Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH

“RETENSIO PLASENTA DAN SISA PLASENTA”


Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Kegawatdaruratan Maternal
Neonatal dan Basic Life Suport
Dosen Pengampu :
Yusri Dwi Lestari., S.ST., M.Kes

Disusun Oleh :

Amelia Maika Fitriani (2131900001)

Nurul Qomariyah (2131900006)

PROGRAM STUDI DIII KEBIDANAN

FAKULTAS KESEHATAN UNIVERSITAS NURUL JADID

PAITON-PROBOLINGGO

2022-2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis kehadirat Allah SWT, atas rahmat-Nya maka kami disini dapat
menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul Persalinan dengan Retensio Plasenta
dan Sisa Plasenta
Penulisan makalah adalah salah satu tugas mata kuliah kegawatdaruratan maternal
neonatal dan basic life suport. Dalam penulisan makalah ini, kami merasa masih banyak
kekurangan-kekurangan baik pada teknik penulisan maupun penyampaian materi, mengingat
akan kemampuan yang dimiliki penulis belum maksimal. Untuk itu kritik dan saran dari
semua pihak sangat penulis harapkan demi penyempurnaan pembuatan makalah ini.
Penulis makalah ini menyampaikan ucapan terima kasih yang tak terhingga kepada
pihak-pihak yang membantu dalam menyelesaikan makalah ini, khususnya kepada pendidik
mata kuliah kegawatdaruratan maternal neonatal dan basic life support,ibu Yusri Dwi Letari
S.ST., M.Kes yang telah membimbing dan mengarahkan bagaimana seharusnya makalah
ini dibuat.
Akhirnya penulis berharap semoga Allah memberikan imbalan yang setimpal pada
mereka yang telah memberikan bantuan, dan dapat menjadikan semua bantuan ini sebagai
ibadah, serta makalah ini dapat menjadi manfaat bagi pembaca. Amin Yarobbal Alamin.

Paiton,12 Maret 2023

Penulis
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL..................................................................................................
KATA PENGANTAR...............................................................................................
DAFTAR ISI..............................................................................................................
BAB 1.PENDAHULUAN.........................................................................................
A. Latar Belakang.................................................................................................
B. Rumusan Masalah............................................................................................
C. Tujuan...............................................................................................................
BAB 2. PEMBAHASAN...............................................................................……....
A. Pembahasan Retensio Plasenta..........................................................……....
1. Definisi Retensio Plasenta...........................................................……....
2. Etiologi Retensio Plasenta...........................................................………
3. Patofisiologi Retensio Plasenta....................................................……....
4. Faktor Resiko Retensio Plasenta..................................................………
5. Diagnosis......................................................................................………
6. Penatalaksanaan...........................................................................………
B. Pembahasan Sisa Plasenta..................................................................…........
1. Definisi Sisa Plasenta...................................................................…........
2. Etiologi Sisa Plasenta...................................................................……....
3. Faktor Resiko Sisa Plasenta.........................................................……....
4. Patofisiologi Sisa Plasenta...........................................................………
5. Diagnosis......................................................................................………
6. Tata Laksana................................................................................………
BAB 3. PENUTUP
A. Kesimpulan.......................................................................................................
B. Saran.................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kematian wanita dalam usia reproduksi di seluruh dunia paling banyak dikarenakan
komplikasi yang berhubungan dengan kehamilan dan persalinan. Lebih dari separuh
kematian ini terjadi dalam 24 jam pertama setelah melahirkan dan dikaitkan dengan jumlah
perdarahan lebih dari 500 cc disebut Haemorarghia Post Partum (HPP). Menurut WHO, dari
275.000 wanita yang meninggal setiap tahun pada masa kehamilan dan persalinan,
seperempat kematian terjadi karena postpartum primer pendarahan. Dengan demikian,
perdarahan pascapartum primer tetap menjadi masalah kesehatan utama karena mayoritas
kematian ibu (88%) terjadi dalam waktu empat jam setelah melahirkan meskipun persalinan
sudah dalam pengelolaan manajemen aktif kala tiga persalinan (Gregory Edie HalleEkane et
al., 2016).
Perdarahan post partum merupakan salah satu penyebab tertinggi kejadian AKI di
seluruh dunia. Perdarahan post partum adalah keadaan dimana jumlah darah yang keluar
setelah melahirkan baik dalam 24 jam pertama (primer) atau lebih dari 24 jam(sekunder)
setelah melahirkan sebanyak lebih dari 500cc. Perdarahan yang terjadi dalam 24 jam pertama
setelah melahirkan disebabkan, robekan jalan lahir, atonia uteri, retensio plasensta, sisa
plasenta dan gangguan pembekuan darah (Yekti Satriyandari, 2017). Kematian ibu saat
persalinan oleh perdarahan disebabkan oleh atonia uteri (50-60%), retensio plasenta (16-
17%), sisa jaringan plasenta (23-24%), laserasi jalan lahir (4-5%), kelainan darah (0,5- 0,8%)
(Sugi Purwanti; Yuli Trisnawati, 2015).
Perdarahan post partum karena retensio plasenta adalah kondisi dimana plasenta
tertahan dalam rahim dan belum keluar selama 30 menit setelah bersalin disebabkan uterus
tidak berkontraksi dengan baik. Oleh karena itu, penting untuk mengetahui keadaan tipe
perdarahan mana yang terjadi dan faktor risikonya terkait. Resiko meninggal akibat
perdarahan post partum tidak hanya tergantung pada jumlah kehilangan darah, tetapi juga
status kesehatan wanita. Sosial ekonomi,gaya hidup, malnutrisi sebagai hal yang tak
terhindarkan dan tidak dapat diubah serta kecepatan dan ketepatan penanganan
mempengaruhi keberhasilan penanganan dari pasien dengan haemorarghia post partum. Oleh
karena itu penting sekali melakukan upaya untuk mencegah retensio plasenta pada persalinan
melalui deteksi dini komplikasi kehamilan, persalinan dan penatalaksanaan manajemen aktif
kala III dengan tepat dan benar. Penelitian ini memberikan gambaran tentang tanda retensio
plasenta beserta penanganan untuk mencegah perdarahan pasca salin yang bias dijadikan
sumber literasi pada praktik asuhan kebidanan.
Angka kematian ibu di Indonesia tahun 2015 sebesar 305/100.000 kelahiran hidup,
salah satu penyebab adalah perdarahan. Perdarahan lebih sering terjadi pada seputar masa
persalinan/post partum. Penyebab perdarahan post partum meliputi: 1) atonia uteri, 2)
robekan/perlukaan jalan lahir, 3) retensio plasenta, 4) sisa plasenta, dan 5)
gangguan/kegagalan pembekuan darah. Penulisan makalah ini bertujuan untuk mengetahui
faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian retensio sisa plasenta. Desain penelitian
deskriptif analitik dengan metode kuantitatif, dimensi waktu crosssectional. Populasi
sebanyak 170 ibu bersalin,semua dijadikan sampel. Variabel bebas meliputi : usia, paritas,
jarak kehamilan, status anemia, lama persalinan kala III. Variabel terikat adalah kejadian
retensio sisa plasenta. Analisis bivariat menggunakan Chi Squar, analisis multivariate dengan
Regresi Logistik. Hasil penelitian menunjukkan tidak ada hubungan usia, paritas, jarak
kehamilan, status anemia dengan kejadian retensio sisa plasenta. Ada hubungan positif yang
signifikan lama persalinan kala III dengan kejadian retensio sisa plasenta. Ibu bersalin dengan
lama persalinan kala III >15 menit mempunyai kemungkinan 4,879 kali lebih besar
mengalami kejadian retensio sisa plasenta, dibandingkan dengan lama persalinan kala III â‰
¤15 menit.

B. Rumusan Masalah
1. Apakah yang dimaksud retensio plasenta dan sisa plasenta?
2. Apakah etiologi retensio plasenta dan sisa plasenta?
3. Apa patofisiologi retensio plasenta dan sisa plasenta?
4. Apa saja factor resiko retensio plasenta dan sisa plasenta?
5. Diagnosis retensio plasenta dan sisa plasenta!
6. Apa penatalaksanaan untuk retensio plasenta dan sisa plasenta?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi retensio plasenta dan sisa plasenta
2. Untuk mengetahui etiologi retensio plasenta dan sisa plasenta
3. Untuk mengetahui patofisiologi retensio plasenta dan sisa plasenta
4. Untuk mengetahui factor resiko retensio plasenta dan sisa plasenta
5. Untuk mengetahui diagnosis retensio plasenta dan sisa plasenta
6. Untuk mengetahui penatalaksanaan retensio plasenta dan sisa plasenta
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pembahasan Retensio Plasenta


1. Definisi Retensio Plasenta
Retensio plasenta merupakan keadaan plasenta yang belum dilahirkan atau
keterlambatan pengeluaran plasenta setelah 30 menit bayi dikeluarkan dari rahim ibu.
Plasenta harus segera dapat dilahirkan dalam waktu 30 menit supaya tidak terjadi
perdarahan karena plasenta yang masih melekat pada dinding uterus menghambat
efektifitas kontraksi. Selain itu juga jika terjadi retensio plasenta dan dilakukan
penanganan dengan pengeluran plasenta secara manual kemungkinan bisa
mengakibatkan infeksi pasca salin, choriocarsinoma dan polip pada uterus (Harahap,
2016). Retensio plasenta dilihat dari penyebab meliputi retensio plasenta fungsional
dan retesio plasenta patologi anatomi. Retensio plasenta fungsional karena his yang
tidak adekuat sehingga plasenta tidak mampu terlepas dari dinding rahim, bentuk
plasenta membranasea dan anularis, plasenta berukuran lebih kecil dari normal.
Retensio plasenta tipe patalogi anatomi dikarenakan adanya kelainan dalam
perlekatan plasenta yang disebut plasenta akreta, inkreta dan perkreta (Budiman,
2017).
Tanda adanya perdarahan adalah indikasi untuk segera melahirkan plasenta.
Hal ini menunjukkan telah terjadi pelepasan sebagian dari bagian plasenta sehingga
terbukanya sinus darah ketika uterus berkontraksi. Penanganan dengan cepat dan tepat
dari manajemen aktif kala III sebagai cara penanganan komplikasi perdarahan (Dwi
Rahmawati, 2019). Patofisiologi retensio plasenta tidak diketahui secara pasti. Namun
ada 3 mekanisme utama untuk terjadinya retensio plasenta yaitu plasenta invasive
yang biasanya hasil dari trauma rahim sebelumnya, hipoperfusi plasenta
(berhubungan dengan remodeling arteri spiralis yang tidak lengkap dan penempelan
plasenta yang dangkal) serta kontraktilitas miometrium yang tidak memadai
(kegagalan kontraktilitas retroplasenta lokal) (Alessandro Favilli, Valentina Tosto,
Margherita Ceccobelli, Fabio Parazzini, Massimo Franchi, 2021).
2. Etiologi Retensio Plasenta
Faktor predisposisi terjadinya retensio pla-senta adalah plasenta previa, bekas
seksio sesarea, pernah kuret berulang dan paritas (Saifuddin, 2009). Faktor
predisposisi lain yang menyebabkan retensio plasenta yaitu usia, jarak persalinan,
penolong persalinan, riwayat manual plasenta, anemia, riwayat pembedahan uterus,
destruksi endometrium dari infeksi sebelumnya atau bekas endometritis dan
implantasi corneal (Manuaba, 2010).
Plasenta belum terlepas dari dinding uterus karena melekat dan tumbuh lebih
dalam. Menurut tingkat perlekatannya :
a. Bila plasenta belum lepas sama sekali, maka tidak akan terjadi perdarahan tetapi
bila sebagian plasenta telah terlepas maka akan terjadi perdarahan, hal ini akan
menjadi indikasi untuk segera mengeluarkannya.
b. Plasenta kemungkinan tidak keluar disebabkan oleh vesika urinaria atau kandung
kemih dan rektum penuh, hal yang harus dilakukan dengan mengosongkannya. c.
Dapat diketahui plasenta telah lepas atau belum saat tindakan pemeriksaan dalam
dan tarikan tali pusat serta terjadi lebih dari 30 menit maka dapat dilakukan
plasenta manual (Maryunani dan Yulianingsih, 2009).
Jenis-jenis perlekatan plasenta yang abnormal yaitu (Saifudin, dkk., 2016):
a. Plasenta Adhesiva
Kegagalan mekanisme saparasi fisiologis yang disebabkan karena implantasi
yang kuat dari jonjot korion plasenta.
b. Plasenta Akreta
Suatu keadaan implantasi jonjot korion plasenta yang kemudian memasuki
sebagian lapisan myometrium sehingga menyebabkan plasenta tidak dapat
dipisahkan dari dinding uterus baik sebagian maupun seluruhnya.
c. Plasenta Inkreta
Implantasi jonjot korion plasenta hingga mencapai/memasuki myometrium.
d. Plasenta Perkreta
Implantasi jonjot korion plasenta yang menembus lapisan otot hingga
mencapai lapisan serosa dinding uterus. Penetrasi abnormal elemen-elemen
korionik ke dalam lapisn serosa uterus.
e. Plasenta Inkarserata
Tertahannya plasenta di dalam kavum uteri, disebabkan oleh konstriksi ostium
uteri.
Latifatulzahro (2020) menjelaskan bahwa retensio plasenta disebabkan oleh
kontraksi yang kurang kuat untuk melepaskan plasenta (plasenta adhesiva), atau
perlekatan plasenta terlalu kuat untuk melepaskan plasenta (plasenta adhesiva), atau
perlekatan plasenta terlalu kuat pada dinding uterus yang disebabkan oleh villi
korialis menembus desidua sampai miometrium sampai di bawah peritoneum
(plasenta akreta- perkreta). Plasenta yang sudah lepas tapi belum keluar disebabkan
oleh tidak adanya usaha untuk melahirkan atau karena kesalahan
penangananmengalami kuretase, seksio sesarea maupun retensio plasenta akan
berisiko 2 kali untuk mengalami retensio plasenta. Kontraksi kurang kuat pada saat
proses melahirkan disebabkan salah satunya karena kurangnya suplai oksigen.
Kekurangan kadar haemoglobin dalam darah mengakibatkan kurangnya oksigen yang
di bawa ke sel tubuh maupunsel otak dan uterus. Kandungan oksigen yang kurang
dalam darah menjadikan otot-otot uterus tidak mampu berkontraksi secara adekuat
yang akhirnya menyebabkan inersia uteri / gangguan his, partus lama dan atonia uteri
yang kemudian mengakibatkan perdarahan banyak. Pengaruh anemia saat kehamilan
dapat berupa abortus, persalinan prematur, perdarahan antepartum dan ketuban pecah
dini. Pengaruh anemia saat persalinan dapat berupa gangguan his, partus lama dan
perdarahan karena atonia uteri. Selain itu bahaya anemia selama persalinan dapat
menyebabkan gangguan his, kekuatan waktu mengejan, kala pertama dapat
berlangsung lama sehingga dapat terjadi partus terlantar, kala dua berlangsung lama,
sehingga dapat melelahkan, kala uri dapat diikuti retensio plasenta dan perdarahan
post partum karena atonia uteri, kala empat terjadi perdarahan post partum sekunder
dan atonia uteri (Manuaba, 2013). Menurut Putri dan Hastina (2020) bahwa anemia
pada kehamilan dapat menyebabkan abortus, partus prematurus, partus lama, retensio
plasenta, perdarahan post partum, syok, infeksi intrapartum maupun postpartum.
3. Patofisiologi Retensio Plasenta
Segera setelah anak lahir, uterus berhenti kontraksi namun secara perlahan
tetapi progresif uterus mengecil, yang disebut retraksi, pada masa retraksi itu lembek
namun serabut-serabutnya secara perlahan memendek kembali. Peristiwa retraksi
menyebabkan pembuluh-pembuluh darah yang berjalan di celah-celah serabut otot-
otot polos Rahim terjepit oleh serabut otot Rahim itu sendiri. Bila serabut ketuban
belum terlepas, plasenta belum terlepas seluruhnya dan bekuan darah dalam rongga
Rahim bisa menghalangi proses retraksi yang normal dan menyebabkan banyak darah
hilang (Prawirohardjo, 2009).
Patofisiologi retensio plasenta dapat dibagi menjadi tiga mekanisme, yaitu
plasentasi invasif, hipoperfusi plasenta, dan kontraktilitas inadekuat. Ketiga
mekanisme tersebut dapat mengganggu pelepasan dan ekspulsi normal plasenta dari
uterus.
a. Plasentasi Invasif
Plasentasi invasif abnormal dapat terjadi akibat trauma pada endometrium.
Tindakan operasi pada uterus, seperti sectio caesarea, dapat menyebabkan
gangguan integritas endometrium uterus dan lapisan miometrium. Setelah
dilakukan tindakan operasi, serabut miometrium di sekitar luka operasi sering
kali mengalami perubahan degeneratif, yang ditandai dengan peningkatan
jaringan fibrosa disertai infiltrasi sel inflamasi.
Akibat perubahan tersebut, sel trofoblast ekstravilous akan menginvasi
dinding uterus lebih dalam dari biasanya pada saat plasentasi. Hal ini dapat
menyebabkan plasenta akreta hingga perkreta, sehingga pelepasan plasenta saat
persalinan menjadi sulit, dan terjadi retensio plasenta.
b. Hipoperfusi Plasenta
Beberapa spektrum penyakit, seperti preeklampsia, kehamilan preterm,
pertumbuhan janin terhambat, intrauterine fetal death (IUFD), dan keguguran
rekuren, telah terbukti menyebabkan plasentasi abnormal.
Plasentasi abnormal kemungkinan akan terjadi dengan ditandai dengan
transformasi inkomplit dari arteri spiralis menjadi sistem vaskular nonmuskular.
Konstriksi vaskular akan menyebabkan perfusi yang berkurang atau intermiten.
Hipoksia intermiten pada plasenta akan meningkatkan stress oksidatif yang
selanjutnya menyebabkan kaskade yang menghasilkan disfungsi sel endotel dan
meningkatkan apoptosis. Semua hal ini merupakan karakteristik dari retensio
plasenta.
c. Kontraktilitas Inadekuat
Kontraksi miometrium retroplasenta merupakan salah satu faktor
terpenting dari keberhasilan mekanisme kala III persalinan. Proses kala III
persalinan berdasarkan studi ultrasonografi terdiri atas 4 fase, yaitu:
1) Fase laten, yang ditandai kontraksi di seluruh miometrium, kecuali pada
bagian yang berada di bawah plasenta
2) Fase kontraksi, yaitu kontraksi miometrium retroplasenta
3) Fase pelepasan, yaitu kontraksi miometrium retroplasenta menyebabkan stres
horizontal pada lapisan luar plasenta, sehingga terjadi pelepasan plasenta
4) Fase ekspulsi, yaitu kontraksi miometrium plasenta menyebabkan pelepasan
plasenta dari uterus
Gangguan pada satu atau lebih dari keempat fase proses kala III persalinan dapat
menyebabkan retensio plasenta. Ekspulsi plasenta juga dapat terganggu akibat
kontraksi segmen bawah uterus dan serviks yang terjadi sebelum plasenta
mengalami separasi.
4. Faktor Resiko Retensio Plasenta
a. Umur ibu
Usia ibu hamil terlalu muda (< 20 tahun) dan  terlalu  tua (> 35 tahun)
mempunyai risiko yang lebih besar untuk melahirkan bayi kurang sehat. Hal ini
dikarenakan pada umur dibawah  20 tahun, dari segi biologis  fungsi reproduksi
seorang wanita belum berkembang dengan sempurna untuk menerima keadaan
janin dan segi psikis belum matang dalam menghadapi tuntutan beban moril,
mental dan emosional, sedangkan pada umur diatas 35 tahun dan sering
melahirkan, fungsi reproduksi seorang wanita sudah mengalami kemunduran
atau degenerasi  dibandingkan  fungsi  reproduksi normal sehingga kemungkinan
untuk terjadinya komplikasi pasca persalinan  terutama perdarahan  lebih besar.
Perdarahan post partum yang mengakibatkan kematian maternal pada wanita
hamil yang melahirkan pada umur dibawah 20 tahun, 2-5 kali lebih tinggi
daripada perdarahan post partum yang terjadi pada usia 20-29 tahun. Perdarahan
post partum meningkat kembali setelah usia 30-35 tahun.
b. Paritas Ibu
Perdarahan  post partum semakin meningkat pada wanita yang telah
melahirkan tiga anak atau lebih, dimana uterus yang telah melahirkan banyak anak
cenderung bekerja tidak efesien pada semua kala persalinan. Uterus pada saat
persalinan, setelah kelahiran plasenta sukar untuk berkontraksi dan beretraksi
kembali sehingga pembuluh darah maternal pada dinding uterus akan tetap
terbuka. Hal inilah yang dapat meningkatkan insidensi perdarahan postpartum
(Wiknjosastro, 2006 : 23).
Jika  kehamilan  “terlalu muda,  terlalu tua, terlalu banyak dan terlalu dekat (4
terlalu)”  dapat meningkatkan risiko berbahaya pada proses reproduksi karena
kehamilan yang terlalu sering dan terlalu dekat menyebabkan intake (masukan)
makanan atau gizi menjadi rendah. Ketika tuntunan dan beban fisik terlalu tinggi
mengakibatkan wanita tidak mempunyai  waktu untuk mengembalikan kekuatan
diri dari tuntutan gizi, juga anak yang telah dilahirkan perlu mendapat perhatian
yang optimal dari kedua orangtuanya sehingga perlu sekali untuk mengatur kapan
sebaiknya waktu yang tepat untuk hamil.
c. Status Anemia dalam kehamilan
Anemia adalah kondisi ibu dengan kadar haemoglobin (Hb)dalam darahnya
kurang dari 12 gr% (Wiknjosastro , 2002). Anemiadalam kehamilan adalah
kondisi ibu dengan kadar haemoglobin dibawah 11 gr% pada trimester 1 dan 3
atau kadar haemoglobin kurang dari 10,5 gr% pada trimester 2. Nilai batas
tersebut dan perbedaannya dengan wanita tidak hamil terjadi karena
hemodilusi, terutama pada trimester 2.
Darah akan bertambah banyak dalam kehamilan yang lazimdisebut hidremia
atau hipervolemia. Akan tetapi, bertambahnya seldarah kurang dibandingkan
dengan bertambahnya plasma sehinggaterjadi pengenceran darah. Perbandingan
tersebut adalah sebagai berikut: plasma 30%, sel darah 18% dan haemoglobin
19%. Bertambahnya darah dalam kehamilan sudah dimulai sejak kehamilan 10
minggu dan mencapai puncaknya dalam kehamilan antara 32 dan 36 minggu.
Secara fisiologis, pengenceran darah ini untuk membantu meringankan kerja
jantung yang semakin berat dengan adanya kehamilan.
Penyebab anemia pada umumnya adalah sebagai berikut:
1) Kurang gizi (malnutrisi)
2) Kurang zat besi dalam diit
3) Malabsorpsi
4) Kehilangan darah banyak seperti persalinan yang lalu, haid dan lain-lain
5) Penyakit-penyakit kronik seperti TBC paru, cacing usus, malaria dll
5. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi meliputi:
a.Komplikasi yang berhubungan dengan transfusi darah yang dilakukan.
b. Multiple organ failure yang berhubungan dengan kolaps sirkulasi dan
penurunan perfusi organ.
c.Sepsis
d. Kebutuhan terhadap histerektomi dan hilangnya potensi untuk memiliki anak
selanjutnya.
Plasenta harus dikeluarkan karena dapat menimbulkan bahaya:
a. Perdarahan
Terjadi terlebih lagi bila retensio plasenta yang terdapat sedikit perlepasan
hingga kontraksi memompa darah tetapi bagian yang melekat membuat luka
tidak menutup.
b. Infeksi
Karena sebagai benda mati yang tertinggal di dalam Rahim meningkatkan
pertumbuhan bakteri.
c. Dapat terjadi plasenta inkarserata dimana plasenta melekat terus sedangkan
kontraksi pada ostium baik.
d. Terjadi polip plasenta sebagai massa proliferasi yang mengalami infeksisekunder
dan nekrosis dengan masuknya mutagen, perlukaan yang semula fisiologik dapat
berubah menjadi patologik dan akhirnya menjadi karsinoma inyasif. Sekali
menjadi mikro inyasif atau inyasif, proses keganasan akan berjalan terus.
e. Syok haemoragik
f. Penanganan Retensio Plasenta dengan Separasi Parsial:
1) Tentukan jenis retensio yang terjadi karena berkaitan dengan tindakan yang
akan diambil
2) Regangkan tali pusat dan minta pasien untuk mengedan bila ekspulsi plasenta
tidak terjadi, cobakan traksi terkontrol tali pusat
3) Pasang infus oksitosin 20 IU dalam 500 ml NS/RL dengan 40 tetesan/menit.
Bila perlu kombinasikan dengan misoprostol 400 mg/rektal
4) Bila traksi terkontrol gagal untuk melahirkan plasenta, lakukan manual
plasenta secara hati-hati dan harus untuk menghindari terjadinya perforasi dan
perdarahan 
5) Lakukan tranfusi darah apabila diperlukan
6) Berikan antibiotika profilaksis (ampisilin 2 gr IV/oral + metronidazoll gr
supositoria/oral)
7) Segera atasi bila terjadi komplikasi perdarahan hebat, infeksi, syok
neurogenik
6. Prognosis
Prognosis tergantung dari lamanya, jumlah darah yang hilang, keadaan
sebelumnya serta efektifitas terapi. Diagnosa dan penatalaksanaan yang tepat sangat
penting.
7. Pemeriksaan Penunjang
a. Hitung darah lengkap: untuk menentukan tingkat hemoglobin (Hb) dan hematokrit
(Hct), melihat adanya trombositopenia, serta jumlah leukosit. Pada keadaan yang
disertai dengan infeksi, leukosit biasanya meningkat.
b. Menentukan adanya gangguan koagulasi dengan hitung protrombin time (PT) dan
activated Partial Tromboplastin Time (aPTT) atau yang sederhana dengan
Clotting Time (CT) atau Bleeding Time (BT). Ini penting untuk menyingkirkan
perdarahan yang disebabkan oleh faktor lain.
8. Diagnosa Rest Plasenta Ditegakkan Berdasarkan
Diagnosa rest plasenta dapat di tegakkan berdasarkan :
a. Anamnese
b. Pemeriksaan umum : tekanan darah, nadi, suhu dan pernafasan
c. Palpasi untuk mengetahui kontraksi uterus dan tinggi fundus uteri
d. Memeriksa plasenta dan ketuban apakah lengkap atau tidak.
e. Lakukan eksplorasi cavum uteri untuk mencari
f. Sisa plasenta atau selaput ketuban
g. Robekan rahim
h. Plasenta suksenturiata
i. Inspekulo: untuk melihat robekan pada serviks, vagina, dan varises yang pecah
j. Pemeriksaan laboratorium : Hb, Hematokrit
k. Pemeriksaan USG
9. Diagnosa Banding
Meliputi plasenta akreta, suatu plasenta abnormal yang melekat pada
miometrium tanpa garis pembelahan fisiologis melalui garis spons desidua.
10. Pencegahan
Pencegahan terjadinya perdarahan post partum merupakan tindakan utama,
sehingga dapat menghemat tenaga, biaya dan mengurangi komplikasi upaya preventif
dapat dilakukan dengan :
a. Meningkatkan kesehatan ibu, sehingga tidak terjadi anemia dalam kehamilan.
b. Melakukan persiapan pertolongan persalinan secara legeartis.
c. Meningkatkan usaha penerimaan KB.
d. Melakukan pertolongan persalinan di rumah sakit bagi ibu yang mengalami
perdarahan post partum.
e. Memberikan uterotonika segera setelah persalinan bayi, kelahiran plasenta
dipercepat.
Pencegahan resiko terjadinya retensio plasenta adalah sebagai berikut:
a. Pencegahan resiko plasenta adalah dengan cara mempercepat proses separasi dan
melahirkan plasenta dengan memberikan uterotonika segera setelah bayi lahir dan
melakukan penegangan talipusat terkendali. Usaha ini disebut juga
penatalaksanaan aktif kala III
b. Mengamati dan melihat kontraksi uterus.
Selain itu, pencegahan yang dapat dilakukan pada ibu hamil yaitu konsumsi
makanan yang mengadung gizi tinggi yang dapat menjaga dan meningkatkan kadar
hemoglobin dalam darah. Selain itu ibu hamil dapat menggunakan obat seperti tablet
Fe untuk mencegah terjadinya anemia. Zat besi (Fe) berperan sebagai sebuah
komponen yang membentuk mioglobin, yakni protein yang mendistribusikan oksigen
menuju otot, membentuk enzim, dan kolagen. Selain itu, zat besi juga berperan bagi
ketahanan tubuh.Tablet zat besi (Fe) penting untuk ibu hamil karena memiliki
beberapa fungsi untuk menambah asupan nutrisi pada janin, mencegah anemia
defisiensi zat besi, mencegah pendarahan saat masa persalinan dan menurunkan risiko
kematian pada ibu karena pendarahan pada saat persalinan (Kemenkes, 2018).
11. Penanganan
Penanganan retensio plasenta atau sebagian plasenta adalah:
a. Resusitasi. Pemberian oksigen 100%. Pemasangan IV-line dengan kateter yang
berdiameter besar serta pemberian cairan kristaloid (sodium klorida isotonik atau
larutan ringer laktat yang hangat, apabila memungkinkan). Monitor jantung, nadi,
tekanan darah dan saturasi oksigen. Transfusi darah apabila diperlukan yang
dikonfirmasi dengan hasil pemeriksaan darah.
b. Drips oksitosin (oxytocin drips) 20 IU dalam 500 ml larutan Ringer laktat atau
NaCl 0.9% (normal saline) sampai uterus berkontraksi.
c. Plasenta coba dilahirkan dengan Brandt Andrews, jika berhasil lanjutkan dengan
drips oksitosin untuk mempertahankan uterus.
d. Jika plasenta tidak lepas dicoba dengan tindakan manual plasenta. Indikasi manual
plasenta adalah: Perdarahan pada kala tiga persalinan kurang lebih 400 cc, retensio
plasenta setelah 30 menit anak lahir, setelah persalinan buatan yang sulit seperti
forsep tinggi, versi ekstraksi, perforasi, dan dibutuhkan untuk eksplorasi jalan
lahir, tali pusat putus.
e. Jika tindakan manual plasenta tidak memungkinkan, jaringan dapat dikeluarkan
dengan tang (cunam) abortus dilanjutkan kuret sisa plasenta. Pada umumnya
pengeluaran sisa plasenta dilakukan dengan kuretase. Kuretase harus dilakukan di
rumah sakit dengan hati-hati karena dinding rahim relatif tipis dibandingkan
dengan kuretase pada abortus.
f. Setelah selesai tindakan pengeluaran sisa plasenta, dilanjutkan dengan pemberian
obat uterotonika melalui suntikan atau per oral.
g. Pemberian antibiotika apabila ada tanda-tanda infeksi dan untuk pencegahan
infeksi sekunder.

B. Pembahasan Rest Plasenta (Sisa Plasenta)


1. Definisi Rest Plasenta (Sisa Plasenta)
Pada umumnya, Plasenta lahir lengkap kurang dari setengah jam sesudah anak
lahir. Namun pada saat dilakukan pemeriksaan kelengkapan Plasenta, kadang-
kadang masih ada potongan-potongan Plasenta yang tertinggal tanpa diketahui,
inilah yang disebut Plasenta Rest atau Sisa Plasenta. Hal tersebut dapat
menimbulkan perdarahan, perdarahan ini merupakan salah satu faktor penyebab
angka kematian ibu menjadi meningkat.
Sisa plasenta adalah sisa plasenta dan selaput ketuban yang masih tertinggal
dalam rongga rahim yang dapat menyebabkan perdarahan postpartum dini dan
perdarahan postpartum lambat. 
Tertinggalnya sebagian plasenta sewaktu suatu bagian dari plasenta (satu atau
lebih lobus) tertinggal, maka uterus tidak dapat berkontraksi secara efektif
dankeadaan ini dapat menimbulkan perdarahan. Tetapi mungkin saja pada
beberapa keadaan tidak ada perdarahan dengan sisa plasenta.
Perdarahan post partum merupakan masalah penting dalam bidang obstetri
danginekologi. Walaupun angka kematian maternal telah menurun secara dramatis
dengan adanya pemeriksaan-pemeriksaan dan perawatan kehamilan dan
persalinan di rumah sakit dan adanya fasilitas transfuse darah. Namun kematian
ibu akibat perdarahan masih merupakan faktor utama pada kematian maternal.
Perdarahan dalam bidang obstetri hampir selalu berakibat fatal bagi ibu
maupun janin, terutama jika tindakan pertolongan terlambat dilakukan atau
keterlambatan diagnose.
Perdarahan postpartum di bagi menjadi 2 yaitu:
a. Perdarahan postpartum primer ialah perdarahan lebih dari 500 cc yang terjadi
dalam 24 jam pertama setelah anak lahir.
b. Perdarahan postpartum sekunder ialah perdarahan lebih dari 500 cc yang
terjadi setelah 24 jam pertama setelah anak lahir, biasanya antara hari ke 5
sampai 15 hari postpartum.
2. Etiologi Rest Plasenta (Sisa Plasenta)
Faktor penyebab utama perdarahan baik secara primer maupun sekunder
adalah grandemultipara, jarak persalinan pendek kurang dari 2 tahun, persalinan
yang dilakukan dengan tindakan, pertolongan kala uri sebelum waktunya,
pertolongan persalinan oleh dukun, persalinan dengan tindakan paksa, persalinan
dengan narkoba.
Penyebab rest plasenta:
a. Pengeluaran plasenta tidak hati-hati
b. Salah pimpinan kala III : terlalu terburu - buru untuk mempercepat lahirnya
plasenta.
c. Abnormalitas plasenta
Abnormalitas plasenta meliputi bentuk plasenta dan penanaman
plasenta dalam uterus yang
mempengaruhi mekanisme pelepasan plasenta.
d. Kelahiran bayi yang terlalu cepat
Kelahiran bayi yang terlalu cepat akan mengganggu pemisahan plasenta
secara fisiologis akibat gangguan dari retraksi sehingga dapat terjadi gangguan
retensi sisa plasenta.
Etiologi perdarahan postpartum akibat sisa plasenta:
a. Sisa plasenta dan ketuban yang masih tertinggal dalam rongga rahim dapat
menimbulkan perdarahan postpartum dini atau perdarahan pospartum lambat
(biasanya terjadi dalam 1-10 hari pasca persalinan). Pada perdarahan
postpartum dini akibat sisa plasenta ditandai dengan perdarahan dari rongga
rahim setelah plasenta lahir dan kontraksi rahim baik. Pada perdarahan
postpartum lambat gejalanya sama dengan subinvolusi rahim, yaitu perdarahan
yang berulang atau berlangsung terus dan berasal dari rongga rahim.
Perdarahan akibat sisa plasenta jarang menimbulkan syok.
b. Penilaian klinis sulit untuk memastikan adanya sisa plasenta, kecuali apabila
penolong persalinan memeriksa kelengkapan plasenta setelah plasenta lahir.
Apabila kelahiran plasenta dilakukan oleh orang lain atau terdapat keraguan
akan sisa plasenta, maka untuk memastikan adanya sisa plasenta ditentukan
dengan eksplorasi dengan tangan, kuret atau alat bantu diagnostik yaitu
ultrasonografi. Pada umumnya perdarahan dari rongga rahim setelah plasenta
lahir dan kontraksi rahim baik dianggap sebagai akibat sisa plasenta yang
tertinggal dalam rongga rahim.
3. Gejala Klinik Rest Plasenta (Sisa Plasenta)
Gejala klinik yang sering di rasakan pada pasien dengan rest plasenta yaitu :
a. Sewaktu suatu bagian dari plasenta (satu atau lebih lobus) tertinggal, maka
uterus tidak dapat berkontraksi secara efektif dan keadaan ini dapat
menimbulkan perdarahan. Tetapi mungkin saja pada beberapa keadaan tidak
ada perdarahan dengan sisa plasenta. Tertinggalnya sebagian plasenta (rest
plasenta)
b. Keadaan umum lemah
c. Peningkatan denyut nadi
d. Tekanan darah menurun
e. Pernafasan cepat
f. Gangguan kesadaran (Syok)
g. Pasien pusing dan gelisa
h. Tampak sisa plasenta yang belum keluar
4. Faktor Resiko Rest Plasenta (Sisa Plasenta)
a. Umur ibu
Usia ibu hamil terlalu muda (< 20 tahun) dan  terlalu  tua (> 35 tahun)
mempunyai risiko yang lebih besar untuk melahirkan bayi kurang sehat. Hal
ini dikarenakan pada umur dibawah  20 tahun, dari segi biologis  fungsi
reproduksi seorang wanita belum berkembang dengan sempurna untuk
menerima keadaan janin dan segi psikis belum matang dalam menghadapi
tuntutan beban moril, mental dan emosional, sedangkan pada umur diatas 35
tahun dan sering melahirkan, fungsi reproduksi seorang wanita sudah
mengalami kemunduran atau degenerasi  dibandingkan  fungsi  reproduksi
normal sehingga kemungkinan untuk terjadinya komplikasi pasca
persalinan  terutama perdarahan  lebih besar.
Perdarahan post partum yang mengakibatkan kematian maternal pada
wanita hamil yang melahirkan pada umur dibawah 20 tahun, 2-5 kali lebih
tinggi daripada perdarahan post partum yang terjadi pada usia 20-29 tahun.
Perdarahan post partum meningkat kembali setelah usia 30-35 tahun.
b. Paritas Ibu
Perdarahan  post partum semakin meningkat pada wanita yang telah
melahirkan tiga anak atau lebih, dimana uterus yang telah melahirkan banyak
anak cenderung bekerja tidak efesien pada semua kala persalinan. Uterus pada
saat persalinan, setelah kelahiran plasenta sukar untuk berkontraksi dan
beretraksi kembali sehingga pembuluh darah maternal pada dinding uterus
akan tetap terbuka. Hal inilah yang dapat meningkatkan insidensi perdarahan
postpartum (Wiknjosastro, 2006 : 23).
Jika  kehamilan  “terlalu muda,  terlalu tua, terlalu banyak dan terlalu
dekat (4 terlalu)”  dapat meningkatkan risiko berbahaya pada proses
reproduksi karena kehamilan yang terlalu sering dan terlalu dekat
menyebabkan intake (masukan) makanan atau gizi menjadi rendah. Ketika
tuntunan dan beban fisik terlalu tinggi mengakibatkan wanita tidak
mempunyai  waktu untuk mengembalikan kekuatan diri dari tuntutan gizi,
juga anak yang telah dilahirkan perlu mendapat perhatian yang optimal dari
kedua orangtuanya sehingga perlu sekali untuk mengatur kapan sebaiknya
waktu yang tepat untuk hamil.
c. Status Anemia dalam kehamilan
Anemia adalah kondisi ibu dengan kadar haemoglobin (Hb)dalam
darahnya kurang dari 12 gr% (Wiknjosastro , 2002). Anemiadalam kehamilan
adalah kondisi ibu dengan kadar haemoglobin dibawah 11 gr% pada trimester
1 dan 3 atau kadar haemoglobin kurang dari 10,5 gr% pada trimester 2. Nilai
batas tersebut dan perbedaannya dengan wanita tidak hamil terjadi karena
hemodilusi, terutama pada trimester 2.
Darah akan bertambah banyak dalam kehamilan yang lazimdisebut
hidremia atau hipervolemia. Akan tetapi, bertambahnya seldarah kurang
dibandingkan dengan bertambahnya plasma sehinggaterjadi pengenceran
darah. Perbandingan tersebut adalah sebagai berikut: plasma 30%, sel darah
18% dan haemoglobin 19%. Bertambahnya darah dalam kehamilan sudah
dimulai sejak kehamilan 10 minggu dan mencapai puncaknya dalam
kehamilan antara 32 dan 36 minggu.
Secara fisiologis, pengenceran darah ini untuk membantu meringankan
kerja jantung yang semakin berat dengan adanya kehamilan.
Penyebab anemia pada umumnya adalah sebagai berikut:
1) Kurang gizi (malnutrisi)
2) Kurang zat besi dalam diit
3) Malabsorpsi
4) Kehilangan darah banyak seperti persalinan yang lalu, haid dan lain-lain
5) Penyakit-penyakit kronik seperti TBC paru, cacing usus, malaria dll
5. Diagnosis
a. Penemuan secara dini, hanya dimungkinkan dengan penemuan melakukan
kelengkapan plasenta setelah dilahirkan. Pada kasus sisa plasenta dengan
perdarahan pasca persalinan lanjut, sebagian besar pasien akan kembali lagi
ke tempat persalinan dengan keluhan perdarahan setelah 6-10 hari pulang ke
rumah dan sub involusi uterus. (Saifuddin, 2009:181)
b. Perdarahan berlangsung terus menerus atau berulang.
c. Pada palpasi di dapatkan fundus uteri masih teraba lebih besar
d. Pada pemeriksaan dalam didapat uterus yang membesar, lunak, dan dari
ostium uteri keluar darah.
6. Komplikasi Rest Plasenta
a. Sumber infeksi dan perdarahan potensial
b. Memudahkan terjadinya anemia yang berkelanjutan
c. Terjadi plasenta polip
d. Degenerasi korio karsinoma
e. Dapat menimbulkan gangguan pembekuan darah
7. Penjegahan Rest Plasenta (Manuaba,2008)
Pencegahan terjadinya perdarahan post partum merupakan tindakan utama,
sehingga dapat menghemat tenaga, biaya dan mengurangi komplikasi upaya
preventif dapat dilakukan dengan :
a. Meningkatkan kesehatan ibu, sehingga tidak terjadi anemia dalam kehamilan.
b. Melakukan persiapan pertolongan persalinan secara legeartis.
c. Meningkatkan usaha penerimaan KB.
d. Melakukan pertolongan persalinan di rumah sakit bagi ibu yang mengalami
perdarahan post partum.
e. Memberikan uterotonika segera setelah persalinan bayi, kelahiran plasenta
dipercepat.
8. Penanganan Rest Plasenta
Apabila diagnosa sisa plasenta ditegakkan maka bidan boleh melakukan
pengeluaran sisa plasenta secara manual atau digital, dg langkah-langkah sebagai
berikut:
a. Perbaikan keadaan umum ibu (pasang infus)
b. Kosongkan kandung kemih
c. Memakai sarung tangan steril
d. Desinfeksi genetalia eksterna
e. Tangan kiri melebarkan genetalia eksterna,tangan kanan dimasukkan secara
obstetri sampai servik
f. lakukan eksplorasi di dalam cavum uteri untuk  mengeluarkan sisa plasenta
g. lakukan pengeluaran plasenta secara digital
h. Setelah plasenta keluar semua diberikan injeksi uterus tonika
i. Berikan antibiotik utk mencegah infeksi
j. Antibiotika ampisilin dosis awal 19 IV dilanjutkan dengan 3×1 gram.oral
dikombinasikan dengan metronidazol 1 gr suppositoria dilanjutkan     dengan
3×500 mg oral.
k. Observasi tanda-tanda vital dan perdarahan
l. Antibiotika dalam dosis pencegahan sebaiknya diberikan.
Sisa plasenta bisa diduga bila kala uri berlangsung tidak lancar atau setelah
melakukan plasenta manual atau menemukan adanya kotiledon yang tidak
lengkap pada saat melakukan pemeriksaan plasenta dan masih ada perdarahan
dari ostium uteri eksternum pada saat kontraksi rahim sudah baik dan robekan
jalan lahir sudah terjahit. Untuk itu, harus dilakukan eksplorasi kedalam rahim
dengan cara manual/digital atau kuret dan pemberian uterotonika. Anemia yang
ditimbulkan setelah perdarahan dapat diberi transfuse darah sesuai dengan
keperluannya (Sarwono Prawirohaardjo, 2008, hal: 527)
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan pengertian di atas, maka penulis dapat menarik
kesimpulan bahwa pengertian retensio plasenta menurut buku obstetri adalah belumlepas
nya plasenta dengan melebihi waktu setengah jam. Dan tindakan pertamayang dilakukan
yaitu dengan cara manual plasenta, dimana tindakan inidilakukan untuk mengeluarkan
atau melepas plasenta secara manual(mengggunakan tangan) dari tempat implantasinya.
Dengan mencermati faktor risiko persalinan berupa: persalinan yang keempat,
taksiran berat janin besar, adanya hipertensi dalam kehamilan, kejadian fatal pada pasien
akibat perdarahan pascapersalinan dapat dihindari. Penatalaksanaan kala tiga persalinan
yang baik dan penanganan yang cepat dan tepat terhadap kejadian perdarahan
pascapersalinan membantu pasien pulih dengan baik dan pulang dalam keadaan baik.
Rest Plasenta adalah tertinggalnya potongan-potongan plasenta seperti kotiledon dan
selaput plasenta yang menyebabkan terganggunya kontraksi uterus sehingga sinus-sinus
darah tetap terbuka dan menimbulkan perdarahan post partum. Perdarahan postpartum
dini dapat terjadi sebagai akibat tertinggalnya sisa plasenta atau selaput janin. Bila hal
tersebut terjadi, harus dikeluarkan secara manual atau di kuratase dan pemberian obat-
obat uterotonika intravena.
B. Saran
Masyarakat diharapkan dapat menggali tanda bahaya kehamilan sehingga menerapkan
langkah-langkah promotif dan preventif dan petunjuk dari petugas kesehatan untuk
mencegah terjadinya komplikasi kehamilan dan mengurangi risiko kelahiran dengan
retensio plasenta.
Usaha untuk mencegah terjadinya perdarahan post partum adalah penyuluhan yang
intensif tentang :
1. Pengenalan faktor risiko umur tertentu, yaitu < 20 dan > 35 tahun.
2. Pentingnya menjalankan program Keluarga Berencana (KB) untuk menunda dan
menjarangkan kehamilan.
3. Penyebab terjadinya Rest Plasenta oleh tenaga kesehatan khususnya bidan untuk
mencegah terjadinya perdarahan dan kematian ibu saat melahirkan.

DAFTAR PUSTAKA
1. Budiman, D. M. (2017) „Perdarahan Post Partum Dini e.c Retensio Plasenta‟, Jurnal Medula
Unila, 7(3), pp. 6–10.
2. Gregory Edie Halle-Ekane, F. K. E. et al. (2016) „Prevalence and Risk Factors of Primary
Postpartum Hemorrhage after Vaginal Deliveries in the Bonassama District Hospital,
Cameroon‟, International Journal of Tropical Disease & Health, 13(2), pp. 1–12.
3. Sugi Purwanti; Yuli Trisnawati (2015) „Determinan Faktor Penyebab Kejadian Perdarahan
Post Partum Karena Atonia Uteri‟, Jurnal Ilmiah Kebidanan, 6(1), pp. 97–107.
4. Kemenkes RI (2019). Pemberdayaan Bidan Di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer dan
Rujukan. Materi disampaikan pada Pertemuan Ilmiah Tahunan Ikatan Bidan Indonesia (PIT
IBI) Tahun 2019. Jakarta, 12 September 2019
5. Friyandini, F; Lestari, Y; Utama, BI (2015). Hubungan Kejadian Perdarahan Post Partum
dengan Faktor Risiko Karakterisitik Ibu di RSUP M Jamil Padang. Jurnal Kesehatan Andalas.
2015;4(3) . diakses pada tanggal 2 Oktober 2019 dari http://jurnal.fk.unand.ac.id
6. Dharmadi, BI (2017). Hubungan Kejadian Perdarahan Postpartum Dengan KarakteristikIbu
Bersalin di RB Harapan Kita. Jurnal BIMTAS-Fikes Universitas Muhammadiyah Tasik
Malaya. 2017;2 (1), diakses pada tanggal 30 Maret 2020 dari
https://umtas.ac.id/journal/index.php/bimtas/article/view/331
7. Edy. (2011). Askep Retensio Plasenta,http://wbciart.blogspot.com/2011/12/ askep-retensio-
Plasenta.html, diperoleh pada tanggal 1 Desember 2014.
8. Prawirohardjo (2005) Pendahuluan kti Partus Normal indikasi Retensio Plasenta,
http://bluesteam47.blogspot.com /2005/06/pendahuluan-kti-Partus-normal-indikasi-retensio-
plasenta.html, diperoleh tanggal 1 Desember 2014
9. Manuaba, 2007. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapus.
10. Sastrawinata. 2008.Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC
11. Saifuddin A. B., (2009). Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal.
Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
12. Prawirohardjo S.,(2010). Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo.
13. Dias Q., (2014). LP Sisa Plasenta.
14. Suryani A. I., (2013). Retensio Sisa Plasenta.
15. Novita N. N., (2013). Rest Plasenta.

Anda mungkin juga menyukai