Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN KASUS

Perdarahan Post Partum Sekunder

Oleh:
Sheryl Elita Tanjaya (1202006108)
Ni Luh Putu Wulan Budyawati (1202006198)
Rashinny Thilainathan (1202006215)

Pembimbing
dr. Made Oka Sedana Yoga, Sp.OG

DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITRAAN KLINIK MADYA


DI BAGIAN/SMF ILMU OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA
RSU KABUPATEN BANGLI
2017
LAPORAN KASUS

Perdarahan Post Partum Primer ec Rest Plasenta

Oleh:
Sheryl Elita Tanjaya (1202006108)
Ni Luh Putu Wulan Budyawati (1202006198)
Rashinny Thilainathan (1202006215)

Pembimbing
dr. Made Oka Sedana Yoga, Sp.OG

DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITRAAN KLINIK MADYA


DI BAGIAN/SMF ILMU OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA
RSU KABUPATEN BANGLI
2017
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat-
Nya maka laporan kasus dengan topik “Perdarahan Post Partum ec Rest Placenta” ini
dapat selesai pada waktunya.
Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang
telah membantu dalam penyelesaian laporan kasus ini. Laporan kasus ini disusun sebagai
salah satu syarat mengikuti Kepaniteraan Klinik Madya di bagian Ilmu Obstetri dan
Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/RSUD Sanjiwani Gianyar.
Ucapan terima kasih penulis tujukan kepada:
1. dr. I Wayan Sudania Anggra, Sp.OG selaku Kepala SMF Ilmu Obstetri dan Ginekologi
RSU Bangli yang telah memberikan kami kesempatan untuk belajar di rumah sakit ini;
2. dr. Made Oka Sedana Yoga, Sp.OG selaku pembimbing yang telah memberikan
pengarahan, kritik, dan saran di dalam pembuatan laporan kasus ini;
3. Ibu Bidan dan perawat yang juga turut membimbing kami dalam pembelajaran
mengenai kasus ini; dan
4. Seluruh pihak yang membantu penulis dalam penyusunan laporan kasus.
Penulis menyadari laporan ini masih jauh dari sempurna dan banyak
kekurangan, sehingga saran dan kritik pembaca yang bersifat membangun sangat
penulis harapkan untuk kesempurnaan laporan kasus ini. Semoga tulisan ini dapat
bermanfaat bagi pembaca.

Bangli, Maret 2017

Penulis
DAFTAR ISI

HALAMAN DEPAN ............................................................................................ i


KATA PENGANTAR .......................................................................................... ii
DAFTAR ISI ......................................................................................................... iii
BAB I Pendahuluan ......................................................................................... 1
BAB II Tinjauan Pustaka .................................................................................. 3
2.1 Perdarahan Pasca Perdarahan ....................................................... 3
2.1.1 Definisi Perdarahan Pasca Perdarahan ........................................ 4
2.1.2 Anatomi dan Fisiologi Uterus...................................................... 4
2.1.3 Patofisiologi Perdarahan Pasca Persalinan .................................. 5
2.1.4 Etiologi Perdarahan Pasca Persalinan.......................................... 8
2.1.5 Faktor Risiko ............................................................................... 9
2.1.6 Klasifikasi Perdarahan Pasca Persalinan .................................... 9
2.2 Rest Plasenta .................................................................................. 9
2.2.1 Definisi rest plasenta ................................................................... 12
2.2.2 Etiologi dan Faktor Risiko Rest Plasenta ..................................... 12
2.2.3 Definisi rest plasenta .................................................................... 12
2.2.4 Diagnosis ...................................................................................... 12
2.2.5 Diagnosis Banding ....................................................................... 12
2.2.6 Penatalaksanaan ........................................................................... 12
BAB III Laporan Kasus ...................................................................................... 14
3.1 Identitas Pasien .............................................................................. 14
3.2 Anamnesis ..................................................................................... 14
3.3 Pemeriksaan Fisik .......................................................................... 15
3.4 Pemeriksaan Penunjang ................................................................. 16
3.5 Diagnosis Kerja .............................................................................. 16
3.6 Penatalaksanaan .............................................................................. 17
3.7 Perjalanan Penyakit ........................................................................ 17
BAB IV Pembahasan .......................................................................................... 18
4.1 Diagnosis ........................................................................................ 18
4.2 Faktor Risiko .................................................................................. 19
4.3 Penatalaksanaan ............................................................................. 19
4.4 Penatalaksanaan ............................................................................. 20
BAB V Simpulan ............................................................................................... 21
DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

Perdarahan merupakan salah satu dari tiga penyebab klasik kematian pada
ibu hamil atau melahirkan disamping infeksi maupun eklamsia. Perdarahan
merupakan penyebab kematian maternitas terbanyak yaitu sebesar 40-60%, diikuti
oleh eklamsia sebesar 20-30%, dan infeksi sebesar 15-30%. Perdarahan dalam
kehamilan dan persalinan terdiri dari perdarahan pada usia kehamilan muda,
perdarahan pada usia kehamilan lanjut, dan perdarahan pasca persalinan.1

Perdarahan Pasca Persalinan (PPP) adalah perdarahan atau hilangnya


darah sebanyak lebih dari 500 ml yang terjadi setelah persalinan. Atonia uteri
menjadi penyebab lebih dari 90% kasus perdarahan pasca persalinan. Lebih dari
setengah jumlah dari seluruh kematian ibu terjadi dalam waktu 24 jam setelah
melahirkan, sebagian besar oleh karena terlalu banyak mengeluarkan darah.
Walaupun jika seorang ibu dapat bertahan hidup akibat mengalami perdarahan
setelah persalinan, namun resiko untuk terjadinya anemia berat dapat terjadi.1

Insidensi perdarahan post partum pada negara maju terjadi sekitar 5% dari
seluruh persalinan, namun pada negara berkembang dapat mencapai hingga 28%
dari seluruh persalinan dan menjadi masalah utama dalam kematian ibu. Penyebab
terjadinya perdarahan post partum 90% disebabkan oleh atonia uteri, 7% akibat
terjadinya robekan jalan lahir, sisanya diakibatkan oleh terjadinya retensio
plasenta dan gangguan pembekuan darah.2

Di Indonesia diperkirakan terdapat 14 juta kasus perdarahan pasca


persalinan, dimana setiap tahunnya terdapat paling sedikit 128.000 perempuan
mengalami perdarahan hingga meninggal. Perdarahan pasca persalinan terutama
perdarahan post partum primer merupakan perdarahan yang paling banyak
menyebabkan kematian ibu. Perdarahan post partum primer merupakan
perdarahan pasca persalinan yang terjadi dalam 24 jam pertama setelah bayi lahir
atau persalinan.2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Perdarahan Pasca Persalinan

2.1.1 Definisi Perdarahan Pasca Persalinan

Perdarahan pasca persalinan merupakan perdarahan yang terjadi setelah


proses persalinan terjadi dengan volume pendarahan melebihi 500 ml. Pada
umumnya, seorang ibu melahirkan akan mengeluarkan darah fisiologis hingga
mencapai jumlah 500 ml tanpa menyebabkan gangguan hemostasis, dengan
demikian secara konvensional dikatakan bahwa perdarahan yang melebihi 500 ml
dapat dikategorikan sebagai perdarahan pasca persalinan.1

Definisi baru mengatakan bahwa setiap perdarahan yang dapat


mengganggu homeostasis tubuh atau mengakibatkan tanda hipovolemia termasuk
dalam kategori perdarahan pasca persalinan. Perdarahan pasca persalinan dapat
terjadi segera setelah janin lahir, selama pelepasan plasenta, dan setelah plasenta
lahir.3

2.1.2 Anatomi dan Fisiologi Uterus

Uterus atau rahim merupakan suatu organ yang berbentuk seperti buah
pear yang sedikit gepeng kearah depan belakang. Ukurannya sebesar telur ayam
dan memiliki rongga. Besarnya rahim berbeda-beda, dimana dipengaruhi oleh
apakah sesorang sudah pernah melahirkan anak atau belum.1

Uterus terdiri dari tiga bagian besar, yaitu, fundus uteri yang berada di
bagian uterus proksimal, badan rahim (korpus uteri) yang berbentuk segitiga, dan
leher rahim (serviks uteri) yang berbentuk silinder. Korpus uteri adalah bagian
terbesar uteri, merupakan 2/3 bagian dari rahim. Pada kehamilan, bagian ini
berfungsi sebagai tempat utama bagi janin untuk berkembang dan hidup. Serviks
uteri terbagi kepada dua bagian, yaitu pars supra vaginal dan pars vaginal. Saluran
yang menghubungkan orifisium uteri internal (oui) dan orifisium uteri external
(oue) disebut kanalis servikalis, dilapisi kelenjar-kelenjar serviks. Bagian rahim
antara serviks dan korpus disebut isthmus atau segmen bawah rahim. Bagian ini
akan mengalami peregangan dalam proses kehamilan dan persalinan.1

Dinding rahim secara secara histologiknya terdiri dari 3 lapisan, yaitu


lapisan mukosa (endometrium) di dalam, lapisan otot-otot polos (lapisan
miometrium) di tengah, dan lapisan serosa (lapisan peritoneum) di luar. Lapisan
otot-otot polos di sebelah dalam berbentuk sirkular dan di sebelah luar berbentuk
longitudinal. Di antara kedua lapisan itu terdapat lapisan otot oblik yang
berbentuk anyaman. Lapisan ini paling penting dalam persalinan karena sesudah
plasenta lahir, otot lapisan ini berkontraksi kuat dan menjepit pembuluh-pembuluh
darah yang terbuka sehingga perdarahan berhenti.2

Gambar 1. Anatomi Uterus

Suplai darah rahim dialiri oleh arteri uterina kiri dan kanan yang terdiri
atas ramus asendens dan ramus desendens. Pembuluh darah ini berasal dari arteria
iliaka interna (arteria Hipogastrika) dan arteria ovarika. Bagian endometrium
disuplai darah oleh arteriol spiralis dan basalis. Arteriol spiralis yang memegang
peran dalam mensturasi dan memberi nutrisi kepada janin yang sedang
berkembang dalam uterus.2
Gambar 2. Anatomi dan Vaskularisasi Uterus

2.1.3 Patofisiologi Perdarahan Pasca Persalinan

Pada dasarnya perdarahan terjadi oleh karena pembuluh darah didalam


uterus masih terbuka. Pelepasan plasenta memutuskan pembuluh darah dalam
stratum spongiosum sehingga sinus-sinus maternalis ditempat insersinya plasenta
terbuka. Pada saat uterus berkontraksi, pembuluh darah yang terbuka tersebut
akan menutup, kemudian pembuluh darah tersumbat oleh bekuan darah sehingga
perdarahan akan terhenti. Adanya gangguan retraksi dan kontraksi otot uterus,
akan menghambat penutupan pembuluh darah dan menyebabkan perdarahan yang
banya. Keadaan demikian menjadi faktor utama penyebab perdarahan pasca
persalinan.3

Diagnosis yang ditegakkan terhadap perdarahan pasca persalinan ditandai


dengan :

- Perdarahan banyak yang terus menerus setelah bayi lahir


- Pada perdarahan melebihi 20% volume total, timbul gejala penurunan tekanan
darah, nadi, nafas cepat, pucat, ekstremitas dingin hingga terjadi syok
- Perdarahan sebelum plasenta lahir biasanya disebabkan oleh karena retensio
plasenta atau laserasi jalan lahir
- Perdarahan setelah plasenta lahir. Perlu dibedakan penyebabnya antara atonia
uteri, sisa plasenta, atau trauma jalan lahir
- Riwayat partus lama, partus presipitatus, perdarahan antepartum atau penyebab
lain.3

2.1.4 Etiologi Perdarahan Pasca Persalinan

Terdapat banyak faktor yang dapat menyebabkan pendarahan post


partum, diantaranya adalah adanya kelainan pada kontraksi uterus (tone) 50-60%,
adanya sisa hasil konsepsi (tissue) oleh karena retensio plasenta sebesar 16-17%
dan oleh karena sisa plasenta sebesar 23-24%, trauma jalan lahir (trauma) sebesar
4-5%, dan kelainan koagulasi (thrombin) <1%.4

a. Tonus (Atonia Uteri)


Pada normalnya, perdarahan post partum dapat dikontrol oleh serat-serat
myometrium, terutama serat – serat yang berada disekitar pembuluh darah yang
mensuplai darah pada tempat perlengketan plasenta
Atonia uteri merupakan suatu keadaan dimana uterus gagal untuk
berkontraksi dan mengecil setelah janin keluar dari rahim. Atonia uteri terjadi
ketika miometrium tidak dapat berkontraksi. Pada perdarahan oleh karena atonia
uteri, uterus akan membesar dan terasa lembek pada saat palpasi. Atonia uteri
dapat disebabkan oleh karena salah penanganan kala III persalinan. Atonia uteri
merupakan penyebab utama terhadap terjadinya perdarahan post partum. Faktor-
faktor predisposisi terhadap terjadinya atonia uteri antara lain :
- Regangan rahim yang berlebihan selama kehamilan, yang disebabkan oleh
karena kehamilan gemeli, polihidramnion, atau anak makrosomia
- Kelelahan karena persalinan lama
- Kehamilan multipara
- Ibu dengan keadaan umum yang jelek, anemis, atau menderita penyakit
kronis
- Mioma uteri
- Korioamnionitis
- Ada riwayat pernah terjadi atonia uteri sebelumnya.1
b. Tissue
Gangguan tissue dapat disebabkan oleh karena terjadinya retensio plasenta
dan sisa plasenta. Retensio plasenta merupakan suatu keadaan dimana plasenta
tetap tertinggal dalam uterus setengah jam setelah anak lahir. Plasenta dimana
sulit untuk dilepaskan dengan pertolongan aktif kala III dapat disebabkan oleh
adanya adhesi yang kuat antara plasenta dan uterus. Disebut dengan plasenta
akreta apabila implantasi menembus desidua basalis dan Nitabuch Layer, disebut
sebagai plasenta akreta bila plasenta sampai menembus miometrium, dan disebut
dengan plasenta pankreta bila vili korialis sampai menembus perimetrium.1
Sisa plasenta dapat terjadi, bila kala III persalinan berlangsung tidak lancar,
atau setelah melakukan manual plasenta atau menemukan adanya kotiledon yang
tidak lengkap pada saat melakukan pemeriksaan plasenta dan masih terdapat
perdarahan dari ostium uteri eksternum.1
c. Trauma

Gangguan trauma dapat disebabkan oleh karena terjadinya rupture uterus,


inverse uterus, perlukaan jalan lahir, vaginal hematom. Ruptur uterus secara
spontan jarang terjadi, faktor resiko yang dapat menyebabkan terjadinya rupture
uterus antara lain grand multipara, malpresentasi, riwayat oprasi SC, persalinan
dengan induksi oxytocin. Ruptur uterus sering terjadi akibat jaringan parut sectio
secarea sebelumnya.2

Laserasi jalan lahir dapat mengenai uterus, cervix, vagina, vulva, dan
biasanya terjadi karena persalinan secara operasi ataupun persalinan pervaginam
dengan bayi besar, terminasi kehamilan dengan vacuum atau forcep. Laserasi
dibawah mukosa vagina dan vulva akan menyebabkan hematom, perdarahan akan
tersamarkan dan dapat menjadi lebih berbahaya oleh karena tidak terdeteksi
selama beberapa jam dan bisa menyebabkan terjadinya syok.2

Kegawatdaruratan kala III yang dapat menimbulkan perdarahan adalah


terjadinya inversi uterus. Inversi uterus adalah keadaan dimana lapisan dalam
uterus (endometrium) turun keluar melewati ostium uteri eksternum, dimana dapat
bersifat inkomplit hingga komplit. Faktor-faktor yang dapat menyebabkan
terjadinya inverse uterus antara lain adanya atonia uteri, serviks yang masih
terbuka lebar, dan adanya kekuatan yang menarik fundus ke bawah (plasenta
akreta, inkreta, pankreta) atau ada tekanan pada fundus uteri dari atas (manuver
crede) atau tekanan intraabdominal yang bersifat keras dan tiba-tiba (batuk atau
bersin).2

d. Thrombin
Faktor thrombin merupakan kelainan yang disebabkan oleh karena
gangguan terhadap pembekuan darah, gejala-gejala terhadap sesorang yang
mengalami pembekuan darah dapat berupa penyakit keturunan maupun didapat.
Kelainan pembekuan darah dapat berupa hipofibrinegenemia, trombocitopenia,
thrombocytopenic purpura idiopatik, sindrom HELLP dimana adanya hemolisis,
enxim hati yang meningkat serta kadar trombosit yang rendah, disseminated
intravaskuler coagulation (DIC), dan dilutional coagulopathy yang terjadi pada
transfuse darah lebih dari 8 unit oleh karena darah donor terkadang tidak segar
sehingga komponen fibrin dan trombosit sudah rusak. Perdarahan post partum
juga dapat disebabkan akibat kegagalan koagulasi seperti eklamsia berat,
perdarahan antepartum, dan cairan ketuban embolus.3

2.1.5. Faktor Resiko

Beberapa faktor resiko yang dapat menyebabkan terjadinya perdarahan


pasca persalinan adalah penggunaan anestesi umum, kehamilan multiple, janin
berukuran besar, polihidramnion, persalinan yang lama, persalinan terlalu cepat,
penggunaan oksitosin untuk induksi persalinan, paritas tinggi utamanya pada
grand multipara, korioamnionitis, atau riwayat terjadinya atonia uteri sebelumnya.
Riwayat terjadinya perdarahan sebelumnya merupakan faktor terbesar untuk
terjadinya perdarahan pasca persalinan.5

Faktor resiko utama yang dapat mempengaruhi perdarahan post partum


adalah seperti faktor usia, graviditas, paritas, jarak antara kelahiran, antenatal
care, dan kadar hemoglobin1. Usia aman untuk kehamilan dan persalinan adalah
usia 18-35 tahun, oleh karena pada usia tersebut rahim sudah siap untuk
menghadapi kehamilan, mental sudah matang, dan sudah mampu merawat bayi
serta dirinya. Pada ibu dimana usia dibawah 18 tahun, secara fisik dan mentalnya
belum siap untuk menghadapi kehamilan dan persalinan, serta rahim dan panggul
ibu belum berkembang dengan sempurna. Sebaliknya, pada ibu dengan usia diatas
35 tahun, cenderung untuk mengalami komplikasi terhadap persalinan. Ibu
dengan kehamilan lebih dari 1 kali akan memiliki resiko lebih tinggi terhadap
terjadinya perdarahan postpartum dibandingkan dengan ibu yang termasuk
golongan primigravida, hal ini dikarenakan fungsi reproduksi akan mengalami
penurunan pada setiap persalinan.5

2.1.6 Klasifikasi Perdarahan Pasca Persalinan

a. Perdarahan Post Partum primer atau dini (early postpartum hemorrhage)


merupakan perdarahan yang terjadi dalam 24 jam pertama setelah persalinan.
Penyebab utamanya sering disebabkan oleh atonia uteri, retensio plasenta, sisa
plasenta, dan robekan jalan lahir.1

b. Perdarahan Post Partum Sekunder atau lambat (late postpartum


hemorrhage) yaitu perdarahan yang terjadi 24 jam hingga 6 minggu setelah
persalinan. Hal tersebut dapat disebabkan oleh adanya sisa plasenta.1

2.2 Rest Plasenta

2.2.1 Definisi Rest Plasenta


Rest plasenta merupakan suatu kondisi tertinggalnya sisa plasenta dan
membrannya didalam cavum uteri. Sisa plasenta yang masih tertinggal disebut
dengan “sisa plasenta” atau “plasenta rest”. Gejala klinis dari sisa plasenta adalah
terdapat subinvolusi uteri, terjadi perdarahan yang sedikit dan berkepanjangan,
dapat juga terjadi perdarahan banyak secara mendadak setelah berhenti beberapa
waktu, serta perasaan tidak nyaman di perut bagian bawah.4
Sisa plasenta dalam nifas dapat menyebabkan terjadinya perdarahan dan
infeksi. Perdarahan yang banyak dalam nifas hampir selalu disebabkan oleh
adanya sisa plasenta. Jika pada pemeriksaan plasenta ternyata jaringan plasenta
tidak lengkap, maka harus dilakukan eksplorasi dari cavum uteri, dimana
potongan-potongan plasenta yang tertinggal akan menyebabkan perdarahan pasca
persalinan.5
2.2.2 Etiologi dan Faktor Resiko Rest Plasenta

Faktor penyebab utama perdarahan baik secara primer maupun sekunder


adalah grandemultipara, jarak persalinan pendek (kurang dari 2 tahun), persiapan
yang dilakukan dengan tindakan, pertolongan kala 3 sebelum waktunya,
persalinan dengan tindakan paksa.3

Penyebab terjadinya rest plasenta :

- Pengeluaran plasenta tidak dengan hati-hati


- Salah pimpinan kala III
Merupakan suatu kondisi persalinan yang dilakukan secara terburu-buru untuk
mempercepat lahirnya plasenta
- Abnormalitas plasenta
Hal ini meliputi bentuk plasenta dan penanaman plasenta dalam uterus,
sehingga mempengaruhi proses terlepasnya plasenta
- Kelahiran bayi yang terlalu cepat
Kelahiran bayi yang terlalu cepat akan menyebabkan terganggunya dalam
proses terpisahnya plasenta secara fisiologis, akibat dari gangguan retraksi
sehingga dapat menyebabkan terjadinya rest atau sisa plasenta.5

2.2.3 Diagnosis

Diagnosis rest plasenta dapat ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan


fisik, dan pemeriksaan plasenta. Pada kasus perdarahan post partum sekunder,
pasien biasanya mengeluhkan keluarnya darah 6-10 hari setelah pulang ke rumah.
Selain itu pasien biasanya juga mengeluhkan lemas dan pucat sebagai tanda dari
anemia akibat perdarahan lanjut. Pada kasus perdarahan post partum primer,
pasien tidak sempat pulang ke rumah karena ada tanda- tanda jelas dari
perdarahan post partum berupa perdarahan dalam 24 jam setelah melahirkan
dengan volume > 500 cc.1

Dari tanda vital biasanya ditemukan tanda- tanda syok hipovolemik seperti
penurunan tekanan darah, takikardia, takipnea, dan penurunan produksi urin
(<0,5cc/kgBB/jam). Selanjutnya pada pemeriksaan status umum, ditemukan
konjungtiva anemis serta perdarahan aktif pada jalan lahir. Pada pemeriksaan
obstetri dilakukan inspeksi dan palpasi untuk melihat kontraksi uterus. Pada kasus
rest plasenta biasanya ditemukan darah yang mengalir dari ostium uteri serta tali
pusat terlihat terjulur sebagian. Pada palpasi didapatkan kontraksi uterus, tetapi
tinggi fundus uteri tidak berkurang.2

Selain itu untuk menilai apakah masih ada sisa plasenta yang tertinggal,
maka dilakukan pemeriksaan kelengkapan plasenta. Dapat juga dilakukan
eksplorasi untuk mencari dan mengeluarkan plasenta yang tertinggal.3

2.2.4 Diagnosis Banding

Diagnosis banding dari rest plasenta antara lain sebagai berikut:


1. Plasenta Akreta
2. Plasenta Inkreta
3. Plasenta Perkreta

2.2.5 Penatalaksanaan

Prinsip dasar penanganan rest plasenta adalah pencegahan syok dan


resusitasi dan identifikasi serta menangani penyebab perdarahan.

Pencegahan Syok dan Resusitasi

HPP merupakan salah satu kondisi gawat darurat yang dapat mengancam
nyawa ibu. Hal ini disebabkan karena hilangnya darah dalam jumlah banyak
sehingga mengakibatkan kegagalan perfusi yang adekuat ke jaringan atau yang
biasa dikenal sebagai syok hipovolemik. Oleh karena itu, jumlah darah yang
hilang dan keadaan umum serta status vital pasien harus terus diawasi untuk
menghindari perburukan kondisi pasien serta untuk menilai keberhasilan
resusitasi.4

Tindakan resusitasi dimulai dengan primary survey untuk menilai kondisi


jalan nafas, fungsi nafas, dan sirkulasi. Memastikan patensi jalan nafas adalah hal
yang wajib dilakukan. Selanjutnya pemberian suplementasi oksigen dapat
dilakukan dengan sungkup wajah 4L/ menit1. Untuk resusitasi cairan, dilakukan
pemasangan 2 jalur intravena pada pasien, sekaligus dilakukan pengambilan darah
untuk pemeriksaan laboratorium. Cairan kristaloid berupa Ringer Laktat atau
Normal Saline menjadi pilihan utama untuk melakukan resusitasi cairan karena
keduanya mampu mengisi intravaskular dengan cepat sehingga perfusi diharapkan
akan segera membaik. RL diberikan sebanyak 1L dengan tetesan cepat selama 30
menit1. Untuk perdarahan yang melebihi 35-45% total volume darah atau ± 2-3L,
maka harus dipersiapkan transfusi darah untuk menggantikan lost oxygen-
carrying capacity.2 Setelah dilakukan tindakan resusitasi, maka harus dilakukan
evaluasi tanda vital, keadaan umum, dan produksi urin pasien untuk menilai
keberhasilan resusitasi.4

Identifikasi dan Penanganan Perdarahan

Apabila pada pemeriksaan plasenta ternyata jaringan plasenta tidak


lengkap maka segera dilakukan eksplorasi kavum uteri untuk mencari sisa- sisa
plasenta yang masih tertinggal. Jika masih terdapat komponen plasenta yang
tertinggal maka dilakukan manual plasenta. Manual plasenta dimulai dengan
pemberian analgesik melalui anestesia regional atau umum. Idealnya manual
plasenta dikerjakan di ruang operasi untuk menurunkan risiko infeksi dan untuk
memberikan penanganan segera apabila ditemukan komplikasi seperti perforasi.
Setelah melakukan prosedur steril, maka permukaan plasenta maternal dicari
melalui korda umbilikal melewati vagina. Setelah komponen plasenta ditemukan,
maka jari digunakan untuk melepas plasenta. Sementara satu tangan melepaskan
plasenta, tangan lainnya akan menstabilkan fundus uteri dari abdomen ibu.3 Jika
manual plasenta gagal maka dilakukan kuretase dengan sendok tumpul terbesar.1
Penggunaan kuretase tajam sebaiknya dihindari karena miometrium sangat tipis
dan risiko perforasi tinggi3. Penggunaan uterotonika untuk manajemen kasus rest
plasenta hingga saat ini masih kontroversial. Berdasarkan guideline WHO tahun
2009, pemberian 10 IU oksitosin dapat dilakukan dengan kombinasi traksi korda
terkontrol.4
BAB III

LAPORAN KASUS

3.1 Identitas Pasien


Nama : NLN
No CM : 252773
Umur : 22 tahun
Status Pernikahan : Menikah
Nama Suami : WM
Agama : Hindu
Suku/Bangsa : Bali/Indonesia
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Abuan, Bangli
MRS : 28 Februari 2017 pukul 01.30 WITA
Tanggal pemeriksaan : 1 Maret 2017

3.2 Anamnesis

Keluhan Utama

Perdarahan merembes dari jalan lahir

Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang ke IRD Kebidanan RSU Bangli dalam keadaan sadar dengan
keluhan perdarahan merembes dari jalan lahir sejak 30 menit sebelum masuk
rumah sakit (pukul 01.00 WITA). Pasien mengatakan perdarahan awalnya
merembes namun kemudian semakin berkurang hingga sampai di rumah sakit.
Volume darah yang keluar kurang lebih 50-80cc. Saat darah pertama kali keluar,
pasien sedang tidur malam. Riwayat nyeri perut, riwayat trauma pada jalan lahir,
riwayat keluar jaringan disangkal oleh pasien. Sebelumnya pada tanggal 19
Februari 2017, pasien menjalani persalinan spontan di RSU Bangli untuk anak
kedua dan sudah dipulangkan pada tanggal 21 Februari 2017.
Riwayat Menstruasi

Pasien menarche umur 14 tahun, siklus menstruasi pasien dikatakan teratur, yaitu
setiap 28 hari dan lama menstruasi rata-rata 3 hingga 4 hari. Volume menstruasi
rata-rata 60 cc. Pasien mengatakan tidak ada keluhan saat menstruasi.

Riwayat Pernikahan

Pasien menikah sebanyak satu kali dengan suami yang sekarang. Pasien menikah
tahun 2014 saat berumur 18 tahun.

Riwayat Kehamilan

No Tahun Umur Jenis Penolong JK BBL Keadaan


Partus Kehamilan Partus Anak Sekarang

1 2014 Aterm SC ok Dokter P 3200 Hidup


gagal (normal)
induksi
2 2017 Aterm PSPT B Bidan P 4200 Hidup
(normal)

Riwayat Kontrasepsi

Pasien menggunakan KB suntik 3 bulan namun berhenti sejak 2 tahun yang lalu.
Saat ini pasien tidak sedang menggunakan kontrasepsi.

Riwayat Kehamilan Sekarang

Pasien mengaku hari pertama haid terakhir pada tanggal 10 Mei 2016 dengan
tafsiran persalinan tanggal 17 Februari 2017. Pasien melakukan antenatal care
lebih dari tiga kali. Pemeriksaan kandungan dilakukan setiap bulan di bidan
maupun dokter umum di puskesmas. Pasien mengaku sudah mendapatkan
imunisasi TT. Keluhan saat hamil, seperti mual, muntah, demam, keluar darah
pada vagina, sakit kepala, dan pandangan kabur disangkal pasien.
Riwayat Penyakit Terdahulu

Pasien mengaku tidak pernah mengalami hal yang sama saat kehamilan
sebelumnya. Riwayat tekanan darah tinggi, diabetes mellitus, penyakit jantung,
penyakit ginjal, asma, dan riwayat alergi disangkal oleh pasien.

Riwayat Penyakit Keluarga

Riwayat keluhan yang sama pada ibu pasien diangkal. Riwayat penyakit tekanan
darah tinggi, diabetes mellitus, jantung, asma, dan alergi pada keluarga disangkal
oleh pasien.

Riwayat Pengobatan Terdahulu

Pasien mengatakan hanya minum obat berupa vitamin yang diberikan ketika
kontrol kehamilan. Minum obat lain baik sebelum maupun saat hamil dikatakan
tidak pernah. Pasien pernah menjalani operasi SC saat kehamilan pertama pada
tahun 2014 oleh karena gagal induksi.

Riwayat Sosial

Pasien adalah seorang ibu rumah tangga yang sehari-hari bekerja di rumah. Pasien
tidak merokok dan minum alkohol.

3.3 Pemeriksaan Fisik

Status Present
Kondisi umum : lemah
Kesadaran : GCS E4V5M6 (Compos Mentis)
Tekanan Darah : 100/70 mmHg
Nadi : 106 kali / menit
Laju Nafas : 20 kali / menit
Temperatur Axilla : 36°C
Berat Badan : 60 Kg
Tinggi Badan : 158 cm
BMI : 24,09
Status General
Mata : Anemis +/+, ikterus -/-
Leher : Pembesaran kelenjar tiroid (-), pembesaran kelenjar getah bening (-)
Thorax :
Cor: S1S2 normal, regular, murmur (-)
Pulmo: Vesikuler +/+, rhonki -/-, whezing -/-
Mamae :
Bentuk : hiperpigmentasi areola, simetris, puting susu menonjol
Pengeluaran : tidak ada
Kebersihan cukup, bengkak (-), lecet (-)
Abdomen : Distensi (-), BU (+) Normal
~ Status Obstetri
Extremitas : Hangat +/+ , edema -/- , refleks platela +/+
+/+ -/-
Status Obstetri
Abdomen
Inspeksi : Scar (+), distensi (-)
Palpasi : TFU pertengahan simfisis pubis dengan pusat
Anogenitalia
Inspekulo Vagina:
Fluxus (+), Flour (-), Pembukaan porsio (-), Livide (-), Jaringan (-), Nyeri
goyang (-)
Pemeriksaan Dalam:
Fluksus (+), flour (-)
Tampak keluar darah dari OUE, stolsel (+)
3.4 Pemeriksaan Penunjang

Darah Lengkap

28 Februari 2017

WBC 19,5 x 103/µL H

HGB 6,6 g/dl L

HCT 18,8 % L

PLT 453 x 103/µL H

3.5 Diagnosis Kerja

P2002 pspt B hari ke-IX + HPP sekunder ec suspek rest plasenta + Anemia
sedang

3.6 Penatalaksanaan

- Planning diagnostik : USG, DL, BT, CT


- Terapi :
IVFD RL loading
IVFD RL + Oksitosin 2 ampul 20 tpm
Cefotaxime 3x1
Transfusi PRC 1 kolf @ 24 jam sampai HB >10 gr/dL dengan Premed
Dexamethasone 1 ampul
- Monitoring:
- Keluhan, Vital Sign, tanda-tanda syok
- KIE pasien dan keluarga tentang rencana tindakan dan diagnosa

3.7 Kronologi Pasien

28 Februari 2017 pukul 12.15


Pasien dilakukan USG di IRD Kebidanan dan didapatkan sisa plasenta pada
uterus

S : Pasien menggigil
O : Status Present
TD : 90/70 mmHg RR : 20 x/mnt
N : 90 x/mnt Tax : 37,9 C
Status Generalis
Mata : An +/+, ikterus -/-
Thorax : Cor S1S2 normal reguler murmur (-)
Pulmo Ves (+/+), Rhonki (-/-), Wheezing (-/-)
Abdomen : ~status Obstetri
Extremitas : Hangat +/+
Status Obstetri:
Abdomen : TFU pertengahan simfisis pubis dan pusat
Vagina : Pendarahan aktif (-)
A : P2002 PSPT B PP H-IX + HPP sekunder ec Rest Placenta + Anemia sedang
P :
Tx :
- Stop transfusi
- Xilo : Dexa 1:1 (IM)
- IVFD RL Loading
- IVFD RL + Oksitosin 2 ampul 20 tpm
- Asam Tranexamat 2x500 mg
- Kuret setelah kondisi baik
- Pasang Kateter Urin
- Monitoring : Keluhan, Vital Sign, Perdarahan
1 Maret 2017
S : Perdarahan berkurang, menggigil (-), demam (-)
O : Status Present:
TD : 110/70 mmHg RR : 20 x/mnt
N : 80 x/mnt Tax : 36,5oC
Status Generalis
Mata : An +/+, ikterus -/-
Thorax : Cor S1S2 normal reguler murmur (-)
Pulmo Ves (+/+), Rhonki (-/-), Wheezing (-/-)
Abdomen : ~status Obstetri
Extremitas : Hangat +/+
Status Obstetri:
Abdomen : TFU pertengahan simfisis dan pusat
Vagina : Pendarahan aktif (-)
A : P2002 PSPT B PP H-X + HPP sekunder ec suspek Rest Placenta + Anemia
sedang
P :
Tx :
- IVFD RL Loading
- IVFD RL + Oksitosin 2 ampul 20 tpm
- PRC 1 kolf sampai HB>10 gr/dL dengan Premed Dexametason 1 Ampul
- Cefotaxime 3x1 mg
- Sanmol fls bila perlu
- Monitoring : Keluhan, Vital Sign, Perdarahan
2 Maret 2017
S : Perdarahan berkurang, menggigil (-), demam (-)
O : Status Present:
TD : 120/70 mmHg RR : 20 x/mnt
N : 80 x/mnt Tax : 36,5oC
Status Generalis
Mata : An +/+, ikterus -/-
Thorax : Cor S1S2 normal reguler murmur (-)
Pulmo Ves (+/+), Rhonki (-/-), Wheezing (-/-)
Abdomen : ~status Obstetri
Extremitas : Hangat +/+
Status Obstetri:
Abdomen : TFU pertengahan simfisis dan pusat
Vagina : Pendarahan aktif (-)
A : P2002 PSPT B PP H-XI + HPP sekunder ec suspek Rest Placenta + Anemia
sedang
P :
Tx :
- IVFD RL Loading
- IVFD RL Loading
- IVFD RL + Oksitosin 2 ampul 20 tpm
- PRC 1 kolf sampai HB>10 gr/dL dengan Premed Dexametason 1 Ampul
- Cefotaxime 3x1 mg
- Sanmol fls bila perlu
- Monitoring : Keluhan, Vital Sign, Perdarahan

3 Maret 2017
S : Perdarahan berkurang, menggigil (-), demam (-)
O : Status Present:
TD : 110/70 mmHg RR : 20 x/mnt
N : 80 x/mnt Tax : 36,5oC
Status Generalis
Mata : An +/+, ikterus -/-
Thorax : Cor S1S2 normal reguler murmur (-)
Pulmo Ves (+/+), Rhonki (-/-), Wheezing (-/-)
Abdomen : ~status Obstetri
Extremitas : Hangat +/+
Status Obstetri:
Abdomen : TFU pertengahan simfisis dan pusat
Vagina : Pendarahan aktif (-)
A : P2002 PSPT B PP H-XII + HPP sekunder ec suspek Rest Placenta +
Anemia sedang
P :
Tx :
- IVFD RL Loading
- IVFD RL + Oksitosin 2 ampul 20 tpm
- PRC 1 kolf sampai HB>10 gr/dL dengan Premed Dexametason 1 Ampul
- Cefotaxime 3x1 mg
- Sanmol fls bila perlu
- Monitoring : Keluhan, Vital Sign, Perdarahan

3 Maret 2017

WBC 13,3x 103/µL H

HGB 6,4 g/dl L

HCT 18,3 % L

PLT 340 x 103/µL H

4 Maret 2017
S : Perdarahan berkurang, menggigil (-), demam (-)
O : Status Present:
TD : 110/70 mmHg RR : 20 x/mnt
N : 80 x/mnt Tax : 36,5oC
Status Generalis
Mata : An +/+, ikterus -/-
Thorax : Cor S1S2 normal reguler murmur (-)
Pulmo Ves (+/+), Rhonki (-/-), Wheezing (-/-)
Abdomen : ~status Obstetri
Extremitas : Hangat +/+
Status Obstetri:
Abdomen : TFU pertengahan simfisis dan pusat
Vagina : Pendarahan aktif (-)
A : P2002 PSPT B PP H-XIII + HPP sekunder ec suspek Rest Placenta +
Anemia sedang
P :
Tx :
- IVFD RL Loading
- IVFD RL + Oksitosin 2 ampul 20 tpm
- PRC 1 kolf sampai HB>10 gr/dL dengan Premed Dexametason 1 Ampul
- Cefotaxime 3x1 mg
- Sanmol fls bila perlu
- Monitoring : Keluhan, Vital Sign, Perdarahan

4 Maret 2017

WBC 10,9x 103/µL H

HGB 8,6 g/dl L

HCT 25,3 % L

PLT 292 x 103/µL H


Daftar Pustaka

1. Anonim. Prosedur tetap obstetri dan ginekologi. Denpasar: Bagian/SMF


Obsterti dan Ginekologi FK Unud/RS Sanglah. 2015.
2. Prawirohardjo S. Ilmu kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka; 1976.
3. Bonnar J. Massive obstetric haemorrhage. Best Practice & Research Clinical
Obstetrics & Gynaecology. 2000;14(1):1-18.
4. Weeks A. The retained placenta. Best Practice & Research Clinical
Obstetrics & Gynaecology. 2008;22(6):1103-1117.
5. World Health Organization. WHO guidelines for the management of
postpartum haemorrhage and retained placenta. 2009.
6. R.U. KH.El. R. PATHOPHYSIOLOGY OF POSTPARTUM
HEMORRHAGE AND THIRD STAGE OF LABOR. 2016;.

Anda mungkin juga menyukai