Anda di halaman 1dari 59

1

TUGAS

KEPERAWATAN GERONTIK

KAJIAN KASUS KESEHATAN PADA LANSIA

Oleh:

NAMA MAHASISWA : LUMILA S. MARTHINA

NIM : 1420121241

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

MALUKU HUSADA KAIRATU

TAHUN 2022
2

LAPORAN PENDAHULUAN LANSIA DENGAN DIABETES MELITUS

1.1 Definisi

Diabetes adalah penyakit menahun (kronis) berupa

gangguan metabolic yang ditandai dengan kadar gula darah

yang meningkat melebihi batas normal. Diabetes merupakan

penyakit tidak menular yang cukup serius dimana insulin tidak

dapat diproduksi secara maksimal oleh pancreas (Safitri &

Nurhayati, 2019). Diabetes melitus adalah suatu kelompok

gangguan metabolik dengan karakteristik hiperglikemia atau

kadar glukosa darah yang tingi yang dapat terjadi karena

kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya,

(Marzel, 2021).

Diabetes melitus adalah penyakit metabolisme yang

merupakan suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang

karena adanya peningkatan kadar glokusa darah diatas nilai

normal. Peningkatan kadar glokusa darah tersebut diakibatkan

karena adanya gangguan pada sekresi insulin, kerja insulin

atau keduanya (Riskesdas, 2013).

DM pada lansia adalah penyakit yang sering terjadi pada

lanjut usia yang disebabkan karena lansia tidak dapat

memproduksi insulin dalam jumlah yang cukup atau tubuh tidak

mampu menggunakan insulin secara efektif (Nugroho, 2012).


3

Pada organ tubuh lansia akan terjadi kelebihan glukosa di

dalam darah serta akan dirasakan setelah terjadi komplikasi

lanjut, setelah itu akan terjadi pada semua organ tubuh dan

menimbulkan berbagai macam keluhan maupun gejala yang

sangat bervariasi (Gibney, 2009 dalam (Musthakimah, 2019).

1.2 Anatomi Fisiologi

Gambar 2.1 Prankreas

Sumber : Gangzaga 2010

Gambar 2.2 DM tipe 1 dan DM tipe II

Sumber : Gongzaga 2010

Menurut Gonzaga.B (2010), prankreas terletak melintang

dibagian atas abdomen dibelakang glaster didalam ruang


4

retroperitonial. Disebelah kiri ekor prankreas mencapai

hiluslinpa diarah kronio dorsal dan bagian kiri atas kaput

prankreas dihubungkan dengan corpus oleh leher prankreas

yaitu bagian prankreas yang lebar biasanya tidak lebih dari 4

cm, arteri dan vena mesentrika superior berada dibagian kiri

prankreas ini disebut processus unsinatis prankreas, (Varena,

2019). Menurut Gonzaga Prankreas terdiri dari 2 jaringan utama

yaitu:

1) Asinus yang menyekresi getah pencernaan ke duodenum.

2) Pulau langerhans yang tidak mengeluarkan sekretnya

keluar, tetapi menyekresi insulin d24eddan glukagon

langsung ke darah. Pulau langerhans manusia mengandung

tiga jenis sel utama yaitu sel alfa, beta dan delta yang satu

sama lain dibedakan dengan struktur dan sifat

pewarnaannya. Sel beta mengekresi insulin, sel alfa

mengekresi glukagon, dan sel-sel delta mengekresi

somatostatin.

a. Fisiologi Prankreas

Menurut Gongzaga 2010 dalam (Varena, 2019),

Prankreas disebut sebagai organ rangkap, mempunyai 2

fungsi yaitu sebagai kelenjer eksokrin dan kelenjer endokrin.


5

Fungsi eksokrin menghasilkan sekret yang mengandung

enzim yang dapat menghidrolisis protein, lemak, dan

karbohidrat, sedangkan endokrin menghasilkan hormon

insulin dan glukagon yang memegang peranan penting

pada metabolisme karbohidrat. Kelenjer prankreas dalam

mengatur metabolisme glukosa dalam tubuh berupa hormon

hormon yang disekresikan oleh sel-sel di pulau langerhans.

Hormon ini dapat diklasifikasikan sebagai hormon yang

merendahkan kadar glukosa darah yaitu insulin dan hormon

yang dapat meningkatkan glukosa darah yaitu glukagon.

Menururt Gonzaga (2010) ,Prankreas dibagi menurut

bentuk nya :

a) Kepala (kaput) merupakan bahagian paling besar

terletak di sebelah kanan umbilical dalam lekukan

duodenum.

b) Badan (korpus) merupakan bagian utama organ itu

letaknya sebelah lambung dan depan vertebra

lumbalis pertama

c) Ekor (kauda) adalah bagian runcing sebelah kiri, dan

yang sebenarnya menyentuh lympa


6

1) Pulau Langerhans

Gambar 2.3 Pulau Langerhans

Sumber : Gongzaga (2010)

Pulau langerhans mengandung 3 jenis sel utama yakni

sel-alfa, sel beta dan sel delta. Sel beta mencakup kira kira

60% dari semua sel terletak terutama ditengah setiap pulau

dan mensekresikan insulin.granula sel Bmerupakan

bungkusan insulin dalam sitoplasma sel. Tiap bungkusan

bervariasi antara spesies 1 sengan yang lain. Dalam sel B,

muloekus insulin membentuk polimer komplek dengan

seng. Perbedaan dalam bentuk bungkusan ini mungkin

karena perbedaan ukuran polimer atau akregat sel dari

isulin. Insulin disintesis dalam retikulum endoplasma sel B,

kemudian diangkut ke aparatus kolgi, tempat ini dibungkus

didalam granula yang diikat membran. Kranula ini bergerak

ke dinding sel oleh suatu proses yang sel mengeluarkan

insulin kedaerah luar gengang exsosotosis. Kemudian


7

insulin melintasi membran basalis sel B serta kapiler

berdekatan dan endotel fenestra kapiler untuk mencapai

aliran darah. Sel alfa yang mencakup kira kira 25% dari

seluruh sel mensekresikan glukagon. Sel delta yang

merupakan 10% dari seluruh sel yang mensekresikan

somatostatin (Varena, 2019).

2) Hormon Insulin

Insulin terdiri dari dua rantai asam amino satu sama lain

dihubungkan oleh ikatan disulfide. Sekresi insulin diatur oleh

glukosa darah dan asam amino yang memegang peran

penting. Perangsang adalah glukosa darah. Kadar glukosa

darah 80-90 mg/ml (Gongzaga 2010 dalam Verena, 2019).

Efek utama insulin terhadap metabolisme karbohidrat :

1) Manambah kecepatan metabolisme glukosa

2) Mengurangi kosentrasi gula darah

3) Menambah penyimpanan glukosa ke jaringan

3) Glukagon

Glukagon adalah suatu hormon yang disekresikan oleh

sel sel alfa pulau langerhans mempunyai beberapa fungsi

berlawanan dengan insulin fungsi terpenting adalah

meningkatkan kosentrasi glukosa dalam darah, (Biologi

Gongzaga 2010 Verena, 2019)


8

Dua efek glukagon pada metabolisme glukosa darah :

1) Pemecahan glikagon (glikogenolisis)

2) Peningkatan glikogen (glikogenesis)

Menurut Smelzer (2015), Diabetes melitus

disebabkan oleh rusaknya sebagian kecil dari sel sel

beta dari pulau pulau angerhans pada prankreas

yang berfungsi menghasilkan insulin, akibatnya

kekurangan insulin.

1.3 Etiologi

DM pada lansia di sebabkan oleh faktor genetik, usia,

obesitas dan aktifitas fisik kemudian dengan berjalannya usia

yang semakin meningkatan secara bertahap di karenakan

terjadi proses menua, faktor genetik , IMT serta aktivitas fisik

yang kurang menururt Adamo, (2008) dalam (Musthakimah,

2019).

Menurut Nurarif & Hardhi, (2015) dalam (Raharjo, 2018) etiologi

diabetes mellitus, yaitu :

a. Diabetes Melitus tergantung insulin (DMTI) tipe 1

Diabetes yang tergantung pada insulin diandai dengan

penghancuran sel-sel beta pancreas yang disebabkan oleh :


9

1) Faktor genetik

Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu

sendiri tetapi mewarisi suatu presdisposisi atau

kecenderungan genetic kearah terjadinya diabetes tipe I.

Kecenderungan genetic ini ditentukan pada individu yang

memililiki tipe antigen HLA (Human Leucocyte Antigen)

tertentu. HLA merupakan kumpulan gen yang

bertanggung jawab atas antigen tranplantasi dan proses

imun lainnya

2) Faktor imunologi

Pada diabetes tipe I terdapat bukti adanya suatu respon

autoimun. Ini merupakan respon abnormal dimana

antibody terarah pada jaringan normal tubuh dengan

cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang

dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing .

3) Faktor lingkungan

Faktor eksternal yang dapat memicu destruksi sel β

pancreas, sebagai contoh hasil penyelidikan menyatakan

bahwa virus atau toksin tertentu dapat memicu proses

autoimun yang dapat menimbulkan destuksi sel β

pancreas.
10

b. Diabetes Melitus tak tergantung insulin (DMTTI)

Disebabkan oleh kegagalan telative beta dan resisten

insulin. Secara pasti penyebab dari DM tipe II ini belum

diketahui, faktor genetik diperkirakan memegang peranan

dalam proses terjadinya resistensi insulin. Diabetes Melitus

tak tergantung insulin (DMTTI) penyakitnya mempunyai pola

familiar yang kuat. DMTTI ditandai dengan kelainan dalam

sekresi insulin maupun dalam kerja insulin. Pada awalnya

tampak terdapat resistensi dari sel-sel sasaran terhadap

kerja insulin.

Insulin mula-mula mengikat dirinya kepada reseptor-

reseptor permukaan sel tertentu, kemudian terjadi reaksi

intraselluler yang meningkatkan transport glukosa

menembus membran sel. Pada pasien dengan DMTTI

terdapat kelainan dalam pengikatan insulin dengan reseptor.

Hal ini dapat disebabkan oleh berkurangnya jumlah tempat

reseptor yang responsif insulin pada membran sel.

Akibatnya terjadi penggabungan abnormal antara komplek

reseptor insulin dengan system transport glukosa. Kadar

glukosa normal dapat dipertahankan dalam waktu yang

cukup lama dan meningkatkan sekresi insulin, tetapi pada

akhirnya sekresi insulin yang beredar tidak lagi memadai


11

untuk mempertahankan euglikemia. Diabetes Melitus tipe II

disebut juga Diabetes Melitus tidak tergantung insulin

(DMTTI) atau Non Insulin Dependent Diabetes Melitus

(NIDDM) yang merupakan suatu kelompok heterogen

bentuk-bentuk Diabetes yang lebih ringan, terutama dijumpai

pada orang dewasa, tetapi terkadang dapat timbul pada

masa kanak-kanak.

Faktor risiko yang berhubungan dengan proses terjadinya

DM tipe II, diantaranya adalah:

1) Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia

di atas 65 tahun)

2) Obesitas

3) Riwayat keluarga

4) Kelompok etnik

1.4 Patofisiologi

Menurut Smeltzer dalam (Varena, 2019), Diabetes tipe I.

Pada diabetes tipe I merupakan ketidakmampuan untuk

menghasilkan insulin karena sel sel beta prankreas telah

dihancurkan oleh proses autoimun. Hiperglikemi puasa terjadi

akibat produksi glukosa yang tidak terukur oleh hati. Disamping

glukosa yang berasal dari makanan tidak dapat disimpan dihati


12

meskipun tetap berada dalam darah menimbulkan hiperglikemia

prospandial. jika kosentrasi glukosa daram darah cukup tinggi

maka ginjal tidak dapat menyerap kembali glukosa yang

tersaring keluar, akibatnya glukosa tersebut muncul dalam urine

(glikosuria). Ketika glukosa yang berlebihan dieksresikan

kedalam urine, ekresi ini akan disertai pengeluaran cairan dan

elektrolit yang berlebihan, keadaan ini dinamakan diuresis

ostomik, sebagai akibat dari kehilangan cairan berlebihan,

pasien akan mengalami peningkatan dalam berkemih

(poliurea),dan rasa haus (polidipsi) (Smeltzer 2015 dan

Bare,2015).

Difisiensi insulin juga akan menganggu metabilisme protein

dalam lemak yang menyebabkan penurunan berat badan.

Pasien dapat mengalami peningkatan selera makan (polifagia),

akibat menurunan simpanan kalori. Gejala lainya kelelahan dan

kelemahan . dalam keadaan normal insulin mengendalikan

glikogenolisis (pemecahan glikosa yang tersimpan) dan

gluconeogenesis (pembentukan glukosa baru dari asam asam

amino dan subtansi lain). Namun pada penderita difisiensi

insulin, proses ini akan terjadi tampa hambatan dan lebih lanjut

akan turut menimbulkan hipergikemia. Disamping itu akan

terjadi pemecahan lemak yang mengakibatkan peningkatan


13

produksi badan keton yang merupakan produk smping

pemecahan lemak. Badan keton merupakan asam yang

menganggu keseimbangan asam basa tubuh apabila jumlahnya

berlebih. Ketoasidosis yang disebabkan dapat menyebabkan

tanda tanda gejala seperti nyeri abdomen mual, muntah,

hiperventilasi, nafas berbaun aseton dan bila tidak ditangani

akan menimbulkan penurunan kesadaran, koma bahkan

kematian. Pemberian insulin bersama cairan dan elektrolit

sesuai kebutuhan akan memperbaiki dengan cepat kelainan

metabolik tersebut dan mengatasi gejala hiperglikemi serta

ketoasidosis. Diet dan latihan disertai pemantauan kadar gula

darah yang sering merupakan komponen terapi yang penting

(Smeltzer 2015 dan Bare,2015).

DM tipe II merupakan suatu kelainan metabolik dengan

karakteristik utama adalah terjadinya hiperglikemia kronik.

Meskipun pula pewarisannya belum jelas, faktor genetik

dikatakan memiliki peranan yang sangat penting dalam

munculnya DM tipe II. Faktor genetik ini akan berinterksi

dengan faktor faktor lingkungan seperti gaya hidup,

obesitas,rendah aktivitas fisik,diet, dan tingginya kadar asam

lemak bebas(Smeltzer 2015 dan Bare,2015). Mekanisme

terjadinya DM tipe II umunya disebabkan karena resistensi


14

insulin dan sekresi insulin. Normalnya insulin akan terkait

dengan reseptor khusus pada permukaan sel.sebagai akibat

terikatnya insulin dengan reseptor tersebut,terjadi suatu

rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa didalam sel.

Resistensi insulin DM tipe II disertai dengan penurunan reaksi

intra sel. Dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk

menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan. Untuk

mengatasi resistensi insulin dan mencegah terbentuknya

glukosa dalam darah,harus terjadi peningkatan jumlah insulin

yang disekresikan, (Smeltzer 2015 dan Bare,2015 dalam

(Varena, 2019).

Pada penderita toleransi glukosa terganggu, keadaan ini

terjadi akibat sekresi insulin yang berlebihan dan kadar glukosa

akan dipertahankan pada tingkat yang normal atau sedikit

meningkat. Namun demikian, jika sel sel B tidak mampu

mengimbangi peningkatan kebutuhan insulin, maka kadar

glukosa akan meningkat dan terjadinya DM tipe II. Meskipun

terjadi gangguan sekresi insulin yang berupakan ciri khas DM

tipe II, namun masih terdapat insulin dengan jumlah yang

adekuat untuk mencegah pemecahan lemak dan produksi

badan keton yang menyertainya, karena itu ketoasidosis

diabetik tidak terjadi pada DM tipe II, meskipun demikian, DM


15

tipe II yang tidak terkontrol akan menimbulkan masalah akut

lainya seperti sindrom Hiperglikemik Hiporosmolar Non-Ketotik

(HHNK) (Smeltzer 2015 dan Bare,2015). Akibat intoleransi

glukosa yang berlangsung lambat (selama bertahun tahun) dan

progesif, maka DM tipe II dapat berjalan tanpa terdeteksi. Jika

gejalannya dialami pasien, gejala tersebut sering bersifat

ringan, seperti: kelelahan, iritabilitas, poliuria,polidipsia, luka

pada kulit yang lama sembuh, infeksi vagina atau pandangan

kabur (jika kadar glukosanya sangat tinggi.) (Smeltzer 2015 dan

Bare,2015 dalam varena 2019).


16

Gambar 2.4
PATHWAY Obesitas, gaya hidup,
Genetic
Usia, Riwayat keluarga
DM, Pola makan

Insufisiensi
Insulin Resistensi Insulin

DM Tipe I DM Tipe II

Penggunaan
Glukosa Otot dan Pankreas berhenti
Glukosa hati memproduksi
Intrase Insulin

Pembentukan Produksi
ATP Glukosa hati
terganggu Hiperglikemia

Lemah Glukosuria
Komplikasi
Mikrovaskuler
Intoleransi Diuresis
Keseimbangan osmotik
Aktivitas/ Retinopati,
kalori
kelemahan Neftropati,
Polidipsi dan Neoropati
polifagia poliuria

Parastesia,
Resiko berat Sesibilitas Nyeri,
badan Suhu menurun
lebih/Obesitas

Nyeri akut &


Resiko Infeksi
17

1.5 Penatalaksanaan

Menurut PERKENI 2015 dalam (Varena, 2019), komponen

dalam penatalaksan DM yaitu:

a. Penatalaksanaan keperawatan

1) Diet

Syarat diet hendaknya dapat :

a) Memperbaiki kesehatan umum penderita

b) Mengarahkan pada berat badan normal

c) Menekan dan menunda timbulnya penyakit

angiopati diabetic

d) Memberikan modifikasi diet sesuai dengan

keadaan penderita

Prinsip diet DM , adalah

a) Jumlah sesuai kebutuhan

b) Jadwal diet ketat

c) Jenis : boleh dimakan / tidak

Dalam melaksanakan diet diabetes sehari hari

hendaknya diikuti pedoman 3 J yaitu: Jumlah kalori

yang diberikan harus habis, jangan dikurangi atau

ditambah, Jadwal diet harus sesuai dengan

intervalnya, Jenis makanan yang manis harus

dihindari
18

Penentuan jumlah kalori diet DM harus

disesuaikan oleh status gizi penderita,penetuan

gizi dilaksankan dengan menghitung percentage of

relative body weight( BPR=berat badan normal)

dengan rumus :

𝐵𝐵 (𝑘𝑔)
𝐵𝑃𝑅 = X 100%
𝑇𝐵 (𝑐𝑚) − 100

Keterangan :

I. Kurus (underweight) : BPR <90%

II. Normal (ideal) : BPR 90% -110%

III. Gemuk (overweight) : BPR >110%

IV. Obesitas apabila : BPR> 120%

i. Obesitas ringan : BPR 120% -130%

ii. Obesitas sedang :BPR 130% - 140%

iii. Obesitas berat :BPR 140 – 200%

iv. Morbid :BPR > 200%

2) Olahraga

Beberapa kegunaan olahraga teratur setiap hari bagi

penderita DM adalah :

a) Meningkatkan kepekaan insulin, apabila dikerjakan

setiap 11/2 jam sesudah makan, berarti pula


19

mengurangi insulin resisten pada penderita

dengan kegemukan atau menambah jumlah

reseptor insulin dan meningkatkan sensivitas

insulin dengan reseptornya

b) Mencegah kegemukan bila ditambah olahraga

pagi dan sore

c) Memperbaiki aliran perifer dan menanbah suplai

oksigen

d) Meningkatkan kadar kolestrol – high density

lipoprotein

e) Kadar glukosa otot dan hati menjadi berkurang,

maka olahraga akan dirangsang pembentukan

glikogen baru

f) Menurunkan kolesterol(total) dan trigliserida dalam

darah karena pembakaran asam lemak menjadi

lebih baik

3) Edukasi / penyuluhan

Harus rajin mencari banyak informasi mengenai

diabetes dan pencegahannya. Misalnya mendengarkan

pesan dokter, bertanya pada dokter, mencari artikel

mengenai diabetes
20

4) Pemberian obat-obatan

Pemberian obat obatan dilakukan apabila pengcegahan

dengan cara (edukasi,pengaturan makan,aktivitas fisik)

belum berhasil, bearti harus diberikan obat obatan

5) Pementauan gula darah

Pemantauan gula darah harus dilakukan secara rutin,

bertujuan untuk mengevaluasi pemberian obat pada

diabetes. Jika dengan melakukan lima pilar diatas

mencapai target,tidak akan terjadi komplikasi.

6) Melakukan perawatan luka

Melakukan tindakan perawatan menganti balutan,

membersihkan luka pada luka kotor. Dengan tujuna

untuk mencegah infeksi dan membantu penyembuhan

luka.

7) Melakukan observasi tingkat kesadaran dan tanda-

tanda vital

8) Menjaga intake cairan elektrolit dan nutrisi jangan

sampai terjadi hiperhidrasi

9) Mengelola pemberian obat sesuai program


21

b. Penatalaksanaan medis

1) Terapi dengan Insulin

Terapi farmakologi untuk pasien diabetes melitus

geriatri tidak berbeda dengan pasien dewasa sesuai

dengan algoritma, dimulai dari monoterapi untuk terapi

kombinasi yang digunakan dalam mempertahankan

kontrol glikemik. Apabila terapi kombinasi oral gagal

dalam mengontrol glikemik maka pengobatan diganti

menjadi insulin setiap harinya. Meskipun aturan

pengobatan insulin pada pasien lanjut usia tidak

berbeda dengan pasien dewasa, prevalensi lebih tinggi

dari faktor-faktor yang meningkatkan risiko hipoglikemia

yang dapat menjadi masalah bagi penderita diabetes

pasien lanjut usia. Alat yang digunakan untuk

menentukan dosis insulin yang tepat yaitu dengan

menggunakan jarum suntik insulin premixed atau

predrawn yang dapat digunakan dalam terapi insulin. 16

Lama kerja insulin beragam antar individu sehingga

diperlukan penyesuaian dosis pada tiap pasien (Varena,

2019).

Oleh karena itu, jenis insulin dan frekuensi

penyuntikannya ditentukan secara individual. Umumnya


22

pasien diabetes melitus memerlukan insulin kerja

sedang pada awalnya, kemudian ditambahkan insulin

kerja singkat untuk mengatasi hiperglikemia setelah

makan. Namun, karena tidak mudah bagi pasien untuk

mencampurnya sendiri, maka tersedia campuran tetap

dari kedua jenis insulin regular (R) dan insulin kerja

sedang , Idealnya insulin digunakan sesuai dengan

keadaan fisiologis tubuh, terapi insulin diberikan sekali

untuk kebutuhan basal dan tiga kali dengan insulin

prandial untuk kebutuhan setelah makan. Namun

demikian, terapi insulin yang diberikan dapat

divariasikan sesuai dengan kenyamanan penderita

selama terapi insulin mendekati kebutuhan fisiologis

(Varena, 2019)

2) Obat antidiabetik oral

a) Sulfonilurea

Pada pasien lanjut usia lebih dianjurkan

menggunakan OAD generasi kedua yaitu glipizid

dan gliburid sebab resorbsi lebih cepat, karena

adanya non ionic-binding dengan albumin

sehingga resiko interaksi obat berkurang

demikian juga resiko hiponatremi dan


23

hipoglikemia lebih rendah. Dosis dimulai dengan

dosis rendah. Glipizid lebih dianjurkan karena

metabolitnya tidak aktif sedangkan 18 metabolit

gliburid bersifat aktif.Glipizide dan gliklazid

memiliki sistem kerja metabolit yang lebih

pendek atau metabolit tidak aktif yang lebih

sesuai digunakan pada pasien diabetes geriatri.

Generasi terbaru sulfoniluera ini selain

merangsang pelepasan insulin dari fungsi sel

beta pankreas juga memiliki tambahan efek

ekstrapankreatik (Varena, 2019).

b) Golongan biguanid metformin

Pada pasien lanjut usia tidak menyebabkan

hipoglekimia jika digunakan tanpa obat lain,

namun harus digunakan secara hati-hati pada

pasien lanjut usia karena dapat menyebabkan

anorexia dan kehilangan berat badan. Pasien

lanjut usia harus memeriksakan kreatinin terlebih

dahulu. Serum kretinin yang rendah disebakan

karena massa otot yang rendah pada orangtua

(Varena, 2019).
24

c) Penghambatan alfa glukosidase/acarbose

Obat ini merupakan obat oral yang

menghambat alfaglukosidase, suatu enzim pada

lapisan sel usus, yang mempengaruhi digesti

sukrosa dan karbohidrat kompleks. Sehingga

mengurangi absorb karbohidrat dan

menghasilkan penurunan peningkatan glukosa

postprandial.Walaupun kurang efektif

dibandingkan golongan obat yang lain, obat

tersebut dapat dipertimbangkan pada pasien

lanjut usia yang mengalami diabetes 19 ringan.

Efek samping gastrointestinal dapat membatasi

terapi tetapi juga bermanfaat bagi mereka yang

menderita sembelit. Fungsi hati akan terganggu

pada dosis tinggi, tetapi hal tersebut tidak

menjadi masalah klinis, (Varena, 2019)

d) Thiazolidinediones thiazolidinediones

Memiliki tingkat kepekaan insulin yang baik

dan dapat meningkatkan efek insulin dengan

mengaktifkan PPAR alpha reseptor.

Rosiglitazone telah terbukti aman dan efektif

untuk pasien lanjut usia dan tidak menyebabkan


25

hipoglekimia. Namun, harus dihindari pada

pasien dengan gagal jantung. Thiazolidinediones

adalah obat yang relative, (Varena, 2019).

2. Konsep Asuhan Keperawatan

2.1 Pengkajian

Asuhan keperawatan pada tahap pertama yaitu pengkajian.

Dalam pengkajian perlu dikaji biodata pasien dan data data

untuk menunjang diagnosa. Data tersebut harus seakurat

akuratnya, agar dapat digunakan dalam tahap berikutnya,

meliputi nama pasien,umur, keluhan utama (Varena, 2019).

a. Identitas klien

Lakukan pengkajian pada identitas pasien dan isi

identitasnya, yang meliputi: nama, jenis kelamin, suku

bangsa, tanggal lahir, alamat, agama, tanggal pengkajian.

b. Keluhan Utama

Sering menjadi alasan klein untuk meminta pertolongan

kesehatan adalah kaki kesemutan, mati rasa,

kelelahan/keletihan, penglihatan yang mulai kabur.


26

c. Riwayat Kesehatan

1) Riwayat kesehatan sekarang

Biasanya klien mngeluh nyeri, kesemutan pada

esktremitas, luka yang sukar sembuh Sakit kepala,

menyatakan seperti mau muntah, kesemutan, lemah

otot, disorientasi, letargi, koma dan bingung.

2) Riwayat kesehatan lalu

Biasanya klien DM mempunyai Riwayat hipertensi,

penyakit jantung seperti Infark miokard

3) Riwayat kesehatan keluarga

Biasanya Ada riwayat anggota keluarga yang menderita

DM

d. Pengkajian Pola Gordon

1) Pola persepsi

Pada pasien gangren kaki diabetik terjadi perubahan

persepsi dan tatalaksana hidup sehat karena kurangnya

pengetahuan tentang dampak gangren pada kaki

diabetik, sehingga menimbulkan persepsi negatif

terhadap diri dan kecendurangan untuk tidak mematuhi

prosedur pengobatan dan perawatan yang lama,lebih

dari 6 juta dari penderita DM tidak menyadari akan

terjadinya resiko kaki diabetik bahkan mereka takut


27

akan terjadinya amputasi (Debra Clair,Jounal Februari

2001).

2) Pola nutrisi metabolic

Akibat produksi insulin yang tidak adekuat atau adanya

defisiensi insulin maka kadar gula darah tidak dapat

dipertahankan sehingga menimbulkan keluhan sering

kencing, banyak makan, banyak minum, berat badan

menurun dan mudah lelah. Keadaan tersebut dapat

mengakibatkan terjadinya gangguan nutrisi dan

metabolisme yang dapat mempengarui status

kesehatan penderita. Nausea, vomitus, berat badan

menurun, turgor kulit jelek , mual muntah.

3) Pola eliminasi

Adanya hiperglikemia menyebabkan terjadinya diuresis

osmotik yang menyebabkan pasien sering kencing

(poliuri) dan pengeluaran glukosa pada urine

(glukosuria). Pada eliminasi alvi relatif tidak ada

gangguan.

4) Pola ativitas dan latihan

Kelemahan, susah berjalan dan bergerak, kram otot,

gangguan istirahat dan tidur,tachicardi/tachipnea pada

waktu melakukan aktivitas dan bahkan sampai terjadi


28

koma. Adanya luka gangren dan kelemahanotot otot

pada tungkai bawah menyebabkan penderita tidak

mampu melakukan aktivitas sehari hari secara

maksimal, penderita mudah mengalami kelelahan.

5) Pola tidur dan istirahat

Istirahat tidak efektif adanya poliuri,nyeri pada kaki yang

luka,sehingga klien mengalami kesulitan tidur

6) Kongnitif persepsi

Pasien dengan gangren cendrung mengalami neuropati/

mati rasa pada luka sehingga tidak peka terhadap

adanya nyeri. Pengecapan mengalami penurunan,

gangguan penglihatan.

7) Persepsi dan konsep diri

Adanya perubahan fungsi dan struktur tubuh

menyebabkan penderita mengalami gangguan pada

gambaran diri. Luka yang sukar sembuh , lamanya

perawatan, banyaknya baiaya perawatan dan

pengobatan menyebabkan pasien mengalami

kecemasan dan gangguan peran pada keluarga (self

esteem)
29

8) Peran hubungan

Luka gangren yang sukar sembuh dan berbau

menyebabkan penderita malu dan menarik diri dari

pergaulan.

9) Seksualitas

Angiopati dapat terjadi pada pebuluh darah diorgan

reproduksi sehingga menyebabkan gangguan potensi

sek,gangguan kualitas maupun ereksi seta memberi

dampak dalam proses ejakulasi serta orgasme. Adanya

perdangan pada vagina, serta orgasme menurun dan

terjadi impoten pada pria. Risiko lebih tinggi terkena

kanker prostat berhubungan dengan nefropatai.

10)Koping toleransi

Lamanya waktu perawatan,perjalannya penyakit kronik,

persaan tidak berdaya karena ketergantungan

menyebabkan reasi psikologis yang negatif berupa

marah, kecemasan, mudah tersinggung, dapat

menyebabkan penderita tidak mampu menggunakan

mekanisme koping yang kontruktif/adaptif.

11)Nilai kepercayaan

Adanya perubahan status kesehatan dan penurunan

fungsi tubuh serta luka pada kaki tidak menghambat


30

penderita dalam melaksanakan ibadah tetapi

mempengarui pola ibadah penderita.

e. Pemeriksaan fisik

1) Keadaan Umum

2) Tingkat Kesadaran : Compos mentis, apatis, delirium,

somnolen, coma

3) GCS : E4 : V5 : M6

4) Pemeriksaan vital sign

Yang terdiri dari tekanan darah, nadi, pernafasan, dan

suhu. Tekanan darah dan pernafasan pada pasien

dengan pasien DM bisa tinggi atau normal, Nadi dalam

batas normal, sedangkan suhu akan mengalami

perubahan jika terjadi infeksi.

5) Antropometri

a) Tinggi Badan :

Pada pria: 64,19 – (0,04 x usia dalam tahun) +

(2,02 x tinggi lutut (cm)

Pada wanita: 84,88- (0,24 x usia dalam tahun) +

(1,83 x tinggi lutut (cm)

b) Berat Badan IMT= BB (TB)2 dalam meter


31

c) Pemeriksaan kulit

Kulit akan tampak pucat karena Hb kurang dari normal

dan jika kekurangan cairan maka turgor kulit akan tidak

elastis. kalau sudah terjadi komplikasi kulit terasa gatal.

d) Pemeriksaan kepala dan leher

Kaji bentuk kepala,keadaan rambut Biasanya tidak

terjadi pembesaran kelenjar tiroid, kelenjar getah

bening, dan JVP (Jugularis Venous Pressure) normal 5-

2 cmH2.

e) Pemeriksaan dada (Thorak)

Pada pasien dengan penurunan kesadaran acidosis

metabolic pernafasan cepat dan dalam.

f) Pemeriksaan jantung (cardiovaskuler)

Pada keadaan lanjut bisa terjadi adanya kegagalan

sirkulasi.

g) Pemeriksaan abdomen

Dalam batas normal

h) Pemeriksaan integuinal, genetalia,

anus Sering BAK

i) Pemeriksaan musculoskeletal

Sering merasa lelah dalam melakukan aktifitas, sering

merasa kesemutan
32

j) Pemeriksaan ekstremitas

Kadang terdapat luka pada ekstermitas bawah bisa

terasa nyeri, bisa terasa baal

k) Pemeriksaan neurologi

GCS :15, Kesadaran Composmentis Cooperative

(CMC)

f. Pengkajian Instrument Geriatric

1) Fungsional Bartel

Tabel 2.2
Fungsional bartel
No Jenis ADL Kategori Skor

1 Makan (Feeding) 0 = tidak ada

1 = perlu bantuan

untuk memotong dll

2 = mandiri

2 Mandi (Bathting) 0 = tergantung

orang lain

1 = mandiri

3 Perawatan diri 0 = perlu bantuan

(Grooming) 1 = mandiri

4 Berpakaian 0 = tergantung

(Dressing) 1 = sebagian
33

dibantu

2 = mandiri

5 Buang air kecil 0 = tidak bisa

(Bowel) mengontrol (perlu

dikateter dan tidak

dapat mengatur)

1 = BAK kadang-

kadang (sekali/24

jam)

2 = terkontrol penuh

(lebih dari 7 hari)

6 Buang air besar 0 = inkontinensia

(Bladder) (perlu enema)

1 = kadang

inkontinensia (sekali

seminggu)

2 = terkontrol penuh

7 Penggunaan 0 = tergantung

toilet bantuan orang lain

1 = perlu bantuan

tetapi dapat
34

melakukan sesuatu

sendiri

2 = mandiri

8 Berpindah (Tidur 0 = tidak dapat

atau duduk) 1 = butuh bantuan

(2 orang)

2 = dapat duduk

dengan sedikit

3 = mandiri

9 Mobilitas 0 = tidak

bergerak/tidak

mampu

1 = mandiri dengan

kursi

2 = berjalan dengan

bantuan 3 = mandiri

10 Naik turun tangga 0 = tidak mampu

1 = perlu bantuan

2 = mandiri

Interpretasi Hasil :

20 : Mandiri
35

12 - 19 : Ketergantungan Ringan

9 – 11 : Ketergantungan Sedang

5 – 8 : Ketergantungan Berat

0 – 4 : Ketergantungan

2) Short Portable Mental Status Questionnaire (SPMSQ)

Tabel 2.3
Short Portable Mental Status Questionnaire
Benar Salah No Pertanyaan

1 Tanggal berapa hari ini?

2 Hari apa sekarang?

3 Apa nama tempat ini?

4 Dimana alamat anda?

5 Berapa alamat anda

6 Kapan anda lahir?

7 Siapa presiden Indonesia?

8 Siapa presiden Indonesia

sebelumnya?

9 Siapa nama ibu anda

10 Kurangi 3 dari 20 dan tetap

pengurangan 3 dari setiap

angka baru, semua secara

menuru
36

Interpretasi:

0 – 2 : Fungsi intelektual utuh

3 – 4 : Fungsi intelektual kerusakan ringan

5 – 6 : Fungsi intelektual kerusakan sedang

7 – 8 : Fungsi intelektual kerusakan berat

3) Mini mental state exam (MMSE)

Tabel 2.4
Mini mental state exam
Apek Nilai Nilai
No Kriteria
Kongnitif Mak Klien

1 Oriemtasi 5 Menyebutkan

dengan benar

a. Tahun

b. Musim

c. Tanggal

d. Hari

e. Bulan

2 Orientasi 5 Dimana

Registrasi 3 sekarang kita

berada?

Negara
37

Provinsi

Kabupaten

Sebutkan 3

nama objek

(kursi, meja,

kertas)

kemudian

ditanyakan

kepada klien,

menjawab

a. Kursi

b. Meja

c. Kertas

3 Perhatian 5 Meminta klien

dan berhitung mulai

Kalkulasi dari 100,

kemudian

dikurangi 7

sampai 5

tingkat a. 100,

93, .., ..., ...


38

4 Mengingat 3 Meminta klien

untuk

menyebutkan

objek pada poin

2:

a. Kursi

b. Meja

c. Kertas

5 Bahasa 9 Menanyakan

kepada klien

tentang benda

(sambil

menunjuk

benda tersebut)

a. Jendela

b. Jam

dinding

Meminta klien

untuk

mengulangi

kata berikut
39

“tak ada jika,

dan, atau,

tetapi”

Klien

menjawab -,

dan, atau,

tetapi

Minta klien

untuk

mengikuti

perintah

berikut yang

terdiri dari 3

langkah

Ambil ballpoint

di tangan

anda, ambil

kertas, menulis

saya mau tidur

a. Ambil bolpen

b. Ambil kertas
40

c. –

Perintahkan

klien untuk hal

berikut (bila

aktivitas sesuai

perintah nilai 1

point) “tutup

mata anda”

a. Klien

menutup

mata

Perintahkan

pada klien untuk

menulis atau

kalimat dan

menyalin

gambar

Total 30

Skor:

Nilai 24 – 30 : Normal

Nilai 17 – 23 : Probable gangguan kognitif


41

Nilai 0 – 16 : Defisit gangguan kognitif

4) Pengkajian risiko jatuh

Tabel 2.5
Pengkajian resiko jatuh
No Resiko Skala Hasil

1 Gangguan gaya berjalan (diseret, 4

menghentak, berayun)

2 Pusing atau pingsan pada posisi 3

tegak

3 Kebingungan setiap saat 3

(contoh:pasien yang mengalami

demensia)

4 Nokturia/Inkontinen 3

5 Kebingungan intermiten (contoh 2

pasien yang

mengalamidelirium/Acute

confusional state)

6 Kebingungan intermiten (contoh 2

pasien yang

mengalamidelirium/Acute

confusional state)

7 Obat-obat berisiko tinggi (diuretic, 2


42

narkotik, sedative,

antipsikotik,laksatif, vasodilator,

antiaritmia, antihipertensi, obat

hipoglikemik,antidepresan,

neuroleptic, NSAID)

8 Riwayat jatuh dalam 12 bulan 2

terakhir

9 Osteoporosis 1

10 Gangguan pendengaran dan/atau 1

penglihatan

11 Usia 70 tahun ke atas 1

Jumlah

Tingkat risiko

Risiko rendah bila skor 1 – 3 : Lakukan intervensi risiko

rendah

Risiko tinggi bila skor ≥ 4 : Lakukan intervensu risiko

tinggi
43

5) Pengkajian depresi (GDS)

Pilihlah jawaban yang paling tepat untuk

menggambarkan perasaan Anda selama dua minggu

terakhir.

Tabel 2.6
Pengkajian skala depresi
No Pertanyaan Ya Tidak Skor

1 Apakah anda pada Ya Tidak

dasarnya puas dengan

kehidupan anda?

2 Apakah anda sudah Ya Tidak

meninggalkan banyak

kegiatan dan minat

/kesenangan anda

3 Apakah anda merasa Ya Tidak

kehidupan anda hampa?

4 Apakah anda sering Ya Tidak

merasa bosan?

5 Apakah anda mempunyai Ya Tidak

semangat baik setiap

saat?

6 Apakah anda takut Ya Tidak


44

sesuatu yang buruk akan

terjadi pada anda?

7 Apakah anda merasa ya Tidak

bahagia pada sebagian

besar hidup anda?

8 Apakah anda sering Ya Tidak

merasa tidak berdaya?

9 Apakah anda lebih senang Ya Tidak

tinggal di rumah daripada

pergi ke luar dan

mengerjakan sesuatu hal

yang baru?

10 Apakah anda merasa Ya Tidak

mempunyai banyak

masalah dengan daya

ingat anda dibandingkan

kebanyakan orang?

11 Apakah anda pikir hidup ya Tidak

anda sekarang ini

menyenangkan?

12 Apakah anda merasa tidak Ya Tidak


45

berharga seperti perasaan

anda saat kini?

13 Apakah anda merasa Ya Tidak

penuh semangat?

14 Apakah anda merasa Ya Tidak

bahwa keadaan anda tidak

ada harapan?

15 Apakah anda pikir bahwa Ya Tidak

orang lain lebih baik

keadaannya dari anda?

Total Skor

Panduan pengisian instrumen GDS

a) Jelaskan pada pasien bahwa pemeriksa akan

menanyakan keadaan perasaannya dalam dua

minggu terakhir, tidak ada jawaban benar salah,

jawablah ya atau tidak sesuai dengan perasaan yang

paling tepat akhir-akhir ini.

b) Bacakan pertanyaan nomor 1 – 15 sesuai dengan

kalimat yang tertulis, tunggu jawaban pasien. Jika

jawaban kurang jelas, tegaskan lagi apakah pasien


46

ingin menjawab ya atau tidak. Beri tanda (lingkari)

jawaban pasientersebut.

c) Setelah semua pertanyaan dijawab, hitunglah jumlah

jawaban yangbercetak tebal. Setiap jawaban

(ya/tidak) yang bercetak tebal diberi nilai satu (1).

d) Jumlah skor diantara 5-9 menunjukkan kemungkinan

besar ada gangguan depresi.

e) Jumlah skor 10 atau lebih menunjukkan ada

gangguan depresi

g. Pemeriksaan penunjang yang meliputi pemeriksaan glukosa

darah biasanya meningkat antara 100-200 mg/dl atau lebih.

Nilai normalnya: GDP 70-100 mg/dl. GD 2 JPP < 140 mg/dl

2.2 Diagnosa Keperawatan yang lazim muncul

Diagnosa keperawatan adalah keputusan klinis sebagai

akibat dari masalah kesehatan yang sudah terjadi maupun yang

masih beresiko.

Diagnosa keperawatan sejalan dengan diagnosa medis,

sebab dalam mengumpulkan data, yang dibutuhkan untuk

menegakkan diagnosa keperawatan ditinjau dari keadaan

penyakit dalam diagnosa medis (Dinarti dan Mulyanti, 2017).


47

Diagnosa yang mungkin muncul pada penderita Diabetes

mellitus menurut SDKI (2016) meliputi :

a. Ketidakstabilan kadar glukosa darah berhubungan dengan

Disfungsi pancreas (D.0027)

b. Nyeri Akut berhubungan dengan Agen cedera fisik (D.0077)

c. Intoleransi Aktivitas berhubungan dengan kelemahan

(D.0056)

d. Resiko Infeksi dibuktikan dengan penyakit kronis (diabetes

mellitus) (D.0142)

e. Resiko jatuh dibuktikan dengan perubahan kadar glukosa

darah (D.0143)

f. Risiko berat badan lebih (D.0031)

2.3 Rencana keperawatan

Perencanaan keperawatan adalah suatu rangkaian kegiatan

penentuan langkah-langkah pemecahan masalah dan

prioritasnya, perumusan tujuan, rencana tindakan dan penilaian

asuhan keperawatan pada klien berdasarkan analisis data dan

diagnosa keperawatan (Dinarti dan Mulyanti, 2017).


48

Tabel 2.7

Rencana Keperawatan

No Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional

1 Ketidakstabilan Setelah dilakukan Manajemen hiperglikemia

kadar glukosa tindakan Observasi Observasi

darah b.d keperawatan 1. Identifikasi kemungkinan 1. Untuk mengetahui

disfungsi selama 2 x 24 jam penyebab hiperglikemia kemungkinan penyebab

pankreas maka hiperglikemia

ketidakstabilan 2. Monitor kadar gulah darah 2. Agar kadar gulah darah

gula darah dapat terkontrol

membaik KH : 3. Monitor tanda dan gejala 3. Agar dapat mengetahui


hiperglikemia
1. Kestabilan tanda dan gejala dari

kadar glukosa hiperglikemia


Terapeutik :
darah Terapeutik
1. Berikan asupan cairan oral
membaik 1. Untuk memenuhi atau
49

2. Status nutrisi menambah intake cairan

membaik dalam tubuh

3. Tingkat Edukasi : Edukasi

pengetahuan 1. Ajurkan kepatuhan 1. Agar pasien patuh pada diet

meningkat terhadap diet dan dan olahraga

olahraga 2. Agar dapat mengetahui

2. Anjurkan monitor kadar kadar glukosa darah dan

gulah darah secara dapat mengendalikan kadar

mandiri glukosa dalam darah

Kolaborasi : Kolaborasi

1. Kolaborasi pemberian 1. Untuk menstabilkan kadar

insulin, jika perlu glukosa darah


50

2 Nyeri Akut b.d Setelah dilakukan Manajemen nyeri

Agen cedera tindakan Observasi : Observasi

fisik Keperawatan 2 1. Identifikasi identifikasi 1. Agar mengetahui titik nyeri

x24 jam lokasi, karakteristik, pasien

diharapkan tingkat durasi, frekuensi, kualitas,

nyeri menurun KH: intensitas nyeri

1. Keluhan nyeri 2. Identifikasi skala nyeri 2. Agar mengetahui

menurun seberapa tingkat nyeri

2. Meringis yang dirasakan pasien dan

menurun Terapeutik : respon nyeri pasien

3. Gelisah 1. Berikan teknik non Terapeutik

menurun farmakologis untuk 1. Memberikan teknik

mengurangi rasa nyeri relaksasi napas dalam


51

Edukasi: Edukasi

1. Jelaskan penyebab dan 1. Agar pasien dan keluarga

periode dan pemicu nyeri mengerti penyebab dan

pemicu nyeri

2. Ajarkan teknik 2. Agar pasien dapat

nonfarmakologi untuk mengetahui cara

mengurangi nyeri meredahkan nyeri dengan

teknik relaksasi napas

dalam
Kolaborasi
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
1. Kolaborasi dengan dokter
analgetik
tentang analgetik yang

diberikan kepada klien

untuk meredahkan nyeri


52

3 Intoleransi Setelah dilakukan Terapi aktivitas

Aktivitas b.d tintdakan Observasi Observasi

kelemahan keperawatan 1. Identifikasi defisit tingkat 1. Agar mengetahui

selama 1x 24 jam aktivitas seberapa besar tingkat

intoleransi aktivitas 2. Identifikasi kemapuan aktivitas yang bisa

membaik KH : berpartisipasi dalam dilakukan oleh pasien

1. Toleransi aktivitas tertentu 2. Agar bisa mengetahui

aktivitas Terapeutik aktivitas yang dilakukan

membaik 1. Fasilitasi pasien dan Terapeutik

2. Tingkat keluarga dalam 1. Agar pasien nyaman dan

keletihan menyesuiakan lingkungan mengerti tentang terapi

menurun untuk mengakomodasi yang dilakukan

aktivitas yang di pilih

2. Libatkan keluarga dalam 2. Agar keluarga tau cara


53

aktivitas melakukan terapi untuk

pasien kedepannya

Edukasi Edukasi

1. Ajarkan cara melakukan 1. Agar pasien dapat

aktivitas yang dipilih mengetahui langka

aktivitas individu

4 Resiko Infeksi Setelah dilakukan Pengcegahan Infeksi

dibuktikan tintdakan Observasi Observasi

dengan keperawatan 1. Monitor tanda dan gejala 1. Mengetahui adanya tanda

penyakit kronis selama 2 x 24 jam infeksi lokal dan sistematik dan gejala infeksi lokal

(diabetes maka tingkat Terapeutik dan sistemik

mellitus) infeksi menurun 1. Berikan perawatan kulit Terapeutik

KH : pada area edema 1. Mencegah infeksi berlanjut

1. Tingkat nyeri 2. Cuci tangan sebelum dan pada area edema


54

menurun sesudah kontak dengan 2. Mencegah transmisi

2. Integritas kulit pasien dan lingkungan bakteri, virus, maupun

dan jaringan pasien kuman penyebab infeksi

membaik Edukasi Edukasi

3. Kontrol resiko 1. Jelaskan tanda dan gejala 1. Agar pasien mengetahui

meningkat infeksi tanda dan gejalan infeksi

2. Ajarkan cara memeriksa 2. Agar mengetahui kondisi

kondisi luka luka

4 Resiko jatuh Setelah dilakukan Pencegahan Jatuh

dibuktikan tindakan Observasi : Observasi

dengan keperawatan 3x24 1. Identifikasi kekurangan 1. Mengetahui penyebab

perubahan jam diharapkan kognitif atau fisik klien permasalahn yang akan

kadar glukosa klien mmpu untuk: yang berpotensi terjadi

darah 1. Gerakan menyebabkan jatuh


55

terkoordinasi Terapeutik : Terapeutik

2. Kejadian jatuh: 1. Sarankan perubahan gaya 1. Mengurangi resiko jatuh

tidak ada berjalan, keseimbangan,

kejadian jatuh. dan kecepatan berjalan

3. Pengetahuan: 2. Modifikasi lingkungan 2. Membantu pasien

pemahaman pencahayaan, lantai memudahkan menjangkau

penjegahan rumah, dan perabotan tempat tidur dan

jatuh. rumah menjangkau peralatan

4. Pengetahuan: 3. Pastiken klien yang dibutuhkan

kemampuan menggunakan alas kaki 3. Membantu klien agar tidak

pribadi. yang aman dan nyaman mudah terjatu

Kolaborasi : Kolaborasi

1. Kolaborasi dengan 1. Membantu klien

keluarga untuk menata memudahkan menjangkau


56

dan menyimpan makanan, kebutuhan yang

atau kebutuhan klien diperlukan

ditempat yang mudah

dijangkau

5 Resiko berat Setelah dilakukan Edukasi Diet

badan lebih asuhan Observasi : Observasi

keperawatan 1. Identifikasi kemampuan 1. Untuk mengetahui

diharapkan berat keluarga dan pasien kemampuan keluarga dan

badan membaik menerima informasi pasien menerima

dengan kriteria informasi

hasil: 2. Identifikasi tingkat 2. Untuk mengetahui tingkat

1. Berat badan pengetahuan saat ini pengetahuan pasiensaat

membaik ini
3. Identifikasi kebiasaan pola
2. Indeks masa 3. Untuk mengetahui
makan saat ini dan masa
57

tubuh lalu kebiasaan pola makan

membaik saat ini dan masa lalu


4. Identifikasi keterbatasan
4. Mengetahui keterbatasan
finansial untuk
finansial untuk
menyediakan makanan
menyediakan makanan

Terapeutik : Terapeutik

1. Persiapkan materi, alat 1. Untuk mempermudah

peraga dan media dalam penyampaian

materi

2. Sediakan rencana makan 2. Agar kegiatan terstruktur

tertulis sesuai rencana makan

tertulis

3. Beri kesempatan pasien 3. Untuk mengetahui sejauh

dan keluarga bertanya mana pemahaman pasien


58

Edukasi

Edukasi : 1. Agar pasien mengetahui

1. Jelaskan tujuan kepatuhan kepatuhan diet terhadap

diet terhadap kesehatan kesehatan

2. Agar pasien mengetahui

2. Informasikan makanan makanan yang

yang diperbolehkan dan diperbolehkan dan

dilarang dilarang

3. Agar pasien mengetahui


3. Ajarkan cara
merencanakan makanan
merencanakan makanan
sesuai program
sesuai program
Kolaborasi
Kolaborasi :
1. Mendapatkan pemahaman
1. Rujuk ke ahli gizi dan
terkait diet pasien
sertakan keluarga
59

2.4 Implementasi

Implementasi keperawatan merupakan serangkaian tindakan

yang dilakukan oleh perawat maupun tenaga medis lain untuk

membantu pasien dalam proses penyembuhan dan perawatan

serta masalah kesehatan yang dihadapi pasien yang sebelumnya

disusun dalam rencana keperawatan (Nursallam, 2011).

2.5 Evaluasi

Menurut Nursalam, 2011 , evaluasi keperawatan terdiri dari dua

jenis yaitu :

a. Evaluasi formatif. Evaluasi ini disebut juga evaluasi berjalan

dimana evaluasi dilakukan sampai dengan tujuan tercapai

b. Evaluasi somatif , merupakan evaluasi akhir dimana dalam

metode evaluasi ini menggunakan SOAP.

Anda mungkin juga menyukai