DIABETIC FOOT
Anatomi Pankreas
2. Fisiologi
Kadar glukosa dalam darah sangat dipengaruhi fungi hepar,
pankreas, adenohipofisis dan adrenal. Glukosa yang berasal dari absorpsi
makanan diintestin dialirkan ke hepar melalui vena porta, sebagian glukosa
akan disimpan sebagai glikogen. Pada saat ini kadar glukosa di vena porta
lebih tinggi daripada vena hepatica, setelah absorsi selesai gliogen hepar
dipecah lagi menjadi glukosa, sehingga kadar glukosa di vena hepatica
lebih tinggi dari vena porta. Jadi hepar berperan sebagai glukostat. Pada
keadaan normal glikogen di hepar cukup untuk mempertahankan kadar
glukosa dalam beberapa hari, tetapi bila fungsi hepar terganggu akan
mudah terjadi hipoglikemi atau hiperglikemi. Sedangkan peran insulin dan
glucagon sangat penting pada metabolisme karbonhidrat. Glukagon
menyebabkan glikogenolisis dengan merangsang adenilsiklase, enzim
yang dibutuhkan untuk mengaktifkan fosforilase. Enzim fosforilase
penting untuk gliogenolisis. Bila cadangan glikogen hepar menurun maka
glukoneogenesis akan lebih aktif. Jumlah glukosa yang diambil dan
dilepaskan oleh hati dan yang dipergunakan oleh
jaringan perifer tergantung dari keseimbangan fisiologis beberapa hormon
antara lain :
a. Hormon yang dapat merendahkan kadar gula darah yaitu insulin.
Kerja insulin yaitu merupakan hormon yang menurunkan glukosa
darah dengan cara membantu glukosa darah masuk kedalam sel.
1) Glukagon yang disekresi oleh sel alfa pulau lengerhans.
2) Epinefrin yang disekresi oleh medula adrenal dan
jaringan kromafin.
3) Glukokortikoid yang disekresikan oleh korteks adrenal.
4) Growth hormone yang disekresi oleh kelenjar hipofisis anterior.
b. Glukogen, epineprin, glukokortikoid, dan growth
hormone membentuk suatu mekanisme counfer-regulator yang
mencegah timbulnya hipoglikemia akibat pengaruh insulin.
DM tipe I DM tipe II
Difisiensi Insulin
Kekurang
Mikro vaskuler an volume
cairan Ketidake
Makro vaskuler fektifan
Retina perfusi
jaringan
Jantung Serebral perifer
Retina diabetik
Miocard Penyumbat
Gangguan penglihatan
infark an pada Stroke
otak
Resiko cidera
Nyeri akut Resiko Gangguan
Perfusi Jaringan
Cereberal Nekrosis luka
Gangren
Kerusakan
integritas jaringan
E. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis yang terjadi apabila tidak segera diatasi yaitu :
1. Keletihan
Adanya luka gangren dan kelemahan otot-otot pada tungkai bawah
menyebabkan penderita tidak mampu melaksanakan aktivitas
sehari-hari secara maksimal serta akan mudah mengalami kelelahan
yang berarti (Taqiyyah & Jauhar, 2013).
2. Atrofi otot
Otot yang tidak dipergunakan dalam waktu lama akan kehilangan sebagian
kekuatan dan fungsi normalnya (Ernawati, 2012).
3. Kekakuan dan nyeri sendi
Jaringan kolagen pada sendi dapat mengalami ankilosa. Selain itu, tulang
juga akan mengalami demineralisasi yang akan menyebabkan akumulasi
pada sendi yang dapat mengakibatkan kekakuan dan nyeri pada sendi
(Ernawati, 2012).
4. Nekrosis jaringan
Menurunnya sirkulasi darah akibat imobilitas menyebabkan terjadinya
iskemia serta nekrosis jaringan superfisial pada daerah luka juga dapat
menyebabkan adanya luka baru yaitu dekubitus sebagai akibat tirah baring
yang lama (Ernawati, 2012).
F. Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan darah
Pemeriksaan darah meliputi : GDS > 200 mg/dl, gula darah puasa
>120 mg/dl dan dua jam post prandial > 200 mg/dl.
b. Urine
Pemeriksaan didapatkan adanya glukosa dalam urine. Pemeriksaan
dilakukan dengan cara Benedict ( reduksi ). Hasil dapat dilihat melalui
perubahan warna pada urine : hijau ( + ), kuning ( ++ ), merah ( +++ ),
dan merah bata ( ++++ )
c. Kultur pus
Mengetahui jenis kuman pada luka dan memberikan antibiotik yang
sesuai dengan jenis kuman. (Zaidah 2005)
d. Pemeriksaan X-ray untuk mengetahui ada tidaknya osteomyelitis
Tes lain yang dapat dilakukan : sensasi pada getaran, merasakan
sentuhan ringan, kepekaan terhadap suhu.
G. Penatalaksanaan
Prinsip penatalaksanaan pasien dengan Diabetic Foot adalah mengontrol
gula darah dalam rentang normal. Untuk mengontrol gula darah, ada lima
faktor penting yang harus diperhatikan yaitu:
1. Asupan makanan atau manajemen diet.
2. Latihan fisik atau exercise.
3. Obat-obatan penurun gula darah.
4. Pendidikan kesehatan.
5. Monitoring.
Penatalaksanaan Diabetes Melitus + Diabetic Foot bersifat individual
artinya perlu dipertimbangkan kebutuhan terhadap usia pasien, gaya hidup,
kebutuhan nutrisi, kematangan, tingkat aktivitas, pekerjaan, dan kemampuan
pasien dalam mengontrol gula darah secara mandiri (Tarwoto dkk, 2012).
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
Pengkajian merupakan kegiatan menganalisis informasi yang
dihasilkan dari pengkajian skrining untuk menilai suatu keadaan normal
atau abnormal, kemudian nantinya akan digunakan sebagai pertimbangan
dengan diagnosa keperawatan yang berfokus pada masalah atau risiko.
Pengkajian harus dilakukan dengan dua tahap yaitu pengumpulan data
(informasi subjektif maupun objektif) dan peninjauan informasi riwayat
pasien pada rekam medik. Pengkajian melibatkan beberapa langkah salah
satunya yaitu pengkajian skrining. Dalam pengkajian skrining hal yang
pertama dilakukan adalah pengumpulan data. Pengumpulan data
merupakan pengumpulan informasi tentang pasien yang dilakukan secara
sistemastis. Metode yang digunakan dalam pengumpulan data yaitu
wawancara (anamnesa), pengamatan (observasi), dan pemeriksaan fisik
(pshysical assessment). Langkah selanjutnya setelah pengumpulan data
yaitu lakukan analisis data dan pengelompokan informasi (NANDA
International, 2018).
Terdapat lima kategori data yang harus dikaji yaitu fisiologis,
psikologis, perilaku, relasional, dan lingkungan, di mana setiap kategori
terdiri dari beberapa subkategori. Subkategori tersebut diantaranya
respirasi, sirkulasi, nutrisi dan cairan, eliminasi, aktivitas dan istirahat,
neurosensori, reproduksi dan seksualitas, nyeri dan kenyamanan, integritas
ego, pertumbuhan dan perkembangan, kebersihan diri, penyuluhan dan
pembelajaran, interaksi sosial, keamanan dan proteksi. Masalah intoleransi
aktivitas termasuk ke dalam kategori fisiologis dan subkategori aktivitas
dan istirahat. Pengkajian keperawatan fokus intoleransi aktivitas pada
pasien Diabetes Melitus + Diabetic Foot adalah pasien mengeluh lelah,
merasa lemah, dan merasa tidak nyaman setelah beraktivitas (Tim Pokja
SDKI DPP PPNI, 2017).
1. Identitas Klien
Di identitas klien meliputi nama, usia, jenis kelamin, agama, status
perkawinan, tanggal MRS, dan diagnosa medis.
2. Riwayat kesehatan
a. Keluhan Utama
Pada pasien dengan diabetes melitus biasanya akan merasakan
badannya lemas dan mudah mengantuk terkadang juga muncul
keluhan berat badan turun dan mudah merasakan haus. Pada pasien
diabetes dengan ulkus diabetic biasanya muncul luka yang tidak
kunjung sembuh.
b. Riwayat kesehatan sekarang
Pasien biasanya merasakan nyeri, merasakan paresthesia
ekstremitas bawah, luka yang susah untuk sembuh, turgor kulit
jelek, mata cekung, nyeri kepala, mual dan muntah, kelemahan
otot, letargi, mengalami kebingungan dan bisa terjadi koma.
c. Riwayat kesehatan dahulu
Biasanya hipertensi dan penyakit jantung. Gejala yang muncul
pada pasien DM tidak terdeteksi, pengobatan yang di jalani berupa
kontrol rutin ke dokter maupun instansi kesehatan terdekat.
d. Riwayat kesehatan keluarga
Muncul akibat adanya keturunan dari keluarga yang menderita
penyakit DM.
3. Pengkajian Pola Sehari – hari
a. Pola persepsi
Persepsi pasien ini biasanya akan mengarah pada pemikiran
negative terhadap dirinya yang cenderung tidak patuh berobat dan
perawatan
b. Pola nutrisi metabolik
Akibat produksi insulin tidak adekuat atau adanya kurang insulin
maka kadar gula darah tidak bisa dipertahankan sehingga
menyebabkan keluhan sering BAK, banyak makan, banyak minum,
BB menurun dan mudah lelah. Keadaan tersebut dapat
menyebabkan terjadinya gangguan nutrisi dan metabolisme yang
mempengaruhi status kesehatan.
c. Pola eliminasi
Adanya hiperglikemia menyebabkan terjadinya diuresis osmotik
yang menyebabkan pasien sering kencing (poliuri) dan
pengeluaran glukosa pada urine (glukosuria). Pada eliminasi alvi
relatif tidak ada gangguan.
d. Pola aktivitas dan latihan
Kelemahan, susah berjalan/bergerak, kram otot, gangguan istirahat
dan tidur, tachicardi/tachipnea pada waktu melakukan aktivitas dan
bahkan sampai terjadi koma. Adanya luka gangren dan kelemahan
otot – otot pada tungkai bawah menyebabkan penderita tidak
mampu melaksanakan aktivitas sehari-hari secara maksimal,
penderita mudah mengalami kelelahan.
e. Pola tidur dan istirahat
Istirahat kurang efektif adanya poliuri, nyeri pada kaki diabetic,
sehingga klien mengalami kesulitan tidur.
f. Kognitif persepsi
Pasien dengan gangren cenderung mengalami neuropati/mati rasa
pada luka sehingga tidak peka terhadap adanya nyeri. Pengecapan
mengalami penurunan, gangguan penglihatan.
g. Persepsi dan konsep diri
Adanya perubahan fungsi dan struktur tubuh akan menyebabkan
penderita mengalami gangguan pada gambaran diri. Luka yang
sukar sembuh, lamanya perawatan, banyaknya biaya perawatan
dan pengobatan menyebabkan pasien mengalami kecemasan dan
gangguan peran pada keluarga (self esteem).
h. Peran hubungan
Luka gangren yang susah sembuh dan berbau menjadikan
penderita kurang percaya diri dan menghindar dari keramaian.
i. Seksualitas
Menyebabkan gangguan kualitas ereksi, gangguan potensi seks,
adanya peradangan pada daerah vagina, serta orgasme menurun
dan terjadi impoten pada pria risiko lebih tinggi terkena kanker
prostat berhubungan dengan nefropati.
j. Koping toleransi
Waktu peraatan yang lama, perjalanan penyakit kronik, tidak
berdaya karena ketergantungan menyebabkan reaksi psikologis
yang negatif seperti marah, cemas,mudah tersinggung, dapat
mengakibatkan penderita kurang mampu menggunakan mekanisme
koping yang konstruktif/adaptif.
k. Nilai keprercayaan
Perubahan status kesehatan, turunnya fungsi tubuh dan luka pada
kaki tidak menghambat penderita dalam melakukan ibadah tetapi
mempengaruhi pola ibadahnya.
B. Pemeriksaan fisik
3. Tanda-tanda vital
D. Intervensi Keperawatan
E. Implementasi Keperawatan
Tindakan keperawatan adalah perilaku atau aktivitas spesifik yang
dikerjakan oleh perawat untuk mengimplementasikan intervensi
keperawatan (Tim Pokja SIKI DPP PPNI, 2018). Implementasi
proses keperawatan merupakan rangkaian aktivitas keperawatan dari
hari ke hari yang harus dilakukan dan didokumentasikan dengan
cermat. Perawat melakukan pengawasan terhadap efektivitas
intervensi yang dilakukan, bersamaan pula dengan menilai
perkembangan pasien terhadap pencapaian tujuan atau hasil yang
diharapkan. Pada tahap ini, perawat harus melaksanakan tindakan
keperawatan yang ada dalam rencana keperawatan dan langsung
mencatatnya dalam format tindakan keperawatan (Dinarti, 2013).
Implementasi keperawatan membutuhkan fleksibilitas dan kreativitas
perawat. Sebelum melakukan suatu tindakan, perawat harus
mengetahui alasan mengapa tindakan tersebut dilakukan. Perawat
harus yakin bahwa tindakan keperawatan yang dilakukan sesuai
dengan yang sudah direncanakan, dilakukan dengan cara yang tepat,
aman, serta sesuai dengan kondisi pasien, selalu dievaluasi apakah
sudah efektif, dan selalu didokumentasikan menurut urutan waktu
(Oda Debora, 2013).
F. Evaluasi
Evaluasi keperawatan dicatat menyesuaikan dengan setiap diagnosa keperawatan.
Evaluasi untuk setiap diagnosa keperawatan yaitu SOAP meliputi data subjektif
(S) yang berisikan pernyataan atau keluhan dari pasien, data objektif (O) yaitu
data yang diobservasi oleh perawat atau keluarga di mana data subjektif dan data
objektif harus relevan dengan diagnosa keperawatan yang dievaluasi.