PENDAHULUAN
1
keadaan sosial ekonomi yang tidak memadai dan pendidikan orang tua yang
masih kurang.
Penyebab utama bibir sumbing karena kekurangan seng dan karena kawin
dengan kerabat. Bagi tubuh, seng sangat dibutuhkan enzim tubuh walau yang
diperlukan sedikit, tapi jika kekurangan berbahaya. Makanan yang
mengandung seng antara lain daging, sayur – sayuran dan air. Di NTT airnya
bahkan tidak mengandung seng sama sekali. Soal kawin antar kerabat atau
saudara memang pemicu munculnya penyakit degeneratif (keturunan) yag
sebelumnya resesif, kelaian ini juga bisa dipicu kekurangan gizi lainnya
seperti vitamin B6 dan B kompleks, misalnya infeksi pada janin pada usia
muda dan salah minum obat-obatan atau jamu juga bisa megakibatkan bibir
sumbing.
Terobosan terbaru untuk kasus bibir sumbing didasarkan paska studi
terhadap DNA pada sekitar 8000 orang yang memiliki riwayat bibir sumbing
di 10 negara. Dari angka tersebut diperoleh sembilan variasi yang disebut
Single Nucleotida Poly morphisms (SNP5) dalam gen bernama IRF6. gen
IRF6 merupakan gen penyebab terjadinya kasus bibir sumbing. Selain itu,
mereka yang mengalami cacat tersebut disebabkan karena kekurangan nutrisi
dan faktor keturunan. Labiopalatoskisis merupakan deformitas daerah mulut
berupa celah atau sumbing atau pembentukan yang kurang sempurna semasa
embrional berkembang, bibir atas bagian kanan dan bagian kiri tidak tumbuh
bersatu. Belahnya belahan dapat sangat bervariasi, mengenai salah satu bagian
atau semua bagian daridasar cuping hidung, bibir, alveolus dan palatum durum
serta molle. Suatu klasifikasi berguna membagi struktur- struktur yang terkena
menjadi : Palatum primer meliputi bibir, dasar hidung, alveolus dan palatum
durum di belahan foramen incisivum. Palatum sekunder meliputi palatum
durum dan molle posterior terhadap foramen. Suatu belahan dapat mengenai
salah satu atau keduanya, palatum primer dan palatum sekunder dan dapat
unilateral atau bilateral. Kadang-kadang terlihat suatu belahan submukosa,
dalam kasus ini mukosanya utuh dengan belahan mengenai tulang dan
jaringan otot palatum. Labiopalatoskisis ini dapat segera diperbaiki dengan
2
pembedahan. Bila sumbing mencakup pula palatum mole atau palatum durum,
bayi akan mengalami kesukaran.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana anatomi dan fisiologi mulut dan geligi ?
2. Apa definisi dari bibir sumbing?
3. Apa klasifikasi dari bibir sumbing?
4. Bagaimana epidemologi bibir sumbing?
5. Bagaimana etiologi dari bibir sumbing?
6. Bagaimana manifestasi klinis dari bibir sumbing?
7. Bagaimana pemeriksaan penunjang dari bibir sumbing?
8. Bagaimana penatalaksanaan dari bibir sumbing?
9. Bagaimana komplikasi dari bibir sumbing?
10. Bagaimana pencegahan dari bibir sumbing?
11. Bagaimana asuhan keperawatan keperawatan yang harus dilakukan untuk
pasien dengan bibir sumbing ?
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Setelah pembelajaran mata kuliah keperawatan pencernaan II materi bibir
sumbing diharapkan mahasiswa semester 4 dapat memahami
mengaplikasikan dalam asuhan keperawatan pasien dengan gangguan
pencernaan yakni bibir sumbing atau labiopalatoskisis.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui definisi labiopalatoskisis
2. Untuk mengetahui anatomi fisiologi mulut
3. Untuk mengetahui patofisiologi labiopalatoskisis
4. Untuk mengetahui manifestasi klinis labiopalatoskisis
5. Untuk mengetahui komplikasi labiopalatoskisis
6. Untuk mengetahui penatalaksanaan labiopalatoskisis
7. Untuk mengetahui prognosis labiopalatoskisis
8. Untuk mengetahui tindakan asuhan keperawatan pada pasien dengan
labiopalatoskisis.
3
1.4 Manfaat
1. Menambah pemahaman mengenai anatomi fisiologi mulut
2. Menambah sumber bacaan atau referensi untuk meningkatkan kualitas
pendidikan keperawatan bagi pembaca.
4
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi dan fisologi
a. Mulut
Mulut atau oris adalah pemulaan saluran pencernaan yang terdiri atas
dua bagian yakni; bagian luar yang sempit atau vestibula yaitu ruang
diantara gusi, gigi, bibir dan pipi. Dan bagian rongga mulut bagian
dalam, rongga mulut yang dibatasi sisinya oleh tulang maksilaris,
palatum dan mandibularis, disebelah belakang bersambung dengan
faring. Selaput lendir mulut ditutupi oleh epitelium yang berlapis lapis,
dibawahnya terdapat kelenjar kelenjar halus yang mengeluarkan lendir.
Selaput ini kaya akan pembuluh darah dan juga memuat banyak ujung
akhir saraf sensoris.
Disebelah luar mulut ditutupi oleh kulit dan disebelah dalam
ditutupi oleh selaput lendir atau mukosa. Otot orbikularis oris
menutupi bibir. Levator anguli oris mengangkat dan depressor anguli
oris menekan ujung rambut. Palatum terdiri dari :
1. Palatum durum ( palatum keras) yang tersusun atas tajuk-tajuk
palatum dan sebelah depan tulang maksilaris dan lebih kebelakang
terdiri dari dua tulang palatum.
2. Palatum mole ( palatum lunak) terletak dibelakang yang
merupakan lipatan menggantung yang dapat bergerak, terdiri dari
jaringan fibrosa dan selaput lendir.
Gerakannya dikendalikan oleh ototnya sendiri, disebelah kanan dan
kiri dari tiang fauses terdapat saluran lendir menembus tonsil. Pipi
dilapisi oleh mukosa yang mengandung papilla, otot yang terdapat
pada pii adalah buksinator. Di rongga mulut terdapat geligi,
kelenjar ludah dan lidah.
b. Geligi
Geligi ada dua macam;
1. Gigi sulung, mulai tumbuh pada anak berumur 6-7 bulan. Lengkap
pada umur 2,5 tahun jumlahnya 20 buah disebut juga gigi susu,
5
terdiri dari 8 buah gigi seri( dens insisivus), 4 buah gigi taring (
dens kaninus), 8 gigi geraham ( dens molare).
2. Gigi tetap atau permanen tumbuh pada umur 6-18 tahun, jumlahnya
32 buah, terdiri dari : 8 buah gigi seri, 4 buah gigi taring, 8 gigi
geraham depan (molare), 12 gigi geraham (premolare).
Fungsi ggi terdiri dari gigi seri untuk memotong makanan, gigi taring
gunanya untuk memutus makanan yang keras, dan geraham untuk
mengunyah makanan yang sudah dipotong. Bagian-bagian gigi :
Mahkota gigi atau corona, merupakan bagian yang tampak di atas gusi.
Terdiri atas :
6
Apabila celah sumbing terjadi hanya dislah satu sisi bibir dan tidak
memanjang ke hidung.
b. Unilateral complete
Apanila celah sumbing terjadi hanya disalah satu bibr dan
memanjang hingga ke hidung.
c. Bilateral complete
Apabila celah sungbing terjadi di kedua sisi bibir dan memanjang
hingga ke hidung.
d. Labio palato skisis
e. Merupakan suatu kelainan yang dapat terjadi pada daerah mulut,
palato skisis ( sumbung palatum) dan labio skisis ( sumbing tulang)
untuk menyatu selama perkembangan embrio. ( Hidayat, 2005)
2.4 Epidemologi
1:300-600. 60% mencakup bibir. 1:20 jika kedua orang tua mengalami
bibir sumbing. (Sodikin.2009)
2.5 Etiologi
a. Faktor herediter
Sebagai faktor yang sudah dipastikan. 75 % dari faktor keturunan
resesif dan 25% bersifat dominan. Karena mengalami mutasi gen
dan kelainan kromosom.
b. Faktor eksternal / lingkungan
1. Faktor usia ibu
2. Obat-obatan , asetosal, aspirin ( Schardein, 1985), rifampisin,
fenasetin, sulfonamid, aminoglikosid, indometasin, asam
flufetamat, ibuprofen, penisilamin, antihistamin dapat
menyebabkan celah langit – langit. Antineoplastik,
kortikosteroid.
3. Nutrisi
4. Penyakit infeksi seperti sifilis, virus Rubella
5. Radiasi
6. Stress emosional
7. Trauma ( trimester pertama) ( Wong. 2003)
7
2.6 Manifestasi Klinis
Bibir sumbing dapat berkisar dari sedikit takik pada bagian merah
bibir atas hingga pemisahan total bibir yang memanjang hingga
kedalam hidung. Dapat dijumpai pada satu atau kedua sisi bibir atas.
Sumbing langit langit dapat dijumpai sebagai bagian dari deformitas
bibir sumbing atau sebagai kelainan garis tengah tersendiri yang
melibatkan palatum sekunder.
Pada labio schisis :
a. Distorsi hidung, tampak sebagian atau kedua duanya
b. Adanya celah bibir
8
Pemeriksaan pada bibir, palatum, hidung, dan uvula. Kaji tanda
– tanda dan gejala yang mengikutnya seperti kesulitan
menelan, infeksi pada telinga, pada saat bayi menyusu, air susu
keluar dari hidung, dan gangguan berbicara.
c. MRI untuk evaluasi abnormal
Untuk melihat kelainan – kelainan pada rongga mulut
d. Pemeriksaan USG
Sumbing bbir lebih mudah di diagnosis melalui ultrasond
kehamilan. Diagnosis dapat dibuat pada awal kehamilan 18
minggu. Prenatal diagnosis memberikan orangtua dan tim
medis keuntungan dari perencanaan lanjutan untuk perawatan
bayi. (Belajar ilmu bedah.2010)
2.8 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan idealnya, anak dengan bibir sumbing ditatalaksana
oleh “tim labiopalatoskisis” yang terdiri dari spesialis bedah,
maksilofasial, terapis bicara dan bahasa, dokter gigi, ortodentis,
psikolog dan perawat spesialis. Perawatan dan dukungan pada bayi dan
keluarganya diberikan sejak lahir sampai umur 18 tahun. Tindakan
pembedahan dapat dilakukan pada saat usia 3 bulan. Ada tiga tahap
penatalaksanaan yakni :
1. Tahap sebelum operasi
Pada tahap sebelum operasi yang dipersiapkan adalah ketahanan
tubuh bayi menerima tindakan operasi, asupan gizi, yang cukup
dilihat dari keseimbangan berat badan yang dicapai dan usia yang
memadai. Patokan yang biasa dipakai adalah rule of ten meliputi
berat badan lebih dari 10 pounds atau sekitar 4-5 kg, Hb lebih dari
10 gr % dan usia lebih dari 10 minggu, jika bayi belum mencapai
rule of ten ada beberapa nasehat yang harus diberikan pada orang
tua agar kelainan dan komplikasi yang terjadi tidak bertambah
parah. Misalnya memberi minum harus dengan dot khusus dimana
ketika dot dibalik susu dapat memancar keluar sendiri dengan
jumlah yang optimal artinya tidak terlalu besar sehingga membuat
9
bayi tersedak atau terlalu kecil sehingga membuat asupan gizi
menjadi tidak cukup, jika dot dengan besar lubang khusus ini tidak
tersedia bayi cukup diberi minum dengan bantuan sendok secara
perlahan dalam posisi setengah duduk atau tegak untuk menghindari
masuknya susu melewati langit – langit yang terbelah. Selain itu
celah bibir harus direkatkan dengan manggunakan plaster khusus
non alergik untuk mencegah agar celah bibir menjadi tidak jauh
akibat proses tumbuh kembang yang menyebabkan menonjolnya
gusi kearah depan akibat dorongan lidah pada prolabium, karena
jika hal ini terjadi tindakan koreksi pada saat operasi akan menjadi
sulit dan secara kosmetika hasil kahir yang didapat tidak sempurna.
Plester non alergenik tadi harus tetap direkatkan sampai waktu
operasi tiba.
3. Tahap sewaktu operasi
Tahapan selanjutnya dalah tahapan operasi, pada saat ini yang
diperhatikan adalah soal kesiapan tubuh bayi menerima perlakuan
operasi, hal ini hanya bisa diputuskan oleh seorang ahlli bedah.
Operasi untuk langit – langit optimal usia 18-20 bulan mengingat
anak aktif bicara usia 2 tahun dan presekolah. Palatoplasty
dilakukan sedini mungkin ( 15-24 bulan) sebelum anak mulai
bicara lengkap sehingga pusat bicara di otak belum membentuk
cara bicara. Jika operasi dilakukan terlambat, sering hasil operasi
dalam hal kemampuan mengeluarkan suara normal atau sangat
sulit dicapai. Operasi yang dilakukan sesudah 2 tahun harus diikuti
dengan speech teraphy karena jika tidak septelah operasi suara
sangau pada saat bicara tetap terjadi karena anak sudah biasa
melafalkan suara yang salah, sudah ada mekanisme kompensasi
memosisikan lidah pada posisi salah.
4. Tahap setelah operasi
Dokter bedah yang emnangani akan memberikan instruksi pada
orang tua pasien misalnya setelah operasi bibir sumbing luka
bekas operasi dibiarkan terbuka dan tetap menggunakan sendok
10
atau dot khusus. Cara menyusui bagi ibu dengan bayi bibir
sumbing :
a. Memberikan informasi pentngnya ASI
b. Usaha untuk menutup celahatau sumbing agar bayi dapat
memegang puting dan areola dalam mulutnya
c. Memerah susu dan memberikan kepada anaknya menggunakan
cangkir atau sendok teh.
4.2 Komplikasi
a. Obstruksi jalan nafas
Seperti disebutkan sebelumnya, pasca bedah obstruksi jalan nafas
adalah komplikasi yang paling penting dalam periode pasca operasi
langsung. Situasi ini biasanya hasil dari prolaps dari lidah ke
oropharynx sementara pasien tetap dibius dari anasthesi.
Intraoperative penempatan lidah tarikan jahitan membantu dalam
pengelolaan situasi ini. Obstruksi jalan napas juga daat menjadi
masalah berkepanjangan karena perubahan pada saluran nafas
dinamika, terutama pada anak – anak dengan rahang kecil.
b. Pendarahan
Intraoperative pendarahan adalah komplikasi yang potensial.
Karena kaya suplai darah ke langit – langit, yang memerlukan
transfusi darah yang signifikan dapat terjadi. Ini dapat berbahaya
pada bayi, dalam total volume darah yang rendah. Sebelum operasi
penilaian tingkat Hb dan platelet adala important. 6 injeksi epinefrin
sebelum insisi dan langit – langit intraoperative hidroklorida
oxymetaxoline penggunaan material kemasan yang basah dapat
mengurangi kehilangan darah. Untuk mencegah kehilangan darah
pasca operasi, wilayah demucosalized langit-langit harus dikemas
dengan avinate atau agen hemostatic serupa.
c. Palatal fistula
Luka dehiscnece ( palatal fistula) dapat terjadi sebagai komplikasi
dalam periode pasca operasi langsung, atau dapat memjadi masalah
yang tertunda. Sebuah fistula palatal dapat terjadi dimana saja di
11
sepanjang belahan asli situs. Insiden ini telah dilaporkan setinggi
34% dan tingkat keparahan sumbing asli telah terbukti berkolerasi
dengan risiko terjadinya fistula.
d. Kelainan midface
Perawatan sumbing langit – langit d beberapa lembaga telah
berfokus pada awal intervensi bedah. Salah satu efek negatif
berkenaan dengan pertumbuhan rahang atas. Sumbing langit langit
mungkin perlu orthognatik operasi.
4.3 Pencegahan
a. Menghindari merokok
Ibu yang merokok mungkin merupakan faktor risiko
lingkungan terbaik yang telah dipelajari untuk terjadinya celah
orofacial. Ibu yang menggunakan tembakau selama kehamilan
secara konsisten terkait dengan peningkatan resiko terjadinya
celah-celah orofacial.
b. Menghindari alkohol
Peminum alkohol berat selama kehamilan diketahui dapat
mempengaruhi tumbuh kembang embrio, dan langit-langit mulut
sumbing telah dijelaskan memiliki hubungan dengan terjadinya
defek sebanyak 10% kasus pada sindrom alkohol fetal (fetal
alcohol syndrome).
c. Memperbaiki nutrisi ibu
Nutrisi yang adekuat dari ibu hamil saat konsepsi dan
trimester I kehamilan sangat penting bagi tumbuh kembang bibir,
palatum dan struktur kraniofasial yang normal dari fetus. Nutrisi-
nutrisi yang penting dan dibutuhkan seorang ibu saat hamil antara
lain asam folat, vitamin B-6 dan vitamin A.
d. Modifikasi pekerjaan
Dari data-data yang ada dan penelitian skala besar
menyerankan bahwa ada hubungan antara celah orofasial dengan
pekerjaan ibu hamil (pegawai kesehatan, industri reparasi, pegawai
12
agrikulutur). Maka sebaiknya pada wanita hamil lebih baik
mengurangi jenis pekerjaan yang terkait. Pekerjaan ayah dalam
industri cetak, seperti pabrik cat, operator motor, pemadam
kebakaran atau bertani telah diketahui meningkatkan resiko
terjadinya celah orofasial.
4.4 Prognosis
Kelainan bibir ssumbing merupakan kelainan bawaan yang
dapat dimodifikasi atau disembuhkan. Kebanyakan anak lahir dengan
kondisi ini melakukan operasi saat usia dini, dan hal ini sangat
memperbaiki penampilan wajah secara signifikan. Dengan adanya
teknik pembedahan yang makin berkembang, 80% anak dengan bibir
sumbing yang telah dilaksanakan mempunyai perkembangan
kemampuan bicara baik. Tetapi bicara yang berkesinambungan
menunjukkan hasil peningkatan yang baik pada masalah masalah
berbicara pada anak bibir sumbing.
13
Mengkaji berat/panjang bayi saat lahir, pola
pertumbuhan, pertambahan/ penurunan berat badan, riwayat
otitis media dan infeksi saluran pernafasan atas.
6. Riwayat Kesehatan Keluarga
Riwayat kehamilan, riwayat keturunan.
7. Pemeriksaan Fisik:
a. Inspeksi kecacatan pada saat lahir untuk mengidentifikasi
karakteristik sumbing.
b. Kaji asupan cairan dan nutrisi bayi.
c. Kaji kemampuan hisap, menelan, bernafas.
d. Kaji tanda-tanda infeksi.
e. Palpasi dengan menggunakan jari.
f. Kaji tingkat nyeri pada bayi.
8. Pengkajian Keluarga
a. Observasi infeksi bayi dan keluarga.
b. Kaji harga diri/ mekanisme kuping dari anak/ orangtua.
c. Kaji reaksi orangtua terhadap operasi yang akan dilakukan.
d. Kaji kesiapan orangtua terhadap pemulangan dan
kesanggupan mengatur perawatan di rumah.
e. Kaji tingkat pengetahuan keluarga
b. Diagnosa Keperawatan
1. Diagnosa 1 : Imbalance nutrition: less than body requirements related
factors weaknes of muscles required for swallowing related factors biological
factors.
Domain : 2 Nutrition
Class : 1 Ingestion
Kode 00002
14
nutrient 1. Menimbang berat badan pasien.
b. Nutritional status : food and 2. Kaji adanya alergi makanan
fluid intake 3. Yakinkan diet yang dimakan
c. Weight control mengandung tinggi serat untuk
Setelah dilakukan tindakan selama mencegah konstipasi
2x24 jam, pasien menunjukkan 4. Ajarrkan pasien bagaimana
keseimbangan nutrisi dibuktikan membuat catatan makanan
dengan indkator : (p.386) harian
1. Albumin serum 5. Monitor adanya BB dan gula
2. Pre albumin serum darah
3. Hematokrit 6. Monitor lingkungan selama
4. Hemoglobin makan
5. Total ion binding capacity 7. Monitor turgor kulit
6. Jumlah limfosit 8. Jadwalkan pengobatan dan
tindakan tidak selama jam
makan
9. Monitor kekeringan, rambut
kusam, total protein, Hb, dan
kadar Ht
10. Monitor mual muntah
11. Monitor intake nutrisi
12. Monitor pucat, kemerahan, dan
kekerngan jarngan konjungtiva
13. Atur posisi semifowler/fowler
selama makan
14. Anjurkan banyak minum
15. Pertahankan terapi IV line
16. Kolaborasi dengan ahli gizi
untuk menentukan jumlah kalori
dan nutrisi yang dibutuhkan
pasien
17. Kolaborasi dengan dokter
15
tentang kebuthan suplemen
makanan seperti NGT/TPN
sehingga intake cairan yang
adequat dapat dipertahankan.
2. Diagnosa 2 : pra bedah : resiko aspirasi b.d terganggunya kemampuan untuk
menelan
Domain 11 safety/protection
Kode 00039
16
bicarauntuk mengajarkan ke
keluarga pasien tentang regimen
latihan menelan
12. Menginstruksikan pasien agar
tidak berbicara saat makan
13. Menginstruksikan pasien untuk
membuka dan menutup mulut
sebagai manipulasi makan
Domain 11 safety/protection
Class 1 infection
Kode 00004
17
sehat 10. Inspeksi kulit dan membran
5. Status imun, gastrointestinal, mukosa terhadap kemerahan,
genitourinaria dalam batas panas dan drainase
normal 11. Monitor adanya luka
12. Dorong masukan cairan
13. Dorong istirahat
14. Ajarkan pasien dan keluarga
tanda dan gejala infeksi
18
BAB 3
STUDI KASUS
3.1 Pengkajian
1. Identitas pasien
a. Nama : An.T
b. Usia : 3 bulan
d. Alamat : Surabaya
2. Keluhan utama
19
6. Riwayat gaya hidup
7. Pemeriksaan Fisik
B1 (Breathing) : Normal
B2 (Blood) : Normal
B3 (Brain) : Cemas
B4 (Bladder) : Normal
B5 (Bowel) : susah menelan dan menyusu, terlihat kurus (BB
menurun)
B6 (Bone) : normal
1. Terdapat belahan
pada bibir
Celah kecil s/d kelainan hebat
2. Anak terlihat kurus pada wajah
20
Celah pada bibir
Labioskisis / sumbing
Gangguan menelan
DO : Kegagalan perkembangan
jaringan lunak atau tulang pada
1. Terdapat celah
trimester 1
(terbukanya langit-
langit)
21
Palatoskisis
Gangguan menelan
Resiko aspirasi
DO : Kegagalan perkembangan
jaringan lunak dan tulang
1. Terdapat belahan
pada bibir
keras
Pembedahan
22
Resiko infeksi
Domain : 2 Nutrition
Class : 1 Ingestion
Kode 00002
23
kusam, total protein, Hb, dan
kadar Ht
27. Monitor mual muntah
28. Monitor intake nutrisi
29. Monitor pucat, kemerahan, dan
kekerngan jarngan konjungtiva
30. Atur posisi semifowler/fowler
selama makan
31. Anjurkan banyak minum
32. Pertahankan terapi IV line
33. Kolaborasi dengan ahli gizi
untuk menentukan jumlah kalori
dan nutrisi yang dibutuhkan
pasien
34. Kolaborasi dengan dokter
tentang kebuthan suplemen
makanan seperti NGT/TPN
sehingga intake cairan yang
adequat dapat dipertahankan.
4. Diagnosa 2 : pra bedah : resiko aspirasi b.d terganggunya kemampuan untuk
menelan
Domain 11 safety/protection
Kode 00039
24
keperawatan selama 2x24 jam pasien 17. Meminimalkan penggunaan
tidak mengalami aspirasi dengan sedative dan narcotic
kriteria : 18. Memposisikan tegak lurus 30
9. Mengidentifikasi faktor risiko derajat – 90 derajat
10. Memposisikan tubuh tegak 19. Mengawasi saat makan atau
lurus pada saat makan dan mendampingi seperlunya
minum 20. Menjaga set suction tersedia
11. Menghindari faktor risiko 21. Kolaborasikan dengan tim
12. Memelihara oral hygine kesehata lain untuk mendukung
13. Memilih makanan sesuai penyembuhan pasien
dengan kemampuan menelan 22. Menentukan kemampuan pasien
14. Mengendalikan sekresi oral untuk fokus pada pembelajaran
15. Mampu mengunyah memakan dan menelan
16. Penerimaan terhadap makanan 23. Mendukung privasi pasien
24. Kolaborasi dengan terapi
bicarauntuk mengajarkan ke
keluarga pasien tentang regimen
latihan menelan
25. Menginstruksikan pasien agar
tidak berbicara saat makan
26. Menginstruksikan pasien untuk
membuka dan menutup mulut
sebagai manipulasi makan
Domain 11 safety/protection
Class 1 infection
Kode 00004
25
Kriteria hasil NOC Intervensi NIC
d. Risk Control (p.435) 15. Pertahankan teknik aseptif
e. Knowledge : Infection control 16. Batasi pengunjung bila perlu
f. Immune status 17. Cuci tangan setiap sebelum dan
Setelah dilakukan tindakan sesudah tindakan keperawatan
keperawatan selama 2x24 jam 18. Gunakan baju, sarung tangan
pasien tidak mengalami infeksi sebagai alat pelindung
dengan kriteria hasil : 19. Ganti letak IV perifer dan
6. Klien bebas dari tanda dan dressing sesuai dengan petunjuk
gejala infeksi umum
7. Meunjukkan kemampuan untuk 20. Tingkatkan intake nutrisi
mencegah timbulnya infeksi 21. Berikan terapi antibiotik
8. Jumlah leukosit dalam batas 22. Monitor tanda dan geajala
normal infeksi sistemik dan lokal
9. Menunjukkan perilaku hidup 23. Pertahankan teknik isolasi
sehat 24. Inspeksi kulit dan membran
10. Status imun, gastrointestinal, mukosa terhadap kemerahan,
genitourinaria dalam batas panas dan drainase
normal 25. Monitor adanya luka
26. Dorong masukan cairan
27. Dorong istirahat
28. Ajarkan pasien dan keluarga
tanda dan gejala infeksi
26
BAB 4
KESIMPULAN
27
DAFTAR PUSTAKA
Chapter II_3 Maloklusi Pdf. Diakses pada tanggal 16 Maret 2016 pukul
12.20 WIB
28