Anda di halaman 1dari 18

Makalah Dm Tipe 2

Dosen Pembimbing
Ns.Maimaznah, M.Kep, Sp.Kep.Kom

Disusun oleh
A.Doni Saputra
Npm.202011006

PROGRAM STUDI D-III KEPERAWTAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BAITURRAHIM
TAHUN 2022/2023
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Diabetes mellitus adalah penyakit yang ditandai dengan adanya hiperglikemia yang
disebabkan oleh ketidak mampuan dari organ pancreas untuk memproduksi insulin atau
kurangnya sensitivitas insulin pada sel target tersebut. Abnormalitas pada metabolisme
karbohidrat, lemak dan protein yang ditemukan pada penderita penyakit diabetes mellitus
terjadi dikarenakan kurangnya aktivitas insulin pada sel target. Diabetes mellitus
dikategorikan menjadi empat tipe yaitu diabetes mellitus tipe-1, diabetes mellitus tipe-2,
diabetes mellitus gestational dan diabetes mellitus tipe lain yang disebabkan oleh faktor-
faktor lain.(Kerner and Brückel, 2014)

Prevalensi diabetes yang terjadi di seluruh dunia diperkirakan 2,8 % pada tahun 2000 dan
4,4 % pada 2030.Jumlah penderita diabetes diproyeksikan meningkat dari 171 juta di tahun
2000 hingga mencapai 366 juta di tahun 2030. Negara-negara Asia berkontribusi lebih dari
60% dari populasi diabetes dunia. (Diagnosis and Classification of Diabetes Mellitus, 2011)

Di Indonesia prevalensi penduduk yang berumur ≥15 tahun dengan diabetes mellitus pada
tahun 2013 adalah sebesar 6,9% dengan perkiraan jumlah kasus adalah sebesar 12.191.564
juta. Sebanyak 30,4% kasus telah terdiagnosis sebelumnya dan 73,7% tidak terdiagnosis
sebelumnya. Pada daerah bali prevalensi diabetes mellitus sebesar 1,3% dengan kota
Denpasar sebagai penyumbang terbanyak dibandingkan dengan kota lainnya yaitu sebesar
2% (Riskesdas, 2013)

1.2. Tujuan
a. Mendeskripsikan diabetes self efficacy pasien DM tipe 2
b. Mendeskripsikan self care management pasien DM tipe 2
c. Mendeskripsikan kontrol glikemik pasien DM tipe 2
d. Menganalisis hubungan antara self efficacy dan self care dengan kontrol glikemik pasien
DM tipe 2
1.3. Manfaat
Diharapkan hasil penulisan ini dapat sebagai masukan dalam meningkatkan pengetahuan
dan pengembangan ilmu keperawatan khususnya dalam mengembangkan asuhan keperawatan
pada pasien dengan diabetes melitus tipe II dan untuk mengembangkan ilmu sebagai bahan
kajian untuk penelitian berikutnya sehingga dapatmemberikan justifikasi bahwa self efficacy
dan self care merupakan hal yang paling penting dilakukan bagi pasien DM tipe 2, karena
sesuatu hal yang paling berpengaruh dalam kehidupan dan mempengaruhi beberapa aspek dari
kognisi dan perilaku adalah keyakinan diri, sehingga glukosa darah dapat terkontrol dan dapat
mencegah timbulnya komplikasi.
BAB II
KONSEP TEORI
2.1. Konsep Teoritis
2.1.1. Definisi
Apa sih sebenarnya Diabetes Melitus Tipe-2 (DMT2) itu? Penyakit
ini ternyata diderita oleh lebih dari 150 juta orang di seluruh dunia, dan terus
bertambah jumlahnya. Kalau sudah kena diabetes, maka harus diobati
seumur hidup dan diabetes bisa dibarengi sejumlah komplikasi penyakit lain.
Menurut Perhimpunan Endokrinologi Indonesia (PERKENI), DMT2 adalah
penyakit gangguan metabolisme yang ditandai oleh kenaikan kadar gula
darah akibat gangguan dalam produksi insulin, dan atau gangguan fungsi
insulin yang terjadi pada tubuh manusia.
Insulin sendiri merupakan hormon yang diproduksi oleh kelenjar beta sel di
dalam pankreas. Hormon ini berfungsi memindahkan gula (glukosa) dari
darah ke dalam sel-sel tubuh untuk kemudian diubah menjadi energi.

2.1.2. Etiologi
Etiologi dimulai ketika glukosa dari makanan tidak dimetabolisme
dengan normal oleh tubuh menyebabkan akumulasi glukosa meningkat
dalam darah, disebut hiperglikemia. Akumulasi glukosa akhirnya
diekskresikan dalam urin, disebut glikosuria (air kencing mengandung
gula). Kondisi glikosuria menyebabkan diuresis osmotik, menyebabkan
peningkatan produksi urin, disebut poliuria.
Insulin basal (insulin alami yang dikeluarkan pankreas) biasanya
normal, tetapi pelepasan insulin secara cepat dan jumlah banyak setelah
makan menjadi pokok permasalahan karena menyebabkan kegagalan
metabolisme karbohidrat secara normal.
Beberapa data menunjukkan adanya pola cacat sekresi insulin
diwariskan, kondisi ini bertanggung jawab untuk kecenderungan keluarga
Diabetes Melitus Tipe-2 (DMT2) turun-temurun. Faktor genetik sangat kuat
pada Diabetes Melitus Tipe-2 (DMT2), dengan riwayat diabetes hadir di
sekitar 50% dari keluarga tingkat pertama.
Suatu tindak defek pada respon jaringan terhadap insulin diyakini
memainkan peran utama dalam etiologi Diabetes Melitus Tipe-2 (DMT2).
Fenomena ini disebut resistensi insulin dan disebabkan oleh reseptor insulin
yang rusak pada sel target. Resistensi insulin biasanya dihubungkan dengan
obesitas dan kehamilan.

Pada individu normal yang mengalami obesitas atau hamil, sel Beta
mensekresikan jumlah besar insulin untuk mengkompensasi. Pasien yang
memiliki kerentanan genetik atas diabetes, tubuh mereka tidak dapat
mengkompensasi karena cacat bawaan pankreas dalam sekresi insulin.
2.1.3. Patofisioli
Patofisiologi Diabetes Melitus Tipe-2 (DMT2) terjadi sebagai akibat
kombinasi beberapa aspek yang berlangsung lama, dapat bertahun-tahun secara
subklinis. Aspek-aspek tersebut adalah penurunan sekresi insulin, resistensi
insulin, dan ominous octet.

Penurunan Sekresi Insulin

Penurunan sekresi insulin terjadi akibat disfungsi sel-sel β pankreas. Suatu


penelitian menemukan bahwa gangguan fungsi sel pankreas ini terjadi secara
dini bahkan sebelum adanya resistensi insulin.[2]

Resistensi Insulin

Resistensi insulin akan terjadi bila alur penyimpanan nutrisi yang bertugas
memaksimalkan efisiensi penggunaan energi terpapar terus menerus dengan
surplus energi. Surplus energi ini akan menurunkan sensitifitas insulin. Paparan
surplus energi dalam jangka panjang akan menyebabkan sensitifitas insulin
semakin menurun hingga terjadi resistensi insulin, terutama pada jaringan otot,
hepar, dan lemak.

Resistensi insulin akan menyebabkan penurunan asupan glukosa perifer


diiringi dengan peningkatan endogen produksi glukosa oleh hepar melalui
proses glukoneogenesis. Selain itu, jaringan tubuh yang tidak mendapat energi
juga akan memecah lipid dalam jaringan sel lemak sehingga terjadi katabolisme
lemak tubuh atau lipolisis.[1,3-5]

Ominous Octet

Resistensi insulin dan penurunan sekresi insulin akan menyebabkan


terjadinya ominous octet yang menyebabkan terjadinya
hiperglikemia. Ominous octet adalah gabungan dari kondisi berikut:

1. Penurunan sekresi insulin pankreas


2. Penurunan efek inkretin
3. Peningkatan lipolisis
4. Peningkatan reabsorpsi glukosa
5. Penurunan uptake glukosa perifer
6. Disfungsi neurotransmitter
7. Peningkatan produksi glukosa oleh hepar
8.Peningkatan sekresi glukagon dari sel-sel alfa pulau Langerhans[1]

Keadaan hiperglikemia yang terjadi karena ominous octet ini dapat berlangsung selama


bertahun-tahun secara subklinis sebelum gejala klinis penyakit muncul.

2.1.4. Manifestasi klinis


Banyak pengidap tidak menyadari jika mereka terkena penyakit.
Umumnya penyakit baru disadari ketika sejumlah gejala berikut ini muncul:

 Peningkatan frekuensi buang air kecil, terutama di malam hari.


 Merasa haus sepanjang waktu.
 Merasa sangat lelah.
 Sering merasa lapar.
 Penurunan berat badan secara tiba-tiba.
 Gatal di sekitar kelamin.
 Sariawan berulang kali.
 Luka yang sulit sembuh.
 Penglihatan kabur.
 Mudah terserang infeksi.

 Nyeri atau mati rasa pada kaki dan tangan.


 Kesemutan.
2.1.5. Penatalaksanaan

Tujuan utama terapi diabetes mellitus adalah mencoba menormalkan aktivitas insulin
dan kadar glukosa darah dalam upaya untuk mengurangi komplikasi vaskuler serta
neuropati. Tujuan terapeutik pada setiap tipe diabetes mellitus adalah mencapai kadar gula
darah normal

Prinsip penatalaksanaan Diabetes Melitus adalah mengontrol gula darah dalam batas
normal, untuk mongontrol gula darah ada 5 faktor penitng yang harus diperhatikan
(Subiyanto,2019) yaitu :

a. Asupan makanan atau manajemen diet kontrol nutrisi, diet dan beratr badan
merupakan dasar penanganan pasien Diabetes Mellitus. komposisi nutrisi pada diet
Diabetes Mellitus adalah kebutuhan kalori, karbohidrat, lemak, protin, dan serat. 24

b. Latihan fisik / exercise latihan fisik bagi penderita Diabetes Melitus sangat dibutuhkan,
karena pada saat latihan fisik energy dipakai adalah glukosa dan asam lemak bebas.

c. Obat-obatan penurun gula darah Obat anti diabetic oral atau oral hyipoglikemik agent
(OH) efektif untuk pasien Diabetes Mellitus tipe II jika manajemen nutrisi gagal,
pemebrian hormone insulin.

d. Pendidikan kesehan Pendididkan kesehatan ini sangat penting untuk pasien Diabetes
Mellitus, hal ini disampaikan adalah : tentang penyakit Diabetes Mellitus, manajemen
diet, aktivitas sehari-hari, pencegahan terhadap komplikasi Diabetes Mellitus,
pemberian obat-obatan , pengukuran gula darah sendiri.

e. Monitoring Pada pasien Diabetes Mellitus perlu dikenalkan dengan tanda gejala
hiperglikemia dan hipoglimia serta yang paling penting adalah bagaimana memonitor
glukosa darah secara mandiri.
2.1.6. Pencegahan

Langkah pencegahan diabetes tipe 2 dilakukan dengan mengubah pola hidup


menjadi lebih sehat. Pada seseorang yang menerima diagnosis pra-diabetes,
perubahan gaya hidup dapat memperlambat atau menghentikan perkembangan
menjadi diabetes. Gaya hidup sehat tersebut meliputi:

 Konsumsi makanan sehat. Pilih makanan yang rendah lemak dan kalori, serta
tinggi serat. Fokus pada buah-buahan, sayuran, dan biji-bijian.

 Bergerak aktif. Lakukan aktivitas aerobik dalam intensitas sedang hingga berat
selama 150 menit atau lebih dalam seminggu, seperti jalan cepat, bersepeda, lari,
atau berenang.

 Diet sehat. Menurunkan berat badan dan mempertahankannya dapat menunda


perkembangan dari pra-diabetes menjadi diabetes tipe 2. Jika memiliki pra-
diabetes, kehilangan 7% hingga 10% dari berat badan dapat menurunkan risiko
diabetes.

Untuk pengidap pra-diabetes, dokter akan merekomendasikan obat oral untuk


menurunkan risiko diabetes tipe 2. Obat biasanya diresepkan untuk orang dewasa atau
lansia yang mengalami obesitas dan tidak dapat menurunkan kadar gula darah dengan
perubahan gaya hidup.
2.1.7. Anatomi fisiologi

Pankreas adalah organ pipih yang terletak dibelakang dan sedikit di bawah
lambung dalam abdomen (Sloane, 2003). Pankreas merupakan kelenjar retroperitoneal
dengan panjang sekitar 12-15 cm (5-6 inchi) dan tebal 2,5 cm (1 inchi). Pankreas
berada di posterior kurvatura mayor lambung. Pankreas terdiri dari kepala, badan, dan
ekor dan biasanya terhubung ke duodenum oleh dua saluran, yaitu duktus Santorini dan
ampula Vateri (Tortora & Derrickson, 2012). Pankreas terletak di perut bagian atas di
belakang perut. Pankreas adalah bagian dari sistem pencernaan yang membuat dan
mengeluarkan enzim pencernaan ke dalam usus, dan juga organ endokrin yang
membuat dan mengeluarkan hormon ke dalam darah untuk mengontrol metabolisme
energi dan penyimpanan seluruh tubuh (Daniel, 2014).

Jaringan penyusun pankreas (Guyton dan Hall, 2006) terdiri dari:

 Jaringan eksokrin terdiri dari sel sekretorik yang berbentuk seperti anggur dan disebut
sebagai asinus/Pancreatic acini merupakan jaringan yang menghasilkan enzim
pencernaan ke dalam duodenum

.  Jaringan endokrin yang terdiri dari pulau-pulau Langerhans/Islet of Langerhans yang


tersebar di seluruh jaringan pankreas, yang menghasilkan insulin dan glukagon ke
dalam darah

Pulau-pulau Langerhans tersebut terdiri dari beberapa sel (Mescher, 2010) yaitu:

 Sel α (sekitar 20%), menghasilkan hormon glukagon

 Sel ß (dengan jumlah paling banyak 70%), menghasilkan hormon insulin

 Sel δ (sekitar 5-10%), menghasilkan hormon Somatostatin

 Sel F atau PP (paling jarang), menghasilkan polipeptida pankreas.


2.2. Konsep Teori Asuhan Keperawatan
2.2.1. Pengkajian teori
Pengkajian merupakan tahap awal dari proses keperawatan yang dilakukan
secara sistematik untuk mengumpulkan data dan menganalisanya, sehingga
dapat mengindentifikasi masalah-masalah keperawatan yang dialami pasien.
Dengan tahap pengkajian ini data dikumpulkan selengkapnya mungkin yang
diperoleh dari pasien langsung maupun keluarganya serta catatan keperawatan,
medis dan sumber-sumber lainnya. Pengumpulan data pada klien dengan DM
tipe 2 adalah:

a. Meliputi nama lengkap nama panggilan, tempat dan tanggal lahir, jenis
kelamin, status, agama, bahasa yang digunakan, suku bangsa, pendidikan,
pekerjaan, alamat, sumber dana/ biaya serta identitas orang tua.

b. Riwayat keperawatan
1) Riwayat kesehatan masa lalu Biasanya klien DM mempunyai riwayat
hipertensi, penyakit jantung seperti infart miokard
2) Riwayat kesehatan sekarang Biasanya klien masuk ke Pelayanan kesehatan
atau RS dengan keluhan nyeri, kesemutan pada ekstremitas bawah, luka yang
sukar sembuh, kulit kering, merah, dan bola mata cekung, sakit kepala,
menyatakan seperti mau muntah, kesemutan, lemah otot, disorientasi, letargi,
koma dan bingung.
3) Riwayat kesehatan keluarga Biasanya ada riwayat anggota keluarga yang
menderita DM.

c. Pola Kebiasaan
1) Aktifitas/istirahat Gejala : Lemah, letih, sulit bergerak atau berjalan, keram
otot, tonus otot menurun, gangguan tidur atau istirahat.
Tanda : Takikardia dan takipnea pada keadaan istirahat atau dengan
aktifitas, latergi atau disorientasi, koma.
2) Sirkulasi Gejala : Adanya riwayat hipertensi, infark miokar akut,
klaudikasi, kebas, kesemutan pada ekstremitas, ulkus pada kaki, penyembuhan
yang lama.
Tanda : Takikaridia, perubahan tekanan darah postural, hipertensi, nadi
yang menurun atau tak ada, disriymia, krekels, kulit panas, kering, kemerahan,
bola mata cekung.
3) Integritas ego
Gejala : Stress, tergantung pada orang lain, masalah finansial yang berhubungan
dengan kondisi.
Tanda : Ansietas, peka rangsang

4) Eliminasi Gejala : Perubahan pola berkemih (poliuria), nokturia, rasa nyeri/


terbakar, kesulitan berkemih (infeksi), ISK baru/ berulang, nyeri tekan
abdomen, diare.
Tanda : urine encer, pucat, kuning, poliuri (dapat berkembang menjadi
oliguria/anuria jika terjadi hypovolemia berat, urine berkabut, bau busuk
infeksi), abdomen keras, adanya ansietas, bising usus lemah dan menurun,
hiperaktif (diare)

5) Makanan/ cairan Gejala : Hilang nafsu makan, mual muntah, tidak


mengikuti diet, peningkatan masukan glukosa/ karbohidrat, penurunan berat
badan lebih dari periode beberapa hari/ minggu, penggunaan diuretic (tizaid).
Tanda: Kulit kering/ berisik, turgor jelek, kekakuan/ distensi abdomen,
muntah, pembesaran tiroid (peningkatan kebutuhan metabolic dengan
peningkatan gula darah), bau halitosis/ manis, bau buah (napas aseton).

6) Neurosensory Gejala : Pusing/ pening, sakit kepala, kesemutan, kebas


kelemahan otot, paresthesia, gangguan penglihatan. T
anda : Disoreintesi, mengamuk, alergi, stupor/ koma (tahap lanjut),
gangguan memori, reflek tendon menurun, kejang.

7) Nyeri/ keamanan Gejala : Abdomen yang tegang/ nyeri (sedang/ berat)


Tanda : Wajah meringis dengan palpitasi, tampak sangat berhati-hati

8) Pernapasan Gejala : Merasa kekurangan oksigen, batuk dengan/ tanpa


sputum purulent (tergantung adanya infeksi/ tidak)
Tanda : Batuk dengan / tanpa sputum purulent (infeksi), frekuensi
pernapasan
9) Keamanan Gejala : Kulit kering, gatal, ulkus kulit
Tanda : Demam, diaphoresis, kulit rusak, lesi/ ulserasi, menurunya kekuatan
umum/ rentang gerak, paresthesia/ paralysis otot termasuk otot-otot
pernapasaan (jika kadar kalium menurun dengan cukup tajam).

d. Pemeriksaan Fisik Meliputi keadaan penderita kesadaran, suara bicara, tinggi badan, berat
badan dan tanda-tanda vital.

1) Kepala dan leher Kaji bentuk kepala, keadaan rambut, adakah pembesaran pada keher,
telinga kadang-kadang berdenging, adakah gangguan pendengaran, lidah sering terasa tebal,
ludah menjadi lebih kental, gigi mudah goyah, gusi mudah bengkak dan berdarah, apakah
penglihatan kabur/ ganda, diplopia, lensa mata keruh.

2) Sistem integument
Turgor kulit menurun, adanya luka atau warna kehitaman bekas luka, kelembaban dan suhu
kulit didaerah sekitar ulkus dan gangrene, kemerahan pada kulit sekitar luka, tekstur rambut
dan kuku.

3) Sistem pernapasan. Adakah sesak nafas, batuk, sputum, nyeri dada, pada penderita DM
mudah terjadi infeksi.

4) Sistem kardiovaskuler Perfusi jaringan menurun, nadi perifer lemah atau berkurang,
takikardi/ bradikardi, hipertensi/ hipotensi, aritmia, kardiomegalis.

5) Sistem gastrointestinal Terdapat poliphagi, polidipsi, mual muntah, diare, konstipasi,


dehidrasi, perubahan berat badan, peningkatan lingkar abdomen, obesitas.

6) Sistem urinaria Poliuri, retensio urine, inkontinensia urine, rasa panas atau sakit saat
berkemih.

7) Sistem musculoskeletal Penyebaran lemak, penyebaran masa otot, perubahan tinggi badan,
cepat lelah, lemah dan nyeri, adanya gangren di ekstremitas.

8) Sistem neurologis Terjadinya penurunn sensoris, parathesia, anatesia, letargi, mengantuk,


reflek lambat, kacau mental, disorientasi.

2.2.2. Diagnosa teori


Diagnosa keperawatan merupakan langkah kedua dari proses keperawatan yang
menggambarkan penilaian kritis tentang respon individu, keluarga kelompok
maupun masyarakat terhadap msalah kesehatan baik aktual maupun potensial.
Dimana perawat mempunyai lisensi dan kompetensi untuk mengatasinya. Dengan
demikian asuhan keperawatan dapat dilakukan sesuai dengan kebutuhan.

1. Ketidakstabilan Kadar Glukosa Darah


2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
gangguan keseimbangan insulin, makan dan aktivitas jasmani
3. Resiko Syok berhubungan dengan ketidak mampuan elektrolit kedalam sel
tubuh, hipovolemia
4. Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan nekrosis kerusakan
jaringan (nekrosis luka ganggrene)

2.2.3. Intervensi teori

Kategori dari perilaku keperawatan dimana tujuan yang berpusat pada klien dan
hasil yang diperkirakan diterapkan dan diintervensi keperawatan dipilih untuk
mencapai tujuan tersebut merupakan penjelasan dari perencanaan menurut Potter dan
Perry. Adapun perencanaan yang didapat pada Nurarif, Kusuma (2015) dan Doenges
(2012) diantaranya :

a. Ketidakstabilan Kadar Glukosa Darah


Factor resiko : tingkat perkembangan, asupan diet, pemantauan glukosa darah
tidak tepat, kurang kepatuhan pada rencana manajemen diabetic (misal, rencana
tindakan), manajemen medikasi, tingkat aktivitas fisik, status kesehatan, stress.
Intervensi ;
1. Monitor kadar glukosa darah, sesuai indikasi
2. Monitor AGD, elektrolit dan kadar betahidroksibutirat, sesuai yang tersedia
3. Monitor nadi dan tekanan darah ortostatik, sesuai indikasi
4. Dorong asupan cairan oral
5. Monitor status cairan (termasuk input dan output), sesuai kebutuhan
6. Monitor akses IV, sesuai kebutuhan
7. Berikan kalium, sesuai resep
8. Bantu ambulasi jika terdapat hipotensi orthostatic
9. Dorong pemantauan sendiri kadar glukosa darah
10. Bantu pasien dalam mengintepretasikan kadar glukosa darah

b. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan


gangguan keseimbangan insulin, makan dan aktivitas jasmani Batasan
karakteristik : kram abdomen,nyeri abdomen, berat badan 20% atau lebih
dibawah berat badan ideal, kerapuhan kapiler, kehilangan rambut berlebih,
kurang makanan, kurang informasi, kurang minat pada makanan, cepat
kenyang setelah makan sariawan rongga mulut. 40 Factor yang berhubungan :
factor biologis, factor ekonomi, ketidak mampuan untuk mencerna makanan,
ketidak mampuan untuk menelan makanan, factor fisikologis.

Intervensi ;

1. Kaji status nutrisi


2. Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi
3. Tentukan program diet dan pola makan dan bandingkan dengan makanan
yang dapat dihabiskan pasien
4. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi
yang dibutuhkan pasien
c. Resiko Syok berhubungan dengan ketidak mampuan elektrolit kedalam sel
tubuh, hipovolemia Factor resiko : hipotensi, hipovolemi, hipoksemia,
hipoksia, infeksi, sepsis, sindrom respons inflamasi sistemik
Intervensi ;
1. Monitor status sirkulasi BP, warna kulit, suhu kulit, denyut jantung,
HR, dan Ritme, nada perifer, dan kapiler refill
2. Monitor tanda inadekuat oksigenasi jaringan
3. Monitor suhu dan pernafasan
4. Ajarkan keluarga dan pasien tentang tanda dan gejala datangnya syok
5. Monitor input dan output
6. Pantau nilai lab : HB, HT, AGD dan elektroli
7. Monitor hemodinamik invasi yang sesuai
8. Monitor tanda awal syok
d. Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan nekrosis kerusakan
jaringan (nekrosis luka ganggrene) Batasan karakteristik : kerusakan jaringan
(mis, kornea membrane mukosa, kornea, integument, atau subcutan),
kerusakan jaringan. Factor yang berhubungan : gangguan sirkulasi, iritan zat
kimia, defisit cairan, kelebihan cairan, hambatan mobilitas fisik, kurang
pengetahuan, factor mekanik, factor nutrisi, radiasi, suhu ektrim.
Intervensi ;
1. Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang longgar
2. Jaga kulit agar tetap bersih dan kering

3. Mobilisasi pasien (ubah posisi pasien) setiap dua jam sekali da daerah
yang tertekan
4. Observai luka : lokasi, dimensi, kedalaman luka, jaringan nekrotik,
tandatanda adanya infeksi local, formasi traktur

5. Ajarkan keluarga tentang luka dan perawatan luka


6. Lakukan teknik perawatan luka dengan steril

7. Mobilisasi pasien (ubah posisi pasien) setiap dua jam sekal

8. Kolaborasi ahli gizi pemberian diet TKTP (Tinggi Kalori Tinggi


Protein)
2.2.4. Implementasi Teori

Implementasi dari rencana intervensi untuk mencapai tujuan yang spesifik, tahap
implementasi dimulai setelah rencana intervensi disusun dan ditujukan pada nursing
orders untuk membantu klien mencapai tujuan yang diharapkan. Oleh karena itu
rencana intervensi yang spesifik dilaksanakan untuk modifikasi faktor-faktor yang
mempengaruhi masalah kesehatan klien. Tujuan dari implementasi adalah membantu
klien dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan yang mencakup peningkatan
kesehatan, pencegahan penyakit, pemulihan kesehatan dan memfasilitasi koping.
Terdapat lima tahapan pada implementasi menurut Potter dan Perry , diantaranya:
mengkaji ulang klien, menelaah dan memodifikasi rencana asuhan keperawatan yang
sudah ada, mengidentifikasi bantuan, mengimplementasikan intervensi keperawatan
dan mendokumentasikan intervensi.

2.2.5. Evaluasi teori


Evaluasi merupakan tahap akhir dari proses keperawatan. Pada tahap ini dapat

diketahui keberhasilan yang dapat dicapai tentang tujuan. Hasil yang 49 diharapkan

tindakan yang dilakukan secara respon, secara singkat, penilaian dengan cara

membandingkan perubahan keadaan pasien (hasil yang diamati) dengan tujuan dan

kriteria hasil yang dibuat pada tahap perencanaan. Tujuan evaluasi lain : mengakhiri

rencana tindakan keperawatan, memodifikasi rencana tindakan keperawatan,

meneruskan rencana tindakan keperawatan


DAFTAR PUSTAKA

Agoes, A., Achdiat, A & Arizal, A. 2013. Penyakit di Usia Tua. Jakarta: EGC

Andarmoyo, S. 2013. Konsep dan Proses Keperawatan Nyeri. Yogyakarta:

ArRuzz Media

Bararah, T & Jauhar, M. 2013. Asuhan Keperawatan Panduan Lengkap Menjadi

Perawat Profesional. Jakarta: Prestasi Pustakaraya

Brunner & Suddarth. 2013. Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8 Volume 2.

Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC Clinical Diabetes Associaton. 2013.

Clinical Practice Guildelines for The Prevention and Management of Diabetes

in Canada

Anda mungkin juga menyukai