Di susun oleh :
Muchamad Yusrin Tanaiyo
NIM. P1337421018073
6
A. Diabetes Melitus
1. Pengertian
7
7
1) Faktor-faktor Genetik
Penderita Diabetes Melitus tidak mewarisi diabetes mellitus itu
sendiri, tetapi mewarisi suatu presdiposisi atau kecenderungan
genetic kearah terjadinya diabetes mellitus tipe I.
kecenderungan genetik ini ditemukan pada individu yang
memiliki antigen HLA.
2) Faktor-faktor Imunologi
Adanya respon otoimun yang merupakan respon abnormal
dimana antibodi terarah pada jaringan normal tubuh dengan
cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya
seolah-olah sebagai jaringan asing, yaitu otoantibodi terhadap
sel-sel pulau Langerhans dan insulin endogen.
3) Faktor-faktor Lingkungan
Virus atau toksin tertentu dapat memicu proses otoimun yang
menimbulkan destruksi sel beta.
b. Diabetes Melitus Tipe II
Mekanisme yang tepat menyebabkan retensi insulin dan gangguan
sekresi insulin pada Diabetes Melitus tipe II masih belum
diketahui. Faktor genetic memegang peranan dalam proses
terjadinya retensi insulin.
Faktor-faktor resiko:
1) Usia (retensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65
tahun)
2) Obesitas
3) Riwayat Keluarga
4. Patofisiologi
5. Pathway
Umur
hiperglikemia
Neuropati perifer
Cadangan lemak
protein turun
ULKUS
Peningkatan leukosit
6. Faktor Resiko
a. Obesitas/kegemukan
b. Kurang Olahraga
Olahraga berperan besar untuk membuat kondisi seseorang tetap
prima. Kurangnya olahraga akan menyebabkan seseorang beresiko
mengalami obesitas/kegemukan. Dengan melakukan olahraga,
tubuh akan aktif bergerak sehingga metabolisme meningkat.
Peningkatan metabolisme saat olahraga akan membuat jantung
sehat dan peredaran darah menjadi lancer. Olahraga juga berperan
besar untuk membakar lemak sehingga seseorang dengan olahraga
rutin berat badanya lebih ideal. Penumpukan lemak dari kurangnya
olahraga akan menghambat kerja dari reseptor insulin.
12
c. Pekerjaan/Profesi
Pekerjaan atau profesi menentukan mobilitas atau pergerakan
seseorang. Aktivitas sedikit akan mempengaruhi berat badan
penumpukan lemak tubuh sehingga dapat menurunkan kemampuan
kerja hormone insulin mengantarkan zat gula atau glukosa ke sel
sehingga gula dalam darah juga akan mengalami peningkatan.
d. Makanan
Makanan memiliki peran penting terhadap kesehatan seseorang.
Makanan cepat saji besar kaitanya dengan berbagai penyakit,
salah satu penyakit tersebut adalah Diabetes Militus. Kehidupan
masyarakat modern cenderung memilih makanan cepat saji,
makanan dalam kemasan dan minuman ringan karena alasan
efisiensi. Bahan kimia dari makanan tersebut lama kelamaan akan
menjadi racun yang terus menumpuk ditubuh. Selain racun,
kandungan pemanis buatan serta tingginya kadar gula yang
terkandung dalam minuman kemasan merupakan faktor
pendukung seseorang memiliki resiko tinggi menderita penyakit
Diabetes. Seseorang dengan resiko Diabetes Melitus wajib
mengatur dietnya terutama pembatasan konsumsi gula berlebih.
e. Strees
Banyak peneliti yang menunjukan hasil bahwa stress yang
sifatnya berkepanjangan dapat mempengaruhi kesehatan. Stress
dalam waktu yang lama akan berefek pada keseimbangan
hormone, peningkatan metabolisme, dan penurunan daya tahan
tubuh (Nader, N, Chrousos GP, 2010). Stress akan meningkatkan
hormone korsitol kemudian diikuti juga oleh peningkatan
hipotalamus pituitary adrenal sehingga berakhir pada peningkatan
hormon glucocorticoid yang mengakibatkan tubuh merubah
protein menjadi gula sehingga gula dalam darah ikut meningkat
(Falco G, Pirro PS, Castellano E, Anfossi M, Borretta G, 2015).
13
7. Manifestasi Klinis
Menurut (DiGiulio, & Jackson, 2014) ada beberapa tanda dan gejala
yang muncul pada DM Tipe I dan DM Tipe II, yaitu sebagai berikut :
a. Diabetes Melitus Tipe I
1) Serangan cepat karena tidak ada insulin yang diproduksi
2) Nafsu makan meningkat (polyphagia) karena sel-sel kekurangan
energi, sinyal bahwa perlu makan banyak
3) Haus meningkat (polydipsia) karena tubuh berusaha membuang
glukosa
4) Urinasi meningkat (polyuria) karena tubuh berusaha membuang
glukosa
5) Berat badan menurun karena glukosa tidak dapat masuk
kedalam sel
6) Sering infeksi karena bakteri hidup dari kelebihan glukosa
7) Penyembuhan tertunda/lama karena naiknya kadar glukosa
didalam darah menghalangi proses kesembuhan
b. Diabetes Melitus Tipe II
1) Serangan lambat karena sedikit insulin diproduksi
2) Haus meningkat (polydipsia) karena tubuh berusaha
membuang glukosa
3) Urinasi meningkat (polyuria) karena tubuh berusaha
membuang glukosa
4) Infeksi kandida karena bakteri hidup dari kelebahan glukosa
5) Penyembuhan tertunda/lama karena naiknya kadar glukosa
didalam darah menghalangi proses kesembuhan
8. Komplikasi
Komplikasi Menurut (Paulus Subiyanto, 2019) dibagi menjadi 2 yaitu :
1) Komplikasi akut
Dalam komplikasi akut dikenal beberapa istilah sebaga berikut :
a. Hipoglikemia adalah keadaan seseorang dengan kadar glukosa
darah dibawah nilai normal (<60 mg/dl). Gejala ini ditandai
14
a. Tes gula darah acak atau sewaktu. Sempel darah akan diambil
pada waktu acak. Terlepas dari kapan seseorang terakhir makan,
kadar gula sewaktu ≥ 200 mg/dl (11,1 mmol/L) sudah dapat
digunakan untuk menyatakan seseorang menderita diabetes,
terutama bila digabungkan dengan gejala khas dan tidak khas dari
diabetes.
b. Tes gula darah puasa. Sempel darah akan diambil setelah puasa
semalam selama 8-10 jam. Tingkat gula darah puasa kurang dari
100 hingga 125 mg/dl (5,6 mmol/L) adalah normal. Tingkat gula
darah puasa dari 100 hingga 125 mg/dl (5,6 – 6,9 mmol/L) adau
lebih tinggi dari dua tes terpisah berate pasien menderita
Diabetes.
c. Tes toleransi glukosa oral. Untuk tes ini, pasien harus berpuasa
dalam semala selama 8-10 jam, minum air putih tanpa gula tetap
diperbolehkan. Setelah diperiksa kadar gula darah puasa, pasien
diberi glukosa 75 gram yang dilarutkan dalam air 250cc, lalu
diminum dalam waktu 5 menit, selanjutnya berpuasa kembali.
Setelah 2 jam kemudian glukosa darah diperiksa. Kadar gula
darah kurang dari 140mg/dl (7,8 mmol/L) adalah normal.
Pembacaan antara 140 dan 199 mg/dl (7,8 mmol/L dan 11,0
mmol/L) menunjukan prediabetes. Pembacaan 200 mg/dl (11,1
mmol/L) atau lebih tinggi setelah 2 jam pembebanan glukosa
dapat mengindikasi diabetes.
d. Tes hemoglobin glikosilasi atau glycohemoglobin (HbA1C). Tes
darah ini menunjukan tingkat gula darah rata-rata selama dua
hingga tiga bulan terakhir, mengukur presentase glukosa darah
yang melekat pada hemoglobin sebagai protein pembawa oksigen
dalam sel darah merah. Semakin tinggi kadar gula darah, semakin
banyak glukosa yang menempel pada hemoglobin. Pemeriksaan
HbA1C lebih tepat digunakan untuk memantau tingkat
17
a. Edukasi/pendidikan
Edukasi Diabetes Melitus adalah pendidikan dan pelatihan
mengenai pengetahuan dan keterampilan bagi pasien Diabetes
yang bertujuan menunjang perubahan perilaku untuk
meningkatkan pemahaman pasien akan penyakitnya, yang
diperlukan untuk mencapai kesehatan yang optimal, penyesuaian
keadaan psikologik serta kualitas hidup yang lebih baik.
b. Terapi gizi medis
Setiap pasien Diabetes Melitus harus mendapat terapi gizi medis
seduai dengan kebutuhanya untuk mencapai sasaran terapi. Pasien
Diabetes Perlu ditekankan pentingnya keteraturan makan dalam
hal jadwal, jenis dan jumlah makan, terutapa pada pasien yang
menggunakan obat penurun glukosa darah atau insulin. Standar
yang dianjurkan adalah makan dengan komposisi seimbang baik
karbohidrat, protein dan lemak sesuai dengan kecukupan gizi:
karbohidrat 60-70%, protein 10-15%, lemak 20-25%. Jumlah
kalori disesuaikan dengan pertumbuhan, status gizi, umur, stress
akut dan kegiatan jasmani untuk mempertahankan berat bada
idaman.
c. Latihan jasmani
Kegiatan jasmani sehari-hari dan latihan jasmani secara teratur (3-4
kali seminggu selama kurang lebih 30 menit). Latihan yang
dianjurkan adalah latihan yang bersifat aerobik seperti jalan kaki,
18
1. Kebutuhan Aktifitas
Gejala : mudah lelah,mudah mengantuk, kram otot
Tanda : kadar glukosa darah rendah < 60 mg/DL atau tinggi >
200 mg/DL, takikardia dan takipnea ketika beraktivitas,
letargi/disorientasi, penurunan kesadaran dan kekuatan otot.
2. Kebutuhan Istirahat
Gejala : gangguan tidur/istirahat pada malah hari karena sering
kencing, nyeri pada kaki (karena PAD).
Tanda : kadar glukosa darah lebih > 200 mg/DL (hiperglikemia)
yang menyebabkan sering kencing.
3. Sirkulasi
Gejala : kesemutan dan nyeri pada ekstremitas bawah, ulkus
pada kaki dan penyembuhan luka atau penyakit yang lama.
Tanda : suhu tubuh (tanda sistemik infeksi), tekanan darah,
hipertensi, PJK, nadi yang menurun.
4. Kebutuhan Eliminasi
Gejala : perubahan pola berkemih (poliuria), nokturia rasa
nyeri/terbakar pada kandung kemuh, kesulitan berkemih
(infeksi) akibat ISK baru atau berulang, nyeri saat abdomen
ditekan.
Tanda : urine encer, pucat, polyuria (dapat berkembang menjadi
oliguria/anuria jika terjadi hipovolemi berat), urine berkabut dan
berbau busuk (terjadi infeksi).
5. Kebutuhan Nutrisi (makan/cairan)
Gejala : polofagia (sering lapar dan sering makan), sebaliknya
nafsu makan hilang atau berkurang, mual muntah, tidak patuh
dengan diet, peningkatan masukan glukosa/karbohidrat,
penurunan berat badan dari periode beberapa hari/minggu, haus
berlebiahan, penggunaan diurentik (tiazin).
21
k. Urine
Dalam urine positif ditemukan kandunga glukosa serta aseton
(glukosuria atau tanda DKA). Pada kondisi ini berat jenis dan
osmolalitas mungkin mengalami peningkatan.
l. Kultur dan sensitivitas
Mungkin ada infeksi pada saluran kemih, infeksi pada saluran
pernapasan serta infeksi pada luka (Dongeose, 1999) yang
diidentifiksi jenis bakteri dan tingkat sensitivitasnya terhadap
antibiotika.
m. EKG
Pada keadaan hypokalemia akibat diuresis osmotik akan
mengalami perubahan gelombang
C. Diagnosis Keperawatan
23
D. Intervensi keperawatan
Intervensi keperawatan adalah tindakan perawat yang dilakukan
berdasarkan pertimbangan dan pengetahuan klinis untuk meningkatkan
perawatan klien (Potter & Perry, 2009). Tahap ini harus memperhatikan
beberapa hal yaitu menentukan prioritas, menetukan tujuan, melakukan
kriteria hasil dan merumuskan tindakan.
Intervensi menurut NANDA, 2015 kerusakan integritas kulit adalah
perubahan / gangguan dermis dan / dermis
NOC
1. Tissue integrity : skin and mucous membranes
2. Hemodialis akses
Kriteria Hasil
NIC
Pressure Management
F. Evaluasi
Evaluasi adalah proses keperawatan yang terakhir untuk
menentukan tercapainya asuhan keperawatan (Tarwoto & wartonah,
2015). Evaluasi keperawatan didokumentasikan dalam bentuk SOAP
(subjektif, obyektif, assessment,planning). Adapun komponen SOAP
yaitu S (Subjektif) dimana berisi tentang keluhan pasien yang dirasakan
setelah dilakukan tindakan keperawatan, O (Objektif) adalah data yang
berdasarkan hasil pengukuran atau observasi perawat secara langsung
pada pasien yang dirasakan pasien setelah tindakan keperawatan, A
(Assesment) adalah interprestsi dari data subjektif dan objektif, P
(Planning) yaitu perencanaan keperawatan akan dilanjutkan, dihentikan,
dimodifikasi atau ditambah dari rencana tindakan keperawatan yang
telah ditentukan sebelumnya.
26
DAFTAR PUSTAKA
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
Definisi dan Indikator Diagnostik. Jakarta: Dewan Pengurus PPNI
Pranata, S., & Khasanah, D., U. (2017) Merawat Penderita Diabetes Melitus.
Yogyakarta : Pustaka Panasea