Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN IBU HAMIL DENGAN

RETENSIO PLASENTA

Di susun Oleh :

Kelompok 3

Nelin Rosa Sena (14.401.17.063)

Nike Alistina (14.401.17.064)

Nur Inayah (14.401.17.065)

Nur Itikavia (14.401.17.066)

Nur Laila M (14.401.17.067)

Oghi Febrianto (14.401.17.068)

Okie Purnomo H (14.401.17.069)

PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEPERAWATAN

AKADEMI KESEHATAN RUSTIDA

KRIKILAN-GLENMORE-BANYUWANGI

2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kepada Allah SWT atas berkat dan rahmat-
Nyalah kami dapat menyelesaikan makalah Askep Ibu dengan Retensio
Plasenta.

Dalam menyelesaikan makalah ini penulis banyak mendapat bantuan dari


dari beberapa pihak. Untuk itu pada kesempatan ini perkenankanlah penulis
mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam
pembuatan makalah ini sehingga berhasil terutama kepada dosen pembimbing.

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih banyak mengandung


kekurangan karena keterbatasan buku pegangan dan ilmu yang penulis miliki.
Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun demi
kepentingan makalah penulis dimasa mendatang.

Akhirnya penulis mengharapkan semoga dengan adanya makalah ini


dapat memberikan manfaat kepada pembaca pada umumnya dan khususnya pada
penulis sendiri.

Glenmore, 08 September 2019

Penyusun

i
Daftar Isi

Kata Pengantar .............................................................................................. i


Daftar Isi ....................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ........................................................................................... 1
1.2 Tujuan ....................................................................................................... 2
1.3 Manfaat ...................................................................................................... 2
BAB II TINJAUAN TEORI
2.1 Definisi ...................................................................................................... 3
2.2 Etiologi ...................................................................................................... 2
2.3 Manifestasi Klinis ..................................................................................... 4
2.4 Patofisiologi .............................................................................................. 5
2.5 Komplikasi ................................................................................................ 8
2.6 Pemeriksaan Penunjang ............................................................................. 8
2.7 Penatalaksanaan ......................................................................................... 9
BAB III KONSEP ASKEP
1. Konsep askep ............................................................................................... 10
2. Diagnosa Keperawatan................................................................................. 14
3. Intervensi ..................................................................................................... 15
BAB IV PENUTUP
3.1 Kesimpulan ................................................................................................ 20
3.2 Saran ....................................................................................................... 20
DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Retensio plasenta adalah terlambatnya kelahiran plasenta selama setengah
jam setelah kelahiran bayi. Plasenta harus dikeluarkan karena dapat menimbulkan
bahaya perdarahan, infeksi karena sebagai benda mati, dapat terjadi plasenta
inkarserata, dapat terjadi polip plasenta. Sewaktu suatu bagian plasenta (satu atau
lebih lobus) tertinggal, maka uterus tidak dapat berkontraksi secara efektif dan
keadaan ini dapat menimbulkan perdarahan.

Angka Kematian Ibu (AKI) merupakan salah satu indikator untuk melihat
derajat kesehatan masyarakat, sehingga menjadi salah satu target yang telah
ditentukan yang harus dicapai dalam tujuan pembangunan Millenium
Development Goals (MDGs) yaitu tujuan ke-5, meningkatkan kesehatan ibu
dengan mengurangi. Berdasarkan kesepakatan MDGs pada tahun 2015
diharapkan Angka Kematian Ibu menurun sebesar tiga per empat dalam kurun
waktu 1990-2015

Retensio plasenta dapat menyebabkan perdarahan, perdarahan


merupakan penyebab kematian nomor satu (40%-60%) kematian ibu
melahirkan di Indonesia. Berdasarkan data kematian ibu yang disebabkan oleh
perdarahan pasca persalinan di Indonesia adalah sebesar 43%. Menurut WHO
dilaporkan bahwa 15-20% kematian ibu karena retensio plasenta dan
insidennya adalah 0,8-1,2% untuk setiap kelahiran. Dibandingkan dengan
resiko-resiko lain dari ibu bersalin, perdarahan post partum dimana retensio
plasenta salah satu penyebabnya dapat mengancam jiwa dimana ibu dengan
perdarahan yang hebat akan cepat meninggal jika tidak mendapat perawatan
medis yang tepat

Dalam Rencana Strategi Nasional Making Pregnancy Safer di


Indonesia disebut bahwa dalam Rencana Pembangunan Kesehatan menuju
Indonesia Sehat 2015, Making Pregnancy Safer mempunyai visi dan misi
untuk mencapai Indonesia sehat 2015. Visi Making Pregnancy Safer adalah

1
semua perempuan di Indonesia dapat menjalani kehamilan dan persalinan
dengan aman dan bayi dilahirkan hidup sehat. Sedangkan misi Making
Pregnancy Safer menurunkan kesakitan dan kematian ibu dan bayi baru lahir
di Indonesia

1.2 Tujuan
Setelah mempelajari askep retensio plasenta mahasiswa diharapkan:
1. Mahasiswa dapat memahami pengertian dari retensio plasenta
2. Mahasiswa dapat memahami tanda dan gejala dari retensio plasenta
3. Mahasiswa dapat memahami bagaimana penatalaksanaan dari retensio
plasenta
4. Mahasiswa dapat memahami dan membuat asuhan keperawatan pada
retensio plasenta

1.3 Manfaat
1. Untuk meningkatkan ilmu pengetahuan dan pengalaman dalam pemberian
asuhan keperawatan pada pasien dengan Retensio Plasenta.
2. Menambah ketrampilan atau kemampuan mahasiswa dalam menerapakan
asuhan keperawatan pada pasien dengan Retensio Plasenta.
3. Sebagai bahan evaluasi sejauh mana kemampuan mahasiswa dalam
melakukan asuhan keperawatan pada pasien Retensio Plasenta.

2
BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1 Definisi
Retensio plasenta adalah tertahannya atau belum lahirnya plasenta hingga
atau melebihi waktu 30 menit setelah bayi lahir. Istilah retensio plasenta
dipergunakan jika plasenta belum lahir setengah jam sesudah anak lahir
(Sastrawinata, 2008).
Retensio plasenta adalah belum lepasnya plasenta dengan melebihi waktu
setengah jam. Keadaan ini dapat diikuti perdarahan yang banyak, artinya
hanya sebagian plasenta yang telah lepas sehingga memerlukan tindakan
plasenta manual dengan segera (Nugroho, 2012).
Jadi menurut pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa retensio
plasenta adalah terlambatnya kelahiran plasenta selama setengah jam setelah
kelahiran bayi.

2.2 Etiologi
Menurut (Sastrawinata, 2008) penyebab retensio plasenta adalah :
1. His kurang kuat (penyebab terpenting).
2. Plasenta belum lepas dari dinding uterus karena :
a. Kontraksi uterus kurang kuat untuk melepaskan plasenta
b. Plasenta yang sudah lepas dari dinding uterus akan tetapi belum keluar
karena salah penanganan kala III, sehingga terjadi lingkaran konstiksi
pada bagian bawah uterus yang menghalangi keluarnya plasenta.
c. Ukuran plasenta terlalu kecil.
3. Tingkat perlekatannya :
a. Placenta Adhesiva : plasenta melekat pada desidua endometrium lebih
dalam.
b. Placenta Inkreta : plasenta melekat sampai pada villi khorialis dan
tumbuh lebih dalam menembus desidua sampai miometrium.
c. Placenta Perkreta : plasenta telah menembus mencapai serosa atau
peritonium dinding rahim.

3
d. Placenta Inkarserata : tertahannya didalam kavum uteri karena
kontraksi ostium uteri.

2.3 Manifestasi Klinis


Gejala Separasi/Akreta Plasenta Plasenta
Persial Inkarserata Akterata
Konsistensi Kenyal Keras cukup
uterus
Tinggi Sepusat 2 jari dibawah Sepusat
fundus pusat
Bentuk Diskoid Agak globuler Diskoid
uterus
Perdarahan Sedang-banyak Sedang Sedikit/tidak
ada
Tali pusat Terjulur sebagian Terjulur Tidak terjulur
Ostium uteri Terbuka Kontriksi Terbuka
Separasi Lepas sebagian Sudah lepas Melekat
plasenta seluruhnya
Syok Sering Jarang Jarang sekali

1. Waktu hamil
a. Kebanyakan kehamilan normal
b. Insiden perdarahan anterpartum meningkat, tetapi keadaan ini biasanya
menyertai plasenta previa
c. Terjadi persalinan prematur
d. Terkadang terjadinya ruptura uteri
2. Persalinan kala I & II
a. Hampir pada semuanya proses ini berjalan dengan lancar
3. Persalinan kala III
a. Retensio plasenta terjadi ciri utama
b. Perdarahan post partum, jumlahnya tergantung pada derajat pelekatan
plasenta
c. Ruptura uteri, biasanya terjadi saat berusaha mengeluarkan plasenta

4
2.4 Pathofisiologi

Setelah bayi dilahirkan, uterus secara spontan berkontraksi. Kontraksi


dan retraksi otot-otot uterus menyelesaikan proses ini pada akhir persalinan.
Sesudah berkontraksi, sel miometrium tidak relaksasi, melainkan menjadi
lebih pendek dan lebih tebal. Dengan kontraksi yang berlangsung kontinyu,
miometrium menebal secara progresif, dan kavum uteri mengecil sehingga
ukuran juga mengecil. Pengecilan mendadak uterus ini disertai mengecilnya
daerah tempat perlekatan plasenta.
Ketika jaringan penyokong plasenta berkontraksi maka plasenta yang
tidak dapat berkontraksi mulai terlepas dari dinding uterus. Tegangan yang
ditimbulkannya menyebabkan lapis dan desidua spongiosa yang longgar
memberi jalan, dan pelepasan plasenta terjadi di tempat itu. Pembuluh darah
yang terdapat di uterus berada di antara serat-serat otot miometrium yang
saling bersilangan. Kontraksi serat-serat otot ini menekan pembuluh darah
dan retaksi otot ini mengakibatkan pembuluh darah terjepit serta perdarahan
berhenti.
Pengamatan terhadap persalinan kala tiga dengan menggunakan
pencitraan ultrasonografi secara dinamis telah membuka perspektif baru
tentang mekanisme kala tiga persalinan. Kala tiga yang normal dapat dibagi
ke dalam 4 fase, yaitu (Nurmawati & Saleha, 2019, hal. 19):
1. Fase laten, ditandai oleh menebalnya dinding uterus yang bebas tempat
plasenta, namun dinding uterus tempat plasenta melekat masih tipis.
2. Fase kontraksi, ditandai oleh menebalnya dinding uterus tempat plasenta
melekat (dari ketebalan kurang dari 1 cm menjadi > 2 cm).
3. Fase pelepasan, fase dimana plasenta menyempurnakan pemisahnya dari
dinding uterus dan lepas. Tidak ada hematom yang terbentuk antara
dinding uterus dengan plasenta. Terpisahnya plasenta disebabkan oleh
kekuatan antara plasenta yang pasif dengan otot uterus yang aktif pada
tempat melekatnya plasenta, yang mengurangi permukaan tempat
melekatnya plasenta. Akibatnya sobek di lapisan spongiosa.
4. Fase pengeluaran, dimana plasenta bergerak meluncur. Saat plasenta
bergerak turun, daerah pemisahan tetap tidak berubah dan sejumlah kecil

5
darah terkumpul di dalam rongga rahim. Ini menunjukkan bahwa
perdarahan selama pemisahan plasenta lebih merupakan akibat, bukan
sebab. Lama kala III pada persalinan normal ditentukan oleh lamanya
fase kontraksi. Tanda-tanda lepasnya plasenta adalah sering ada
semburan darah yang mendadak, uterus menjadi globuler dan
konsistensinya semakin padat, uterus meninggi ke arah abdomen karena
plasenta yang telah berjalan turun masuk ke vagina, serta tali pusat yang
keluar lebih panjang. Sesudah plasenta terpisah dari tempat melekatnya
maka tekanan yang diberikan oleh dinding uterus menyebabkan plasenta
meluncur ke arah bagian bawah rahim atau atas vagina.

6
Pathway

Sebab fungsional Sebab Patologi Plasenta belum lepas


dari dinding rahim
-Plasenta adhesiva
-His kurang kuat Plasenta sudah
-Plasenta inkreta lepas tetapi
-Tempat melekatnya belum dilahirkan
yang kurang -Plasenta perketra
menguntungkan
Melahirkan
-Ukuran Plasenta plasenta secara
terlalu kecil Retensio Plasenta manual

Tarikan tali pusat


Tidak dapat
berkontraksi secara
efektif (terjadi retraksi Insersio uteri
dan kontraksi otot
uterus
Postnatal, tampak
sakit, anterm,
Sinus-sinus matemalis intranatal
tetap terbuka penutupan
pembuluh darah terambat
Nyeri

Nyeri Akut
Perdarahan
Resiko Infeksi pervagina

Kehilangan banyak Resiko Syok


darah

Hipovolemia

(Sastrawinata, 2008)

7
2.5 Komplikasi
1. Perdarahan
Terjadi terlebih lagi bila retensio plasenta yang terdapat sedikit
perlepasan hingga kontraksi memompa darah tetapi bagian yang melekat
membuat luka tidak menutup (Nurmawati & Saleha, 2019, hal. 16).
2. Infeksi
Karena sebagian benda mati yang tertinggal di dalam rahim
meningkatkan pertumbuhan bakteri dibantu dengan port dientre dari
tempat perlekatan plasenta.
3. Dapat terjadi plasenta inkarserata dimana plasenta melekat terus
sedangkan kontraksi pada ostium baik hingga yang terjadi.
4. Terjadi polip plasenta sebagai massa proliferative yang mengalami
infeksi sekunder dan nekrosis
5. Terjadi degenerasi (keganasan) koriokarsinoma
Dengan masuknya mutagen, perlukaan yang semula fisiologik (displatik-
diskariotik) dan akhirnya menjadi karsinoma invasif. Sekali menjadi
mikro invasive atau invasive, proses keganasan akan berjalan terus.
6. Syok hemoragik

2.6 Pemeriksaan Penunjang


1. Hitung darah lengkap
Untuk menemukan tingkat hemoglobin (Hb) dan Hematokrit (Hct),
melihat adanya trombositopenia, serta jumlah leukosit. Pada keadaan yang
disertai dengan infeksi, leukosit biasanya meningkat.
2. Hitung Protrombin Time (PT) dan Activated Partial Tromboplastin Time
(APTT) atau yang sederhana dengan Clotting Time (CT) atau Bleedign
Time (BT). Ini penting untuk menyingkirkan perdarahan yang disebabkan
oleh faktor lain.

8
2.7 Penatalaksanaan
Menurut (Saifuddin, 2009) penatalaksaan retensio plasenta sebagai berikut :
1. Resusitasi. Pemberian oksigen 100%. Pemasangan IV-line dengan kateter
yang berdiameter besar serta pemberian cairan kristaloid (sodium klorida
isotonik atau larutan ringer laktat yang hangat, apabila memungkinkan).
Monitor jantung, nadi, tekanan darah dan saturasi oksigen. Transfusi darah
apabila diperlukan yang dikonfirmasi dengan hasil pemeriksaan darah.
2. Drips oksitosin (oxytocin drips) 20 IU dalam 500 ml larutan Ringer laktat
atau NaCl 0.9% (normal saline) sampai uterus berkontraksi.
3. Plasenta coba dilahirkan dengan Brandt Andrews, jika berhasil lanjutkan
dengan drips oksitosin untuk mempertahankan uterus.
4. Jika plasenta tidak lepas dicoba dengan tindakan manual plasenta. Indikasi
manual plasenta adalah: Perdarahan pada kala tiga persalinan kurang lebih
400 cc, retensio plasenta setelah 30 menit anak lahir, setelah persalinan
buatan yang sulit seperti forsep tinggi, versi ekstraksi, perforasi, dan
dibutuhkan untuk eksplorasi jalan lahir, tali pusat putus.
5. Jika tindakan manual plasenta tidak memungkinkan, jaringan dapat
dikeluarkan dengan tang (cunam) abortus dilanjutkan kuretage sisa
plasenta. Pada umumnya pengeluaran sisa plasenta dilakukan dengan
kuretase. Kuretase harus dilakukan di rumah sakit dengan hati-hati karena
dinding rahim relatif tipis dibandingkan dengan kuretase pada abortus.
6. Setelah selesai tindakan pengeluaran sisa plasenta, dilanjutkan dengan
pemberian obat uterotonika melalui suntikan atau per oral.

7. Pemberian antibiotika apabila ada tanda-tanda infeksi dan untuk


pencegahan infeksi sekunder

9
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
1. Identitas
Beresiko (<20 tahun atau >35 tahun)
Tidak beresiko (20-35 tahun)
(Permatasari, Handayani, & Rachmawati, 2017, hal. 105)
2. Status Kesehatan Saat Ini
a. Keluhan Utama
Klien biasanya mengatakan sakit perut pada bagian bawah dan nyeri
pada jalan lahir (Manuaba, 2007).
b. Alasan Masuk Rumah Sakit
Merupakan keluhan yang paling dirasakan klien saat itu. Pada klien
post manual plasenta mengeluh pusing karena perdarahan akibat dari
komplikasi retensio plasenta (Manuaba, 2007).
c. Riwayat Penyakit Sekarang (PQRST)
Pada umumnya klien di bawa ke rumah sakit dengan alasan
perdarahan post partum akibat retensio plasenta atau terlambatnya
kelahiran plasenta dalam waktu 30 menit setelah bayi lahir.
Penanganan pertama pada klien retensio plasenta yaitu dilakukannya
tindakan manual plasenta. Pada klien post manual plasenta mengeluh
pusing karena perdarahan akibat dari komplikasi retensio plasenta,
pusing dirasakan bertambah apabila banyak melakukan aktivitas dan
berkurang apabila di istirahatkan.
3. Riwayat Kesehatan Terdahulu
a. Riwayat Penyakit Sebelumnya
Mengenai penyakit yang pernah dialami oleh klien yang dapat
mempengaruhi penyakit sekarang dan dapat memperberat/diperberat
karena kehamilan misalnya penyakit diabetes mellitus, penyakit
ginjal, penyakit jantung dan hipertensi (Permatasari, Handayani, &
Rachmawati, 2017, hal. 105)

10
b. Riwayat Penyakit Keluarga
Mengenai penyakit-penyakit yang pernah dialami oleh keluarga klien
yang lain seperti kehamilan kembar, gangguan mental, penyakit yang
dapat diturunkan dan penyakit yang dapat ditularkan.
4. Riwayat Genokologi dan Obsterti
a. Riwayat Genokologi
1) Riwayat Menstruasi
Meliputi siklus haid, lamanya haid, sifat darah (warna, bau,
gumpalan), dismenorhoe, HPHT, dan taksiran persalinan.
2) Riwayat perkawinan
Status perkawinan, umur pada waktu menikah, lama perkawinan
dan berapa kali kawin.
3) Riwayat KB
Pernah menjadi akseptor, jenis konrtasepsi yang digunakan
sebelum hamil, waktu dan lamanya penggunaan, masalah yang
didapati dengan penggunaan kontrasepsi tersebut, jenis
kontrasepsi yang direncanakan dan jumlah anak yang
direncanakan keluarga.
b. Riwayat Obsterti
1) Riwayat kehamilan, persalinan dan nifas yang lalu
Meliputi umur kehamilan, tanggal melahirkan, jenis persalinan,
tempat persalinan, berat anak waktu lahir, masalah yang terjadi
dan keadaan anak (Darmayanti, 2015).
2) Riwayat kehamilan sekarang
Usia kehamilan, keluhan selama hamil, gerakan anak pertama
dirasakan oleh klien. Apakah klien mendapatkan imunisasi TT,
perubahan berat badan selama hamil, tempat pemeriksaan
kehamilan dan frekuensi memeriksakan kehamilannya
(Permatasari, Handayani, & Rachmawati, 2017) .
3) Riwayat persalinan sekarang
Merupakan persalinan yang keberapa bagi klien, tanggal
melahirkan, jenis pesalinan, apakah terjadi perdarahan, banyaknya

11
perdarahan, jenis kelamin bayi, berat badan bayi, dan APGAR
skor, serta keadaan masa nifas (Darmayanti, 2015).
5. Pemeriksaan Fisik
a. Kesadaran
Klien dapat terjadi penurunan kesadaran/tidak akibat perdarahan
(Nurmawati & Saleha, 2019, hal. 18).
b. Keadaan Umum
Pada klien post manual plasenta biasanya ditemukan keadaan yang
lemah (Darmayanti, 2015).
c. Head to Toe
1) Kepala
Bentuk kepala simetris, kebersihan kulit kepala dan keluhan yang
dirasakan pada daerah kepala.
2) Wajah
Pada klien post manual plasenta wajah tampak pucat.
3) Mata
Simestris kiri dan kanan, konjungtiva agak pucat dan sklera putih
tidak ikterik.
4) Hidung
Tidak nampaknya adanya polip dan tidak ada nyeri tekan.
5) Mulut
Pada klien post manual plasenta mukosa bibir kering dan tampak
pucat.
6) Leher
Pada klien post manual plasenta tidak ditemukan pembesaran
kelenjar tyroid dan kelenjar getah bening, tidak ada peningkatan
JVP (Sastrawinata, 2008).
7) Dada
Pada klien biasanya suara nafas vesikuler, frekuensi nafas, irama
jantung reguler, bunyi jantung s1 dan s2.

12
8) Payudara
Simetris kiri dan kanan , hiperpigmentasi areola mamae , puting
susu terbentuk, terdapat kolostrum pada saat dipencet, tidak ada
massa dan nyeri tekan (Nurmawati & Saleha, 2019).
9) Abdomen
Tinggi fundus uteri hari ke-5 yaitu 3 cm bawah pusat, bising usus
normal 5-12 x/menit.
10) Genetalia
Dikaji keluhan yang dirasakan klien, dikaji keadaan perineum,
adanya pengeluaran lochea. Pada 2 hari pertama lochea berupa
darah yang disebut lochea rubra, setelah 3-4 hari merupakan darah
encer yang disebut lochea serosa dan pada hari kesepuluh menjadi
cairan putih atau kekuningan yang disebut lochea alba. Lochea
berbau amis, dan yang berbau busuk menandakan adanya infeksi
(Nurmawati & Saleha, 2019).
11) Ekstremitas
Tidak adanya oedema, refleks patella positif kiri dan kanan
12) Ambulasi
Pada klien dengan post manual plasenta biasanya dalam waktu 2
hari sudah bisa turun dari tempat tidur dan melakukan aktivitas
ringan seperti makan dan minum (Notika, 2013).
3.2 Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan pada pasien retensio plasenta:
1. Hipovolemia
Definisi : penurunan volume cairan intravaskuler, intertisial, dan atau
intraselular.
Penyebab : kehilangan volume cairan, kegagalan mekanisme regulasi,
peningkatan permeabilitas kapiler, kekurangan intake cairan, evaporasi.
Gejala dan tanda Mayor
Subjektif : (tidak tersedia)

13
Objektif : frekuensi nadi meningkat, nadi teraba lemah, tekadan darah
menurun,turgor kulit menururn, membran mukosa kering, volume urin
menurun, dan hematokrit meningkat.
Gejala dan tanda Minor
Subjektif : merasa lemah, mengeluh lemas
Objektif : pengisian vena menurun, status mental berubah, suhu tubuh
meningkat, berat badan turun tiba-tiba
Kondisi klinis terkait : penyakit addison, trauma/ perdarahan, luka bakar,
AIDS, penyakit crohn, muntah, diare, kolitis ulseratif, hipoalbuminemia
(PPNI, 2016, hal. 64).
2. Resiko Syok
Definisi : beresiko mengalami ketidakcukupan aliran darah ke jaringan
tubuh, yang dapat mengakibatkan disfungsi seluler yang mengancam
jiwa.
Faktor resiko : hipoksemia, hipoksia, hipotensi, kekurangan volume
cairan, sepsis, sindrom respons inflamasi sistemik.
Kondisi klinis terkait : perdarahan, trauma multipel, pneumothoraks,
infark miokad, kardiomiopati, cedera medula spinalis, anafilaksis, sepsis,
koagulasi intravaskuler diseminata (PPNI, 2016, hal. 92).
3. Resiko Infeksi
Definisi : beresiko mengalami penigkatan terserang organisme patogenik.
Faktor resiko : penyakit kronis, efek prosedur invasif, malnutrisi,
peningkatan paparan organisme patogen lingkungan.
Kondisi klinis terkait : AIDS, luka bakar, ketuban pecah sebelum
waktunya (KPSW), tindakan invasif (PPNI, 2016, hal. 304).

3.3 Intervensi Keperawtaan


1. Hipovolemia berhubungan dengan kehilangan volume cairan yang aktif
berdasarkan (Wilkinson, 2016, hal. 178)
Kriteria hasil
Pasien akan :
a. Memiliki hemoglobin dan hematokrit dalam batas normal

14
b. Memiliki keseimbangan asupan dan haluaran yang seimbang dalam
24 jam
c. Memiliki asupan atau cairan oral dan atau/ intravena yang adekuat
d. Memiliki tekanan vena sentral dan pulmonal dalam rentang yang
diharapkan
Aktivitas Keperawatan :
a. Pengkajian
1) Tinjau ulang catatan kehamilan dan persalinan/kelahiran,
perhatiakan faktor-faktor penyebab atau pemberat pada situasi
hemoragi.
Rasional : Membantu dalam membuat rencana perawatan yang
tepat dan memberikan kesempatan untuk mencegah dan
membatasi terjadinya komplikasi.
2) Kaji lokasi uterus dan derajat kontraksilitas uterus. Dengan
perlahan masase penonjolan uterus dengan satu tangan sambil
menempatkan tangan kedua diatas simpisis pubis.
Rasional : Derajat kontraktilitas uterus membantu dalam diagnosa
banding. Peningkatan kontraktilitas miometrium dapat
menurunkan kehilangan darah. Penempatan satu tangan diatas
simphisis pubis mencegah kemungkinan inversi uterus selama
masase.
3) Berikan obat-obatan sesuai indikasi : Oksitosin, magnesium
sulfat, heparin, terapi antibiotik.
Rasional : Meningkatkan,kontraktilitas, memudahkan relaksasi
uterus selama pemeriksaan manual, heparin dapat digunakan
untuk menghentikan siklus pembekuan.

b. Penyuluhan untuk pasien / keluarga :


1) Anjurkan pasien untuk menginformasikan perawat bila haus

c. Aktivitas lain :

15
1) Pantau pemeriksaan laboratorium sesuai indikasi : Hb dan Ht.
Rasional : Membantu dalam menentukan kehilangan darah.
Setiap ml darah membawa 0,5 mgHb.
2) Kaji dan catat jumlah, tipe dan sisi perdarahan; timbang dan
hitung pembalut, simpan bekuan dan jaringan untuk dievaluasi
oleh dokter. Rasional : Perkiraan kehilangan darah, arteial versus
vena, dan adanya bekuan-bekuan membantu membuat diagnosa
banding dan menentukan kebutuhan penggantian.
3) Perhatikan hipotensi atau takikardi, perlambatan pengisian kapiler
atau sianosis dasar kuku, membran mukosa dan bibir.
Rasional : Tanda-tanda ini menunjukan hipovolemi dan terjadinya
syok. Perubahan pada tekanan darah tidak dapat dideteksi sampai
volume cairan telah menurun sampai 30%- 50%.Sianosis adalah
tanda akhir dari hipoksia.
4) Pantau parameter hemodinamik, seperti tekanan vena sentral atau
tekanan bagi arteri pulmonal, bila ada.
Rasional : Memberikan pengukuran lebih langsung dari volume
sirkulasi dan kebutuhan penggantian.
d. Aktivitas kolaboratif :
1) Kolaborasi dengan dokter untuk ketersidiaan produk darah untuk
transfusi, bila perlu
2) Kolaborasi dengan dokter pemberian terapi IV
2. Resiko syok berhubungan dengan hipovolemia berdasarkan (Wilkinson,
2016, hal. 395)
Kriteria Hasil
Pasien akan :
a. Pasien tidak akan mengalami syok ditandai dengan selular adekuat,
dan tanda-tanda vital dalam rentang normal
b. Asupan dan haluaran cairan seimbang
c. Kulit hangat dan kering
Aktivitas keperawatan :
a. Pengkajian

16
1) Pantau kondisi luka yang mengarah ke hipovolemia
Rasional: luka yang terjadi perdarahan terus menerus harus
segera ditangani agar tidak terjadi syok
2) Kaji kondisi sirkulasi
Rasional: memantau sirkulasi pasien untuk mencegah resiko
perdarah
3) Pantau asupan dan haluaran luka
Rasional: memantau jika ada tanda- tanda resiko syok dari
haluaran luka
b. Penyuluhan kepada klien dan keluarga
1) Ajarkan pasien dan keluarga tanda dan gejala syok serta segera
melapor jika pasien terjadi syok
Rasional: meningkatkan pengetahuan klien dan keluarga untuk
mengenali tanda dan gejala syok
c. Aktivitas lain
1) Siapkan pemberian cairan melalui parenteral, koloid, atau
darah untuk masalah volume yang bersirkulasi
Rasional: menghindari terjadinya resiko syok dengan
pemberian cairan
d. Aktivitas kolaboratif
1) Berikan medikasi yang diprogramkan oleh dokter (mis, obat
vasoaktif, antimikroba, glisida jantung)
Rasional: menghindari resiko syok dengan bantuan obat yang
sesuai dari dokter.

3. Resiko infeksi berhubungan dengan penurunan hemoglobin berdasarkan


(Wilkinson, 2016, hal. 235)
Kriteria hasil :
Pasien akan :
a. Terbebas dari tanda dan gejala infeksi
b. Memperlihatkan personal hygiene yang adekuat

17
c. Mengindikasikan status gastrointestinal, pernapasan, genitourinaria,
dan imun dalam batas normal
d. Menggambarkan faktor yang mununjang penularan infeksi
e. Laporkan tanda dan gejala infeksi serta mengikuti prosedur skrining
dan pamantauan
Aktivitas keperawatan :
a. Pengkajian
1) Pantau tanda dan gejala infeksi
Rasional: dolor (nyeri), kalor (panas), tumor (bengkak), rubor
(kemerahan), fungsiolaesa merupakan tanda dan gejala infeksi
2) Kaji faktor yang dapat meningkatkan kerentanan terhadap infeksi
Rasional: meminimalisir terjadinya infeksi dengan menghindari
resiko yang dapat meningkatkan resiko infeksi contoh, personal
hygiene
3) Pantau hasil laboratorium
Rasional: memantau hasil leukosit, leukosit normal 4500- 10000
sel/mm3 jika klien infeksi leukosit akan meningkat melebihi batas
normal
4) Amati penampilan praktik higiene personal untuk perlindungan
terhadap infeksi
Rasional: personal hygiene yang buruk akan meningkatkan resiko
infeksi karena kuman.
b. Penyuluhan untuk pasien/ keluarga
1) Jelaskan kepada pasien dan keluarga mengapa sakit atau terapi
meningkatkan resiko terhadap infeksi
Rasional: meningkatkan pengetahuan klien dan keluarga mengenai
infeksi dan faktor yang dapat mengakibatkan infeksi
2) Instruksikan untuk menjaga personal hygiene untuk melindungi
tubuh terhadap infeksi
Rasional: meningkatkan pengetahuan klien dan keluarga untuk
menjaga personal hygiene untuk menghindari resiko infeksi
contoh, cuci tangan

18
3) Ajarkan pasien teknik mencuci tangan yang benar
Rasional: menghindari resiko infeksi dengan membiasakan cuci
tangan sebelum ataupun sesudah kontak dengan klien
4) Ajarkan kepada pengunjung untuk mencuci tangan sewaktu masuk
dan meninggalkan ruang pasien
Rasional: meningkatkan pengetahuan klien dan keluarga mengenai
waktu cuci tangan yang harus diperhatikan
c. Aktivitas lain
1) Lindungi pasien terhadap kontaminasi silang dengan tidak
menugaskan perawat yang sama untuk pasien lain yang mengalami
infeksi dan memisahkan ruang perawatan pasien dengan pasien
yang terinfeksi
Rasional: menghindari klien terjadi infeksi silang, dan menjauhkan
klien dari klien yang terinfeksi agar klien tidak terjadi infeksi
2) Bersihkan lingkungan dengan benar setelah dipergunakan masing-
masing pasien
Rasional: lingkungan adalah salah satu faktor yang harus
diperhatikan untuk pencegahan infeksi
d. Aktivitas kolaboratif
1) Berikan terapi antibiotik, bila diperlukan
Rasional: pemberian antibiotik diharapkan dapat menekan atau
memberhentikan perkembangan kuman.

19
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Berdasarkan pengertian di atas, maka penulis dapat menarik
kesimpulan bahwa pengertian retensio plasenta menurut buku obstetri
adalah belum lepasnya plasenta dengan melebihi waktu setengah jam. Dan
tindakan pertama yang dilakukan yaitu dengan cara manual plasenta,
dimana tindakan ini dilakukan untuk mengeluarkan atau melepas plasenta
secara manual (mengggunakan tangan) dari tempat implantasinya.
Asuhan keperawatan pada pasien post manual plasenta adalah suatu
tindakan yang diberikan pada ibu post partum mulai dari pengkajian data,
menentukan diagnosa yang muncul, membuat rencana tindakan
mengimplementasikan dan terakhir melakuakan evaluasi tindakan yang
telah dilakukan.
4.2 Saran
Diharapkan memandang pasien sebagai makhluk yang unik dan dalam
memberikan perawatan harus dilakukan secara komprehensif meliputi aspek
bio-psikososial dan spiritualnya, dan menambah pengetahuan serta
keterampilan dalam melakukan perawatan pada klien.

20
Daftar Pustaka

Darmayanti. (2015). Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Retensio


Plasenta RSUD H Moch Ansari Saleh Banjarmasin. Journal Kesehatan
Masyarakat Vol 1, No 2, http://dx.doi.org/10.36101/ann.v1i2.221.

Manuaba. (2007). Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapus.

Notika, R. M. (2013). Hubungan Faktor Risiko Ibu Bersalin Dengan Retensio


Plasenta. The Jambi Medicine Journal Vol 1, No 1 , http://online-
journal.unja.ac.id/index.php/kedokteran/article/view/1248.

Nugroho, T. (2012). Patologi Kebidanan. Yogyakarta: Nuha Medika.

Nurmawati, & Saleha, S. (2019). Manajemen Asuhan Kebidanan Intranatal pada


Ny "R" Gestasi 38-40 Minggu dengan Anemia Persalinan di RSUD Syekh
Yusuf . Jurnal Midwifery Vol 1 No 1, 15-26.

Permatasari, F. A., Handayani, S., & Rachmawati, E. (2017). Faktor-Faktor yang


Berhubungan dengan Kejadian Perlengketan Plasenta ( Retensio Plasenta).
Arkemas, Volume 2, Nomor 1, Januari-Juni, 102-108.

PPNI. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan: PPNI.

Saifuddin, A. B. (2009). Buku Acuan Nasinal Pelayanan Kesehatan Maternal dan


Neonatal. Jakarta: PT. Bina Pustaka.

Sastrawinata. (2008). Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC.

Wilkinson, J. M. (2016). Diagnosis Keperawatan Edisi 10. Jakarta: EGC.

21

Anda mungkin juga menyukai