Anda di halaman 1dari 50

LAPORAN KASUS ASUHAN KEBIDANAN NIFAS

NY. A P1A0 DENGAN NYERI LUKA JAHITAN


DI PUSKESMAS RAWAT INAP TANJUNG SARI

Dikaji Oleh :
Cantika Rachmawati Kesturi
NIM P17324120404

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN BANDUNG JURUSAN KEBIDANAN
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT masih memberikan kesempatan dan


kesehatan, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas Laporan Kasus mata kuliah
Asuhan Kebidanan Nifas dan Menyusui sebagai pelengkap kegiatan Praktik
Asuhan Kebidanan (PAK).
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima kasih kepada
berbagai pihak atas bimbingan, petunjuk dan saran yang telah diberikan. Ucapan
terima kasih penulis haturkan kepada:
1. Ibu Ida Widiawati, SST.,M.Kes selaku dosen pembimbing PAK mata kuliah
Asuhan Kebidanan Nifas dan Menyusui.
2. Ibu Yuniarti, S.Keb., Bd. selaku pembimbing lahan di Puskesmas Rawat
Inap Tanjung Sari, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat.
3. Orang tua yang telah memberikan doa dan dukungannya kepada penulis,
sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus ini tanpa hambatan
apapun.
4. Teman-teman yang sudah memberikan bantuan dan informasinya dalam
penyelesaian laporan ini.
Penulis menyadari bahwa laporan kasus ini masih terdapat banyak
kekurangan, oleh karena itu kritik dan saran sangat penulis harapkan. Semoga
makalah laporan kasus ini dapat bermanfaat bagi penulis selaku penyusun dan bagi
para pembaca.

Bandung, Oktober 2023

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .......................................................................................... 2

DAFTAR ISI ........................................................................................................ 3

LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................ 5

BAB I.................................................................................................................... 6

1.1 Latar Belakang ............................................................................................... 6

1.2 Tujuan ............................................................................................................ 8

1.2.1 Tujuan Umum ........................................................................................... 8

1.2.2 Tujuan Khusus .......................................................................................... 8

1.3 Manfaat .......................................................................................................... 8

1.3.1 Manfaat bagi Penulis................................................................................. 8

1.3.2 Manfaat bagi Pasien .................................................................................. 8

1.3.3 Manfaat bagi Institusi ............................................................................... 9

BAB II ................................................................................................................ 10

2.1 Konsep Teori Asuhan Nifas dan Menyusui ................................................. 10

2.1.1 Definisi Nifas .......................................................................................... 10

2.1.2 Periode, Tahapan dan Fokus Asuhan Kebidanan Nifas dan Menyusui .. 10

2.1.3 Tujuan Asuhan Masa Nifas ..................................................................... 11

2.2 Perubahan Fisiologi Masa Nifas .................................................................. 13

2.2.1 Sistem Reproduksi .................................................................................. 13

2.3 Psikologis Masa Nifas (taking in, taking on, letting go) ............................. 23

2.3.1 Postpartum blues dan EPDS ( edinburgh postnatal depression scale ) .. 25

2.4 Komplikasi Masa Nifas ............................................................................... 27

2.4.1 Perdarahan............................................................................................... 27

2.4.2 Infeksi Nifas ............................................................................................ 27

3
2.4.3 Luka Perineum ........................................................................................ 29

2.4.4 Skala Reeda ............................................................................................. 36

BAB III ............................................................................................................... 37

BAB IV ............................................................................................................... 44

BAB V ................................................................................................................ 47

5.1 Kesimpulan .................................................................................................. 47

5.2 Saran ............................................................................................................ 47

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 49

4
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Kasus Asuhan Kebidanan Nifas dan Menyusui oleh:


Nama : Cantika Rachmawati Kesturi
NIM : P17324120404

Telah disahkan oleh tim pembimbing pada:


Hari :
Tanggal :

Mahasiswa

Cantika Rachmawati K.
NIM. P17324120404

Mengetahui,
Pembimbing Akademik Asuhan Kebidanan Nifas dan Menyusui
Program Sarjana Terapan Kebidanan

Ida Widiawati, SST., M.Kes.


NIP. 197902102003122001

5
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Masa nifas yaitu masa setelah melahirkan, pada masa ini adalah merupakan
masa yang kritis bagi ibu nifas karena 50% kematian terjadi pada masa nifas
terutama pada 24 jam pasca persalinan.(Sulfianti,. Evita Aurilia Nardina. 2021).
Pada masa nifas juga dapat timbul berbagai masalah baik yang berupa komplikasi
fisik maupun komplikasi psikologis, oleh karena itu sangatlah penting perhatian
khusus dari tenaga kesehatan terutama bidan. Oleh karena itu masa ini merupakan
masa yang cukup penting bagi tenaga kesehatan untuk selalu melakukan
pemantauan karena pelaksanaan yang kurang maksimal dapat menyebabkan ibu
mengalami berbagai masalah, bahkan dapat berlanjut pada komplikasi masa nifas,
seperti sepsis puerpuralis, perdarahan dll. (Nurul, dan Rafhani, 2019). Pada masa
ini dapat disebut masa kritis bagi ibu setelah melahirkan, skitar 50% kematian ibu
dapat terjadi dalam 24 jam pertama postpartum akibat perdarahan serta penyakit
komplikasi yang terjadi pada saat kehamilan, Jika di tinjau dari penyebab adanya
masalah yang dialami oleh ibu dapat berimbas juga terhadap kesejahteraan bayi
yang dilahirkan, karena bayi tidak akan mendapatkan perawatan maksimal dari
ibunya, dengan demikian, angka morbiditas dan mortalitas bayipun akan
meningkat. (Nurul, dan Rafhani, 2019)
Menurut laporan dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), pada tahun 2019
tercatat sekitar 140 juta ibu yang mengalami masa nifas di seluruh dunia. Di
Indonesia, menurut data dari Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, jumlah
ibu nifas mencapai sekitar 5 juta pada tahun yang sama, dengan data yang diperoleh
dari 34 provinsi di Indonesia. Dalam data tersebut, terlihat bahwa kunjungan nifas
KF1 mencapai sekitar 3,4 juta (69,3%), kunjungan KF2 sekitar 3,4 juta (68,6%),
dan kunjungan KF3 sekitar 3,9 juta (78,8%) (Direktorat Jenderal Kesehatan
Masyarakat, Kementerian Kesehatan RI, 2020).
Dilaporkan bahwa kasus laserasi perineum pada ibu saat persalinan
mencapai 2,7 juta kasus di seluruh dunia. Proyeksi menunjukkan bahwa angka ini
diperkirakan meningkat menjadi sekitar 6,3 juta pada tahun 2020. Di kawasan Asia,
laserasi perineum menjadi masalah yang cukup signifikan, dengan sekitar 50% dari

6
seluruh kasus robekan perineum di seluruh dunia terjadi di Asia (Sarwoko, 2020).
Periode nifas adalah jangka waktu yang dimulai setelah persalinan selesai dan
berlangsung hingga 6 minggu. Selama masa nifas, terjadi perubahan pada organ
reproduksi, yang disebut involusi, dan organ-organ ini kembali ke kondisi sebelum
kehamilan. Asuhan yang tepat selama periode nifas sangat penting karena sekitar
60% dari angka kematian ibu terjadi selama periode ini (Maritalia, 2017).
Luka perineum adalah kerusakan pada daerah perineum yang dapat
disebabkan oleh tindakan episiotomi atau terjadi secara alami saat persalinan. Hal
ini bisa terjadi ketika perineum tidak cukup melindungi dirinya sendiri, sehingga
tekanan dari kepala bayi dapat merobek jaringan perineum dan sekitarnya (Sari,
2017). Faktor-faktor yang berhubungan dengan jalan lahir memiliki peran yang
signifikan sebelum dan setelah proses persalinan. Selama persalinan, perineum
merupakan salah satu jalur yang dilewati, dan dapat mengalami kerusakan dalam
bentuk robekan saat bayi lahir atau bahkan sengaja diinsisi untuk memperlebar jalan
lahir bayi (episiotomi). Persalinan melalui jalan lahir seringkali melibatkan robekan
pada perineum. Pada beberapa kasus, robekan tersebut menjadi lebih parah, dengan
laserasi pada vagina dan kerusakan perineum terjadi, terutama pada primigravida.
Ruptur bisa terjadi secara spontan selama persalinan pervaginam (Savitri dkk,
2015:84).
Episiotomi adalah tindakan insisi pada area pudendum untuk memperlebar
orifisium vulva sehingga memudahkan kelahiran bayi. Keuntungan dari episiotomi
termasuk pencegahan robekan pada perineum, pengurangan tekanan kepala janin,
memperpendek proses persalinan fase kedua dengan menghilangkan hambatan dari
otot-otot pudendum, dan memungkinkan perbaikan yang lebih baik daripada
robekan yang tidak terkontrol (Benson dan Pernoll, 2013:176).
Penting untuk merawat luka perineum dengan baik dan menjaga perineum
agar tetap kering. Perawatan yang tidak benar dapat menyebabkan perineum
menjadi lembab, yang merupakan lingkungan yang mendukung pertumbuhan
bakteri dan dapat menyebabkan infeksi pada perineum. Infeksi ini dapat menyebar
ke saluran kandung kemih dan jalan lahir. Infeksi tidak hanya memperlambat proses
penyembuhan luka tetapi juga dapat merusak jaringan (Anggeriani dan Lamdayani,
2018).

7
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Tujuan umum dari laporan ini adalah menerapkan asuhan kebidanan sesuai
dengan standar pelayanan kebidanan dan kewenangan bidan.

1.2.2 Tujuan Khusus


Laporan ini dibuat untuk:
a. Mengumpulkan data subjektif dan objektif dalam asuhan kebidanan nifas
dan menyusui.
b. Menganalisis data hasil pengkajian untuk menafsirkan informasi dengan
akurat guna menentukan diagnosa dan permasalahan dalam asuhan
kebidanan nifas dan menyusui.
c. Menyusun rencana berdasarkan diagnosa dan permasalahan dalam asuhan
kebidanan nifas dan menyusui.
d. Melaksanakan penatalaksanaan asuhan kebidanan yang efektif, efisien, dan
aman sesuai dengan rencana asuhan, serta standar pelayanan kebidanan dan
kewenangan bidan.
e. Mendokumentasikan hasil asuhan pelayanan kebidanan dalam format
SOAP.
f. Menyajikan perbedaan antara teori dan praktik dalam asuhan yang
diberikan.

1.3 Manfaat
1.3.1 Manfaat bagi Penulis
Penulis dapat meningkatkan pengalaman, wawasan dan pengetahuan dalam
memberikan asuhan kebidanan pada ibu nifas dengan menggunakan asuhan
kebidanan SOAP.
1.3.2 Manfaat bagi Pasien
Pasien dapat mendapatkan asuhan kebidanan dan pemantauan nifas dan
menyusui.

8
1.3.3 Manfaat bagi Institusi
Dapat digunakan sebagai informasi bagi institusi Pendidikan dalam
pengembangan dan peningkatan mutu Pendidikan di masa yang datang.

9
BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1 Konsep Teori Asuhan Nifas dan Menyusui


2.1.1 Definisi Nifas
Masa Nifas (postpartum/puerperium) berasal dari bahasa latin yaitu “Puer”
yang artinya bayi dan “Parous” yang melahirkan merupakan masa setelah lahirnya
plasenta dan berakhir ketika alatalat kandungan kembali seperti keadaan semula ini
berlansung selama 6 minggu (Prawirohardjo 2012). Pada masa ini di perlukan
asuhan yang berlansung secara konfrensif mulai dari ibu masih dalam perawatan
pasca persalinan di fasilitas pelayanan kesehatan sampai ibu nifas kembali ke
rumahnya. Banyak perubahan yang terjadi pada masa nifas seperti perubahan fisik,
involusio uteri, laktasi.
Berikut ini beberapa pengertian masa nifas: (Sulfianti,. Evita Aurilia Nardina. 2021)
1. Masa nifas (puerperium) adalah masa atau waktu sejak bayi dilahirkan dan
plasenta keluar lepas dari rahim, sampai enam minggu berikutnya, disertai
dengan pulihnya kembali organorgan yang berkaitan dengan kandungan,
yang mengalami perubahan seperti perlukaan dan lain sebagainya berkaitan
saat melahirkan.(Rika Andriyani. 2014)
2. Masa puerperium atau masa nifas dimulai setelah kelahiran plasenta dan
berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil.
dimulai sejak 2 jam setelah lahirnya plasenta sampai dengan 6 minggu (42
hari). (Prawirohardjo 2012)
3. Masa nifas adalah masa sesudah persalinan dan kelahiran bayi, plsenta serta
selaput yang diperlukan untuk memulihkan kembali organ kandungan
seperti sebelum hamil dengan waktu kurang lebih 6 minggu.(Sitti 2009)
4. Masa nifas (puerperium) adalah masa pulih kembali mulai dari persalinan
selesai sampai alat-alat kandungan kembali seperti prahamil, lama masa
nifas 6-8 minggu. (Rustam 1998)

2.1.2 Periode, Tahapan dan Fokus Asuhan Kebidanan Nifas dan Menyusui
Tahapan yang terjadi pada masa nifas adalah sebagai berikut: (Fitriani 2021)

10
a. Periode Early Post Partum (24 jam - 1 minggu) Pada fase ini bidan
memastikan involusio uteri dalam keadaan normal, tidak ada pendarahan,
lochia tidak berbau busuk, tidak demam, ibu cukup mendapatkan makanan
dan cairan, serta ibu dapat menyusui dengan baik.
b. Periode Late Post Partum (1 minggu – 5 minggu) Pada periode ini bidan
tetap melakukan perawatan dan pemeriksaan sehari-hari serta konseling
KB. (Siti Saleha. 2009)

2.1.3 Tujuan Asuhan Masa Nifas


Asuhan pada masa nifas diperlukan karena pada periode ini masa kritis baik
ibu maupun bayinya terutama dalam 24 jam waktu jam pertama. Adapun tujuan
asuhan masa nifas yaitu: (Irma Maya Puspita,. Umi Ma’rifah. 2022).
a. Menjaga kesehatan ibu dan bayinya, baik fisik maupun fisiologisnya.
Menjaga kesehatan ibu dan bayinya baik fisik maupun psikologik
harus di berikan oleh penolong persalinan. Ibu dianjurkan untuk menjaga
kebersihan seluruh tubuh. Bidan mengajarkan kepada ibu bersalin bagaimna
membersihkan daerah kelamin dengan sabun dan air. Pastikan bahwa ia
mengerti untuk membersihkan daerah disekitar vulva terlebih dahulu, dari
depan kebelakang dan baru membersihkan daerah sekitar anus. Sarankan
ibu untuk mencuci tangan dengan sabun dan air sebelum dan sesudah
membersihkan darah kelaminnya, jika ibu mempunyai luka episiotomi atau
laserasi sarankan ibu untuk menghindari/ tidak menyentuh daerah luka
b. Melaksanakan skrining yang komprehensif, mendeteksi masalah
mengobati/merujuk bila terjadi komplikasi pada ibu maupun bayinya.
Melaksanakan Skrining secara Komprehensif dengan mendeteksi
masalah, megobati, dan merujuk bila terjadi komplikasi pada ibu maupun
bayinya. Pada hal ini seorang bidan bertugas untuk melakukan pengawasan
kala IV yang meliputi pemeriksaan plasenta, pengawasan TFU, pengawasan
konsistensi rahim, dan pengawasan keadaan umum ibu. Bila mengetahui
permasalahan maka harus segera melakukan tindakan sesuai dengan standar
pelayanan pada penatalaksanaan masa nifas.

11
c. Memberikan pendidikan kesehatan tentang perawatan kesehatan diri,
nutrisi, keluarga berencana, menyusui, pemberian imunisasi pada bayinya,
dan perawatan bayi sehat.
d. Memberikan pendidikan kesehatan tentang perawatan diri, nutrisi, KB
menyusui,pemberian imunisasi pada bayinya, dan pentingnya gizi antara
lain kebutuhan gizi ibu menyusui, yaitu
1. Mengkonsumsi tambahan 500 kalori tiap hari
2. Makan dengan diet berimbang untuk mendapatkan protein, mineral,
dan vitamin yang cukup.
3. Minum sedikitnya 3 liter air setiap hari (anjurkan ibu untuk minum
sebelum menyusui).
e. Memberikan pelayanan keluarga berencana. Bidan memberikan konseling
KB sebagai berikut :
1. Idealnya pasangan harus menunggu sekurang-kurangnya 2 tahun
sebelum ibu hamil kembali. Setiap pasangan harus menentukan
sendiri kapan dan bagaimana mereka ingin merencanakan
keluarganyadengan mengajarkan kepada mereka dengan tentang
cara mencegah kehamilan yang tidak di inginkan.
2. Biasanya wanita akan menghasilkan ovulasi sebelum ia
mendapatkan lagi haidnya setelah persalinan. Oleh karena itu,
penggunaan KB dibutuhkan sebelum haid pertama untuk mencegah
kehamilan baru. Pada umumnya metode KB dapat dimulai 2 minggu
setelah persalinan.
3. Sebelum menggunakan KB sebaiknya dijelaskan efektifitasnya,
efek samping, untung ruginya, serta kapan metode tersebut dapat
digunakan. Jika ibu dan pasangan telah memiliki metode KB
tertentu, dalam 2 minggu ibu dianjurkan untuk kembali. Hal ini
untuk melihat apakah metode tersebut bekerja dengan baik

Hal-hal yang Diperlukan Seorang Ibu Pada Masa Nifas (Kasmiati,2023)


a. Informasi Dan Konseling Tentang Perawatan bayi dan pemberian ASI

12
• Apa yang terjadi termasuk gejala adanya masalah yang mungkin
timbul.
• Kesehatan pribadi, hygiene, dan masa penyembuhan.
• Kehidupan seksual.
• Kontrasepsi
• Nutrisi.
b. Dukungan Dari Petugas kesehatan
• Kebersihan diri Menganjurkan ibu menjaga kebersihan seluruh tubuh.
• Istirahat: Menganjurkan ibu untuk beristirahat cukup untuk mencegah
kelelahan yang berlebihan.
• Latihan Diskusikan pentingnya mengembalikan otot-otot perut dan panggul
kembali normal.
• Gizi Menganjurkan ibu mengkonsumsi tambahan kalori tiap hari.
• Perawatan payudara Menjaga payudara tetap bersih dan kering.
• Kondisi emosional dan psikologis suami serta keluarganya.
c. Pelayanan kesehatan untuk deteksi dini munculnya tanda terjadinya komplikasi.

2.2 Perubahan Fisiologi Masa Nifas


2.2.1 Sistem Reproduksi
Selama masa nifas, alat-alat interna maupun eksterna berangsur angsur
kembali seperti keadaan sebelum hamil. Perubahan keseluruhan alat genetalia ini
disebut involusi. Pada masa ini terjadi juga perubahan penting lainnya, perubahan
–perubahan yang terjadi antara lain sebagai berikut:(Bahiyatun 2009)
A. Uterus
Segera setelah lahirnya plasenta, pada uterus yang berkontraksi posisi
fundus uteri berada kurang lebih pertengahan antara umbilikus dan simfisis atau
sedikit lebih tinggi. Dua hari kemudian kurang lebih sama dan kemudian mengerut.
Sehingga dalam dua minggu telah turun masuk ke dalam rongga panggul pelvis dan
tidak diraba lagi dari luar. Involusi uterus melibatkan pengorganisasian dan
pengguguran desidua serta pengelupasan situs plasenta, sebagaimana diperlihatkan
dengan pengguguran dalam ukuran dan berat serta oleh warna dan banyaknya
lochea. Banyaknya lochea dan kecepatan involusi tidak akan terpengaruh oleh

13
pemberian sejumlah preparat metergin dan lainnya dalam proses persalinan.
Involusi tersebut dapat dipercepat prosesnya bila ibu menyusui bayinya. Dalam
keadaan normal uterus mencapai ukuran besar pada masa sebelum hamil sampai
dengan ukuran dari 4 minggu, berat uterus setelah kelahiran kurang lebih 1 kg
sebagai akibat involusi. Satu minggu setelah melahirkan beratnya menjadi kurang
lebih 500 gram, pada akhir minggu kedua setelah persalinan menjadi kurang lebih
300 gram, setelah itu menjadi 100 gram atau kurang. (Bahiyatun 2009)
Otot-otot uterus segera berkontraksi setelah postpartum. Pembuluh-
pembuluh darah yang berada diantara anyaman otot uterus akan terjepit. Proses ini
akan menghentikan pendarahan setelah plasenta lahir. Setiap berada diatas
umbilicus, maka hal-hal yang perlu diperlu dipertimbangkan adalah pengisian
uterus oleh darah atau pembekuan darah saat awal jam post partum atau pergeseran
letak uterus karena kandung kemih yang penuh setiap saat setelah kelahiran.
Pengurangan dalam ukuran uterus tidak akan mengurangi jumlah otot sel.
Sebaliknya, masing masing sel akan berkurang ukurannya secara drastis saat sel-
sel tersebut membebaskan dirinya dari bahan-bahan seluler yang berlebihan.
Bagaimana proses ini dapat terjadi belum diketahui sampai sekarang. Pembuluh
darah uterus yang besar pada saat kehamilan sudah tidak diperlukan lagi. Hal ini
karena uterus yang tidak pada keadaan hamil yang mempunyai permukaan yang
luas dan besar yang memerlukan banyak pasokan darah. Pembuluh darah ini akan
menua kemudian akan menjadi lenyap dengan penyerapan kembali endapan-
endapan hialin. Mereka dianggap telah digantikan dengan pembuluh-pembuluh
darah baru yang lebih kecil.(Bahiyatun 2009)
Otot-otot uterus segera berkontraksi setelah postpartum. Pembuluh-
pembuluh darah yang berada diantara anyaman otot uterus akan terjepit. Proses ini
akan menghentikan pendarahan setelah plasenta lahir. Setiap berada diatas
umbilicus, maka hal-hal yang perlu diperlu dipertimbangkan adalah pengisian
uterus oleh darah atau pembekuan darah saat awal jam post partum atau pergeseran
letak uterus karena kandung kemih yang penuh setiap saat setelah kelahiran.
Pengurangan dalam ukuran uterus tidak akan mengurangi jumlah otot sel.
Sebaliknya, masing masing sel akan berkurang ukurannya secara drastis saat sel-
sel tersebut membebaskan dirinya dari bahan-bahan seluler yang berlebihan.

14
Bagaimana proses ini dapat terjadi belum diketahui sampai sekarang.
Pembuluh darah uterus yang besar pada saat kehamilan sudah tidak diperlukan lagi.
Hal ini karena uterus yang tidak pada keadaan hamil yang mempunyai permukaan
yang luas dan besar yang memerlukan banyak pasokan darah. Pembuluh darah ini
akan menua kemudian akan menjadi lenyap dengan penyerapan kembali endapan-
endapan hialin. Mereka dianggap telah digantikan dengan pembuluh-pembuluh
darah baru yang lebih kecil.(Bahiyatun 2009).
Setelah janin dilahirkan, fundus uteri kira-kira setinggi pusat, segera setelah
plasenta lahir, tinggi fundus uteri kurang lebih 2 jari dibawah pusat, dan beratnya
kira-kira 1000 gr. Pada hari kelima post partum uterus kurang lebih setinggi 7 cm
diatas simfisis dan beratnya kurang lebih 500 gr dan sesudah 12 hari uterus sudah
tidak bisa diraba lagi dan beratnya menjadi 300 gr, dan setelah 6 minggu post
partum berat uterus menjadi 40-60 gr. (Bahiyatun 2009).
Bekas implantasi plasenta : segera setelah plasenta lahir, mengecil karena
kontraksi dan menonjol ke kavum uteri dengan diameter 7,5 cm sesudah 2 minggu
menjadi 3,5 cm, pada minggu keenam 2,4 cm dan akhirnya pulih. (Bahiyatun 2009).
Rasa sakit (Afterpains) disebabkan kontraksi rahim, biasanya berlangsung 2-4 hari
pasca persalinan dan bila terlalu mengganggu dapat diberi obat-obatan anti sakit
dan anti mules.(Bahiyatun 2009)
B. Lochia
Lochia adalah cairan secret yang berasal dari cavum uteri dan vagina selama
masa nifas. Lochea terbagi menjadi :(Fitriani 2021). Lochia rubra (cruenta)
berwarna merah karena berisi darah segar dan sisa-sisa selaput ketuban, sisa-sisa
selaput ketuban, set-set desidua, verniks, caseosa, lanugo, dan mekonium selama 2
hari pasca persalinan. Inilah lochia yang akan keluar selama sampai tiga hari
postpartum.
Lochea sanguilenta berwarna merah kuning berisi darah dan lendir yang
keluar pada hari ke 3 sampai tiga hari postpartum.
1) Lochea serosa adalah lochea berikutnya. Dimulai dengan versi yang lebih
pucat dari lochea rubra. Lokia ini berbentuk serum dan berwarna merah
jambu kemudian menjadi kuning. Cairan tidak berwarna merah jambu

15
kemudian menjadi kuning. Cairan tidak berdarah lagi pada hari ke 7 sampai
hari ke 14 pasca persalinan.
2) Lochia alba mengandung terutama cairan serum, jaringan desidua, leukosit
dan eritrosit. Lochea alba adalah lochea yang terakhir. Dimulai dari hari ke
14 kemudian masuk lama makin sedikit hingga sama sekali berhenti sampai
satu atau dua minggu berikutnya. Bentuknya seperti cairan putih berbentuk
krim serta terdiri atas leukosit dan sel-sel desidua.
Lochea mempunyai bau yang khas,tidak seperti bau menstruasi. Bau ini
lebih terasa tercium pada lochea serosa, bau ini juga akan semakin lebih keras jika
bercampur dengan keringat dan harus cermat membedakannya dengan bau busuk
yang menandakan adanya infeksi. Lochea dimulai sebagai suatu pelepasan cairan
dalam jumlah yang banyak pada jam-jam pertama setelah melahirkan. Kemudian
lochea ini akan berkurang jumlahnya sebagai lochea rubra, lalu berkurang sedikit
menjadi sanguilenta, serosa dan akhirnya lochea alba. Hal yang biasanya ditemui
pada seorang wanita adalah adanya jumlah lochea yang sedikit pada saat ia
berbaring dan jumlahnya meningkat pada saat ia berdiri. Jumlah rata rata
pengeluaran lochea adalah kira-kira 240-270 ml.
C. Endometrium
Perubahan pada endometrium adalah timbulnya trombosis, degenerasi dan
nekrosis di tempat implantasi plasenta, pada hari pertama tebal endometrium 2,5
mm, mempunyai permukaan yang kasar akibat pelepasan desidua dan selaput janin.
Setelah tiga hari mulai rata, sehingga tidak ada pembentukan jaringan parut pada
bekas implantasi plasenta. (Prawirohardjo 2012)
D. Serviks
Segera setelah berakhirnya kala II, serviks menjadi sangat lembek, kendor,
dan terkulasi. Serviks tersebut bisa melepuh dan lecet, terutama di bagian anterior.
Serviks akan terlihat padat yang mencerminkan vaskularisasinya yang tinggi, lubang
serviks, lambat laun mengecil, beberapa hari setelah persalinan diri retak karena
robekan dalam persalinan. Rongga leher serviks bagian luar akan membentuk seperti
keadaan sebelum hamil pada saat empat minggu post partum. (Sitti 2009) Serviks
setelah persalinan, bentuk serviks agak menganga seperti corong berwarna
kehitaman, setelah bayi lahir, tangan masih bisa masuk kedalam rongga rahim

16
setelah 2 jam dapat dilalui oleh 2-3 jari dan setelah 7 hari hanya dapat dilalui 1 jari.
(Kasmiati,2023)
E. Vagina
Vagina dan lubang vagina pada permulaan puerperium merupakan suatu
saluran yang luas berdinding tipis. Secara berangsur-angsur luasnya berkurang,
tetapi jarang sekali kembali seperti ukuran seorang nulipara. Rugae timbul kembali
pada minggu ke tiga. Hymen tampak sebagai tonjolan jaringan yang kecil, yang
dalam proses pembentukan berubah menjadi karankulae mitiformis yang khas bagi
wanita multipara. (Fitriani 2021)
F. Payudara
Pada semua wanita yang telah melahirkan proses laktasi terjadi secara
alami. Proses menyusui mempunyai dua mekanisme fisiologi, yaitu sebagai
berikut.(Vianty Mutya Sari & Tonasih 2020)
G. Produksi ASI
Sekresi susu atau let down
. Selama Sembilan bulan kehamilan, jaringan payudara tumbuh dan
menyiapkan fungsinya untuk menyediakan makanan bagi bayi baru lahir. Setelah
melahirkan, ketika hormon yang dihasilkan plasenta tidak ada lagi untuk
menghambatnya kelenjar pituitari akan mengeluarkan prolaktin. Sampai hari ke III
setelah melahirkan, efek prolaktin pada payudara mulai dirasakan. Pembuluh darah
payudara menjadi bengkak berisi darah, sehingga timbul rasa hangat, bengkak dan
rasa sakit. Sel-sel acini yang menghasilkan ASI juga mulai berfungsi
(Kasmiati,2023)
H. Pencernaan
Seorang wanita dapat merasa lapar dan siap menyantap makanannya dua
jam setelah persalinan. Kalsium amat penting untuk gigi pada kehamilan dan masa
nifas, dimana pada masa ini terjadi penurunan konsentrasi ion kalsium karena
meningkatnya kebutuhan kalsium pada ibu, terutama pada bayi yang dikandungnya
untuk proses pertumbuhan janin pada ibu dalam masa laktasi. Mual dan muntah
terjadi akibat produksi saliva meningkat pada kehamilan trimester I, gejala ini
terjadi 6 minggu setelah HPHT dan berlangsung kurang lebih 10 minggu juga
terjadi pada ibu nifas. Pada ibu nifas terutama yang partus lama dan terlantar mudah

17
terjadi ileus paralitik, yaitu adanya obstruksi usus akibat tidak adanya peristaltic
usus. Penyebabnya adalah penekanan buah dada dalam kehamilan dan partus lama,
sehingga membatasi gerak peristaltic usus, serta bisa juga terjadi karena pengaruh
psikis takut BAB karena ada luka jahitan perineum. (Kasmiati,2023)
I. Perkemihan
Pelvis dan ginjal ureter yang teregang dan berdilatasi selama kehamilan
kembali normal pada akhir minggu keempat setelah melahirkan. Pemeriksaan
sistoskopik segera setelah melahirkan menunjukkan tidak saja edema dan hiperemis
dinding kandung kemih, tetapi sering kali terdapat ekstravasasi darah pada
submukosa. Disamping itu, kandung kemih pada puerperium mempunyai kapasitas
yang meningkat secara relatif. Oleh karena itu, distensi yang berlebihan, urine
residu yang berlebihan, dan pengosongan yang tidak sempurna, harus diwaspadai
dengan seksama. Ureter dan pelvis renalis yang mengalami distensi akan kembali
normal pada dua sampai delapan minggu setelah persalinan. (Kasmiati,2023)
J. Musculoskeletal
Ligamen-ligamen, fasia dan diafragma pelvis yang meregang waktu
kehamilan dan persalinan berangsur-angsur kembali pada sediakala. Tidak Jarang
ligamen rotundum mengendur, sehingga uterus jatuh ke belakang. Fasia jaringan
penunjang alat genetalia yang mengendur dapat diatasi dengan latihan-latihan
tertentu. Mobilitas sendi berkurang dan posisi lordosis kembali secara perlahan-
lahan. (Kasmiati,2023) Adaptasi sistem muskuloskeletal ibu yang terjadi selama
hamil berlangsung secara terbalik pada masa pasca partum. Adaptasi ini mencakup
hal-hal yang membantu relaksasi dan hipermobilitas sendi dan perubahan pusat
gravitasi ibu akibat pembesaran rahim. (Nurul, dan Rafhani, 2019)
K. Dinding perut dan peritoneum
Setelah persalinan, dinding perut longgar karena diregang begitu lama,
tetapi biasanya pulih kembali dalam 6 minggu. Kadang pada wanita yang asthenis
terjadi diastasis dari otot-otot rectus abdominis sehingga sebagian dari dinding
perut di garis tengah hanya terdiri dari peritoneum, fascia tipis dan kulit. Tempat
yang lemah ini menonjol kalau berdiri atau mengejan. (Nurul, dan Rafhani, 2019)
L. Kulit abdomen

18
Kulit abdomen yang melebar selama masa kehamilan tampak longgar dan
mengendur sampai berminggu-minggu atau berbulan-bulan (striae). Melalui latihan
postnatal, otot-otot dari dinding abdomen dapat kembali dalam beberapa minggu.
(Nurul, dan Rafhani, 2019)
M. Striae
Striae pada dinding abdomen tidak dapat menghilang sempurna melainkan
membentuk garis lurus yang smar. Ibu post partum memiliki diastasis sehingga
terjadi pemisahan muskulus rektus abdominis dapat dilihat pada pengkajian umum,
aktivitas, paritas, jarak kehamilan yang dapat menentukan berapa lama tonus otot
kembali normal. (Nurul, dan Rafhani, 2019)
N. Perubahan ligamen
Ligamen-ligamen dan diafragma pelvis serta fascia yang meregang sewaktu
kehamilan dan persalinan, setelah persalinan akan berangsur menciut dan kembali
seperti sediakala. Ligamentum rotundum sering menjadi kendur yang dapat
mengakibatkan letak usus menjadi retroflexi dan alat genetalia menjadi agak
kendor. (Nurul, dan Rafhani, 2019)
O. Diastasis Recti Abdominis
Perubahan sistem muskuloskeletal akan kembali secara bertahap seperti
pada keadaan sebelum hamil dalam periode waktu selama 3 bulan setelah
persalinan. Kembalinya tonus otot dasar panggung dan abdomen pulih secara
bersamaan. Pemulihan pada masa nifas ini dapat berlangsung normal atau atau
cepat dengan melakukan latihan fisik ringan, seperti senam nifas. Otot rectus
abdominis kemungkinan akan tergang (>2,5 cm) pada garis tengah/umbilikus, pada
kondisi ini dikenal dengan Diastasis Recti Abdominis (DRA), karena pada kondisi
tersebut linea alba terjadi peregangan mekanis pada dinding abdomen yang
berlebihan, hal ini juga dikarenakan adanya pengaruh hormone ibu.(Nurul, dan
Rafhani, 2019).
Diastasis Recti Abdominal sering muncul pada grandemultipara, kehamilan
ganda, polihidramnion, dan bayi dengan makrosomia, kelemahan abdomen dan
postur yang salah. Peregangan yang berlebihan dan berlangsung lama ini
menyebabkan serat-serat elastis kulit yang putus sehingga pada masa nifas dinding
abdomen cenderung lunak dan kendur. Senam nifas dapat membantu memulihkan

19
ligamen, dasar panggung, otot-otot dinding perut dan jaringan penunjang lainnya.
Dampak dari diastasis rekti ini dapat menyebabkan hernia epigastrium dan
umbilikus. Oleh karena itu pemeriksaan terhadap rectus abdominal perlu dilakukan
pada ibu nifas, sehingga dapat diberikan penanganan secara cepat dan tepat. (Nurul,
dan Rafhani, 2019)
P. Perubahan Sistem Endokrin
Perubahan sistem endokrin yang terjadi pada masa nifas adalah perubahan
kadar hormon dalam tubuh. Adapun kadar hormon yang mengalami perubahan
pada ibu nifas adalah hormone estrogen dan progesterone, hormone oksitosin dan
prolaktin. Hormon estrogen dan progesterone menurun secara drastis, sehingga
terjadi peningkatan kadar hormon prolaktin dan oksitosin. (Nurul, dan Rafhani,
2019)
Hormon oksitosin berperan dalam proses involusi uteri dan juga
memancarkan ASI, sedangkan hormone prolaktin berfungsi untuk memproduksi
ASI. Keadaan ini membuat proses laktasi dapat berjalan dengan baik. Jadi semua
ibu nifas seharusnya dapat menjalani proses laktasi dengan baik dan sanggup
memberikan ASI eksklusif pada bayinya. Hormone lain yang mengalami perubahan
adalah hormone plasenta. Hormon plasenta menurun segera setelah plasenta lahir.
Human Chorionic Gonadotropin (HCG) menurun dengan cepat dan menetap
sampai 10% pada 3 jam pertama hingga hari ketujuh postpartum. Hal yang
mempengaruhi perubahan sistem endokrin : (Nurul, dan Rafhani, 2019)
a) Hormon plasenta
Hormon plasenta menurun dengan cepat setelah persalinan, HCG
(Human Chorionic Gonadotropin) menurun dengan cepat dan menetap
sampai 10% dalam 3 jam hingga hari ke-7 post partum dan sebagai onset
pemenuhan mamae pada hari ke-3 post partum.
b) Hormon pituitary
Prolaktin darah akan meningkat dengan cepat. Pada wanita yang
tidak menyusui, prolaktin menurun dalam waktu 2 minggu. FSH dan LH
akan meningkat pada fase konsentrasi folikuler (minggu ke-3) dan LH tetap
rendah hingga ovulasi terjadi.
c) Hipotalamik pituitary ovarium

20
Lamanya seorang wanita mendapat menstruasi juga dipengaruhi
oleh faktor menyusui. Seringkali menstruasi pertama ini bersifat anovulasi
karena rendahnya kadar estrogen dan progesterone.
d) Kadar estrogen
Setelah persalinan, terjadi penurunan kadar estrogen yang bermakna
sehingga aktivitas prolaktin yang juga sedang meningkat dapat
mempengaruhi kelenjar mamae dalam menghasilkan ASI. (Nurul, dan
Rafhani, 2019)
Q. Perubahan tanda-tanda vital
Beberapa perubahan tanda-tanda vital biasa terlihat jika wanita dalam
keadaan normal, peningkatan kecil sementara, baik peningkatan tekanan darah
sistole maupun diastole dapat timbul dan berlangsung selama sekitar 4 hari setelah
wanita melahirkan. Fungsi pernapasan kembali pada fungsi saat wanita tidak hamil
yaitu pada bulan keenam setelah wanita melahirkan. Setelah rahim kosong,
diafragma menurun, aksis jantung kembali normal, serta impuls dan EKG kembali
normal. (Nurul, dan Rafhani, 2019)
a) Suhu Badan
Satu hari (24 jam) post partum suhu badan akan naik sedikit (37,5-
38 ̊C) sebagai akibat kerja keras waktu melahirkan, kehilangan cairan, dan
kelelahan. Apabila keadaan normal, suhu badan menjadi biasa. Biasanya
pada hari ke-3 suhu badan naik lagi karena ada pembentukan ASI dan
payudara menjadi bengkak, berwarna merah karena banyaknya ASI. Bila
suhu tidak turun kemungkinan adanya infeksi pada endometrium, mastitis,
traktus genitalis, atau sistem lain.
b) Nadi
Denyut nadi normal pada orang dewasa 60-80 kali per menit.
Sehabis melahirkan biasanya denyut nadi itu akan lebih cepat.
c) Tekanan Darah
Biasanya tidak berubah, kemungkinan tekanan darah akan rendah
setelah melahirkan karena ada pendarahan. Tekanan darah tinggi pada
postpartum dapat menandakan terjadinya preeklamsia post partum
d) Pernapasan

21
Keadaan pernafasan selalu berhubungan dengan keadaan suhu dan
denyut nadi. Bila suhu nadi tidak normal, pernapasan juga akan
mengikutinya, kecuali apabila ada gangguan khusus pada saluran napas.
(Nurul, dan Rafhani, 2019)
R. Kardiovaskuler dan sistem hematologi
Perubahan fisiologi masa nifas meliputi berbagai sistem tubuh, termasuk
sistem kardiovaskuler dan hematologi. Berikut adalah beberapa perubahan fisiologi
pada sistem kardiovaskuler dan hematologi selama masa nifas:
Sistem Kardiovaskuler
1) Volume darah meningkat selama kehamilan dan mencapai puncaknya pada
akhir masa kehamilan.
2) Setelah persalinan, volume darah menurun secara bertahap selama beberapa
minggu.
3) Curah jantung meningkat selama kehamilan dan mencapai puncaknya pada
trimester kedua.
4) Setelah persalinan, curah jantung menurun secara bertahap selama beberapa
minggu.
5) Tekanan darah dapat meningkat selama masa nifas, terutama pada ibu yang
memiliki riwayat hipertensi atau preeklampsia.
Sistem Hematologi
1) Jumlah sel darah merah meningkat selama kehamilan untuk memenuhi
kebutuhan oksigen janin.
2) Setelah persalinan, jumlah sel darah merah menurun secara bertahap selama
beberapa minggu.
3) Risiko anemia meningkat selama masa nifas, terutama pada ibu yang
kehilangan banyak darah selama persalinan.
4) Risiko trombosis meningkat selama masa nifas karena perubahan hormonal
dan aktivasi sistem koagulasi.
Perubahan fisiologi pada sistem kardiovaskuler dan hematologi selama
masa nifas dapat mempengaruhi kesehatan ibu dan bayi. Oleh karena itu, perawatan
dan pengawasan yang tepat dari tenaga medis sangat penting untuk memantau
kondisi kesehatan ibu dan bayi selama masa nifas. Asuhan kebidanan pada

22
gangguan kardiovaskuler, pernafasan, dan hematologi dapat dilakukan dengan
mengaplikasikan ilmu biomedik, farmakologi, dan terapi diet (Megantari, 2022).
Selain itu, asuhan kebidanan pada masa nifas juga meliputi pemeriksaan
fisik, pemberian nutrisi yang cukup, perawatan luka jahitan, dan pendampingan
dalam menyusui (Wahyuni, 2018). Selain itu, asuhan kebidanan pada masa nifas
juga meliputi pemeriksaan fisik, pemberian nutrisi yang cukup, perawatan luka
jahitan, dan pendampingan dalam menyusui.
S. Involusi uteri
a. Involusi Uterus
Adalah kembalinya uterus kepada keadaan sebelum hamil, baik dalam
bentuk maupun posisi, bila tidak kembali kemungkinan terjadinya prolaps uteri
makin besar. Selama proses involusi, uterus menipis dan mengeluarkan lochea
yang diganti dengan endometrium baru. Lapisan desidua yang dilepaskan dari
dinding uterus disebut lochea, endometrium baru tumbuh dan terbentuk selama
10 hari post partum dan menjadi sempurna sekitar 6 minggu. Selama proses
involusi uterus berlangsung berat uterus mengalami penurunan setiap minggu
500 gram hingga selebar 1 jari (1000 gram menjadi 60 gram). Proses involusi
disertai dengan penurunan TFU. Pada hari pertama, TFU diatas simpisis atau 12
cm, proses ini terus berlangsung dengan penurunan 1 cm setiap harinya. (Febi,
Elli, dan Siti, 2017:5)
b. Lochea dan luka jahitan perineum dengan REEDA
Lochea keluar dari uterus setelah bayi lahir sampai dengan 3 atau 4
minggu postpartum. Perubahan lochea terjadi dalam 3 tahap yaitu lochea rubra,
serosa, dan alba. Lochea rubra merupakan darah pertama yang keluar dan berasal
dari tempat lepasnya plasenta. Setelah beberapa hari, lochea berubah warna
menjadi kecoklatan yang terdiri dari darah dan serum yang berisi leukosit dan
jaringan yang disebut serosa. Pada minggu ke 2, lochea berwarna putih
kekuningan yang terdiri dari mukus serviks, leukosit, dan jaringan

2.3 Psikologis Masa Nifas (taking in, taking on, letting go)
Adaptasi psikologis ibu masa nifas
a) Fase Taking In

23
Fase taking in yaitu masa ketergantungan ibu yang berlangsung 1-2
hari pasca melahirkan. Ibu berfokus kepada dirinya sebagai akibat ketidak
nyamananya, seperti rasa mules, nyeri pada luka jahitan, kurang tidur, dan
kelelahan. Gangguan psikologi yang dialami ibu post partum fase ini adalah
kekecewaan pada bayinya, ketidak nyamanan karena terjadi perubahan pada
fisik yang dialami, rasa bersalah karena belum bisa menyusui bayinya,
kritikan dari keluarga tentang perawatan bayi. Hal yang perlu diperhatikan
pada fase ini adalah istirahat yang cukup, komunikasi yang baik dan asupan
nutrisi.
Bentuk perubahan psikologis yang dialami ibu nifas pada fase takin
in adalah kekecewaan pada bayinya, ketidaknyamanan sebagai akibat
perubahan-perubahan fisik yang dialami, rasa bersalah dikarenakan belum
bisa menyusui bayinya atau dampak kritikan suami atau keluarga tentang
perawatan bayinya. Tugas bidan menghadapi ibu pada fase taking in adalah:

a. Menumbuhkan semangat dan sikap percaya diri ibu


b. Mengajarkan ibu untuk bersabar menghadapi berbagai ketidak
nyamanan fisik
c. Mengajarkan ibu merawat dirinya
d. Mengajarkan ibu untuk mau mengasuh bayinya
e. Mengajarkan ibu untuk bersikap terbuka dan mau berkomunikasi
dengan orang lain.

b) Fase Taking Hold


Fase ini berlangsung antara 3-10 hari pasca melahirkan, pada fase
ini ibu timbul rasa khawatir akan ketidakmampuan, rasa tanggungjawabnya
dalam merawat bayi dan mengalami ketidakefektifan performa peran. Ibu
mempunyai perasaan sangat sensitif sehingga mudah tersinggung dan
gampang marah. Meskipun demikian, berkat dukungan keluarga dan bidan
kini ibu mulai belajar mandiri dan berinisiatif merawat bayinya sendiri dan
bayinya, belajar mengontrol fungsional tubuhnya, mengeliminasi dan
memperhatikan aktivitas. Kegagalan dalam fase taking hold membuat para
ibu mengalami depresi post partum.

24
c) Fase Letting Go
Fase ini merupakan fase menerima tanggung jawab akan peran
barunya yang berlangsung selama 10 hari setelah melahirkan. Ibu sudah bisa
menyesuaikan diri dari ketergantungannya. Kini keinginan merawat diri
sendiri dan bayi sudah semakin meningkat, merasa lebih nyaman, secara
bertahap ibu mulai menjalankan tugas dan tanggung jawab perawatan bayi
dan memahami kebutuhan bayinya. Tugas bidan menghadapi ibu pada fase
Letting go adalah :

1. Mengajarkan ibu untuk tetap cukup istirahat


2. Memperhatikan asupan gizi
3. Mengajarkan tentang pentingnya kebersihan ibu
4. Mengajarkan tentang pentingnya dukungan keluarga
5. Memberikan perhatian dan kasih sayang
6. Menghibur ibu saat sedih atau menemani saat kesepian

d). Bounding Attachment

Ialah ikatan kasih sayang yang mulai sejak dini begitu bayi
dilahirkan. Istilah bounding berkaitan dengan relasia antara ibu dan anak.
Sedangkan attachment adalah keterikatan anak dan ibu. Jadi bounding
attachment akan terus meningkat seiring dengan sikap penerimaan ibu
terhadap bayinya

2.3.1 Postpartum blues dan EPDS ( edinburgh postnatal depression scale )


Hampir 50-70% dari seluruh wanita pasca melahirkan akan mengalami baby
blues atau post-natal syndrome yang terjadi pada hari ke 4-10 hari pasca persalinan.
Penyebab terjadinya baby blue ialah hormon progesteron yang meningkat sejak
masa hamil, dan pada pasca-persalinan hormone ini mengalami penurunan secara
tiba-tiba sehingga mempengaruhi keadaan fisik dan emosi. Perubahan hormonal
tubuh yang drastis bukan sebagai faktor utama penyebab baby blues, namun
dampak kehidupan psikologis ibu, seperti kurangnya dukungan suami atas
kehadiran anak, kurangnya dukungan suami, keluarga, atau anggota masyarakat,
kelelahan luar biasa pasca melahirkan, kekhawatiran keadaan ekonomi dan

25
masalah-masalah social lainnya. Gejala-gejala baby blues, di antarannya (Tackket,
dalam Papalia, Old, dan Feldman, 2017) :
a. Memiliki suasana hati yang berubah-ubah
b. Merasa sedih atas kehidupan dirinya dan bayinya
c. Merasa cemas atas kemampuannya merawat bayinya
d. Sering menangis dan hilangnya nafsu makan
e. Sulit tidur( insomnia).
e. perubahan Sikap Ibu

Edinburgh Postnatal Depression Scale (EPDS) adalah alat yang digunakan


untuk mengidentifikasi risiko depresi pascamelahirkan pada ibu. EPDS adalah
kuesioner self-report yang berisi 10 pertanyaan yang dirancang untuk mengevaluasi
perasaan ibu dalam beberapa minggu terakhir setelah melahirkan.

Berikut adalah contoh pertanyaan yang biasanya terdapat dalam EPDS:

1. Apakah Anda merasa sedih atau hampa hati dalam beberapa minggu
terakhir?
2. Apakah Anda merasa cemas atau gelisah?
3. Apakah Anda merasa tidak bersemangat untuk melakukan apapun?
4. Apakah Anda merasa kesulitan tidur di malam hari?
5. Apakah Anda merasa lelah atau kurang bertenaga?
6. Apakah Anda merasa tidak berharga atau bersalah?
7. Apakah Anda merasa kesulitan berkonsentrasi?
8. Apakah Anda merasa ingin menangis tanpa alasan yang jelas?
9. Apakah Anda merasa ingin mengakhiri hidup Anda?
10. Apakah Anda merasa tidak bersemangat untuk makan atau makan terlalu
banyak?
Setiap pertanyaan dinilai dengan skor dari 0 hingga 3, dengan 0
menunjukkan bahwa gejala tersebut tidak ada, dan 3 menunjukkan bahwa gejala
tersebut terjadi dengan parah. Total skor EPDS dihitung dengan menjumlahkan
skor dari semua pertanyaan, yang dapat berkisar dari 0 hingga 30.

26
2.4 Komplikasi Masa Nifas
2.4.1 Perdarahan
Pendarahan postpartum adalah pendarahan lebih dari 500-600 ml selama 24
jam setelah anak lahir. Pendarahan postpartum adalah pendarahan dalam kala IV
lebih dari 500-600 cc dalam 24 jam setelah anak dan plasenta lahir.
Pendarahan postpartum disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya :
a) Robekan Jalan Lahir
Robekan jalan lahir bisa disebabkan oleh robekan spontan atau
memang sengaja dilakukan episiotomi, robekan jalan lahir dapat terjadi
ditempat : robekan serviks, perlukaan vagina, robekan perineum.
b) Atonia Uteri
Atonia uteri atau uterus tidak berkontraksi dalam 15 detik setelah
dilakukan pemijatan fundus uteri ( plasenta telah lahir ).
c) Inversio Uteri
Inversio uteri adalah suatu keadaan dimana fundus uteri terbalik
sebagian atau seluruhnya kedalam vakum uteri. Penyebab inversio uteri
yaitu uterus lembek atau lemah tidak berkontraksi.
d) Retensio Plasenta
Retensio plasenta adalah belum lahirnya plasenta setengah jam
setelah anak lahir. Tidak semua retensio plasenta menyebabkan terjadinya
pendarahan. Apabila terjadi pendarahan maka plasenta dilepaskan secara
manual lebih dulu. Retensio plasenta adalah tertahannya atau belum
lahirnya plasenta hingga atau lebih dari 30 menit setelah bayi lahir.
e) Sisa Plasenta
Sewaktu suatu bagian dari plasenta tertinggal dapat menyebabkan
terjadinya pendarahan. Karena uterus tidak dapat berkontraksi secara
efektif.
2.4.2 Infeksi Nifas
Infeksi nifas merupakan masuknya bakteri pada traktus genitalia, terjadi
sesudah melahirkan, kenaikan suhu sampai 38˚c atau lebih selama 2 hari dalam 10
hari pertama pasca persalinan, dengan mengecualikan 24 jam pertama. (Rukiyah
dan Yulianti, 2018). Macam-macam infesksi masa nifas :

27
a) Infeksi perineum, vulva, vagina dan serviks Nyeri serta panas pada tempat
infeksi dan kadang-kadang perih bila kencing. Bila getah radang bisa keluar,
biasanya keadaannya tidak berat, suhu 38˚ C dan nadi dibawah 100 per
menit. Bila luka terinfeksi tertutup oleh jahitan dan getah radang tidak dapat
keluar, demam bisa naik sampai 39 – 40 ˚C, disertai menggigil. .
b) Endometritis Tanda dan gejala endometritis :
1. Takikardi
2. Suhu 38˚ C sampai 40˚ C
3. Menggigil
4. Nyeri tekan uterus
5. Subinvolusi
6. Distensi abdomen
7. Lochea sedikit dan tidak berbau, atau banyak berbau busuk,
mengandung darah dan seropulen
8. Jumlah sel darah putih meningkat.
c) Septikemia
Septikemia adalah keadaan dimana kuman-kuman atau toksinya
langsung masuk ke dalam peredaran darah dan menyebabkan infeksi.
Gejala klinik septikemia lebih akut antara : kelihatan sudah sakit dan
lemah sejak awal : keadaan umum jelek, menggigil, nadi cepat 140-160 x
per menit atau lebih : suhu meningkat antara antara 39-40 derajat celcius :
tekanan darah turun, keadaan umum memburuk : sesak nafas, kesadaran
turun, gelisah.
d) Piemia
Pada piemia, penderita tidak lama setelah post partum sudah merasa
sakit, perut nyeri, dan suhu agak meningkat. Akan tetapi gejala-gejala
infeksi umum dengan suhu tinggi serta menggigil terjadi setelah kuman-
kuman dengan embolus memasuki peredaran darah umum. Suatu ciri
khusus pada piemia ialah berulang-ulang suhu meningkat dengan cepat
disertai menggigil, kemudian diikuti oleh turunnya suhu.
e) Peritonitis

28
Peritonitis menyerang pada daerah pelvis (pelvis peritonitis). Gejala
klinik atara lain : Demam, nyeri perut bawah, keadaan umum baik.
Sedangkan peritonitis umum gejalanya : suhu meningkat, nadi cepat dan
kecil, perut kembung dan nyeri, terdapat abses pada cavum douglas, defense
musculair, fasies hyporactica.
f) Parametritis
Parametritis merupakan peradangan pada parametrium.
Parametrium merupakan lapisan terluar yang melapisi uterus. Tanda dan
gejala parametritis antara lain :
1. Suhu badan meningkat 38˚ – 40˚ C dan menggigil
2. Nyeri perut bagian bawah dan terasa kaku
3. Denyut nadi meningkat
4. Terjadi lebih dari hari ke-7 postpartum
5. Lochea purulent dan berbau
g) Tromboflebitis
Radang pada vena terdiri dari tromboflebitis pelvis dan
trombofelbitis femoralis. Trombofelbitis yang sering meradang adalah pada
vena ovarika, terjadi karena mengalirkan darah dan luka bekas plasenta di
daerah fundus uteri . disebabkan aliran darah lambat pada lipat paha karena
tertekan ligamentum inguinale dan kadar fibriogen meningkat pada masa
nifas.
2.4.3 Luka Perineum
1. Pengertian Luka Perineum
Luka perineum adalah luka perineum karena adanya robekan jalan
lahir baik karena ruptur maupun episiotomi pada waktu melahirkan janin.
Ruptur perineum adalah robekan yang terjadi pada perineum sewaktu
persalinan. Robekan jalan lahir merupakan luka atau robekan jaringan yang
tidak teratur ( Walyani dan Purwoastuti, 2020).
2. Macam – Macam Luka Perineum
Menurut (Walyani dan Purwoastuti, 2020) luka perineum dibedakan
menjadi 2 yaitu :
a) Episiotomi

29
Episiotomi adalah tindakan insisi pada perineum yang menyebabkan
terpotongnya selaput lendir vagina cincin selaput darah, jaringan pada
septum rektovaginal, otot-otot dan pasiaperium dan kulit sebelah depan
perineum.
b) Ruptur
Ruptur adalah luka perineum yang diakibatkan oleh rusaknya
jaringan secara ilmiah karena proses desakan kepala janin atau bahu pada
saat proses persalinan. Banyak rupture biasanya tidak teratur sehingga
jaringan yang sobek dilakukan penjahitan.
3. Derajat Perlukaan Pada Perineum
Derajat perlukaan pada perineum menurut Rukiyah (2018), adalah
sebagai berikut :
a) Derajat I : Robekan hanya pada selaput lender vagina atau tanpa
mengenai kulit perineum.
b) Derajat II : Robekan mengenai selaput lender vagina dan otot
perinea transversalis, tetapi tidak mengenai spingter ani.
c) Derajat III : Robekan mengenai seluruh perineum dan otot spingter
ani
d) Derajat IV : Robekan sampai mukosa rektum.

Sumber : (Limpo, 2018).

4. Tindakan Pada Luka Perineum


a) Derajat I
Tidak perlu dijahit jika tidak ada perdarahan dan posisi luka baik
b) Derajat II

30
Jahit dan kemudian luka pada vagina dan kulit perineum ditutup
dengan mengikutsertakan jaringan-jaringan dibawahnya
c) Derajat III/IV
Penolong persalinan tidak dibekali keterampilan untuk reparasi
laserasi perineum. Maka hendaknya segera merujuk ke fasilitas rujukan.
5. Penyembuhan Luka
Menurut (Walyani dan Purwoastuti, 2020) Penyembuhan luka
adalah proses penggantian dan perbaikan fungsi jaringan yang rusak. Fase-
fase penyembuhan luka dibagi menjadi :
a) Fase inflamasi, berlangsung selama 1 sampai 14 hari
b) Fase ploriferatif, berlangsung 5 sampai 20 hari
c) Fase maturasi, berlangsung 21 sampai sebulan bahkan setahun
23 Dalam penatalaksanaan bedah penyembuhan luka dibagi
menjadi:
a. Penyembuhan melalui itensi pertama (penyatuan
primer). Luka dibuat secara aseptik, dengan pengrusakan
jaringan minimum, dan penutupan dengan dengan baik.
b. Penyembuhan melalui itensi kedua (granulasi). Pada
luka terjadi pembentukan pus (supurasi) atau dimana tepi
luka tidak saling merapat, proses perbaikannya kurang
sederhana dan membutuhkan waktu yang lama.
c. Penyembuhan melalui itensi ketiga (sutura sekunder).
Jika luka dalam baik yang belum disuture atau terlepas
hal ini mengakibatkan jaringan parut yang lebih dalam
dan luas.
6. Faktor-faktor Terjadinya Luka Perineum Berikut ini faktor-faktor yang
mempengaruhi terjadinya ruptur perineum:
a) Faktor Ibu
a. Paritas
Paritas adalah jumlah anak yang dilahirkan oleh seorang ibu,
baik hidup atau mati. Paritas mempunyai pengaruh terhadap
kejadian ruptur perineum pada ibu dengan paritas satu atau ibu

31
primipara memiliki risiko lebih besar untuk mengalami robekan
perineum dari pada ibu dengan paritas lebih dari satu.
b. Meneran
Secara fisiolgis ibu akan merasakan dorongan untuk
meneran bila pembukaan sudah lengkap dan refleks telah terjadi.
Ibu harus 24 didukung untuk meneran dengan benar pada saat
ibu merasakan dorongan dan memang ingin mengejan.
b) Faktor Janin
a. Berat badan bayi baru lahir
Berat badan janin dapat mengakibatkan terjadinya ruptur
perineum yaitu berat badan janin lebih dari 3500 gram, karena
risiko trauma partus melalui vagina seperti distosia bahu dan
kerusakan jaringan lunak pada ibu.
b. Presentasi
Presentasi adalah letak hubungan sumbu memanjang janin
dengan sumbu memanjang panggul ibu. Presentasi digunakan
untuk menentukan bagian yang ada dibagian bawah rahim yang
dijumpai pada palpasi atau pemeriksaan dalam. Macam-macam
presentasi dapat dibedakan menjadi presentasi muka, dahi, dan
bokong.
c) Faktor Persalinan Pervaginam
a. Vakum Ekstraksi
Vakum ekstraksi adalah suatu tindakan bantuan persalinan,
janin dilahirkan dengan ekstraksi menggunakan tekanan
negative dengan alat vakum yang dipasang dikepalanya.
Komplikasi yang dapat terjadi pada ibu adalah robekan pada
serviks uteri dan robekan pada vagina dan ruptur perineum.
b. Ekstraksi Cunam/Forceps
Ekstraksi Cunan/Forceps adalah suatu persalinan buatan,
janin dilahirkan dengan cunam yang dipasang di kepala janin.
Komplikasi yang dapat terjadi pada ibu adalah ruptur uteri,

32
robekan portio, robekan pada vagina, ruptur perineum, syok,
perdarahan postpartum, pecahnya varises vagina.
c. Partus Presipitatus
Partus presipitatus adalah persalinan yang berlangsung
sangat cepat, berlangsung kurang dari 3 jam, dapat disebabkan
oleh abnormalitas kontraksi uterus dan rahim yang terlalu kuat,
atau pada keadaan yang sangat jarang ditemui, tidak adanya rasa
nyeri pada saat his sehingga ibu tidak menyadari adanya proses
persalinan yang sangat kuat.
7. Episiotomi
Episiotomi adalah suatu tindakan insisi pada perineum yang
menyebabkan terpotongnya selaput lendir vagina, cincin selaput dara,
jaringan pada septum rektovagina, otot-otot dan fasia perineum dan kulit
sebelah depan perineum.
8. Faktor Penolong
Persalinan Penolong persalinan adalah seorang yang mampu dan
berwenang dalam memberikan asuhan persalinan. Pimpinan persalinan
merupakan salah satu penyebab terjadinya ruptur perineum, sehingga
diperlukan kerja sama dengan ibu dan penggunaan perasat manual yang
tepat dapat mengatur ekspulsi kepala, bahu, dan seluruh tubuh bayi untuk
mencegah laserasi.
9. Faktor yang Mempengaruhi Penyembuhan Luka
a. Gizi
Faktor gizi terutama protein akan sangat mempengaruhi
terhadap proses penyembuhan luka pada perineum karena
penggantian jaringan sangat membutuhkan protein.
b. Obat-obatan
Steroid dapat menyamarkan adanya infesi dangan
mengganggu respon inflamasi normal antikoagulan dapat
menyebabkan hemoragi.
4. Keturunan

33
Sifat genetik seseorang akan mempengaruhi kemampuan
dirinya dalam penyembuhan luka. Salah satu sifat genetik yang
mempengaruhi adalah kemampuan sekresi insulin dapat dihambat,
sehingga menyebabkan glukosa darah meningkat dapat terjadi
penipisan protein-kalori.
5. Sarana dan Prasarana
Kemampuan ibu dalam menyediakan sarana dan prasarana
dalam perawatan perineum akan sangat mempengaruhi
penyembuhan perineum, misalnya kemampuan ibu dalam
menyediakan antiseptik.
6. Budaya dan Keyakinan
Budaya dan keyakinan akan mempengaruhi penyembuhan
perineum, misalnya kebiasaan pantang telur, ikan, daging, dan ayam
akan mempengaruhi asupan gizi ibu yang akan sangat
mempengaruhi penyembuhan luka.
10. Perawatan Luka Perineum
a. Pengertian Perawatan
Perineum adalah pemenuhan kebutuhan untuk menyehatkan daerah
antara paha yang dibatasi vulva dan anus pada ibu yang dalam masa
antara kelahiran plasenta sampai dengan kembalinya organ genetik
seperti pada waktu sebelum hamil. (Rukiyah dan Yulianti, 2018).
b. Tujuan Perawatan Luka Perineum
Perawatan luka perineum pada ibu setelah melahirkan
bertujuan untuk mengurangi rasa ketidaknyamanan, menjaga
kebersihan, mencegah infeksi, dan mempercepat penyembuhan
luka. Cara melakukan perawatan perineum adalah :
c. Persiapan
ibu post partum dengan perawatan perineum sebaiknya
dilakukan di kamar mandi dengan posisi ibu jongkok jika ibu telah
mampu atau berdiri dengan posisi kaki terbuka
d. Penatalaksanaan

34
Perawatan perineum khususnya bagi wanita setelah
melahirkan anak mengurangi rasa ketidaknyamanan, kebersihan,
mencegah infeksi, dan meningkatkan penyembuhan dengan
prosedur pelaksanaan adalah :
1) Mencuci tangan dengan teknik 7 langkah untuk mencegah
kuman dan bakteri berpindah dari tangan ke bagian tubuh
yang lain.
2) Buang pembalut yang telah penuh dengan gerakan ke bawah
mengarah ke rektum dan letakkan pembalut tersebut
kedalam kantung plastik.
3) Setelah ibu selesai mandi pagi dan sore ataupun selesai
berkemih dan BAB ke toilet lalu bersihkan seluruh perineum
dengan menggunakan air mengalir.
4) Lalu bersihkan kembali menggunakan air rebusan daun sirih
kemudian jangan dibasuh menggunakan air lagi.
5) Keringkan perineum dengan menggunakan handuk bersih
dari depan ke belakang.
6) Pasang pembalut dari depan ke belakang.
7) Cuci tangan kembali untuk mencegah berkembangnya
kuman dan bakteri.
11. Lingkup Perawatan
Lingkup perawatan perineum ditujukan untuk pencegahan infeski
organ-organ reproduksi yang disebabkan oleh masuknya mikroorganisme
yang masuk melalui vulva yang terbuka atau akibat dari perkembangbiakan
bakteri pada peralatan penampung lochea (pembalut). Waktu perawatan
perineum adalah :
a. Saat mandi yakni : Pada saat mandi, ibu post partum pasti melepas
pembalut, setelah terbuka maka ada kemungkinan terjadi
kontaminasi bakteri pada cairan yang tertampung pada pembalut,
untuk itu maka perlu dilakukan penggantian pembalut, demikian
pula pada perineum ibu, untuk itu diperlukan pembersihan
perineum.

35
b. Setelah buang air kecil: Pada saat buang air kecil kemungkinan besar
terjadi kontaminasi air seni pada rektum akibatnya dapat memicu
pertumbuhan bakteri pada perineum untuk itu diperlukan
pembersihan perineum.
c. Setelah buang air besar: Diperlukan pembersihan sisa-sisa kotoran
disekitar anus, untuk mencegah terjadinya kontaminasi bakteri dari
anus ke perineum yang letaknya bersebelahan maka diperlukan
proses pembersihan anus dan perineum secara keseluruhan.

2.4.4 Skala Reeda


Skala Reeda Infeksi perineum pada luka perineum dapat dipelajari dengan
menggunakan metode Redness, Echymosis, Edema, Discharge and Approximation
(REEDA). Alat asesmen ini digunakan untuk menilai kondisi jahitan perineum,
dengan skor tertentu yang menunjukkan seberapa baik kondisi penyembuhan luka
perineum. (Wijayanti et al., 2017).
REEDA menggunakan kertas perekat disposable (disposable paper tapes)
dengan panjang 4 cm yang ditandai 0,25 cm setiap bagiannya. Saat ibu posisi miring
kiri atau kanan (simes position) disposable paper tapes ditempatkan tegak lurus
(perpendicular) terhadap garis luka perineum sehingga ukuran centimeter dapat
menandai luka. Penilaian sistem REEDA meliputi:

a. Redness, tampak kemerahan pada daerah penjahitan


b. Edema, adalah adanya cairan dalam jumlah besar yang abnormal di jaringan
intraseluler tubuh, menunjukan jumlah yang nyata dalam jaringan subcutis,
edema dapat terbatas yang disebabkan oleh obstruksi vena atau saluran
limfatik atau peningkatan permcabilitas vascular
c. Ecchymosis adalah bercak perdarahan yang kecil, lebih besar dari petekie
(bintik merahkeunguan kecil dan bulat sempurna menonjol), pada kulit
perineum membentuk bercak biru atau ungu yang rata, bulat atau tidak
beraturan
d. Discharge adalah adanya eksresi atau pengeluaran dari daerah yang luka
perineum
e. Approximation adalah kedekatan jaringan yang dijahit

36
BAB III
TINJAUAN KASUS

ASUHAN KEBIDANAN NIFAS DI PUSKESMAS RAWAT INAP


TANJUNG SARI

KF 1 ( 6 jam postpartum)
Tanggal Pengkajian : 23 Oktober 2023
Jam Pengkajian : 16.15 WIB
Tempat Pengkajian : Puskesmas Rawat Inap Tanjung Sari
Nama Pengkaji : Cantika R Kesturi

A. Data Subjektif
1. Identitas
Nama ibu : Ny. A Nama suami : Tn. S
Umur : 21 tahun Umur : 26 tahun
2. Keluhan utama
Ibu merasa lelah dan perut masih terasa mulas, serta masih merasa nyeri
pada area luka jahitan
3. Riwayat Persalinan Sekarang
Ibu melahirkan anak pertama dan belum pernah keguguran, jenis
kelamin perempuan pada tanggal 23 oktober 2023 pukul 09.55 WIB berat
badan 2200 gram dan panjang badan 45 cm, dengan usia kehamilan 39
minggu. Tidak ada komplikasi selama kehamilan dan persalinan.
4. Riwayat Kesehatan
ibu mengatakan tidak memiliki riwayat penyakit apapun, dari
keluarga ibu maupun suami serta tidak memiliki riwayat alergi.
5. Kondisi Nifas Saat ini
a. laktasi : ibu dapat menyusui bayinya, bayi disusukan
2 jam sekali dengan durasi ± 30 menit
b. pola istirahat : ibu mengatakan kurang tidur karena
ketidaknyamanan pada luka jahitan
c. mobilisasi/ pola aktivitas : ibu sudah mobilisasi ringan seperti duduk,

37
berdiri dan berjalan kecil.
d. pola nutrisi : pukul 15.30 WIB menu nasi dan ayam
goreng dengan porsi kecil
e. pola hidrasi : pukul 16.00 WIB dengan air putih
f. obat yang dikonsumsi : tablet Fe, amoxcillin, paracetamol, dan
vitamin A
g. pola eliminasi : ibu sudah bisa BAK 2x dibantu dengan
suami, belum BAB, dan tidak ada keluhan
6. Personal Hygiene
Ibu menggunakan pembalut dan sudah menggantinya 2x setelah BAK
5. Kondisi Psikologis
Ibu mengatakan sangat senang dengan kelahiran anak
perempuannya, ibu didukung oleh suami dan keluarga, ibu berada dimasa
taking in karena masih membutuhkan dampingan dari suami dan
keluarganya, ibu sedikit lelah.

B. Data Objektif
1. Keadaan umum : baik
Kesadaran : composmentis
2. Tanda-tanda vital
a. tekanan darah : 110/80 mmHg
b. nadi : 78x/menit
c. suhu : 36,6°C
d. respirasi : 20x/menit
3. Pemeriksaan Fisik
a. wajah : tidak pucat dan tidak oedema
b. mata : konjungtiva merah muda, sklera putih
c. payudara : bersih, simetris. Putting susu menonjol, terdapat
pengeluaran colostrum
d. abdomen
TFU : 2 jari di bawah pusat
Kontraksi uterus : baik

38
Kandung kemih : kosong
e. genetalia
lochea rubra, kemerahan, skor REEDA : 2
luka jahitan : bersih, tidak ada hematoma pada luka jahitan,
jahitan basah
C. Analisis
P1A0 6 jam postpartum dengan nyeri luka jahitan perineum derajat II

D. Penatalaksanaan
1) Memberitahu hasil pemeriksaan kepada ibu
Evaluasi : ibu mengerti dan telah mengetahui kondisinya
2) Melakukan observasi TFU, kontraksi uterus, dan pengeluaran lochea
Evaluasi : kontraksi uterus baik teraba bulat dan keras, TFU 2 jari di bawah
pusat
3) Menjelaskan pada ibu bahwa rasa nyeri pada luka jahitan disebabkan oleh
adanya pemisahan jaringan dan otot-otot perineum dari akibat tindakan
episiotomi.
Evaluasi : ibu mengerti dengan penjelasan yang diberikan dan akan
beradaptasi dengan keadaan tersebut
4) Memberitahu ibu untuk menjaga perineum agar tetap bersih dan kering
yaitu dengan cara mengganti pembalut setiap habis BAK dan BAB
Evaluasi : ibu mengerti dan dapat melakukan perawatan yang benar setelah
BAK
5) Mengajarkan kepada ibu cara perawatan luka episiotomi yang pertama
sebelum menyentuh daerah vagina maupun perineum tangan harus dalam
keadaan bersih, membasuh dari arah depan ke belakang hingga tidak ada
sisa-sisa kotoran yang menempel disekitar vagina dan perineum, setelah
dibasuh, keringkan perineum dengan handuk yang lembut, lalu kenakan
pembalut baru
Evaluasi : ibu mengerti
6) Menjelaskan tanda-tanda infeksi pada luka episiotomi yaitu terdapat warna
kemerhan daerah luka episiotomi, adanya pengeluaran darah yang banyak
padahal sebelumnya sudah tidak, terasa panas di area genetalia,

39
mengeluarkan nanah dan mengeluarkan bau yang sangat menyengat dari
luka episiotomi, dan suhu tubuh melebihi 37,5°C
Evaluasi : ibu mengenali tanda-tanda infeksi dan akan menjaga kebersihan
dirinya
7) Menjelaskan kepada ibu teknik menyusui yang baik dan benar
Evaluasi : ibu mengerti
8) Menjelaskan kepada ibu tentang manfaat ASI eksklusif yaitu mengandung
kalori dan ASI memenuhi kebutuhan bayi sampai usia 6 bulan, ASI
mengandung zat pelindung dan perkembangan psikomotorik bayi lebih
cepat
Evaluasi : ibu mengerti
9) Menganjurkan ibu untuk makan makanan yang bergizi seimbang yaitu
karbohidrat (nasi, kentang, roti), protein (tahu, tempe, daging, dan telur),
vitamin (buah dan sayur) dan memperbanyak konsumsi makanan yang
mengandung protein untuk mempercepat menyembuhkan luka episiotomi.
Pemenuhan gizi seimbang berpengaruh dalam produksi ASI
Evaluasi : ibu mengerti
10) Memberitahu ibu untuk melakukan kunjungan nifas 3 hari pada tanggal 26
oktober 2023
Evaluasi : ibu bersedia

KF 2 (postpartum 3 hari)
Tanggal Pengkajian : 26 Oktober 2023
Jam Pengkajian : 10.00 WIB
Tempat Pengkajian : Puskesmas Rawat Inap Tanjung Sari
Nama Pengkaji : Cantika R Kesturi

A. Data Subjektif
1. Keluhan utama
Ibu datang ke poli KIA dengan tujuan melakukan kunjungan ulang nifas
3 hari, mengeluh masih terdapat pengeluaran darah dari jalan lahir dan
masih sedikit nyeri pada luka jahitan.
2. Kondisi Nifas Saat ini

40
a. laktasi : ibu daoat menyusui bayinya setiap 2-3 jam sekali
dalam 15-30 menit
b. pola istirahat
tidur siang : 1 jam
tidur malam : 6 jam
c. pola aktivitas : ibu belum dapat beraktivitas seaktif biasanya
d. pola nutrisi
frekuensi makan : 2x/hari
jumlah porsi : sedang, 3 centong nasi
menu : nasi, sayur
masalah : tidak ada
e. pola hidrasi
frekuensi : 1 liter/hari / 8 gelas
masalah : tidak ada
f. obat yang dikonsumsi : ibu masih mengonsumsi tablet Fe,
amoxcillin dan paracetamol
g. pola eliminasi
a) BAK
frekuensi : 3x/hari
masalah : tidak ada
b) BAB
frekuensi :1x/hari
masalah : tidak ada
h. Personal Hygiene : ganti pembalut 4x/hari.
i. Sosial budaya : ibu mengatakan tidak ada kebudayaan atau
kepercayaan tertentu
j. Kondisi Psikologis : ibu mengatakan sangat senang atas kelahiran
bayinya, terdapat dukungan dari suami maupun
keluarga besar, ibu berada di fase taking hold.

B. Data Objektif
1. Keadaan umum : baik

41
Kesadaran : composmentis
2. Tanda-tanda vital
a. tekanan darah : 128/80 mmHg
b. nadi : 82x/menit
c. suhu : 36,6°C
d. respirasi : 22x/menit
3. Pemeriksaan Fisik
a. wajah : tidak pucat, tidak oedema
b. mata : konjungtiva merah muda, sklera putih
c. payudara : bersih, simetris. Tidak terdapat massa yang abnormal,
puting susu menonjol, ASI (+)
d. abdomen :
TFU : 3 jari dibawah pusat
Kontraksi uterus: baik
Kandung kemih: kosong
Diatasis rechti : 2 jari
e. genetalia
lochea rubra
luka jahitan : bersih, tidak ada hematoma. Terdapat kemerahan pada
salah satu jahitan, tidak ada pembengkakan, tidak ada
pengeluaran, luka masih basah, terdapat laserasi
perineum derajat II
skor reeda : Redness (1), Edema (0), Ecchymosis (0), Discharge (0),
Approximation (0)

C. Analisis
P1A0 postpartum 3 hari dengan nyeri luka jahitan perineum derajat II

D. Penatalaksanaan
1) Memberitahu hasil pemeriksaan kepada ibu
Evaluasi : ibu mengetahui kondisinya saat ini dalam keadaan baik
2) Mengobservasi kontraksi uterus sebagai upaya pencegahan pendarahan
postpartum

42
Evaluasi : kontraksi uterus baik teraba bundar dan keras
3) Menjelaskan kepada ibu penyebab masih keluarnya darah dari jalan lahir
yaitu disebabkan oleh terjainya involusi uteri atau proses pengecilan uterus
kembali seperti keadaan sebelum hamil dan pengeluaran darah yang keluar
tidaklah banyak dan masih berwarna merah
Evaluasi : ibu mengetahui
4) Menganjurkan ibu tetap melakukan aktivitas secara bertahap dan
menghindari pekerjaan yang terlalu berat, karena dengan mobilisasi dini
dapat membantu proses penyembuhan luka
Evaluasi : ibu mengerti dan berserda beraktivitas secara bertahap
5) Menganjurkan kepada ibu bila membasuh area genitalia cukup
menggunakan air biasa yang bersih
Evaluasi : ibu mengerti
6) Menganjurkan ibu saat membersihkan luka perineum gunakan betadine dan
saat membasuh area genetalia dengan cara membasuh dari arah depan ke
belakang. Setelah dibasuh keringkan lalu kenakan pembalut baru
Evaluasi : ibu mengerti
7) Menganjurkan ibu mengganti pembalutnya sekali dalam ±4 jam atau jika
ibu merasa pembalut sudah penuh dan merasa tidak nyaman
Evaluasi : ibu bersedia
8) Meresepkan antibiotik yang sudah dikolaborasikan dengan dokter dan
vitamin
Evaluasi : amoxillin 3x1 500 mg, asam mefenamat 3x1 500 mg, dan tablet
Fe 1x1 60 mg
9) Menjelaskan tanda-tanda infeksi luka episiotomi
Evaluasi : ibu mengerti
10) Menganjurkan kepada ibu untuk segera ke fasyankes segera bila merasa ada
tanda-tanda pada luka episiotomi atau bilamana memiliki keluhan lainnya
Evaluasi : ibu bersedia

43
BAB IV
PEMBAHASAN
Dalam bab ini, penulis akan mengulas kesenjangan antara teori dan hasil
evaluasi pelaksanaan asuhan pasien Ny. A setelah episiotomi di Puskesmas Rawat
Inap Tanjung Sari selama 6 jam pasca persalinan pada tanggal 23 oktober 2023
serta melakukan kunjungan ulang 3 hari pasca persalinan pada tanggal 26 oktober
2023. Pembahasan ini disusun dengan merujuk pada teori dan realitas lapangan,
dengan menggunakan pendekatan manajemen perawatan kebidanan yang terdiri
dari 7 langkah seperti yang dijelaskan dalam (Varney, 2019).
Asuhan kebidanan yang dilakukan pada Ny. A umur 21 tahun P1A0 nifas 6
jam dan 3 hari dengan masalah nyeri luka jahitan dilakukan dengan menggunakan
format pendekatan manajemen 7 langkah varney dan catatan pendokumentasian
SOAP selama 7 hari dari tanggal 25 s/d 29 oktober 2023 dengan 1 kali kunjungan
ulang. Berdasarkan data subjektif didapatkan bahwa Ny. A nifas 6 jam dan 3 hari
telah melahirkan anak pertama, dengan keluhan nyeri pada luka jahitan dan ibu
merasa tidak nyaman, secara teori ketika mikrosirkulasi mengalami kerusakan,
elemen darah seperti antibodi, plasma protein, elektrolit, komplemen dan air
menembus spasium vaskuler selama 2 sampai 3 hari, menyebabkan edema, teraba
hangat, kemerahan dan nyeri.
Hal ini disebut dengan fase imflamasi dan berlangsung selama 1-4 hari
(Rukiyah dan Yulianti 2019). Hasil pengkajian data objektif didapatkan keadaan
umum ibu baik, kesadaran composmentis, tanda-tanda vital yaitu, tekanan darah
128/80 mmHg, Nadi 82x/menit, suhu 36,6ºC, pernapasan 22x/menit, pada
pemeriksaan payudara, puting kiri dan kanan menonjol, kolostrum kiri (+) dan
kanan (+), pada pemeriksaan abdomen, kontraksi uterus baik dan teraba keras, TFU
3 jari di bawah pusat, kandung kemih kosong, hal ini sesuai dengan teori
(Ambarwati Wulandari, 2015) bahwa kontraksi uterus pada ibu nifas normal adalah
keras dan apabila kontraksi teraba lembek, menandakan adanya perdarahan
postpartum, pada pemeriksaan genitalia terdapat pengeluaran lochea rubra dan
terdapat luka laserasi perineum derajat II. Berdasarkan diagnosa masalah, dan
kebutuhan dari kasus Ny. A maka perencanaan yang akan dilakukan pada KF1 dan
KF2 adalah memberitahu hasil pemeriksaan pada ibu dan keluarga, jelaskan

44
rencana asuhan yang akan diberikan yaitu: mencegah terjadinya perdarahan pada
masa nifas, mendeteksi dan merawat penyebab lain perdarahan dan memberikan
rujukan bila perdarahan berlanjut, memastikan involusi uteri berjalan dengan
normal, uterus berkontraksi, fundus dibawah umbilicus, tidak ada perdarahan
abnormal, menilai adanya tanda-tanda demam, infeksi atau kelainan pasca
persalinan, mobilisasi dini secara bertahap, berikan KIE tentang perubahan
fisiologis masa nifas bahwa perut mulas dan nyeri adalah keadaan yang normal
karena adanya kontraksi uterus, ajarkan ibu dan keluarga cara memeriksa kontraksi
uterus yang baik dan cara melakukan masase uterus untuk mencegah perdarahan,
kebutuhan nutrisi dan cairan pada masa nifas, pemenuhan kebutuhan istirahat dan
tidur, personal hygiene yang baik, dan pemberian ASI. Menganjurkan ibu untuk
melanjutkan obat yang diberikan oleh bidan yang berkolaborasi dengan dokter yaitu
obat analgetik (paracetamol 500 mg 3x1), antibiotik (amoxillin 500 mg 3x1).
Penatalaksanaan yang dilakukan dan dikerjakan secara komprehensif dan
menyeluruh berdasarkan rencana tindakan yang telah di buat, keadaan luka jahitan
perineum masih basah, terasa nyeri, berwarna kemerahan, teraba hangat dan tidak
oedema dengan skor REEDA hari ketiga yaitu 1 hal ini sesuai dengan teori
(Rukiyah dan Yulianti, 2019)
Berdasarkan diagnosa masalah, dan kebutuhan dari kasus Ny. A maka
perencanaan yang akan dilakukan memberitahu hasil pemeriksaan pada ibu dan
keluarga. Hal ini sesuai dengan teori Walyani dan Purwoastuti (2020) bahwa tujuan
dan kebutuhan ibu pasca persalinan sesuai kebijakan program nasional masa nifas
pada kunjungan masa nifas pada kunjungan (KF 1) yaitu: mencegah terjadinya
perdarahan masa nifas, mendeteksi dan merawat penyebab lain perdarahan dan
memberikan rujukan bila perdarahan berlanjut, ajarkan ibu cara melakukan
perawatan luka perineum, pemberian ASI pada masa awal menjadi ibu sampai usia
6 bulan tanpa diberi tambahan apapun. Rencana asuhan kebidanan pada Kunjungan
KF 2 yaitu: memastikan involusi uteri barjalan dengan normal, uterus berkontraksi,
fundus dibawah umbilicus, tidak ada perdarahan abnormal, dan tidak ada bau,
menilai adanya tanda-tanda demam, infeksi atau kelainan pasca persalinan,
memastikan ibu mendapat cukup makanan, cairan, dan istirahat, memastikan ibu
menyusui dengan baik dan benar serta tidak ada tanda-tanda penyulit. Pada kasus

45
Ny. F setelah melahirkan Ny. F diberikan obat analgetik berupa asam mefenamat
500 mg dan antibiotik yaitu amoxilin 500 mg diminum 3x1 selama 3 hari, ibu
minum obat setiap 8 jam sekali, dalam pemberian obat bidan berkolaborasi dengan
dokter karena bahwasanya dalam PERMENKES No 28 tahun 2017 pasal 19 ayat
(3) bidan tidak memiliki wewenang dalam pemberian obat antibiotik dan analgetik
seperti (amoxillin dan paracetamol). Bidan hanya berwenang untuk memberikan
obat obatan berupa tablet penambah darah, vitamin A dosis tinggi pada ibu nifas,
utertonika pada manajemen aktif kala III dan postpartum.

46
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Terkait kasus Ny. A yang mengalami nyeri pada luka jahitan episiotomi
adalah bahwa penerapan asuhan kebidanan yang sesuai dengan standar pelayanan
kebidanan dan kewenangan bidan sangat penting untuk memberikan perawatan
yang efektif dan aman. Dalam hal ini, langkah-langkah penting termasuk
mengumpulkan data subjektif dan objektif selama asuhan kebidanan nifas dan
menyusui, serta menganalisis data hasil pengkajian untuk menentukan diagnosa dan
permasalahan yang mungkin muncul. Selanjutnya, perencanaan perawatan yang
memadai harus disusun berdasarkan diagnosa dan permasalahan yang
teridentifikasi.
Selama pelaksanaan asuhan kebidanan, penting untuk melaksanakan
penatalaksanaan yang efektif, efisien, dan aman sesuai dengan rencana asuhan,
serta dengan mengacu pada standar pelayanan kebidanan dan kewenangan bidan.
Selain itu, dokumentasi hasil asuhan dalam format SOAP (Subjective, Objective,
Assessment, Plan) sangat diperlukan untuk memastikan rekam medis yang akurat
dan terorganisir. Terakhir, perbedaan antara teori dan praktik dalam asuhan yang
diberikan harus diidentifikasi dan dievaluasi. Hal ini akan membantu dalam
perbaikan berkelanjutan dalam memberikan asuhan kebidanan yang lebih baik dan
sesuai dengan standar pelayanan yang ditetapkan. Dengan demikian, menjaga
kualitas perawatan pasien seperti Ny. A dan memastikan bahwa pasien menerima
perawatan yang sesuai dan aman adalah hal yang sangat penting dalam praktek
kebidanan.

5.2 Saran
1. Mengembangkan Kemampuan dengan Asuhan Kebidanan SOAP: Penulis
dapat terus meningkatkan pengalaman, wawasan, dan pengetahuan dalam
memberikan asuhan kebidanan pada ibu nifas dengan menggunakan metode
asuhan kebidanan SOAP. Penerapan metode ini akan membantu dalam
mengidentifikasi permasalahan dengan lebih baik, merencanakan
perawatan yang lebih terperinci, dan memastikan bahwa setiap langkah

47
dalam proses asuhan kebidanan diakomodasi dengan baik. Dengan
demikian, penulis dapat memberikan perawatan yang lebih efektif dan aman
bagi pasien.
2. Asuhan Kebidanan dan Pemantauan Nifas dan Menyusui: Pasien seperti Ny.
A harus mendapatkan asuhan kebidanan yang lengkap dan pemantauan
selama masa nifas dan menyusui. Penanganan nyeri akibat luka jahitan
episiotomi, dalam hal ini, harus diperhatikan secara intensif dan dikelola
dengan baik. Selain itu, perawatan yang mendalam terhadap ibu dan bayi
baru lahir perlu diutamakan untuk memastikan kesejahteraan keduanya.
3. Kontribusi untuk Peningkatan Mutu Pendidikan: Hasil pengalaman ini
dapat digunakan sebagai informasi yang berharga bagi institusi pendidikan
dalam pengembangan dan peningkatan mutu pendidikan kebidanan di masa
yang datang. Dengan berbagi pengalaman dan temuan yang diperoleh dari
kasus seperti Ny. A, institusi pendidikan dapat terus memperbaiki
kurikulum, metode pengajaran, dan standar praktik kebidanan. Hal ini akan
memastikan bahwa calon bidan dilengkapi dengan pengetahuan dan
keterampilan yang sesuai dengan tuntutan praktek kebidanan yang
berkembang.

48
DAFTAR PUSTAKA

Nurul, A., & Rafhani, R. (2019). Buku Ajar Asuhan Kebidanan NIfas dan
Menyusui. Sidoarjo: UMSIDA Press

Kementerian Kesehatan RI. Pedoman Pelayanan Antenatal,Persalinan,Nifas,Dan


Bayi Baru Lahir Di Era Adaptasi Kebiasaan Baru. Direktorat Kesehatan Keluarga
Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat. Jakarta : KEMENKES RI ; 2020

Afifah, V. A. and Sarwoko (2020) “Faktor-faktor yang mempengaruhi Kualitas


Hidup Pasien Kanker Payudara Yang Menjalani Kemoterapi,” Jurnal Komunikasi
Kesehatan, XI(1), pp. 106–119.

Maritalia, D. (2017). Asuhan Kebidanan pada Ibu Nifas. (S. Riyadi, Ed.).
Yogyakarta: Gosyen Publishing

Sari, Y. (2017). Perbandingan Antara Penyembuhan Luka Perineum yang


Menggunakan Air Rebusan Daun Sirih dan yang Tidak Menggunakan Air Rebusan
Daun Sirih di BPM Lismarini Tahun 2016. Cendekia Medika, 2(2), 77-87.

Savitri, Astrid., et al. 2015. Kupas Tuntas Kanker Payudara, Leher Rahim &
Rahim. Yogyakarta : Pustaka Baru Press.

Benson, RC dan Pernoll ML. 2009. Buku Saku Obstetri & Ginekologi Edisi 9.
Jakarta: EGC Cetakan 3. PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Jakarta: EGC

Anggeriani, R., & Lamdayani, R. (2018). Efektifitas Pemberian Air Daun Sirih
(Piper Betle L) Terhadap Kecepatan Penyembuhan Luka Perineum Pada Ibu Post
Partum. Jurnal Ilmiah Multi Science Kesehatan, 9(2), 80-87. Diakses dari
https://jurnal.stikes-aisyiyahpalembang.ac.id/index.php/Kep/article/view/121

Prawirohardjo, Sarwono. 2012. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Bina Pustaka Sarwono


Prawirohardjo.

49
Van Wegberg AMJ, MacDonald A, Ahring K, Bélanger-Quintana A, Blau N,
Bosch AM, et al. The complete European guidelines on phenylketonuria: Diagnosis
and treatment. Orphanet J Rare Dis. 2017;12(1):1–56.

Wahyuni, Elly Dwi. (2018). Buku Ajar Kebidanan Asuhan Kebidanan Nifas dan
Menyusui. Jakarta: Kemenkes RI

Varney, H. (2019). Buku Ajar Asuhan Kebidanan. Jakarta: EGC

PMK RI Nomor.28 tahun 2017 tentang Izin Dan Penyelenggaraan Praktik Bidan.
Menteri Kesehatan Republik Indonesia

50

Anda mungkin juga menyukai