DENGAN ULKUS
A. DEFINISI
Diabetes Melitus (DM) adalah penyakit metabolik yang kebanyakan herediter, dengan
tanda-tanda hiperglikemia dan glukosuria, disertai dengan atau tidak adanya gejala klinik akut
ataupun kronik, sebagai jawaban dari kuranganya insulin efektif di dalam tubuh, gangguan primer
terletak pada metabolisme karbohidrat yang biasanya disertai juga gangguan metabolism lemak
dan protein ( Askandar, 2000 ).
Diabetes melitus adalah penyakit hiperglikemia yang ditandai oleh ketiadaan diktatorial
insulin atau insensitifitas sel terhadap insulin (Corwin, 2001).
Ulkus adalah luka terbuka pada permukaan kulit atau selaput lender dan ulkus adalah ajal
jaringan yang luas dan disertai invasif kuman saprofit. Adanya kuman saprofit tersebut
menyebabkan ulkus berbau, ulkus diabetikum juga merupakan salah satu gejala klinik dan
perjalanan penyakit DM dengan neuropati perifer, (Andyagreeni, 2010).
Ulkus Diabetik merupakan komplikasi kronik dari Diabetes Melllitus sebagai alasannya
ialah utama morbiditas, mortalitas serta abnormalitas penderita Diabetes. Kadar LDL yang tinggi
memainkan peranan penting untuk terjadinya Ulkus Uiabetik untuk terjadinya Ulkus
Diabetik melalui pembentukan plak atherosklerosis pada dinding pembuluh darah, (zaidah 2005).
Ulkus kaki Diabetes (UKD) merupakan komplikasi yang berkaitan dengan morbiditas
jawaban Diabetes Melitus. Ulkus kaki Diabetes merupakan komplikasi serius jawaban Diabetes,
(Andyagreeni, 2010).
Kaki Diabetes
C. ETIOLOGI
Menurut Smeltzer dan Bare (2001), penyebab dari diabetes melitus adalah:
1. Diabetes Melitus tergantung insulin (DMTI)
a. Faktor genetic
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri tetapi mewarisi suatu presdisposisi
atau kecenderungan genetic kearah terjadinya diabetes tipe I. Kecenderungan genetic ini
ditentukan pada individu yang memililiki tipe antigen HLA (Human Leucocyte
Antigen) tertentu. HLA merupakan kumpulan gen yang bertanggung jawab atas antigen
tranplantasi dan proses imun lainnya.
b. Faktor imunologi
Pada diabetes tipe I terdapat bukti adanya suatu respon autoimun. Ini merupakan respon gila
dimana antibody terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan
tersebut yang dianggapnya seakan-akan sebagai jaringan asing.
c. Faktor lingkungan
Faktor eksternal yang dapat memicu destruksi sel β pancreas, sebagai pola hasil penyelidikan
menyatakan bahwa virus atau toksin tertentu dapat memicu proses autuimun yang dapat
menimbulkan destuksi sel β pankreas.
2. Diabetes Melitus tak tergantung insulin (DMTTI)
Secara pasti penyebab dari DM tipe II ini belum diketahui, factor genetic diperkirakan
memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin. Diabetes Melitus tak tergantung
insulin (DMTTI) penyakitnya mempunyai pola familiar yang kuat. DMTTI ditandai dengan
kelainan dalam sekresi insulin maupun dalam kerja insulin. Pada awalnya tampak terdapat
resistensi dari sel-sel sasaran terhadap kerja insulin. Insulin mula-mula mengikat dirinya kepada
reseptor-reseptor permukaan sel tertentu, kemudian terjadi reaksi intraselluler yang
meningkatkan transport glukosa menembus membran sel. Pada pasien dengan DMTTI terdapat
kelainan dalam pengikatan insulin dengan reseptor. Hal ini dapat disebabkan oleh berkurangnya
jumlah tempat reseptor yang responsif insulin pada membran sel. Akibatnya terjadi
penggabungan gila antara komplek reseptor insulin dengan system transport glukosa. Kadar
glukosa normal dapat dipertahankan dalam waktu yang cukup lama dan meningkatkan sekresi
insulin, tetapi pada akhirnya sekresi insulin yang beredar tidak lagi memadai untuk
mempertahankan euglikemia (Price,1995).
1) Usia ( resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65 tahun)
2) Obesitas
3) Riwayat keluarga
4) Kelompok etnik
2. Fisiologi
Kadar glukosa dalam darah sangat dipengaruhi fungi hepar, pankreas,
adenohipofisis dan adrenal. Glukosa yang berasal dari penyerapan makanan diintestin
dialirkan ke hepar melalui vena porta, sebagian glukosa akan disimpan sebagai glikogen.
Pada ketika ini kadar glukosa di vena porta lebih tinggi daripada vena hepatica, setelah
absorsi selesai gliogen hepar dipecah lagi menjadi glukosa, sehingga kadar glukosa di
vena hepatica lebih tinggi dari vena porta. Makara hepar berperan sebagai glukostat.
Pada keadaan normal glikogen di hepar cukup untuk mempertahankan kadar glukosa
dalam beberapa hari, tetapi bila fungsi hepar terganggu akan mudah terjadi hipoglikemi
atau hiperglikemi. Sedangkan peran insulin dan glucagon sangat penting pada
metabolisme karbonhidrat. Glukagon menyebabkan glikogenolisis dengan merangsang
adenilsiklase, enzim yang dibutuhkan untuk mengaktifkan fosforilase. Enzim fosforilase
penting untuk gliogenolisis. Bila cadangan glikogen hepar menurun maka
glukoneogenesis akan lebih aktif. Jumlah glukosa yang diambil dan dilepaskan oleh hati
dan yang dipergunakan oleh jaringan perifer tergantung dari
keseimbangan fisiologis beberapa hormon antara lain :
a. Hormon yang dapat merendahkan kadar gula darah yaitu insulin.
Kerja insulin yaitu merupakan hormon yang menurunkan glukosa darah dengan cara
membantu glukosa darah masuk kedalam sel.
1) Glukagon yang disekresi oleh sel alfa pulau lengerhans.
2) Epinefrin yang disekresi oleh medula adrenal dan jaringan kromafin.
3) Glukokortikoid yang disekresikan oleh korteks adrenal.
4). Growth hormone yang disekresi oleh kelenjar hipofisis anterior.
b. Glukogen, epineprin, glukokortikoid, dan growth hormone membentuk suatu
mekanisme counfer-regulator yang mencegah timbulnya hipoglikemia akibat
pengaruh insulin.
F. MANIFESTASI KLINIS
1. Diabetes Tipe I
a. hiperglikemia berpuasa
b. glukosuria, diuresis osmotik, poliuria, polidipsia, polifagia
c. keletihan dan kelemahan
d. ketoasidosis diabetik (mual, nyeri abdomen, muntah, hiperventilasi, nafas amis buah, ada
perubahan tingkat kesadaran, koma, kematian)
2. Diabetes Tipe II
a. lambat (selama tahunan), intoleransi glukosa progresif
b. gejala seringkali ringan mencakup keletihan, mudah tersinggung, poliuria, polidipsia, luka
pada kulit yang sembuhnya lama, infeksi vaginal, penglihatan kabur
c. komplikaasi jangka panjang (retinopati, neuropati, penyakit vaskular perifer)
3. Ulkus Diabetikum
Ulkus Diabetikum akibat mikriangiopatik disebut juga ulkus panas walaupun nekrosis,
tempat akral itu tampak merah dan terasa hangat oleh peradangan dan biasanya teraba
pulsasi arteri dibagian distal . Proses mikroangipati menyebabkan sumbatan pembuluh
darah, sedangkan secara akut emboli menawarkan gejala klinis 5 P yaitu :
a. Pain (nyeri)
b. Paleness (kepucatan)
c. Paresthesia (kesemutan)
d. Pulselessness (denyut nadi hilang)
e. Paralysis (lumpuh).
Bila terjadi sumbatan kronik, akan timbul gambaran klinis menurut pola dari fontaine:
a. Stadium I : asimptomatis atau gejala tidak khas (kesemutan).
b. Stadium II : terjadi klaudikasio intermiten
c. Stadium III : timbul nyeri ketika istitrahat.
d. Stadium IV : terjadinya kerusakan jaringan karena anoksia (ulkus).
Smeltzer dan Bare (2001: 1220).
DIABETES MELITUS (DM)
Klasifikasi :
Wagner (1983). membagi gangren kaki diabetik menjadi enam tingkatan,yaitu:
Derajat 0 :Tidak ada lesi terbuka, kulit masih utuh dengan kemungkinan disertai kelainan bentuk
kaki ibarat “ claw,callus “.
Derajat I : Ulkus superfisial terbatas pada kulit.
Derajat II :Ulkus dalam menembus tendon dan tulang
Derajat III : Abses dalam, dengan atau tanpa osteomielitis.
Derajat IV : Gangren jari kaki atau adegan distal kaki dengan atau tanpa selulitis.
Derajat V : Gangren seluruh kaki atau sebagian tungkai.
DIABETES MELITUS (DM)
G. KOMPLIKASI
Komplikasi yang berkaitan dengan kedua tipe DM digolongkan sebagai akut dan kronik :
1. Komplikasi akut
Komplikasi akut terjadi sebagai jawaban dari ketidakseimbangan jangka pendek
dari glukosa darah.
a. Hipoglikemia.
b. Ketoasidosis diabetic (DKA)
c. sindrom hiperglikemik hiperosmolar non ketotik (HONK).
2. Komplikasi kronik
Umumnya terjadi 10 hingga 15 tahun setelah awitan.
a. Makrovaskular (penyakit pembuluh darah besar), mengenai sirkulasi koroner, vaskular
perifer dan vaskular selebral.
b. Mikrovaskular (penyakit pembuluh darah kecil), mengenai mata (retinopati) dan ginjal
(nefropati). Kontrol kadar glukosa darah untuk memperlambat atau menunda awitan baik
komplikasi mikrovaskular maupun makrovaskular.
c. Penyakit neuropati, mengenai saraf sensorik-motorik dan autonomi serta menunjang
dilema ibarat impotensi dan ulkus pada kaki.
d. Ulkus/gangren
H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Glukosa darah: darah arteri / kapiler 5-10% lebih tinggi daripada darah vena,
serum/plasma 10-15% daripada darah utuh, metode dengan deproteinisasi 5% lebih
tinggi daripada metode tanpa deproteinisasi
2. Glukosa urin: 95% glukosa direabsorpsi tubulus, bila glukosa darah > 160-180% maka
sekresi dalam urine akan naik secara eksponensial, uji dalam urin: + nilai ambang ini
akan naik pada orang tua. Metode yang populer: carik celup memakai GOD.
3. Benda keton dalam urine: materi urine segar karena asam asetoasetat cepat
didekrboksilasi menjadi aseton. Metode yang dipakai Natroprusid, 3-hidroksibutirat tidak
terdeteksi
4. Pemeriksan lain: fungsi ginjal ( Ureum, creatinin), Lemak darah: (Kholesterol, HDL, LDL,
Trigleserid), fungsi hati, antibodi anti sel insula langerhans ( islet cellantibody)
I. PENATALAKSANAAN
1. Medis
a. Obat
1) Tablet OAD (Oral Antidiabetes)
a) Mekanisme kerja sulfanilurea
kerja OAD tingkat prereseptor : pankreatik, ekstra pancreas
kerja OAD tingkat reseptor
b) Mekanisme kerja Biguanida
Biguanida tidak mempunyai efek pankreatik, tetapi mempunyai efek lain yang dapat
meningkatkan efektivitas insulin, yaitu:
Biguanida pada tingkat prereseptor ekstra pankreatik
(1) Menghambat penyerapan karbohidrat
(2) Menghambat glukoneogenesis di hati
(3) Meningkatkan afinitas pada reseptor insulin
(4) Biguanida pada tingkat reseptor : meningkatkan jumlah reseptor insulin
(5) Biguanida pada tingkat pascareseptor : mempunyai efek intraseluler
b. Insulin
1) Indikasi penggunaan insulin
a) DM tipe I
b) DM tipe II yang pada ketika tertentu tidak dapat dirawat dengan OAD
c) DM kehamilan
d) DM dan gangguan faal hati yang berat
e) DM dan infeksi akut (selulitis, gangren)
f) DM dan TBC paru akut
g) DM dan koma lain pada DM
h) DM operasi
2) Insulin dibutuhkan pada keadaan :
a) Penurunan berat tubuh yang cepat.
b) Hiperglikemia berat yang disertai ketoasidosis.
c) Ketoasidosis diabetik.
d) Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat.
2. Keperawatan
Usaha perawatan dan pengobatan yang ditujukan terhadap ulkus antara lain
dengan antibiotika atau kemoterapi. Perawatan luka dengan
mengompreskan ulkus dengan larutan klorida atau larutan antiseptic ringan. Misalnya
rivanol dan larutan kalium permanganate 1 : 500 mg dan penutupan ulkus dengan kassa
steril. Alat-alat ortopedi yang secaramekanik yang dapat merata tekanan tubuh terhadap
kaki yang luka amputasi mungkin dibutuhkan untuk kasus DM.Menurut Smeltzer dan
Bare (2001: 1226), tujuan utama penatalaksanaan terapi pada Diabetes Melitus adalah
menormalkan aktifitas insulin dan kadar glukosa darah, sedangkan tujuan jangka
panjangnya ialah untuk menghindari terjadinya komplikasi. Ada beberapa komponen
dalam penatalaksanaan Ulkus Diabetik:
a. Diet
Diet dan pengendalian berat tubuh merupakan dasar untuk menawarkan semua unsur
makanan esensial, memenuhi kebutuhan energi, mencegah kadar glukosa darah yang
tinggi dan menurunkan kadar lemak.
Prinsip diet DM, adalah:
1) Jumlah sesuai kebutuhan
2) Jadwal diet ketat
3) Jenis: boleh dimakan/tidak
Diit DM sesuai dengan paket-paket yang telah diubahsuaikan dengan kandungan
kalorinya.
(1)Diit DM I : 1100 kalori
(2)Diit DM II : 1300 kalori
(3)Diit DM III : 1500 kalori
(4)Diit DM IV : 1700 kalori
(5)Diit DM V : 1900 kalori
(6)Diit DM VI : 2100 kalori
(7)Diit DM VII : 2300 kalori
(8)Diit DM VIII: 2500 kalori
Diit I s/d III : diberikan kepada penderita yang terlalu gemuk
Diit IV s/d V : diberikan kepada penderita dengan berat tubuh normal
it VI s/d VIII : diberikan kepada penderita kurus. Diabetes remaja, atau diabetes komplikasi.
Penentuan jumlah kalori Diit Diabetes Melitus harus diubahsuaikan oleh status gizi
penderita, penentuan gizi dilaksanakan dengan menghitung Percentage of relative body
weight (BBR= berat tubuh normal) dengan rumus:
BB (Kg)
BBR = ------------------X 100 %
TB (cm) – 100
1) Kurus (underweight) : BBR < 90 %
2) Normal (ideal) : BBR 90 – 110 %
3) Gemuk (overweight) : BBR > 110 %
4) Obesitas, apabila : BBR > 120 %
- Obesitas ringan : BBR 120 – 130 %
- Obesitas sedang : BBR 130 – 140 %
- Obesitas berat : BBR 140 – 200 %
- Morbid : BBR > 200 %
Sebagai pedoman jumlah kalori yang dibutuhkan sehari-hari untuk penderita DM yang bekerja biasa
adalah:
1) kurus : BB X 40 – 60 kalori sehari
2) Normal : BB X 30 kalori sehari
3) Gemuk : BB X 20 kalori sehari
4) Obesitas : BB X 10-15 kalori sehari
b. Latihan
Dengan latihan ini misalnya dengan berolahraga yang teratur akan menurunkan kadar
glukosa darah dengan meningkatkan pengambilan glukosa oleh otot dan memperbaiki
pemakaian kadar insulin.
c. Pemantauan
Dengan melaksanakan pemantaunan kadar glukosa darah secara berdikari diharapkan
pada penderita diabetes dapat mengatur terapinya secara optimal.
d. Terapi (jika diperlukan)
Penyuntikan insulin sering dilakukan dua kali per hari untuk mengendalikan kenaikan
kadar glukosa darah sesudah makan dan pada malam hari.
e. Pendidikan
Tujuan dari pendidikan ini ialah agar pasien dapat mempelajari keterampilan dalam
melaksanakan penatalaksanaan diabetes yang berdikari dan bisa menghindari
komplikasi dari diabetes itu sendiri.
Pendidikan kesehatan perawatan kaki
1. Hiegene kaki:
Cuci kaki setiap hari, keringkan sela-sela jari dengan cara menekan, jangan digosok
Setelah kering diberi lotion untuk mencegah kering, bersisik dan ukiran yang berlebih
Potong kuku secara teratur dan susut kuku jangan dipotong
Gunakan sepatu tumit rendah, kulit lunak dan tidak sempit
Gunakan kaos kaki yang tipis dan hangat serta tidak sempit
Bila terdapat callus, hilangkan callus yang berlebihan dengan cara kaki direndam dalam
air hangat sekitar 10 menit kemudian gosok dengan handuk atau dikikir jangan dikelupas.
2. Alas kaki yang tepat
3. Mencegah syok kaki
4. Berhenti merokok
5. Segera bertindak jikalau ada masalah
f. Kontrol nutrisi dan metabolic
Faktor nutrisi merupakan salah satu faktor yang berperan dalam penyembuhan luka.
Adanya anemia dan hipoalbuminemia akan kuat dalam proses penyembuhan. Perlu
memonitor Hb diatas 12 gram/dl dan pertahankan albumin diatas 3,5 gram/dl. Diet pada
penderita DM dengan selulitis atau gangren dibutuhkan protein tinggi yaitu dengan
komposisi protein 20%, lemak 20% dan karbohidrat 60%. Infeksi atau inflamasi dapat
menyebabkan fluktuasi kadar gula darah yang besar. Pembedahan dan pemberian
antibiotika pada infeksi atau infeksi dapat membantu mengontrol gula darah. Sebaliknya
penderita dengan hiperglikemia yang tinggi, kemampuan melawan infeksi turun sehingga
kontrol gula darah yang baik harus diupayakan sebagai perawatan pasien secara total.
g. Stres Mekanik
Perlu meminimalkan beban berat (weight bearing) pada ulkus. Modifikasi weight bearing
meliputi bedrest, memakai crutch, dingklik roda, sepatu yang tertutup dan sepatu khusus.
Semua pasien yang istirahat ditempat tidur, tumit dan mata kaki harus dilindungi serta
kedua tungkai harus diinspeksi tiap hari. Hal ini dibutuhkan karena kaki pasien sudah
tidak peka lagi terhadap rasa nyeri, sehingga akan terjadi syok berulang ditempat yang
sama menyebabkan basil masuk pada tempat luka.
h. Tindakan Bedah
Berdasarkan berat ringannya penyakit menurut Wagner maka tindakan pengobatan atau
pembedahan dapat ditentukan sebagai berikut:
a. Derajat 0 : perawatan lokal secara khusus tidak ada.
b. Derajat I - V : pengelolaan medik dan bedah minor
B. TAHAP ORIENTASI
1. Siapkan dan dekatkan alat-alat erat pasien
2. Memberi salam, panggil klien serta mengenalkan diri
3. Menerangkan prosedur dan tujuan tindakan
4. Berikan kesempatan pada pasien untuk bertanya.
C. TAHAP KERJA
1. Cuci tangan
2. Jaga privasi klien
3. Gunakan schort, masker
4. Gunakan sarung tangan bersih sebagai proteksi
5. Tempatkan tempat sampah erat dengan kita
6. Atur posisi klien senyaman mungkin dan yang memudahkan dalam perawatan luka
7. Pasang perlak dan pengalas di bawah pada adegan luka yang akan dirawat
8. Taruh bengkok erat dengan luka
9. Lepaskan plester, ikatan atau balutan dengan pinset, basahi plester dengan kapas yang
diolesi alcohol dan tarik plester perlahan sejajar pada kulit dan mengarah pada balutan
dengan menggunakan pinset anatomis. Bila balutan lengket dengan luka maka basahi
dengan dengan NS secukupnya.
10. Angkat balutan dan pertahankan permukaan kotor jauh dari penglihatan klien.
11. Buang balutan kotor pada bengkok
12. Inspeksi keadaan luka (tipe luka, derajat luka, tanda-tanda infeksi,pus)
13. Taruh pinset yang telah digunakan di cairan desinfektan dan lepaskan sarung tangan
bersih.
14. Gunakan teknik steril dalam membuka alat-alat steril dan menuangkan cairan sesuai
order.
15. Pakai sarung tangan steril dan ambil pinset anatomis dan chirurgis
16. Pegang pinset chirurgis pada tangan mayoritas dan anatomis pada tangan non mayoritas
untuk memegang kassa yang telah dibasahi dengan normal salin 0,9%.
17. Bersihkan luka menggunakan tangan dominant dengan gerakan satu arah sirkuler
(dalam ke luar) atau (atas ke bawah) dengan ganti kassa pada tiap area.keluarkan pus
dengan menekan area luka secara perlahan, pada jaringan nekrosis dapat dilakukan
debridement.
18. Keringakan luka dengan kassa kering
19. Beri obat pada area luka sesuai dengan order
20. Tutup luka dengan kassa kering sesuai dengan kebutuhan
21. Balut luka dengan verban
22. Pasang plester untuk fiksasi balutan
23. Buang kotoran pada bengkok pada tempat sampah dan bereskan alat
24. Lepaskan sarung tangan
25. Cuci tangan
D. TAHAP TERMINASI
1. Evaluasi perasaan klien
2. Simpulkan hasil kegiatan
3. Berikan reinforcement positif
4. Lakukan kontrak untuk kegiatan selanjutnya
5. Akhiri kegiatan
E. TAHAP DOKUMENTASI
1. Hari, tanggal, nama pasien, tindakan, keadaan luka, tanda tangan perawat.
Kaki Diabetik/ Diabetes
ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
Pengkajian pada klien dengan gangguan sistem endokrin diabetes melitus dilakukan
mulai dari pengumpulan data yang meliputi : biodata, riwayat kesehatan, keluhan utama,
sifat keluhan, riwayat kesehatan masa lalu, pemeriksaan fisik, pola kegiatan sehari-hari.
Hal yang perlu dikaji pada klien degan diabetes melitus :
1. Aktivitas dan istirahat :
Kelemahan, susah berjalan/bergerak, kram otot, gangguan istirahat dan tidur,
tachicardi/tachipnea pada waktu melaksanakan acara dan koma
2. Sirkulasi
Riwayat hipertensi, penyakit jantung ibarat IMA, nyeri, kesemutan pada ekstremitas bawah,
luka yang sukar sembuh, kulit kering, merah, dan bola mata cekung.
3. Eliminasi
Poliuri,nocturi, nyeri, rasa terbakar, diare, perut kembung dan pucat.
4. Nutrisi
Nausea, vomitus, berat tubuh menurun, turgor kulit jelek, mual/muntah.
5. Neurosensori
Sakit kepala, menyatakan ibarat mau muntah, kesemutan, lemah otot, disorientasi,
letargi, koma dan bingung.
6. Nyeri
Pembengkakan perut, meringis.
7. Respirasi
Tachipnea, kussmaul, ronchi, wheezing dan sesak nafas.
8. Keamanan
Kulit rusak, lesi/ulkus, menurunnya kekuatan umum.
9. Seksualitas
Adanya peradangan pada tempat vagina, serta orgasme menurun dan terjadi impoten
pada pria.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri akut b/d biro injuri fisik
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh bekerjasama dengan
ketidakmampuan tubuh mengabsorbsi zat-zat gizi bekerjasama dengan faktor biologis.
3. Kerusakan integritas jaringan bekerjasama dengan faktor mekanik: perubahan sirkulasi,
imobilitas dan penurunan sensabilitas (neuropati)
4. Kerusakan mobilitas fisik bekerjasama dengan tidak nyaman nyeri, intoleransi aktifitas,
penurunan kekuatan otot
5. Kurang pengetahuan bekerjasama dengan tidak mengenal (Familiar) dengan sumber
informasi.
6. Deficit self care b/d kelemahan, penyakitnya
7. PK: Hipo / Hiperglikemi
8. PK : Infeksi
DIABETES MELITUS (DM)
C. RENCANA KEPERAWATAN
No Diagnosa NOC NIC
1 Nyeri akut b/d biro Setelah dilakukan Manajemen nyeri :
injuri fisik asuhan 1. Lakukan pegkajian nyeri secara
keperawatan, tingkat komprehensif termasuk lokasi,
kenyamanan klien karakteristik, durasi, frekuensi,
meningkat, dan kualitas dan ontro presipitasi.
dibuktikan dengan2. Observasi reaksi nonverbal dari
level nyeri: ketidaknyamanan.
klien dapat3. Gunakan teknik komunikasi
melaporkan nyeri terapeutik untuk mengetahui
pada petugas, pengalaman nyeri klien
frekuensi nyeri, sebelumnya.
ekspresi wajah, dan4. Kontrol ontro lingkungan yang
menyatakan menghipnotis nyeri ibarat suhu
kenyamanan fisik dan ruangan, pencahayaan,
psikologis, TD 120/80 kebisingan.
mmHg, N: 60-1005. Kurangi ontro presipitasi nyeri.
x/mnt, RR: 16-6. Pilih dan lakukan penanganan
20x/mnt nyeri (farmakologis/non
Control farmakologis)..
nyeri dibuktikan 7. Ajarkan teknik non farmakologis
dengan klien (relaksasi, distraksi dll) untuk
melaporkan gejala mengetasi nyeri..
nyeri dan control8. Berikan analgetik untuk
nyeri. mengurangi nyeri.
9. Evaluasi tindakan pengurang
nyeri/kontrol nyeri.
10. Kolaborasi dengan dokter bila
ada komplain wacana pemberian
analgetik tidak berhasil.
11. Monitor penerimaan klien
wacana administrasi nyeri.
Administrasi analgetik :.
1. Cek acara pemberian analogetik;
jenis, dosis, dan frekuensi.
2. Cek riwayat alergi..
3. Tentukan analgetik pilihan, rute
pemberian dan dosis optimal.
4. Monitor TTV sebelum dan
sesudah pemberian analgetik.
5. Berikan analgetik sempurna
waktu terutama ketika nyeri
muncul.
6. Evaluasi efektifitas analgetik,
tanda dan gejala efek samping.
Managemen Hiperglikemia
1. Monitor GDR sesuai indikasi
2. Monitor tanda dan gejala diabetik
ketoasidosis ; gula darah > 300
mg/dl, pernafasan amis aseton,
sakit kepala, pernafasan kusmaul,
anoreksia, mual dan muntah,
tachikardi, TD rendah, polyuria,
polidypsia,poliphagia, keletihan,
pandangan kabur atau kadar
Na,K,Po4 menurun.
3. Monitor v/s :TD dan nadi sesuai
indikasi
4. Berikan insulin sesuai order
5. Pertahankan saluran IV
6. Berikan IV fluids sesuai
kebutuhan
7. Konsultasi dengan dokter jikalau
tanda dan gejala Hiperglikemia
menetap atau memburuk
8. Dampingi/ Bantu ambulasi jikalau
terjadi hipotensi
9. Batasi latihan ketika gula darah
>250 mg/dl khususnya adanya
keton pada urine
10. Pantau jantung dan sirkulasi (
frekuensi & irama, warna kulit,
waktu pengisian kapiler, nadi
perifer dan kalium
11. Anjurkan banyak minum
Monitor status cairan I/O sesuai
kebutuhan
8. PK : Infeksi Setelah dilakukan 1. Pantau tanda dan gejala infeksi
asuhan keperawatan, primer & sekunder
perawat akan 2. Bersihkan lingkungan setelah
menangani / dipakai pasien lain.
mengurangi 3. Batasi pengunjung bila perlu.
komplikasi defesiensi 4. Intruksikan kepada keluarga
imun untuk mencuci tangan ketika
kontak dan sesudahnya.
5. Gunakan sabun anti miroba untuk
mencuci tangan.
6. Lakukan basuh tangan sebelum
dan sesudah tindakan
keperawatan.
7. Gunakan baju dan sarung tangan
sebagai alat pelindung.
8. Pertahankan teknik aseptik untuk
setiap tindakan.
9. Lakukan perawatan luka dan
dresing infus setiap hari.
10. Amati keadaan luka dan
sekitarnya dari tanda – tanda
meluasnya infeksi
11. Tingkatkan intake nutrisi.dan
cairan
12. Berikan antibiotik sesuai program.
13. Monitor hitung granulosit dan
WBC.
14. Ambil kultur jikalau perlu dan
laporkan bila hasilnya positip.
15. Dorong istirahat yang cukup.
16. Dorong peningkatan mobilitas dan
latihan.
17. Ajarkan keluarga/klien wacana
tanda dan gejala infeksi.
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddart, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Vol 3, Edisi 8, Penerbit RGC,
Jakarta.
Johnson, M.,et all, 2002, Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition, IOWA Intervention
Project, Mosby.
Mc Closkey, C.J., Iet all, 2002, Nursing Interventions Classification (NIC) second Edition, IOWA
Intervention Project, Mosby.
NANDA, 2012, Diagnosis Keperawatan NANDA : Definisi dan Klasifikasi.
Noer, Prof.dr.H.M. Sjaifoellah. 2004. Ilmu Penyakit Endokrin dan Metabolik, Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam, Jilid I. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.
Teguh, Subianto. (2009). Asuhan Keperawatan Diabetes Mellitus. [ serial Online] cited 12 Februari
2012], avaible from URL: http://www.hyves.web.id/askep-diabetes-melitus/
Umami, Vidhia, Dr. 2007. At a Glance Ilmu Bedah , Edisi Ketiga. Jakarta : Penerbit Erlangga