Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN PENDAHULUAN DIABETES MILITUS

DI RUANG ZAFIRA RUMAH SAKIT GRAHA MEDIKA


YOSOMULYO - GAMBIRAN - BANYUWANGI

Disusun Oleh :

Nur Itikavia
(2021.04.197)

PROGRAM STUDI PROFESI KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BANYUWANGI

2022

1
2

TINJAUAN PUSTAKA
A. KONSEP PENYAKIT
1. Definisi
Diabetes militus adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada
seseorang yang disebabkan oleh adanya peningkatan kadar gula darah akibat
kekurangan insulin baik absolute maupun relative. (susanto, 2017, hal. 72)
Diabetes militus adalah penyakit metabolic yang kebanyakan herediter,
dengan tanda-tanda kadar glukosa darah yang berlebih dan glukosaria,
disertai dengan tidak adanya gejala klinik akut ataupun kronik, sebagai
akibat dari kurangnya insulin efektif di dalam tubuh. Gangguan primer
terletak pada metabolisme karbohidrat yang biasanya disertai juga gangguan
metabolism lemak dan protein. (susanto, 2017, hal. 73)
2. Etiologi
Umumnya diabetes mellitus disebabkan oleh rusaknya sebagian kecil dan
sebagian besar dari sel beta dan pulau Langerhans pada pangkreas yang
berfungsih menghasilkan insulin, yang berakibat kekuragan insulin.
(susanto, 2017, hal. 74)
Di samping itu, diabetes militus juga dapat terjadi karena gangguan
terhadap fungsi insulin dalam memasukkan kadar gula darah ke dalam sel.
Gangguan itu terjadi karena kegemukan atau adapenyebab lain yang belum
diketahui. Diabetes militus mempunyai etiologi yang hiterogen , yakni
berbagai lesi dapat menyebabkan insufisiensi insulit, tetapi determina
genetik biasanya memegang perana penting pada mayoritas Diabetes
milietus. factor lain yang di anggap sebagai kemungkinan etiologi DM yaitu
sebagai berikut. (susanto, 2017, hal. 74)
a. Kelainan sel beta pancreas,berkisar dari hilangnya sel beta hingga
kegagalan sel beta melepas insulin.
3

b. Faktor lingkungan yang mengubah fungsi sel beta, antara lain adalah
agen yang menimbulkan infeksi , diet pemasukan karbohidrat dan gula
yang diproses secara berlebihan, serta obesitas dan kehamilan.
c. Gangguan system imunitas. system ini dapat dilakukan oleh autoimunitas
yang disertai pembentukan sel-sel antibody antipangkreatikjuga
mengakibatkan kerusakan sel penyekresi insulin, kemudian peningkatan
kepekaan sel beta oleh virus.
d. Kelainan insulin. Pada klien obesitas, terjadi gangguan kepekaan
jaringan terhadap insulin karena kurangnya reseptor insulin yang berada
pada membrane sel yang responsive terhadap insulin. (susanto, 2017, hal.
74)
Tingkat kadar glukosa darah menentukan apakah seseorang menderita DM
atau tidak table berikut menunjukkan criteria DM.
Bukan DM Puasa Vena < 100 2 jam PP
Kapiler < 80
Gangguan Puasa Vena 100-140 2 jam PP Vena 100-140
toleransi Kapiler 80- Kapiler 80-
glukosa 120 120
DM Puasa Vena > 140 2 jam PP Vena > 200
Kapiler > 120 Kapiler > 200
(susanto, 2017, hal. 75)

Diabetes militus yang terkait gejala tertentu seperti penyakit pangkreas,


penyakit hormonal, obat-obatan dan bahan kimia, kelaianan insulin atau
reseptornya, sindrom kinetic, dan lain-lain. (susanto, 2017, hal. 75)
Adapun factor yang memicu adanya diabetes militus:
a. Factor genetic penderita tidak mewarisi diabetes tipe itu sendiri, akan tetapi
mewarisi suatu predisposisi atau kecenderungan genetic kearah terjadinya
diabetes tipe 1. (hardhi kusuma, 2016, p. 166)
b. Factor imunologi (autoimun) dapat menyebabkan terjadinya diabetes tipe 1.
(hardhi kusuma, 2016, p. 166)
4

c. Factor lingkungan: virus atau toksin tertentu dapat memicu proses imun
yang menyerang diri sendirisehingga menimbulkan estruksi sel beta pada
diabetes tipe 1. (hardhi kusuma, 2016, p. 166)
d. Diabetes militus tipe 2 dapat disebabkan oleh factor resiko yaitu: usia
(resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65 th), obesitas,
riwayat dan keluarga. (hardhi kusuma, 2016, p. 166)
3. Tanda dan gejala
Tiga gejala klasik yang dialami penderita diabetes yaitu banyak minum,
banyak kencing, dan berat badan menurun. Pada awalnya, kadang-kadang
berat badan penderita diabetes naik yang disebabkan kadar gula tinggi
dalam tubuh. Sehingga, perlu waspada apabila kenginan minum terlalu
berlebihan atau merasa ingin makan terus. Berat badan yang awalnya terus
naik lalu tiba-tiba menurun terus tanpa diet. Gejala lain adalah gangguan
saraf tepi berupa kesemutan terutama di malam hari, gangguan penglihatan
dan gatal di daerah kemaluan atau lipatan kulit, bisul atau luka yang lama
sembuh, gangguan ereksi pada pria, serta keputihan pada perempuan. Pada
tahap awal gejala umumnya hingga tidak dirasakan, tetapi baru diketahui
sesudah adanya pemeriksaan laboratorium. (susanto, 2017, hal. 75)
Tanda dan gejala lainnya yaitu: (kowalak, 2016, hal. 520)
a. Poliuria dan polidipsia yang disebabkan oleh osmolalitas serum yang
tinggi akibat kadar glukosa serum yang tinggi.
b. Anoreksia (sering terjadi) atau polifagi (kadang-kadang terjadi).
c. Penurunan berat badan (biasanya sebesar 10% hingga 30% penyandang
diabetes tipe 1 secara khas tidak memiliki lemak pada tubuhnya saat
diagnosis ditegakkan) karena tidak terdapat metabolisme karbohidrat,
lemak, dan protein yang normal sebagai akibat fungsi insulin yang
rusak atau tidak ada.
d. Sakit kepala, rasa cepat lelah, mengantuk, tenaga yang berkurang, dan
gangguan pada kinerja sekolah serta pekerjaan; semua ini disebabkan
oleh kadar glukosa intrasel yang rendah.
5

e. Kram otot, iritabilitasi, dan emosi yang labil akibat ketidakseimbangan


elektrolit.
f. Gangguan penglihatan, seperti penglihatan kabur, akibat pembengkakan
yang disebabkan glukosa.
g. Patirasa (baal) dan kesemutan akibat kerusakan jaringan saraf.
h. Gangguan rasa nyaman dan nyeri pada abdomen akibat neuropati
otonom yang menimbulkan gastroparesis dan konstipasi.
i. Mual, diare, atau konstipasi akibat dehidrasi dan ketidakseimbangan
elektrolit ataupun neuropati otonom.
j. Infeksi atau luka pada kulit yang lambat sembuhnya; rasa gatal pada
kulit.
k. Infeksi kandida yang rekuren pada vagina atau anus.
4. Patofisiologi
Sebagian besar gamparan patologik dari Diabetes milleatus bisa
dihubungkan dengan salah satu efek utama akibat kurangnya insulin berikut.
(susanto, 2017, hal. 76)
a. Berkurangnya pemakaian kadar gula darah oleh sel-sel tubuh yang
dapat mengakibatkan naiknya konsentrasi glukosa darah setinggi 300-
1.200 ml dan lain-lain.
b. Peningkatan mobilisasi lemak dari darah penyimpanan lemak yang
dapatmenyebabkan terjadinya metabolisme lemak yang tidak normal
disertai dengan adanya endapan kolesterol pada dinding pembuluh
darah.
c. Berkurangnya protein dalam jaringan tubuh.
- - Factor genetic Genetic dan gaya hidup
pathway - - Infeksi virus
- -penerusakan imimunologik

Gula dalam aliran darah tidak


Kerusakan sel beta dapat masuk sel

Glukosuria Anabolisme protein turun


Ketidakseimbangan produksi
insulin
Dieresis osmotik Kerusakan pada antibodi
Hiperglikemi

Poliuri
Syok hiperglikemi Kekebalan tubuh
Kehilangan elektrolit menurun
dalam sel Koma diabetek

Neuropati sensori perifer


Dehidrasi Resiko infeksi

Klien tidak merasa sakit


Resiko Syok

Merangsang Kerusakan integritas jaringan


hipotalamus

Pusat lapar dan haus

Polidipsi dan polifagi

Ketidakseimbanga nutrisi
kurang dari kebutuhan
tubuh

6
5. Klasifikasi
Klasifikasi diabetes militus
a. Klasifikasi klinis
1) DM
a) Tipe I: IDDM
Disebabkan oleh destruksi sel beta pulau langerhans akibat
terjadinya proses autoimun. (hardhi kusuma, 2016)
b) Tipe II: NIDDM
Disebabkan oleh kegagalan relativ sel beta dan resistensi insulin.
Resistensi insulin adalah turunnya kemampuan insulin untuk
merangsang pengambilan glukosa oleh jaringan perifer dan
untuk menghambat produksi glukosa oleh hati: (hardhi kusuma,
2016, hal. 166)
(1) Tipe II dengan obesitas
(2) Tipe II tanpa obesitas
c) Diabetes kehamilan (gestasional) yang mucul pada saat hamil
namun hilang pada saat kehamilan berakhir. (black, 2016, hal.
632)
b. Klasifikasi resiko statistik : (hardhi kusuma, 2016, hal. 166)
1) Sebelumnya pernah menderita kelainan toleransi glukosa.
2) Berpotensi menderita kelainan glukosa.
6. Komplikasi
a. Komplikasi akut diabetes militus
1) Hiperglikemia
Akibat saat hlukosa tidak dapat diangkut ke dalam sel karena
kekurangan insulin. Tanpa tersedianya KH untuk bahan bakar sel,dan
hati mengubuah simpanan glikogennya kembali ke glukosa
(glikogenolisis) serta meningkatkan biosintesis glukosa
(glukoneogenesis). (black, 2016, hal. 661)

7
8

2) Ketoasidosis
Asidosis metabolik berkembang dari pengaruh asam (PH rendah)
akibat keton asetoasetat dan hidroksibuktirat-beta. Kondisi ini disebut
ketoasidosis asidosis. (black, 2016, hal. 661)
3) Hipoglikemia
Hipoglikemia(juga di kenal sebagai reaksi insulin atau reaksi
hipoglikemia) adalah ciri umum dari DM tipe 1 dan juga di temukan
di dalam klien dengan DM tipe 2 yang diobati dengan insulin atau
obat oral. (black, 2016, hal. 668)
b. Komplikasi kronis diabetes militus
Komplikasi kronis adalah pnyebab utamanya kesakitan dan kematian
pada klien DM. Perubahan ini banyak memengaruhi sistem tubuh dan
dapat menghancurkan klien dan keluarganya; perubahan ini
mempengaruhi klien DM tipe 1 dan DM tipe 2. Komplikasi terkait
diabetes diklasifikasikan 1 dari 2 tipe.
1) Makrovaskular, termasuk penyakit jangtung koroner, penyakit
jantung pembuluh, hipertensi, penyakit pembuluh darah perifer dan
infeksi.
2) Mikrovaskular, termasuk retinapati, nepropati, dan neuropati (black,
2016, hal. 174).
9

B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


1. Pengkajian
a. Identitas `
DM tipe 1 terjadi pada anak-anak, dan DM tipe 1 mengenai 10%
orang Amerika serikat biasanya didiagnosis sebelum umur 30 tahun juga
sering terjadi pada seseorang yang anggota keluarganya mempunyai
riwayat penyakit DM. DM tipe 2 biasanya terdiagnosi setelah usia 40
tahun dan lebih umum diantara dewasa tua, dewasa obesitas, dan etnik
serta populasi ras tertentu. Diabetes gestasional biasanya sering terjadi
pada perempuan yang di temukan pertama kali pada saat kehamilan.
(black, 2016, hal. 632)
b. Status kesehatan saat ini
1) Keluhan Utama
Keluhan umum pada pasien DM seperti sering BAK, haus
berlebihan, lapar berlebihan pada DM lansia pada umumnya tidak
ada . sebaliknya yang sering menganggu pasien ialah keluhan akibat
komplikasi degeneratif kronik pada pembuluh darah dan saraf.
(Misnadiarly, 2006, hal. 56)
2) Alasan masuk rumah sakit
Alasan klien masuk rumah sakit yaitu klien sering pusing, lemas,
sering mengantuk, rasa haus yang berlebihan, rasa lapar yang
berlebihan serta berat badan yang menurun 10-20% (black, 2016,
hal. 639)
3) Riwayat penyakit sekarang
Berisi tentang kapan gejala mulai dirasakan, upaya yang telah
dilakukan untuk mengatasinya. (black, 2016, hal. 639)
c. Riwayat kesehatan terdahulu
1) Riwayat Penyakit Sebelumnya
Adanya riwayat penyakit DM atau penyakit-penyakit lain yang
ada kaitannya dengan defisiensi insulin misalnya penyakit pangkreas.
10

Adanya riwayat penyakit jantung,dan obesitas, aterosklerosis, serta


tindakan medis yang pernah didapat ataupun obat-obatan yang biasa
digunakan oleh penderita. (jauhar, 2013, hal. 40)
2) Riwayat penyakit keluarga
Dari genogram keluarga biasanya terdapat salah satu anggota
keluarga yang juga menderita DM atau penyakit keturunan yang
dapat menyebabkan terjadinya defisiensi insulin missal hipertensi,
jantung. (jauhar, 2013, hal. 40)
3). Riwayat pengobatan
Klien dengan DM tipe 1 harus memakai insulin. Klien DM tipe
2 dikelola dengan obat-obatan beberapa kelas kimia: penghambat
alfa-glukosidase, biguanid, meglitinid, sulfonilurea, tiazolidinedion,
inkretin mimetik, dan amilonomimetik. (black, 2016, hal. 644)
d. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan umum
a) Kesadaran
Pasien dengan DM biasanya datang ke RS dalam keadaan
komposmentis juga mengalami hipoglikemi karena ada akibat
dari reaksi penggunaan insulin yang kurang tepat. Biasanya
pasien gemetaran, gelisah, takikardia (60-100 x per menit),
tremor dan pucat.(jauhar m. d., 2013, hal. 40)
b) Tanda-tanda vital
Tekanan darah tinggi jika disertai hipertensi. Respiration rate
(RR) normal 15-20 kali/menit, pernapasan dalam atau dangkal.
Denyut nadi kuat atau lemah. Suhu tubuh meningkat apabila
terjadi infeksi.(jauhar m. d., 2013, hal. 40)
2) Body System
a) Sistem pernafasan
Frekuensi pernafasan meningkat atau biasa disebut juga sesak
napas, batuk, sputum, nyeri dada. Pada penderita DM juga mudah
terjadi infeksi.(jauhar m. d., 2013, hal. 41)
11

b) Sistem kardiovaskuler
Perfusi jaringan menurun, nadi perifer lemah atau berkurang
takikardi/brakikardi, hipertensi/hipotensi, aritmia, kardiomegalis.
(jauhar m. d., 2013, hal. 40)
c) Sistem persarafan
Biasanya terjadi penurunan sensoris parasthesia, anastesia,
letargi, mengantuk, reflex lambat, kacau mental, disorientasi.
(jauhar m. d., 2013, hal. 41)
d) Sistem perkemihan
Poliuri (sering berkemih), retensio urine, inkontinensia urine,
rasa panas atau sakit saatberkemih.(jauhar m. d., 2013, hal. 41)
e) Sistem pencernaan
Terdapat polifagi.Polidipsi, mual, muntah, diare, konstipasi,
dehidrasi, perubahan, perubahan dengan berat badan, peningkatan
lingkar abdomen, obesitas.(jauhar m. d., 2013, hal. 41)
f) Sistem integument
Turgor kulit menurun, kulit kering, adanya ulkus di kulit,
serta akral dingin, capillarry refil kurang dari 3 detik, adanya
pitting edema. (jauhar m. d., 2013, hal. 41)
g) Sistem muskuloskeletal
Penyebaran lemak, penyebaran masa otot, perubahan tinggi
badan, cepat lelah, lemah dan nyeri.(jauhar m. d., 2013, hal. 41)
h) Sistem endokrin
Autoimun aktif menyerang sel beta pankreas dan produknya
mengakibatkan produksi insulin yang tidak adekuat yang
menyebabkan DM tipe 1, respon sel beta pankreas terpapar secara
kronis terhadap kadar glukosa darah yang tinggal menjadi
progesif kurang efisien yang menyebabkan DM tipe 2. (black,
2016, hal. 634)
12

i) Sistem reproduksi
Angiopati dapat terjadi pada sistem pembuluh darah di organ
reproduksi sehingga menyebabkan gangguan potensi seks,
gangguan kualitas maupun ereksi, dan memberi dampak pada
proses ejakulasi serta orgasme.(jauhar m. d., 2013, hal. 38)
j) Sistem penglihatan
Retinopati diabetik adalah penyebab utama kebutaan di antara
klien dengan DM. (black, 2016, hal. 677)
k) Sistem imun
Klien dengan DM rentan terhadap infeksi. Sejak terjadi
infeksi, infeksi sulit untuk pengobatan. Area yang terinfeksi
sembuh secara pelan-pelan karena kerusakan sistem pembuluh
darah tidak dapat membawa cukup oksigen, sel darah putih, zat
gizi, dan antibodi ke tempat luka. Infeksi meningkatkan
kebutuhan insulin dan mempertinggi kemungkinan ketoasidosis.
(black, 2016, hal. 677)
e. Pemeriksaan penunjang (hardhi kusuma, 2016, hal. 168)
1) Kadar glukosa darah
Tabel: kadar glukosa darah sewaktu dan puasa dengan metode
enzimatik sebagai patokan penyaring.
13

Kadar glukosa darah sewaktu (mg/dl)


Kadar glukosa darah DM Belum pasti DM
sewaktu
Plasma vena >200 100-200
Darah kapiler >200 80-100
Kadar glukosa darah puasa (mg/dl)
Kadar glukosa darah DM Belum pasti DM
sewaktu
Plasma vena >120 110-120
Darah kapiler >110 90-110
(hardhi kusuma, 2016, hal. 168)
2) Kriteria diagnostik WHO untuk diabetes militus paling sedikitnya
2 kali pemeriksaan:
a) Glukosa plasma sewaktu kueang dari mg/dl (11,1 mmol/L).
b) Glukosa plasma puasa > 140 mg/dl (7,8 mmol/L).
c) Glukosa plasma dari sampel dari yang diambil 2 jam kemudian
sesudah mengkonsumsi 75 gram karbohidrat (2 jam post pradia
(pp) >200 mg/dl).(hardhi kusuma, 2016, hal. 168)
3) Tes laboratorium DM
Jenis tes pada pasien DM dapat berupa tes saring, dan tes
diagnostik, tes pemantauan terapi serta tes untuk mendeteksi
komplikasi.(hardhi kusuma, 2016, hal. 168)
4) Tes saring
Tes-tes saring pada DM adalah:
a) GDP, GDS.
b) Tes glukosa urine:
(1) Tes konvensional(metode reduksi atau benedict)
(2) Tes cari celup (metode glucose oksidasi atau hexokinase)
(hardhi kusuma, 2016, hal. 168)
f. Penatalaksanaan (kowalak, 2016, hal. 520)
14

1) Terapi yang efektif bagi semua tipe diabetes akan mengoptimalkan


kontrol glukosa darah dan mengurangi komplikasi penanganan
diabetes militus tipe 1 meliputi :
a) Terapi sulih insulin, perencanaan makan dan latihan fisik
(bentuk terapi insulin yang mutakhir meliputi penyuntikan
preparat mixed insulin, split-mixed, dan penyuntikan insulin
regular (RI) lebih dari 1 kali perhari serta penyuntikan insulin
subcutan yang kontinu).
b) Transplantasi pangkreas (kini memerlukan terapi imunosupresi
yang lama). (lihat penanganan diabetes tipe 1)
2) Penanganan diabetes militus tipe 2 meliputi:
a) Obat antibuitik oral untuk menstimulasi produksi insulin
endogen, meningkatkan sensitivitas terhadap insulin pada
tingkat selular, menekan glukoneogenesis hepar, dengan
perlambat absrobsi karbohidrad dalam traktus GI (dapat
digunakan kombinasi obat-obatan tersebut). (kowalak, 2016,
hal. 520)
3) Penanganan kedua tipe diabetes militus meliputi: (kowalak, 2016,
hal. 520)
a) Pemantauan kadar glukosa darah secara cermat.
b) Perencaranaan makan yang di rancang secara perorangan untuk
memenuhi kebutuhan gizi, mengendalikan kadar glukosa serta
lipid darah, dan mencapai berat badan yang tepat serta
mempertahankannya (rencana makan harus diikuti secara
konsisten dan hidangan harus dikonsumsi secara teratur).
c) Penurunan berat badan (pasien gemuk dengan diabetes tipe 2)
atau diet tinggi kalori sesuai tahap pertumbuhan dan tingkat
aktivitas (diabetes tipe 1).
15

4) Penanganan diabetes kehamilan meliputi: (kowalak, 2016, hal. 520)


a) Terapi gizi medik.
b) Suntukan insulin jika kadar glukosa tidak bisa di capai dengan
diet saja (karna obat antidiabetik oral bersifat tetatogenik , dengan
demikian, merupakan kontra indikasi bagi kehamilan)
c) Konseling pasca partum untuk menghadapi resiko tinggi diabetes
pada kehamilan berikut dan diabetes tipe 2 di kemudian hari.
d) Latihan teratur dan pencegahan kenaikan berat badan untuk
membantu mencegah diabetes tipe 2
2. Diagnosa keperawatan
a. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berdasarkan
(hardhi kusuma, 2016, hal. 399)
Definisi :asupan nurisi yang tidak cukup untuk memenuhi memenuhi
kebutuhan metabolik
Batasan karakteristik:
1) Kram abdomen
2) Nyeri abdomen
3) Menghindari makanan
4) Berat badan 20% atau lebih dibawah berat badan ideal
5) Kerapuhan kapiler
6) Diare
7) Kehilangan rambut berlebih (rambut rontok)
8) Bising usus hiper aktif
9) Kurang makanan
10) Kurang informasi
11) Kurang minat pada makanan
12) Penurunan berat badan dengan asupan makanan adekuat
13) Kesalahan konsepsi
14) Kesalahan informasi
15) Membran mukosa pucat
16) Ketidak mampuan memakan makana
16

17) Tonus otot menurun


18) Mengeluh ngaguan sensasi rasa
19) Mengeluh asupan makanan kurang dari RDA (recommended daily
allowance)
20) Cepat kenyag setelah makan
21) Sariawan rongga mulut
22) Steatorea
23) Kelemahan otot penguyah
24) Kelemahan otot untuk menelan
Faktor-faktor yang berhubungan
1) Faktor biologis
2) Faktor ekonomi
3) Ketidak mampuan untuk mengabsorbsi nutrien
4) Ketidak mampuan menelan makanan
5) Faktor pesikologis
b. Resiko infeksi berdasarkan (wilkinson, 2016, hal. 234)
Definisi: beresiko mengalami peningkatan terserang organisme patogenik
Faktor resiko:
1) Penyakit kronis (mis., diabetes melitus)
2) Efek prosedur invasif
3) Malnutrisi
4) Peningkatan papaan organisme patogen lingkungan
5) Ketidakadekuatan pertahanan tubuh primer:
a) Gangguan peristaltik
b) Kerusakan integritas kulit
c) Perubahan sekresi PH
d) Penurunan kerja siliaris
e) Ketuban pecah lama
f) Ketuban pecah sebelum waktunya
g) Merokok
h) Statis cairan tubuh
17

6) Ketidakadekuatan pertahanan tubuh sekunder:


a) Penurunan hemoglobin
b) Imununosupresi
c) Leukopenia
d) Supresi respon inflamasi
e) Vaksinasi tidak adekuat
Kondisi klinis terkait
1) AIDS
2) Luka bakar
3) Penyakit paru obstruksi kronis
4) Diabetes millietus
5) Tindakan invasif
6) Kondisi penggunaan terapi steroid
7) Penyalahgunaan obat
8) Ketuban pecah sebelum waktunya (KPSW)
9) Kanker
10) Gagal ginjal
11) Immunosupresi
12) Lymphedema
13) Leukositopenia
14) Gangguan fungsi hati
c. Kerusakan integritas kulit (Herdman, 2018, hal. 406)
Definisi: terjadi kerusakan pada epidermis dan/atau dermis (kulit)
Batasan karakteristik:
1) Nyeri akut
2) Gangguan integritas kulit
3) Perdarahan
4) Benda asing menusuk permukaan kulit
5) Hematoma
6) Area panas lokal
7) Kemerahan
18

Faktor yang berhubungan:


Eksternal
1) Agens cedera kimiawi
2) Eksresi
3) Kelembapan
4) Hipertermia
5) Hipotermia
6) Lembab
7) Tekanan pada tonjolan tulang
8) Sekresi
Internal
1) Gangguan volume cairan
2) Nutrisi tidak adekuat
3) Faktor psikogenik
d. Risiko syok berdasarkan (PPNI, 2017, hal. 92)
Definisi: beresiko mengalami ketidakadekuatan aliran darah ke jaringan
tubuh yang dapat menyebabkan disfungsi selular yang mengancam jiwa.
Faktor resiko:
1) Hipoksemia
2) Hipoksia
3) Hipotensi
4) Kekurangan volume cairan
5) Sepsis
6) Sindrom respons inflamasi sistemik.
Kondisi terkait klinis:
1) Pendarahan
2) Trauma multipel
3) Pneumothoraks
4) Infark miokard
5) Kardiopati
6) Cedera medula spinalis
19

7) Anafilaksis
8) Sepsis
9) Koagulasi intravaskular diseminata
10) Sindrom respons inflamasi diseminata
3. Intervensi
a. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh (wilkinson,
2016, hal. 282)
1) Tujuan
Memperlihatkan suatu nutrisi, yang dibuktikan oleh indikator sebagai
berikut (sebutkan 1-5: gangguan ekstem, berat, sedang, ringan, atau
tidak ada penyimpangan dari rentang normal): Asupan gizi, dan Asupan
makanan, Asupan cairan, Energi.
2) Kriteria hasil
Selera makan: keinginan untuk makan ketika dalam keadaan sakit atau
sedang menjalani pengobatan.
Perilaku kepatuhan : program diet : tindakan personal untuk mengikuti
anjuran asupan makanan dan cairan oleh profesional kesehatan untuk
kondisi kesehatan khusus.
Fungsi gastrointestinal : tingkat makanan (melalui konsumsi atau
memberikan makan melalui slang) berpindah dari konsumsi hingga
ekskresi.
3) Intervensi (NIC)
Aktivitas keperawatan
Aktivitas umum untuk semua ketidakseimbangan nutrisi.
Pengkajian
a) Tentukan motivasi pasien untuk mengubah kebiasaan makan.
b) Tentukan kemampuan pasien untuk memenuhi kenutuhan nutrisi.
c) Pantau nilai laboratorium, khususnya transferin, albumin, dan
elektrolit.
d) Manajemen nutrisi (NIC):
20

Ketahui makanan kesukaan pasien, pantau kandungan nutrisi dan


kalori pada catatan asupan, timbang pasien pada interval yang tepat
Penyuluhan untuk pasien/keluarga
a) Ajarkan metode untuk perencanaan makan
b) Ajarkan pasien/keluarga tentang makanan yang bergizi dan tidak
mahal.
c) Manajemen nutrisi (NIC) : berikan informasi yang tepat tentang
kebutuhan nutrisi dan bagaimana memenuhinya.
Aktivitas kolaboratif
a) Diskusikan dengan ahli dalam menentukan kebutuhan protein
pasien yang mengalami ketidakadekuatan asupan protein atau
kehilangan protein (mis,.pasien anoreksia nervosa, penyakit
glomerular atau dialisis peritoneal).
b) Diskusikan dengan dokter kebutuhan stimulasi nafsu makan,
makanan pelengkap, pemberian makanan melalui slang, atau nutrisi
parenteral total agar asupan kalori yang adekuat dapat
dipertahankan.
c) Rujuk ke dokter untuk menentukan penyebab gangguan nutrisi.
d) Rujuk ke program gizi di komunitas yang tepat, jika pasien tidak
dapat membeli atau menyiapkan makanan yang adekuat.
e) Manajemen nutrisi (NIC) : tentukan, dengan melakukan kolaborasi
bersama ahli gizi, jika diperlukan, jumlah kalori dan jenis zat gizi
yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan nutrisi (khususnya
untuk pasien dengan kebutuhan energi tinggi, seperti pasien
pascabedah dan luka bakar, trauma, demam, dan luka)
Aktivitas lain
a) Buat perencanaan makan dengan pasien yang masuk dalam jadwal
makan, lingkungan makan, kesukaan dan ketidaksukaan pasien,
serta suhu makanan.
b) Dukung anggota keluarga untuk membawa makanan kesukaan
pasien dari rumah.
21

c) Bantu pasien menulis tujuan mingguan yang relastik untuk latihan


fisik dan asupan makanan.
d) Anjurkan pasien untuk menampilkan tujuan makan dan latihan fisik
di lokasi yang terlihat jelas dan kaji ulang setiap hari.
e) Tawarkan makanan porsi besar di siang hari ketika nafsu makan
tinggi.
f) Ciptakan lingkungan uang mnyenangkan untuk makan
(mis,.pindahkan barang-barang dan cairan yang tidak sedap di
pandang).
g) Hindari prosedur invasif sebelum makan.
h) Suapi pasien, jika perlu
i) Manajemen nutrisi (NIC):
Berikan pasien minuman dan kudapan bergizi, tinggi protein, tinggi
kalori yang siap dikonsumsi, bila memungkinkan. Ajarkan pasien
tentang cara membuat catatan harian makanan, jika perlu.
b. Kerusakan integritas kulit (wilkinson, 2016, hal. 397)
1) Tujuan
Menunukkan integritas jaringan: kulit dan membran mukosa, yang
dibuktikan oleh indikator berikut (sebutkan 1-5: gangguan ekstrem,
berat, sedang, ringan, atau tidak ada gangguan): suhu, elastisitas,
hidrasi, dan sensasi. Perfusi jaringan. Keutuhan kulit.
2) Kriteria hasil
a) Respon alergi setempat: tingkat keparuhan respons hipersensivitas
imun setempat terhadap antigen lingkungan (eksogen) tertentu.
b) Integritas jaringan: membran mukosa dan kulit: keutuhan struktural
dan fungsi fisiologis kulit dan membran mukosa.
22

3) Intervensi NIC
Aktivitas keperawatan
Lihat juga aktivitas keperawatan pada kerusakan integritas kulit, risiko.
Pengkajian
a) Kaji fungsi alat-alat, seperti alat penurun tekanan, meliputi kasur
udara statis, terapi low-air loss, terapi udara yang dicairkan, dan
kasur air.
b) Perawatan area insisi (NIC)
c. Inspeksi luka pada setiap mengganti balutan.
d. Kaji krakteristik luka, meliputi drainase, warna, ukuran, dan
bau.
e. Kaji luka terhadap karakteristik berikut: lokasi, luas, dan
kedalaman.
f. Adanya dan karakter eksudat, termasuk kekentalan, warna, dan
bau.
g. Ada atau tidaknya granulasi atau epitelialisasi.
h. Ada atau tidaknya jaringan nekrotik, deskripsikan warna, bau,
dan banyaknya.
i. Ada atau tidaknya tanda-tanda infeksi luka setempat (mis,.
Nyeri saat palpasi, edema, pruritus, indurasi, hangat, bau busuk,
eskar, dan eksudat).
j. Ada atau tidaknya perluasan luka ke jaringan di bawah kulit dan
pembentukan saluran sinus.
Penyuluhan untuk pasien/keluarga
Ajarkan perawatan luka insisi pembedahan, termasuk tanda dan
gejala infeksi, cara mempertahankan luka insisi tetap kering saat
mandi, dan mengurangi penekanan pada insisi tersebut.
23

Aktivitas kolaboratif
a) Konsultasikan pada ahli gizi tentang makanan tinggi protein,
mineral, kalori, dan vitamin.
b) Konsultasikan pada dokter tentang implementasi pemberian
makanan dan nutrisi enteral atau parenteral untuk meningkatkan
potensi penyembuhan luka.
c) Rujuk ke perawat terapi enterostoma untuk mendapatkan bantuan
dalam pengkajian, penentuan derajat luka, dan dokumentasi
perawatan luka atau kerusakan kulit.
d) Perawatan luka (NIC): gunakan unit TENS (trans cutaneous
elektrical nerve stimulation) untuk peningkatan proses
penyembuhan luka, jika perlu
Aktivitas lain
a) Evaluasi tindakan pengobatan atau pembalutan topikal yang dapat
meliputi balutan hidrokoloid, balutan hidrofilik, balutan absorben,
dan sebagainya.
b) Lakukan perawatan luka atau perawatan kulit secara rutin yang
dapat meliputi tindakan berikut:
(1) Ubah atur posisi pasien secara sering.
(2) Pertahankan jaringan sekitar terbebas dari drainase dan
kelembapan yang berlebihan.
(3) Lindungi pasien dari kontaminasi feses atau urine.
(4) Lindungi pasien dari eksresi luka lain dan eksresi slang drain
pada luka.
c) Bersihkan dan balut area insisi pembedahan menggunakan prinsip
steril atau tindakan asepsis medis berikut, jika perlu:
1) Gunakan sarung tangan sekali pakai (steril, jika perlu).
2) Bersihkan area insisi dari area “bersih ke kotor”
menggunakan satu kasa atau satu sisi kasa pada setiap
usapan.
24

3) Bersihkan area sekitar jahitan atau staples, menggunakan lidi


kapas steril.
4) Bersihkan sekitar ujung drainase, bergerah dengan gerakan
berputar dari pusat ke luar.
5) Gunakan preparat antiseptik, sesuai program.
6) Ganti balutan pada interval waktu yang sesuai atau biarkan
luka tetap terbuka (tidak dibulat) sesuai program.
d) Perawatan luka NIC:
1) Lepas balutan dengan plester.
2) Bersihkan dengan salin normal atau pembersih nontoksik,
jika perlu.
3) Tempatkan area luka pada bak khusus, jika diperlukan.
4) Lalukan perawatan ulkus kulit, jika perlu.
5) Atur posisi untuk mencegah penekanan pada luka, jika perlu.
e) Lakukan perawatan pada area infusi IV, jalur hickman, atau
jalur vena sentral, jika diperlukan.
f) Lakukan masase di area sekitar luka untuk merangsang sirkulasi.
c. Resiko syok berdasarkan (wilkinson, 2016, hal. 395)
1) Tujuan
Pasien tidak akan mengalami syok, yang ditujukan dengan perfusi
jaringn: selular adekuat, dan tanda-tanda vital dalam rentang normal.
2) Kriteria hasil
a) Keparahan perdarahan/ hemoragi internal atau eksternal
b) Keparahan komplikasi akibat reaksi tranfusi darah
c) Aliran darah yang tidak terobstruksi dan tidak terarah pada tekanan
yang tepat melalui pembuluh besar sirkulasi sistemik dan pulmonal
d) Keparahan infeksi dan gejala terkait
e) Tindakan personal untuk mencegah, menghilangkan, atau
menurangi ancaman kesehatan yang dapat dimodifikasi
f) Tindakan personal untuk ancaman kesehatan personal
25

g) Keadekuatan aliran darah melalui vaskulatur untuk


mempertahankan fungsi ditingkat seluler
h) Tingkat suhu, nadi, pernafasan, dan tekanan darah dalam rentang
normal.
3) Intervensi NIC
Aktivitas keperawatan
Pengkajian
a) Pantau kondisi yang dapat mengarah ke hipovolemia (misalnya.,
pembedahan, terapi antikoagulan, diare dan muntah yang lama,
gagal jantung kongestif berat)
b) Kaji kondisi jantung (infark jantung, disritmia, ventrikle, henti
jantung, hipertensi maligna, gagal jantung kongestif)
c) Kaji kondisi sirkulasi (misalnya., embolus paru, tension
pneumotorax, stenosis aorta)
d) Pantau asupan dan haluaran, termasuk luka, drain, muntah, dan
diare
e) Pantau tanda-tanda vital
f) Pantau warna dan kelembapan kulit
Penyuluhan untuk pasien/ keluarga
a) Ajarkan pasien/keluarga tentang mencegah infeksi (misanya.,
perawatan luka dan kulit, higiene tangan, menghindari keramaian
jika mengalami luluh imun)
b) Ajarkan tanda dan gejala syok (misalnya., perdarahan berlebihan.
Kehilangan cairan, nyeri dada): ajarkan untuk melaporkan gejala ini
Aktivitas kolaboratif
a) Pantau parameter hemodinamik invasif, jika ada (misalnya., tekanan
vena sentral, curah jantung, tekanan arteri renata)
b) Berikan medikasi yang diprogramkan untuk menangani faktor
resiko (misalnya., obat vasoaktif, antimikroba, glikosida jantung)
26

c) Berikan oksigen jika gejala mengindikasika perkembangan ke syok


aktual, atau jika diperlukan untuk pengobatan tanpa henti faktor
resiko
d) Rujuk ke dokter gizi jika diperlukan diet khusus untuk
meningkatkan kesehatan atau penyembuhan sistem imun
Aktivitas lain
a) Siapkan untuk memberikan cairan, elektrolit, koloid, atau
darah/produk darah untuk masalah volume yang bersirkulasi
b) Gunakan metode aseptik ketat untuk mencegah infeksi (misalnya.,
higiene tangan antara klien, perawatan luka aseptik, pencegahan
isolasi), berikan nutrisi oral, enteral, atau parenteral
d. Resiko infeksi berdasarkan (wilkinson, 2016, hal. 234)
1. Tujuan
Pasien dan keluarga akan terbebas dari tanda dan gejala infeksi,
memperlihatkan kebersihan diri yang adekuat, mengindikasi status
gastrointestinal, pernafasan, genitourinaria dan imun dalam batas
normal serta menggambarkan faktor yang menunjang penularan
infeksi.
2. Kriteria hasil
a) Tindakan komunitas untuk menghilangkan atau menurunkan
penyebaran agen infeksius yang mengancam kesehatan masyarakat.
b) Resistensi alami dan dapat yang bekerja cepat terhadap antigen
internal maurun eksternal.
c) Tingkat keparahan infeksi dan gejala terkait.
d) Tingkat keparahan infeksi dan gejala terkait selama usia 28 hari
pertama kehidupan.
e) Tindakan personal untuk mencegah, menghilangkan atau
mengurangi prilaku yang beresiko menimbulkan penyakit menular
seksual.
f) Tingkat regenerasi sel dan jaringan setelah penutupan luka secara
sengaja.
27

g) Tingkat regenerasi sel dan jaringan pada luka terbuka.


3. Intervensi IC
Aktivitas keperawatan
Pengkajian
a) Pantau tanda dan gejala infeksi (misalnya., suhu tubuh, denyut
jantung, drainasi, penampilan luka, sekresi, penampilan urine,
suhu kulit, lesi kulit, dan malayse).
b) Kaji faktor yang dapat meningkatkan kerentanan terhadap infeksi
(misalnya., usia lanjut, usia kurang dari 1 tahun, lulu imun dan
malnutrisi).
c) Amati penampilan praktik higiene personal untuk perlindungan
terhadap infeksi.
Penyuluhan untuk pasien/keluarga
a. Jelaskan kepada pasien dan keluarga mengapa sakit atau terapi
meningkatkan resiko terjadinya infeksi.
b. Instruksikan untuk menjaga kebersihan diri untuk melindungi
tubuh terhadap infeksi (misalnya mencuci tangan)
c. Jelaskan rasional dan manfaat serta efek samping imunisasi.
d. Berikan pasien dan keloarga metode untuk mencatat imunisasi
(misanya formulir imunisasi, buku catatan harian).
e. Pengendalian infeksi (NIC)
Ajarkan pasien teknik mencuci tangan yang benar
Ajarkan kepada pengunjung untuk mencuci tangan sewaktu masuk
dan meninggalkan ruangan pasien
Aktivitas kolaboratif
a. Ikuti protocol institusi untuk melaporkan infeksi yang dicurigai
atau kultur positif.
b. Pengendalian infeksi (NIC): berikan terapi antibioti, bila
diperlukan
28

DAFTAR PUSTAKA

Bibliography
black, m. d. (2014). keperawatan medikal bedah manajemen klinis untuk hasil yang
diharapkan. jakarta: cv pentasada media edukasi.

hardhi kusuma. (2016). asuhan keperawatan praktis. jogjakarta: media action.

Herdman, T. (2018). Nanda-I diagnosis keperawatan definisi dan klasifikasi 2018-2020. jakarta:
EGC.

jauhar, m. d. (2013). asuhan keperawatan. jakarta: prestasi pustaka.

kowalak, j. d. (2016). buku ajar patofisiologi. jakarta: EGC.

Misnadiarly. (2016). diabetes millietus mengenali gejala menanggulangi mencegah komplikasi.


jakarta: pustaka populer obor.

PPNI. (2017). standar diagnosis keperawatan indonesia. jakarta: Tim Pokja SDKI DPP PPNI.

susanto, j. d. (2015). standar asuhan keperawatan dan prosedur tetap dalam praktik
keperawatan. jakarta: salemba medika..

syam, a., & dkk. (2014). buku ajar ilmu penyaki dalam edisi IV jilid II. jakarta: internapubliing.

wilkinson, j. m. (2016). diagnosis keperawatan. jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai