NIM : 3720220027
B. ETIOLOGI
DM mempunyai etiologi yang heterogen, dimana berbagai lesi dapat menyebabkan
insufisiensi insulin, tetapi determinan genetik biasanya memegang peranan penting pada
mayoritas DM. Faktor lain yang dianggap sebagai kemungkinan etiologi DM yaitu :
1. Kelainan sel beta pankreas, berkisar dari hilangnya sel beta sampai kegagalan sel
beta melepas insulin.
2. Faktor-faktor lingkungan yang mengubah fungsi sel beta, antara lain agen yang
dapat menimbulkan infeksi, diet dimana pemasukan karbohidrat dan gula yang
diproses secara berlebihan, obesitas dan kehamilan.
3. Gangguan sistem imunitas. Sistem ini dapat dilakukan oleh autoimunitas yang
disertai pembentukan sel-sel antibodi antipankreatik dan mengakibatkan
kerusakan sel- sel penyekresi insulin, kemudian peningkatan kepekaan sel beta
oleh virus.
4. Kelainan insulin. Pada pasien obesitas, terjadi gangguan kepekaan jaringan
terhadap insulin akibat kurangnya reseptor insulin yang terdapat pada membran
sel yang responsir terhadap insulin.
C. KLASIFIKASI
Menurut American Diabetes Association (ADA) tahun 2020, klasifikasi DM yaitu DM
tipe 1, DM tipe 2, DM gestasional, dan DM tipe lain, diantaranya:
1. Diabetes Melitus Tipe I
DM tipe 1 merupakan proses autoimun disebabkan oleh destruksi sel beta pulau
langerhans akibat proses autoimun. Penderita DM tipe 1 membutuhkan suntikan
insulin setiap hari untuk mengontrol glukosa darahnya (IDF, 2019).
2. Diabetes Melitus Tipe II
DM tipe 2 atau Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM) disebakan
oleh kegagalan relatif sel beta dan resistensi insulin. Resistensi insulin adalah
turunnya kemampuan insulin untuk merangsang pengambilan glukosa oleh
jaringan perifer dan untuk menghambat produksi glukosa oleh hati
3. Diabetes Melitus Gestational
Diabetes yang didiagnosis pada trimester kedua atau ketiga kehamilan dan tidak
mempunyai riwayat diabetes sebelum kehamilan (ADA, 2020).
1. Derajat 0 : Tidak ada lesi terbuka, kulit masih utuh dengan kemungkinan disertai
kelainan bentuk kaki seperti “ claw,callus “.
2. Derajat 1 : Ulkus superfisial terbatas pada kulit.
3. Derajat 2 : Ulkus dalam menembus tendon dan tulang.
4. Derajat 3 : Abses dalam, dengan atau tanpa osteomielitis.
5. Derajat 4 : Gangren jari kaki atau bagian distal kaki dengan atau tanpa selulitis.
6. Derajat 5 : Gangren seluruh kaki atau sebagian tungkai.
D. ANATOMI DAN FISIOLOGI
1. Anatomi Pankreas
Pankreas merupakan sekumpulan kelenjar yang panjangnya kira-kira 15 cm, lebar 5
cm, mulai dari duodenum sampai ke limpa dan beratnya rata-rata 60-90 gram.
Terbentang pada vertebrata lumbalis 1 dan 2 di belakang lambung. Pankreas juga
merupakan kelenjar endokrin terbesar yang terdapat di dalam tubuh. Bagian depan
( kepala ) kelenjar pankreas terletak pada lekukan yang dibentuk oleh duodenum dan
bagian pilorus dari lambung. Bagian badan yang merupakan bagian utama dari organ
ini merentang ke arah limpa dengan bagian ekornya menyentuh atau terletak pada
alat ini. Dari segi perkembangan embriologis, kelenjar pankreas terbentuk
dari epitel yang berasal dari lapisan epitel yang membentuk usus (Tambayong,
2001). Fungsi pankreas ada 2 yaitu :
a. Fungsi eksorin yaitu membentuk getah pankreas yang berisi enzim dan elektrolit
b. Fungsi endokrin yaitu sekelompok kecil atau pulau langerhans, yang bersama-
sama membentuk organ endokrin yang mensekresikan insulin. Pulau langerhans
manusia mengandung 3 jenis sel utama, yaitu:
1) Sel-sel A (alpha) jumlahnya sekitar 20-40 % ; memproduksi glukagon yang
manjadi faktor hiperglikemik, suatu hormon yang mempunyai “ anti insulin
like activity“.
2) Sel-sel B (betha), jumlahnya sekitar 60-80 % , membuat insulin.
3) Sel-sel D (delta), jumlahnya sekitar 5-15 %, membuat somatostatin yang
menghambat pelepasan insulin dan glukagon. (Tambayong, 2001).
2. Fisiologi
Kadar glukosa dalam darah sangat dipengaruhi fungi hepar, pankreas, adenohipofisis
dan adrenal. Glukosa yang berasal dari absorpsi makanan dialirkan ke hepar melalui
vena porta, sebagian glukosa akan disimpan sebagai glikogen. Pada saat ini kadar
glukosa di vena porta lebih tinggi daripada vena hepatica, setelah absorsi selesai
glikogen hepar dipecah lagi menjadi glukosa, sehingga kadar glukosa di vena
hepatica lebih tinggi dari vena porta. Jadi hepar berperan sebagai glukostat. Pada
keadaan normal glikogen di hepar cukup untuk mempertahankan kadar glukosa
dalam beberapa hari, tetapi bila fungsi hepar terganggu akan mudah terjadi
hipoglikemi atau hiperglikemi. Sedangkan peran insulin dan glucagon sangat penting
pada metabolisme karbonhidrat. Glukagon menyebabkan glikogenolisis dengan
merangsang adenilsiklase, enzim yang dibutuhkan untuk mengaktifkan fosforilase.
Enzim fosforilase penting untuk gliogenolisis. Bila cadangan glikogen hepar
menurun maka glukoneogenesis akan lebih aktif.
E. PATHWAY
F. PATOFISIOLOGI
Sebagian besar gambaran patologik dari DM dapat dihubungkan dengan salah satu efek
utama akibat kurangnya insulin berikut:
1. Berkurangnya pemakaian glukosa oleh sel – sel tubuh yang mengakibatkan
naiknya konsentrasi glukosa darah setinggi 300 – 1200 mg/dl.
2. Peningkatan mobilisasi lemak dari daerah penyimpanan lemak yang
menyebabkan terjadinya metabolisme lemak yang abnormal disertai dengan
endapan kolestrol pada dinding pembuluh darah.
3. Berkurangnya protein dalam jaringan tubuh.
G. MANIFESTASI KLINIS
Gejala yang lazim terjadi pada diabetes mellitus pada tahap awal sering ditemukan
sebagai berikut:
1. Poliuri (banyak kencing)
Hal ini disebabkan oleh karena kadar glukosa darah meningkat sampai melampaui
daya serap ginjal terhadap glukosa sehingga terjadi osmotik diuresis yang mana gula
banyak menarik cairan dan elektrolit sehingga klien banyak kencing
2. Polidipsi (banyak minum)
Hal ini disebabkan pembakaran terlalu banyak dan kehilangan cairan banyak karena
poliuri, sehngga untuk mengeimbangi klien lebih banyak minum
3. Polipagi (banyak makan)
Hal ini disebabkan karena glukosa tidak sampai ke sel-sel mengalami starvasi (lapar).
Sehingga untuk memenuhinya klien akan terus makan. Tetapi walaupun klien banyak
makan, tetap saja makanan tersebut hanya kan berada sampai pada pembuluh darah.
4. Berat badan menurun, lemas, lekas lelah, tenaga kurang
Hal ini disebabkan kehabisan glikogen yang telah dilebur jadi glukosa, maka tubuh
berusaha mendapat peleburan zat dari bagian tubuh yang lain yaitu lemak dan protein,
karena tubuh terus merasakan lapar maka tubuh termasuk yang berada di jaringan otot
dan lemak sehingga klien dengan DM banyak makan akan tetap kurus.
5. Mata kabur
Hal ini disebabkan oleh gangguan lintas (glukosa-sarbitol fruktasi) yang disebabkan
karena insufisiensi insulin. Akibat terdapat penimbunan sarbitol dari lensa, sehingga
menyebabkan pembentukkan katarak
H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Glukosa darah: darah arteri / kapiler 5-10% lebih tinggi daripada darah vena,
serum/plasma 10-15% daripada darah utuh, metode dengan deproteinisasi 5% lebih
tinggi daripada metode tanpa deproteinisasi
2. Glukosa urin: 95% glukosa direabsorpsi tubulus, bila glukosa darah > 160-180%
maka sekresi dalam urine akan naik secara eksponensial, uji dalam urin: + nilai
ambang ini akan naik pada orang tua. Metode yang populer: carik celup memakai
GOD.
3. Badan keton dalam urine: bahan urine segar karena asam asetoasetat cepat
didekrboksilasi menjadi aseton. Metode yang dipakai Natroprusid, 3-hidroksibutirat
tidak terdeteksi
4. Pemeriksan lain: fungsi ginjal (ureum, creatinin), lemak darah (kolesterol, HDL,
LDL, trigleserid), fungsi hati, antibodi anti sel insula langerhans (islet cellantibody)
I. ASUHAN KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
Pengkajian pada klien dengan gangguan sistem endokrin diabetes melitus
dilakukan mulai dari pengumpulan data yang meliputi : biodata, riwayat
kesehatan, keluhan utama, sifat keluhan, riwayat kesehatan masa lalu,
pemeriksaan fisik, pola kegiatan sehari-hari. Hal yang perlu dikaji pada klien
degan diabetes melitus :
a. Aktivitas dan istirahat :Kelemahan, susah berjalan/bergerak, kram otot,
gangguan istirahat dan tidur, tachicardi/tachipnea pada waktu melakukan
aktivitas dan koma
b. Sirkulasi: Riwayat hipertensi, penyakit jantung seperti IMA, nyeri, kesemutan
pada ekstremitas bawah, luka yang sukar sembuh, kulit kering, merah, dan
bola mata cekung.
c. Eliminasi: Poliuri,nocturi, nyeri, rasa terbakar, diare, perut kembung dan
pucat.
d. Nutrisi: Nausea, vomitus, berat badan menurun, turgor kulit jelek,
mual/muntah.
e. Neurosensori: Sakit kepala, menyatakan seperti mau muntah, kesemutan,
lemah otot, disorientasi, letargi, koma dan bingung.
f. Nyeri: Pembengkakan perut, meringis.
g. Respirasi: Tachipnea, kussmaul, ronchi, wheezing dan sesak nafas.
h. Keamanan: Kulit rusak, lesi/ulkus, menurunnya kekuatan umum.
i. Seksualitas: Adanya peradangan pada daerah vagina, serta orgasme menurun
dan terjadi impoten pada pria.
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Menurut Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia, diagnosa pada pasien dengan
diabetes mellitus sebagai berikut :
a. Nyeri Akut (D.0077)
Definisi: pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan
kerusakan jaringan aktual atau fungsional, dengan onset mendadak atau
lambat dan berintesitas hingga berat yang ebrlangsung kurang dari 3 bulan.
Penyebab:
1) Agen pencedera fisiologis (mis. inflamasi, iskemia, neoplasma)
2) Agen pencedera kimiawi (mis. terbakar, bahan kimia iritan)
3) Agen pencedera fisik (mis. abses, amputasi, terbakar, terpotong, prosedur
operasi dan trauma)
b. Gangguan Integritas Kulit/Jaringan (D.0129)
Definisi: Kerusakan kulit (dermis dan/atau epidermis) atau jaringan
(membran mukosa, kornea, fasia, otot, tendon, tulang, kartilago, kapsul sendi
dan/atau ligamen)
Penyebab:
1) Perubahan sirkulasi
2) Kekurangan/kelebihan volume cairn
3) Neuropati perifer
4) Penurunan mobilitas
5) Perubahan status nutrisi (kelebihan atau kekurangan)
c. Intoleransi Aktivitas (D. 0056)
Definisi: ketidakcukupan energi untuk melakukan aktivitas sehari-hari
Penyebab :
1) Ketidakseimbangan antara suplai dan kebuthan oksigen
2) Tirah baring
3) Kelemahan
4) Imobilitas
3. INTERVENSI
Menurut Standar Intervensi Keperawatan Indonesia dan Standar Luaran
Keperawatan Indonesia, diagnosa pada pasien diabetes mellitus sebagai berikut:
DAFTAR PUSTAKA
Tim Pokja. (2017). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat
PPNI
Tim Pokja. (2017). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat
PPNI
Tim Pokja. (2017). Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat
PPNI