ASKEP DM TIPE 2
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Pengertian
Diabetes Melitus merupakan sekelompok kelainan kategori yang ditandai oleh kenaikan keadaan
glukosa dalam darah atau hiperglikemia (Smeltzer, S.C & Bare, B. G, 2002).
Diabetes Melitus adalah gangguan metabolisme yang secara genetis dan klinis termasuk
heterogen dengan manifestasi berupa hilangnya toleransi karbohidrat (Price, S.A & Wilson,
L.M,2005).
pengobatan seumur hidup dengan diet, latihan dan obat-obatan (Carpenito,L.J, 2006).
Diabetes Melitus merupakan suatu kumpulan problema anatomik dan kimiawi yang merupakan
akibat dari sejumlah faktor dimana didapat defisiensi insulin yang absolut atau relatif gangguan
Diabetes Melitus adalah suatu kelainan metabolisme kronis yang terjadi karena berbagai
penyebab, ditandai oleh konsentrasi glukosa darah melebihi normal, disertai dengan gangguan
metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein yang diakibatkan oleh kelainan sekresi hormon
metabolik kronik yang ditandai dengan kenaikan komponen seluler yang diperlukan untuk
B. Etiologi
Terdapat beberapa macam etiologi dari Diabetes Melitus tergantung dari tipe Diabetes Melitus,
diantaranya:
genetik, imunologi dan mungkin pula lingkungan (misalnya infeksi virus) diperkirakakan
suatu predisposisi atau kecenderungan genetik kearah terjadinya Diabetes Melitus tipe I.
Kecenderungan genetik ini ditemukan pada individu yang memilliki tipe antigen HLA (human
respon abnormal dimana antibodi terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi
c. Faktor lingkungan
Penyelidikan juga sedang dilakukan terhadap kemungkinan faktor-faktor eksternal yang dapat
memicu destruksi sel beta. Sebagai contoh, hasil penyelidikan yang menyatakan bahwa virus
atau toksin tertentu dapat memicu proses autoimun yang menimbulkan destruksi sel beta.
Diabetes Melitus tipe II masih belum diketahui. Faktor genetik diperkirakan memegang peranan
dalam proses terjadinya resistensi insulin. Selain itu terdapat pula faktor-faktor resiko tertentu
yang berhubungan dengan proses terjadinya Diabetes Melitus tipe II. Faktor-faktor lain adalah:
a. Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia diatas 65 tahun).
b. Obesitas.
c. Riwayat keluarga.
d. Ras (Smeltzer, S.C & Bare, B. G, 2002).
C. Patofisiologi
1. Proses penyakit
Pada Diabetes Melitus tipe II terdapat dua masalah yang berhubungan dengan insulin, yaitu
resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor
khusus pada permukan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin dengan reseptor tersebut, terjadi
suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa didalam sel. Resistensi insulin pada Diabetes
Melitus tipe II disertai dengan penurunan reaksi intra sel yang mengakibatkan tidak efektifnya
insulin untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan. Untuk mengatasi resistensi
insulin dan mencegah terbentuknya glukosa dalam darah harus terdapat peningkatan jumlah
insulin yang disekresi. Namun pada penderita toleransi glukosa terganggu, keadaan ini akibat
sekresi insulin berlebihan, dan kadar glukosa akan di pertahankan dalam tingkat normal atau
sedikit meningkat. Namun demikian bila sel-sel beta tidak mampu megimbangi peningkatan
kebutuhan akan insulin, maka kadar glukosa akan meningkat dan mengakibatkan Diabetes
2. Manifestasi klinis
Manifestasi klinis dari Diabetes Melitus tipe II, sepereti lambat (tahunan) intoleransi glukosa
progresif, poliuria (akibat dari diuresis osmotik bila diambang ginjal terhadap reabsorpsi glukosa
dicapai dan kelebihan glukosa keluar melalui ginjal), polidipsia (disebabkan oleh dehidrasi sel
akibat lanjut dari poliuria), keletihan, luka pada kulit yang sembuhnya lama, infeksi vagina,
3. Komplikasi yang berkaitan ke dua tipe Diabetes Melitus diatas di golongkan, antara lain:
a. Komplikasi Akut
1) Ketoasidosis Diabetik adalah gangguan metabolik yang terjadi akibat defisiensi insulin di
karakteristikan dengan hiperglikemia eksterm (lebih 300 mg/ dl). Pasien sakit berat dan
memerlukan intervensi untuk mengurangi kadar glukosa darah dan memperbaiki asidosis berat,
obatan, steroid, diuretik, alkohol, gagal diet, kurang cairan, kegagalan pemasukan insulin, stress,
banyak daripada yang di butuhkannya untuk mempertahankan kadar glukosa normal. Gejala-
gejala hipoglikemia disebabkan oleh pelepasan epinefrin (berkeringat, gemetar, sakit kepala dan
palpitasi), juga akibat kekurangan glukosa dalam otak (tingkah laku yang aneh, sensorium yang
1) Mikroangiopati Diabetik merupakan lesi spesifik Diabetes Melitus yang menyerang kapiler dan
arteriola retina (retinopati diabetik) dan saraf-saraf perifer (neuropati diabetik), otot-otot dan
kulit.
dari gangguan biokimia yang disebabkan karena insufisiensi insulin yang menjadi penyebab
jenis penyakit vaskuler. Gangguan–gangguan ini berupa penimbunan sorbitol dalam intima
diabetik ini akan mengakibatkan penyumbatan vaskuler. Jika yang terkena adalah arteri
koronaria dan aorta, maka dapat mengakibatkan angina dan infark miokardium (Price, S. A. &
D. Penatalaksanaan Medis
Kerangka utama penatalaksanaan Diabetes Melitus yaitu perencanaan makan, latihan jasmani,
yang dianjurkan adalah santapan dengan komposisi seimbang berupa karbohidrat (60-70%),
protein (10-15%). Lemak (20-25%). Apabila diperlukan santapan dengan komposisi karbohidrat
sampai 70-75% juga memberikan hasil yang baik, terutama untuk golongan ekonomi rendah.
Jumlah kalori disesuaikan dengan pertumbuhan, status gizi, umur, stress akut, dan kegiatan
jasmani untuk mencapai berat badan ideal. Jumlah kandungan kolesterol <300 mg/ hari. Jumlah
kandungan serat ± 25 g/ hari, diutamakan jenis serat larut. Konsumsi garam dibatasai bila
CRIEPE ( continous, rhytmical, interval, progressive, endurance training). Latihan yang dapat
dijadikan pilihan adalah jalan kaki, jogging, renang, bersepeda, dan mendayung.
3. Obat berkhasiat hipoglikemik
a. Sulfonilurea
Obat ini bekerja dengan cara menstimulsai pelepasan insulin yang tersimpan, menurunkan
ambang sekresi insulin, meningkatkan sekresi insulin sebagai aklibat rangsangan glukosa. Obat
golongan ini biasanya diberikan pada pasien dengan berat badan normal dan masih bisa dipakai
dan aman adalah metformin. Obat ini dianjurkan untuk pasien gemuk (indeks masa tubuh/ IMT >
sensitivitas insulin, sehinggga bisa mengatasi masalah resistensi insulin dan berbagai masalah
E. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Pengkajian merupakan langkah pertama dari proses keperawatan dengan mengumpulkan data-
data yang akurat dari klien sehingga akan di ketahui berbagai permasalahan yang ada (Hidayat,
tidur.
Tanda: Takikardi dan takipnea pada keadaan istirahat atau dengan aktifitas, letargi/ disorientasi,
hipovolemia berat), urin berkabut, bau busuk (infeksi), abdomen keras, adanya asites, bising usus
e. Makanan/ Cairan
Gejala: Hilang nafsu makan, mual, muntah, tidak mengikuti diet; peningkatan masukan glukosa/
karbohidrat, penurunan berat badan lebih dari beberapa hari/ minggu, haus, penggunaan diuretik
(tiazid).
Tanda: kulit kering/ bersisik, turgor jelek, kekakuan/ distensi abdomen, muntah, hipertiroid
(peningkatan kebutuhan metabolik dengan peningkatan gula darah), bau halitosis/ manis, bau
penglihatan.
Tanda: disorientasi: mengantuk, letargi, stupor/ koma, gangguan memori (baru, masa lalu),kacau
tidak).
Tanda: batuk, dengan/ sputum purulen (infeksi), frekuensi pernapasan.
i. Keamanan
Gejala: Kulit kering, gatal, ulkus kulit.
Tanda: Demam, diaforesis, kulit rusak, lesi/ ulserasi, menurun kekuatan umum/ rentang gerak,
parastesia/ paralisis otot termasuk otot pernafasan (jika kadar kalium menurun dengan cukup
tajam).
j. Seksualitas
Gejala: raba vagina (cenderung infeksi), masalah impoten pada pria, kesulitan orgasme pada
wanita.
k. Penyuluhan
Gejala: Faktor resiko keluarga: DM, stroke, hipertensi, penyembuhan yang lambat, penggunaan
obat seperti steroid, diuretik (tiazid): dilantin dan fenobarbital (dapat meningkatkan kadar
glukosa darah.
l. Test Diagnostik
Beberapa tes yang di lakukan yaitru glokosa darah: meningkat 100-200 mg/dl atau lebih, aseton
plasma (keton): positif secara mencolok, asam lemak bebas: kadar lipid dan kolesterol
meningkat, urin: gula dan aseton positif: berat jenis dan osmolaritas mungkin meningkat, Tes
Toleransi Glukosa (TTG) memanjang (≥ 200mg/dl) untuk pasien yang kadar glukosa meningkat
dibawah kondisi stress, hemoglobin glikosilat diatas rentang normal untuk mengukur presentase,
glukosa yang melekat pada hemoglobin rentang normal 5-6% (Doenges, M. E, et al, 2000).
2. Diagnosa Keperawatan
keluarga atau masyarakat sebagai akibat dari masalah kesehatan atau proses kehidupan yang
b. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan defisiensi insulin.
c. Resiko terhadap infeksi berhubungan dengan kadar glukosa tinggi, penurunan fungsi leukosit.
insufisensi insulin.
f. Ketidakberdayaan berhubungan dengan penyakit jangka panjang/ progressif yang tidak dapat
diobati.
3. Perencanaan Keperawatan
merupakan langkah ketiga dalam membuat suatu proses keperawatan (Hidayat, A. Aziz Alimul,
2008).
turgor kulit normal, hidrasi adekuat, TTV stabil, pengisian kapiler baik.
Intervensi:
Mandiri:
1) Pantau TTV.
R/: hipovolemia dapat dimanifestasikan oleh hipotensi dan takikardia. Perkiraan berat ringannya
hipovolemia ketika tekanan darah sistolik pasien turun lebih dari 10 mmHg dari posisi berbaring
2) Kaji nadi perifer, pengisian kapiler, turgor kulit dan membran mukosa.
R/: merupakan indikator dari tingkat dehidrasi, atau volume sirkulasi yang adekuat.
R/: memberikan perkiraan kebutuhan akan cairab pengganti, fungsi ginjal, dan keeektifan dari
Kolaborasi:
R/: tipe dan jumlah dari cairan tergantung pada derajad kekurangan cairan dan respon pasien
secara individual.
b. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan defisiensi insulin.
Tujuan: Klien dapat mempertahankan nutrisi yang adekuat.
Kriteria hasil: BB ideal.
Intervensi:
Mandiri:
3) Auskultasi bising usus, catat adanya nyeri abdomen, kembung, mual, muntahan makanan yang
belum dicerna.
R/: hiperglikemia dan gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit dapat menurunkan motilitas/
R/: pemberian makanan melalui oral lebih baik jika pasien sadar dan fungsi gasrtointestinal baik.
6) Observasi tanda-tanda hiperglikemia, seperti perubahan tingkat kesadaran, kulit lembab/ dingin,
R/: metabolisme karbihidrat mulai terjadi (gula darah akan berkurang, dan sementara tetap
Kolaborasi:
Rasionalisasi: gula darah akan menurun perlahan dengan penggantian cairan dan terapi insulin
terkontriol.
R/: sangat bermanfaat dalam perhitungan dan penyesuain diet untuk memenuhi kebutuhan nutrisi
pasien.
kuman.
Kolaborasi:
3) Observasi hasil laboratorium (leukosit).
R/: gula darah akan menurun perlahan dengan penggantian caairan dan terapi insulin terkontrol.
4) Kolaborasi dalam pemberian antibiotik sesuai indikasi.
R/: penanganan awal dapat membantu mencegah terjadinnya sepsis.
e. Kelelahan berhubungan dengan penurunan produksi energi metabolik, perubahan kimia darah:
insufisensi insulin.
Tujuan: tidak terjadi kelelahan akibat penurunan metabolik.
Kriteria hasil: Keluhan lelah tidak ada, dapat melakukan aktivitas secara mandiri.
Intervensi:
Mandiri:
1) Observasi TTV.
R/: mengidentifikasikan tingkat aktivitas yang dapat ditoleransi secara fisiologis.
2) Tingkatkan partisipasi klien dalam melakukan aktivitas sehari-hari sesuai dengan yang dapat
ditoleransi.
R/: meningkatkan kepercayaan diri/ harga diri yang positif sesuai tingkat aktivitas yang dapat
ditoleransi klien.
3) Diskusikan dengan klien kebutuhan akan aktivitas.
R/: pendidikan dapat memberikan motivasi untuk meningkatkan meskipun tingkat aktivitas
f. Ketidakberdayaan berhubungan dengan penyakit jangka panjang/ progressif yang tidak dapat
menghadapi perasaaan, membantu dalam merencanakan perawatan sendiri dan secara mandiri
masalah.
3) Anjurkan pasien untuk membuat keputusan sehubungan dengan perawatannya.
R/: mengkomunikasikan pada pasien bahwa beberapa pengendalian dapat dilatih pada saat
perawatan dilakukan.
4) Berikan dukungan pada pasien untuk ikut berperan serta dalam perawatan diri sendiri dan
untuk pasien.
R/: menanggapi dan memperhatikan perlu diciptakan sebelum pasien bersidia mengambil bagian
4. Pelaksanaan keperawatan
Tahap pelaksanaan merupakan tahap ke empat dari proses keperawatan dengan melaksanakann
berbagai strategi keperawatan (tindakan keperawatan) yang telah direncanakan dalam rencana
tindakan keperawatan. Dalam tahap ini, perawat harus mengetahui berbagai hal di antaranya
bahaya-bahaya fisik dan perlindungan pada klien, tehnik komunikasi, kemampuan dalam
prosedur tindakan, pemahaman tentang hak-hak dari pasien serta dalam memahami tingkat
perkembangan pasien. Dalam pelaksanaan rencana tindakan terdapat dua jenis tindakan, yaitu
tindakan jenis mandiri dan tindakan kolaborasi (Hidayat, A. Aziz Alimul, 2008).
5. Evaluasi
Evaluasi merupakan langkah terakhir dari proses keperawatan dengan cara melakukan
identifikasi sejauh mana tujuan dari rencana keperawatan tercapai atau tidak. Dalam melakukan
evaluasi perawat seharusnya memiliki pengetahuan dan kemampuan dalam memahami respon
dicapai serta kemampuan dalam menghubungkan tindakan keperawatan pada kriteria hasil. Pada
tahap evaluasi ini terdiri dari dua kegiatan yaitu kegiatan yang dilakukan dengan mengevaluasi
sesama proses keperawatan berlangsung atau menilai dari respon klien disebut evaluasi proses,
dan kegiatan melakukan evaluasi dengan target tujuan yang diharapkan disebut sebagai evaluasi
hasil. Terdapat dua jenis evaluasi yaitu evaluasi formatif dan evaluasi sumatif .
Evaluasi formatif merupakan evaluasi yang dilakukan pada saat memberikan intervensi dengan
respon segera. Sedangkan evaluasi sumatif merupakan rekapitulasi dari hasil observasi dan
analisis status pasien pada waktu tertentu berdasarkan tujuan yang direncanakan pada tahap
ASKEP DM TIPE 2
ASKEP HERNIA
A. Pengertian Hernia adalah menonjolnya suatu organ atau struktur organ dan
tempatnya yang normal melalui sebuah defek congenital atau...
ASKEP ANAK GE
HEPATITIS
ASKEP DM TIPE 2
ASKEP ANAK GE