Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN PENDAHULUAN DIABETES MELITUS (HIPERGLIKEMI)

DI RSUD KARDINAH KOTA TEGAL

Di susun oleh :
Muchamad Yusrin Tanaiyo
NIM. P1337421018073

PROGRAM STUDI D III KEPERAWATAN TEGAL


JURUSAN KEPERAWATAN
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SEMARANG
2021

6
A. Diabetes Melitus
1. Pengertian

Diabetes melitus adalah gangguan metabolisme yang ditandai


dengan hiperglikemi yang berhubungan dengan abnormalitas
metabolisme karbohirat, lemak dan protein yang disebabkan oleh
penurunan sekresi insulin atau penurunan sensitivitas insulin atau
keduanya dan menyebabkan komplikasi kronis , mikrovaskular,
makrovaskular, dan neuropati (Yuliana Eline, 2009).

Menurut Askandar (2001) Diabetes Melitus adalah penyakit


metabolik yang kebanyakan herediter, dengan tanda-tanda
hiperglikemia dan glukosuria, disertai dengan atau tidak adanya gejala
klinik akut ataupun kronik, sebagai akibat dari kurangnya insulin
efektif didalam tubuh, gangguan primer terletak pada metabolisme
karbohidrad yang biasanya juga disertai juga gangguan metabolisme
lemak dan protein.

2. Klasifikasi Diabetes Melitus


Menurut (Pranata, & Khasanah, 2017) Diabetes Melitus dibagi
menjadi 4 tipe. Tipe tersebut adalah tipe I, tipe II, Diabetes Melitus
Gestational dan Diabetes Melitus karena syndrome lainya.
a. Diabetes Melitus Tipe I (IDDM)
Diabetes Melitus tipe I atau sering disebut dengan Insulin
Dependent Diabetes Melitus Merupakan tipe diabetes yang terjadi
karenakan tubuh tidak mampu menghasilkan insulin sama sekali
sehingga gula tidak mampu dihantarkan ke sel. Diabetes Melitus
tipe I membutuhkan suntikan insulin agar mampu menjalani
kehidupan serta beraktivitas secara normal kembali. Jika tidak
mendapatkan insulin maka tubuh penderita akan mengalami

7
7

keluhan khas seperti lemah hingga penurunan kesadaran. Kondisi


gawat pada penderita Diabetes Melitus paling sering terjadi pada
penderita Diabetes Melitus tipe I. Kondisi gawat tersebut
dinamakan dengan asidosis metabolik.
b. Diabetes Melitus Tipe II (NIDDM)
Diabetes Melitus tipe II atau disebut juga dengan Non Insulin
Dependent Diabetes Melitus merupakan tipe Diabetes Melitus
dimana tubuh mampu menghasilkan insulin namun tidak
mencukupi/kurang. Diabetes Melitus Tipe II merupakan Diabetes
Melitus paling banyak jumlah penderitanya di Indonesia. Keadaan
ini besar kaitanya dengan gaya hidup tidak sehat seperti kurang
gerak dan makanan siap saji yang semakin banyak dikonsumsi.
c. Diabetes Melitus Gestational
Diabetes Melitus Gestational adalah tidak seimbangnya kadar gula
darah saat mengalami kehamilan. Saat seseorang hamil, ketidak
seimbangan hormone di dalam tubuh beresiko semakin besar.
Akibat ketidak seimbangnya hormone seperti hormone insulin,
kadar gula di dalam darah juga dapat mengalami peningkatan.
Selama tubuh mampu mentoleransi gula darah berlebih maka
kondisi ini tidak akan menimbulkan bahaya yang berarti.
d. Diabetes Melitus Syndrome Lainya
Diabetes Melitus syndrome lainya adalah jenis Diabetes Melitus
yang terjadi banyak faktor, faktor tersebut terdiri dari kanker
pankreas atau karena konsumsi obat-obatan yang dapat
meningkatkan gula darah.
3. Etiologi
Menurut (Brinner & suddart, 2013) ada beberapa etiologi yaitu sebagai
berikut:
a. Diabetes Melitus Tipe I
Diabetes Melitus Tipe I ditandai oleh penghancuran sel-sel beta
pancreas.
8

1) Faktor-faktor Genetik
Penderita Diabetes Melitus tidak mewarisi diabetes mellitus itu
sendiri, tetapi mewarisi suatu presdiposisi atau kecenderungan
genetic kearah terjadinya diabetes mellitus tipe I.
kecenderungan genetik ini ditemukan pada individu yang
memiliki antigen HLA.

2) Faktor-faktor Imunologi
Adanya respon otoimun yang merupakan respon abnormal
dimana antibodi terarah pada jaringan normal tubuh dengan
cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya
seolah-olah sebagai jaringan asing, yaitu otoantibodi terhadap
sel-sel pulau Langerhans dan insulin endogen.
3) Faktor-faktor Lingkungan
Virus atau toksin tertentu dapat memicu proses otoimun yang
menimbulkan destruksi sel beta.
b. Diabetes Melitus Tipe II
Mekanisme yang tepat menyebabkan retensi insulin dan gangguan
sekresi insulin pada Diabetes Melitus tipe II masih belum
diketahui. Faktor genetic memegang peranan dalam proses
terjadinya retensi insulin.
Faktor-faktor resiko:
1) Usia (retensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65
tahun)
2) Obesitas
3) Riwayat Keluarga
4. Patofisiologi

Menurut (Devi Darliana, 2011) patofisiologi diabetes mellitus adalah


Sebagian besar gambaran patologik dari Diabetes Melitus dapat
dihubungkan dengan salah satu efek utama akibat kurangnya insulin
sebagai berikut:
9

a. Berkurangnya pemakaian glukosa oleh sel-sel tubuh yang


mengakibatkan naiknya konsentasi glukosa darah.
b. Peningkatan mobilisasi lemak dari daerah penyimpanan lemak
yang menyebabkan terjadinya metabolisme lemak yang abnormal
disertai dengan endapan kolestrol pada dinding pembulu darah.
c. Berkurangnya protein dalam jaringan tubuh.

Defisiensi insulin membuat seseorang tidak dapat


mempertahankan kadar glukosa puasa yang normal atau toleransi
sesudah makan. Pada hiperglikemia berat yang melebihi ambang ginjal
normal (konsentrasi glukosa darah sebesar 160-180 mg/100 ml), akan
timbul glikosuria karena tubulus-tubulus renalis tidak dapat menyerap
kembali glukosa. Glukosuria akan mengakibatkan diuresis osmotik
yang mengakibatkan poliuria disertai kehilangan, sodium, klorida,
potassium, dan pospat. Adanya poliuria menyebabkan dehidrasi dan
timbulnya polidipsi.

Adanya glukosa yang keluar bersama urine akan


mengakibatkan pasien mengalami keseimbangan protein dan berat
badan menurun serta cenderung terjadi polifagia. Akibat yang lain
adalah astenia atau kekurangan energi sehingga pasien menjadi cepat
lelah dan mengantuk yang disebabkan oleh berkurangnya atau
hilangnya protein tubuh dan juga berkurangnya penggunaan
karbohidrat untuk energi. Hiperglikemia yang lama akan
mengakibatkan arterosklerosis, penebalan membrane basalis dan
perubahan pada saraf perifer, hal ini akan memudahkan terjadinya
gangrene.
10

5. Pathway

Umur

Penurunan fungsi Penurunan fungsi


indra pengecap pankreas

Konsumsi makanan penurunan kualitas &


manis berlebih kuantitas insulin gaya hidup

hiperglikemia

Penurunan glukosa Kerusakan vaskuler


dalam sel

Neuropati perifer
Cadangan lemak
protein turun
ULKUS

BB menurun Kerusakan integritas


kulit
Ketidak stabilan
kadar glukosa Pembedahan (Debridemen)

Pengeluaran Adanya perlukaan pada KAK


Nyeri akut histamine dan
progestin
Adanya perlukaan
Gangguan
mobilitas
fisik Luka insisi tidak terawat

Peningkatan leukosit

Gambar 2.1 Pathway Diabetes Melitus (Sumber:


Resiko infeksi
Muttaqin, 2008)
11

6. Faktor Resiko

Menurut (Pranata & Khasanah, 2017) banyak faktor resiko


yang menyebabkan seseorang orang menderita Diabetes Melitus.
Berikut merupakan faktor resiko :

a. Obesitas/kegemukan

Obesitas merupakan momok bagi masyarakat modern. Obesitas


dapat terjadi karena tidak seimbangnya asupan energi yang didapat
dengan energi yang harus dikeluarkan. Energi tinggi yang didapat
dari makanan ketika tidak digunakan akan menjadi lemak yang
menumpuk ditubuh. Penumpukan lemak yang diikuti dengan
penambahan berat badan inilah yang dikatakan obesitas.

Penumpukan lemak akibat obesitas akan mengganggu kerja dari


reseptor penerima insulin. Ketika kerja dari reseptor insulin
terganggu maka gula yang dibawa oleh insulin tetap tidak masuk ke
sel, akibatnya gula darah akan tertimbun didalam aliran darah.
Penimbunan gula darah yang berlebih serta terjadi secara terus
menerus dalam waktu yang lama akan mengakibatkan Diabetes
Melitus.

b. Kurang Olahraga
Olahraga berperan besar untuk membuat kondisi seseorang tetap
prima. Kurangnya olahraga akan menyebabkan seseorang beresiko
mengalami obesitas/kegemukan. Dengan melakukan olahraga,
tubuh akan aktif bergerak sehingga metabolisme meningkat.
Peningkatan metabolisme saat olahraga akan membuat jantung
sehat dan peredaran darah menjadi lancer. Olahraga juga berperan
besar untuk membakar lemak sehingga seseorang dengan olahraga
rutin berat badanya lebih ideal. Penumpukan lemak dari kurangnya
olahraga akan menghambat kerja dari reseptor insulin.
12

c. Pekerjaan/Profesi
Pekerjaan atau profesi menentukan mobilitas atau pergerakan
seseorang. Aktivitas sedikit akan mempengaruhi berat badan
penumpukan lemak tubuh sehingga dapat menurunkan kemampuan
kerja hormone insulin mengantarkan zat gula atau glukosa ke sel
sehingga gula dalam darah juga akan mengalami peningkatan.
d. Makanan
Makanan memiliki peran penting terhadap kesehatan seseorang.
Makanan cepat saji besar kaitanya dengan berbagai penyakit,
salah satu penyakit tersebut adalah Diabetes Militus. Kehidupan
masyarakat modern cenderung memilih makanan cepat saji,
makanan dalam kemasan dan minuman ringan karena alasan
efisiensi. Bahan kimia dari makanan tersebut lama kelamaan akan
menjadi racun yang terus menumpuk ditubuh. Selain racun,
kandungan pemanis buatan serta tingginya kadar gula yang
terkandung dalam minuman kemasan merupakan faktor
pendukung seseorang memiliki resiko tinggi menderita penyakit
Diabetes. Seseorang dengan resiko Diabetes Melitus wajib
mengatur dietnya terutama pembatasan konsumsi gula berlebih.
e. Strees
Banyak peneliti yang menunjukan hasil bahwa stress yang
sifatnya berkepanjangan dapat mempengaruhi kesehatan. Stress
dalam waktu yang lama akan berefek pada keseimbangan
hormone, peningkatan metabolisme, dan penurunan daya tahan
tubuh (Nader, N, Chrousos GP, 2010). Stress akan meningkatkan
hormone korsitol kemudian diikuti juga oleh peningkatan
hipotalamus pituitary adrenal sehingga berakhir pada peningkatan
hormon glucocorticoid yang mengakibatkan tubuh merubah
protein menjadi gula sehingga gula dalam darah ikut meningkat
(Falco G, Pirro PS, Castellano E, Anfossi M, Borretta G, 2015).
13

7. Manifestasi Klinis
Menurut (DiGiulio, & Jackson, 2014) ada beberapa tanda dan gejala
yang muncul pada DM Tipe I dan DM Tipe II, yaitu sebagai berikut :
a. Diabetes Melitus Tipe I
1) Serangan cepat karena tidak ada insulin yang diproduksi
2) Nafsu makan meningkat (polyphagia) karena sel-sel kekurangan
energi, sinyal bahwa perlu makan banyak
3) Haus meningkat (polydipsia) karena tubuh berusaha membuang
glukosa
4) Urinasi meningkat (polyuria) karena tubuh berusaha membuang
glukosa
5) Berat badan menurun karena glukosa tidak dapat masuk
kedalam sel
6) Sering infeksi karena bakteri hidup dari kelebihan glukosa
7) Penyembuhan tertunda/lama karena naiknya kadar glukosa
didalam darah menghalangi proses kesembuhan
b. Diabetes Melitus Tipe II
1) Serangan lambat karena sedikit insulin diproduksi
2) Haus meningkat (polydipsia) karena tubuh berusaha
membuang glukosa
3) Urinasi meningkat (polyuria) karena tubuh berusaha
membuang glukosa
4) Infeksi kandida karena bakteri hidup dari kelebahan glukosa
5) Penyembuhan tertunda/lama karena naiknya kadar glukosa
didalam darah menghalangi proses kesembuhan
8. Komplikasi
Komplikasi Menurut (Paulus Subiyanto, 2019) dibagi menjadi 2 yaitu :
1) Komplikasi akut
Dalam komplikasi akut dikenal beberapa istilah sebaga berikut :
a. Hipoglikemia adalah keadaan seseorang dengan kadar glukosa
darah dibawah nilai normal (<60 mg/dl). Gejala ini ditandai
14

dengan munculnya rasa lapar, gemeteran,mengeluarkan


keringat, berdebar-debar, pusing, gelisah dan penderita bisa
menjadi tidak sadar disertai kejang.
b. Hiperglikemia dengan diketahui dari hasil wawancara adanya
masukan kalori yang berlebih, dan penghentian obat oral
maupun insulin. Tanda khasnya adalah rasa sangat haus,
pandangan kabur, muntah, berat badan menurun, sakit kepala,
kulit kering dan gatal, rasa mengantuk sampai kesadaran
menurun dan disertai kekurangan cairan yang berat akibat
banyaknya jumlah air kencing (urine) yang dikeluarkan.
c. Ketoasidosis Diabetik (KAD) atau koma diabetik yang
diartikan sebagai keadaan tubuh yang sangat kekurangan
insulin dan bersifat mendadak akibat infeksi, lupa suntik
insulin, pola makan yang terlalu berlebih atau bebas, dan stres.
Penderita dapat mengalami koma (tidak sadar) akibat otak tidak
menerima darah dan glukosa dalam jumlah yang cukup.
d. Koma Hiperosmolar Non Ketotik (HONK) yang diakibatkan
adanya dehidrasi berat, tekanan darah yang menurun, dan syok
tanpa adanya badan keton (hasil pemecahan asam lemak)
dalam urin.
e. Koma lakto asidosis yang diartikan sebagai keadaan tubuh
dengan asam laktat yang tidak dapat diubah menjadi
bikarbonat. Akibatnya, kadar asam laktat dalam darah
meningkat dan seseorang bisa mengalami koma.
2) Komplikasi Kronis/jangka panjang

Penting untuk diingat seiring berjalanya waktu setelah


terdiagnonis,penderita Diabetes akan mengembangkan potensi
beberapa komplikasi. Hal ini sangat mungkin terjadi karena
pengabaian terhadap gejala Diabetes atau karena kadar glukosa
yang tidak terkontrol (terus menerus tinggi). Kerusakan pembulu
darah yang melakukan pengiriman ke jantung, otak, dan kaki dapat
15

menyebabkan resiko strok, serangan jantung, mati rasa (neuropati),


dan penurunan aliran darah ke kaki (Perifer Arterial
Deasease/PAD). Komplikasi ini dikenal dengan komplikasi
Makrovaskular.

Kerusakan pembulu darah yang mengaliri darah ke retina


mata, ginjal, dan saraf dapat menyebabkan kerusakan pada mata
berupa penglihatan menjadi kabur (retinopati), gangguan pada
ginjal (nefropati) dengan gejala hipertensi dan adanya protein
dalam air kencing (urine), serta timbulnya rasa baal (mati rasa atau
neuropati) terutama pada kaki. Komplikasi ini disebut dengan
komplikasi mikrovaskular. Penyandang Diabetes juga sangat
mudah atau rentan terjadi infeksi seperti pneumonia, keputihan dan
infeksi saluran kemih. Jika terjadi luka dan infeksi pada kaki akan
menyebabkan luka sulit untuk disembuhkan. Pasien Diabetes
memiliki resiko untuk terjadinya beberapa penyakit sebagai
berikut:

a. Dua kali lebih besar terjadi penyakit jantung coroner dan


pembulu darah otak (stoke)
b. Lima kali lebih mudah menderita luka gangrene
c. Tujuh kali lebih mudah mengidap gagal ginjal kronik
d. Dua puluh lima lebih mudah mengalami kebutaan akibat
kerusakan retina.
9. Pemerikasaan Penunjang

Untuk memastikan seseorang menderita Diabetes Melitus


diperlukan skrining pemeriksaan kadar glukosa darah dengan nilai
satuanyang dinyatakan dalam milligram per desiliter (mg/DL) atau
milimoles per liter (mmol/L). Beberapa cara pemeriksaan kadar
glukosa darah untuk menekankan diagnosis Diabetes Mlitus
berdasarkan konsekuensi pengelolahan pencegahan Diabetes Melitus
di Indonesia (PERKENI, 2006) adalah sebagai berikut :
16

a. Tes gula darah acak atau sewaktu. Sempel darah akan diambil
pada waktu acak. Terlepas dari kapan seseorang terakhir makan,
kadar gula sewaktu ≥ 200 mg/dl (11,1 mmol/L) sudah dapat
digunakan untuk menyatakan seseorang menderita diabetes,
terutama bila digabungkan dengan gejala khas dan tidak khas dari
diabetes.
b. Tes gula darah puasa. Sempel darah akan diambil setelah puasa
semalam selama 8-10 jam. Tingkat gula darah puasa kurang dari
100 hingga 125 mg/dl (5,6 mmol/L) adalah normal. Tingkat gula
darah puasa dari 100 hingga 125 mg/dl (5,6 – 6,9 mmol/L) adau
lebih tinggi dari dua tes terpisah berate pasien menderita
Diabetes.
c. Tes toleransi glukosa oral. Untuk tes ini, pasien harus berpuasa
dalam semala selama 8-10 jam, minum air putih tanpa gula tetap
diperbolehkan. Setelah diperiksa kadar gula darah puasa, pasien
diberi glukosa 75 gram yang dilarutkan dalam air 250cc, lalu
diminum dalam waktu 5 menit, selanjutnya berpuasa kembali.
Setelah 2 jam kemudian glukosa darah diperiksa. Kadar gula
darah kurang dari 140mg/dl (7,8 mmol/L) adalah normal.
Pembacaan antara 140 dan 199 mg/dl (7,8 mmol/L dan 11,0
mmol/L) menunjukan prediabetes. Pembacaan 200 mg/dl (11,1
mmol/L) atau lebih tinggi setelah 2 jam pembebanan glukosa
dapat mengindikasi diabetes.
d. Tes hemoglobin glikosilasi atau glycohemoglobin (HbA1C). Tes
darah ini menunjukan tingkat gula darah rata-rata selama dua
hingga tiga bulan terakhir, mengukur presentase glukosa darah
yang melekat pada hemoglobin sebagai protein pembawa oksigen
dalam sel darah merah. Semakin tinggi kadar gula darah, semakin
banyak glukosa yang menempel pada hemoglobin. Pemeriksaan
HbA1C lebih tepat digunakan untuk memantau tingkat
17

pengendalian diabetes daripada digunakan untuk menegakan


diagnosis.
10. Penatalaksanaan

Menurut (Devi Darliana, 2011) Penatalaksanaan Diabetes


Melitus dilakukan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien yang
menderita Diabetes Melitus. Penatalaksanaan Diabetes Melitus
ada 4 pilar yaitu:

a. Edukasi/pendidikan
Edukasi Diabetes Melitus adalah pendidikan dan pelatihan
mengenai pengetahuan dan keterampilan bagi pasien Diabetes
yang bertujuan menunjang perubahan perilaku untuk
meningkatkan pemahaman pasien akan penyakitnya, yang
diperlukan untuk mencapai kesehatan yang optimal, penyesuaian
keadaan psikologik serta kualitas hidup yang lebih baik.
b. Terapi gizi medis
Setiap pasien Diabetes Melitus harus mendapat terapi gizi medis
seduai dengan kebutuhanya untuk mencapai sasaran terapi. Pasien
Diabetes Perlu ditekankan pentingnya keteraturan makan dalam
hal jadwal, jenis dan jumlah makan, terutapa pada pasien yang
menggunakan obat penurun glukosa darah atau insulin. Standar
yang dianjurkan adalah makan dengan komposisi seimbang baik
karbohidrat, protein dan lemak sesuai dengan kecukupan gizi:
karbohidrat 60-70%, protein 10-15%, lemak 20-25%. Jumlah
kalori disesuaikan dengan pertumbuhan, status gizi, umur, stress
akut dan kegiatan jasmani untuk mempertahankan berat bada
idaman.
c. Latihan jasmani
Kegiatan jasmani sehari-hari dan latihan jasmani secara teratur (3-4
kali seminggu selama kurang lebih 30 menit). Latihan yang
dianjurkan adalah latihan yang bersifat aerobik seperti jalan kaki,
18

bersepeda santai, jogging dan berenang. Latihan sebaiknya


dilakukan sesuai umur dan status kesegaran jasmani. Pada individu
yang relative sehat intensitas latihan dapat ditingkatkan, sedangkan
yang sudah mengalami komplikasi Diabetes Melitus latihan dapat
dikurangi.
d. Intervensi farmakologis

Pengelolaan diabetes secara farmakologis dapat berupa pemberian :

1) Obat hipoglikemik oral (OHO) berdasarkan cara kerjanya ,


OHO dibagi atas 4 golongan yaitu
1. Pemicu sekresi insulin : sulfonilurea dan glinid
2. Penambah sensitifitas pada insulin : biguanid,
tiazolidindion
3. Penghambat gluconeogenesis : metformin
4. Penghambat absorbs glukosa : penghambat glukosudase
alfa
2) Insulin, pemberian insulin lebih dini akan menunjukan hasil
klinis yang lebih baik, terutama masalah glukosidase. Terapi
insulin dapat mencegah kerusakan endetol, menekan proses
inflamasi, mengurangi kejadian apoptosis serta memperbaiki
profil lipid. Insulin diperlukan pada keadaan sebagai berikut :
a) Penurunan berat badan yang sanyat cepat
b) Hiperglikemia berat yang disertai ketosis
c) Ketoasidosis diabetic
5. Hiperglikemia dengan asidosis laklat
6. Gagal dengan kombinasi OHO dosis hampir maksimal
7. Stres berat (infeksi iskemik, oprasi besar, stroke, infark
miokardial)
8. Kehamilan dengan diabetes gestasional yang tidak
terkendali dengan perencanaan makan
9. Gangguan fungsi ginjal dan hati yang berat
19

10.Kontra indikasi dan atau alergi OHO

B. Asuhan Keperawatan Teoris Pada Diabetes Melitus


A. Pengkajian

Pengkajian Menurut (Paulus Subiyanto, 2019) adalah dasar


utama serta bagian awal dari sebuah proses keperawatan. Dengan
mengumpulkan data yang akurat, serta sistematis, akan sangat membatu
untuk menentukan status kesehatan. Proses pengkajian ini juga dapat
memetakan serta mengantisipasi berbagai kekuatan, mempertahankan,
serta mengetahui kelemahan pasien. Selain itu, pengkajian ini juga
dapat membatu kita merumuskan diagnosis keperawata. Pada pasien
Diabetes Militus, pengkajian data dasar pasien meliputi :

a. Pengumpulan Riwayat Kesehatan Pasien


1. Sebelum seluruh proses keperawatan dimulai, perawat meninjau
kembali kesehatan pasien. Perawat juga meninjau kembali
berbagai faktor-faktor resiko yang dapat memungkinkan
terjadinya penyakit Diabetes Melitus.
2. Perawat mencatat seluruh keluhan khas dan tidak khas dari
Diabetes Melitus yang disampaikan oleh pasien, perawat juga
mencatat berbagai tanda vital dalam diri pasien.
3. Selain kesehatan pasien, perawat juga meninjau kembali
kemampuan manajemen kesehatan pasien dan keluarganya
terhadap Diabetes. Bebragai kondisi dan manajemen kesehatan
keluarga itu rupanya dapan menjadi pemicu terjadinya penyakit
Diabetes Melitus dan pengelolaannya.
b. Mengumpulkan Berbagai Data Dasar Pasien Wawancara dan
Pemeriksaan Fisik
20

1. Kebutuhan Aktifitas
Gejala : mudah lelah,mudah mengantuk, kram otot
Tanda : kadar glukosa darah rendah < 60 mg/DL atau tinggi >
200 mg/DL, takikardia dan takipnea ketika beraktivitas,
letargi/disorientasi, penurunan kesadaran dan kekuatan otot.
2. Kebutuhan Istirahat
Gejala : gangguan tidur/istirahat pada malah hari karena sering
kencing, nyeri pada kaki (karena PAD).
Tanda : kadar glukosa darah lebih > 200 mg/DL (hiperglikemia)
yang menyebabkan sering kencing.
3. Sirkulasi
Gejala : kesemutan dan nyeri pada ekstremitas bawah, ulkus
pada kaki dan penyembuhan luka atau penyakit yang lama.
Tanda : suhu tubuh (tanda sistemik infeksi), tekanan darah,
hipertensi, PJK, nadi yang menurun.

4. Kebutuhan Eliminasi
Gejala : perubahan pola berkemih (poliuria), nokturia rasa
nyeri/terbakar pada kandung kemuh, kesulitan berkemih
(infeksi) akibat ISK baru atau berulang, nyeri saat abdomen
ditekan.
Tanda : urine encer, pucat, polyuria (dapat berkembang menjadi
oliguria/anuria jika terjadi hipovolemi berat), urine berkabut dan
berbau busuk (terjadi infeksi).
5. Kebutuhan Nutrisi (makan/cairan)
Gejala : polofagia (sering lapar dan sering makan), sebaliknya
nafsu makan hilang atau berkurang, mual muntah, tidak patuh
dengan diet, peningkatan masukan glukosa/karbohidrat,
penurunan berat badan dari periode beberapa hari/minggu, haus
berlebiahan, penggunaan diurentik (tiazin).
21

Tanda : kulit kering/bersisik, turgor terlihat jelek, pembesaran


tiroid (peningkatan kebutuhan metabolic dengan peningkatan
gula darah atau sebaliknya terjadi hipoglikemia) kekakuan atau
distensi abdomen, muntah, bau halitosis, bau buah (nafas
aseton).
6. Kebutuhan Oksigenasi (pernafasan)
Gejala : sesak nafas atau merasa kekurangan oksigen, batuk
dengan/tanpa sputum baik karena adanya infeksi maupun tanpa
adanya infeksi saluran pernafasan.
Tanda : suhu tubuh (tanda system dari infeksi) batuk
dengan/tanpa sputum purulen (infeksi), frekuensi pernafasan
yang meningkat serta tidak teratur.
B. Pemeriksaan Diagnostik
Menurut (Paulus Subiyanto, 2019) Pemerikasaan ini dilakukan
untuk melihat kondisi fisik pasien Diabetes Melitus secara umum :
a. Glukosa darah sewaktu, puasa dan 2 jam setelah makan (sesuai
kebutuhan) untuk mengetahui tanda hiperglikemia
b. Aseton plasma dan urine (keton) : tanda positif menunjukan adanya
komplikasi akut (Diabetik Ketoasidosis/DKA)
c. Asam lemak bebas, kadar lipid dan kolestrol meningkat (data
penting sejauh mana tingkat pengendalian diabetes selain kadar
glukosa darah)
d. Osmolaliitas serum (untuk mengetahui adanya dehidrasi sel akibat
hiperglikemia dan hipovolemia akibat diuresis osmotik
e. Kandungan elektrolit (sebagai dampak dari polyuria)
1. Natrium : mungkin normal, meningkat atau menurun
2. Kalium : normal atau meningkat semu (perpindahan seluler),
selanjutnya akan menurun
f. Hemoglobin Glukolisat (HbA1C)
Kadar HbA1C jika mengalami peningkatan mencerminkan kontol
Diabetes Melitus yang kurang selam 2-3 bulan terakhir
22

g. Gas Darah Arteri


Bila menunjukan PH rendah dan menurun pada HCO3 (asidosis
metabolic) dengan kompensasi alkalosis respiratorik apa keadaan
komplikasi akut (Diabetik ketoasidosis)
h. Darah Lengkap
Hematocrit dan trombosit mungkin meningkat (akibat
hemokonsentrasi dan dehidrasi), leukosit (tanpa infeksi/radang)
i. Ureum/kreatinin
Bisa jadi meningkat atau mungkin dalam kondidi normal.
Ureum/kratinin meningkat terjadi pada kondisi dehidrasi atau
penurunan fungsi ginjal
j. Amilase Darah
Amilase darah mungkin mengalami peningkatan, hal ini
mengindikasi adanya pankreatitis akibat sebagai penyebab DKA.

k. Urine
Dalam urine positif ditemukan kandunga glukosa serta aseton
(glukosuria atau tanda DKA). Pada kondisi ini berat jenis dan
osmolalitas mungkin mengalami peningkatan.
l. Kultur dan sensitivitas
Mungkin ada infeksi pada saluran kemih, infeksi pada saluran
pernapasan serta infeksi pada luka (Dongeose, 1999) yang
diidentifiksi jenis bakteri dan tingkat sensitivitasnya terhadap
antibiotika.
m. EKG
Pada keadaan hypokalemia akibat diuresis osmotik akan
mengalami perubahan gelombang
C. Diagnosis Keperawatan
23

Diagnosis keperawatan adalah keputusan klinis tentang respons


aktual atau potensial terhadap masalah kesehatan pada individu,
keluarga atau komunitas. Tahap kedua dalam proses keperawatan ini
berfokus pada masalah kesehatan aktual atau potensial pada
dibandingkan keadaan fisiologis, komplikasi atau penyakit (Potter &
Perry, 2009). Berdasarkan data yang didapat, diagnosis keperawatan
yang muncul yaitu kerusakan integritas kulit. Keadaan klien yang
mempengaruhi terjadinya luka yaitu adanya gangguan sirkulasi. Luka
diabetic terjadi karena adanya hiperglikemia pada pasien Diabetes
Melitus yang menyebabkan terjadinya neuropati dan kelainan pembulu
darah (Damayanti, 2015).

D. Intervensi keperawatan
Intervensi keperawatan adalah tindakan perawat yang dilakukan
berdasarkan pertimbangan dan pengetahuan klinis untuk meningkatkan
perawatan klien (Potter & Perry, 2009). Tahap ini harus memperhatikan
beberapa hal yaitu menentukan prioritas, menetukan tujuan, melakukan
kriteria hasil dan merumuskan tindakan.
Intervensi menurut NANDA, 2015 kerusakan integritas kulit adalah
perubahan / gangguan dermis dan / dermis
NOC
1. Tissue integrity : skin and mucous membranes
2. Hemodialis akses

Kriteria Hasil

1) Integritas kulit bisa dipertahankan (sensasi, elastisitas,


temperature, hidrasi, pigmentasi)
2) Tidak ada luka atau lesi pada kulit
3) Perfusi jaringan baik
4) Menunjukan pemahaman dalam proses perbaikan kulit dan
mencegah terjadinya sedera berulang
24

5) Mampu melindungi kulit dan mempertahankan kelembaban


kulit dan perawatan alami

NIC

Pressure Management

1. Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang longgar


2. Hindari kerutan pada tempat tidur
3. Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering
4. Mobilisasi pasien (ubah posisi) setiap dua jam sekali
5. Monitor kulit akan adanya kemerahan
6. Oleskan lotion atau minyak/baby oil pada daerah yang tertekan
7. Monitor aktivitas dan mobilisasi pasien
8. Monitor status nutrisi pasien
9. Memandikan pasien dengan sabun dan air hangat

Insision Site Care

1) Membersihkan, memantau, dan meningkatkan proses


kesembuhan pada luka yang ditutup pada jahitan, klip atau
strapless
2) Monitor proses kesembuhan area insisi
3) Bersihkan area sekitar jahitan atau staples, menggunakan lidi
kapas steril
4) Gunakan preparat antiseptic, sesuai program
5) Ganti balutan pada interval waktu yang sesuai atau biarkan luka
tetap terbuka (tidak dibalut) sesuai program
E. Implementasi Keperawatan

Implementasi adalah tindakan dari sebuah perancanaan. Tindakan


keperawatan terdiri dari tindakan mandiri(independen) dan kolaborasi
(dependen). Tindakan mandiri adalah tindakan yang berasal dari
keputusan sendiri. Tindakan kolaborasi adalah tindakan yang
25

berdasarkan hasil keputusan bersama dengan profesi lain (Tarwoto &


wartonah, 2015).

F. Evaluasi
Evaluasi adalah proses keperawatan yang terakhir untuk
menentukan tercapainya asuhan keperawatan (Tarwoto & wartonah,
2015). Evaluasi keperawatan didokumentasikan dalam bentuk SOAP
(subjektif, obyektif, assessment,planning). Adapun komponen SOAP
yaitu S (Subjektif) dimana berisi tentang keluhan pasien yang dirasakan
setelah dilakukan tindakan keperawatan, O (Objektif) adalah data yang
berdasarkan hasil pengukuran atau observasi perawat secara langsung
pada pasien yang dirasakan pasien setelah tindakan keperawatan, A
(Assesment) adalah interprestsi dari data subjektif dan objektif, P
(Planning) yaitu perencanaan keperawatan akan dilanjutkan, dihentikan,
dimodifikasi atau ditambah dari rencana tindakan keperawatan yang
telah ditentukan sebelumnya.
26

DAFTAR PUSTAKA

Darliana, D. (2011). Manajemen asuhan keperawatan pada pasien diabetes


melitus. Idea Nursing Journal, 2(2), 132-136

DiGiulio, M., & Donna, J. (2014). Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta :


KDT

Herdman, T. H., & Kamitsuru, S. (2018). NANDA-I Diagnosis Keperawatan


Definisi dan Klasifikasi 2018-2020 (NANDA International Nursing
Diagnoses : Definitions and Classification 2018-2010). Jakarta: EGC

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
Definisi dan Indikator Diagnostik. Jakarta: Dewan Pengurus PPNI

Nurarif, A. H., & Kusuma, H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan


Berdasarkan Diagnosa Medis Dan Nanda Nic – Noc Jilid 1.
Jogjakarta : Mediaction

Pranata, S., & Khasanah, D., U. (2017) Merawat Penderita Diabetes Melitus.
Yogyakarta : Pustaka Panasea

Rahmawati, N. (2020). Pengelolaan Kerusakan Integritas Kulit Pada Pasien


Diabetes Melitus Di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto
(Doctoral dissertation, Program Studi DIII Keperawatan
Purwokerto Jurusan Keperawatan Politeknik Kesehatan Kemenkes
Semarang).

Riyadi, S. (2014). Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta : Pustaka Pelajar


27

S, Langgeng. A. (2020). Pengelolaan Keperawatan Risiko Ketidakstabilan Kadar


Glukosa Darah Pada Ny W Dan Ny M Dengan Diabetes Melitus :
Hiperglikemia Di RS Mitra Siaga Tegal (Doctoral dissertation, Program
Studi DIII Keperawatan Tegal Jurusan Keperawatan Politeknik
Kesehatan Kemenkes Semarang).

Subiyanto, P. (2019). Buku Ajaran Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan


Gangguan Sistem Endokrin. Yogyakarta : Pustaka Baru
30

Anda mungkin juga menyukai