Disusun Oleh :
MARIYAMA
22300110
Dosen Pembimbing
Ns. Nurwijaya fitri, M.Kep
DIABETES MELLITUS
A. Pengertian
Diabetes Melitus merupakan sekelompok kelainan kategori yang ditandai
oleh kenaikan keadaan glukosa dalam darah atau hiperglikemia (Smeltzer,
S.C& Bare, B. G, 2015).
Diabetes Melitus merupakan sesuatu yang tidak dapat dituangkan dalam
satu jawaban yang jelas dan singkat tapi secara umum dapat dikatakan
problema anatomik dan kimiawi yang merupakan akibat dari sejumlah faktor
dimana didapat defisiensi insulin absolut atau relatif dan gangguan fungsi
insulin (Perkeni, 2011).
Diabetes Melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolic dengan
karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja
insulin atau keduanya (ADA, 2010).
B. Anatomi fisiologi
Gambar Prankreas
unsinatis prankreas.
delta mengekresisomatostatin.
FisiologiPrankreas
yaituglucagon.
C. Etiologi
Mekanisme yang dapat menyebabkan resistensi insulin dan gangguan sekresi
insulin pada Diabetes Melitus tipe II masih belum diketahui. Faktor genetik
diperkirakan memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin. Selain
itu terdapat pula faktor-faktor resiko tertentu yang berhubungan dengan proses
terjadinya Diabetes Melitus tipe II.
Faktor-faktor lain adalah:
1. Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia diatas 65 tahun).
2. Obesitas.
3. Riwayat keluarga.
4. Ras
(Smeltzer, S.C & Bare, B. G, 2015).
D. Klasifikasi
Klasifikasi DM menurut Perkeni, 2011 adalah:
1. DM tipe 1 = destruksi sel beta pancreas umumnya terjadi defisiensi insulin
absolut sehingga mutlak membutuhkan terapi insulin. Biasanya disebabkan
karena penyakit autoimun atau idiopatik.
2. DM tipe 1 = bervariasi, mulai yang dominan resistensi insulin disertai
defisiensi insulin relative sampai dominan efek sekresi insulin disertai
resistensi insulin.
3. DM tipe lain
a. Defek genetic fungsi sel beta
b. Defek genetic kerja insulin
c. Penyakit eksokrin pancreas
d. Endokrinopati
e. Karena obat / zat kimia / iatrogenic
f. Infeksi
g. Sebab imunologi yang jarang
h. Sindrom genetic lain yang berkaitan dengan DM
4. Diabetes mellitus gestasional
E. Patofisiologi
Proses penyakit Pada Diabetes Melitus tipe II terdapat dua masalah yang
berhubungan dengan insulin, yaitu resistensi insulin dan gangguan sekresi
insulin. Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor khusus pada permukan
sel. Sebagai akibat terikatnya insulin dengan reseptor tersebut, terjadi suatu
rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa didalam sel. Resistensi insulin pada
Diabetes Melitus tipe II disertai dengan penurunan reaksi intra sel yang
mengakibatkan tidak efektifnya insulin untuk menstimulasi pengambilan
glukosa oleh jaringan.
Untuk mengatasi resistensi insulin dan mencegah terbentuknya glukosa dalam
darah harus terdapat peningkatan jumlah insulin yang disekresi. Namun pada
penderita toleransi glukosa terganggu, keadaan ini akibat sekresi insulin
berlebihan, dan kadar glukosa akan di pertahankan dalam tingkat normal atau
sedikit meningkat. Namun demikian bila sel-sel beta tidak mampu megimbangi
peningkatan kebutuhan akan insulin, maka kadar glukosa akan meningkat dan
mengakibatkan Diabetes Melitus tipe II (Smeltzer, S.C & Bare, B. G, 2015).
F. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis dari Diabetes Melitus tipe II, yaitu:
1. Kadar glukosa puasa diatas normal.
2. Polyuria (akibat dari diuresis osmotik bila diambang ginjal terhadap
reabsorpsi glukosa dicapai dan kelebihan glukosa keluar melalui ginjal).
3. Polydipsia (disebabkan oleh dehidrasi sel akibat lanjut dari poliuria).
4. Rasa lapar yang semakin besar (polifagia), berat badan berkurang.
5. Keletihan dan mengantuk
6. Gejala lain yang dikeluhkan adalah kesemutan, gatal, mata kabur, impotensi,
luka pada kulit yang sembuhnya lama.
(Chris Tanto,2014).
G. Komplikasi
1. Komplikasi Akut
a. Ketoasidosis Diabetik, adalah gangguan metabolik yang terjadi akibat
defisiensi insulin di karakteristikan dengan hiperglikemia eksterm (lebih
300 mg/ dl). Pasien sakit berat dan memerlukan intervensi untuk
mengurangi kadar glukosa darah dan memperbaiki asidosis berat, elektrolit,
ketidakseimbangan cairan. Adapun faktor `pencetus Ketoasidosis Diabetik:
obat-obatan, steroid, diuretik, alkohol, gagal diet, kurang cairan, kegagalan
pemasukan insulin, stress, emosional, dan riwayat penyakit ginjal.
b. Hipoglikemia merupakan komplikasi insulin dengan menerima jumlah
insulin yang lebih banyak daripada yang di butuhkannya untuk
mempertahankan kadar glukosa normal. Gejala-gejala hipoglikemia
disebabkan oleh pelepasan epinefrin (berkeringat, gemetar, sakit kepala
dan palpitasi), juga akibat kekurangan glukosa dalam otak (tingkah
laku yang aneh, sensorium yang tumpul dan koma).
(Ernawati, 2013).
2. Komplikasi jangka panjang
a. Komplikasi mikrovasker
Komplikasi mikrovaskuler yang terjadi yaitu retinopati diabetic, komplikasi
optalmologi yang lain, nefropati, dan neuropati diabetes.Neuropati sensorik
perifer berperanan dalam timbulnya cedera pada kaki.Komplikasi ini
menyebabkan gangguan pada mekanisme proteksi kaki yang normal,
sehingga pasien dapat mengalami cedera pada kaki tanpa disadari.(Chris
Tanto, 2014).
b. Komplikasi Makrovaskuler
Komplikasi makrovaskuler yang terjadi yaitu penyakit arteri koroner,
penyakit serebrovaskuler dan penyakit vaskuler perifer.Gabungan dari
gangguan biokimia yang disebabkan karena insufisiensi insulin yang
menjadi penyebab jenis penyakit vaskuler.Gangguan–gangguan ini berupa
penimbunan sorbitol dalam intima vaskuler, hiperproteinemia dan kelainan
pembekuan darah.
(Ernawati, 2013).
H. Penatalaksanaan Medis
Kerangka utama penatalaksanaan Diabetes Melitus yaitu edukasi,
perencanaan makan, latihan jasmani, dan obat hipoglikemik.
1. Edukasi
Edukasi mengenai pengertian DM, promosi perilaku hidup sehat, pemantauan
darah mandiri, serta tanda dan gejala hipoglikemia serta cara mengatasinya
perlu dipahami oleh pasien.
2. Perencanaan makan (meal planning)
Menurut Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (PERKENI), telah ditetapkan
bahwa standar yang dianjurkan adalah santapan dengan komposisi seimbang
berupa karbohidrat (45-65%), protein (10-20%). Lemak (20-25%).Apabila
diperlukan santapan dengan komposisi karbohidrat sampai 70-75% juga
memberikan hasil yang baik, terutama untuk golongan ekonomi rendah.
Jumlah kalori disesuaikan dengan pertumbuhan, status gizi, umur, stress akut,
dan kegiatan jasmani untuk mencapai berat badan ideal. Jumlah kandungan
kolesterol <300 mg/ hari.Jumlah kandungan serat ± 25 g/ hari, diutamakan
jenis serat larut.Konsumsi garam dibatasai bila terdapat hipertensi.Pemanis
dapat digunakan secukupnya.
3. Latihan jasmani
Dianjurkan latihan jasmani teratur, 3-4 kali tiap minggu selama ±0,5 jam
yang sifatnya sesuai CRIEPE (continous, rhytmical, interval, progressive,
endurance training).Latihan yang dapat dijadikan pilihan adalah jalan kaki,
jogging, renang, bersepeda, dan mendayung.
4. Obat berkhasiat hipoglikemik
a. Sulfonilurea
Obat ini bekerja dengan cara menstimulsai pelepasan insulin yang
tersimpan, menurunkan ambang sekresi insulin, meningkatkan sekresi
insulin sebagai aklibat rangsangan glukosa. Obat golongan ini biasanya
diberikan pada pasien dengan berat badan normal dan masih bisa dipakai
pada pasien yang beratnya sedikit lebih.
b. Biguanid
Obat ini menurunkan kadar glukosa darah tapi tidak sampai dibawah
normal. Preparat yang ada dan aman adalah metformin.Obat ini dianjurkan
untuk pasien gemuk (indeks masa tubuh/ IMT > 30) sebagai obat tunggal.
c. Inhibitor α glukosidase
Obat ini bekerja secara kompetitif menghambat kerja enzim α glukosidase
didalam saluran cerna, sehingga menurunkan penyerapan glukosa dan
menurunkan hiperglikemia pasca prandial.
(Perkeni, 2011)
Pathway Diabetes melitus
A. Pengkajian
1. Data Subyektif
a. Identitas
DM pada pasien usia lanjut umumnya terjadi pada usia > 60 tahun dan
umumnya adalah DM tipe II ( non insulin dependen ) atau tipe DMTTI.
b. Keluhan utama
DM pada usia lanjut mungkin cukup sukar karena sering tidak khas dan
asimtomatik ( contohnya ; kelemahan, kelelahan, BB menurun, terjadi infeksi
minor, kebingungan akut, atau depresi ).
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Pada umumnya pasien datang ke RS dengan keluhan gangguan penglihatan
karena katarak, rasa kesemutan pada tungkai serta kelemahan otot ( neuropati
perifer ) dan luka pada tungkai yang sukar sembuh dengan pengobatan lazim.
d. Riwayat Kesehatan Keluarga
Adakah keluarga yang menderita penyakit seperti klien ?
e. Riwayat Kesehatan Pasien dan Pengobatan Sebelumnya
Berapa lama klien menderita DM, bagaimana penanganannya, mendapat terapi
insulin jenis apa, bagaimana cara minum obatnya apakah teratur atau tidak, apa
saja yang dilakukan klien untuk menanggulangi penyakitnya.
f. Pola pemenuhan kebutuhan sehari – hari
1. Aktivitas/ Istirahat :
Letih, Lemah, Sulit Bergerak / berjalan, kram otot, tonus otot menurun.
2. Sirkulasi
Adakah riwayat hipertensi,AMI, klaudikasi, kebas, kesemutan pada
ekstremitas, ulkus pada kaki yang penyembuhannya lama, takikardi,
perubahan tekanan darah
3. Integritas Ego
Stress, ansietas
4. Eliminasi
Perubahan pola berkemih ( poliuria, nokturia, anuria ), diare
5. Makanan / Cairan
Anoreksia, mual muntah, tidak mengikuti diet, penurunan berat badan,
haus, penggunaan diuretik.
6. Neurosensori
Pusing, sakit kepala, kesemutan, kebas kelemahan pada otot, parestesia,
gangguan penglihatan.
7. Nyeri / Kenyamanan
Abdomen tegang, nyeri (sedang / berat)
8. Pernapasan
Batuk dengan/tanpa sputum purulen (tergangung adanya infeksi / tidak)
9. Keamanan
Kulit kering, gatal, ulkus kulit.
2. Data obyektif
Pemeriksaan fisik pada Lansia
a. Sel ( perubahan sel )
Sel menjadi lebih sedikit, jumlah dan ukurannya menjadi lebih besar,
berkurangnya jumlah cairan tubuh dan berkurangnya cairan intrasel.
b. Sistem integumen
Kulit keriput akibat kehilangan jaringan lemak, kulit kering dan pucat dan
terdapat bintik – bintik hitam akibat menurunnya aliran darah kekulit dan
menurunnya sel – sel yang memproduksi pigmen, kuku pada jari tengah dan
kaki menjadi tebal dan rapuh. Pada orang berusia 60 tahun rambut wajah
meningkat, rambut menipis / botak dan warna rambut kelabu, kelenjar
keringat berkurang jumlah dan fungsinya.
c. Sistem Muskuler
Kecepatan dan kekuatan kontraksi otot skeletal berkurang pengecilan otot
karena menurunnya serabut otot. Pada otot polos tidak begitu berpengaruh.
d. Sistem pendengaran
Presbiakusis ( menurunnya pendengaran pada lansia ) membran timpani
menjadi altrofi menyebabkan austosklerosis, penumpukan serumen sehingga
mengeras karena meningkatnya keratin.
e. Sistem Penglihatan
Karena berbentuk speris, sfingter pupil timbul sklerosis dan hilangnya respon
terhadap sinar, lensa menjadi keruh, meningkatnya ambang penglihatan ( daya
adaptasi terhadap kegegelapan lebih lambat, susah melihat gelap ). Hilangnya
daya akomodasi, menurunnya lapang pandang karena berkurangnya luas
pandangan. Menurunnya daya membedakan warna hijau atau biru pada skala.
f. Sistem Pernafasan
Otot – otot penafasan kehilangan kekuatan dan menjadi kaku, menurunnya
aktivitas sillia, paru kurang elastis, alveoli kurang melebar biasanya dan
jumlah berkurang. Oksigen pada arteri menurun menjadi 75 mmHg. Karbon
oksida pada arteri tidak berganti – kemampuan batuk berkurang.
g. Sistem Kardiovaskuler
Katub jantung menebal dan menjadi kaku. Kemampuan jantung memompa
darah menurun 1 % pertahun. Kehilangan obstisitas pembuluh darah, tekanan
darah meningkat akibat meningkatnya resistensi pembuluh darah perifer.
h. Sistem Gastointestinal
Kehilangan gigi, indra pengecap menurun, esofagus melebar, rasa lapar
menurun, asam lambung menurun waktu pengosongan lambung, peristaltik
lemah sehingga sering terjadi konstipasi, hati makin mengecil.
i. Sistem Perkemihan
Ginjal mengecil, nefron menjadi atrofi, aliran darah ke ginjal menurun sampai
50 %, laju filtrasi glumesulus menurun sampai 50 %, fungsi tubulus
berkurang sehingga kurang mampu memekatkan urine, Dj urin menurun,
proteinuria bertambah, ambang ginjal terhadap glukosa meningkat, kapasitas
kandung kemih menurun ( zoome ) karena otot – otot yang lemah, frekwensi
berkemih meningkat, kandung kemih sulit dikosongkan, pada orang terjadi
peningkatan retensi urin dan pembesaran prostat (75 % usia diatas 60 tahun).
j. Sistem Reproduksi
Selaput lendir vagina menurun / kering, menciutnya ovarium dan uterus, atrofi
payu darah testis masih dapat memproduksi meskipun adanya penurunan
secara berangsur – angsur, dorongan sek menetap sampai usia diatas 70 tahun
asal kondisi kesehatan baik.
k. Sistem Endokrin
Produksi semua hormon menurun, fungsi paratiroid dan sekresinya tidak
berubah, berkurangnya ACTH, TSH, FSH, dan LH, menurunnya aktivitas
tiroid sehingga laju metabolisme tubuh ( BMR ) menurun, menurunnya
produk aldusteran, menurunnya sekresi, hormon godad, progesteron, estrogen,
testosteron.
l. Sistem Sensori
Reaksi menjadi lambat kurang sensitif terhadap sentuhan (berat otak
menurun sekitar 10 – 20 % ).
3. Diagnosa Keperawatan
1) Defisit Nutrisi berhubungan dengan peningkatan metabolisme protein, lemak.
2) Risiko Ketidakseimbangan Cairan berhubungan dengan osmotik diuresis
ditandai dengan tugor kulit menurun dan membran mukasa kering.
3) Gangguan integritas kulit/jaringanberhubungan dengan perubahan status
metabolik (neuropati perifer) ditandai dengan gangren pada extremitas..
4) Risiko infeksi berhubungan dengan glukosa darah yang tinggi.
(Tim Pokja PPNI, 2018)
Diagnosa Perencanaan Keperawatan
Keperawatan
Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi
D.0019 Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam status Observasi:
nutrisi terpenuhi.
Identifikasi status nutrisi
Pengertian : Kriteria Hasil: Identifikasi alergi dan intoleransi makanan
Identifikasi perlunya penggunaan selang nasogastric
Asupan nutrisi tidak Menurun Cukup Sedang Cukup Meningkat Monitor asupan makanan
cukup untuk Menurun Meningkat Monitor berat badan
memenuhi kebutuhan Terapeutik:
metabolisme. 1 Porsi makanan yang dihabiskan
Lakukan oral hygiene sebelum makan, Jika perlu
1 2 3 4 5 Sajikan makanan secara menarik dan suhu yang
sesuai
2 Berat Badan atau IMT Hentikan pemberian makanan melalui selang
nasogastric jika asupan oral dapat ditoleransi
1 2 3 4 5 Edukasi
1 2 3 4 5
Identifikasi kemungkinan penyebab BB kurang
Monitor adanya mual dan muntah
Terapeutik
D.0036 Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam Monitor status hidrasi
diharapkan keseimbangan cairan meningkat Monitor berat badan harian
Monitor berat badan sebelum dan sesudah dialisis
Pengertian : Kriteria Hasil: Monitor hasil pemeriksaan laboratorium
Monitor status dinamik
Berisiko mengalami Menurun Cukup Sedang Cukup Meningkat Terapeutik:
penurunan, peningkatan Menurun Meningkat
atau percepatan Catat intake output dan hitung balance cairan
perpindahan cairan dari 1 Asupan cairan Berikan asupan cairan, sesuai kebutuhan
intravaskuler, interstisial Berikan cairan intravena, jika perlu
atau intraselular 1 2 3 4 5 Kolaborasi
1 2 3 4 5
3 Edema
1 2 3 4 5
4 Asites
1 2 3 4 5
Diagnosa Keperawatan Perencanaan Keperawatan
D.0142 Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam glukosa Observasi:
derajat infeksi menurun.
Monitor tanda gejala infeksi lokal dan sistemik
Pengertian : Kriteria Hasil: Terapeutik
Berisiko mengalami Meningkat Cukup Sedang Cukup Menurun Batasi jumlah pengunjung
peningkatan terserang Meningkat Menurun Berikan perawatan kulit pada daerah edema
oganisme patogenik Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan
1 Demam pasien dan lingkungan pasien
Pertahankan teknik aseptik pada pasien berisiko
1 2 3 4 5 tinggi
2 Kemerahan Edukasi
1 2 3 4 5
1 2 3 4 5
DAFTAR PUSTAKA