi yang
timbul di komunitas. Selanjutnya dirumuskan maslah atau
diagnosa keperawatan. Masalah tersebut terdiri dari:
a. Masalah sehat sakit
b. Karakteristik populasi
c. Karakteristik lingkungan
3) Perumusan Masalah dan Diagnosa Keperawatan/Kesehatan
Kegiatan ini dilakukan diberbagai tingkat sesuai dengan
urutan prioritasnya. Diagnosa keperawtan yang dirumuskan
dapat aktual, ancaman resiko atau wellness.
Dasar penentuan masalah keperawatan kesehatan
masyarakat antara lain:
a. Masalah yang ditetapkan dari data umum
b. Masalah yang dianalisa dari hasil kessenjangan pelayanan
kesehatan.
Menetapkan skala prioritas dilakukan untuk enentukan
tindakan yang lebih dahulu ditanggulangi karena dianggap dapat
mengancam kehidupan masyarakat secara keseluruhan dengan
mempertimbangkan:
a. Masalah spesifik yang mempengaruhi kesehatan masyarakat.
b. Kebijaksanaan nasional dan wilayah setempat.
c. Kemampuan dan sumber daya masyarakat.
d. Keterlibatan, partisipasi dan peran serta masyarakat.

1
Kriteria skala prioritas:
a. Perhatian masyarakat, meliputi: pengetahuan, sikap,
keterlibatan emosi masyarakat terhadap masalah kesehatan
yang dihadapi dan urgensinya untuk segera ditanggulangi.
b. Prevalensi menunjukkan jumlah kasus yang ditemukan pada
suatu kurun waktu tertentu
c. Besarnya masalah adalah seberapa jauh masalah tersebut
dapat menimbulkan gangguan terhadap kesehatan
masyarakat.
d. Kemungkinan masalah untuk dapat dikelola dengan
mempertimbangkan berbagai alternatif dalam cara-cara
pengelolaan masalah yang menyangkut biaya, sumber daya,
srana yang tersedia dan kesulitan yang mungkin timbul.
2.8.2 Perencanaan
Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini adalah:
1. Menetapkan tujuan dan sasaran pelayanan
2. Menetapkan rencana kegiatan untuk mengatasi masalah
kesehatan dan keperawatan
3. Menetapkan kriteria keberhasilan dari rencana tindakan yang
akan dilakukan.
2.8.3 Pelaksanaan
Pada tahap ini rencana yang telah disusun dilaksanakan dengan
melibatkan individu, keluarga, kelompok dan masyarakat
sepenuhnya dalam mengatasi masalah kesehatan dan keperawatan
yang dihadapi. Hal-hal yang perlu dipertimbangkan dalam
pelaksanaan kegiatan perawatan kesehatan masyarakat adalah:
1. Melaksanakan kerjasama lintas program dan lintas sektoral
dengan instansi terkait
2. Mengikutsertakan partisipasi aktif individu, keluarga, kelompok
dan masyarakat dalam mengatasi masalah kesehatannya
3. Memanfaatkan potensi dan sumber daya yang ada di masyarakat

1
Level pencegahan dalam pelaksanaan praktik keperawatan
komunitas terdiri atas:
a. Pencegahan Primer
Pencegahan yang terjadi sebelum sakit atau ketidak fungsinya
dan diaplikasikannya ke dalam populasi sehat pada umumnya
dan perlindungan khusus terhadap penyakit.
b. Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder menekankan diagnosa diri dan intervensi
yang tepat untuk menghambat proses patologis, sehingga
memprependek waktu sakit dan tingkat keparahan.
c. Pencegahan Tersier
Pencegahan tersier dimulai pad saat cacat atau terjadi
ketidakmampuan sambil stabil atau menetap atau tidak dapat
diperbaiki sama sekali. Rehabilitasi sebagai pencegahan primer
lebih dari upaya menghambat proses penyakit sendiri, yaitu
mengembalikan individu kepada tingkat berfungsi yang optimal
dari ketidakmampuannya.
2.8.4 Penilaian/Evaluasi
Evaluasi dilakukan atas respon komunitas terhadap program
kesehatan. Halhal yang perlu dievaluasi adalah masukan (input),
pelaksanaan (proses) dan hasil akhir (output).
Penilaian yang dilakukan berkaitan dengan tujuan yang akan
dicapai, sesuai dengan perencanaan yang telah disusun semula. Ada
4 dimensi yang harus dipertimbangkan dalam melaksanakan
penilaian, yaitu:
1. Daya guna
2. Hasil guna
3. Kelayakan
4. Kecukupan
Fokus evaluasi adalah:
1. Relevansi atau hubungan antara kenyataan yang ada dengan
pelaksanaan

1
2. Perkembangan atau kemajuan proses
3. Efisiensi biaya
4. Efektifitas kerja
5. Dampak: apakah status kesehatan meningkat/menurun, dalam
rangka waktu berapa?
Tujuan akhir perawatan komunitas adalah kemandirian keluarga
yang terkait dengan lima tugas kesehatan, yaitu: mengenal masalah
kesehatan, mengambil keputusan tindakan kesehatan, merawat
anggota keluarga, menciptakan lingkungan yang dapat mendukung
upaya peningkatan kesehatan keluarga serta memanfaatkan fasilitas
pelayanan kesehatan yang tersedia, sedangkan pendekatan yang
digunakan adalah pemecahan masalah keperawatan yaitu melalui
proses keperawatan.

1
BAB III
TINJAUAN TEORI KONSEP PENYAKIT MALARIA

3.1 Definisi
Malaria adalah penyakit infeksi akut atau kronis yang disebabkan oleh
protozoa genus Plasmodium, ditandai dengan gejala demam rekuren, anemia dan
hepatosplenomegali. Penyakit malaria dapat menyerang secara berulang-ulang
dan dapat menyebabkan kematian (Soedarmo, 2010). Sedangkan meurut ahli lain
malaria merupakan suatu penyakit infeksi akut maupun kronik yang disebakan
oleh infeksi Plasmodium yang menyerang eritrosit dan ditandai dengan
ditemukannya bentuk aseksual dalam darah, dengan gejala demam, menggigil,
anemia, dan pembesaran limpa (Harijanto, 2006).

3.2 Epidemiologi
Malaria ditemukan di daerah-daerah mulai 600 utara sampai dengan 320
selatan; dari daerah dengan ketinggian 2.666 m (Bolivia), sampai dengan
daerah yang letaknya 433 m di bawah permukaan laut (Dead sea) (Husada,
2006).

Gambar 1. Peta Daerah Endemi Malaria

1
Daerah yang sejak semula bebas malaria adalah daerah Pasifik Tengah dan
Selatan (Hawaii dan Selandia Baru). Di daerah-daerah tersebut, daur hidup parasit
malaria tidak dapat berlangsung karena tidak adanya vektor yang sesuai (Husada,
2006).

Gambar 2. Peta Indonesia dengan Daerah Endemis Malaria


(Current Malaria Situation in Indonesia & ACT Malaria Activities. 2008.
Directorate of Vector Borne Disease Control Ministry of Health Indonesia)
Di Indonesia malaria ditemukan tersebar luas pada semua pulau dengan
derajat dan berat infeksi yang bervariasi. Malaria di suatu daerah dapat ditemukan
secara autokton, impor, induksi, introduksi atau reintroduksi (Husada, 2006).
Di daerah yang autokton, siklus hidup malaria dapat berlangsung karena
adanya manusia yang rentan (suspeptibel), nyamuk yang dapat menjadi vector dan
parasitnya. Keadaan malaria di daerah endemik tidak sama. Derajat endemisitas
dapat diukur dengan berbagai cara seperti angka limpa (spleen rate), angka parasit
(parasit rate), yang disebut malariometri (Husada, 2006).
Pada dasarnya setiap orang dapat terkena malaria. Perbedaan prevalensi
menurut umur dan jenis kelamin lebih berkaitan dengan perbedaan derajat
kekebalan karena variasi keterpaparan gigitan nyamuk (Nugroho, 2000; Harijanto,
2006).

1
Beberapa faktor yang mempengaruhi seseorang dapat terinfeksi malaria
adalah (Nugroho, 2000; Gunawan, 2000):
1. Ras atau suku bangsa
Prevalensi Hemoglobin S (HbS) pada penduduk Afrika cukup tinggi
sehingga lebih tahan terhadap infeksi P.falciparum karena HbS
menghambat perkembangbiakan
P.falciparum. 5
2. Kurangnya enzim tertentu.
Kurangnya enzim Glukosa 6 Phospat Dehidrogenase (G6PD)
memberikan perlindungan terhadap infeksi P.falciparum yang berat.
Defisiensi enzim G6PD ini merupakan penyakit genetik dengan
manifestasi utama pada wanita.
3. Kekebalan pada malaria terjadi apabila tubuh mampu menghancurkan
Plasmodium yang masuk atau menghalangi perkembangbiakannya.

Sejak tahun 1973 ditemukan pertamakali adanya kasus resistensi P.


falciparum terhadap klorokuin di Kalimantan Timur Sejak itu kasus resistensi
terhadap klorokuin yang dilaporkan semakin meluas Tahun 1990, dilaporkan telah
terjadi resistensi parasit P. falciparum terhadap klorokuin dan seluruh provinsi di
Indonesia. Selain itu, dilaporkan juga adanya kasus resistensi plasmodium
terhadap Sulfadoksin-Pirimethamin (SP) dibeberapa tempat di Indonesia. Keadaan
seperti ini dapat meningkatkan morbiditas dan mortalitas akibat penyakit malaria.
Oleh sebab itu, upaya untuk menanggulangi masalah resistensi tersebut (multiple
drugs resistance), maka pemerintah telah merekomendasikan obat pilihan
pengganti klorokuin dan SP terhadap P. falciparum dengan terapi kombinasi
artemisinin (artemisinin combination therapy).

3.3 Etiologi
Malaria disebabkan parasit malaria, suatu protozoa darah yang termasuk
dalam phyllum Apicomplexa, kelas Sporozoa, subkelas Coccidiida, ordo
Eucoccidides, subordo Haemosporidiidea, famili Plasmodiidae, genus
Plasmodium (Nugroho, 2000).

2
Plasmodium merupakan protozoa obligat intraseluler. Pada manusia terdapat
empat spesies yaitu Plasmodium vivax, Plasmodium falciparum, Plasmodium
malariae dan Plasmodium ovale.
Penularan manusia dapat dilakukan oleh nyamuk betina dari tribus anopheles.
Selain itu juga dapat ditularkan secara langsung melalui transfusi darah atau jarum
suntik yang tercemar serta ibu hamil kepada bayinya (Rampengan, 2000).
P. vivax menyebabkan malaria tertiana, P.malaria merupakan penyebab
malaria kuartana. P.ovale menyebabkan malaria ovale, sedangkan P.falciparum
menyebabkan malaria tropika. Spesies terkhir ini paling berbahaya karena malaria
yang ditimbulkan dapat menjadi berat. Hal ini disebabkan dalam waktu singkat
dapat menyerang eritrosit dalam jumlah besar, sehingga menimbulkan berbagai
komplikasi di dalam organ-organ tubuh (Departemen Kesehatan RI, 2006;
Nugroho, 2000).
Menurut Harijanto (2000) malaria pada manusia hanya dapat ditularkan oleh
nyamuk betina Anopheles. Lebih dari 400 spesies Anopheles di dunia, hanya
sekitar 67 yang terbukti mengandung sporozoit dan dapat menularkan malaria. Di
Indonesia telah ditemukan 24 spesies Anopheles yang menjadi vektor malaria.
Sarang nyamuk Anopheles bervariasi, ada yang di air tawar, air payau dan ada
pula yang bersarang pada genangan air pada cabang-cabang pohon yang besar.
Karakteristik nyamuk Anopeles adalah sebagai berikut :
a. Hidup di daerah tropis dan sub tropis, ditemukan hidup di dataran rendah
b. Menggigit antara waktu senja (malam hari) dan subuh hari
c. Biasanya tinggal di dalam rumah, di luar rumah, dan senang mengigit
manusia
(menghisap darah)
d. Jarak terbangnya tidak lebih dari 2-3 km
e. Pada saat menggigit bagian belakangnya mengarah ke atas dengan sudut
48 derajat
f. Daur hidupnya memerlukan waktu ± 1 minggu
g. Lebih senang hidup di daerah rawa.

2
3.4 Klasifikasi
Menurut Arif Mansjoer, dkk (2001) pembagian jenis-jenis malaria
berdasarkan jenis plasmodiumnya antara lain sebagai berikut :
1. Malaria Tropika (Plasmodium Falcifarum)
Malaria tropika/ falciparum malaria tropika merupakan bentuk yang paling
berat, ditandai dengan panas yang ireguler, anemia, splenomegali, parasitemia
yang banyak dan sering terjadi komplikasi. Masa inkubasi 9-14 hari. Malaria
tropika menyerang semua bentuk eritrosit. Disebabkan oleh Plasmodium
falciparum. Plasmodium ini berupa Ring/ cincin kecil yang berdiameter 1/3
diameter eritrosit normal dan merupakan satu-satunya spesies yang memiliki 2
kromatin inti (DoubleChromatin).
Klasifikasi penyebaran Malaria Tropika:
Plasmodium Falcifarum menyerang sel darah merah seumur hidup. Infeksi
Plasmodium Falcifarum sering kali menyebabkan sel darah merah yang
mengandung parasit menghasilkan banyak tonjolan untuk melekat pada lapisan
endotel dinding kapiler dengan akibat obstruksi trombosis dan iskemik lokal.
Infeksi ini sering kali lebih berat dari infeksi lainnya dengan angka komplikasi
tinggi (Malaria Serebral, gangguan gastrointestinal, Algid Malaria, dan Black
Water Fever).
2. Malaria Kwartana (Plasmoduim Malariae)
Plasmodium Malariae mempunyai tropozoit yang serupa dengan
Plasmoduim vivax, lebih kecil dan sitoplasmanya lebih kompak/lebih biru.
Tropozoit matur mempunyai granula coklat tua sampai hitam dan kadang-kadang
mengumpul sampai membentuk pita. Skizon Plasmodium malariae mempunyai 8-
10 merozoit yang tersusun seperti kelopak bunga/rossete. Bentuk gametosit sangat
mirip dengan Plasmodium vivax tetapi lebih kecil.
Ciri-ciri demam tiga hari sekali setelah puncak 48 jam. Gejala lain nyeri
pada kepala dan punggung, mual, pembesaran limpa, dan malaise umum.
Komplikasi yang jarang terjadi namun dapat terjadi seperti sindrom nefrotik dan
komplikasi terhadap ginjal lainnya. Pada pemeriksaan akan di temukan edema,
asites, proteinuria, hipoproteinemia, tanpa uremia dan hipertensi.

2
3. Malaria Ovale (Plasmodium Ovale)
Malaria Tersiana (Plasmodium Ovale) bentuknya mirip Plasmodium
malariae, skizonnya hanya mempunyai 8 merozoit dengan masa pigmen hitam di
tengah. Karakteristik yang dapat di pakai untuk identifikasi adalah bentuk eritrosit
yang terinfeksi Plasmodium Ovale biasanya oval atau ireguler dan fibriated.
Malaria ovale merupakan bentuk yang paling ringan dari semua malaria
disebabkan oleh Plasmodium ovale. Masa inkubasi 11-16 hari, walau pun periode
laten sampai 4 tahun. Serangan paroksismal 3-4 hari dan jarang terjadi lebih dari
10 kali walau pun tanpa terapi dan terjadi pada malam hari.
4. Malaria Tersiana (Plasmodium Vivax)
Malaria Tersiana (Plasmodium Vivax) biasanya menginfeksi eritrosit muda
yang diameternya lebih besar dari eritrosit normal. Bentuknya mirip dengan
plasmodium Falcifarum, namun seiring dengan maturasi, tropozoit vivax berubah
menjadi amoeboid. Terdiri dari 12-24 merozoit ovale dan pigmen kuning tengguli.
Gametosit berbentuk oval hampir memenuhi seluruh eritrosit, kromatinin
eksentris, pigmen kuning. Gejala malaria jenis ini secara periodik 48 jam dengan
gejala klasik trias malaria dan mengakibatkan demam berkala 4 hari sekali dengan
puncak demam setiap 72 jam. Dari semua jenis malaria dan jenis plasmodium
yang menyerang system tubuh, malaria tropika merupakan malaria yang paling
berat di tandai dengan panas yang ireguler, anemia, splenomegali, parasitemis
yang banyak, dan sering terjadinya komplikasi.

3.5 Patofisiologi
Parasit malaria memerlukan dua hospes untuk siklus hidupnya, yaitu
manusia dan nyamuk anopheles betina (Nugroho, 2000).
2.1 Siklus Pada Manusia (fase aseksual)
Pada waktu nyamuk anopheles infektif mengisap darah manusia,
sporozoit yang berada dalam kelenjar liur nyamuk akan masuk ke dsalam
peredaran darah selama kurang lebih 30 menit. Setelah itu sporozoit akan
masuk ke dalam sel hati dan menjadi tropozoit hati. Kemudian berkembang
menjadi skizon hati yang terdiri dari 10.000 sampai 30.000 merozoit hati.
Siklus ini disebut siklus eksoeritrositer yang berlangsung selama kurang

2
lebih 2 minggu. Pada P. vivax dan P. ovale, sebagian tropozoit hati tidak
langsung berkembang menjadi skizon, tetapi ada yang memjadi bentuk
dorman yang disebut hipnozoit. Hipnozoit tersebut dapat tinggal di dalam
sel hati selama berbulan-bulan sampai bertahun-tahun. Pada suatu saat bila
imunitas tubuh menurun, akan menjadi aktif sehingga dapat menimbulkan
relaps (kambuh).
Merozoit yang berasal dari skizon hati yang pecah akan masuk ke
dalam peredaran darah dan menginfeksi sela darah merah. Di dalam sel
darah merah, parasit tersebut berkembang dari stadium tropozoit sampai
skizon (8-30 merozoit). Proses perkembangan aseksual ini disebut
skizogoni. Selanjutnya eritrosit yang terinfeksi skizon) pecah dan merozoit
yang keluar akan menginfeksi sel darah merah lainnya. Siklus inilah yang
disebut dengan siklus eritrositer. Setelah 2-3 siklus skizogoni darah,
sebagian merozoit yang meninfeksi sel darah merah dan membentuk
stadium seksual yaitu gametosit jantan dan betina (Nugroho, 2000).
2.2 Siklus Pada Nyamuk Anopheles Betina (fase seksual)
Apabila nyamuk Anopheles betina menghisap darah yang mengandung
gametosit, di dalam tubuh nyamuk, gamet jantan dan gamet betina
melakukan pembuahan menjadi zigot. Zigot ini akan berkembang menjadi
ookinet kemudian menembus dinding lambung nyamuk. Di luar dinding
lambung nyamuk ookinet akan menjadi ookista dan selanjutnya menjadi
sporozoit yang nantinya akan bersifat infektif dan siap ditularkan ke
manusia.
Masa inkubasi atau rentang waktu yang diperlukan mulai dari sporozoit
masuk ke tubuh manusia sampai timbulnya gejala klinis yang ditandai
dengan demam bervariasi, tergantung dari spesies Plasmodium. Sedangkan
masa prepaten atau rentang waktu mulai dari sporozoit masuk sampai parasit
dapat dideteksi dalam darah dengan pemeriksaan mikroskopik (Nugroho,
2000).

2
3.6 Patogenesis Malaria
Patogenesis malaria akibat dari interaksi kompleks antara parasit, inang dan
lingkungan. Patogenesis lebih ditekankan pada terjadinya peningkatan
permeabilitas pembuluh darah daripada koagulasi intravaskuler. Oleh karena
skizogoni menyebabkan kerusakan eritrosit maka akan terjadi anemia. Beratnya
anemia tidak sebanding dengan parasitemia menunjukkan adanya kelainan
eritrosit selain yang mengandung parasit. Hal ini diduga akibat adanya toksin
malaria yang menyebabkan gangguan fungsi eritrosit dan sebagian eritrosit pecah
melalui limpa sehingga parasit keluar. Faktor lain yang menyebabkan terjadinya
anemia mungkin karena terbentuknya antibodi terhadap eritrosit (Rampengan,
2000).
Limpa mengalami pembesaran dan pembendungan serta pigmentasi
sehingga mudah pecah. Dalam limpa dijumpai banyak parasit dalam makrofag
dan sering terjadi fagositosis dari eritrosit yang terinfeksi maupun yang tidak
terinfeksi. Pada malaria kronis terjadi hiperplasia dari retikulosit diserta
peningkatan makrofag (Rampengan, 2000).
Pada malaria berat mekanisme patogenesisnya berkaitan dengan invasi
merozoit ke dalam eritrosit sehingga menyebabkan eritrosit yang mengandung
parasit mengalami perubahan struktur dan biomolekular sel untuk
mempertahankan kehidupan parasit. Perubahan tersebut meliputi mekanisme,
diantaranya transport membran sel, sitoadherensi, sekuestrasi dan resetting
(Harijanto, 2000).
Sitoadherensi merupakan peristiwa perlekatan eritrosit yang telah terinfeksi
P. falciparum pada reseptor di bagian endotelium venule dan kapiler. Selain itu
eritrosit juga dapat melekat pada eritrosit yang tidak terinfeksi sehingga terbentuk
roset (Harijanto, 2006).
Resetting adalah suatu fenomena perlekatan antara sebuah eritrosit yang
mengandung merozoit matang yang diselubungi oleh sekitar 10 atau lebih eritrosit
non parasit, sehingga berbentuk seperti bunga. Salah satu faktor yang
mempengaruhi terjadinya resetting adalah golongan darah dimana terdapatnya
antigen golongan darah A dan B yang bertindak sebagai reseptor pada permukaan
eritrosit yang tidak terinfeksi (Harijanto, 2000).

2
Menurut pendapat ahli lain, patogenesis malaria adalah multifaktorial dan
berhubungan dengan hal-hal sebagai berikut:
1. Penghancuran eritrosit
Fagositosis tidak hanya pada eritrosit yang mengandung parasit tetapi
juga terhadap eritrosit yang tidak mengandung parasit sehingga
menimbulkan anemia dan hipoksemia jaringan. Pada hemolisis
intravascular yang berat dapat terjadi hemoglobinuria (black white fever)
dan dapat menyebabkan gagal ginjal (Pribadi, 2000).
2. Mediator endotoksin-makrofag
Pada saat skizogoni, eritrosit yang mengandung parasit memicu
makrofag yang sensitif endotoksin untuk melepaskan berbagai mediator.
Endotoksin mungkin berasal dari saluran cerna dan parasit malaria
sendiri dapat melepaskan faktor nekrosis tumor (TNF) yang merupakan
suatu monokin, ditemukan dalam peredaran darah manusia dan hewan
yang terinfeksi parasit malaria. TNF dan sitokin dapat menimbulkan
demam, hipoglikemia, dan sndrom penyakit pernapasan pada orang
dewasa (Pribadi, 2000).
3. Sekuestrasi eritrosit yang terluka
Eritrosit yang terinfeksi oleh Plasmodium dapat membentuk tonjolan-
tonjolan (knobs) pada permukaannya. Tonjolan tersebut mengandung
antigen dan bereaksi dengan antibodi malaria dan berhubungan dengan
afinitas eritrosit yang mengandung parasit terhadap endothelium kapiler
alat dalam, sehingga skizogoni berlangsung di sirkulasi alat dalam.
Eritrosit yang terinfeksi menempel pada endothelium dan membentuk
gumpalan yang mengandung kapiler yang bocor dan menimbulkan
anoksia dan edema jaringan (Pribadi, 2000).

3.7 Manifestasi Klinis


Manifestasi klinis penderita malaria sangat beragam, dari yang tanpa gejala
sampai dengan yang berat. Di daerah endemi malaria, manifestasi klinis tersebut
sudah sangat dikenal oleh tenaga kehatan bahkan penderita dapat mendiagnosis
penyakitnya sendiri. Pada daerah non endemis diperlukan pengalaman untuk

2
mengarah ke diagnosis malaria. Banyak faktor yang mempengaruhi manifestasi
klinis tersebut, antara lain:
1. Status kekebalan yang biasanya berhubungan dengan tingkat endemisitas
tempat tinggalnya.
2. Beratnya infeksi (kepadatan parasit).
3. Jenis dan strain Plasmodium.
4. Status gizi.
5. Sudah minum obat anti malaria.
6. Keadaan lain penderita (bayi, hamil, orang tua, menderita sakit lain).
7. Faktor genetik (HbF, defisiensi G6PD, ovalositosis, dan lain-lain)
Biasanya penderita yang tinggal atau berasal dari daerah endemis telah
mempunyai kekebalan terhadap malaria sehingga manifestasi klinisnya lebih
ringan dibandingkan penderita yang tidak kebal. Oleh sebab itu malaria berat
sering didapatkan pada penderita tidak kebal bahkan dapat berakibat fatal. Secara
umum, bila kepadatan parasit tinggi, biasanya risiko menjadi malaria berat lebih
besar. Walaupun demikian tidak jarang didapatkan penderita malaria berat dengan
kepadatan parasit rendah dan sebaliknya (Hadisaputro, 1991; Tjitra, 2000).
Hal ini dapat terjadi karena manifestasi klinis malaria dipengaruhi oleh
banyak faktor. Malaria berat umumnya disebabkan oleh P. falciparum. Di
samping itu malaria falsiparum merupakan jenis malaria yang telah dilaporkan
resisten terhadap klorokuin maupun multidrug (Tjitra, 2000). Di Irian dikenal P.
vivax Chesson strain yang lebih sulit dapat disembuhkan. Status gizi sangat
mempengaruhi kekebalan tubuh terhadap infeksi terutama pada anak-anak,
sehingga tak mengherankan malaria pada anak kurang gizi sering berkembang
menjadi berat.
Manifestasi klinis penderita yang sudah minum obat anti-malaria atau
minum profilaksis biasanya dapat lebih ringan atau menjadi tidak jelas. Pada
penderita dengan defisiensi G6PD dapat disertai dengan hemoglobinuria. Anak-
anak, ibu hamil dan orang tua, biasanya lebih rentan terhadap infeksi. Malaria
pada kehamilan dapat menyebabkan abortus, kematian janin, bayi lahir mati, berat
badan lahir rendah, malaria kongenital, partus sulit, anemia, gangguan fungsi

2
ginjal dan hipoglikemia. Infeksi malaria lebih sulit terjadi pada penderita dengan
HbF, defisiensi G6PD, dan ovalositosis.
Manifestasi umum malaria (Harijanto, 2006):
1. Masa inkubasi
Biasanya berlangsung 8-37 hari tergantung pada spesies parasit
(terpendek untuk P. falciparum dan terpanjang untuk P. malariae),
beratnya infeksi dan pada pengobatan sebelumnya atau pada derajat
resistensi hospes.
2. Keluhan prodromal
Keluhan prodromal dapat terjadi sebelum terjadinya demam, berupa:
kelesuan, malaise, sakit kepala, sakit tulang belakang, nyeri pada tulang
atau otot, anoreksia, perut tidak enak, diare ringan dan kadang-kadang
merasa dingin di punggung. Keluhan prodromal sering terjadi pada P.
vivax dan P. ovale, sedangkan P. falciparum dan P.
malariae keluhan prodromal tidak jelas bahkan gejala dapat mendadak.
3. Gejala-gejala umum
Gejala klasik yaitu terjadinya trias malaria (malaria proxysm)
secara berurutan: a. Periode dingin
Mulai menggigil, kulit dingin dan kering, penderita sering
membungkus dirinya dengan selimut atau sarung pada saat
menggigil, sering seluruh badan gemetar dan gigi-gigi saling
terantuk, pucat sampai sianosis seperti orang kedinginan. Periode
ini berlangsung antara 15 menit sampai 1 jam diikuti dengan
meningkatnya temperatur.
b. Periode panas
Muka penderita terlihat merah, kulit panas dan kering, nadi cepat
dan panas badan tetap tinggi dapat sampai 40°C atau lebih,
penderita membuka selimutnya, respirasi meningkat, nyeri kepala,
nyeri retroorbital, muntah-muntah, dapat terjadi syok (tekanan
darah turun), kesadaran delirium sampai terjadi kejang (anak).
Periode ini lebih lama dari fase dingin, dapat sampai 2 jam atau
lebih, diikuti dengan keadaan berkeringat.

2
c. Periode berkeringat
Penderita berkeringat mulai dari temporal, diikuti seluruh tubuh,
sampai basah temperatur turun, penderita merasa capek dan sering
tertidur. Bila penderita bangun akan merasa sehat dan dapat
melakukan pekerjaan biasa.

Trias malaria secara keseluruhan dapat berlangsung antara 6-10 jam, lebih
sering terjadi pada infeksi P. vivax. Pada infeksi P. falciparum menggigil dapat
berlangsung berat ataupun tidak ada. Periode tidak panas berlangsung 12 jam pada
P. falsiparum, 36 jam pada P. vivax dan ovale, 60 jam pada P.malariae.
Anemia merupakan gejala yang sering dijumpai pada infeksi malaria, dan
lebih sering dijumpai pada penderita daerah endemik terutama pada anak-anak
dan ibu hamil. Beberapa mekanisme terjadinya anemia adalah Pengrusakan
eritrosit oleh parasit, hambatan eritropoeisis yang sementar, hemolisis karena
proses complement mediated immune complex, eritrofagositosis, penghambatan
pengeluaran retikulosit. Pembesaran limpa (splenomegali) akan teraba setelah 3
hari dari serangan infeksi akut dimana akan terjadi bengkak, nyeri dan hiperemis.
Limpa merupakan organ yang penting dalam pertahanan tubuh terhadap infeksi
malaria, penelitian pada binatang percobaan, limpa menghapuskan eritrosit yang
terinfeksi melalui perubahan metabolisme, antigenik dan rheological dari eritrosit
yang terinfeksi (Nugroho, 2000; Harijanto, 2000).
Untuk memudahkan penatalaksanaan penanganan kasus malaria,
manifestasi klinis dikelompokkan menjadi:
(1) Malaria ringan atau tanpa komplikasi
Malaria ini umumnya disertai gejala dan tanda klinis yang ringan
terutama sakit kepala, demam, menggigil dan mual serta tanpa
kelainan fungsi organ. Kadangkadang dapat disertai dengan sedikit
penurunan trombosit dan sedikit peningkatan bilirubin serum. Gejala-
gejala klinis ini juga sering dijumpai oleh peneliti-peneliti lain. Gejala
dan tanda klinis lain yang juga dapat ditemukan adalah pusing, pucat,
tak nafsu makan, muntah, sakit perut, diare, lemah, myalgia,
hepatomegali dan splenomegali (Udomsangpetch, 1989).

2
(2) Malaria berat atau dengan komplikasi
Malaria berat adalah malaria falsiparum yang cenderung menjadi
fatal atau malaria dengan komplikasi dimana kemungkinan penyakit
lain sudah dapat disingkirkan. Lebih kurang 10% dari penderita
malaria falsiparum adalah malaria berat dengan angka kematian 18,8-
40,0% (Hadisaputro, 1991).

3.8 Pemeriksaan Laboratorium


Untuk menegakkan diagnosis malaria dapat dilakukan beberapa
pemeriksaan, antara lain:
1. Pemeriksaan mikroskopis
□ Darah
Terdapat dua sediaan untuk pemeriksaan mikroskopis darah, yaitu
sediaan darah hapus tebal dan sediaan darah hapus tipis. Pada pemeriksaan
ini bisa melihat jenis plasmodium dan stadium-stadiumnya. Pemeriksaan ini
banyak dan sering dilakukan karena dapat dilakukan puskesmas, lapangan
maupun rumah sakit. Untuk melihat kepadatan parasit, ada dua metode yang
digunakan yaitu semi-kuantitatif dan kuantitatif. Metode yang biasa
digunakan adalah metode semi-kuantitatif dengan rincian sebagai berikut :
(-) : SDr negatif (tidak ditemukan parasit dalam 100 LPB)
(+) : SDr positif 1 (ditemukan 1-10 parasit dalam 100 LPB)
(++) : SDr positif 2 (ditemukan 11-100 parasit dalam 100 LPB)
(+++) : SDr positif 3 (ditemukan 1-10 parasit dalam 100 LPB)
(++++) : SDr positif 4 (ditemukan 11-100 parasit dalam 100 LPB).
Sedangkan untuk metode kuantitatif, pada SDr tebal menghitung
jumlah parasit/200 leukosit dan SDr tipis penghitungannya adalah jumlah
parasit/1000 eritrosit.
□ Pulasan Intradermal (Intradermal Smears)
Penelitian di Cina belum lama ini, memperlihatkan bahwa pulasan dari
darah intradermal lebih banyak mengandung stadium matur/matang dari
Plasmodium falciparum daripada pulasan darah perifer. Penemuan ini bisa
menjadi pertimbangan untuk mendiagnosis malaria berat dengan lebih baik

3
dan akurat. Pulasan ini hasilnya dapat positif atau dapat juga terlihat pigmen
yang mengandung leukosit setelah dinyatakan negative pada pulasan darah
perifer. Untuk uji kesensitifitasannya, pulasan intradermal sebanding dengan
pulasan darah dari sumsum tulang yang lebih sensitif dari pulasan darah
perifer.
2. Tes Diagnostik Cepat (Rapid Diagnostic Test)
Metode ini untuk mendeteksi adanya antigen malaria dengan cara
imunokromatografi. Tes ini dapat dengan cepat didapatkan hasilnya, namun
lemah dalam hal spesifitas dan sensitifitas. Tes ini biasanya digunakan pada
KLB (Kejadian Luar Biasa) yang membutuhkan hasil yang cepat di
lapangan supaya cepat untuk ditanggulangi.

3.9 Penatalaksanaan Malaria


Pengobatan yang diberikan adalah pengobatan radikal malaria dengan
membunuh semua stadium parasit yang ada di dalam tubuh manusia. Adapun
tujuan pengobatan radikal untuk mendapat kesembuhan kilinis dan parasitologik
serta memutuskan rantai penularan. Semua obat anti malaria tidak boleh diberikan
dalam keadaan perut kosong karena bersifat iritasi lambung, oleh sebab itu
penderita harus makan terlebih dahulu setiap akan minum obat anti malaria.
Obat anti malaria yang tersedia di Indonesia antara lain klorokuin,
sulfadoksinpirimetamin, kina, primakuin, serta derivate artemisin. Klorokuin
merupakan obat antimalaria standar untuk profilaksis, pengobatan malaria klinis
dan pengobatan radikal malaria tanpa komplikasi dalam program pemberantasan
malaria, sulfadoksin-pirimetamin digunakan untuk pengobatan radikal penderita
malaria falciparum tanpa komplikasi. Kina merupakan obat anti malaria pilihan
untuk pengobatan radikal malaria falciparum tanpa komplikasi. Selain itu kina
juga digunakan untuk pengobatan malaria berat atau malaria dengan komplikasi.
Primakuin digunakan sebagai obat antimalaria pelengkap pada malaria klinis,
pengobatan radikal dan pengobatan malaria berat. Artemisin digunakan untuk
pengobatan malaria tanpa atau dengan komplikasi yang resisten multidrugs
(Tjitra, 2000).

3
Beberapa obat antibiotika dapat bersifat sebagai antimalaria. Khusus di
Rumah Sakit, obat tersebut dapat digunakan dengan kombinasi obat antimalaria
lain, untuk mengobati penderita resisten multidrugs. Obat antibiotika yang sudah
diujicoba sebagai profilaksis dan pengobatan malaria diantaranya adalah derivate
tetrasiklin, kloramfenikol, eritromisin, sulfametoksazoltrimetoprim dan
siprofloksasin. Obat-obat tersebut digunakan bersama obat anti malaria yang
bekerja cepat dan menghasilkan efek potensiasi antara lain dengan kina.

3.10 Pencegahan Malaria


Pencegahan ditujukan untuk orang yang tinggal di daerah endemis maupun
yang ingin pergi ke daerah endemis :
1. Pengendalian vektor
• Bisa menggunakan larvasida untuk memberantas jentik-jentik.
• Semprot insektisida untuk membasmi nyamuk dewasa.
• Penggunaan pembunuh serangga yang mengandung DEET (10-35%)
atau picaridin 7%.
2. Proteksi personal/Personal Protection
Adalah suatu tindakan yang dapat melindungi orang terhadap infeksi,
seperti :
• Menghindari gigitan nyamuk pada waktu puncak nyamuk mengisap
(petang dan matahari terbenam).
• Penggunaan jala bed (kelambu) yang direndam insektisida
sebelumnya
• Kawat nyamuk, penolak serangga.
• Memakai baju yang cocok dan tertutup.
• Penggunaan obat-obat profilaksis jika ingin bepergian ke daerah
endemis.
3. Vaksin Malaria
Parasit malaria mempunyai siklus hidup yang komplek, sehingga vaksin
berbeda-beda untuk setiap stadium, seperti :
• Stadium aseksual eksoeritrositik

3
Cara kerjanya menghambat terjadinya gejala klinis maupun transmisi
penyakit di daerah endemis. Contohnya, circumsporozoite protein (CSP),
Thrombospondin-related adhesion protein (TRAP), Liver stage antigen
(LSA).
• Stadium aseksual eritrositik
Cara kerjanya menghambat terjadinya infeksi parasit terhadap
eritrosit, mengeliminasi parasit dalam eritrosit dan mencegah terjadinya
sekuesterasi parasit di kapiler organ dalam sehingga dapat mencegah
terjadinya malaria berat. Contohnya, merozoite surface protein (MSP),
ring infected erythrocyte surface antigen (RESA), apical membrane
antigen-1 (AMA-1).
• Stadium seksual
Cara kerjanya menghambat atau mengurangi transmisi malaria di suatu daerah.
Contohnya, Pfs 28 dan Pfs 25.

3.11 Komplikasi
Komplikasi pada penyakit malaria menurut Arif Mansjoer, dkk (2001)
adalah :
1. Malaria otak
Malaria otak merupakan penyulit yang menyebabkan kematian tertinggi
(80%) bila dibandingkan dengan penyakit malaria lainnya. Gejala klinisnya
dimulai secara lambat atau setelah gejala permulaan. Sakit kepala dan rasa
ngantuk disusul dengan gangguan kesadaran, kelainan saraf dan kejang-
kejang bersifat fokal atau menyeluruh. 2. Anemia berat
Komplikasi ini ditandai dengan menurunnya hematokrit secara mendadak
> 3 mg/ dl. Seringkali penyulit ini disertai edema paru. Angka kematian
mencapai 50%. Gangguan ginjal diduga disebabkan adanya anoksia,
penurunan aliran darah keginjal, yang dikarenakan sumbatan kapiler,
sebagai akibatnya terjadi penurunan filtrasi pada glomerulus.
3. Edema paru
Komplikasi ini biasanya terjadi pada wanita hamil dan setelah
melahirkan. Frekuensi pernapasan meningkat merupakan komplikasi yang

3
berat yang menyebabkan kematian. Biasanya disebabkan oleh kelebihan
cairan dan Adult Respiratory Distress Syndrome (ARDS).

3.12 Prognosis
1. Prognosis malaria berat tergantung pada kecepatan dan ketepatan
diagnosis serta pengobatan.
2. Pada malaria berat yang tidak ditanggulangi, maka mortalitas yang
dilaporkan pada anak-anak 15%, dewasa 20% dan pada kehamilan
meningkat sampai 50%.
3. Prognosis malaria berat dengan gangguan satu fungsi organ lebih baik
daripada gangguan 2 atau lebih fungsi organ.
a) Mortalitas dengan gangguan 3 fungsi organ adalah 50%.
b) Mortalitas dengan gangguan 4 atau lebih fungsi organ adalah 75%.
c) Adanya korelasi antara kepadatan parasit dengan mortalitas yaitu:
□ Kepadatan parasit <100.000/µL, maka mortalitas <1%.

□ Kepadatan parasit >100.000/µL, maka mortalitas >1%.

□ Kepadatan parasit >500.000/µL, maka mortalitas >5%


(KEPMENKES, 2007).

3
BAB IV
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN KOMUNITAS DENGAN
MALARIA

4.1 Pengkajian Komunitas


Pengkajian menggunakan pendekatan community as partner meliputi : data
inti dan data sub sistem.
A. Data Inti Komunitas meliputi :
1. Lokasi
2. Data demografi
a) Jumlah penderita malaria
b) Jumlah penderita malaria (berdasarkan jenis kelamin,
berdasarkan kelompok penderita Malaria, berdasarkan Tipe
Malaria
B. Data Sub System
1. Data lingkungan fisik meliputi sumber air dan air minum, saluran
pembuangan air/sampah, jamban, keadaan rumah, halaman rumah
2. Fasilitas umum dan kesehatan
3. Ekonomi meliputi karekteristik pekerjaan, penghasilan rata-rata
perbulan, pengeluaran rata-rata perbulan
4. Keamanan dan transportasi
5. Politik dan pemerintahan
6. Sistem komunikasi
7. Pendidikan
8. Rekreasi

4.2 Analisa Data


Meliputi data fokus (data subyektif dan obyektif) etiologi dan masalah
keperawatan

3
4.3 Diagnosa Keperawatan
1. Resiko tinggi penularan malaria di ………….. berhubungan dengan
…………….. ditandai dengan…………
2. Defisiensi pengetahuan tentang malaria di........................berhubungan
dengan …………………. ditandai dengan ……………………

4.4 Prioritas Masalah


Perubahan Penelesaian Score
Pentingnya positif untuk untuk
penyelesaian penyelesaian di peningkatan
masalah 1 : komunitas 0 : kwalitas hidup
Diagnosa keperawatan rendah tidak ada 0 : tidak
2 : 1 : rendah ada
sedang 2 : sedang 1 : rendah
3 : tinggi 3 : tinggi 2 : sedang
3 : tinggi
Resiko tinggi penularan
malaria di …………..
berhubungan dengan
…………….. ditandai
dengan…………

Defisiensi pengetahuan
tentang malaria di
……………..berhubungan
dengan ………………….
ditandai dengan
……………………

3
4.5 Intervensi
Diagnosa Tujuan Rencana Sasaran Metode Media Waktu Tempat
Keperawatan Tindakan
Resiko tinggi penularan Tujuan Umum : 1. Bina Warga di Ceramah, 1. Proposal Waktu Tempat
malaria di ………….. Tidak terjangkitnya hubungan …………… Tanya jawab, 2. Leafleat pelaksanaan pelaksanaan
berhubungan dengan / terjadinya saling diskusi. 3. Flipchart kegiatan kegiatan
…………….. ditandai penularan penyakit percaya
dengan………… di………….. dengan
Tujuan Khusus : masyarakat
- Masyarakat 2. Penyuluh
mengetahui an kesehatan
tentang Malaria tentang cara
dan cara pencegahan
mencegah dan cara
Malaria. penanganan
Masyarakat Malaria.
mengetahui cara 3. Mencega
pengobatan / h dan
penatalaksanaan melakukan
Malaria. deteksi dini
- Masyarakat terjadinya
mulai penularan
memperdulikan malaria.
kesehatannya
dengan melakukan
pengobatan secara
intensif.

3
2. Defisiensi pengetahuan Tujuan Umum : 1. Berikan Warga di 1. Bekerja sama 1. Propo Waktu Tempat
tentang malaria di Tidak terjadinya health …………… dengan kader sal pelaksanaan pelaksanaan
……………..berhubung penyakit Menular education untuk 2. Leafl kegiatan kegiatan
an dengan malaria di tentang cara melakukan eat
…………………. ……………. pencegahan persiapan 3. Flipc
ditandai dengan Tujuan Khusus : terjadinya posyandu. hart
…………………… - Masyarakat penularan 2. Komunikasi
mengetahui penyakit 3. Informasi
tentang penyakit malaria 4. Edukasi
menular dan cara 2. Penyuluhan
pencegahannya. kesehatan
tentang
penyebab,
cara
pencegahana
dan cara
penanganan
malaria.

3
4.6 Implementasi
Implementasi merupakan tahap realisasi dari rencana asuhan keperawatan
yang telah disusun. Implementasi diberikan secara langsung maupun tidak
langsung kepada masyarakat dan kebutuhan masyarakat. Pada umumnya tindakan
keperawatan komunitas yang dilakukan sesuai dengan teori yaitu berfokus pada
upaya meningkatkan, mempertahankan, memperbaiki kesehatan, mencegah
penyakit dan rehabilitasi dengan menggunakan strategi yaitu proses kelompok,
health promotion dan partnership. Tindakan pelaksanaan atau implementasi yang
diperlukan untuk mengatasi masalah-masalah keperawatan komunitas adalah hasil
kerja sama dengan masyarakat.

4.7 Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap akhir proses keperawatan yang digunakan untuk
menilai keberhasilan dari pemecahan masalah keperawatan komunitas yang ada.
Dari evaluasi yang dilaksanakan dapat diketahui masalah keperawatan komunitas
dapat terpecahkan seluruh, sebagian, atau tidak terpecahkan tetapi menimbulkan
masalah baru. Kegiatan evaluasi yang dilakukan adalah mengukur keberhasilan
mengumpulkan data dan menganalisa. Kegiatan ini dilakukan bersama dengan
masyarakat.
Evaluasi hasil kegiatan telah dilakukan untuk menilai efektifitas kegiatan
sesaat setelah kegiatan dilakukan dan evaluasi yang dilakukan pada akhir program
untuk menilai aktifitas jangka panjang yang akan dilakukan sebagai rencana
tindak lanjut. Evaluasi secara umum dilakukan setelah mahasiswa selesai
melaksanakan kegiatan yang direncanakan.

3
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
1. Malaria merupakan suatu penyakit yang bersifat akut maupun kronik,
yang disebabkan oleh protozoa genus Plasmodium, yang ditandai
dengan demam, anemia dan pembesaran limpa.
2. Plasmodium sebagai penyebab malaria terdiri dari 4 spesies, yaitu P.
falciparum, P. ovale, P. vivax, dan P. malariae.
3. Klasifikasi malaria ada 4 yaitu P. falciparum, P. ovale, P. vivax, dan P.
malariae.
4. Patofisologi malaria ada 2 yaitu fase seksual (dalam tubuh nyamuk
anopheles betina) dan fase aseksual (dalam tubuh manusia).
5. Patogenesis malaria akibat dari interaksi kompleks antara parasit, inang
dan lingkungan.
6. Manifestasin klinik dari penyakit malaria ditandai dengan gejala
prodromal, trias malaria (menggigil-panas-berkeringat), anemia dan
splenomegali.
7. Pemeriksaan laboratorium yaitu pemeriksaan mikroskopik (darah dan
Pulasan Intradermal (Intradermal Smears) dan Tes Diagnostik Cepat
(Rapid Diagnostic Test).
8. Penatalaksanaan untuk malaria falsiparum, lini pertama: artesunat +
amodiakuin + primakuin, lini kedua: kina + dosksisiklin/tetrasiklin +
primakuin. Pengobatan malaria vivax dan ovale, lini pertama: klorokuin
+ primakuin, jika resistensi klorokuin: kina + primakuin, jika relaps:
naikkan dosis primakuin. Pengobatan malaria malariae diberikan
klorokuin. Untuk profilaksis dapat digunakan dosksisiklin dan
klorokuin.
9. Pencegahan ditujukan untuk orang yang tinggal di daerah endemis
maupun yang ingin pergi ke daerah endemis : Pengendalian vektor,
Proteksi personal/Personal Protection, dan Vaksin Malaria.

4
10. Komplikasi pada penyakit malaria adalah malaria otak, anemia berat
dan edema paru.
11. Prognosis Prognosis malaria berat tergantung pada kecepatan dan
ketepatan diagnosis serta pengobatan. Pada malaria berat yang tidak
ditanggulangi, maka mortalitas yang dilaporkan pada anak-anak 15%,
dewasa 20% dan pada kehamilan meningkat sampai 50%. Prognosis
malaria berat dengan gangguan satu fungsi organ lebih baik daripada
gangguan 2 atau lebih fungsi organ.

5.2 Saran
Perlunya dilakukan program pemberantasan malaria melalui kegiatan:
1. Menghindari atau mengurangi kontak atau gigitan nyamuk anopheles.
a) Membunuh nyamuk dewasa dengan menggunkan berbagai insektisida.
b) Membunuh jentik baik secara kimiawi (larvasida) maupun biologik
(ikan, dan sebagainya).
c) Mengurangi tempat perindukan.
d) Mengobati penderita malaria.
e) Pemberian pengobatan pencegahan.
2. Penatalaksanaan yang efektif dan efisien kepada pasien yang meliputi
diagnosis secara dini dan pengobatan yang cepat dan tepat untuk
mendapatkan hasil yang maksimal.
3. Menganjurkan kepada masyarakat yang akan bepergian ke daerah
endemis malaria agar mengkonsumsi kemoprofilaksis malaria.

4
DAFTAR PUSTAKA

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1991. Malaria : Epidemiologi I.


Direktorat Jenderal PPM & PLP.
Departemen Kesehatan RI. 2001. Malaria. Diunduh dari:
http://www.depkes.go.id/index.php/berita/press-release/516-
penyakitmalaria-dan-tbc-menyebabkan-170000-kematian-setiap-tahun-
diindonesia.html. Pada tanggal 5 Juni 2013.
Departemen Kesehatan RI. 2006.Pedoman Penatalaksanaan Kasus Malaria di
Indonesia. Jakarta. Hal: 1-12, 15-23, 67-68.
Gunawan, S. 2000. Epidemiologi Malaria. Dalam: Harijanto PN (editor). Malaria,
Epidemiologi, Patogenesis, Manifestasi Klinis Dan Penanganan. Jakarta:
EGC. Hal: 1-15.
Harijanto, PN, Langi J, Richie TL. 2000. Patogenesis Malaria Berat. Dalam:
Harijanto PN (editor). Malaria, Epidemiologi, Patogenesis, Manifestasi
Klinis dan Penanganan. Jakarta: EGC. Hal: 118-26.
Hadisaputro, S, Ardana K, Djamil A. 1991. Pola klinik dan pengelolaan malaria
berat di RSU RA Kartini, Jepara, Jawa Tengah. Kumpulan Makalah
Simposium Malaria. Jakarta: FKUI.
Harijanto, PN. 2006. Malaria. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III, edisi IV.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Hal: 1754-60.
Husada, Srisasi Ganda. 2006. Parasitologi Kedokteran Edisi Ketiga. Jakarta:
FKUI. Hal: 171-209.
Kartono, M. 2003. Nyamuk Anopheles: Vektor Penyakit Malaria. Jakarta:
MEDIKA No.XX, tahun XXIX. Hal: 615.
Nugroho, A & Tumewu WM. 2000. Siklus Hidup Plasmodium Malaria. Dalam:
Harijanto PN (editor). Malaria, Epidemiologi, Patogenesis, Manifestasi
Klinis Dan Penanganan. Jakarta: EGC. Hal: 38-52.
KEPMENKES. 2007. Pedoman Penatalaksanaan Kasus Malaria. Keputusan
Menteri Kesehatan. No:041/MENKES/SK/I/2007.

4
Pribadi, W. 2000. Parasit Malaria. Dalam: gandahusada S, Ilahude HD, Pribadi W
(editor). Parasitologi Kedokteran. Edisi ke-3. Jakarta: Fakultas Kedokteran
UI. Hal: 171-97.
Purwaningsih S. 2000. Diagnosis Malaria. Dalam: Harijanto PN (editor). Malaria,
Epidemiologi, Patogenesis, Manifestasi Klinis dan Penanganan. Jakarta:
EGC. Hal: 185-92.
Rampengan, TH. 2000. Malaria Pada Anak. Dalam: Harijanto PN (editor).
Malaria, Epidemiologi, Patogenesis, Manifestasi Klinis dan Penanganan.
Jakarta: EGC. Hal: 249-60.
Soedarmo, S, dkk. 2010. Buku Ajar Infeksi & Pediatri Tropis, Edisi ke-2. Jakarta:
Ikatan Dokter Anak Indonesia.
Tjitra E. 2000. Obat Anti Malaria. Dalam: Harijanto PN (editor). Malaria,
Epidemiologi, Patogenesis, Manifestasi Klinis dan Penanganan. Jakarta:
EGC. Hal: 194-204.
Udomsangpetch R, Wahlin B, Carlson J dkk. 1989. Plasmodium falciparum
infected erythrocytes from spontaneous erythrocyte rosettes. J Experiment
Med. 169: 1835-1840.
Zulkarnaen, I. 2000. Malaria Berat (Malaria Pernisiosa). Dalam: Noer S et al
(editor). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I. Edisi ketiga. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI. Hal: 504-7.

Anda mungkin juga menyukai