Anda di halaman 1dari 17

Laporan Pendahuluan

A. Konsep Dasar Penyakit


1. Definisi
Diabetes Melitus (DM) adalah penyakit yang serius dan terjadi saat pancreas
tidak menghasilkan cukup insulin (hormone yang mengatur glukosa darah) maupun
jika tubuh tidak menggunakan insulin yang dihasilkan secara efektif. Peningkatan
glukosa darah merupakan efek umum dari diabetesyang tidak terkontrol dari waktu
ke waktu yang menyebabkan kerusakan serius pada jantung, pe,nuluh darah, mata,
ginjal dan saraf (WHO, 2020).
Diabetes Mellitus merupakan kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik
hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kinerja insulin atau
keduanya (Perkeni, 2015). Diabetes Melitus (DM) merupakan kelompok penyakit
metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi
insulin, kerja insulin, atau keduanya. DM tipe 2 terjadi karena sel β pankreas
menghasilkan insulin dalam jumlah sedikit atau mengalami resistensi insulin. Jumlah
penderita DM tipe 1 sebanyak 5-10% dan DM tipe 2 sebanyak 90-95% dari penderita
DM di seluruh dunia (ADA, 2020).
2. Etiologi
Tubuh manusia mengubah makanan tertentu menjadi glukosa, yang
merupakan suplai energi utama untuk tubuh. Insulin dari sel beta pancreas
perlu untuk membawa glukosa ke dalam sel-sel tubuh dimana glikosa
digunakan untuk metabolisme sel. Diabetes mellitus terjadi ketika sel beta
tidak dapat memproduksi insulin (diabetes mellitus tipe 1) atau memproduksi
insulin dalam jumlah yang tidak cukup (diabetes mellitus tipe 2).
Akibatnya, glukosa tidak masuk ke dalam darah menjadi sinyal bagi
pasien untuk meningkatkan asupan cairan dalam upaya mendorong
glukosa keluar dari tubuh dalam urin.Pasien kemudian menjadi haus dan
urinasi meningkat.
Sel-sel menjadi kekurangan energy karena kurangnya glukosa dan
member sinyal kepada pasien untuk makan, membuat pasien menjadi
lapar.Ada tiga tipe diabetes mellitus. Tipe 1, dikenal sebagai insulin-
dependent (IDDM), di mana sel beta dirusak oleh proses autoimun; Tipe II,
dikenal sebagai non-insulin-dependent (NIDDM), di mana sel beta
memproduksi insulin dalam jumlah kurang; dan Tipe III gestational
diabetes mellitus (DM yang terjadi selama kehamilan)(Prabantini, 2014).
3. Anatomi dan fisiologi

a. Anatomi
Menurut Prabantini (2014) pankreas merupakan organ yang terdiri
dari jaringan eksokrin dan endokrin. Bagian esokrin mengeluarkan
larutan encer alkalis serta enzim pencernaan melalui duktus pankreatikus
kedalam lumen saluran cerna. Diantara sel-sel eksokrin diseluruh
pankreas tersebar kelompok-kelompok atat pulai sel endokrin yang
disebut sebagai pulau langerhands. Sel endokrin pankreas yang
terbanyak adalah sel beta, tempat sintesis dan sekresi insulin, dan sel
alfa menghasilkan glukagon. Sel delta yang lebih jarang adalah tempat
sintesis samotostatin.
Insulin memiliki efek penting pada metabolisme karbohidrat, lemak
dan protein. Hormon ini menurunkan kadar glukosa, asam lemak dan
asam amino darah serta mendorong penyimpanan bahan-bahan tersebut.
Sw\ewaktu penyimpanan nutrien ini masuk kedarah selama keadaan
absortif, insulin mendorong penyerapan bahan- bahan ini oleh sel dan
pengubahnya masing-masing menjadi glikogen, trigleserida dan protein.
Insulin melaksanakan banyak fungsinya dengan mempengaruhi transpor
nutrien darah spesifik masuk kedalam sel atau mengubah aktifitas
enzim-enzim yang berperan dalam jalur-jalur metabolik tertentu
(Prabantini,2014)
b. Fisiologi
Menurut Prabantini, (2014) prankreas disebut sebagai organ
rangkap, mempunyai dua fungsi yaitu sebagai kelenjar eksokrin dan
kelenjar endokrin. Kelenjar eksokrin menghasilkan sekret yang
mengandung enzim yang dapat menghidrolisis protein, lemak, dan
karbohidrat. Sedangkan endokrin menghasilkan hormon insulin dan
glukagon yang memegang peranan penting pada metabolisme
karbohidrat. Kelenjar pankreas dalam mengatur metabolisme glukosa
dalam tubuh berupa hormon hormon yang disekresikan oleh sel-sel di
pulau langerhans. Hormon ini dapat diklasifikasikan sebagai hormo yang
menrendahkan kadar glukosa yaitu adalah insulin dan hormon yang dapat
menigkatka glukosa darah yaitu glucagon.
4. Fatofisiologi
Pada Diabates Mellitus Tipe 2 terdapat 2 masalah utama yang
berhubungan dengan insulin, yaitu : resistensi insulin dan gangguan sekresi
insulin. Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor khusus pada
permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin dengan reseptor tersebut,
terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa didalam sel.
Resistensi insulin pada Diabetes Melitus tipe 2 disertai dengan
penurunan reaksi intrasel ini. Dengan demikian insulin menjadi tidak efektif
untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan.
Pada pasien toleransi glukosa terganggu, keadaan in menjadi akibat
sekresi insulin yang berlebihan, dan kadar glukosa akan dipertahankan pada
tingkat yang normal atau sedikit meningkat. Namun demikian, jika sel-sel
beta tidak mampu mengimbanginya peningkatan kebutuhan akan insulin,
maka kadar glukosa akan meningkat dan terjadi Diabetes Melitus tipe 2.
Untuk mengatasi resistensi insulin dan mencegah terbentuknya glukosa
dalam darah, harus terdapat peningkatan jumlah insulin yang
disekresikan. Melakukan aktifitas olahraga dan olahraga secara teratur dapat
mengurangi resistensi insulin sehingga insulin dapat digunakan lebih bik oleh
sel-sel tubuh (Brunner & Suddrath, 2015).
Insulin adalah hormon pembangun (anabolik), tanpa insulin tiga masalah
metabolik mayor terjadi: penurunan pemanfaatan glukosa, peningkatan
mobilisasi lemak, dan peningkatan pemanfaatan protein (Brunner &
Suddrath, 2015). Ketika jumlah glukosa yang masuk kedalam sel berkurang
(resistensi insulin). Keadaan ini menyebabkan sebagian besar glukosa tetap
berada dalam sirkulasi darah sehingga terjadi hiperglikemia. Ginjal tidak
dapat menahan keadaan hiperglikemia ini, karena ambang batas absorpsi
gijal untuk gula darah adalah 180 mg/dL bila melebihi ambang batas ini,
ginjal tidak bisa menyaring dan mereabsorpsi sejumlah glukosa dalam darah
sehingga kelebihan glukosa dalam tubuh dikeluarkan bersama urin yang
disebut glukosaria, bersamaan keadaan glukosaria maka sejumlah air
hilang dalam urin yang disebut poliuria. Poliuria mengakibatkan dehidrasi
intraseluler, hal ini akan merangsang pusat haus sehingga pasien akan
merasakan haus terus menerus sehingga pasien akan minum terus disebut
dengan polidipsi. (Brunner & Suddrath, 2015).
Produksi insulin yang kurang akan menyebabkan menurunnya
transport glukosa ke sel-sel sehingga sel-sel kekurangan makanan dan
simpanan karbohidrat, lemak da protein menjadi menipis, karena digunakan
untuk melakukan pembakaran dalam tubuh, maka penderita akan merasa
lapar sehingga menyebabkan penderita banyak makan yang disebut
poliphigia. Terlalu banyak lemak yang dibakar maka akan terjadi
penumpukan asetat dalam darah yang menyebabkan keasaman darah
meningkat atau asidosis. Zat ini akan meracuni tubuh bila terlalu
banyak hingga tubuh berusaha mengeluarkan melalui urin dan pernafasan,
akibatnya bau urine dan nafas penderita bau aseton.
5. Klasifikasi
Menurut American Diabetes Association, (2020), klasifikasi DM yaitu DM tipe
1, DM tipe 2, DM gestasional, dan DM tipe lain. Namun jenis DM yang paling
umum yaitu DM tipe 1 dan DM tipe 2.
1. Diabetes Melitus Tipe I
DM tipe 1 merupakan proses autoimun atau idiopatik dapat menyerang orang
semua golongan umur, namun lebih sering terjadi pada anak-anak. Penderita DM
tipe 1 membutuhkan suntikan insulin setiap hari untuk mengontrol glukosa
darahnya (IDF, 2019). DM tipe ini sering disebut juga Insulin Dependent
Diabetes Mellitus (IDDM), yang berhubungan dengan antibody berupa Islet Cell
Antibodies (ICA), Insulin Autoantibodies (IAA), dan Glutamic Acid
Decarboxylase Antibodies (GADA). 90% anak-anak penderita IDDM
mempunyai jenis antibodi ini.
2. Diabetes Melitus Tipe II
DM tipe 2 atau yang sering disebut dengan Non Insulin Dependent Diabetes
Mellitus (NIDDM) adalah jenis DM yang paling sering terjadi, mencakup sekitar
85% pasien DM. Keadaan ini ditandai oleh resistensi insulin disertai defisiensi
insulin relatif. DM tipe ini lebih sering terjadi pada usia diatas 40 tahun, tetapi
dapat pula terjadi 11 pada orang dewasa muda dan anak-anak.
3. Diabetes Melitus Gestational
Diabetes yang didiagnosis pada trimester kedua atau ketiga kehamilan dan
tidak mempunyai riwayat diabetes sebelum kehamilan (ADA, 2020).
4. Diabetes Melitus Tipe Lain
Contoh dari DM tipe lain (ADA, 2020), yaitu :
- Sindrom diabetes monogenik (diabetes neonatal)
- Penyakit pada pankreas
- Diabetes yang diinduksi bahan kimia (penggunaan glukortikoid pada
HIV/AIDS atau setelah transplantasi organ).
6. Pathways

Sumber: Linda (2020)


7. Manifestasi klinis
a. Gejala akut penyakit diabetes mellitus
Gejala penyakit diabetes melitus dari satu penderita ke penderita lain
bervariasi bahkan, mungkin tidak menunjukkan gejala apa pun sampai saat
tertentu.
1. Poliuri (Peningkatan pengeluaranurin)
Peningkatan pengeluaran urine mengakibatkan glikosuria karena glukosa
darah sudah mencapai kadar “ambang ginjal”, yaitu180 mg/dL pada ginjal
yang normal. Dengan kadar glukosa darah 180 mg/dL, ginjal sudah tidak
bisa mereabsobsi glukosa dari filtrat glomerulus sehingga timbul
glikosuria. Karena glukosa menarik air, osmotik diuresis akan terjadi
mengakibatkan poliuria (PERKENI, 2015).
2. Polidipsia (Peningkatan rasahaus)
Peningkatan pengeluaran urine yang sangat besar dapat menyebabkan
dehidrasi ekstrasel. Dehidrasi intrasel mengikuti ekstrasel karena air
intrasel akan berdifusi keluar sel mengikuti penurunan gradien
konsentrasi ke plasma yang hipertonik (sangat pekat). Dehidrasi
intrasel merangsang pengeluaran ADH (Antidiuretic Hormone) dan
menimbulkan rasa haus (PERKENI, 2015).
3. Polifagia (Peningkatan rasalapar)
Sel tubuh mengalami kekurangan bahan bakar sehingga pasien merasa
sering lapar dan lemas, hal tersebut disebabkan karena glukosa dalam
tubuh semakin habis sedangkan kadar glukosa dalam darah cukup tinggi
(PERKENI, 2015).
4. Rasa Lelah Dan Kelemahan Otot
Rasa lelah dan kelemahan otot terjadi karena katabolisme protein diotot
dan ketidakmampuan organ tubuh untuk menggunakan glukosa sebagai
energy sehingga hal ini membuat pasien dengan diabetes mellitus sering
merasa lelah (PERKENI, 2015).
5. Berat Badan Turun
Turunnya berat badan pada pasien dengan diabetes melitus disebabkan
karena tubuh terpaksa mengambil dan membakar lemak dan protein
sebagai energi (PERKENI, 2015).
b. Gejala Kronik Diabetes Melitus
1. Kesemutan
Kerusakan saraf yang disebebkan oleh glukosa yang tinggi merusak dinding
pembuluh darah dan akan mengganggu nutrisi pada saraf. Karena yang rusak
adalah saraf sensoris, keluhan yang paling muncul adalah rasa kasemutan
atau tidak berasa, terutama pada tangan dan kaki, selanjutnya bisa timbul rasa
nyeri pada anggota tubuh, betis, kaki, lengan dantangan.
2. Kulit terasa panas, atau seperti tertusukjarum
3. Rasa tebal kulit
4. Mudah mengantuk
5. Penglihatan kabur
Glukosa darah yang tinggi akan menarik pula cairan dari dalam lensa mata
sehingga lensa mejadi tipis. Mata seseorang pun mengalami kesulitan untuk
fokus dan penglihatan kabur
8. Penatalaksanaan
Menurut PERKENI (2015), penatalaksanaan DM dimulai dengan
menerapkan pola hidup sehat (terapi nutrisi medis dan aktivitas fisik)
bersamaan dengan intervensi farmakologi dengan obat anti hiperglikemia
secara oral/suntikan. Obat anti hiperglikemia oral diberikan sebagai terapi
tunggal atau kombinasi. Pada keadaan emergensi dengan dekompensasi
metabolik berat, misalnya: ketoasidosis, stres berat, berat badan, yang
menurun dengan cepat, atau adanya ketonuria, harus segera dirujuk ke
pelayanan kesehatan sekunder atau tersier. Pengetahuan tentang
pemantauan mandiri, tanda dan gejala hipoglikemia dan cara mengatasinya
harus diberikan kepada pasien. Pengetahuan tentang pemantauan mandiri
tersebut dapat dilakukan setelah mendapat pelatihan khusus. Berikut 5 pilar
penatalaksanaan DM tipe 2 menurut PERKENI (2015):
a. Edukasi
Edukasi dengan tujuan promosi hidup sehat, perlu selalu dilakukan
sebagai bagian dari upaya pencegahan dan merupakan bagian yang
sangat penting dari pengelolaan DM secara holistik. Materi edukasi
terdiri dari materi edukasi tingkat awal dan materi edukasi tingkat
lanjutan.
b. Terapi nutrisi
Prinsip pengaturan makan pada penyandang DM hampir sama dengan
anjuran makan untuk masyarakat umum, yaitu makanan yang
seimbang dan sesuai dengan kebutuhan kalori dan zat gizi masing-
masing individu. Penyandang DM perlu diberikan penekanan mengenai
pentingnya keteraturan jadwal makan, jenis dan jumlah kandunga kalori,
terutama pada mereka yang menggunakan obat yang meningkatkan
sekresi indulin atau terapi insulin itu sendiri. Diet yang dianjurkan yaitu
diet rendah kalori, rendah lemak, rendah lemak jenuh, dan tinggi serat.
Jumlah asupan kalori ditunjukan untuk mencapai berat badan ideal .
selain itu karbohidrat kompleks merupakan pilihan dan diberikan secara
terbagi dan seimbang sehingga tidak menimbukan puncak glukosa
darah yang tinggi setelah makan. Pengaturan pola makan dapat
dilakukan berdasarkan 3J yaitu: jumlah, jadwal dan jenis diet.
c. Latihan fisik
Kegiatan jasmani sehari-hari dan latihan jasmani teratur (3-4kali
seminggu kurang lebih selama 30 menit), jeda anatara latihan jasmani
tidak lebih dari 2hari berturut-turut. Latihan jasmani merupakan salah
satu pilar dalam pengelolaan diabetes tipe-2. Latihan jasmani dapat
menurunkan berat badan dan memperbaiki sensitivitas terhadap insulin,
sehingga memperbaiki kendali glukosa darah. Latihan jasmani yang
dimaksud adalah jalan, bersepeda santai, jogging, atau berenang.
Sebelum melakukan latihan jasmani dianjurkan untuk melakukan
pemeriksaan glukosa darah. Apabila kadar glukosa darah <100 mg/dL
pasien harus mengonsumsi karbohidrat terlebih dahulu dan bila >250
mg/dL dianjurkan untuk menunda latian jasmani sebaiknya disesuaikan
dengan umur dan kesegarab jasmani. Intensitas latihan jasmani pada
penyandang DM yang relatif sehat bisa ditingkatkan, sedangkan pada
penyandang DM yang disertai dengan komplikasi intensitas latihan
perlu dikurangi dan disesuaikan dengan masing-masing individu.
Kegiatan sehari-hari seperti kepasar berjalan kaki, meggunakan tangga,
berkebun tetap dilakukan. Batasi atau jangan terlalu lama melakukan
aktivitas yang kurang aktivitas fisik seperti menonton televisi.
d. Monitor kadar gula
Pemantauan DM merupakan pengendalian kadar gula darah mencapai
konidisi senormal mungkin. Dengan terkendalinya kadar glukosa darah
maka akan terhindar dari keadaan hiperglikemia dan hipoglikemia serta
mencegah terjadinya komplikasi. Hasil Diabetes Control And
Complication Trial (DCCT) menunjukkan bahwa pengendalian
diabetes yang baik dapat mengurangi komplikasi diabetes antara 20-
30%.
9. Komplikasi
Diabetes melitus merupakan salah satu penyakit yang dapat menimbulkan
berbagai macam komplikasi, antara lain :
a. Komplikasi Metabolik Akut
Komplikasi metabolik akut pada penyakit diabetes melitus terdapat tiga macam
yang berhubungan dngan gangguan keseimbangan kadar glukosa darah jangka
pendek, dintaranya :
1. Hipoglikemia
Hipoglikemia (kadar gula darah yang abnormal rendah) terjadi ketika
kadar glukosa darah turun di bawah 50 hingga 60 mg/dL (2,7 hingga 3,3
mmol/L). Keadaan ini dapat terjadi akibat pemberian insulin atau
preparat oral yang berlebihan, konsumsi makanan yang terlalu sedikit
atau karena aktivitas fisik yang berat (Brunner & Suddart, 2015).

2. Ketoasidosis Diabetik (KAD)


Ketoasidosis Diabetik (KAD) disebabkan karena kelebihan kadar
glukosa dalam darah sedangkan kadar insulin dalam tubuh sangat
menurun hingga mengakibatkan terjadinya pemecahan lemak
yang menyebabkan peningkatan kadar keton dalam tubuh, KAD
ditandai dengan trias hiperglikemia, dehidrasi, kehilangan elektrolit dan
asidosis (Brunner & Suddart, 2015).
3. Sindrom Hiperglikemik Hiperosmolar Non Ketonik (HHNK)
Yang merupakan komplikasi diabetes melitus yang ditandai dengan
hiperglikemia berat dengan kadar glukosa serum lebih dari 600 mg/dL
(Brunner & Suddart,2015).
b. Komplikasi Kronis
Angka kematian yang berkaitan dengan ketoasidosis dan infeksi
pada pasien- pasien diabetes tampak terus menurun, tetapi kematian
akibat komplikasi kardiovaskuler dan renal mengalami kenaikan yang
mengkhawatirkan. Komplikasi jangka panjang atau komplikasi
kronis diabetes dapat menyerang semua sistem organ dalam tubuh.
Komplikasi kronis diabetes antara lain:
1. Komplikasi Mikrovaskular

1) Retinopati Diabetik

Komplikasi pada pembuluh darah kecil (mikroνaskuler) yaitu,


kerusakan retina mata (retinopati) yang merupakan suatu
mikroangiopati ditandai dengan kerusakan dan sumbatan pembuluh
darah kecil pada retina mata (Brunner & Suddart, 2015).
2) Nefropati Diabetik
Komplikasi mikrovaskuler lainnya adalah kerusakan ginjal yang pada
pasien diabetes melitus ditandai dengan albuminuria menetap (>300
mg/24 jam). Nefropati diabetik merupakan penyebab utama
terjadinya gagal ginjal terminal (Brunner & Suddart, 2015).
3) Neuropati Diabetik
Neuropati Diabetik juga merupakan komplikasi yang paling sering
ditemukan pada pasien diabetes melitus. Neuropati diabetik
mengacu pada sekelompok penyakit yang menyerang semua tipe
syaraf, termasuk saraf perifer (sensorimotor) dan otonom. Kelainan
tersebut tampak beragam secara klinis bergantung pada lokasi sel
syaraf yang terkena (Brunner & Suddart, 2015).
10. Pemeriksaan penunjang
Menurut PERKENI (2015), pada praktek sehari-hari, hasil pengobatan
DMT2 harus dipantau secara terencana dengan melakukan anamnesis,
pemeriksaan jasmani, dan pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan yang dapat
dilakukan adalah:
a. Pemeriksaan gula darah
b. Pemeriksaan HbA1C
c. Pemantauan Glukosa Darah Mandiri(PGDM)
d. Glycated Albumin(GA)

B. Konsep asuhan keperawatan


1. Pengkajian
a. Identitas
Nama, usia (DM Tipe 1 usia < 30 tahun. DM Tipe 2 usia > 30 tahun,
cenderung meningkat pada usia > 65 tahun), kelompok etnik di Amerika Serikat
golongan Hispanik serta penduduk asli Amerika tertentu memiliki kemungkinan
yang lebih besar, jenis kelamin, status, agama, alamat, tanggal : MRS, diagnosa
masuk. Pendidikan dan pekerjaan, orang dengan pendapatan tinggi cenderung
mempunyai pola hidup dan pola makan yang salah. Cenderung untuk
mengkonsumsi makananyang banyak mengandung gula dan lemak yang
berlebihan. Penyakit ini biasanya banyak dialami oleh orang yang pekerjaannya
dengan aktifitas fisik yang sedikit.
b. Keluhan utama
1. Kondisi Hiperglikemi
Penglihatan kabur, lemas, rasa haus dan banyak BAK, dehidrasi, suhu tubuh
meningkat, sakit kepala.
2. Kondisi Hipoglikemi
Tremor, perspirasi, takikardi, palpitasi, gelisah, rasa lapar, sakit kepala, susah
konsentrasi, vertigo, konfusi, penurunan daya ingat, patirasa di daerah bibir,
pelo, perubahan emosional, penurunan kesadaran.
c. Riwayat penyakit sekarang
Dominan muncul adalah sering kencing, sering lapar dan haus,berat badan
berlebih. Biasanya penderita belum tahu kalau itu penyakit DM, baru tahu setelah
memeriksakan diri ke pelayanan kesehatan.
d. Riwayat penyakut dahulu
DM dapat terjadi saat kehamilan, penyakit pankreas, gangguan penerimaan
insulin, gangguan hormonal, konsumsi obat–obatan seperti glukokortikoid,
furosemid, thiazid, beta bloker, kontrasepsi yang mengandung estrogen,
hipertensi, dan obesitas.
e. Riwayat penyakit keluarga
Menurun menurut silsilah karena kelainan gen yang mengakibatkan tubuhnya
tidak dapat menghasilkan insulin dengan baik.
f. Pola fungsi kesehatan
1. Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan
Tanyakan kepada klien pendapatnya mengenai kesehatan dan penyakit.
Apakah pasien langsung mencari pengobatan atau menunggu sampai penyakit
tersebut mengganggu aktivitas pasien.
2. Pola aktivitas dan latihan
Kaji keluhan saat beraktivitas. Biasanya terjadi perubahan aktivitas
sehubungan dengan gangguan fungsi tubuh. Kemudian pada klien ditemukan
adanya masalah dalam bergerak, kram otot tonus otot menurun, kelemahan
dan keletihan.
3. Pola nutrisi dan metabolic
Tanyakan bagaimana pola dan porsi makan sehari-hari klien (pagi, siang
dan malam). Kemudian tanyakan bagaimana nafsu makan klien, apakah ada
mual muntah, pantangan atau alergi.
4. Pola eliminasi
Tanyakan bagaimana pola BAK dan BAB, warna dan karakteristiknya.
Berapa kali miksi dalam sehari, karakteristik urin dan defekasi. Serta tanyakan
adakah masalah dalam proses miksi dan defekasi, adakah penggunaan alat
bantu untuk miksi dan defekasi.

5. Pola istirahat dan tidur


Tanyakan lama, kebiasaan dan kualitas tidur pasien. Dan bagaimana
perasaan klien setelah bangun tidur, apakah merasa segar atau tidak.
6. Pola kognitif persepsi
Kaji status mental klien, kemampuan berkomunikasi dan kemampuan
klien dalam memahami sesuatu, tingkat ansietas klien berdasarkan ekspresi
wajah, nada bicara klien, dan identifikasi penyebab kecemasan klien.
7. Pola sensori visual
Kaji penglihatan dan pendengaran klien.

8. Pola toleransi dan koping terhadap stress


Tanyakan dan kaji perhatian utama selama dirawat di RS (financial atau
perawatan diri). Kemudian kaji keadaan emosi klien sehari – hari dan
bagaimana klien mengatasi kecemasannya (mekanisme koping klien).
Tanyakan pakah ada penggunaan obat untuk penghilang stress atau klien sering
berbagi masalahnya dengan orang-orang terdekat, apakah pasien merasakan
kecemasan yang berlebihan dan tanyakan apakah sedang mengalami stress
yang berkepanjangan.
9. Persepsi diri/konsep diri
Tanyakan pada klien bagaimana klien menggambarkan dirinya sendiri,
apakah kejadian yang menimpa klien mengubah gambaran dirinya. Kemudian
tanyakan apa yang menjadi pikiran bagi klien, apakah merasa cemas, depresi
atau takut, apakah ada hal yang menjadi pikirannya.
10. Pola seksual dan reproduksi
Tanyakan masalah seksual klien yang berhubungan dengan penyakitnya,
kapan klien mulai menopause dan masalah kesehatan terkait dengan
menopause, apakah klien mengalami kesulitan/perubahan dalam pemenuhan
kebutuhan seks.
11.Pola nilai dan keyakinan
Tanyakan agama klien dan apakah ada pantangan- pantangan dalam
beragama serta seberapa taat klien menjalankan ajaran agamanya.
2. Diagnosa
Setelah didapatkan data dari pengkajian yang dilakukan secara menyeluruh,
maka dibuatlah analisa data dan membuat kesimpulan diagnosis keperawatan.
Berikut adalah uraian dari masalah yang timbul bagi klien dengan diabetus mellitus
dengan menggunakan Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI) dalam Tim
Pokja SDKI DPP PPNI 2017 (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017):
a. Perfusi perifer tidak efektif b.d hiperglikemia (D.0009)
b.Defisit nutrisi b.d peningkatan kebutuhan metabolisme (D.0019)
c. Gangguan integritas kulit/ jaringan b.d nekrosis luka (D.0129)
3. Intervensi
Berikut adalah uraian tujuan dan kriteria hasil untuk intervensi bagi klien dengan diabetus mellitus dengan
menggunakan Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI) dan Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI). (Tim
Pokja SIKI DPP PPNI, 2018; Tim Pokja SLKI DPP PPNI, 2019).

No Dx.Keperawatan Tujuan Intervensi


1. Perfusi perifer tidak Setelah dilakukan intervensi - Periksa sirkulasi perifer (mis. Nadi
efektif b.d keperawatan maka diharapkan perfusi perifer, edema, pengisian kapiler, warna,
hiperglikemia perifer dapat meningkat. suhu, ankle-brachial index)
Kriteria hasil : - Identifikasi faktor risiko gangguan
1. Denyut nadi perifer meningkat sirkulasi (mis.diabetes, perokok, orang
2. Sensai meningkat tua, hipertensi dan kadar kolestrol tinggi)
3. Penyembuhan luka meningkat - Monitor panas, kemerahan, nyeri, atau
4. Warna kulit pucat menurun bengkak pada ekstremitas
5. Nekrosis menurun - Hindari pengukuran darah pada
6. Pengisian kapiler cukup ekstremitas dengan keterbatasan perfusi
membaik - Informasikan tanda gejala darurat yang
7. Turgor kulit cukup membaik harus dilaporkan (mis. rasa sakit yang
8. Tekanan darah cukup membaik tidak hilang saat istirahat, luka
2. Defisit nutrisi b.d Setelah dilakukan intervensi maka - Identifikasi status nutrisi
peningkatan diharapkan status nutrisi dapat - Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis
kebutuhan membaik. nutrien
metabolisme Kriteria hasil : - Monitor asupan makanan
1. Porsi makan yang dihabiskan - Monitor berat badan
cukup meningkat - Monitor adanya mual dan muntah
2. Pengetahuan tentang pilihan - Ajarkan diet yang di programkan
makanan yang sehat - Kolaborasi pemberian medikasi sebelum
3. Pengetahuan tentang pilihan makan (mis. pereda nyeri, antiemetik), jika
minuman yang sehat perlu
4. Perasaan cepat kenyang menurun
5. Berat badan cukup membaik
6. Indeks massa tubuh cukup
membaik
7. Nafsu makan membaik
3. Gangguan integritas Setelah dilakukan intervensi - Monitor karakteristik luka (mis.
jaringan/kulit b.d keperawatan maka diharapkan integritas drainase, warna, ukuran, bau)
nekrosis luka kulit dan jaringan dapat meningkat. - Monitor tanda-tanda infeksi
Kriteria hasil : - Lakukan perawatan luka
1. Perfusi jaringan cukup meningkat - Lakukan pembalutan luka sesuai
2. Kerusakan jaringan menurun kondisi luka
3. Kerusakan lapisan kulit menurun - Kolaborasi pemberian antibiotik, jika
4. Nyeri, perdarahan, kemerahan, perlu
hematoma menurun
5. Nekrosis menurun
Sensasi dan tekstur membaik
4. Implementasi
Implementasi merupakan tahap keempat dari proses keperawatan dimana rencana
keperawatan dilaksanakan melaksanakan intervensi/aktivitas yang telah ditentukan,
pada tahap ini perawat siap untuk melaksanakan intervensi dan aktivitas yang telah
dicatat dalam rencana perawatan klien. Agar implementasi perencanaan dapat tepat
waktu dan efektif terhadap biaya, pertama-tama harus mengidentifikasi prioritas
perawatan klien, kemudian bila perawatan telah dilaksanakan, memantau dan
mencatat respons pasien terhadap setiap intervensi dan mengkomunikasikan
informasi ini kepada penyedia perawatan kesehatan lainnya. Kemudian, dengan
menggunakan data, dapat mengevaluasi dan merevisi rencana perawatan dalam tahap
proses keperawatan berikutnya.
Komponen tahap implementasi
a. Tindakan keperawatan mandiri.
b. Tindakan keperawatan edukatif
c. Tindakan keperawatan kolaboratif.
d. Dokumentasi tindakan keperawatan dan respon klien terhadap asuhan
keperawatan
5. Evaluasi
Untuk menentukan masalah teratasi, teratasi sebagian, tidak teratasi atau muncul
masalah baru adalah dengan cara membandingkan antara SOAP dengan tujuan,
kriteria hasil yang telah di tetapkan. Format evaluasi mengguanakan :
a. Evaluasi Formatif (Proses)
Evaluasi formatif berfokus pada aktivitas proses keperawatan dan hasil
tindakan keperawatan. Evaluasi formatif ini dilakukan segera setelah perawat
mengimplementasikan rencana keperawatan guna menilai keefektifan tindakan
keperawatan yang telah dilaksanakan.Perumusan evaluasi formatif ini meliputi
empat komponen yang dikenal dengan istilah SOAP, yakni subjektif (data berupa
keluhan klien), objektif (data hasil pemeriksaan), analisis data (perbandingan data
dengan teori), dan perencanaan.
b. S (Subjektif)
Data subjektif adalah keluhan yang berupa ungkapan yang didapat dari klien.
c. O (Objektif)
Data objektif dari hasil observasi yang dilakukan oleh perawat, misalnya
tanda-tanda akibat penyimpanan fungsi fisik, tindakan keperawatan, atau akibat
pengobatan.
d. A (Analisis/assessment)
Masalah dan diagnosis keperawatan klien yang dianalisis/dikaji dari data
subjektif dan data objektif. Karena status klien selalu berubah yang
mengakibatkan informasi/data perlu pembaharuan, proses
analisis/assessment bersifat dinamis. Oleh karena itu sering memerlukan
pengkajian ulang untuk menentukan perubahan diagnosis, rencana, dan tindakan.
e. P (Perencanaan/planning)
Perencanaan kembali tentang pengembangan tindakan keperawatan, baik
yang sekarang maupun yang akan datang (hasil modifikasi rencana keperawatan)
dengan tujuan memperbaiki keadaan kesehatan klien.Proses ini berdasarkan
kriteria tujuan yang spesifik dan periode yang telah ditentukan.
DAFTAR PUSTAKA

ADA. (2020). Standards of Medical Care in Diabetes: Response to Position Statement of the
American Diabetes Association [20]. The Journal of Clinical and Applied Research and
Education, 43(1), 109. https://doi.org/10.2337/diacare.29.02.06.dc05-1593
Brunner dan Suddrat. (2015). Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC
PERKENI, 2015, Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia,
PERKENI, Jakarta.
PPNI. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator Diagnostik,
Edisi l. Jakarta: DPP PPNI
PPNI. (2018).Standar Luaran Keperawatan Indonesia:Definisi dan
Kriteria Hasil Keperawatan, Edisi l. Jakarta: DPP PPNI
PPNI. (2018).Standar Interνensi Keperawatan Indonesia: Definisi
dan Tindakan Keperawatan, Edisi l. Jakarta: DPP PPNI
Prabantini, Dwi. 2014. Keperawatan Medikal Bedah edisi Terjemah. Jakarta : Rapha
Publishing.
Linda. (2020). Acupressure dan senam kaki terhadap tingkat peripheral arterial disease pada
klien dm tipe 2. Volume 3, Nomor 2, Juni 2020
WHO. (2020). Global Report On Diabetes. France: World Health Organization

Anda mungkin juga menyukai