Anda di halaman 1dari 36

LAPORAN PENDAHULUAN

STASE KEPERAWATAN DASAR PROFESI

TERAPI JUS PEPAYA (CARICA PAPAYA) PADA Ny. Y DENGAN


NYERI GASTRITIS KRONIS

Disusun Oleh :
TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Diabetes Melitus


1. Definisi Diabetes Melitus

Diabetes melitus merupakan suatu penyakit kronis yang menimbulkan


gangguan multisistem dan mempunyai karakteristik hiperglikemia yang
disebabkan defisiensi insulin atau kerja insulin yang tidak adekuat (Smeltzer &
Bare, 2018). Sedangkan Black & Hawks (2014) mendefinisikan DM
merupakan suatu penyakit kronis yang ditandai oleh ketidakmampuan tubuh
untuk melakukan metabolisme karbohidrat, lemak dan protein sehingga
menyebabkan hiperglikemia (peningkatan kadar gula darah). Diabetes melitus
atau yang sering disingkat diabetes adalah gangguan kesehatan yang berupa
kumpulan gejala yang disebabkan oleh peningkatan kadar gula (glukosa) darah
akibat kekurangan ataupun resistensi insulin (Bustan, 2015).
2. Klasifikasi Diabetes Melitus
American Diabetes Association (2012) mengklasifikasikan diabetes melitus
menjadi 4, yaitu:
a. DM Tipe 1
Disebut juga Diabetes Melitus tergantung insulin atau Insulin Dependent
Diabetes Melitus (IDDM) disebabkan oleh destruksi sel beta pankreas
menyebabkan defisiensi insulin absolut yang disebabkan oleh proses
autoimun atau idiopatik. Sebanyak 5% sampai 10% penderita diabetes
termasuk dalam tipe ini. Sel-sel beta pankreas yang normalnya menghasilkan
insulin dihancurkan oleh proses autoimun. Diperlukan suntikan insulin untuk
mengontrol kadar gula darah.
b. DM tipe 2
Disebut juga Diabetes Melitus tidak tergantung insulin atau Non insulin
Dependent Diabetes Melitus (NIDDM). DM tipe 2 disebabkan karena

1
2

berkurangnya sekresi insulin secara progresif yang menyebabkan terjadinya


resistensi insulin. Sebanyak 90% sampai 95% penderita DM termasuk dalam
tipe ini.

c. DM yang berhubungan dengan keadaan atau sindrom lainnya


Merupakan DM yang disebabkan karena defect genetik fungsi sel beta,
gangguan kerja insulin, penyakit eksokrin pankreas (seperti fibrosis kistik),
obat-obatan atau zat kimia (seperti pada penatalaksanaan AIDS atau setelah
transplantasi organ).
d. Diabetes Melitus Gestasional
Merupakan DM yang terjadi selama kehamilan. DM jenis ini akan
berdampak terhadap pertumbuhan janin yang kurang baik. DM gestasional
merupakan DM yang benar-benar terjadi akibat kehamilan dan baru
terdeteksi saat kehamilan.
3. Patogenesis Diabetes Melitus
Kelainan dasar yang terjadi pada DM tipe 2 yaitu :
a. Resistensi insulin pada jaringan lemak, otot dan hati menyebabkan respon
reseptor terhadap insulin berkurang sehingga ambilan, penyimpanan dan
penggunaan glukosa pada jaringan tersebut menurun;
b. Kenaikan produksi glukosa oleh hati mengakibatkan kondisi hiperglikemia;
c. Kekurangan sekresi insulin oleh pankreas yang menyebabkan turunnya
kecepatan transport glukosa ke jaringan lemak, otot dan hepar (Guyton &
Hall, 2014).
Resistensi insulin adalah kondisi dimana sensitifitas insulin menurun.
Sensitifitas insulin adalah kemampuan dari hormon insulin untuk menurunkan
kadar gula darah dengan cara menekan produksi glukosa hepatik dan
menstimulasi pemanfaatan glukosa di dalam otot skelet dan jaringan adipose.
Resistensi insulin awalnya belum menyebabkan DM secara klinis. Sel beta
pankreas masih dapat melakukan kompensasi bahkan sampai over kompensasi,
3

insulin disekresi secara berlebihan sehingga terjadi kondisi hiperinsulinemia


dengan tujuan normalisasi kadar glukosa darah. Mekanisme kompensasi yang
terjadi terus menerus menyebabkan kelelahan sel beta pankreas (exhaustion)
yang disebut dekompensasi, mengakibatkan produksi insulin yang menurun
secara absolut. Kondisi resistensi insulin diperberat oleh produksi insulin yang
menurun akibatnya kadar glukosa darah semakin meningkat sehingga
memenuhi kriteria diagnosis DM (Soegondo, Soewondo, & Subekti, 2018).

4. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis diabetes melitus menurut Price & Wilson (2012) yaitu:
a. Manifestasi Klinik diabetes melitus
1) Poliuria
Terjadi karena hiperglikemik berat dan melebihi ambang ginjal untuk
glukosa, maka timbul glukosuria yang akan mengakibatkan diuresis
osmotik yang meningkatkan pengeluaran urin.
2) Polidipsi
Terjadi karena peningkatan pengeluaran urin sehingga kehilangan banyak
cairan, untuk mengimbangi klien lebih banyak minum.
3) Polifagia
Rasa lapar yang semakin besar timbul sebagai akibat kehilangan kalori
karena glukosa hilang bersama urin
4) Penurunan berat badan (BB) dan rasa lemah
5) Gangguan penglihatan
6) Gatal/bisul
7) Gangguan saraf tepi seperti kesemutan pada kaki
8) Gangguan ereksi
9) keputihan
b. Diabetes Melitus Tipe I
1) Didominasi oleh: poliuria, polidipsi, dan polifagia
4

2) Efek metabolik terus terjadi sehingga timbul penurunan berat badan dan
kelemahan otot
3) Tanda-tanda kimiawinya, meliputi: ketoasidosis, insulin plasma yang
rendah atau tidak ada kenaikan kadar glukosa plasma
c. Diabetes Melitus Tipe II
1) Biasanya pada usia lebih dari 40 tahun
2) Kadang-kadang obesitas
3) Kelainan metabolisme biasanya ringan
5. Anatomi dan Fisiologi Pankreas
Pankreas manusia secara anatomi letaknya menempel pada duodenum dan
terdapat kurang lebih 200.000-1.800.000 pulau Langerhans. Dalam pulau
langerhans jumlah sel beta normal pada manusia antara 60%-80% dari populasi
sel Pulau Langerhans. Pankreas berwarna putih keabuan hingga kemerahan.
Organ ini merupakan kelenjar majemuk yang terdiri atas jaringan eksokrin dan
jaringan endokrin. Jaringan eksokrin menghasilkan enzim-enzim pankreas
seperti amylase, peptidase dan lipase, sedangkan jaringan endokrin
menghasilkan hormon-hormon seperti insulin, glukagon dan somatostatin
(Dolenšek, Rupnik, & Stožer, 2015).
5

Gambar 1. Anatomi Pankreas & Histologi Pulau Langerhans

Pulau Langerhans mempunyai 4 macam sel yaitu (Dolenšek et al., 2015):


a. Sel Alfa sekresi glukagon
b. Sel Beta sekresi insulin
c. Sel Delta sekresi somatostatin
d. Sel Pankreatik

Hubungan yang erat antar sel-sel yang ada pada pulau Langerhans
menyebabkan pengaturan secara langsung sekresi hormon dari jenis hormon
yang lain. Terdapat hubungan umpan balik negatif langsung antara konsentrasi
gula darah dan kecepatan sekresi sel alfa, tetapi hubungan tersebut berlawanan
arah dengan efek gula darah pada sel beta. Kadar gula darah akan
dipertahankan pada nilai normal oleh peran antagonis hormon insulin dan
glukagon, akan tetapi hormon somatostatin menghambat sekresi keduanya
(Dolenšek et al., 2015).

Insulin

Insulin (bahasa latin insula, “pulau”, karena diproduksi di pulau-pulau


Langerhans di pankreas) adalah sebuah hormon yang terdiri dari 2 rantai
polipeptida yang mengatur metabolisme karbohidrat (glukosa glikogen).
Dua rantai dihubungkan oleh ikatan disulfida pada posisi 7 dan 20 di rantai A
dan posisi 7 dan 19 di rantai B (Guyton & Hall, 2014).

Fisiologi Pengaturan Sekresi Insulin


Peningkatan kadar glukosa darah dalam tubuh akan menimbulkan respon tubuh
berupa peningkatan sekresi insulin. Bila sejumlah besar insulin disekresikan
oleh pankreas, kecepatan pengangkutan glukosa ke sebagian besar sel akan
meningkat sampai 10 kali lipat atau lebih dibandingkan dengan kecepatan tanpa
6

adanya sekresi insulin. Sebaliknya jumlah glukosa yang dapat berdifusi ke


sebagian besar sel tubuh tanpa adanya insulin, terlalu sedikit untuk
menyediakan sejumlah glukosa yang dibutuhkan untuk metabolisme energi
pada keadaan normal, dengan pengecualian di sel hati dan sel otak (Guyton &
Hall, 2014).

Gambar 2. Mekanisme Insulin Menyimpan Glukosa Darah Ke Dalam Sel

Pada kadar normal glukosa darah puasa sebesar 80-90 mg/100ml, kecepatan
sekresi insulin akan sangat minimum yakni 25mg/menit/kg berat badan. Namun
ketika glukosa darah tiba-tiba meningkat 2-3 kali dari kadar normal maka
sekresi insulin akan meningkat yang berlangsung melalui 2 tahap (Guyton &
Hall, 2014):
a. Ketika kadar glukosa darah meningkat maka dalam waktu 3-5 menit kadar
insulin plasama akan meningkat 10 kali lipat karena sekresi insulin yang
sudah terbentuk lebih dahulu oleh sel-sel beta pulau langerhans. Namun,
pada menit ke 5-10 kecepatan sekresi insulin mulai menurun sampai kirakira
setengah dari nilai normalnya.
7

b. Kira-kira 15 menit kemudian sekresi insulin mulai meningkat kembali untuk


kedua kalinya yang disebabkan adanya tambahan pelepasan insulin yang
sudah lebih dulu terbentuk oleh adanya aktivasi beberapa sistem enzim yang
mensintesis dan melepaskan insulin baru dari sel beta.
6. Patofisiologi Diabetes Melitus
Diabetes melitus merupakan kumpulan gejala yang kronik dan bersifat sistemik
dengan karakteristik peningkatan gula darah/glukosa atau hiperglikemia yang
disebabkan menurunnya sekresi atau aktifitas dari insulin, sehingga
mengakibatkan terhambatnya metabolisme karbohirat, protein, dan lemak.
Glukosa secara normal bersirkulasi dalam jumlah tertentu dalam darah dan
sangat dibutuhkan untuk kebutuhan sel dan jaringan. Insulin disekresikan oleh
sel beta, insulin merupakan hormon anabolik, yang dapat membantu
memindahkan glukosa dari darah ke otot, hati, dan sel lemak (Tarwoto, 2013).
Diabetes melitus menimbulkan berbagai komplikasi antara lain komplikasi akut
dan kronis. Komplikasi akut terdiri dari ketoasidosis, hiperglikemia dan koma
hiperglikemia. Sedangkan komplikasi kronis terdiri dari makro angiopati dan
mikro angiopati. Komplikasi makroangiopati terjadi pada arteri koroner,
serebrovaskuler, dan perifer. Komplikasi makroangipati atau makrovaskuler
pada penderita diabetes biasanya berkaitan dengan adanya aterosklerosis
pembuluh darah. Pada klien diabetes melitus risiko penyakit kardiovaskuler
aterosklerosis dapat terjadi tiga hingga lima kali lipat lebih tinggi. Menurut
ADA penyakit kardiovaskuler paling banyak berkontribusi terhadap kematian
pada klien diabetes melitus yaitu lebih dari 75% dari total keseluruhan populasi
diabetes (Bilous & Donelly, 2015).
Diabetes dan hipertensi merupakan dua penyakit yang saling berkaitan dan
berdampak terhadap munculnya penyakit mikrovaskuler. Hasil studi
menunjukkan 50% klien diabetes melitus adalah penderita hipertensi dan
tengah mengalami pengobatan anti hipertensi. Hipertensi dan diabetes
merupakan bagian dari sindrom metabolik. Klien diabetes dengan hipertensi
8

mengalami peningkatan yaitu 18% berisiko terjadi miokard infark dan sebanyak
29% mengalami stroke (Bilous & Donelly, 2015).

Pathway Diabetes Melitus

Kerusakan sel α dan β pankreas

Kegagalan Produksi glukagon


Produksi berlebih
insulin
Risiko
kekurangan Meningkatkan Produksi gula
volume cairan Gula darah dari lemak
dan protein
Osmolaritas
meningkat

Membuang
Massa tubuh Fatique
Poliuri Polidipsi Poliphagi

Poliuri Poliuri Berat badan


turun ↓
BB turun Peningkatan gula darah
kronik
Risiko kekurangan
nutrisi

Small vessel disease Arterosklerosis


Diabetik Gangguan
fungsi imun
Hipertensi,
neurop Peningkatan kadar
Berkurang
sensasi ati LDL Infeksi, Gangguan
Neuropati penyembuhan luka
Suplai darah ↓

nekrosis Kerusakan
Gangguan perfusi integritas kulit
jaringan

Pembedahan: amputasi

Nyeri Intoleransi aktivitas


9

7. Pemeriksaan Penunjang Diabetes Melitus


Pemeriksaan diagnostik yang perlu dilakukan menurut Black & Hawks, (2014)
adalah :
a. Kadar Hemoglobin Glikosilase, glukosa secara normal melekat dengan
sendirinya pada molekul hemoglobin dalam sel darah merah. Oleh karena
itu, tingginya kadar glukosa darah membuat kadar hemoglobulin glikosilase
juga lebih tinggi (HbA1c).
b. Kadar glukosa darah sewaktu, klien didiagnosa Diabetes Melitus
berdasarkan manifestasi klinis dan kadar glukosa darah sewaktu >200 mg/dl.
c. Kadar Albumine Glikosilase, glukosa juga melekat pada protein, albumin
secara primer. Pengukuran ini bermanfaat ketika penentuan glukosa darah
rata-rata jangka pendek diperlukan.
d. Kadar connecting peptide (C-peptide), ketika proinsulin diproduksi oleh sel
beta pankreas dipecah oleh enzim, 2 produk terbentuk, insulin dan
connecting peptide. Pada klien Diabetes Melitus tipe satu biasanya memiliki
konsentrasi C-peptide rendah bahkan tidak ada.
e. Ketonuria, adanya keton dalam urin mengindikasikan bahwa tubuh memakai
lemak sebagai sumber utama energi, dan mungkin mengakibatkan
ketoasidosis.
f. Proteinuria, mikroalbuminuria mengukur jumlah protein didalam urin
secara mikroskopis. Pemeriksaan urin tersebut untuk menunjukkan nefropati
awal.
8. Komplikasi Diabetes Melitus
Komplikasi DM terbagi dua berdasarkan lama terjadinya yaitu: komplikasi akut
dan komplikasi kronis (Smeltzer & Bare, 2018; Black & Hawks, 2014).
10

a. Komplikasi Akut
Terdapat 3 komplikasi akut utama pada klien DM berhubungan dengan
ketidak seimbangan singkat kadar glukosa darah, yaitu berupa:
hipoglikemia, diabetik ketoasidosis, dan hiperglikemia hyperosmolar
nonketosis.
b. Komplikasi Kronis
Komplikasi jangka panjang menjadi lebih umum terjadi pada klien DM saat
ini sejalan dengan penderita DM yang bertahan hidup lebih lama.
Komplikasi jangka panjang mempengaruhi hampir semua system tubuh dan
menjadi penyebab utama ketidakmampuan klien. Kategori umum komplikasi
jangka panjang terdiri dari penyakit makrovaskuler dan penyakit
mikrovaskuler dan neuropati.
1) Komplikasi makrovaskuler
Komplikasi makrovaskuler diabetes diakibatkan dari perubahan
pembuluh darah yang sedang hingga yang besar. Dinding pembuluh darah
menebal, sklerosis, dan menjadi oklusi oleh plaqe yang menempel di
dinding pembuluh darah. Biasanya terjadi sumbatan aliran darah.
Perubahan aterosclerotic ini cenderung dan sering terjadi pada klien usia
lebih muda, dan DM tidak stabil. Jenis komplikasi makrovaskuler yang
paling sering terjadi adalah: penyakit arteri koroner, penyakit
cerebrovaskuler, dan penyakit vaskuler perifer.
2) Komplikasi Mikrovaskuler
Perubahan mikrovaskuler pada klien DM melibatkan kelainan struktur
dalam membran dasar pembuluh darah kecil dan kapiler. Membran dasar
kapiler diliputi oleh sel endotel kapiler. Kelainan ini menyebabkan
membran dasar kapiler menebal, seringkali mengakibatkan penurunan
perfusi jaringan. Perubahan membrane dasar diyakini disebabkan oleh
salah satu atau beberapa proses berikut; adanya peningkatan jumlah
sorbitol (suatu zat yang dibuat sebagai langkah sementara dalam
11

perubahan glukosa menjadi fruktosa), pembentukan glukoprotein


abnormal, atau masalah pelepasan oksigen dari hemoglobin . Dua area
yang dipengaruhi oleh perubahan ini adalah retina dan ginjal. Komplikasi
mikrovaskuler di retina disebut retinopati diabetik. Sedangkan komplikasi
mikrovaskuler di ginjal disebut nefropati diabetik.
3) Neuropati
Neuropati diabetik menjelaskan sekelompok gejala penyakit yang
mempengaruhi semua jenis saraf, meliputi saraf perifer, otonom dan
spinal. Neuropati merupakan perburukan yang progresif dari saraf yang
diakibatkan oleh kehilangan fungsi saraf.

9. Pengendalian Diabetes Melitus


Prinsip Pengendalian DM meliputi 4 Pilar yaitu:
a. Penyuluhan
Tujuan penyuluhan menurut pengendalian yaitu meningkatkan pengetahuan
diabetisi tentang penyakit dan pengelolaannya dengan tujuan dapat merawat
sendiri sehingga mampu mempertahankan hidup dan mencegah komplikasi,
lebih lanjut penyuluhan meliputi penyuluhan untuk pencegahan primer
ditujukan untuk kelompok risiko tinggi, penyuluhan untuk pencegahan
sekunder ditujukan pada diabetisi terutama klien yang baru, materi yang
diberikan meliputi pengertian DM, gejala, penatalaksanaan DM, mengenal
dan mencegah komplikasi akut dan kronik, penyuluhan untuk pencegahan
tersier ditujukan pada diabetisi lanjut, dan materi yang diberikan meliputi
aktifitas fisik, pola makan pengawasan kadar gula darah (Soegondo et al.,
2018).
b. Diet Diabetes Melitus
12

Pola diet DM yang sesuai dapat mengurangi timbulnya komplikasi. Pada


prinsipnya, penderita DM harus menghindari makanan yang cepat diserap
menjadi gula yang disebut karbohidrat sederhana, seperti yang terdapat pada
gula pasir, gula jawa, sirup, dodol, selai, permen dan lainya. Namun
sebaliknya, justru dianjurkan mengkonsumsi karbohidrat kompleks yang
mengandung lebih dari satu rantai glukosa, sebelum diserap ke dalam aliran
darah akan terurai terlebih dahulu menjadi satu rantai glukosa melalui proses
pencernaan (Soegondo et al., 2018) .
Karbohidrat atau hidrat arang adalah suatu zat gizi yang fungsi utamanya
sebagai penghasil energi, dimana setiap gramnya menghasilkan 4 kalori,
walaupun lemak menghasilkan energi lebih besar, namun karbohidrat lebih
banyak di konsumsi sehari-hari sebagai bahan makanan pokok, terutama
pada negara sedang berkembang, di negara sedang berkembang karbohidrat
dikonsumsi sekitar 70-80% dari total kalori, bahkan pada daerah-daerah
miskin bisa mencapai 90%, sedangkan pada negara maju karbohidrat
dikonsumsi hanya sekitar 40-60%, hal ini disebabkan sumber bahan
makanan yang mengandung karbohidrat lebih murah harganya dibandingkan
sumber bahan makanan kaya lemak maupun protein, karbohidrat banyak
ditemukan pada serealia (beras, gandum, jagung, kentang dan sebagainya),
serta pada biji-bijian (Soegondo et al., 2018).
Penukar nasi umumnya digunakan sebagai makanan pokok, satu porsi nasi
setara dengan ¾ gelas atau 100 gram, mengandung 175 kalori, 4 gram
protein dan 40 gram karbohidrat, untuk menentukan berapa kebutuhan
karbohidrat total perhari dapat ditentukan dengan melihat kebutuhan energi
sehari, jika energi sehari adalah sebesar 2400 KKal, maka energi yang
berasal dari karbohidrat adalah 1400-1800KKal atau sekitar 300-500 gram
karbohidrat, 1 gram karbohidrat setara dengan 4 KKal, kebutuhan
karbohidrat 60-70% total KKal (Soegondo et al., 2018).
13

Sumber karbohidrat lain dapat diperoleh dari gula merupakan salah satu
sumber karbohidrat sederhana yang dicampur ke kopi, teh manis, susu dan
minuman lainnya yang banyak dikonsumsi masyarakat contohnya 1 (satu)
sendok makan susu kental manis: 71 kalori, gula termasuk dalam sumber
karbohidrat tetapi bukan sumber energi utama, Sumber energi utama adalah
karbohidrat kompleks (nasi, kentang, bihun, jagung, bihun, mie),
penggunaan gula yang terlalu banyak tidak dianjurkan, jika dikonsumsi
berlebihan bisa memicu berbagai masalah seperti Diabetes dan kegemukan,
satu sendok makan gula pasir sama dengan 10 gram (Soegondo et al., 2018).
c. Latihan Fisik (Olah Raga)
Diet dan olah raga harus dilakukan secara bersamaan, sebagai sarana untuk
mengontrol gula darah yang cukup ampuh bagi penderita DM. Disamping itu
olah raga juga membuat insulin bekerja lebih efektif, membantu menurunkan
berat badan, memperkuat jantung, serta mengurangi stress. Olah raga yang
sangat dianjurkan adalah olah raga aerobik, misalnya jalan, joging,
bersepeda, berenang. Prinsip yang harus diterapkan disini adalah: frekuensi,
intensitas dan tempo latihan seperti berikut (Soegondo et al., 2018):
1) Frekuensi latihan, 3-4 kali seminggu, dengan teratur. Selang sehari
sebaiknya digunakan untuk beristirahat atau pemulihan.
2) Intensitas latihan, sebaiknya dipilih yang sedang, yaitu sekitar 70% dari
detak jantung maksimal. Detak jantung maksimal seseorang adalah 220
dikurangi usia orang yang bersangkutan.
3) Tempo latihan, sebaiknya 30 sampai 60 menit setiap kali berolah raga.
4) Jangan lupa melakukan pemanasan (warming up), kegiatan ini dilakukan
sebelum memasuki latihan inti dengan tujuan untuk mempersiapkan
berbagai sistem tubuh sebelum memasuki latihan, menaikkan suhu tubuh,
meningkatkan denyut nadi secara perlahan-lahan, mengurangi
kemungkinan terjadinya cedera, lama pemanasan lima sampai sepuluh
menit, kemudian latihan inti (conditioning) pada tahap ini denyut nadi
14

diusahakan mencapai THR agar latihan benar bermanfaat (Soegondo et


al., 2018).
5) Pendinginan (cooling-down).
Setelah selesai olah raga dilakukan pendinginan untuk mencegah
penumpukan asam laktat yang dapat menimbulkan rasa nyeri pada otot
sesudah berolah raga atau merasa pusing karena darah masih terkumpul
pada otot yang aktif, contohnya bila olah raga jogging maka pendinginan
dilakukan dengan tetap jalan selama beberapa menit, bila menggayuh
sepeda tetap menggayuh tanpa beban, lama pendinginan sebaiknya
dilakukan lima sampai sepuluh menit.
6) Peregangan (Stretching).
Hal ini dilakukan untuk melemaskan dan melenturkan otot-otot yang
masih meregang dan tidak elastis dan ini sangat penting bagi diabetisi
usia lanjut (Soegondo et al., 2018).
d. Pengobatan
Jika telah menerapkan pengaturan makanan dan kegiatan jasmani yang
teratur namun pengendalian kadar gula darah belum tercapai maka
dipertimbangkan pemberian obat meliputi obat hipoglikemi oral (OHO) dan
insulin, pemberian obat hipoglikemi oral diberikan kurang lebih 30 menit
sebelum makan, pemberian insulin biasanya diberikan lewat penyuntikan di
bawah kulit (subkutan) dan pada keadaan khusus diberikan secara intravena
(melalui vena) atau intramusculer (melalui otot) (Soegondo et al., 2018).

B. Terapi Jus Pepaya (Carica Papaya) pada Nyeri Gastritis Kronis


Penatalaksanaan nyeri gastritis dapat dilakukan dengan pendekatan farmakologis
dan non farmakologis. Penanganan nyeri bisa dilakukan secara farmakologis yakni
dengan pemberian obat-obatan. Dengan cara non farmakologis melalui
pemanfaatan tanaman obat seperti daun andong, daun jambu biji, kulit kayu manis,
kunyit, lidah buaya, pegagan, pisang batu, putri malu, temu lawak, dan pepaya
15

(April, 2012). Masyarakat cenderung memandang obat sebagai satu–satunya


metode untuk menghilangkan nyeri. Diantara obat yang digunakan untuk
mengatasi maag adalah antasida. Zat kalsium karbonat dalam antasida dapat
menetralkan asam lambung yang disertai dengan melepaskan gas karbondioksida
yang diduga merangsang dinding dengan mencetuskan perforasi dari tukak.
Pertama-tama terjadi peredaan nyeri, tetapi segera disusul oleh rasa nyeri yang
lebih hebat akibat bertambahnya pelepasan asam (Tjay, 2007). Salah satu alternatif
terapi herbal untuk meredakan nyeri adalah dengan teknik pemberian jus buah
pepaya/Carica papaya (Khakim, 2011).
Pepaya merupakan salah satu buah tropis yang mudah dan banyak didapatkan di
seluruh pelosok nusantara. Tanaman pepaya dikenal sebagi tanaman multiguna,
karena hampir seluruh bagian tanaman mulai akar hingga daun bermanfaat bagi
manusia maupun hewan. Untuk pemakaian luar, caranya pepaya direbus lalu
airnya digunakan untuk mencuci bagian yang sakit, atau getah dioleskan pada
bagian yang sakit. Sedangkan untuk pemakaian dalam, dapat digunakan sebanyak
200 gram bahan segar untuk dihaluskan menjadi jus. Jus buah pepaya (Carica
papaya) dapat diperoleh dengan mengolah buah pepaya segar menjadi jus buah
pepaya (Wijayakusuma, 2005 dalam Khakim, 2011).
Hasil penelitian (Priyanto & Suharyanti, 2018) ada perbedaan yang signifikan
antara tingkat nyeri sebelum dan setelah dilakukan tindakan pemberian jus buah
pepaya (Carica papaya) pada kelompok intervensi dengan p = 0,046 (p < 0,05)
pada penderita gastritis di wilayah Puskesmas Mungkid. Salah satu kandungan
buah pepaya yang berperan dalam memperbaiki masalah lambung adalah enzim
papain (sejenis enzim proteolitik) dan mineral basa lemah. Enzim papain mampu
mempercepat perombakan protein yang akan mempercepat regenerasi kerusakan
sel-sel lambung. Mineral basa lemah berupa magnesium, kalium dan kalsium
mampu menetralkan asam lambung yang meningkat. Sedangkan hasil penelitian
Khakim (2011) menyatakan bahwa peningkatan pemberian dosis jus buah pepaya
16

(Carica papaya) dapat mengurangi dan memperbaiki kerusakan lambung mencit


yang diinduksi aspirin dan tidak menimbulkan efek samping yang nyata.

C. Konsep Asuhan Keperawatan Diabetes Melitus


1. Pengkajian
a. Riwayat Kesehatan Keluarga
Adakah keluarga yang menderita penyakit seperti klien?
b. Riwayat Kesehatan Pasien dan Pengobatan Sebelumnya
Berapa lama klien menderita DM, bagaimana penanganannya, mendapat
terapi insulin jenis apa, bagaimana cara minum obatnya apakah teratur atau
tidak, apa saja yang dilakukan klien untuk menanggulangi penyakitnya.
c. Aktivitas/ Istirahat :
Letih, lemah, sulit bergerak / berjalan, kram otot, tonus otot menurun.
d. Sirkulasi
Adakah riwayat hipertensi, AMI, klaudikasi, kebas, kesemutan pada
ekstremitas, ulkus pada kaki yang penyembuhannya lama, takikardi,
perubahan tekanan darah
e. Integritas Ego
Stres, ansietas
f. Eliminasi
Perubahan pola berkemih (poliuria, nokturia, anuria), diare
g. Makanan/Cairan
Anoreksia, mual muntah, tidak mengikuti diet, penurunan berat badan, haus,
penggunaan diuretik.
h. Neurosensori
Pusing, sakit kepala, kesemutan, kebas kelemahan pada otot, parestesia,
gangguan penglihatan.
i. Nyeri / Kenyamanan
Abdomen tegang, nyeri (sedang/berat)
17

j. Pernapasan
Batuk dengan/tanpa sputum purulen (tergangung adanya infeksi / tidak)
k. Keamanan
Kulit kering, gatal, ulkus kulit.
l. Pemeriksaan Fisik
Pengukuran tinggi dan berat badan, pengukuran tekanan darah, termasuk
pengukuran tekanan darah dalam posisi berdiri untuk mencari kemungkinan
adanya hipotensi ortostatik, pemeriksaan funduskopi, pemeriksaan rongga
mulut dan kelenjar tiroid, pemeriksaan jantung, evaluasi nadi baik secara
palpasi maupun dengan stetoskop, pemeriksaan ekstremitas atas dan bawah,
termasuk jari, pemeriksaan kulit dan pemeriksaan neurologis, tanda-tanda
penyakit lain yang dapat menimbulkan DM tipe-lain.

2. Diagnosa Keperawatan
a. Ketidakstabilan kadar glukosa darah berhubungan dengan tidak patuh pada
rencana manajemen diabetes.
b. Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan hiperglikemia.
c. Risiko ketidakseimbangan cairan berhubungan dengan hiperglikemia/
diuresis osmotik.

3. Intervensi Keperawatan

No SDKI SLKI SIKI


1 Kategori: Fisiologis Setelah dilakukan Manajemen Hiperglikemia:
Subkategori: Nutrisi intervensi keperawatan - Identifikasi kemungkinan penyebab
dan cairan selama 3 X 24, maka kadar hiperglikemia
Diagnosa glukosa darah stabil dengan - Monitor kadar gula darah (k/p)
kriteria hasil :
Keperawatan: - Monitor tanda dan gejala
L.03022
Ketidakstabilan kadar hiperglikemia
Kesadaran 2-5
glukosa darah Lelah 4-1 - Monitor intake dan output cairan
berhubungan dengan Rasa haus 4-1 - Anjurkan menghindari olahraga
tidak patuh pada Kadar glukosa dalam darah saat kadar gula darah lebih dari 250
rencana manajemen 2-5 mg/dL
18

diabetes (D. 0027) - Anjurkan monitor kadar gula darah


secara mandiri
- Anjurkan kepatuhan terhadap diet
dan olahrga
- Anjurkan pengelolaan diabetes
2 Kategori: Fisiologis Setelah dilakukan Manajemen Hiperglikemia:
Subkategori: intervensi keperawatan - Observasi tekanan darah
Sirkulasi selama 1 X 24, maka - Identifikasi kemungkinan penyebab
Diagnosa perfusi perifer efektif hiperglikemia
dengan kriteria hasil :
Keperawatan: - Monitor kadar gula darah (k/p)
L.02011
Perfusi perifer tidak - Monitor tanda dan gejala
Denyut nadi perifer 2-5
efektif berhubungan Sensasi 2-5 hiperglikemia
dengan hiperglikemia Edema perifer 4-1 - Monitor intake dan output cairan
(D.0009) Turgor kulit 2-5 - Anjurkan menghindari olahraga
Tekanan darah 2-5 saat kadar gula darah lebih dari 250
mg/dL
- Anjurkan monitor kadar gula darah
secara mandiri
- Anjurkan kepatuhan terhadap diet
dan olahraga
- Anjurkan pengelolaan diabetes
3 Kategori: Fisiologis Setelah dilakukan Manajemen Cairan: I.03098
Subkategori: Nutrisi intervensi keperawatan - Monitor TTV
dan cairan selama 1 X 24, maka - Monitor status hidrasi
Diagnosa keseimbangan cairan - Monitor intake output dan hitung
efektif dengan kriteria
Keperawatan: balans cairan 24 jam
hasil:
Risiko L.03020
ketidakseimbangan Asupan cairan 2-5
cairan berhubungan Haluaran urin 2-5
dengan hiperglikemia/ Dehidrasi 3-1
diuresis osmotik (D. Tekanan darah 2-5
0036)
ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
Biodata Klien
1. Nama : Ny. Y
2. Umur : 37 Tahun
3. Jenis Kelamin : Perempuan
4. Alamat : Jl. Raden Mahmud RT/RW. 004/002 Kel.
Mauk Timur Kec. Mauk
6. Status : Menikah
5. Keluarga terdekat : Suami
6. Diagnosa Medis : Gastritis
7. Tanggal Pengkajian : Selasa/09 Maret 2021
I. Anamnese
1. Keluhan Utama ( Alasan MRS ) :
Saat Pengkajian :
Nyeri ulu ati, mual, muntah, lemas, tidak nafsu makan
2. Riwayat Penyakit Sekarang :
Sering nyeri ulu ati beberapa bulan terakhir.
3. Riwayat Penyakit Yang Lalu : Klien menyangkal kalau mempunyai riwayat
penyakit paru, jantung maupun penyakit yang lain.
4. Riwayat Kesehatan Keluarga : Klien juga menyangkal jika ada keluarga yang
sakit.

II. Pola Pemeliharaan Kesehatan


1. Pola Pemenuhan Kebutuhan Nutrisi :
No Pemenuhan Sebelum Sakit Saat Sakit
Makan/Minum
1 Jumlah / Waktu Pagi : 1 porsi Pagi : ½ porsi
Siang : 1 porsi Siang : ½ porsi
Malam : 1 porsi Malam : ½ porsi
2 Jenis Nasi : nasi Nasi : lunak atau bubur
Lauk : ikan, daging, Lauk : ikan, daging,
tahu, tempe tahu, tempe
Sayur : semua sayur Sayur : semua sayur

19
20

Minum : air putih, Minum : air putih


kopi
3 Pantangan Tidak ada Makanan pedas, sayur
kol, nangka, kopi
4 Kesulitan Tidak ada Nyeri ulu ati saat
Makan / Minum makanan masuk, mual
5 Usaha-usaha Tidak ada Minum obat maag
mengatasi sebelum makan
masalah
Masalah Keperawatan : Nyeri ulu ati dan mual
2. Pola Eliminasi
No Pemenuhan Sebelum Sakit Saat Sakit
Eliminasi BAB
/BAK
1 Jumlah / Waktu BAB 1x/hari BAB 1x/hari
BAK 5-6x/hari BAK 5-6x/hari
2 Warna BAB warna kuning BAB warna kuning
khas khas
BAK warna kuning BAK warna kuning
jernih jernih
3 Bau Khas Khas
4 Konsistensi BAB lunak BAB lunak
5 Masalah Eliminasi Tidak ada keluhan Tidak ada keluhan
6 Cara Mengatasi Tidak ada Tidak ada
Masalah
Masalah Keperawatan : Tidak ditemukan
3. Pola istirahat tidur
Selama sakit klien mengatakan lebih banyak istirahat tidur meskipun tidur
terasa tidak nyenyak karena sering merasa bermimpi. Jika tidak bisa tidur
klien berzikir sampai tertidur.
Masalah Keperawatan : Tidak ditemukan masalah.
4. Pola kebersihan diri / Personal Hygiene
Selama dan sebelum sakit klien mengatakan tidak menemukan masalah
dalam kebersihan diri. Klien mandi 2x sehari, gosok gigi 2x sehari, keramas
3 hari sekali dan gunting kuku seminggu sekali. Tidak ada aktivitas
kebersihan diri yang berubah sebelum dan sesudah sakit.
Masalah Keperawatan : Tidak ditemukan masalah.

5. Aktivitas Lain
21

Klien mengatakan jika terasa sakit ulu ati yang hebat, klien ijin bekerja
namun jika sehat atau nyeri ulu ati yang bisa ditahan klien kerja sebagai
buruh di pabrik.
Masalah Keperawatan : Tidak dapat beraktivitas rutin ketika sakit.

6. Riwayat Sosial Ekonomi


Klien sebelum sakit dan masa pandemi seminggu sekali mengikuti kegiatan
pengajian didekat rumah, namun setelah pandemi tidak ada kegiatan
pengajian lagi. Untuk perekonomian keluarga sebagai pencari sumber
keuangan adalah dirinya dan suaminya yang bekerja sebagai buruh di pabrik
yang sama.
Masalah Keperawatan : Tidak ditemukan masalah.

III. Pemeriksaan Fisik


1. Pemeriksaan Tanda-Tanda Vital
a. Tensi : 120/70 mmHg e. BB : 58 Kg
b. Nadi : 88 x/mnt f. TB : 160 cm
c. RR : 20 x/mnt g. Berdasar rumus Borbowith
d. Suhu : 370 C Klien termasuk : (ideal)
2. Keadaan Umum
Kesadaran composmentis, terlihat sakit sedang

3. Pemeriksaan Integument, Rambut Dan


Kuku
a. Integument :
Tidak ditemukan lesi, warna kulit sawo matang, turgor kulit baik,
struktur tegang, lemak subcutan tebal, nyeri tekan (+) pada daerah ulu ati
atau abdomen kuadran kiri atas.
b. Pemeriksaan Rambut
Rambut hitam, bersih dan tidak berbau.
c. Pemeriksaan Kuku
Kuku terlihat bersih dan pendek.
d. Keluhan yang dirasakan oleh klien yang berhubungan dengan
Px. Kulit : hanya nyeri tekan pada daerah ulu ati
22

Masalah Keperawatan : Nyeri tekan ulu ati


4. Pemeriksaan Kepala, Wajah dan Leher
a. Pemeriksaan Kepala
Kepala terlihat buat, simetris, tidak ditemukan kelainan bentuk, tidak ada
nyeri tekan.
b. Pemeriksaan Mata
Kedua mata simetris kanan dan kiri, tidak memakai kacamata,
konjunctiva dan skelra tidak terlihat merah, tidak terlihat bengkak pada
kelopak mata, tidak ada benjolan, tidak ditemukan strabismus maupun
nigtasmus.
c. Pemeriksaan Telinga
Kedua teliga simetris, tidak ada nyeri tekan maupun peradangan, terlinga
terlihat bersih. Klien mampu mendengar dengan baik.
d. Pemeriksaan Hidung
Bentuk hidung tidak bengkok, tidak ada perdarahan dan kotoran hidung,
tidak ada pembengkakkan dan pembesaran polip, mampu menghidu
dengan baik terhadap bau-bauan.
e. Pemeriksaan Mulut dan Faring
Tidak ada kelainan kongentinal pada bibir, warna bibir terlihat pucat, lesi
(-), Bibir pecah (-), gigi terlihat rapih dan bersih, gusi berwarna pink
pucat, gusi tidak ditemukan bengkak dan lesi, warna lidah pink, tidak ada
perdarahan dan abses. Bau mulut tercium khas, tosil (+) tidak bengkak,
perubahan suara (-)
f. Pemeriksaan Wajah
Ekspresi wajah terlihat sedikit tegang, warna kulit wajah pucat, tidak
ditemukan kelumpuhan pada otot-otot fasialis.
g. Pemeriksaan Leher
Bentuk leher simetris, tidak ditemukan benjolan, peradangan maupun
bekas luka. Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid maupun vena jugularis.
Masalah Keperawatan : Tidak ditemukan masalah.
23

5. Pemeriksaan Payudara dan Ketiak


Klien mengatakan tidak ada benjolan pada payudara maupun ketiak atau
keluar cairan dari payudara.
Keluhan lain yang terkait dengan Px. Payudara dan ketiak : Tidak ada
keluhan.
Masalah Keperawatan : Tidak ditemukan masalah.

6. Pemeriksaan Torak dan Paru


a. Inspeksi
Bentuk torak normal chest, susunan ruas tulang belakang normal, bentuk
dada simetris, keadaan kulit tidak ada lesi maupun perubahan warna.
Tidak ada retrasksi otot bantu pernafasan. Pola nafas : Eupnea, tanda-
tanda cianosis (-), keluhan batuk (-).
b. Palpasi
Pemeriksaan taktil / vocal fremitus : getaran antara kanan dan kiri teraba
sama.
c. Perkusi
Area paru sonor.
d. Auskultasi
Suara nafas area vesikuler bersih, area bronchial bersih, area
bronkovesikuler bersih. Suara ucapan terdengar normal, tidak ditemukan
suara tambahan.
Keluhan lain yang dirasakan terkait Px. Torak dan Paru : Tidak ada
keluhan.
Masalah Keperawatan : Tidak ditemukan masalah.

7. Pemeriksaan Jantung
a. Inspeksi
Ictus cordis ( - ).
b. Palpasi
Pulsasi pada dinding torak teraba kuat.
c. Perkusi
Batas-batas jantung masih dalam batas normal antara linea strenalis kiri
dan dan kanan.
24

d. Auskultasi
BJ I terdengar tunggal, keras dan reguler.
BJ II terdengar tunggal, keras dan reguler.
Tidak ditemukan bunyi jantung tambahan.
Keluhan lain terkait dengan jantung : Tidak ada.
Masalah Keperawatan : Tidak ditemukan masalah.

8. Pemeriksaan Abdomen
a. Inspeksi
Bentuk abdomen cembung, massa/benjolan ( - ), kesimetrisan ( - ),
bayangan pembuluh darah vena ( - )
b. Auskultasi
Frekuensi peristaltik usus 18-20 x/menit (Borborygmi ( - )
c. Palpasi
Palpasi Hepar : Hepar tidak teraba. Nyeri tekan kuadran abdomen kanan (
- ), nyeri tekan egigastrium/ulu ati (+), pembesaran ( - ), perabaan
( lunak), permukaan (halus), tepi hepar (tumpul ) .
Palpasi Lien : membuat garis bayangan Schuffer dari midclavikula kiri
ke arcus costae-melalui umbilicus-berakhir pada xias kemudian garis dari
arcus coastae ke xias dibagi delapan. Setelah dilakukan palpasi tidak ada
nyeri tekan pada garis Schuffer.
Palpasi Appendik :
Tidak ada nyeri tekan pada titik Mc. Burney, nyeri lepas (-), nyeri
menjalar kontralateral (- ).
Palpasi dan Perkusi:
Shiffing Dullnes ( - ), Undulasi ( - ), Tympani (+).
Palpasi Ginjal :
Nyeri tekan ( - ), pembesaran ( - ). Ginjal tidak teraba.
Keluhan lain yang dirasakan terkait dengan Px. Abdomen : Tidak
ditemukan.
Masalah Keperawatan : Nyeri tekan egigastrum atau ulu ati.

9. Pemeriksaan Genetalia
Klien mengatakan tidak ada keluhan terkait daerah kemaluan/genetalia.
25

Masalah Keperawatan : Tidak ditemukan masalah.

10. Pemeriksaan Anus


Klien mengatakan tidak ada keluhan terkait daerah anus.
Masalah Keperawatan : Tidak ditemukan masalah.

11. Pemeriksaan Muskuloskeletal


( Ekstremitas )
a. Inspeksi
Otot antara sisi kanan dan kiri (simetris), deformitas (-), fraktur (-).

b. Palpasi (-) (-)

Oedem : (-) (-)

Lingkar lengan :

Lakukan uji kekuatan otot : (+) (+)

(+) (+)

Masalah Keperawatan : Tidak ditemukan masalah.

12. Pemeriksaan Neurologis


a. Menguji tingkat kesadaran dengan GCS ( Glasgow Coma Scale )
a. Menilai respon membuka mata 4
b. Menilai respon Verbal 5
c. Menilai respon motorik 6
Setelah dilakukan scoring: 15 (Compos Mentis )
b. Memeriksa tanda-tanda rangsangan otak
Peningkatan suhu tubuh (-), nyeri kepala (-), kaku kuduk (-), mual (+),
muntah (-) kejang (-) penurunan tingkat kesadaran (-).
c. Memeriksa nervus cranialis
Klien mengatakan tidak ada keluhan terkait pemeriksaan Nervus I-XII,
hanya ada rasa mual saja.
26

d. Memeriksa fungsi motorik


Ukuran otot simetris, atropi (-) gerakan yang tidak disadari oleh klien (-).
e. Memeriksa fungsi sensorik
Tidak ada keluhan dan peka terhadap semua rangsang baik panas
maupun tajam.
f. Memeriksa reflek kedalaman tendon
Tidak ditemukan reflek patologis, reflek fisiologis bisep, trisep,
brachiradialis, patella, achiles semua (+).
Keluhan lain yang terkait dengan Px. Neurologis : Tidak ditemukan.
Masalah Keperawatan : Tidak ditemukan masalah.

IV. Riwayat Psikologis


1. Status Nyeri :
a. Menurut Skala Intensitas Numerik

● ● ● ● ● ● ● ● ● ●
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
b. Menurut Agency for Health Care Policy and Research
No Intensitas Nyeri Diskripsi

1 □ Tidak Nyeri Klien mengatakan tidak


merasa nyeri
2 □ Nyeri ringan Klien mengatakan sedikit nyeri atau ringan.
Klien nampak gelisah
3 □ Nyeri sedang Klien mengatakan nyeri masih bisa ditahan
atau sedang
Klien nampak gelisah
Klien mampu sedikit berparsitipasi dalam
perawatan
4 □ Nyeri berat Klien mangatakan nyeri tidak dapat ditahan
atau berat.
Klien sangat gelisah
Fungsi mobilitas dan perilaku klien berubah
5 □ Nyeri sangat Klien mengatan nyeri tidak tertahankan atau
berat sangat berat
Perubahan ADL yang mencolok
( Ketergantungan ), putus asa.
Masalah Keperawatan : Nyeri sedang saat ditekan pada daerah ulu ati.
27

2. Status Emosi
Bagaimana ekspresi hati dan perasaan klien : Klien terlihat sedikit tidak
tenang, klien mengatakan keluarga sangat mendukung untuk percepat
kesembuhan dirinya. Klien merasa bahagia bila dapat berkumpul dengan
keluarga dalam keadaan sehat semua. Klien merasa tidak nyaman jika
penyakit maag nya kembali kambuh.
Masalah Keperawatan : Klien terlihat cemas.

3. Gaya Komunikasi
Saat berkomunikasi klien terlihat sedikit tidak nyaman namun klien mampu
menjawab apa yang ditanyakan perawat.
Masalah Keperawatan : klien terlihat tidak nyaman/cemas.

4. Pola Interaksi
Klien cukup terbuka saat berinteraksi.
Masalah Keperawatan : Tidak ditemukan masalah.

5. Pola Pertahanan
Klien mengatakan bila mendapatkan masalah klien akan berdiskusi dengan
suami.
Masalah Keperawatan : Tidak ditemukan masalah.

6. Dampak sakit
Klien merasa tidak enak/nyaman dengan suami karena pekerjaan rumah
semua dikerjakan oleh suami.
Masalah Keperawatan : Klien merasa tidak nyaman dengan kondisinya
karena sakit.

V. Pemeriksaan Status Mental dan Spiritual


1. Kondisi emosi / perasaan klien
Klien terlihat sedih dengan kondisinya saat ini.
Masalah Keperawatan : Tidak ditemukan masalah.
28

2. Kebutuhan Spiritual Klien :


Selama sakit klien masih mampu untuk melakukan sholat 5 waktu, namun
tidak mengikuti pengajian mingguan di dekat rumah karena pandemi juga
pengajian ditutup sementara.
Masalah Keperawatan : Tidak ditemukan masalah.

3. Tingkat Kecemasan Klien :

Komponen Cemas Cemas Cemas Panik


No Yang dikaji Ringan Sedang Berat
1 Orintasi terhadap √ Baik □ Menurun □ Salah □ Tdk
Orang, tempat, ada reaksi
waktu

2 Lapang persepsi □ Baik √ Menurun □ Menyempit □ Kacau

3 Kemampuan □ Mampu √ Mampu □Tidak mampu □Tdk


menyelesaikan dengan bantuan ada
masalah tanggapan
4 Proses Berfikir □ Mampu √ Kurang mampu □Tidak mampu □Alur fikiran
berkonsentrasi mengingat dan mengingat kacau
dan mengingat berkonsentrasi dan
dengan baik berkonsentr
asi
5 Motivasi □ Baik √ Menurun □ Kurang □ Putus asa

Masalah Keperawatan : Tingkat kecemasan sedang.


4. Konsep diri klien:
Klien mampu berperan sebagai seorang ibu, istri dan pekerja.
Masalah Keperawatan : Tidak ditemukan masalah.

VI. Pemeriksaan Laboratorium


Tidak dilakukan.
VII. Pemeriksaan Penunjang
Tidak dilakukan.
VIII. Terapi Yang Telah Diberikan
1. Antasid Syrup 3x2 sendok obat diminum 30 menit sebelum makan
2. Ranitidin 150 mg 2x1 tab
29

IX. DATA FOKUS


Analisa Data

Data fokus Masalah/Diagnosa


Keperawatan

DS : Nyeri kronik b/d inflamasi


- Klien mengatakan nyeri ulu ati saat masuk mukosa lambung
makanan
- Klien mengatakan sering nyeri ulu ati sudah
setahun kebelakang hilang timbul.

DO :
- Nyeri tekan pada daerah epigastrium/ulu ati
- Skala nyeri 6 saat ditekan
- Intensitas nyeri sedang
- Suhu 370C, Nadi 88x/mnt, Respirasi 20x/mnt,
TD: 120/70 mmHg
- Terapi saat ini : Antasid syrup 3x2 sendok obat
(sebelum makan), ranitidin 150 mg 2x1tab.

DS : Intoleransi aktivitas b/d


- Klien merasa tidak enak/nyaman dengan suami kelemahan fisik
karena pekerjaan rumah semua dikerjakan oleh
suami disaat dia sakit.
- Klien merasa tidak nyaman jika penyakit maag nya
kembali kambuh.
- Klien mengatakan nyeri ulu ati sudah setahun
kebelakang dan hilang timbul.
- Klien mengatakan jika terasa sakit ulu ati yang
hebat, klien ijin bekerja.
DO :
- Suhu 370C, Nadi 88x/mnt, Respirasi 20x/mnt, TD;
120/70 mmHg
- Saat dilakukan pengkajian keadaan umum klien
nampak sakit sedang dan terbaring

DS : Ansietas b/d perubahan status


- Klien merasa tidak enak/nyaman dengan suami kesehatan dan nyeri.
karena pekerjaan rumah semua dikerjakan oleh
suami disaat dia sakit.
- Klien merasa tidak nyaman jika penyakit maag nya
kembali kambuh.
- Klien mengatakan nyeri ulu ati sudah setahun
kebelakang dan hilang timbul.
DO :
- Suhu 370C, Nadi 88x/mnt, Respirasi 20x/mnt, TD;
30

120/70 mmHg
- Tingkat kecemasan klien kategori sedang
- Klien terlihat tidak nyaman/cemas.

B. Diagnosa Keperawatan (NANDA)


1. Nyeri kronik b/d inflamasi mukosa lambung
2. Ansietas b/d perubahan status kesehatan dan nyeri.
3. Intoleransi aktivitas b/d kelemahan fisik

C. Intervensi Keperawatan
No Diagnosa NOC NIC
1. Nyeri kronik Setelah dilakukan 1) Kaji skala nyeri
b/d inflamasi tindakan keperawatan 2) Ukur TTV
mukosa selama 3x24 jam 3) Anjurkan makan makananan
diharapkan masalah
lambung lunak sedikit demi sedikit
keperawatan dapat
teratasi dengan kriteria dan minum minuman hangat.
hasil: 4) Ajarkan teknik reklasasi.
- Nyeri klien berkurang 5) Berikan jus pepaya
atau hilang 6) Kolaborasi dalam pemberian
- Skala nyeri 0. obat lambung.
- Klien dapat relaks.
- Keadaan umum klien
baik.
2. Ansietas b/d Setelah dilakukan 1) Berikan informasi yang akurat.
perubahan tindakan 2) Berikan lingkungan yang
status keperawatan tenang untuk istirahat.
kesehatan dan 1x24 jam ansietas pasien 3) Ajarkan teknik relaksasi.
nyeri. dapat berkurang dengan
kriteria hasil :
- Melaporkan berkurangnya
cemas dan takut.
- Mengungkapkan
mengerti tentang proses
penyakit
3. Intoleransi Setelah dilakukan 1) Observasi sejauh mana klien
aktivitas b/d tindakan keperawatan 1x24 dapat melakukan aktivitas.
kelemahan jam klien dapat beraktivitas
2) Berikan lingkungan yang
fisik kembali.
tenang.
Kriteria hasil :
Klien dapat beraktivitas 3) Jelaskan pentingnya
tanpa bantuan beraktivitas bagi klien.
D. Implementasi dan Evaluasi
Hari/Tanggal Jam Diagnosa Implementasi Evaluasi Ttd
Rabu, 10/03/2021 15.00 Dx. 1, 3 1. Mengkaji skala nyeri klien Jam 18.30
(rentang 1-10) S:
2. Mengukur TTV P: klien mengatakan masih nyeri
3. Mengobservasi aktivitas klien Q: nyeri saat ditekan
4. Melatih relaksasi napas dalam R: nyeri di ulu ati
S: skala 4
16.30 Dx. 1 1. Memberikan jus pepaya T: hilang timbul
2. Memberikan Antasid syrup 2 Klien mengatakan senang ada teman
sendok obat (sebelum makan) mengobrol.
3. Menganjurkan makan makananan O:
lunak sedikit demi sedikit dan - TD: 120/70 mmHg, Nadi: 84x/menit, RR:
minum minuman hangat. 20x/menit, S: 36,80C
17.30 Dx. 1 1. Memberikan Ranitidin 150 mg 1 - Klien meminum jus papaya
tab setelah makan. - Klien makan bubur habis ¾ porsi.
2. Memberikan lingkungan yang - Klien terlihat senang.
tenang untuk istirahat - Klien lebih banyak duduk dibandingkan
berbaring
A:
1. Masalah
nyeri belum teratasi
2. Masalah
ansietas teratasi sebagian.
3. Masalah
intoleransi aktivitas belum teratasi.
P:
1. Observasi TTV
2. Kaji nyeri klien
3. Evaluasi latihan relaksasi napas dalam

31
32

4. Motivasi klien untuk meminum jus papaya

Kamis, 11/03/ 2021 15.00 Dx. 1,2 1. Mengkaji skala nyeri klien Jam 18.30
(rentang 1-10) S:
2. Mengukur TTV P: klien mengatakan nyeri sudah
3. Mengobservasi aktivitas klien berkurang
4. Melatih relaksasi napas dalam Q: nyeri saat ditekan
R: nyeri ulu ati
15.30 Dx. 1,3 1. Mengajarkan cara membuat jus S: skala 3
papaya T: hilang timbul
2. Memberikan jus pepaya Klien mengatakan senang mengetahui
3. Memberikan informasi yang penyebab gastritis
akurat terkait gastritis O:
4. Menjelaskan pentingnya - TD: 110/70 mmHg, Nadi: 80x/menit, RR:
beraktivitas bagi klien. 20x/menit, S: 36,80C
16.30 Dx. 1 1. Memberikan Antasid syrup 2 - Klien meminum jus pepaya
sendok obat (sebelum makan) A:
2. Menganjurkan makan makananan 1. Masalah nyeri teratasi sebagian
lunak sedikit demi sedikit dan 2. Masalah ansietas teratasi.
minum minuman hangat. 3. Masalah intoleransi aktivitas teratasi.
17.30 Dx. 1 1. Memberikan Ranitidin 150 mg 1 P:
tab setelah makan. 1. Observasi TTV
2. Memberikan lingkungan yang 2. Kaji nyeri klien
tenang untuk istirahat 3. Evaluasi latihan relaksasi napas dalam
4. Motivasi klien untuk meminum jus pepaya
dan membuat sendiri.

Jum’at, 12/03/ 2021 15.00 Dx. 1 1. Mengkaji skala nyeri klien Jam 18.30 Payumi
(rentang 1-10) S:
2. Mengukur TTV P: klien mengatakan sudah tidak nyeri
33

3. Mengobservasi aktivitas klien Q: -


4. Memberikan jus pepaya R: nyeri ulu ati
16.30 Dx. 1 1. Memberikan Antasid syrup 2 S: skala 0
sendok obat (sebelum makan) T: -
2. Menganjurkan makan makananan O:
lunak sedikit demi sedikit dan TD: 120/70 mmHg, Nadi: 80x/menit, RR:
minum minuman hangat. 20x/menit, S: 36,40C
17.30 Dx. 1 1. Memberikan Ranitidin 150 mg 1 A:
tab setelah makan. Masalah nyeri teratasi sebagian
2. Memberikan lingkungan yang P:
tenang untuk istirahat 1. Observasi TTV
2. Kaji nyeri klien
3. Evaluasi latihan relaksasi napas dalam
4. Motivasi klien untuk meminum jus pepaya
dan membuat sendiri.

Sabtu, 13/03/2021 11.00 Dx. 1 1. Mengkaji skala nyeri klien Jam 13.30
(rentang 1-10) S: Klien mengatakan
2. Mengukur TTV - Pagi tadi sudah tidak minum obat maag
3. Mengobservasi aktivitas klien sebelum dan sesudah makan
4. Memberikan jus pepaya - Setelah minum jus papaya perut terasa
adem dan nyaman
- Nyeri ulu ati sudah tidak ada
O:
TD: 120/70 mmHg, Nadi: 80x/menit, RR:
20x/menit, S: 360C
A:
Masalah nyeri teratasi
P:
Hentikan intervensi, anjurkan klien untuk
34

tetap menjaga pola makan dan tetap


meminum jus papaya maupun jus lain.
DAFTAR PUSTAKA

Corwin, E. J. (2011). Buku saku patofisiologi. Jakarta: EGC.

Doenges, M. E. (2018). Rencana Asuhan Keperawatan (Edisi 9). Jakarta: EGC.

Murtaqib, & Kushariyadi. (2014). Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC.

NANDA. (2015). Diagnosis Keperawatan Definisi & Klasifikasi 2015-2017. Jakarta:


EGC.

Potter, P. A., & Perry, A. G. (2015). Buku ajar fundamental keperawatan: Konsep,
proses & praktik (Edisi 7). Jakarta: EGC.

Price, S. A., & Wilson, L. M. (2012). Patofisiologi: konsep klinis proses-proses


penyakit. Jakarta: EGC.

Priyanto, S., & Suharyanti, E. (2018). Pengaruh Pemberian Jus Buah Pepaya ( Carica
Papaya ) Terhadap Tingkat Nyeri Kronis pada Penderita Gastritis di Wilayah
Puskesmas Mungkid. The 7th University Research Colloqium 2018, 353–365.

Setiadi. (2013). Anatomi Fisiologi Manusia. Jakart: Graha Ilmu.

Smeltzer, S. C., & Bare, B. G. (2017). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner
& Suddarth (Edisi 12). Jakarta: EGC.

35

Anda mungkin juga menyukai