Anda di halaman 1dari 21

ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY.

S DENGAN DIAGNOSA
GANGGUAN SISTEM ENDOKRIN : DIABETES MELITUS DI
BANGSAL FLAMBOYAN RSUD BANYUMAS

Disusun Oleh :

ANISA KHASANAH

2021010011

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN DIPLOMA TIGA


FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH GOMBONG

1
LAPORAN PENDAHULUAN

A. Definisi Diabetes Mellitus


Diabetes Melitus (DM) menurut American Diabetes Association (ADA) adalah
suatu penyakit metabolic dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelaina
sekresi insulin, kerja insulin, atau kedua-duanya. Diabetes Melitus merupakan penyakit
kronik yang disebabkan oleh gagalnya organ pancreas memproduksi jumlah hormon
insulin secara memadai sehingga menyebabkan peningkatan kadar gula dalam darah. Kadar
gula dalam darah dikendalikan oleh hormone insulin yang diproduksi oleh pancreas, yaitu
organ yang terletak dibelakang lambung. Pada penderita diabetes Melitus, pancreas tidak
mampu memproduksi insulin sesuai kebutuhan tubuh. Tanpa insuin, sel-sel tubuh tidak
dapat menyerap dan mengolah glukosa menjadi energy Hiperglikemia kronik pada diabetes
dapat menyebabkan kerusakan jangka panjang, disfungsi, beberapa organ tubuh terutama
mata, ginjal, saraf, jantung, dan pembuluh darah (Sumiyati, Umami, and Marlina
Simarmata 2021).

Diabetes mellitus (DM) adalah penyakit kronik yang terjadi ketika pankreas tidak
cukup dalam memproduksi insulin atau ketika tubuh tidak efisien menggunakan insulin itu
sendiri. Insulin adalah hormon yang mengatur kadar gula darah. Hiperglikemia atau
kenaikan kadar gula darah, adalah efek yang tidak terkontrol dari diabetes dan dalam waktu
panjang dapat terjadi kerusakan yang serius pada beberapa sistem tubuh, khususnya pada
pembuluh darah jantung (penyakit jantung koroner), mata (dapat terjadi kebutaan), ginjal
(dapat terjadi gagal ginjal) dan utamanya adalah integrasi pada kulit dan jaringan.

Integritas Kulit pada Diabetes Melitus akan banyak menimbulkan dampak buruk
karena terdapat luka seperti ulkus, bula diabetik, dan gangrene, dengan demikian akan
mudah terinfeksi dan menimbulkan bau yang tidak sedap (Maghfuri, 2016). Jika Gangguan
Integritas Kulit tidak segera ditangani dapat membahayakan bagi penderita karena adanya
jaringan kulit yang terbuka maka mikroorganisme akan mudah masuk dan tumbuh subur
sehingga mengakibatkan infeksi dan berujung pada kematian. Diabetes Melitus (DM)
merupakan penyakit gangguan metabolisme kronis yang ditandai dengan peningkatan
glukosadarah (hiperglikemia) yang disebabkankarena ketidakseimbangan antara suplai dan
kebutuhan insulin (Tarwoto & Wartonah, 2011). Diabetes melitus sering dikenal dengan
istilah “the silent killer”. Prevalensi penyakit diabetes melitus tipe 2 cenderung mengalami
peningkatan di berbagai penjuru dunia. Diabetes melitus adalah sekumpulan gangguan

2
metabolik ditandai dengan kadar glukosa di dalam darah meningkat (hiperglikemia) akibat
dari kerusakan pada sekresi insulin dan kerja insulin atau keduanya (C.Smeltzer, 2013).

B. Anatomi Fisiologi
1. Anatomi
Menurut Gonzaga. B (2010), prankreas terletak melintang dibagian atas abdomen
dibelakang glaster didalam ruang retroperitonial. Disebelah kiri ekor prankreas mencapai
hiluslinpa diarah kronio dorsal dan bagian kiri atas kaput prankreas dihubungkan dengan
corpus oleh leher prankreas yaitu bagian prankreas yang lebar biasanya tidak lebih dari 4
cm, arteri dan vena mesentrika superior berada dibagian kiri prankreas ini disebut
processus unsinatis prankreas. Menurut Gonzaga Prankreas terdiri dari 2 jaringan utama
yaitu:
a. Asinus yang menyekresi getah pencernaan ke duodenum
b. Pulau langerhans yang tidak mengeluarkan sekretnya keluar, tetapi menyekresi insulin
dan glukagon langsung ke darah. Pulau langerhans manusia mengandung tiga jenis sel
utama yaitu sel alfa, beta dan delta yang satu sama lain dibedakan dengan struktur dan sifat
pewarnaannya. Sel beta mengekresi insulin, sel alfa mengekresi glukagon, dan sel-sel delta
mengekresi somatostatin.
2. Fisiologi
Menurut Gongzaga 2010, Prankreas disebut sebagai organ rangkap, mempunyai 2
fungsi yaitu sebagai kelenjer eksokrin dan kelenjer endokrin. Fungsi eksokrin
menghasilkan sekret yang mengandung enzim yang dapat menghidrolisis protein, lemak,
dan karbohidrat, sedangkan endokrin menghasilkan hormon insulin dan glukagon yang
memegang peranan penting pada metabolisme karbohidrat. Kelenjer prankreas dalam
mengatur metabolisme glukosa dalam tubuh berupa hormon hormon yang disekresikan
oleh sel-sel di pulau langerhans. Hormon ini dapat diklasifikasikan sebagai hormon yang
merendahkan kadar glukosa darah yaitu insulin dan hormon yang dapat meningkatkan
glukosa darah yaitu glukagon. Menururt Gonzaga (2010), Prankreas dibagi menurut bentuk
nya :
a. Kepala (kaput) merupakan bagian paling besar terletak di sebelah kanan umbilical
dalamlekukan duodenum
b. Badan (korpus) merupakan bagian utama organ itu letaknya sebelah lambung dan
depan vertebra lumbalis pertama

3
c. Ekor(kauda) adalah bagian runcing sebelah kiri, dan yang sebenarnya menyentuh
lympa.
3. Hormon Insulin
Insulin terdiri dari dua rantai asam amino satu sama lain dihubungkan oleh ikatan
disulfide. Sekresi insulin diatur oleh glukosa darah dan asam amino yang memegang peran
penting. Perangsang adalah glukosa darah. Kadar glukosa darah 80-90 mg/ml. (Gongzaga
2010) Efek utama insulin terhadap metabolisme karbohidrat :
a. Manambah kecepatan metabolisme glukosa
b. Mengurangi kosentrasi gula darah
c. Menambah penyimpanan glukosa ke jaringan
4. Glukagon
Glukagon adalah suatu hormon yang disekresikan oleh sel sel alfa pulau langerhans
mempunyai beberapa fungsi berlawanan dengan insulin fungsi terpenting adalah
meningkatkan kosentrasi glukosa dalam darah. (Biologi Gongzaga 2010) Dua efek
glukagon pada metabolisme glukosa darah:
1. Pemecahan glikagon (glikogenolisis)
2. Peningkatan glikogen (glikogenesis)
Menurut Smelzer 2015, Diabetes melitus disebabkan oleh rusaknya sebagian kecil dari
sel sel beta dari pulau pulau langerhans pada prankreas yang berfungsi menghasilkan
insulin, akibatnya kekurangan insulin.

C. Etiologi
Klasifikasi etiologis DM menurut American Diabetes Association (ADA, 2019),
dibagi dalam 4 jenis yaitu:
1. Diabetes melitus tipe 1 (DMTI)
World Health Organization (2016) menjelaskan diabetes tipe 1 atau yang sebelumnya
dikenal sebagai Diabetes melitus tergantung insulin adalah defisiensi produksi insulin
didalam tubuh. Individu dengan diabetes tipe 1 membutuhkan setiap hari pemberian
insulin pengganti untuk mengatur jumlah glukosa dalam darah. Diabetes tipe 1 biasanya
terjadi pada remaja atau anak dan terjadi karena kerusakan sel beta Penyebab dari
diabetes melitus tipe 1 ini menurut Purwanto tahun 2016 yaitu:
a. Faktor genetik/ herediter: faktor ini meyebabkan munculya diabetes melitus melalui
hasil reaksi autoimun terhadap protein sel pulau pankreas atau kerentanan sel-sel beta
terhadap penghancuran virus atau mempermudah perkembangan antibodi autoimun

4
melawan sel-sel beta, jadi mengarah pada penghancuran sel-sel beta. Pada saat diagnosis
DM tipe 1 ditegakkan lebih dari 80% sel beta telah dihancurkan.
b. Faktor infensi virus: berupa infeksi virus coxakie dan gondogen yang merupakan
pemicu yang menentukan proses autoimun pada individu yang peka secara genetik.
2. Diabetes melitus tipe 2 atau Insulin Non-dependent Diabetes Mellitus/NIDDM Pada
penderita DM tipe ini terjadi hiperinsulinemia tetapi insulin tidak bisa membawa glukosa
masuk ke dalam jaringan karena terjadi resistensi insulin yang merupakan turunnya
kemampuan insulin untuk merangsang pengambilan glukosa oleh jaringan perifer dan
untuk menghambat produksi glukosa oleh hati. Oleh karena terjadinya resistensi insulin
(reseptor insulin sudah tidak aktif karena dianggap kadarnya masih tinggi dalam darah)
akan mengakibatkan defisiensi relatif insulin. Hal tersebut dapat mengakibatkan
berkurangnya sekresi insulin pada adanya glukosa bersama bahan sekresi insulin lain
sehingga sel beta pankreas akan mengalami desensitisasi terhadap adanya glukosa. Onset
DM tipe ini terjadi perlahan-lahan karena itu gejalanya asimtomatik.
Adanya resistensi insulin yang terjadi perlahan-lahan akan mengakibatkan
sensitivitas reseptor akan glukosa berkurang. DM tipe ini sering terdiagnosis setelah
terjadi komplikasi (Purwanto, 2016).
3. Diabetes melitus gestasional komplikasi perinatal. Penderita DM gestasional memiliki
risiko lebih besar untuk menderita DM yang menetap dalam jangka waktu 5-10 tahun
setelah melahirkan. DM tipe ini terjadi selama masa kehamilan, dimana intoleransi
glukosa didapati pertama kali pada masa kehamilan, biasanya pada trimester kedua dan
ketiga. DM gestasional berhubungan dengan meningkatnya.
4. Diabetes melitus tipe lain, diabetes tipe ini disebabkan karena penyebab lain, yaitu salah
satunya diabetes monogenik atau diabetes neonatus dan Maturity onset diabatesof young
(MODY) yang merupakan kelainan pada sel beta pankreas karena adanya defek genetik.
Kemudian, penyakit pankreas seperti pancreatitis dan Kanker pankreas. Diabetes yang
diinduksi obat atau bahan kimia seperti penggunaan glukokortikoid, pengobatan
HIV/AIDS dan transplantasi organ (American Diabetes Association, 2022).

D. Manifestasi Klinis
Menurut PERKENI (2015) , penyakit diabetes melitus ini pada awalnya seringkali
tidak dirasakan dan tidak disadari penderita. Tanda awal yang dapat diketahui bahwa
seseorang menderita DM atau kencing manis yaitu dilihat langsung dari efek peningkatan
kadar gula darah, dimana peningkatan kadar gula dalam darah mencapai nilai 160-180

5
mg/dL dan air seni (urine) penderita kencing manis yang mengandung gula (glucose),
sehingga urine sering dilebung atau dikerubuti semut.

1. Peningkatan Kadar Gula Darah : Adanya peningkatan kadar gula dalam darah mencapai
>200mg/dl dan urine mengandung glukosa sehingga urine sering dikerubuti semut.

2. Poliuria : Hal ini disebabkan karena kadar gula darah yang tinggi. Jika gula darah sampai
160-180 mg/dl, maka glukosa akan sampai ke air kemih. Jika kadarnya lebih tinggi lagi,
ginjal akan membuang air tambahan untuk mengencerkan sejumlah besar glukosa yang
hilang. Karena ginjal menghasilkan air kemih dalam jumlah yang berlebihan, maka
penderita sering berkemih dalam jumlah yang banyak.

3. Polidipsi : Hal ini disebabkan karena pembakaran terlalu banyak dan kehilangan cairan
yang banyak karena poliuri, sehingga untuk mengimbangi klien lebih banyak minum
(Purti, Yesi Merisa, 2015).

4. Polifagi : Hal ini disebabkan karena sejumlah besar kalori hilang ke dalam air kemih,
sehingga penderita diabetes mengalami penurunan berat badan. Untuk mengkompensasi
hal ini penderita seringkali merasakan lapar luar biasa sehingga banyak makan (Purti,
Yesi Merisa, 2015). Meskipun sudah makan, tetapi sari makanan yang berupa glukosa
itu tidak dapat masuk ke dalam sel untuk memproduksi energi, karena kekurangan
hormon insulin.

5. Berat badan turun : Hal ini disebabkan karena kehabisan glikogen yang telah dilebur jadi
glukosa, maka tubuh berusaha mendapat peleburan zat dari bagian tubuh yang lain yaitu
lemak dan protein, karena tubuh terus 14 merasakan lapar, maka tubuh selanjutnya akan
memecah cadangan makanan yang ada di tubuh termasuk yang berada di jaringan otot
dan lemak sehingga penderita diabetes mellitus walapun banyak makan akan tetap kurus
(Purti, Yesi Merisa, 2015).

6. Kesemutan atau mati rasa pada ujung saraf pada telapak tangan dan kaki : Kerusakan
saraf disebabkan oleh glukosa yang tinggi merusak dinding pembuluh darah sehingga
menganggu nutrisi pada saraf. Karena yang rusak adalah saraf sensoris, keluhan paling
sering adalah rasa kesemutan atau tidak terasa, terutama pada tangan dan kaki.
Selanjutnya bisa timbul rasa nyeri pada anggota tubuh, betis, kaki, tangan, dan lengan,
bahkan bisa terasa seperti terbakar (Purti, Yesi Merisa, 2015).

6
7. Mudah lelah serta merasa lemas : Pada penderita diabetes, gula bukan lagi sumber
energy karena glukosa menumpuk dalam peredaran darah dan tidak dapat diangkut ke
dalam sel untuk diubah menjadi energi (Purti, Yesi Merisa, 2015).

8. Pandangan mata kabur : Gula darah yang tinggi akan menarik keluar cairan dari dalam
lensa mata sehingga lensa menjadi tipis. Akibatnya, mata mengalami kesulitan untuk
memfokus dan penglihatan menjadi kabur. Apabila penderita bisa mengontrol glukosa
darah dengan baik, maka penglihatan akan jadi membaik karena lensa kembali normal.
Orang diabetes sering berganti-ganti ukuran kacamata karena gula darah yang terus naik
turun (Purti, Yesi Merisa, 2015).

9. Penyembuhan luka lambat : Penyebab luka yang sukar sembuh adalah :

a. Infeksi yang hebat karena kuman atau jamur mudah tumbuh pada kondisi gula darah
yang tinggi,

b. Kerusakan dinding pembuluh darah sehingga aliran darah yang tidak lancar pada
kapiler (pembuluh darah kecil) menghambat penyembuhan luka, dan

c. Keurusakan saraf yang menyebabkan penderita diabetes tidak bisa merasakan luka
yang dialami dan membiarkannya semakin membusuk (Purti, Yesi Merisa, 2015).

10. Timbul rasa gatal di daerah kemaluan atau lipatan kulit : Infeksi jamur juga menyukai
suasana gula darah yang tinggi. Vagina mudah terkena infeksi jamur mengeluarkan
cairan kental putih kekuningan serta timbul rasa gatal (Purti, Yesi Merisa, 2015).

11. Kulit kering dan gatal : Kulit terasa kering, sering gatal, dan infeksi. Keluhan ini
biasanya menjadi penyebab penderita dating memeriksa diri ke dokter, lalu pada saat
pemeriksaan akhirnya ditemukan menderita diabetes mellitus (Tandra, 2014).

Sedangkan menurut data mayor dan minor, tanda dan gejala pada penderita Diabetes
Melitus antara lain :

1) Gejala Mayor Pada permulaan gejala yang ditunjukan meliputi serba banyak (poli), yaitu
:

a. Banyak makan (Polipagia)

b. Banyak minum (Polidipsia)

c. Banyak kencing (Poliuria)

7
Bila keadaan tersebut tidak segera diobati, akan timbul gejala :

a. Banyak minum

b. Banyak kencing

c. Nafsu makan mulai berkurang / berat badan turun dengan cepat (turun 5-10 kg dalam
waktu 2-5 minggu)

d. Mudah lelah

e. Bila tidak lekas diobati akan timbul rasa mual, bahkan penderita akan jatuh koma yang
disebut dengan koma diabetik

2) Gejala Minor

a. Kesemutan

b. Kulit terasa panas

c. Rasa tebal di kulit

d. Kram

e. Kelelahan

f. Mudah mengantuk

g. Mata kabur

h. Gatal disekitar kemaluan

i. Gigi mudah goyah dan mudah lepas, kemampuan seksual menurun bahkan impotensi

j. Para ibu hamil sering merasa keguguran atau kematian janin dalam kandungan, atau
dengan bayi berat lahir lebih dari 4 kg.

E. Patofisiologi
Menurut Smeltzer, Diabetes tipe I. Pada diabetes tipe I terdapat ketidakmampuan
untuk menghasilkan insulin karena sel-sel beta prankreas telah dihancurkan oleh proses
autoimun. Hiperglikemi puasa terjadi akibat produksi glukosa yang tidak terukur oleh hati.
Disamping glukosa yang berasal dari makanan tidak dapat disimpan dihati meskipun tetap
berada dalam darah menimbulkan hiperglikemia prospandial. Jika kosentrasi glukosa
dalam darah cukup tinggi maka ginjal tidak dapat menyerap kembali glukosa yang

8
tersaring keluar, akibatnya glukosa tersebut muncul dalam urine(glikosuria). Ketika
glukosa yang berlebihan dieksresikan kedalam urine, ekresi ini akan disertai pengeluaran
cairan dan elektrolit yang berlebihan, keadaan ini dinamakan diuresis ostomik, sebagai
akibat dari kehilangan cairan berlebihan, pasien akan mengalami peningkatan dal
berkemih (poliurea), dan rasa haus (polidipsi). Difisiensi insulin juga akan mengganggu
metabolisme protein dalam lemak yang menyebabkan penurunan berat badan. Pasien
dapat mengalami peningkatan selera makan (polifagia), akibat menurunan simpanan
kalori. Gejala lainnya kelelahan dan kelemahan, dalam keadaan normal insulin
mengendalikan glikogenolisis (pemecahan glikosa yang tersimpan) dan glukoneogenesis
(pembentukan glukosa baru dari asam asam amino dan subtansi lain). Namun pada
penderita difisiensi insulin, proses ini akan terjadi tampa hambatan dan lebih lanjut akan
turut menimbulkan hipergikemia. Disamping itu akan terjadi pemecahan lemak yang
mengakibatkan peningkatan produksi badan keton yang merupakan produk samping
pemecahan lemak. Badan keton merupakan asam yang mengganggu keseimbangan asam
basa tubuh apabila jumlahnya berlebih. Nafas berbau aseton dan bila tidak ditangani akan
menimbulkan penurunan kesadaran, koma bahkan kematian. Pemberian insulin bersama
cairan dan elektrolit sesuai kebutuhan akan memperbaiki dengan cepat kelainan metabolik
tersebut dan mengatasi gejala hiperglikemi serta ketoasidosis. Diet dan latihan disertai
pemantauan kadar gula darah yang sering merupakan komponen terapi yang penting.
DM tipe II merupakan suatu kelainan metabolik dengan karakteristik utama adalah
terjadinya hiperglikemia kronik. Meskipun pula pewarisannya belum jelas, faktor genetik
dikatakan memiliki peranan yang sangat penting dalam munculnya DM tipe II. Faktor
genetik ini akan berinteraksi dengan faktor-faktor lingkungan seperti gaya hidup, obesitas,
rendah aktivitas fisik, diet, dan tingginya kadar asam lemak bebas. Mekanisme terjadinya
DM tipe II umumnya disebabkan karena resistensi insulin dan sekresi insulin. Normalnya
insulin akan terkait dengan reseptor khusus pada permukaan sel sebagai akibat terikatnya
insulin dengan reseptor tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa
didalam sel. Resistensi insulin DM tipe II disertai dengan penurunan reaksi intra sel.
Dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa
oleh jaringan. Untuk mengatasi resistensi insulin dan mencegah terbentuknya glukosa
dalam darah, harus terjadi peningkatan jumlah insulin yang disekresikan. Pada penderita
toleransi glukosa terganggu, keadaan ini terjadi akibat sekresi insulin yang berlebihan dan
kadar glukosa akan dipertahankan pada tingkat yang normal atau sedikit meningkat.
Namun demikian, jika sel-sel B tidak mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan

9
insulin, maka kadar glukosa akan meningkat dan terjadinya DM tipe II. Meskipun terjadi
gangguan sekresi insulin yang merupakan ciri khas DM tipe II, namun masih terdapat
insulin dengan jumlah yang adekuat untuk mencegah pemecahan lemak dan produksi
badan keton yang menyertainya, karena itu ketoasidosis diabetik tidak terjadi pada DM
tipe II, meskipun demikian, DM tipe II yang tidak terkontrol akan menimbulkan masalah
akut lainya seperti sindrom Hiperglikemik Hiporosmolar Non-Ketotik (HHNK). Akibat
intoleransi glukosa yang berlangsung lambat (selama bertahun tahun) dan progesif, maka
DM tipe II dapat berjalan tanpa terdeteksi. Jika gejalanya dialami pasien, gejala tersebut
sering bersifat ringan, seperti: kelelahan, iritabilitas, poliuria, polidipsia, luka pada kulit
yang lama sembuh, infeksi vagina atau pandangan kabur (jika kadar glukosanya sangat
tinggi.

F. Komplikasi
Kadar glukosa darah yang tidak terkontrol pada penderita DM tipe II akan menyebabkan
berbagai komplikasi. Komplikasi DM tipe II terbagi menjadi dua berdasarkan lama
terjadinya yaitu komplikasi akut dan komplikasi kronik
a. Komplikasi Akut
1) Ketoasidosis Diabetik (KAD)
KAD merupakan komplikasi akut DM yang di tandai dengan peningkatan
kadar glukosa darah yang tinggi (300-600 mg/dl), disertai dengan adanya tanda dan
gejala asidosis dan plasma keton (+) kuat. Osmolaritas plasma meningkat (300-320
mOs/Ml) dan terjadi peningkatan anion gap.
2) Hipoglikemi
Hipoglikemi ditandai dengan menurunnya kadar glukosa darah hingga
mencapai <60 mg/dL. Gejala hipoglikemia terdiri dari gejala adrenergik (berdebar,
banyak keringat, gemetar, rasa lapar) dan gejala neuroglikopenik (pusing, gelisah,
kesadaran menurun sampai koma).
3) Hiperosmolar Non Ketonik (HNK)
Pada keadaan ini terjadi peningkatan glukosa darah sangat tinggi (600- 1200
mg/dl), tanpa tanda dan gejala asidosis,osmolaritas plasma sangat meningkat (330-
380 mOs/ml),plasma keton (+/-), anion gap normal atau sedikit meningkat.
b. Komplikasi Kronis (Menahun)
Menurut Smeltzer 2015, kategori umum komplikasi jangka panjang terdiri dari:

10
1) Makroangiopati : pembuluh darah jantung, pembuluh darah tepi, pembuluh
darah otak
2) Mikroangiopati : pembuluh darah kapiler retina mata (retinopati diabetik) dan
Pembuluh darah kapiler ginjal (nefropati diabetik)
3) Neuropatid : suatu kondisi yang mempengaruhi sistem saraf, di mana serat-
serat saraf menjadi rusak sebagai akibat dari cedera atau penyakit
4) Komplikasi dengan mekanisme gabungan : rentan infeksi, contohnya tuberkolusis
paru, infeksi saluran kemih, infeksi kulit dan infeksi kaki dan disfungsi ereksi.

11
LAPORAN KASUS

ASUHAN KEPERAWATAN

Kasus

Ny. S dengan usia 62 tahun dirawat di bangsal Flamboyan RSUD Banyumas pada tanggal 28
November 2022 dengan ulkus DM. Pasien terdapat gangrene di jari-jari kaki kiri dengan
kondisi mati rasa, warna kulit kemerahan dan menghitam di jaringan yang mati, pasien
direncanakan akan dilakukan amputasi pada jari-jari kaki kirinya. Pasien terdapat mengeluh
nyeri, mual, muntah, susah tidur, dan mengatakan sulit BAB. Dilakukan pemerikasaan tanda-
tanda vital dan didapatkan hasil TD 139/81 mmHg, nadi 128x/ menit, RR 22x/menit, Suhu
37,6oC, SpO2 93%. Terdapat juga hasil laboratorium yaitu pemerikasaan gula darah sewaktu
dengan hasil 569 mg/Dl. Pasien sebelumnya sudah menderita DM sejak 1 tahun yang lalu.

A. Pengkajian
1. Biodata
a. Identitas pasien
Nama : Ny. S
Umur : 62 Tahun
Tanggal lahir : 01 juli 1955
Alamat : Kalimanah, Purbalingga
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
b. Identitas penanggung jawab
Nama :
Umur :
Alamat :
Hub. dengan pasien :
2. Riawayat Penyakit
a. Keluhan Utama
Gangrene dikaki
b. Riwayat Penyakit Terdahulu
Menderita DM sejak 1 tahun yang lalu
c. Riwayat Penyakit Sekarang

12
pasien datang ke RSUD Banyumas dengan keluhan terdapat gangrene di jari-jari
kaki kiri dengan kondisi mati rasa, warna kulit kemerahan dan menghitam di
jaringan yang mati, pasien direncanakan akan dilakukan amputasi pada jari-jari kaki
kirinya. Pasien terdapat mengeluh nyeri, mual, muntah, susah tidur, dan mengatakan
sulit BAB. Dilakukan pemerikasaan tanda-tanda vital dan didapatkan hasil TD
139/81 mmHg, nadi 128x/ menit, RR 22x/menit, Suhu 37,6oC, SpO2 93%. Terdapat
juga hasil laboratorium yaitu pemerikasaan gula darah sewaktu
d. Riwayat Kesehatan Keluarga

3. Pola Fungsional Virginia Henderson


1. Pola Bernafas
- Sebelum dikaji : Pasien mengatakan dapat bernapas dengan normal
- Saat dikaji : Pasien mengatakan dapat juga bernapas dengan normal dan tidak ada
tanda-tanda gangguan
2. Nutrisi
- Sebelum dikaji : Pasien mengatakan makan 3 kali sehari dengan porsi yang cukup
dan minum 6-8 gelas per hari
- Saat dikaji : Pasien mengatakan tetap makan 3 kali sehari tetapi tidak sampai
dihabiskan dan minum 6-8 gelas per hari
3. Eliminasi
- Sebelum dikaji : Pasien mengatakan BAB 1-2 kali per hari dan BAK 5-6 kali per
hari
- Saat dikaji : Pasien mengatakan kesulitan BAB dan BAK 7-9 kali per hari
4. Gerak dan keseimbangan tubuh
- Sebelum dikaji : Pasien mengatakan kesulitan berjalan karena ada luka di kaki
kirinya
- Saat dikaji : Pasien mengatakan ruang geraknya terbatas karena luka di kaki
kirinya
5. Istirahat dan tidur
- Sebelum dikaji : Pasien mengatakan tidur 7-8 jam perhari
- Saat dikaji : Pasien mengatakan sulit tidur, 4-6 jam perhari
6. Berpakaian
- Sebelum dikaji : Pasien mengatakan dapat berpakaian secara mandiri tanpa
bantuan

13
- Saat dikaji : Pasien mengatakan berpakaian dengan dibantu oleh keluarga karena
tangan terpasang infus dan kaki yang terdapat luka
7. Mempertahankan Suhu Tubuh
- Sebelum dikaji : Pasien mengatakan jika dingin menggunakan pakaian yang tebal
dan ketika merasa panas menggunakan pakaian yang cenderung berbahan tipis
- Saat dikaji : Pasien mengatakan jika dingin menggunakan selimut dan jika panas
pasien tidak menggunakan selimut
8. Personal hygiene
- Sebelum dikaji : Pasien mengatakan mandi 2 kali sehari tanpa bantuan
- Saat dikaji : Pasien mengatakan diseka 1 kali sehari dengan bantuan keluarga
9. Rasa aman dan nyaman
- Sebelum dikaji : Pasien mengatakan bahwa perasaan dan keadaan fisiknya
baik- baik saja dan merasa nyaman dengan keadaan tersebut
- Saat dikaji : Pasien mengatakan klien tidak nyaman dengan penyakit yang
dideritanya
10. Berkomunikasi
- Sebelum dikaji : Pasien mengatakan dapat berkomunikasi dengan baik
- Saat di kaji : Pasien mengatakan masih dapat berkomunikasi dengan baik
11. Kebutuhan spiritual
- Sebelum dikaji : Pasien mengatakan dapat beribadah tanpa kendala
- Saat dikaji : Pasien mengatakan dapat beribadah dengan posisi duduk
12. Kebutuhan bekerja
- Sebelum dikaji : Pasien mengatakan tidak bekerja dan hanya ibu rumah tangga
- Saat dikaji : Pasien mengatakan tidak bekerja
13. Kebutuhan hiburan
- Sebelum dikaji : Pasien mengatakan mendapatkan hiburan dengan keluarga dan
tetangganya
- Saat dikaji : Pasien mengatakan tidak mendapat hiburan sakit yang dideritanya
14. Kebutuhan belajar
- Sebelum dikaji : Pasien mengatakan sudah mengetahui tentang penyakit yang
dideritanya dan juga resiko komplikasinya karena sudah memiliki riwayat penyakit
Diabetes
- Saat dikaji : Pasien mengatakan sudah mengetahui tentang penyakit yang
dideritanya dan juga resiko komplikasinya

14
4. Pemeriksaan Fisik

a. Keadaan Umum : E4V5M6


b. Kesadaran : Composmentis
c. TTV :
a) TD : 139/81 mmHg
b) RR : RR 22x/menit
c) N : nadi 128x/ menit
d) S : Suhu 37,6oC
e) SpO2 : 93%
d. Kepala : Bentuk mesocepal, tidak ada benjolan, rambut bersih, tidak ada lesi
e. Mata : simetris, konjungtiva anemis, pupil mata rangsang cahaya kanan kiri
positif tidak mnegecil dab berdiameter 2mm
f. Hidung : tidak ada sumbatan serta pembesaran kelenjar polip dan tidak ada
nyeri tekan
g. Bibir : mukosa bibir kering normal, tidak terdapat sariawan
h. Mulut : gigi lengkap, lidah bersih tidak kotor, tenggorokan tidak ada
pembersaran amandel
i. Telinga : tidak terdapat penumpukan serumen dan simetris
j. Leher : Tidak terdapat pembesaran tiroid dan pembesaran getah bening, tidak
terdapat pembesaran vena jubularis
k. Thorax
a) Paru-paru :

Inspeksi : bentuk dada normal, tidak ada kelainan otot bantu nafas, pengembangan
dada simetris

Palpasi : vokal fremitus terasa seimbang

Perkusi : bunyi sonor

Auskultasi : tidak terdapat tambahan suara

b) Jantung :

Inpeksi : simetris kiri dan kanan, tidak ada bekas luka, tidak ada pembesaran
pada jantung

15
Palpasi : tidak ada pembengkakan benjolan, tidak ada nyeri tekan

Perkusi : bunyi suara ludup

Auskultasi : bunyi I (lup) dan bunyi II (dup), tidak ada suara tambahan, teratur dan
tidak ada bunyi tambahan seperti mur-mur dan gallop

c) Abdomen

Inspeksi : simetris kiri dan kanan, tidak ada bekas operasi, warna kulit sama,
tidak terdapat lesi

Auskultasi : bising usus 16 kali/menit

Palpasi : tidak terdapat nyeri tekan

Perkusi : bunyi timpani

l. Punggung : Tidak teraba bengkak, simetris kiri dan kanan, dan tidak ada lesi pada

punggung, dan juga tidak ada dukubitus pada punggung

m. Ektermitas
a) Bagian Atas : simetris kiri dan kanan, tangan kanan terpasang infus NaCl 20 tpm
b) Bagian Bawah : terdapat gangrene pada kaki kiri
n. Genetalia : Jenis kelamin perempuan, tidak terpasang kateter
5. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Hasil Satuan Normal

PT dan APTT (sitrat) 0.90 - 1.10

INR 1.09 9.4 - 12.5

PT 11.9 detik 25.1 - 36.5

APTT 53.2 detik

HBsAg

HBsAg 0.000 Negatif IU/ mL MRR

< 0.03 (Negatif)

> 0.03 (Positif)

16
A. Diagnosa Keperawatan

NO DATA FOKUS MASALAH ETIOLOGI


1 DS : Perubahan Status Gangguan Integritas
Pasien mengatakan kaki kanan Nutrisi Kulit/Jaringan
terdapat gangrene yang terdapat
jaringan yang rusak dan mati

DO :
- Jaringan mati dan rusak
- Terdapat darah
- Terlihat kemerahan
- Pasien terlihat tidak nyaman
- TTV :
TD :
RR :
N :
S :
SpO2 :
GDS :

2 DS :
-
DO :
-

B. Prioritas Diagnosa Keperawatan


1. Gangguan integritas kulit/jaringan (D.0129) b.d Perubahan status nutrisi

C. Intervensi Keperawatan

Tgl DX Tujuan Intervensi TTD

17
29/1 Gangguan Setelah dilakukan tindakan Perawatan Luka (I.14564)
1/22 Integritas keperawatan selama 1x24 jam 1. Lepaskan balutas dan
Kulit/Jarin diharapkan masalah dapat plester secara perlahan
gan teratasi dengan kriteria hasil : 2. Bersihkan/cukur bulu-
(D.0129) Integritas Kulit dan Jaringan bulu sekitar area luka
(L.14125) 3. Bersihkan dengan
1. Hidrasi meningkat (5) cairan NaCl atau
2. Perfusi jaringan pembersih nontoksik
meningkat (5) 4. Bersihkan jaringan
3. Kerusakan jaringan nekrotik
menurun (5) 5. Pasang tampon pada
4. Kerusakan lapisan ulkus kaki
kulit menurun (5) 6. Pasang balutan luka
5. Pendarahan sesuai luka
menurun(5) 7. Gunakan teknik steril
6. Kemerahan menurun saat melakukan
(5) perawatan luka
7. Tekstur membaik (5) 8. Jelaskan tanda dan
gejala infeksi
9. Kolaborasi pemberian
antibiotik
1.

18
D. Implementasi Keperawatan

Tgl No. Implementasi Respon pasien TT


DX D
29/11/22 1 Perawatan Luka (I.14564) Pasien
1. Melepaskan balutan dan plester secara mengatakan
perlahan lebih nyaman
2. Membersihkan/mencukur bulu-bulu setelah
sekitar area luka dilakukan
3. Membersihkan dengan cairan NaCl atau intervensi.
pembersih nontoksik Kemerahan
4. Membersihkan jaringan nekrotik pada luka
5. Memasang tampon pada ulkus kaki berkurang,
6. Memasang balutan luka sesuai luka pendarahan
7. Menggunakan teknik steril saat berkurang, dan
melakukan perawatan luka tampilan pada
8. Memberikan sumplemen vitamin dan luka sudah lebih
mineral baik dari

19
9. Menjelaskan tanda dan gejala infeksi sebelumnya.
10. Mengkolaborasi pemberian antibiotik TTV :
- TD :
150/90
mmHg
- Nadi :
88x/menit
- RR :
22x/menit
- Suhu :
36,8 oC
- SpO2 :
97%
GDS :
2 Pencegahan Infeksi (I.14539) Pasien
1. Membatasi pengunjung yang datang mengatakan
untuk mengurangi risiko infeksi merasa lebih
2. Memberikan perawatan kulit pada area baik dari
edema sebelumnya.
3. Mencuci tangan sebelum dan sesudah Pasien mampu
kontak dengan pasien dan lingkungan dalam mencuci
pasien tangan dengan
4. Mempertahankan teknik aseptik pada baik, mampu
pasien berisiko tinggi mengerti tanda
5. Menjelaskan tanda dan gejala infeksi dan gejala
6. Mengajarkan cara mencuci tangan infeksi, mampu
dengan benar meningkatkan
7. Mengajarkan cara memeriksa kondisi asupan nutrisi
luka dan mineral
8. Menganjurkan meningkatkan asupan untuk mencegah
nutrisi terjadinya
9. Menganjurkan meningkatkan asupan infeksi pada
mineral luka ulkus

20
10. Mengkolaborasi pemberian obat pasien.
antibiotik TTV :
- TD:
150/90
mmHg
- Nadi :
88x/menit
- RR :
22x/menit
- Suhu :
36,8 oC
- SpO2 :
97%
GDS : 450
ml/dL

A. Evaluasi Keperawatan

Tanggal No.DX Evaluasi TTD


29/11/22 1 S:
O
A
P

30/11/22 2 S:
O
A
P

21

Anda mungkin juga menyukai