Anda di halaman 1dari 35

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN GANGGUAN SISTEM


REPRODUKSI & GYNEKOLOGI
ENDOMETRIOSIS

Oleh:
Kelompok 5

Septia Dwi Cahyati : 14.401.17.077

Shifatul Jayyidah Luthfi : 14.401.17.078

Siti Sofia : 14.401.17.080

Sri Kanti : 14.401.17.081

Taufiqur Rahman : 14.401.17.082

Tya Dwi Anggraini : 14.401.17.083

PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEPERAWATAN


AKADEMI KESEHATAN RUSTIDA
2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, atas segala rahmat dan
hidayah-Nya yang telah dilimpahkan sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah
yang berjudul “Asuhan Keperawatan pada Pasien Endometriosis” menurut beberapa
ahli. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas Keperawatan Maternitas. Adapun
tujuan dari penulisan makalah ini sebagai salah satu metode pembelajaran bagi
mahasiwa-mahasiswi Sekolah Tinggi DIII Keperawatan Rustida Krikilan.

Adapun makalah ini kami susun berdasarkan pengamatan kami dari buku.
Dalam penyusunan makalah ini tentunya tidak lepas dari adanya bantuan pihak
tertentu, oleh karena itu kami tidak lupa mengucapkan banyak trimakasih kepada
dosen pembimbing yang telah membantu kami menyelesaikan makalah ini.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan dan


kelemahannya serta jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, harapan kami agar
tulisan ini dapat diterima dan dapat berguna bagi semua pihak.Untuk itu kami
mengharapkan adanya kritikan saran yang membangun dari para pembaca demi
kesempurnaan makalah ini.

Krikilan, 12 September 2019

Penulis

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................................. 1


DAFTAR ISI ................................................................................................................. 2
BAB I ............................................................................................................................ 3
PENDAHULUAN ........................................................................................................ 3
A. Latar Belakang ................................................................................................... 3
B. BatasanMasalah.................................................................................................. 4
C. Rumusan Masalah .............................................................................................. 4
D. Tujuan ................................................................................................................ 4
BAB II ........................................................................................................................... 5
TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................................... 5
A. KONSEP PENYAKIT ....................................................................................... 5
1. Definisi ........................................................................................................... 5
2. Etiologi ........................................................................................................... 5
3. Tanda dan gejala ............................................................................................. 6
4. Patofisiologi.................................................................................................... 7
5. Klasifikasi ..................................................................................................... 12
6. Komplikasi ................................................................................................... 13
B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN ......................................................... 14
1. Pengkajian .................................................................................................... 14
Diagnosa keperawatan ......................................................................................... 22
Intervensi ............................................................................................................. 27

2
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Endometriosis merupakan kondisi medis pada wanita yang ditandai
dengan tumbuhnya sel-sel endometrium diluar kavum uteri. Sel-sel
endometrium yang melapisi kavum uteri sangat dipengaruhi oleh hormon
wanita. Dalam keadaan normal sel-sel endometrium kavum uteri akan
menebal selama siklus menstruasi berlangsung agar nantinya siap menerima
hasil pembuahan sel telur oleh sperma. Bila sel telur tidak mengalami
perubahan, maka sel-sel endometrium yang menebal akan meluruh dan keluar
sebagai darah menstruasi ( Suparman, 2012, p. 70).
Pada endometriosis, sel endometrium yang semula berada dalam
kavum uteri berpindah dan tumbuh diluar kavum uteri. Sel-sel dapat tumbuh
dan berpindah ke ovarium , tuba falopi, belakang kavum uteri , ligamentum
uterus, bahkan bisa sampai ke usus dan vesiku urinaria. Pada saat menstruasi
berlangsung sel-sel endometrium yag berpindah ini akan mengelupas dan
menimbulkan perasaan nyeri disekitar panggul ( Suparman, 2012, p. 70).
Umumnya endometriosis muncul pada usia reproduktif. Angka
kejadian endometriosis mencapai 5-10% pada wanita umumnya, dan lebih
50% terjadi pada wanita perimenopouse. Gejala endometriosis sangat
tergantuk letak sel-sel endometrium. Keluhan yang sering menonjo ialah nyeri
pada panggul, sehingga hapir 71-87% kasus di diagnosis akibat keluhan
infertil. Juga pernah dilaporkan terjadinya endometriosis pada masa
menopouse dan bahkan terjadi 40% pada pasien histerektomi. Beberapa studi
juga mengatakan bahwa wanita jepang mempunyai pravelensi yang lebih
besar dibandingkan wanita kaukasia. Selain itu 10% endometriosis ini dapat
muncul yang mempunyai riwayat endometriosis dikeluarga ( Suparman, 2012,
p. 70)

3
B. BatasanMasalah
Pada makalah ini hanya membatasi konsep penyakit dan konsep asuhan
keperawatan pada klien dengan penyakit endometriosis.
C. Rumusan Masalah
1. Bagaimana konsep penyakit endometriosis.
2. Bagaimana konsep askep penyakit endometriosis.
D. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami dan dapat melaksanakan
asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan reproduksi yaitu
endometriosis.
2. Tujuan Khusus
Agar mahasiswa mengetahui, mengerti, memahami dan mahasiswa dapat
melaksanakan:
a. Mengetahui definisi, etiologi, tanda dan gejala, patofisiologi,
klasifikasi, komplikasi penyakit endometriosis.
b. Mengetahui konsep asuhan keperawatan pada pasien yang menderita
penyakit endometriosis.

4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. KONSEP PENYAKIT
1. Definisi
Endometriosis adalah keadaan ketika sel-sel endometrium yang
seharusnya hanya ada di dalam uterus tersebar kedalam rongga pelvis (
Suparman, 2012, p. 71).
Endometriosis merupakan penyakit ginekologi yang memberikan
keluhan nyeri dan infertilitas , sering dijumpai pada usia reproduksi, sulit
disembuhkan dan dapat menyebabkan penurunan kualitas hidup ( Hedarto,
2015, p. 01).
Endometriosis merupakan kondisi yang menyebabkan implantasi
multiple, kecil, biasanya ringan pada jaringan endometrium berkembang
paling sering di rongga panggul, tetapi juga mungkin didaerah lain tubuh (
Lemone dkk, 2014, p. 2097).
2. Etiologi
Menurut ( Hedarto, 2015, p. 2), etiologi endometriosis belum diketahui
tetapi ada beberapa teori yang telah dikemukakan :
a. Secara kongenital sudah ada sel-sel endometrium di luar uterus.
b. Pindahnya sel-sel endometrium melalui sirkulasi darah atau sirkulasi
limfe.
c. Refluks menstruasi yang mengandung sel-sel endometrium ke tuba
fallopi, sampai ke rongga pelvis.
d. Herediter karena insiden lebih tinggi pada wanita yang ibunya juga
mengalami endometriosis .
Ada beberapa teori yang menerangkan endometriosis seperti:
a. Teori implantasi yaitu implantasi sel endometrium akibat
regurgitan transtuba pada saat menstruasi

5
b. Teori metaplasia yaitu metaplasia sel multipotensial menjadi
endometrium, namun teori ini tidak didukung bukti klinis maupun
eksperimen
c. Teori induksi yaitu kelanjutan teori metaplasia dimana faktor
biokimia, endogen menginduksi perkembangan sel peritoneal yang
tidak berdiferensiasi menjadi jaringan endometrium.
Teori lain menyebutkan :
a. Teori transplantasi bahwa aliran darah haid (menstruasi retrogard)
mengirimkan kembali jaringan endometrium ke tempat ektopik
melalui tuba fallopi
b. Teori metaplasi berhubungan dengan jaringan epitel embrionik
yang tertahan yang selama pertumbuhannya dapat berubah menjadi
jaringan epitel oleh stimuli dari luar
3. Tanda dan gejala
Menurut ( Lemone dkk, 2014, p. 2097), tanda dna gejala dari
endometriosis adalah:
1) Nyeri hebat berdenyut diperut bawah dan panggul yang menyebar ke
paha dan sekitar punggung (namun derajat nyeri bukan tanda
keparahan penyakit). Nyeri dapat dimulai 2 sampai 3 hari sebelum
mens dan berlangsung selama beberapa hari.
2) Nyeri panggul kronis.
Nyeri yang berkaitan dengan endometriosis adalah nyeri yang
dikatakan sebagai nyeri yang dalam, tumpul, atau tajam, dan biasanya
nyeri bertambah ketika menstruasi. Pada umumnya nyeri terdapat di
sentral (tengah) dan nyeri yang terjadi pada satu sisi berkaitan dengan
lesi (luka atau gangguan) di indung telur atau dinding samping
panggul. Dispareunia terjadi terutama pada periode premenstruasi dan
menstruasi. Nyeri saat berkemih dan dyschezia dapat muncul apabila
terdapat keterlibatan saluran kemih atau saluran cerna.

6
3) Disminoere berat
Nyeri ketika menstruasi adalah keluhan paling umum pada
endometriosis.
4) Dispareunia
5) Menstruasi tidak teratur.
6) Infertilitas
Efek endometriosis pada fertilitas (kesuburan) terjadi karena terjadinya
gangguan pada lingkungan rahim sehingga perlekatan sel telur yang
sudah dibuahi pada dinding rahim menjadi terganggu. Pada
endometriosis yang sudah parah, terjadi perlekatan pada rongga
panggul, saluran tuba, atau indung telur yang dapat mengganggu
transportasi embrio
7) Fetigue
8) Dyschezia (nyeri pada defekasi)
9) Perdarahan uterus disfungsional.
4. Patofisiologi
Endometriosis berasal dari kata endometrium, yaitu jaringan yang
melapisi dinding rahim. Endometriosis terjadi bila endometrium tumbuh
di luar rahim. Lokasi tumbuhnya beragam di rongga perut, seperti di
ovarium, tuba falopi. jaringan yang menunjang uterus, daerah di antara
vagina dan rectum, juga di kandung kemih. Dalam setiap siklus
menstruasi lapisan dinding rahim menebal dengan tumbuhnya pembuluh
darah dan jaringan, untuk mempersiapkan diri menerima sel telur yang
akan dilepaskan oleh indung telur yang terhubungkan dengan rahim oleh
saluran yang disebut tuba falopii atau saluran telur. Apabila telur yang
sudah matang tersebut tidak dibuahi oleh sel sperma, maka lapisan dinding
rahim tadi luruh pada akhir siklus. Lepasnya lapisan dinding rahim inilah
yang disebut dengan peristiwa menstruasi. Keseluruhan proses ini diatur
oleh hormon, dan biasanya memerlukan waktu 28 sampai 30 hari sampai

7
kembali lagi ke awal proses. Salah satu teori mengatakan bahwa darah
menstruasi masuk kembali ke tuba falopii dengan membawa jaringan dari
lapisan dinding rahim, sehingga jaringan tersebut menetap dan tumbuh di
luar rahim ( Hedarto, 2015, hal. 5).
Teori lain mengatakan bahwa sel-sel jaringan endometrium keluar dari
rahim melalui pembuluh darah atau kelenjar getah bening, kemudian
mulai tumbuh di lokasi baru. Namun, ada pula teori yang mengatakan
bahwa beberapa perempuan memang terlahir dengan sel-sel yang “salah
letak”, dan dapat tumbuh menjadi endometrial implant kelak. Dalam kasus
endometriosis, walaupun jaringan endometrium tumbuh di luar rahim dan
menjadi “imigran gelap” di rongga perut seperti sudah disebutkan tadi,
struktur jaringan dan pembuluh darahnya juga sama dengan endometrium
yang berada di dalam rahim. Si imigran gelap (yang selanjutnya akan kita
sebut endometrial implant) ini juga akan merespons perubahan hormon
dalam siklus menstruasi ( Hedarto, 2015, p. 5).
Menjelang masa menstruasi, jaringannya juga menebal. Namun, bila
endometrium dapat luruh dan melepaskan diri dari rahim dan ke luar
menjadi darah menstruasi, endometrial implant ini tidak punya jalan ke
luar. Sehingga, mereka membesar pada setiap siklus, dan gejala
endometriosis (yaitu rasa sakit hebat di daerah perut) cenderung makin
lama makin parah. Intensitas rasa sakit yang disebabkan oleh
endometriosis ini sangat tergantung pada letak dan banyaknya endometrial
implant yang ada pada kita. Walaupun demikian, endometrial implant
yang sangat kecil pun dapat menyebabkan kita kesakitan luar biasa apabila
terletak di dekat saraf. Setiap bulan, selaput endometrium akan
berkembang dalam rahim dan membentuk satu lapisan seperti dinding.
Lapisan ini akan menebal pada awal siklus haid sebagai persediaan
menerima telur tersenyawa (embrio) ( Hedarto, 2015, p. 6).

8
Endometriosis yang ada di luar rahim juga akan mengalami proses
sama seperti dalam rahim dan berdarah setiap bulan. Oleh karena selaput
ini ada di tempat tidak sepatutnya, ia tidak boleh keluar dari badan seperti
lapisan endometrium dalam rahim. Pada masa sama, selaput ini akan
menghasilkan bahan kimia yang akan mengganggu selaput lain dan
menyebabkan rasa sakit. Lama kelamaan, lapisan endometriosis ini
semakin tebal dan membentuk benjolan atau kista (kantung berisi cecair)
dalam ovary ( Hedarto, 2015, p. 6).
Endometriosis dipengaruhi oleh faktor genetik. Wanita yang memiliki
ibu atau saudara perempuan yang menderita endometriosis memiliki
resiko lebih besar terkena penyakit ini juga. Hal ini disebabkan adanya
gen abnormal yang diturunkan dalam tubuh wanita tersebut. Gangguan
menstruasi seperti hipermenorea dan menoragia dapat mempengaruhi
sistem hormonal tubuh. Tubuh akan memberikan respon berupa gangguan
sekresi estrogen dan progesteron yang menyebabkan gangguan
pertumbuhan sel endometrium. Sama halnya dengan pertumbuhan sel
endometrium biasa, sel-sel endometriosis ini akan tumbuh seiring dengan
peningkatan kadar estrogen dan progesteron dalam tubuh ( Hedarto, 2015,
p. 6).
Faktor penyebab lain berupa toksik dari sampah-sampah perkotaan
menyebabkan mikroorganisme masuk ke dalam tubuh. Mikroorganisme
tersebut akan menghasilkan makrofag yang menyebabkan resepon imun
menurun yang menyebabkan faktor pertumbuhan sel-sel abnormal
meningkat seiring dengan peningkatan perkembangbiakan sel abnormal.
Jaringan endometirum yang tumbuh di luar uterus, terdiri dari fragmen
endometrial. Fragmen endometrial tersebut dilemparkan dari
infundibulum tuba falopii menuju ke ovarium yang akan menjadi tempat
tumbuhnya. Oleh karena itu, ovarium merupakan bagian pertama dalam
rongga pelvis yang dikenai endometriosis. Sel endometrial ini dapat

9
memasuki peredaran darah dan limpa, sehingga sel endomatrial ini
memiliki kesempatan untuk mengikuti aliran regional tubuh dan menuju
ke bagian tubuh lainnya. Dimanapun lokasi terdapatnya, endometrial
ekstrauterine ini dapat dipengaruhi siklus endokrin normal. Karena
dipengaruhi oleh siklus endokrin, maka pada saat estrogen dan
progesteron meningkat, jaringan endometrial ini juga mengalami
perkembangbiakan. Pada saat terjadi perubahan kadar estrogen dan
progesteron lebih rendah atau berkurang, jaringan endometrial ini akan
menjadi nekrosis dan terjadi perdarahan di daerah pelvic. Perdarahan di
daerah pelvis ini disebabkan karena iritasi peritonium dan
menyebabkan nyeri saat menstruasi (dysmenorea). Setelah perdarahan,
penggumpalan darah di pelvis akan menyebabkan adhesi/perlekatan di
dinding dan permukaan pelvis. Hal ini menyebabkan nyeri, tidak hanya di
pelvis tapi juga nyeri pada daerah permukaan yang terkait, nyeri saat
latihan, defekasi, BAK dan saat melakukan hubungan seks ( Hedarto,
2015, p. 7).
Adhesi juga dapat terjadi di sekitar uterus dan tuba fallopii. Adhesi di
uterus menyebabkan uterus mengalami retroversi, sedangkan adhesi di
tuba fallopii menyebabkan gerakan spontan ujung-ujung fimbriae untuk
membawa ovum ke uterus menjadi terhambat. Hal-hal inilah yang
menyebabkan terjadinya infertil pada endometriosis ( Hedarto, 2015, p. 7).

10
Pathway

Teori transplantasi Teori Metaplasia

Menstruasi Transplantasi Penyebaran melalui


Retrograd karena vena dan limfatik
pembedahan

Refluk jaringan
endometrium dari
uterus ke tuba Mencapai organ
fallopi (selama ektopik
menstruasi)
Endometriosis

Ovarium Colon
Terjadi sekitar uterus Sekitar tuba Peritonium
pelvis
Menarik uterus Memblokir ujung- Adhesi
kedalam posis tetap ujung fimbrine
dan retroversi Perdarahan di
Peluruhan
pelvic Fibrosis
endometriosis
(menstruasi)
Menurunya
Adhesi Peningkatan
kemampuan tuba
penyerapan cairan
menarik ovum ke
uterus inflamsi

Feses padat

Peningkatan
infertilitas prostaglandin Tidak BAB
>3x siklus
Klien cemas tidak Dysminore
punya anak Konstipasi
Nyeri Akut

Gangguan Citra Tubuh Resiko ( Hedarto, 2015,


11 Hipovolemik p. 8)
5. Klasifikasi
Menurut (Andon, 2015, p. 8) sistem klasifikasi untuk endometriosis
pertama kali dibuat oleh American Fertility Society (AFS) pada tahun
1979, yang kemudian berubah nama menjadi ASMR pada tahun 1996,
klasifikasi ini kemudian direvisi oleh AFS tahun 1985. Revisi ini
memungkinkan pandangan tiga dimensi dari endometriosis dan
membedakan antara penyakit superfisial dan invasif. Sayangnya,
penelitian-penelitian menunjukkan bahwa kedua klasifikasi ini tidak
memberikan informasi prognostik. Pada tahun 1996, dalam usaha untuk
menemukan hubungan lebih lanjut penemuan secara operasi dengan
keluaran klinis, ASRM lalu merevisi sistem klasifikasi, yang dikenal
dengan sistem skoring revised-AFS (r-AFS). Dalam sistem ini dibagi
menjadi empat derajat keparahan, yakni:
Stadium I (minimal) : 1-5
Stadium II (ringan) : 6-15
Stadium III (sedang) : 16-40
Stadium IV (berat) : >40

Gambar: 1.1 Klasifikasi Endometriosis.

12
6. Komplikasi
Menurut (Andon, 2015, p. 9), komplikasi yang mungkin terjadi pada
penderita endometriosis adalah:
a. Obstruksi ginjal dan penurunan fungsi ginjal karena endometriosis
dekat dengan kolon atau ureter.
b. Torsi ovarium atau ruptur ovarium sehingga terjadi peritonitis karena
endometrium.
c. Infertilitas, ditemukan pada 30% - 40% kasus. Endometriosis
merupakan penyebab infertilitas kedua terbanyak pada wanita.
Infertilitas dapat dikaitkan dengan pembentukan parut dan distorsi
anatmoni.

13
B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Identitas `
Endometriosis menyerang dari 10% hingga 15% wanita usia produktif.
Factor resiko endometriosis pada wanita yang menarke dini, periode
teratur siklus < 27 hari, menstruasi lebih dari 7 hari, peningkatan nyeri
menstruasi ( Lemone dkk, 2014, p. 2097)
b. Status kesehatan saat ini
1) Keluhan Utama
Pasien mengeluhkan nyeri hebat diperut bawah dan panggul yang
menyebar ke paha dan sekitar punggul ( Lemone dkk, 2014, p.
2097)
2) Alasan Masuk Rumah Sakit
Biasanya pasien mengeluhkan nyeri hebat di perut bagian bawah,
nyeri sampai menjalar ke paha dan ke rongga pelvis serta ke
punggung.
3) Riwayat penyakit sekarang
Biasanya pasien mengalami dysminore primer atau sekunder,
nyeri saat latihan fisik, nyei di rongga pelvis dan menyebar di
kedalam paha, nyeri dibagian perut bawah selama siklus
menstruasi, selain itu biasanya mengeluhkan nyeri saat
bersenggama, menstruasi biasanya banyak dari hari pertama
sampai hari keempat dan mentruasi berlangsung hingga 8 hari atau
lebih. ( Lemone dkk, 2014, p. 2097).
c. Riwayat kesehatan terdahulu
1) Riwayat Penyakit Sebelumnya

14
Biasanya klien mengeluhkan nyeri saat menstruasi, nyeri pada
rongga pelvis dan perut bagian bawah ( Lemone dkk, 2014, p.
2096).
2) Riwayat penyakit keluarga
Memiliki ibu atau saudara perempuan yang menderita atau pernah
menderita endometriosis (Andon, 2015, p. 52).
3) Riwayat pengobatan
Pengobatan yang pernah dilakukan klien saat nyeri saat menstruasi
biasanya minum obat pereda nyeri menstruasi atau riwayat
penggunaan pil Kb ( Hedarto, 2015, p. 10).
4) Riwayat Obstetri dan Menstruasi
Pada pasien dengan endometriosis biasanya Mengalami
hipermenorea, menoragia, siklus menstruasi pendek, darah
menstruasi yang bewarna gelap yang keluar sebelum menstruasi
atau di akhir menstruasi ( Suparman, 2012, p. 72).
d. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan umum
a) Kesadaran
Pada pasien endometriosis bisanya kesaadaran composmentis,
pasien nampak menahan nyeri di bagian perut bawah, keadaan
pasien gelisah karena menahan nyeri
b) Tanda-tanda vital
Biasanya pada penderita endometriosis tidak ada kelian pada
tanda tanda vital, tetapi bisa terjadi takikardi, dan peningkatan
pernapasan dan peningkatan tekanan darah.
2) Body System
a) Sistem pernafasan
Pada pasien endometriosis tidak ada gangguan pada system
pernapasan. Jalan nafas bersih, suara nafas vesikuler, dan tidak

15
ada penggunaan otot-otot bantu pernapsan. Tetapi juga bisa
terjadi peningkatan frekuensi pernapasan terutama saat nyeri (
Hedarto, 2015)
b) Sistem kardiovaskuler
Pada pasien endometriosis bunyi jantung normal, tidak ada
pembesran jantung, tekanan darah meningkat karena adanya
nyeri yang dirasakan pasien, serta frekuensi nadi meningkat
terutama saat nyeri dirasakan.
c) Sistem persarafan
Pada pasien endometriosis tidak ada gangguan pada 12 saraf
d) Sistem perkemihan
Pada pasien endomteriosis juga merasakan nyeri saat buang air
kecil.
e) Sistem pencernaan
Palpasi abdomen biasanya normal, tidak ada gangguan pada
pencernaan, tetapi terkadang bisa terjadi konstipasi karena
peningkatan penyerapan cairan dikarenakan adanya adeshi pada
endometriosis dan nyeri saat buang air besar ( Hedarto, 2015, p.
9).
f) Sistem integument
Pada pasien endomtriosis tidak terjadi gangguan pada
integument. Kulit halus dan kering, tidak ada lesi, CRT <3 detik
g) Sistem musculoskeletal
Pada penderita endometriosis kekuatan otot pada ekstremitas
baik, tidak ada gangguan pada system muskuloskletal.
h) Sistem endokrin
Pada pasien endometriosis tidak ada gngguan pada system
endokrin
i) Sistem reproduksi

16
Inspeksi : tidak ada kelainan pada genetalia eksterna dan
permukaan vagina, nyeri saat menstruasi, nyeri menjalar sampai
ke paha dan punggung. Dapat ditemukan nyeri pelvis, uterus
retroflesi terfiksasi, ligamentum uterosakral nyeri atau
pembesaran ovarium (kista coklat), nyeri saat berhubungan
seksual dan mengakibatkan kemandulan.
j) Sistem penginderaan
Pasien endometriosis system pengindraan normal dan tidak ada
gangguan.
k) Sistem imun
Penderita endometriosis terjadi penurunan imun ditandai dengan
adanya peradangan pada jaringan endometrium.
e. Pemeriksaan penunjang
a) Pelvic Ultrasound Transvaginal
Meskipun terbatas oleh ketidak spesifikasinya, namun sangat
berguna dalam mendeteksi endometrioma (kista coklat) dan
monitoring ukuran endometrioma terhadap respon terapi
(Gunawan, 2014, p. 11).
b) CT Scan dan MRI panggul.
Merupakan alat diagnostik non bedah yang digunakan untuk
mengidentifikasi keberadaan lesi terutama berguna untuk
mendeteksi keterlibatan usus dan ureter (Gunawan, 2014, p. 11).
c) Gold Standart.
Untuk diagnosis tetap, visualisasi langsung lesi endometrium
menggunakan laparoskopi, idelanya dengan histopatologi
konfirmasi dengan biopsy dari eksisi jaringan endometriosis.
Organ panggul dan peritoneum pelvis merupakan lokasi khas
untuk endometriosis. Penampakan ini dengan laparoskopi dengan
warna bervariasi dan dapat merah. Lesi gelap berpigmen oleh

17
deposisi hemosiderin dari debris menstruasi yang terjebak
(Gunawan, 2014, p. 11).
d) Biopsy jaringan endometrium.
Dilakukan dengan mengambil jaringan dari rahim dan
mengirimkanya ke laboratorium untuk diperiksa lebih lanjut.
Dapat digunakan untuk menilai endometriosis kronik pada
monobsetric populatin.
e) Pemeriksaan vaginal
Dilakukan dengan menggunakan vaginoskop untuk melihat adanya
lendir, lubang leher rahim (servik) dan vagian yang agak terbuka
dan kemerahan di daerah vagian dan leher rahim. Pada palpasi per
rectal akan teraba dinding rahim agak kaku dan didalam rahim ada
cairan tetapi tikan dirasakan sebagai fluktuasi (tergantung derajat
infeksi).
f) Pemeriksaan serum CA 125.
Serum CA 125 mungkin meningkat pada endometriosis.
Endometriosis merupakan kelainan yang disebabkan oleh
inflamasi. Sitokin, interleukin, dan TNF-α mempunyai peran
dalam pathogenesis endometriosis. Ha ini dilihat dari
meningkatnya sitokin dalam cairan peritoneal pada pasien dengan
endometriosis. Pemeriksaan IL-6 telah digunakan untuk
membedakan wanita dengan atau tanpa endometriosis dan untuk
mengidentifikasi derajat endometriosis (Gunawan, 2014, p. 11).
g) Laparoskopi.
Membuat lubang kecil pada pusar dan memasukkan sebuah batang
yang diujungnya memiliki kamera yang dihubungkan dengan
monitor TV sehingga dapat dilihat langsung kondisi organ
kandungan didalam sana, tanpa harus menyayat (Gunawan, 2014,
p. 11)

18
h) Pap smear.
Pemeriksaan ini dilakukan untuk melihat adanya pembengkakan
dan infeksi pada bagian rahim. Pap smear juga dapat dilakukan
ntuk memeriksa sel-sel abnormal yang dapat menyebabkan kanker.
Sample sel di leher rahim akan diambil dan ditempatkan pada slide
kaca untuk dikirim ke laboratorium untuk tes.
f. Penatalaksanaan
a) Pengobatan Medis pada Endometriosis
Pengobatan medis endometriosis melibatkan penekan kadar
estrogen atau progesteron. Berdasarkan atas mekanisme kerjanya
obat ini dapat diklasifikasikan dalam 3 kategori. Meskipun terapi
medis membantu dalam mengurangi keparahan rasa sakit dan
gangguan haid berhubungan dengan endometriosis, namun ini
tidak terbukti efektif dalam pengobatan infertilitas. Umumnya
penggunaan obat penekanan ovulasi telah diketahui menyebabkan
efek samping yang signifikan seperti berat badan meningkat, hot
fluses dan tulang keropos. Sebuah meta-analisis yang besar dari
randomized trials mengevaluasi penggunaan obat supresi ovarium
dengan kontrasepsi oral kombinasi, agonis GnRH,
medroxyprogesterone asetat, atau danazol dibandingkan dengan
plasebo atau tanpa pengobatan pada wanita dengan berbagai tahap
endometriosis tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan pada
kehamilan spontan atau angka kelahiran hidup. Dengan demikian,
obat obat ini tidak dianjurkan untuk pengobatan infertilitas dan
tidak harus menunda untuk melakukan terapi kesuburan yang
efektif (Gunawan, 2014, p. 17).
b) Manajemen Operasi
Ketika endometriosis menyebabkan distrosi mekanis panggul,
operasi biasanya diindikasikan untuk mengembalikan normal

19
anatomi panggul. Namun tidak ada studi RCT yang dapat
memberikan jawaban pasti apakah operasi meningkatkan angka
kehamilan. Laparoscopy adalah teknik bedah yang lebih disukai
karena resiko 40% lebih rendah dibandingkan laparotomi. Tujuan
operasi adalah untuk menghilangkan lesi endometriosis sebanyak
mungkin mengembalikan anatomi normal dengan adhesiolisis dan
mengoptimalkan ovarium, pelestarian dan integritas tuba. Eksisi
atau kistektomi leboh disukai dari pada fenestration, drainase atau
ablasi lapisan kista untuk pengobatan suatu endometrioma. Ada
beberapa sarana dan prasarana yang digunakan dalam operasi
endoskopi seperti elektrokauter (mono atau bipolar), laser CO2,
laser fiber (KTP, argon, Nd YAG), laser dioda, pisau bedah
harmonic atau coagulator termal helica. Tidak ada perbedaan yag
signifikan untuk angka kehamilan dengan menggunakan sarana
dan prasarana yang berbeda (Gunawan, 2014, p. 18).
Pada wanita dengan endometriosis grade III atau IV yang tidak
memiliki faktor infertilitas lainya pengobatan bedah konservatif
dengan laparoskopidan kemungkinan laparotomi dapat
meningkatan kesuburan, kemungkinan konsekuensi yang
merugikan adalah hilangnya korteks ovarium yang sehat. Setelah
operasi infertilitas yang pertama, operasi tambahan jarang
meningkatkan kehamilan, dan pasien ini mungkin lebih baik
ditangani dengan menggunakan teknologi bantuan reproduksi
(ART) (Gunawan, 2014, p. 18).
c) Kombinasi terapi dan bedah
Bedah dikombinasikan dengan terapi medis pra dan pasca operasi
merupakan bidang yang berkembang dari aplikasi pengobatan.
Secara teoritis, obat pra operasi dapat mengurangi peradangan,
vaskularisasi, dan ukuran implantasi endometriosis, membuat

20
operasi lebih cepat, lebih mudah dan lebih sedikit trauma, dan
berpotensi untuk pemberantasan penyakit secara lengkap dan
penurunan resiko adhesi pasca operasi. Namun kelemahan dan
terapi kombinasi anatar lain biaya obat, efek samping dan regresi
sementara fokus endometrial memungkinkan untuk tak terdeteksi
saat laparoskopi dan ablasi (Gunawan, 2014, p. 18).
Terapi medis pasca operasi telah dianjurkan sebagai cara untuk
memberantas sisa endometriosis pada pasien dengan penyakit
yang luas diamana reseksi semua endometriosis tidak mungkin
atau tidak bisa dilakukan. Terapi hormonal pascaoperasi juga
dapat mengobati microscopic disease namun tidak ada bukti dari
terapi tersebut dalam meningkatkan kesuburan (Gunawan, 2014,
p. 18).
d) Pengobatan hormonal
Prinsip pertama pengobatan hormonal ini adalah menciptakan
lingkungan hormone rendah estrogen dan asiklik. Kadar estrogen
yang rendah menyebabkan atrofi jaringan endometriosis. Keadaan
yang asiklik mencegah terjadinya haid, yang berarti tidak terjadi
pelepasan jaringan endometrium yang normal ataupun jaringan
endometriosis dengan demikian dapat dihindari timbulnya sarang
endometriosis yang baru karena transport retrograde jaringan
endometrium yang lepas serta mencegah pelepasan dan
perdarahan jaringan endometriosis yang menimbulkan rasa nyeri
karena rangsangan peritoneum.
Prinsip kedua yaitu menciptakan lingkungan tinggi androgen
atau tinggi progesterone yang secara langsung dapat menyebabkan
atrofi jaringan endometriosis (Gunawan, 2014, p. 19).

21
Diagnosa keperawatan
Menurut (PPNI, 2016) diagnosa yang muncul pada endometriosis
adalah :
1. Nyeri Akut b.d menstruasi, perjalan penyakit (PPNI, 2016, p. 172).
Definisi: pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan
kerusakan jaringan aktual atau fungsional, dengan onset mendadak
atau lambat dan berinteraksi ringan hingga berat yang berlangsung
kurang dari bulan.
Penyebab:
a. Agen pencedera fisiologis (mis, inflamasi, iskemia, neoplasma).
b. Agen pencedera kimiawi (mis, terbakar, bahan kimia, iritan).
c. Agen pencedera fisik (mis, abses, amputasi, terbakar, terpotong,
mengangkat berat, prosedur operasi, trauma, latihan fisik
berlebihan).
Gejala dan Tanda Mayor
Subjektif
1. Mengeluh nyeri
Objektif
1. Tampak meringis.
2. Bersikap protektif (mis, waspada, posisi menghindari nyeri).
3. Gelisah.
4. Frekuensi nadi meningkat.
5. Sulit tidur.
Gejala dan Tanda Minor
Subjektif
(tidak tersedia)
Objektif
1. Tekanan darah meningkat.
2. Pola napas berubah.

22
3. Nafsu makan berubah.
4. Proses berpikir terganggu.
5. Menarik diri.
6. Berfokus pada diri sendiri.
7. Diaphoresis.
Kondisi Klinis Terkait
1. Kondisi pembedahan.
2. Cedera traumatis.
3. Infeksi.
4. Sindrom koroner akut.
5. Glaukoma.
2. Resiko Hipovolemik (PPNI, 2016, p. 85).
Definisi: beresiko mengalami penurunan volume cairan intravaskular,
interstisial, dan/atau intraseluler.
Faktor Resiko:
1. Kehilangan cairan secara aktif.
2. Gangguan absorbsi cairan.
3. Usia lanjut.
4. Kelebihan berat badan.
5. Status hipermetabolik.
6. Kegagalan mekanisme regulasi.
7. Evaporasi.
8. Kekurangan intake cairan.
9. Efek agen farmakologis.
Kondisi klinis terkait:
1. Penyakit addison
2. Trauma/perdarahan.
3. Luka bakar.
4. AIDS.

23
5. Penyakit cornh.
6. Muntah.
7. Diare.
8. Kolitis ulseratif.
3. Gangguan Citra Tubuh b.d Infertilitas (PPNI, 2016, p. 186).
Definisi: perubahan persepsi tentang penampilan, struktur dan fungsi
fisik individu.
Penyebab:
a. Perubahan struktur / bentuk tubuh (mis, amputasi, trauma, luka
bakar, obesitas, jerawat).
b. Perubahan fungsi tubuh (mis, proses penyakit, kehamilan,
kelumpuhan).
c. Perubahan fungsi kognitif.
d. Ketidaksesuaian budaya, keyakinan atau system nilai,
e. Transisi perkembangan.
f. Gangguan psikososial,
g. Efek tindakan /pengobatan (mis, pembedahan, kemoterapi, terapi,
radiasi).
Gejala dan Tanda Mayor
Subjektif
a. Mengungkapkan kecacatan/kehilangan bagian tubuh.
Objektif
a. Kehilangan bagian tubuh.
b. Fungsi/struktur tubuh berubah/hilang.
Gejala dan Tanda Minor
Subjektif
a. Tidak mau mengungkapkan kecacatan/ kehilangan bagian tubuh.
b. Mengungkapkan persaan negatife tentang perubahan tubuh.
c. Mengungkapkan kekhawatiranpada penolakan/reaksi ornag lain.

24
d. Mengungkapkan perubahan gaya hidup.
Objektif
a. Menyembunyikan/menunjukkan bagian tubuh secara berlebihan.
b. Menghindari melihat dan /atau menyentuh bagian tubuh.
c. Focus berlebihan pada perubahan tubuh.
d. Respon nonverbal pada perubahan dan persepsi tubuh.
e. Focus pada penampilan dan kekuatan masa lalu.
f. Hubungan social berubah.
Kondisi Klinis Terkait
a. Masektomi.
b. Amputasi.
c. Jerawat.
d. Parut atau luka bakar yang terlihat.
e. Obesitas.
f. Program terapi neoplasma.
g. Hiperpigmentasi pada kehamilan.
4. Konstipasi b.d peningkatan penyerapan cairan karena fibrosis kolon
(PPNI, 2016, p. 113).
Definisi: penurunan defekasi normal yang disertai pengeluaran feses
sulit dan tidak tuntas serta feses kering dan banyak.
Penyebab:
Fisiologis
a. Penurunan motilitas gastrointestinal.
b. Ketidakadekuatan pertumbuhan gigi.
c. Ketidakcukupan diet.
d. Ketidakcukupan asupan serat.
e. Ketidakcukupan asupan cairan.
f. Aganglionik (penyakit hisprung).
g. Kelemahan otot abdomen.

25
Psikologis
a. Konfusi.
b. Depresi.
c. Gangguan emosional.
Situasional
a. Perubahan kebiasaan makan
b. Ketidakadekuatan toileting.
c. Kurang aktivitas.
d. Efek farmakologis.
Gejala dan Tanda Mayor
Subjektif
a. Defekasi kurang dari 2 kali seminggu.
b. Pengeluaran feses lama dan sulit.
Objektif
a. Feses keras.
b. Peristaltik menurun.
Gejala dan Tanda Minor
Subjektif
a. Mengejan saat defekasi
Objektif
a. Distensi abdomen.
b. Kelemahan umum.
c. Teraba massa pada rektal.
Kondisi Klinis Terkait
a. Lesi/cedera pada medulla spinalis.
b. Spina bifida.
c. Stoke.
d. Sklerosis multipel.
e. Penyakit parkinson.

26
f. Demensia.
g. Hiperparatiroidisme.
h. Ketidakseimbangan elektrolit.
i. Hemoroid.
j. Obesitas.
k. Kehamilan.
l. Prolaps rektal.
m. Tumor.
n. Hisprung.

Intervensi
a. Nyeri Akut b.d menstruasi, proses penyakit (Wilkinson, 2014, p. 296).
1) Tujuan:
(1) Pasien mampu memperlihatkan pengendalian nyeri.
(2) Pasien mampu mengenali awitan nyeri.
(3) pasien mampu menggunakan tindakan pencegahan.
2) Kriteria hasil :
(1) Klien mampu melaporkan nyeri kepada petugas pelayanan
kesehatan.
(2) Eskpresi nyeri di wajah berkurang, gelisah dan ketegangan otot
berkurang.
(3) Tidak mengalami gangguan dalam frekuensi pernapasan,
denyut jantung atau tekanan darah.
3) Intervensi (NIC)
Aktivitas Keperawatan
a) Kaji lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan
intensitas nyeri.
b) Observasi sayarat nonverbal ketidaknyamanan.

27
c) Lakukan perubahan posisi, masasege punggung, ddan
relaksasi.
d) Kendalikan factor lingkungan yang dapat mempengaruhi
respon pasien terhadap ketidaknyamanan.
Penyuluan untuk pasien/keluarga
a) Instruksikan pasien dan keluarga untuk menginformasikan
kepada petugas jika nyeri tidak reda.
b) Informasikan tentang nyeri, penyebab nyeri, berapa lama akan
berlangsung, dan antisipasi ketidaknyamanan akibat prosedur.
c) Ajarkan teknik distraksi relaksasi pada pasien atau keluarga
pasien.
Aktivitas Kolaboratif
a) Konsultasikan dengan dokter menyangkut pengendalian nyeri
sebelum nyeri menjadi lebih berat.
b. Resiko Hipovolemik (Wilkinson, 2016, p. 183)
1) Tujuan/ Kriteria Hasil:
(a) Kekurangan volume cairan akan dicegah yang dibuktikan oleh
keseimbangan cairan, hidrasi, dan status asupan makanan dan
cairan.

2) Intervensi (NIC):
(a) Mengekspansi volume cairan intravaskular pada pasien yang
mengalami penurunan volume cairan.
(b) Observasi tanda-tanda resiko hipovolemi

c. Gangguan Citra Tubuh b.d infertilitas (Wilkinson, 2014, pp. 43-46).


1) Tujuan:
a. Gangguan citra tubuh berkurang yang dibuktikan oleh selalu
menunjukkan adaptasi dengan ketunadayaan fisik, cira tubuh

28
positif, tidak mengalami keterlambatan dalam perkembangan
anak dan harga diri positif.
b. Menunjukkan citra tubuh yag dibuktikan oleh:
1. Kesesuaian antara realitas tubuh, ideal tubuh, dan
perwujudan tubuh.
2. Kepuasan terhadap penampilan dan fungsi tubuh.
3. Keinginan untuk menyentuh bagian tubuh yang
mengalami gangguan.
2) Kriteria Hasil:
a. Pasien akan mengidentifkasi kekuatan personal.
b. Pasien akan menggambarkan perubahan actual pada fungsi
tubuh.
3) Intervensi (NIC):
Aktivitas Keperawatan
a. Identifikasi mekanisme koping yang biasa digunakan pasien.
b. Tentukan harapan pasien tentang citra tubuh.
c. Berikan dorongan kepada pasien dan keluarga untuk
mengungkapkan perasaan dan untuk berduka, jika perlu.
Penyuluhan untuk keluarga
a. Informasikan kepada keluarga tentang penyakit yang dialami
pasien.
Aktivitas Kolaboratif
a. Rujuk kelayanan social untuk merencanakan perawatan
dengan pasien dan keluarga.
b. Rujuk pasien untuk mendapatkan terapi fisik untuk melatih
kekuatan dan fleksibilitas.
d. Konstipasi b.d peningkatan penyerapan cairan karena fibrosis kolon
(PPNI, 2016, p. 113)

29
1) Tujuan: Tujuan: konstipasi menurun, yang dibuktikan oleh
defekasi: pola eliminasi, feses lunak dan berbentuk, mengeluarkan
feses tanpa bantuan.
2) Kriteria hasil :
b. Pasien menunjukkan pengetahuan program defekasi yang
dibutuhkan untuk mengatasi efek samping obat.
c. Pasien melaporkan keluarnya feses disertai berkurangnya nyeri
dan mengejan.
d. Pasien melihatkan hidrasi yang adekuat (mis, turgor kulit baik,
asupan cairan kira-kira sama dengan haluaran).
4) Intervensi (NIC)
Aktivitas Keperawatan
(a) Dapatkan data dasar mengenai program defekasi, aktivitas,
medikasi, dan pola kebiasaan pasien.
(b) Kaji dan dokumentasikan:
Warna dan konsistensi feses pertama pascaoperasi frekuensi,
warna, konsistensi feses.Keluarnya flatus, adanya impaksi,
ada/tidak ada bising usus dan distensi abdomen pada keempat
kuadran abdomen.
4) Manajemen konstipasi (NIC)
a) Kaji tanda dan gejala adanya ruptur usus atau peritonitis.
b) Identifikasi faktor seperti pengobatan, tirah baring dan diet
yang dapat menyebabkan atau berkontribusi terhadap
konstipasi.
Penyuluan untuk pasien/keluarga
a. Jelaskan tujuan pemberian oksigen per kanul atau sungkup
Regulasi hemodinamik (NIC):
a) Informasikan kepada pasien mekingkinan konstipasi akibat
obat.

30
b) Instruksikan pasien mengenai bantuan eliminasi defekasi yang
dapat meningkatan pola defekasi yang optimal diruma.
c) Ajarkan pada pasien tentang efek diet (cairan dan serat) pada
defekasi.
d) Informasikkan pasien pentingnya menghindari mengejan
selama defekasi untuk mencegah perubahan pada tanda vital
atau perdarahan.
e) Berikan informasi mengenai etiologi masalah dan rasional
tindakan kepada pasien.
Aktivitas Kolaboratif
a. Konsultasikan dengan ahli gizi untuk meningkatkan serat dan
cairan dalam diet.
b. Konsultasi dengan dokter untuk memberikan bantuan
eliminasi, sepert diet tinggi serat,pelunak feses, enema, dan
laksatif.
c. Konsultasi dengan dokter tentang penurunan atau peningkatan
frekuensi bising usus.
d. Aktivitas Lain
a) Anjurkan pasien untuk meminta obat nyeri sebelum defekasi
untuk memfasilitasi pengeluaran feses tanpa nyeri.
b) Anjurkan aktivitas optimal untuk merangsang eliminasi
defekasi pasien.
c) Berikan privasi dan keamanan untuk pasien selama defekasi.

31
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Endometriosis merupakan salah satu penyakit ginekologi yang menyerang
organ reproduksi wanita. Endometriosis adalah peradangan yang terjadi pada
lapisan endometrium (lapisan dalam rahim) yang menimbulkan rasa nyeri
berlebih saat menstruasi.
Endometriosis belum diketahui penyebab pastinya. Akan tetapi ad beberapa
teori yang menyebutkan kondisi yang dapat menyebabkan endometriosis seperti
teori arus balik darah menstruasi (transplanasi) dan teori metaplasia.
Penatalaksanaan endometrisis bisa dilakukan dengan medikamentosa dan
dapat dilakukan pembedahan terutama pada endometriosis grade IV

B. Saran
Apabila rasa nyeri saat menstruasi dirasakan sangat menyakitkan lebih baik
segera dikonsultasikan dengan petugas kesehatan atau kepada dokter spesialis
obstetri dan ginekologi.

32
DAFTAR PUSTAKA

Hedarto. (2015). Endometriosis Dari Aspek Teori Sampai Penanganan Klinis.


Surabaya: Airlangga University Perss.

Lemone dkk. (2014). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Gangguan Reproduksi
Edisi 5. Jakarta: EGC.

Suparman. (2012). E-Journal Pelaksaanaa Endometriosis, Volume 4. Manado: SMF


Obstetri & Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi.

Andon. (2015). Panduan Nasional Pelayanan Kedokteran Nyeri Endometriosis.


Jakarta: Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia.

Gunawan. (2014). Referat Endometriosis & Infertilitas. Yogyakarta: Bagian Obstetri


dan Ginekologi FK Uniersitas Gajah Mada.

Gunawan. (2014). Referat Endometriosis & Infertilitas. Yogyakarta: Bagian Obstetri


& Ginekologi FK Universitas Gajah Mada.

PPNI. (2016). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia Edisi I. Jakarta: Dewan


Pengurus Pusat PPNI.

Wilkinson, J. M. (2014). Diagnosis Keperawatan. Jakarta: EGC.

33
34

Anda mungkin juga menyukai