Anda di halaman 1dari 43

MAKALAH

KONSEP DAN ASUHAN KEPERAWATAN


PADA ANAK DENGAN TETRALOGI OF FALLOT (TOF)
Dosen Pembimbing : Dodik Hartono S.Kep.,Ns.,M.Kep

DISUSUN OLEH :

1. IVAN ADINATA
2. MUHAMMAD SYAIFUDDIN
3. IVAN ADINATA

PRODI SARJANA KEPERAWATAN

STIKES HAFSHAWATY PESANTREN ZAINUL HASAN

PADJARAKAN-PROBOLINGGO

2020 – 2021
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Diabetes mellitus (DM) merupakan kumpulan gejala yang timbul pada
seseorang akibat tubuh mengalami gangguan dalam mengontrol kadar gula
darah. Gangguan tersebut dapat disebabkan oleh sekresi hormon insulin tidak
adekuat atau fungsi insulin terganggu (resistensi insulin) atau justru gabungan
dari keduanya. Diabetes Melitus (DM) adalah penyakit gangguan metabolik
menahun yang lebih dikenal sebagai pembunuh manusia secara diam- diam
atau “Silent killer”. Seringkali manusia tidak menyadari apabila orang tersebut
telah menyandang diabetes, dan seringkali mengalami keterlambatan dalam
menanganinya sehingga banyak terjadi komplikasi. Diabetes juga dikenal
sebagai “Mother of Disease” karena merupakan induk atau ibu dari penyakit-
penyakit lainnya seperti hipertensi, penyakit jantung dan pembuluh darah,
stroke, gagal ginjal dan kebutaan.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Diabetes Melitus ?
2. Apa saja etiologi dari Diabetes Melitus?
3. Apa saja manifestasi klinik dari Diabetes Melitus?
4. Bagaimana pathway dari Diabetes Melitus?
5. Bagaimana patofisiologi dari Diabetes Melitus?
6. Apa saja pemeriksaan penunjang dari Diabetes Melitus?
7. Apa saja komplikasi dari Diabetes Melitus?
8. Apa saja penatalaksanaan dari Diabetes Melitus?
9. Bagaimana Asuhan Keperawataan dari Diabetes Melitus?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan Diabetes Melitus
2. Untuk mengetahui apa saja etiologi dari Diabetes Melitus
3. Untuk mengetahui apa saja manifestasi klinik dari Diabetes Melitus
4. Untuk mengetahui bagaimana pathway dari Diabetes Melitus
5. Untuk mengetahui bagaimana patofisiologi dari Diabetes Melitus
6. Untuk mengetahui apa saja pemeriksaan penunjang dari Diabetes Melitus
7. Untuk mengetahui apa saja komplikasi dari Diabetes Melitus
8. Untuk mengetahui apa saja penatalaksanaan dari Diabetes Melitus
9. Untuk mengetahui bagaimana Asuhan Keperawataan dari Diabetes Melitus
D. Manfaat
1. Manfaat bagi institusi
Manfaat makalah ini bagi Institusi pendidikan kesehatan adalah untuk
mengetahui tingkat kemampuan mahasiswa sebagai peserta didik dalam
mengetahui tentang penyakit Diabetes Melitus..
2. Manfaat bagi mahasiswa
Manfaat makalah ini bagi mahasiswa baik penyusun maupun pembaca adalah
untuk menambah wawasan mahasiswa dalam mengetahui tentang Diabetes
Melitus.
3. Manfaat bagi masyarakat
Manfaat makalah ini bagi masyarakat adalah untuk menambah wawasan
masysrakat mengenai tentang Diabetes Melitus.
A. ANATOMI FISIOLOGI
Pankreas adalah suatu organ berupa kelenjar yang terletak
retroperiontenial dalam abdomen bagian atas, didepan vertebrae
lumbalis I dan II dengan panjang dan tebal sekitar 12,5 cm dan tebal 2,5
cm yang terbentang dari atas sampai ke lengkungan besar dari perut dan
biasanya dihubungkan oleh dua saluran duodenum atau 12 usus jari
(Syarifuddin, 2014).

Berikut jaringan penyusun pankreas (Syarifuddin, 2014) :


a. Jaringan Asini, berfungsi memproduksi getah pencernaan
duodenum
b. Pulau Langerhans, berikut fungsinya :
1) Fungsi eksokrin pankreas ( asinar )
Getah pankreas mengandung enzim-enzim untuk pencernaan.
ketiga jenis makanan utama, protein, karbohidrat dan lemak.
Getah
pankreas juga mengandung ion bikarbonat dalam jumlah besar,
yang memegang peranan penting dalam menetralkan timus
asam yang dikeluarkan oleh lambung ke dalam duodenum.
2) Fungsi endokrin pankreas.
Fungsinya sebagai organ endokrin didukung oleh pulau-pulau
langerhans. Pulau-pulau langerhans terdiri dari tiga jenis sel
yaitu :
a) Sel α (alpha) yang menghasilkan glukagon
Efek glukagon ini juga sama dengan efek kortisol, GH dan
epineprin. Dalam meningkatkan kadar gula darah, glukagon
merangsang glikogenolisis (pemecahan glukogen menjadi
glukosa) dan meningkatkan transportasi asam amino dari otot
serta meningktakan glukoneogenesis (Pemecahan glukosa
dari yang bukan karbohidrat). Dalam metabolisme lemak,
glukagon, meningkatkan lipolisis ( Pemecahan lemak ).
b) Sel β (betha) yang menghasilkan insulin
Insulin sebagai hormon anabolik terutama akan
meningkatkan
difusi glukosa melalui membran sel jaringan. Efek metabolik
penting lainnya dari hormon insulin adalah sebagai berikut :
1) Efek pada hepar
 Meningkatkan sintesa dan penyimpanan glukosa
 Menghambat glikogenolisis, glukoneogenesis dan
ketogenesis
 Meningkatkan sintesa trigliserida dari asam lemak
bebas
dihepar
2) Efek pada otot
 Meningkatkan sintesa protein
 Meningkatkan tranportasi asam amino
 Meningkatkan glikogenesis
3) Efek pada jaringan lemak
 Meningkatkan sintesa trigliserida dari asam lemak
bebas
 Meningkatkan penyimpanan trigliserida
 Menurunkan lipolisis
c) Sel deltha yang menghasilkan somatostatin namun fungsinya
belum jelas diketahui. Hasil dari sistem endokrin ini langsung
dialirkan kedalam peredaran darah dibawa ke jaringan tanpa
melewati duktus untuk membantu metabolisme karbohidrat
Berikut bagian-bagian pankreas (Syarifuddin, 2014) :
a. Kelenjar pankreas
Sekumpulan kelenjar yang strukturnya sangat mirip denga
kelenjar ludah panjangnya kira-kira 15 cm, lebar 5 cm mulai dari
deudenum sampai ke limpa dan beratnya rata-rata 60-90 gr.
Terbentang pada vertebral lumbalis I & II dibelakang lambung.
b. Bagian-bagian pankreas
1) Kepala pankreas
Terletak di sebelah kanan rongga abdomen dan didalam
lekukan deudenum yang melingkarinya.
2) Badan pankreas
Merupakan bagian utama dan ini letaknya dilbelakang
lambung dan didepan vertebra umbalis utama.
3) Ekor pankreas
Bagian yang runcing disebelah kiri yang sebenarnya
menyentuh limpa.
c. Saluran Pankreas
Pada pankreas terdapat dua saluran yang mengalirkan hasil
sekresi pankreas ke dalam duodenum.
d. Pulau-pulau langerhans
Pulau langerhans berbentuk ovoid dengan besar masing-masing
pulau berbeda-beda yang menjadi system endokrinologis dari
pankreas terbesar dari seluruh pankreas dengan berat hanya 1-
3 % dari berat total pankreas berukuran 76 x 175 mm dengan
diameter 20 sampai 300 mikron yang tersebar diseluruh
pankreas meskipun banyak ditemkan di ekor daripada kepala
dan badan pankreas. Pada manusia terdapat 1-2 juta pulau
B. DEFINISI
Diabetes Mellitus adalah suatu kumpulan gejala yang timbul
pada seseorang yang disebabkan oleh karena adanya peningkatan
kadar gula (glukosa) darah akibat kekurangan insulin baik absolut
maupun relative. Diabetes mellitus merupakan sekelompok kelainan
heterogen yang ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah
atau hiperglikemia.
Diabetes mellitus adalah penyakit yang disebabkan oleh
tingginya kadar gula dalam darah akibat gangguan sekresi insulin.
Diabetes mellitus di sebut juga penyakit kencing manis. Dalam kamus
besar bahasa Indonesia, definisi kencing manis adalah penyakit yang
menyebabkan air kencing yang di produksi bercampur zat gula.
Adanya kadar gula yang tinggi dalam air kencing dapat menjadi
tanda-tanda gejala awal penyakit Diabetes melitus
Menurut American Diabetes Association (ADA, 2019) DM tipe II
adalah suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik
hiperglikemia akibat dari kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau
keduanya sekaligus.DM tipe II adalah penyakit kronis yang terjadi
ketika pankreas tidak lagi mampu memproduksi insulin, atau ketika
tubuh tidak dapat memanfaatkan insulin yang dihasilkannya dengan
baik.
C. ETIOLOGI
 Diabetes tipe I
 Faktor genetik
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri;
tetapi mewarisi suatu predisposisi atau kecenderungan genetik
ke arah terjadinya DM tipe I. Kecenderungan genetik ini
ditemukan pada individu yang memiliki tipe antigen HLA
 Faktor-faktor imunologi
Adanya respons otoimun yang merupakan respons abnormal
dimana antibodi terarah pada jaringan normal tubuh dengan
cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya
seolah-olah sebagai jaringan asing. Yaitu otoantibodi terhadap
sel-sel pulau Langerhans dan insulin endogen.

 Faktor lingkungan
Virus atau toksin tertentu dapat memicu proses otoimun yang
menimbulkan destruksi selbeta
 Diabetes Tipe II
Mekanisme yang tepat yang menyebabkan resistensi insulin dan
gangguan sekresi insulin pada diabetes tipe II masih belum diketahui.
Faktor genetik memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi
insulin.
Faktor-faktor resiko :
 Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas
65 th)
 Obesitas
 Riwayat keluarga
Faktor penyebab dari terjadinya DM tipe II yaitu resistensi insulin
atau kegagalan produksi insulin oleh selβ pankreas (ADA, 2019).
Pada kondisi resistensi insulin, insulin dalam jumlah yang cukup
tidak dapat bekerja secara optimal sehingga menyebabkan kadar
gula dalam darah menjadi tinggi (PERKENI, 2015).
D. KLASIFIKASI
Beberapa klasifikasi dari diabetes mellitus, yaitu :
a. Insulin Dependent Diabetes Mellitus (IDDM) atau DM tipe 1
Diabetes yang tergantung insulin ditandai dengan penghancuran
sel-sel beta pancreas yang disebabkan oleh :
1) Faktor genetik penderita tidak mewarisi diabetes tipe itu sendiri,
tetapi mewarisi suatu predisposisi atau kecendrungan genetik
kearah terjadinya diabetes tipe 1.
2) Faktor imunologi (autoimun).

b. Insulin Dependent Diabetes Mellitus (IDDM) atau DM tipe 2


Disebabkan oleh kegagalan relative sel beta dan resistensi
insulin. DM tipe II bervariasi mulai dari yang dominan resistensi
insulin disertai defisiensi insulin relatif sampai efek insulin disertai
resistensi insulin.
Faktor resiko yang berhubungan dengan proses terjadinya
diabetes tipe 2, yaitu (Hupfeld, 2016) :
1) Genetik
DM tipe II sangat dipengaruhi oleh faktor genetik.
Seorang anak memiliki risiko 15 % menderita DM tipe II jika
kedua salah satu dari kedua orang tuanya menderita DM tipe
II. Anak dengan kedua orang tua menderita DM tipe II
mempunyai risiko 75 % untuk menderita DM tipe II dan anak
dengan ibu menderita DM tipe II mempunyai risiko 10-30 %
lebih besar daripada anak dengan ayah menderita DM tipe II
(Garnita, 2016).
2) Stres
Stres kronik cenderung membuat seseorang mencari
makanan yang cepat saji kaya pengawet, lemak, dan gula.
Makanan ini sangat berpengaruh besar terhadap kerja
pankreas. Stres juga meningkatkan kerja metabolisme dan
meningkatkan kebutuhan akan sumber energi yang berakibat
pada peningkatan erja pankreas. Beban kerja yang tinggi
membuat pankreas mudah rusak sehingga berdampak pada
produksi insulin (Aini, 2016).
3) Lifestyle dan Nutrisi
Ada hubungan yang signifikan antara pola makan
dengan kejadian diabetes melitus tipe II. Pola makan yang
buruk merupakan faktor risiko yang paling berperan dalam
kejadian diabetes melitus tipe II. Pengaturan diet yang sehat
dan teratur sangat perlu diperhatikan terutama pada wanita.
Pola makan yang buruk dapat menyebabkan kelebihan berat
badan dan obesitas yang kemudian dapat menyebabkan DM
tipe II (Aini, 2016).
Perilaku hidup sehat dapat dilakukan dengan melakukan
aktivitas fisik yang teratur. Manfaat dari aktivitas fisik sangat
banyak dan yang paling utama adalahmengatur berat badan
dan memperkuat sistem dan kerja jantung. Aktivitas fisik atau
olahraga dapat mencegah munculnya penyakit DM tipe II.
Sebaliknya, jika tidak melakukan aktivitas fisik maka risiko
untuk menderita penyakit DM tipe II akan semakin tinggi (Aini,
2016).
Terdapat hubungan yang signifikan antara kebiasaan
merokok dengan kejadian DM tipe II. Kebiasaan merokok
merupakan faktor risiko DM tipe II karena memungkinkan
untuk terjadinya resistensi insulin. Kebiasaan merokok juga
telah terbukti dapat menurunkan metabolisme glukosa yang
kemudian menimbulkan DM tipe II (Aini, 2016).
4) Obesitas
Pola makan yang buruk seperti terlalu banyak
mengkonsumsi karbohidrat, lemak dan protein dan tidak
melakukan aktivitas fisik merupakan faktor risiko dari obesitas.
Obesitas merupakan faktor risiko yang berperan penting dalam
DM tipe II karena obesitas dapat menyebabkan terjadinya
resitensi insulin di jaringan otot dan adipose (Aini, 2016).
Obesitas mengakibatkan sel-sel β pankreas mengalami
hipertrofi sehingga berpengaruh terhadap fungsinya dalam
memproduksi insulin. Pada kondisi obesitas juga
menyebabkan penurunan adiponektin, yaitu hormon yang
dihasilkan adiposit yang berfungsi untuk memperbaiki
sensitivitas insulin dengan cara menstimulasi peningkatan
penggunaan glukosa dan oksidasi asam lemak otot serta hati
sehingga kadar trigliserida menurun. Penurunan adiponektin
menyebabkan resistensi insulin. Aiponektin berkolerasi positif
dengan High Density Lipoprotein (HDL) dan berkolerasi
negatif dengan Low Density Lipoprotein (LDL) (Renaldy, 2009;
Umar dan Adam, 2009 dalam Aini, 2016).
5) Usia
Usia yang semakin bertambah akan berbanding lurus
dengan peningkatan risiko menderita penyakit diabetes melitus
karena jumlah sel beta pankreas yang produktif memproduksi
insulin akan berkurang. Hal ini terjadi terutama pada umur
yang lebih dari 40 tahun. Penurunan fisiologis ini berisiko
pada penurunan funsi endokrin pankreas untuk memproduksi
insulin (Aini, 2016).
6) Jenis kelamin
Wanita lebih memiliki potensi untu menderita DM tipe II
daripada pria karena adanya perbedaan anatomi dan fisiologi.
Secara fisik wanita memilikipeluang untuk mempunyai indeks
massa tubuh di atas normal. Selain itu, adanya menopouse
pada wanita dapat mengakibatkan pendistribusian lemak
tubuh tidak merata dan cenderung terakumulasi (Aini, 2016).
E. PATOFISIOLOGI

1. Diabetes Tipe I
Terdapat ketidakmampuan untuk menghasilkan insulin karena sel-
sel. pankreas telah dihancurkan oleh proses autoimun. Glukosa
yang berasal dari makanan tidak dapat disimpan dalam hati
meskipun tetap berada dalam darah dan menimbulkan
hiperglikemia postprandial (sesudah makan). Jika konsentrasi
glukosa dalam darah cukup tinggi, ginjal tidak dapat menyerap
kembali semua glukosa yang tersaring keluar akibatnya glukosa
tersebut diekskresikan dalam urin (glukosuria). Ekskresi ini akan
disertai oleh pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan,
keadaan ini dinamakan diuresis osmotik. Pasien mengalami
peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan rasa haus (polidipsi).
2. Diabetes Tipe II
Terdapat dua masalah utama yang berhubungan dengan
insulin, yaitu: resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin.
Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor khusus pada
permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin dengan reseptor
tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa
di dalam sel. Resistensi insulin pada diabetes tipe II disertai
dengan penurunan reaksi intrasel, dengan demikian insulin menjadi
tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan.
Untuk mengatasi resistensi insulin dan mencegah terbentuknya
glukosa dalam darah harus terdapat peningkatan insulin yang
disekresikan. Pada penderita toleransi glukosa terganggu, keadaan
ini terjadi akibat sekresi insulin yang berlebihan dan kadar glukosa
akan dipertahankan pada tingkat yang normal atau sedikit
meningkat. Namun jika sel-sel ? tidak mampu mengimbangi
peningkatan kebutuhan akan insulin maka kadar glukosa akan
meningkat danterjadi diabetes tipe II.
Meskipun terjadi gangguan sekresi insulin yang merupakan ciri
khas diabtes tipe II, namun terdapat jumlah insulin yang adekuat
untuk mencegah pemecahan lemak dan produksi badan keton.
Oleh karena itu, ketoasidosis diabetik tidak terjadi pada diabetes
tipe II. Meskipun demikan, diabetes tipe II yang tidak terkontrol
dapat menimbulkan masalah akut lainnya yang dinamakan sindrom
hiperglikemik hiperosmoler nonketotik. Akibat intoleransi glukosa
yang berlangsung lambat dan progresif, maka awitan diabetes tipe
II dapat berjalan tanpa terdeteksi, gejalanya sering bersifat ringan
dan dapat mencakup kelelahan, iritabilitas, poliuria, polidipsia, luka
pada kulit yang tidak sembuh-sembuh, infeksi dan pandangan yang
kabur.
DM merupakan suatu penyakit gangguan metabolik yang
diawali dengan berkurangnya sekresi insulin atau berkurangnya
sensitivitas jaringan terhadap insulin karena ketidakmampuan
reseptor insulin menyediakan transporter glukosa (Annisa, 2014).
Otot dan hati yang mengalami resistensi insulin menjadi penyebab
utama DM tipe II. Kegagalan sel beta pankreas untuk dapat bekerja
secara optimal juga menjadi penyebab dari DM tipe II (Perkeni,
2015).
Gangguan metabolisme tersebut dapat terjadi karena 2 hal
yaitu pertama karena kerusakan pada sel-sel beta pankreas karena
pengaruh dari luar seperti zat kimia, virus dan bakteri. Kedua,
penyebabnya adalah penurunan reseptor glukosa pada kelenjar
pankreas dan yang ketiga karena kerusakan reseptor insulin di
jaringan perifer (Fatimah, 2015). Gangguan respons metabolik
terhadap kerja insulin disebut dengan resistensi insulin. Keadaan ini
dapat disebabkan oleh gangguan reseptor, pre reseptor dan post
reseptor sehingga dibutuhkan insulin yang lebih banyak dari
biasanya untuk mempertahankan kadar glukosa darah agar tetap
normal. Sensitivitas insulin untuk menurunkan glukosa darah
dengan cara menstimulasi pemakaian glukosa di jaringan otot dan
lemak serta menekan produksi glukosa oleh hati menurun.
Penurunan sensitivitas tersebut juga menyebabkan resistensi
insulin sehingga kadar glukosa dalam darah tinggi (Prabawati,
2012).
F. PATHWAY
G. MANIFESTASI KLINIK
Manifestasi dari DM menurut (Aini, 2016), yaitu :
a. Poliuri (peningkatan pengeluaran urine), terjadi karena diuresis
dan hiperglikemia.
b. Polidipsi (peningkatan rasa haus), poliuri menyebabkan
hilangnya glukosa, elektrolit [na , klorida, dan kalium] dan air
sehingga pasien mersa haus.
c. Polifagi (peningkatan rasa lapar), sel-sel tubuh mengurangi
kekurangan energi karena glukosa tidak dapat masuk ke
sel,akibatnya pasien merasa sering lapar.Rasa lemah dan
kekerasan otot
Kekurangan energi sel menyebabkan pasien cepat lelah dan
lemah,selain itu kondisi ini juga terjadi karena katabolisme
protein dan kehilangan kalium lewat urine (Aini, 2016).
d. Kelainan ginekologis (keputihan dengan penyebab tersering
yaitu jamur terutama kandida). DM tipe II akan menurunkan
sistem kekebalan tubuh secara umum, sehingga tubuh rentan
terhadap infeksi. Selain itu jamur dan bakteri mampu
berkembang biak pesat di lingkungan yang tinggi gula
(hiperglikimia) (Aini, 2016).
e. Kepala
Rambut tipis dan mudah rontok, telinga sering mendenging
(berdesing) dan jika keadaan ini tidak segera diobati dapat
menjadi tuli. Mata dapat menjadi katarak, glaukoma
(peningkatan bola mata), produksi air mata menurun, dan
rerinopati diabetik (penyempitan bulu darah kapiler yang disertai
eksudasi dan pendarahan pada retina sehingga mata pendertita
menjadi kabur dan tidak dapat sembuh dengan kacamata
bahkan menjadi buta) (Aini, 2016).
f. Rongga mulut
Lidah terasa membesar atau tebal, kadang-kadang timbul
gangguan rasa pengecapan. Ludah penderita diabetes melitus
sering kali lebih kental, sehingga mulut terasa kering yang
disebut xerostomia diabetik. keadaan ludah kental ini dapat
mengganggu kesehatan rongga mulut dan mudah mengalami
infeksi. Kadang-kadang terasa ludah yang amat berlebihan
yang disebut hipersalivasi diabetilk (Aini, 2016).
Jaringan yang mengikat gigi pada rahang/periodontium mudah
rusak sehingga gigi penderita diabetes melitus mudah goyah
bahkan mudah lepas. Gusi penderita diabetes melitus mudah
mengalami infeksi, kadang-kadang bernanah dan karena sering
mengalami infeksi, rongga mulut dan ludah penderita diabetes
melitus semakin mengental sehingga bau mulut penderita
sering kurang enak (foetor ex oris diabetic) (Aini, 2016).
g. Paru-Paru dan jantung
Penderita DM tipe II bila batuk biasannya berlangsung lama
karena pertahanan tubuh menurun dan penderita diabetes
melitus lebih mudah menderita TBC penderita DM juga lebih
mudah menderita infark jantung dan daya pompa otot antung
lemah sehingga penderita mudah sesak napas ketika jalan atau
naik tangga (payah jantung atau dekompensansi kordis) (Aini,
2016).
h. Hati
Penderita DM tipe II yang tidak dirawat dengan baik, akan
mengalami atau menderita penyakit liver akibat dari
diabetesnya, bukan karena kekurangan glukosa dalam dietnya.
Penyakit ini disebut dengan pnenyakit parlemakan hati non-
alkohol, yang terjadi dalam kurun waktu 5 tahun setelah
menderita obesitas atau DM tipe 2. Mekanisme terjadi penyakit
ini karena akumulasi lemak hepatosit melaluli mekalisme
lipolisis dan hiperinsulisme. Penderita diabetes melitus juga
lebih mudah mengidap penyakit radang hati karena virus
hipatitis B dan C dibandingkan dengan penderita non-diabetes
(Aini, 2016).
i. Saluran pencernaan
 Lambung
Serabut saraf yang memelihara lambung akan merusak
sehingga fungsi lambung untuk meng hancurkan makanan
menjadi lemah, kemudian lambung menggelembung
sehingga proses pengosongan lambung terganggu dan
makanan lebih lama tertinggal di dalam lambung. Keadaan ini
tertumbul rasa mual, perut terasa penuh, kembung, makanan
tidak dapat turun, kadang-kadang timbul rasa sakit di uluh
hati atau makanan terhenti di dalam dada (Aini, 2016).
 Usus
Gangguan pada usus yang paling sering dialami penderita
diabetes melitus adalah sukar buang air besar,perut
kembung,kotoran keras,buang air besar hanya sekali dalam
2-3 hari.kadang terjadi sebaliknya yaitu penderita
menunjukkan keluhan diare 4-5 kali sehari,kotoran banyak
mengandung air,sering timbul pada malam hari.semua ini
akibat komplikasi saraf pada usus besar (Aini, 2016).
 Ginjal dan kandung kemih
 Ginjal
Dibandingkan dengan ginjal orang normal,penderita
diabetes melitus mempunyai kecenderungan 17 kali lebih
mudah mengalami gangguan fungsi ginjal.semuanya ini
disebabkan oleh faktor infeksi berulang yang sering timbul
dan adanya faktor penyempitan pembulu darah kapiler
yang disebut mikroangiopati diabetik di ginjal (Aini, 2016).
 Kandung kemih
Penderita sering mengalami infeksi saluran kemih (ISK)
yang berulang. Saraf yang memelihara kandung kemih
sering merusak,sehingga dinding kandung kemih menjadi
lemah. Kandung kemih akan menggelembung dan
kadang-kadang penderita tidak dapat BAK secara
spontan, urine tertimbun dan tertahan di kandung kemih.
Keadaan ini disebut retensio urine. Sebaliknya, bila kontrol
saraf terganggu penderita sering ngompol atau urine
keluar sendiri yang di sebut inkontinesia urine (Aini, 2016).
 Impotensi
Penyebab utama terjadi inpotensi pada diabetes adalah
neuropati (kerusakan saraf) sehingga tidak terjadi pada
A.Helicina penis.Ini menyebabkan saluran darah dalam
penis tidak lancar sehingga penis tidak dapat ereksi (Aini,
2016).
 Kondisi saraf
Peningkatan dalam glukosa dalam darah akan merusak
urat saraf penderita.keadaan ini disebut neuropati
diabetik.Berikut adalah gejala-gejala neuropati diabetik
(Aini, 2016) :
1. Kesemutan
2. Rasa panas atau rasa tertusuk-tusuk jarum.
3. Rasa tebal ditelapak kaki sehingga penderita
merasa seperti berjalan di atas kasur.
4. Kram.
5. Keseluruhan merasa sakit terutama pada malam
hari
6. Kerusakan yang terjadi pada banyak serabut
saraf yang di sebut polineuropati diabetik.Pada
keadaan ini jalan penderita akan pincang dan
otot-otot kakinya mengecil (atrofi)
 Pembuluh darah
Komplikasi DM tipe II yang paling berbahaya adalah
komplikasi pada pembuluh darah. Pembulu darah
penderita diabetes melitus muda menyempit dan
tersumbat oleh gumpalan darah. Penyempitan pembulu
darah pada penderita diabetes melitus disebut angiopati
diabetik. Angiopati diabetik pada pembulu darah besar
atau sedang disebut makroangiopati diabetik, sedangkan
pada pembulu darah kapiler disebut mikroangiopati
diabetik (Aini, 2016).
 Kulit
Pada umumnya kulit penderita DM tipe II kurang sehat atau
kuat dalam hal pertahananmya, sehingga mudah terkena
infeksi dan penyakit jamur (Aini, 2016).
H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Pemeriksaan Radiologi :

 gas subkutan

 adanya benda asing, osteomelietus

b. Pemeriksaan urine (untuk mengetahui adanya kandungan


glukosa dalam urin)
c. Pemeriksaan glukosa plasma puasa ≥126 mg/dl. Puasa adalah
kondisi tidak ada asupan kalori minimal 8 jam, atau
d. Pemeriksaan glukosa plasma ≥200 mg/dl 2 jam setelah Tes
Toleransi Glukosa Oral (TTGO) dengan beban glukosa 75
gram, atau
e. Pemeriksaan glukosa plasma sewaktu ≥200 mg/dl dengan
keluhan klasik (poliuria, polidipsia, polifagia dan penurunan
berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya), atau
f. Pemeriksaan HbA1c ≥6,5% dengan menggunakan metode
yang terstandarisasi oleh National Glycohaemoglobin
Standarization Program (NGSP).
I. PENATALAKSANAAN
1. Penatalaksanaan Farmakologis
Pemberian terapi farmakologi harus diikuti dengan
pengaturan pola makan dan pola hidup sehat. Terapi
farmakologi terdiri dari obat oral dan obat injeksi, yaitu:
 Obat antihiperglikemia oral
Menurut Perkeni (2015), berdasarkan cara kerjanya obat
ini dibedakan menjadi beberapa golongan, antara lain
a. Pemicu sekresi insulin
Obat golongan ini adalah Sulfonilurea dan Glinid. Efek
utama dari obat sulfonilurea adalah memicu sel β
pankreas untuk memproduksi insulin. Sedangkan, fungsi
dari obat glinid adalah melakukan penekanan pada
peningkatan sekresi insulin fase pertama sehingga
mengatasi kondisi hiperglikemia post prandial (Perkeni,
2015; Aini, 2016).
b. Penurunan sensitivitas terhadap insulin
Obat golongan ini adalah Metformin dan Tiazolidindion.
Efek utama dari obat metformin adalah mengurangi
produksi glukosa hati (glukoneogenesis) dan
memperbaiki glukosa perifer. Sedangkan, fungsi dari
obat tiazolidindion (TZD) adalah mengurangi resistensi
insulin dengan jumlah protein pengangkut glukosa
sehingga meningkatkan glukosa perifer (Perkeni, 2015;
Aini, 2016).
c. Penghambat absorpsi glukosa
Obat ini adalah penghambat glukosidase alfa, yang
bekerja dengan memperlambat absorpsi glukosa dalam
usus sehingga berefek menurunkan kadar glukosa darah
sesudah makan (Perkeni, 2015; Aini, 2016).
d. Penghambat Dipeptydil Peptidase-IV (DPP-IV)
Obat golongan penghambat DPP-IV berfungsi untuk
menghambat kerja enzim DPP-IV sehingga glucose like
peptide-1 (GLP-1) tetap dalam konsentrasi yang tinggi
dalam bentuk aktif. Aktivitas GLP-1 untuk meningkatkan
sekresi insulin dan menekan sekresi glukagon sesuai
kadar glukosa darah (glucose dependent) (Perkeni, 2015;
Aini, 2016).
 Kombinasi obat oral dan injeksi
Kombinasi obat oral antihiperglikemia dan insulin yang
banyak digunakan adalah kombinasi obat oral
antihiperglikemia oral dan insulin basal (insulin yang
bekerja menengah atau insulin kerja panjang) yang
diberikan pada malam hari sebelum tidur. Terapi tersebut
biasanya dapat mengendalikan kadar glukosa darah
dengan baik jika dosis insulin kecil atau cukup. Dosis awal
insulin kerja menengah adalah 6-10 unit yang diberikan
sekitar pukul 22.00, kemudian dievaluasi dosis tersebut
dengan melihat nilai kadar glukosa darah puasa keesokan
harinya. Ketika kadar glukosa darah sepanjang hari masih
tidak terkendali meskipun sudah mendapat insulin basal,
maka perlu diberikan terapi kombinasi insulin basal dan
prandial, serta pemberian obat antihiperglikemia oral
dihentikan (Perkeni, 2015; Aini, 2016).
2. Penatalaksanaan Non-farmakologis
Terapi non-farmakologi menurut Perkeni (2015) dan Aini
(2016), yaitu :
a. Edukasi
Edukasi bertujuan untuk promosi kesehatan supaya
hidup menjadi sehat. Hal ini perlu dilakukan sebagai upaya
pencegahan dan bisa digunakan sebagai pengelolaan
diabetes melitus secara holistik (Perkeni, 2015; Aini,
2016).
Edukasi sangat komprehensif serta upaya motivasi
sangat dibutuhkan untuk tercapainya perubahan perilaku.
Perubahan perilku bertujuan agar penderita diabetes
melitus dapat menjalani pola hidup sehat. Beberapa
perubahan perilaku yang diharapkan seperti mengikuti
pola amkaan sehat, meningkatkan kegiatan jasmani,
menggunakan obat diabetes dan obat-obat pada keadaan
khusus, melakukan Pemantauan Glukosa Darah Mandiri
(PGDM) dan memanfaatkan data yang ada, melakukan
perawatan kaki secara berkala, memiliki kemampuan
untuk mengenal dan menghadapi keadaan sakit akut
dengan tepat, mempunyai keterampilan mengatasi
masalah yang sederhana dan mau bergabung dengan
kelompok penyandang diabetes, mengajak keluarga untuk
mengerti pengelolaan penderita diabetes serta
memnfaatkan pelayanan kesehatan yang ada (Perkeni,
2015; Aini, 2016).
b. Terapi Nutrisi Medis
Penderita diabetes melitus perlu diberikan
pengetahuan tentang jadwal makan yang teratur, jenis
makanan yang baik beserta jumlah kalorinya (3J)
terutama pada pasien yang menggunakan obat penurun
glukosa darah maupun insulin (Perkeni, 2015; Aini,
2016).
Faktor-faktor yang menentukan kebutuhan kalori
antara lain jenis kelamin, umur, aktivitas fisik atau
pekerjaan, dan berat badan. Hal yang terpenting adalah
tidak terlalu mengurangi jumlah makanan karena akan
mengakibatkan kadar glukosa darah menurun atau
rendah (hipoglikemia) dan juga tidak terlalu banyak
mengonsumsi makanan yang memperparah konsisi
penyakit DM (Perkeni, 2015; Aini, 2016).
Menurut Perkeni (2015) dalam Aini (2016), komposisi
makanan yang dianjurkan terdiri atas beberapa unsur
gizi penting berikut :
 Karbohidrat
 Karbohidrat yang dianjurkan sebesar 45-65% total asupan
energi.
 Pembatasan karbohidrat total < 130 g/hari tidak
dianjurkan.
 Makanan harus mengandung karbohidrat terutama yang
berserat tinggi.
 Gula dalam bumbu diperbolehkan sehingga penderita
diabetes dapat makan dengan jenis makanan yang sama
dengan anggota keluarga yang lain.
 Sukrosa tidak bleh lebih dari 5% total asupan energi.
 Pemanis alternatif dapat digunakan sebagai pengganti
gula, asalkan tidak melebihi batas aman konsumsi harian
(Accepted Daily Intake).
 Makan tiga kali sehari untuk mendistribusikan asupan
karbohidrat dalam sehari, kalau diperlukan dapat diberikan
makanan selingan buah atau makanan lain sebagi bagian
dari kebutuhan kalori sehari.
 Lemak
 diperkenankan melebihi 30% total asupan energi.
 Lemak jenuh <7% kebutuhan kalori.
 Lemak tidak jenuh ganda < 10% selebihnya dari lemak
tidak jenuh tunggal.
 Bahan makanan yang perlu dibatasi adalah yang banyak
mengandung lemak jenuh dan lemak trans antara lain
daging berlemak dan susu penuh (whole milk).
 Anjuran konsumsi kolesterol , 300 mg/hari.
 Protein
 Dibutuhkan sebesar 10-20% total asupan energi
 Sumber protein yang baik adalah seafood (ikan, udang,
cumi dan lain-lain), daging tanpa lemak, ayam tanpa kulit,
produk susu rendah lemak, kacang-kacangan, tahu, dan
tempe.
 Pasien dengan nefropati perlu penurunan asupan protein
menjadi 0,8 g/kgBB per hari atau 10% dari kebutuhan
energi dan 65% harusnya bernilai biologis tinggi.
 Natrium
 Anjuran asupan natrium untuk penderita diabetes sama
dengan anjuran untuk masyarakat umum yaitu tidak boleh
lebih dari 3.000 mg atau sama dengan 6-7 g (1 sendoh teh)
garam dapur.
 Pada penderita hipertensi, pembatasan natrium sampai
2.400 mg garam garam dapur.
 Sumber natrium antara lain adalah garam dapur, vetsin,
soda, dan dahan pengawet seperti natrium benzoat dan
natrium nitrit.
 Serat
 Seperti halnya masyarakat umum penderita diabetes
dianjurkan mengonsumsi cukup serat dari kacang-kacangan,
buah, dan sayur-sayuran serta sumber karbohidrat yang
tinggi serat. Oleh karena mengandung vitamin, mineral,
serat, dan bahan lain yang baik untuk kesehatan
 Anjurkan konsumsi serat adalah kurang lebih 25 g/1.000
kkal/hari.
 Pemanis alternative
 Pemanis dikelompokkan menjadi pemanis bergizi dan tak
bergizi
 Pemanis bergizi adalah gula alkohol dan fruktosa. Gula
alkohol antara lain isomalt, lacticol, maltitol, sorbitol, dan
xylitol. Penggunaan pemanis bergizi perlu diperhitungkan
kandungan kalorinya sebagai bagian dari kebutuhan kalori
sehari. Fruktosa tidak dianjurkan penggunaannya bagi
penderita diabetes karena efek samping pada lemak darah.
 Pemanis tak bergizi termasuk aspartam, sakarin, acesulfame
potasium, sukralose, dan neotame.
 Pemanis alternatif penggunaannya tidak akan mengganggu
kesehatan sepanjang tidak melebihi batas aman (Accepted
Daily Intake).
c. Latihan Jasmani dan Olahraga
Olahraga selain untuk menjaga kebugaran , namun juga
dapat menurunkan berat badan dan memperbaiki sensitivitas
insulin, sehingga akan memperbaiki kendali glukosa darah.
Latihan jasmani yang dianjurkan adalah yang bersifat aerobik
seperti jalan kaki, bersepeda santai, jogging, dan berenang.
Latihan jasmani sebaiknya disesuaikan dengan umur dan
status kesegaran jasmani (Perkeni, 2015; Aini, 2016).
Prinsip lahraga pada pasien DM :
1. Continue (terus-menerus)
Latihan harus berkesinambungan terus-menerus tanpa
berhenti dalam waktu tertentu, contohnya speerti berlari,
istirahat lalu mulai berlari lagi (Aini, 2016).
2. Rhytmical (berirama)
Olahraga harus dipilih yang berirama, yaitu otot
berkontraksi dan relaksasi secara teratur, contohnya jalan
kaki, berlari, berenang, dan bersepeda (Aini, 2016).
3. Interval (berselang)
Latihan dilakukan secara berselang-selang antara gerak
lambat atau cepat, contohnya lari dapat diselingi dengan jalan
cepat atau jalan cepat diselingi jalan biasa (asalkan tidak
berhenti) (Aini, 2016).
4. Progressive (meningkat)
Latihan dilakukan meningkat secara bertahap sesuai
kemampuan dari ringan sampai sedang hingga mencapai 30-
60 menit dengan intensitas latihan mencapai 60-70%
maximum heart rate (MHR). Sementara frekuensi latihan
dilakukan 3-5 kali perminggu (Aini, 2016).
5. Endurance (daya tahan)
Latihan harus ditujukan pada latihan daya tahan untuk
meningkatkan kemampuan pernapasan dan jantung. Contoh
aktivitasnya berupa jalan kaki, berenang, atau bersepeda (Aini,
2016).
Penderita DM tipe II harus berolahraga secara teratur
yaitu 3 sampai 5 hari dalam seminggu selama 30-45 menit
dengan total 150 menit perminggu dan dengan jeda antar
latihan tidak lebih dari 2 hari berturut-turut. Jenis latihan yang
dianjurkan bersifat aerobik dengan intensitas sedang yaitu
50% sampai 70% denyut jantung maksimal seperti berjalan
cepat, sepeda santai, berenang dan jogging (Aini, 2016).
d. Terapi komplementer
Terapi bekam merupakan salah satu metode efektif
untuk menurunkan kadar gula darah, namun terapi ini tidak
bisa dilakukan secara sembarangan. Karena jika dilakukan
tanpa pengetahuan yang cukup, dikhawatirkan akan
berdampak negatif terhadap pasien. Hal itu dikarenakan terapi
bekam basah yakni dengan mengeluarkan darah tidak boleh
dilakukan oleh mereka yang belum memahami terapi bekam.
Selain itu tidak semua pasien diabetes bisa diterapkan
dengan terapi bekam, akan tetapi harus dilakukan
pengecekan gula darah sebelum terapi bekam dilakukan, jika
kadar gula darah puasa dibawah 150 mg/dl dan ketika setelah
makan tak lebih dari 250 mg/dl maka pasien diabetes boleh
untuk dilakukan tindakan terapi bekam.Jika kadar gula darah
melebihi ambang batas, tidak dianjurkan untuk melakukan
pembekaman terhadap pasien tersebut, karena bekam darah
yang mengharuskan adanya luka pada penderita diabetes
sehingga bisa mengalami infeksi dan lama penyembuhannya.
Terapi bekam diabetes bisa diulang minimal 1 minggu
setelah terapi pertama selesai dilakukan, dan tergantung dari
kondisi penderita jika memungkinkan untuk dibekam. Jika
tidak memungkinkan karena kondisi pasien yang masih
lemah, maka terapi selanjutnya bisa dilakukan 2 meinggu
sekali.
J. KOMPLIKASI
Komplikasi dari DM dibedakan menjadi 2 yaitu (Aini, 2016) :
1. Komplikasi akut
 Koma hipoglikemia, kondisi ini ditandai dengan adanya
penurunan glukosa darah kurang dari 60 mg/dl yang
disebabkan oleh puasa disertai olahraga. Gejala hipoglikemia
dibedakan menjadi gejala ringan, sedang, dan berat. Gejala
ringan hipoglikemia meliputi tremor, takikardia, palpitasi, gelisah
dan rasa lapar. Gejala sedang hipoglikemia meliputi penurunan
konsentrasi, sakit kepala, vertigo, gerakan tidak terkoordinasi,
bicara pelo, kebas pada bibir dan lidah, perubahan emosional,
serta gejala beratnya adalah kejang dan kehilangan kesadaran
 Krisis hiperglikemia
Ketoasidosis diabetes (KAD), adalah dampak dari patogenesis
primer DM yaitu defisiensi insulin. KAD pada penderita Dm tipe II
dikarenakan ketidakmampuan transpor glukosa ke dalam sel dan
metabolisme glukosa seluler menyebabkan tubuh menggunakan
lemak sebagai sumber energi dan akibatnya terjadi peningkatan
kadar glukosa darah dari 300 hingga 800 mg/dl. Lemak akan
dipecah menjadi asam aseto asetat, asam beta hidroksibutirat, dan
aseton. Ketoasidosis pada pasien DM adalah asidosis metabolik
ditandai dengan gejala mual, muntah, haus dan dehidrasi, poliuri,
penurunan elektrolit, nyeri abdomen, nafas bau keton,
hipotermiapernafasan Kussmaul dan penurunan kesadaran
 Hiperglikemia hiperosmolar nonketonik (HHNK)
Terjadi pada DM tipe 2 yang merupakan akibat dari tingginya
kadar glukosa darah dan kekurangan insulin secara relatif,
biasanya ditemukan pada orang dewasa dan lansia yang
mengonsumsi makanan tinggi karbohidrat. Perbedaaannya
dengan ketoasidosis adalah, pada HHNK tidak terjadi ketosis
karena kadar insuli n masih cukup sehingga tidak terjadi lipolisis
besar-besaran. Kadar gula adarah yang tinggi meningkatkan
dehidrasi hipertonik sehingga terjadi penurunan komposisi cairan
intrasel dan ekstrasel karena pengeluaran urine berlebih. Dalam
kondiis ini terjadi pengeluaran urine berliter-liter, defisit cairan
sekitar 6 sampai 10 liter dan potasium (kalium) sekitar 400 mEq.
Gejala lainnnya meliputi hipotensi, dehidrasi berat (membran
mukosa kering, turgor kulit jelek), takikardia ( nadi lemah dan
cepat), rasa haus yang hebat, hipokalemia berat, tidak ada
hiperventilasi dan bau napas serta tanda-tanda neurologis
(perubahan sensori, kejang, hemiparesis) (Hudak dan Gallo, 1996;
Corwin, J.E., 2001 dalam Aini 2016).
 Efek Somogyi
Efek simogyi adalah penurunan unik kadar glukosa pada malam
hari, di ikuti oleh peningkatan rebound pada paginya Ditemukan
oleh ilmuan Hongaria,Michael somogyi pada tahun 1949.
Penyebab hipoglikimiamalam hari kemungkinan besar berkaitan
dengan penyuntikan insulin disore harinya. Hipoglikimia itu sendiri
kemudian menyebabkan peningkatan glukagon, katekolamin,
kortisol, dan hormon pertumbuhan. Hormon-hormon ini
merangsang glukoneogenesis sehingga pada pagi harinya terjadi
hiperglikimia. Resiko terjadi efek somogyi juga meningkatkan
dengan menggunakan insulin NPH dalam terapi diabetes. Oleh
karena menyebab utama efek simogyi adalah dosis insulin yang
berlebihan, maka langkah pertama pencegahan adalah denga
memodofikasi dosis insulin, misalnya mengganti NPH dengan
apeaklees analog long-acting, seperti glargine atau detemir
(Corwin,J.E.,2001; Rybicka,M, dkk.,2011 dalam Aini, 2016).
 Fenomena fajar (dawn phenomenon)
Fenomena fajar adalah hiperglikimia pada pagi hari (antara jam 5
dan 9, referensi lainya menyebutkan antara jam 3 dan 5 pagi)yang
tampak di sebabkan oleh peningkatan sirkadian kadar glukosa pada
pagi hari. Fenomena ini dapat di jumpai pada penderita diabetes tipe 1
dan 2. Hormon lain yang melihatkan variasi sirkardian pada pagi hari
adalah kortisol dan hormon pertumbuhan, yang keduanya merangsang
glukoneogenesis (Corwin,J.E.,2001., Rybicka,M, dkk.,2011 dalam Aini,
2016).
2. Komplikasi kronik
 Makroangiopati yang mengenai pembuluh darah besar,pembuluh
darah jantung, pembuluh darah tepi, dan pembuluh darah otak.
Pembuluh darah besar dapat mengalami aterosklerosis sering terjadi
pada NIDDM. Komplikasi makroangiopati adalah penyakit vaskular
otak (stroke), penyakit arteri koroner, dan penyakit vaskuler perifer
(hipertensi dan gagal ginjal).
 Mikroangiopati yang mengenai pembuluh darah kecil, retinopati
diabetik, nefropati diabetik, dan neuropati. Nefropati terjadi karena
perubahan mikrovaskular pada struktur dan fungsi ginjal yang
menyebabkan komplikasi pada pelvis ginjal.
Retinopati (perubahan dalam retina) terjadi karena penurunan
protein dalam retina dan kerusakan endotel pembuluh
darah.Perubahan ini dapat berakibat gangguan dalam penglihatan
(Aini, 2016).
Neuropati terjadi karena perubahan metabolik dalam diabetes
mengakibatkan fungsi sensorik dan motorik saraf menurun,yang
selanjutnya akan menyebabkan penurunan persepsi nyeri. Neuropati
dapat terjadi pada tungkai dan kaki (gejala yang paling di rasakan
adalah kesemutan, kebas), saluran pencernaan (neuropati pada
saluran pencernaan menyebabkan diare dan konstipasi), kandungan
kemih (kencing tidak lancar), dan reproduksi (impotensi) (Aini, 2016).
 Kaki diabetik
Perubahan mikroangiopati, makroangiopati, dan neuropati
menyebabkan perubahan pada ekstremitas bawah. Komplikasinya
dapat terjadi gangguan sirkulasi,terjadi infeksi,gangren,penurunan
sensasi dan hilangnya fungsi saraf sensorik. Semua ini dapat
menunjang terjadi trauma atau tidak terkontrolnya infeksi yang
akhirnya menjadi gangren (Aini, 2016).
K. Asuhan keperawatan Teori
A. Pengkajian
1. Anamnesis
a. Identitas
Identitas pada DM beresiko tinggi terjadi pada umur > 45
tahun, dan jenis kelamin perempuan, untuk pekerjaan bisa
terjadi pada pekerjaan apapun, akan tetapi lebih beresiko
pada orang yang bermalas masalan dalam melakukan
aktifitas. Pada pendidikan rendah juga bisa terjadi diabetes
mellitus dikarenakan kurangnya pengetahuan akan
informasi tentang pola hidup sehat.
b. Keluhan utama
Keluhan yang di alami oleh klien seperti poliuria,
polidipsi, penurunan berat badan, frekuensi minum dan
berkemih, peningkatan nafsu makan, penurunan tingkat
kesadaran. Sering menjadi alasan klien meminta bantuan
kesehatan adalah dengan alasan pusing dan kaki
kesemutan pada ekstremitas.
c. Riwayat kesehatan
a) Riwayat kesehatan dahulu (RKD)
Jenis gangguan kesehatan yang dialami
sebelumnya oleh anak, seperti, obesitas, riwayat
demam reumatik hipertensi, kongenital ,kerusakan arteial
septal, trauma dada, dan riwayat shock hipovolema.
b) Riwayat Kesehatan Sekarang (RKS)
Riwayat kesehatan yang dialami klien pada saat
sudah dilakukan pemeriksaan oleh tim medis seperti
perkembangan sang anak terhambat, dan sang anak
mengalami kesulitan dalam berkomunikasi atau masalah
kesehatan lainnya
c) Riwayat Kesehatan Keluarga (RKK)
Biasanya riwayat penyakit yang pernah dialami oleh
orang tua seperti ibu pasien mengalami penyakit
diabetes militus.
2. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum: lemah, lelah, atau tegang
b. Tingkat kesadaran : composmentis
c. Berat badan : Biasanya berat badan klien menurun atau
meningkat
d. Tanda-Tanda vital
 Tekanan darah : hipertensi\
 Suhu :normal
 Pernafasan : Biasanya mengalami takipnea
 Nadi : Biasanya tekanan nadi meningkat
e. Kepala: Mengamati bentuk kepala, adanya kelainan,
hematom/oedema
Palpasi daerah kepala, ubun-ubun besar, cekung atau
cembung
f. Rambut: Pada klien biasanya rambutnya hitam serta kulit
kepala bersih, dan tidak rontok
g. Wajah: dilihat kesimetrisan wajah
h. Mata : tampak adanya mata cowong dan renopati, kekaburan
pandangan, konjungtiva, warna sclera tidak kuning, pupil
menunjukkan adanya refleksi pada cahaya
i. Hidung: inspeksi terdapat pernafasan cuping hidung dan
terdapat penumpukan lender atau ada tidak
j. Mulut: inspeksi bibir berwarna pucat atau merah ada lender
atau tidak serta dilihat mukosa kering atau tidak
k. Leher: inspeksi kebersihannya dan adanya tanda-tanda
kebesaran kelenjar tiroid atau tidak,palpasi adanya
pembesaran kelenjar tiroid dan vena jugularis
l. Dada/Thorak
 Inspeksi : biasanya simetris kiri dan kanan,terdapat
nyeri tekan ,frekuensi lebih dari 60 kali/permenit
 Palpasi : rasakan getaran vocal fremitus,apakah ada
masa atau tidak
 Perkusi : terdapat bunyi sonor
 Auskultasi : tidak terdapat bunyi wheezing ,ronchi dll
m. Jantung
 Inspeksi : amati dan catat bentuk precordial jantung
normalnya datar dan simetris pada kedua sisi
 Palpasi : rasakan irama dan frekuensi jantung
 Perkusi : normalnya terdengar bunyi pekak saat
diperkusi
 auskultasi : normalnya s1 dan s2 tunggal
n. Perut/Abdomen
 Inspeksi : warna,bentuk dan ukuran perut buncit atau
cekung, keras
 Auskultasi : dengarkan suara bising usus timbul 1-2 jam
setelah masa kelahiran bayi
 Palpasi : rasakan adanya nyeri tekan dan pembesaran
hati dan masa atau tidak
 Perkusi : untuk menentukan suara timpani
o. Genetalia
Biasanya keadaan dan kebersihan genetalia pasien baik.
p. Sistem integrumen
Inspeksi warna kulit tubuh dan biasanya turgor kulit
kering, tampa ada atropi otot, tornus otot menurun.
q. Ekstermitas
Biasanya kekuatan otot lemah.
3. Pola fungsi kesehatan
1. Pola Persepsi-Managemen Kesehatan
Menggambarkan Persepsi,pemeliharaan dan
penanganan kesehatan persepsi terhadap arti
kesehatan,dan penatalaksanaan kesehatan
menggambarkan persepsi,pemeliharaan dan penanganan
kesehatan persepsi terhadap arti kesehatan,dan
penatalaksanaan kesehatan
2. Pola Nurtisi –Metabolik
Menggambarkan masukan Nutrisi, balance cairan dan
elektrolit nafsu makan,pola makan, diet,fluktuasi BB dalam 6
bulan terakhir, kesulitan menelan, reaksi mual muntah,
penurunan berat badan haus,
3. Pola Eliminasi
Menjelaskan pola Fungsi eksresi,kandung kemih dan
Kulit Kebiasaan defekasi,ada tidaknya masalah
defekasi,masalah miksi (oliguri,disuri dll), penggunaan
kateter, frekuensi defekasi dan miksi, Karakteristik urin dan
feses, pola input cairan, infeksi saluran kemih,masalah bau
badan, perspirasi berlebih, perubahan pola berkemih
(poliuria, nocturia, anuria,diare).
4. Pola Latihan-Aktivitas
Menggambarkan pola latihan,aktivitas,fungsi pernafasan
dan sirkulasi. Pentingnya latihan/gerak dalam keadaan
sehat dan sakit, letih lemah,sulit bergerak atau berjalan,
kram otot, tunus otot menurunan.
5. Pola Kognitif Perseptual
Menjelaskan Persepsi sensori dan kognitif. Pola persepsi
sensori meliputi pengkajian fungsi penglihatan,
pendengaran, perasaan, pembau dan kompensasinya
terhadap tubuh.
6. Pola Istirahat-Tidur
Menggambarkan Pola Tidur,istirahat dan persepasi
tentang energy. Jumlah jam tidur pada siang dan malam,
masalah selama tidur, insomnia atau mimpi buruk,
penggunaan obat, mengeluh letih
7. Pola Konsep Diri-persepsi Diri
Menggambarkan sikap tentang diri sendiri dan persepsi
terhadap kemampuan.Kemampuan konsep diri antara lain
gambaran diri, harga diri, peran, identitas dan ide diri
sendiri.
8. Pola Peran dan Hubungan
Menggambarkan dan mengetahui hubungan dan peran
klien terhadap anggota keluarga dan masyarakat tempat
tinggal klien Pekerjaan.
9. Pola Reproduksi/Seksual
Menggambarkan kepuasan atau masalah yang actual
atau dirasakan dengan seksualitas. Dampak sakit terhadap
seksualitas, riwayat haid,pemeriksaan mamae sendiri,
riwayat penyakit hub sex.
10. Pola Pertahanan Diri (Coping-Toleransi Stres )
Menggambarkan kemampuan untuk menanngani stress
dan penggunaan system pendukung penggunaan obat
untuk menangani stress.
11. Pola Keyakinan Dan Nilai
Menggambarkan dan Menjelaskan pola nilai,keyakinan
termasuk spiritual.Menerangkan sikap dan keyakinan klien
dalam melaksanakan agama yang dipeluk dan
konsekuensinya.
12. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul :
a. Nyeri akut b/d agen pencedera fisik d/d mengeluh nyeri

b. Resiko infeksi b/d berisiko mengalami peningkatan


terserang organisme patogenik d/d penyakit kronis (mis:
diabetes mellitus )

c. Defisit nutrisi b/d ketidakmampuan mengabsorpsi nutrien d/d


berat badan menurun minimal 10% dibawah rentang ideal

d. ketidak stabilan kadar glukosa darah b/d disfumgsi pancreas


d/d kadar glukosa dalam darah/urin tinggi

e. Kerusakan integritas kulit/ jaringan b/d faktor mekanis(mis:


penekana pada tonjolan tulang,gesekan) d/d kerusakan
jaringan atau lapisan kulit

f. intoleransi aktivitas b/d kelemahan b/d mengeluh lelah

g. gangguan persepsi sensori b/d gangguan penglihatan d/d


bersikap seolah melihat,mendengar, mengecap,meraba,
atau mencium sesuatu

kriteria hasil : defisit nutrisi

 Status nutrisi

 Porsi makan yang di habiskan

 Verbalisasi keinginan untuk meningkatkan nutrisi


 Pengetahuan tentan pilihan makanan yang sehat

 Pengetahuan tentan pilihan minuman yang sehat

 Pengetahuan tentang standar asupan nutrisi yang tepat

 Makanan dan minuman yang sesuai dengan tujuan kesehatan

 Perasaan cepat kenyang

 Berat badan

 Nafsu makan

 Keinginan makan

 Asupan makanan

 Asupan cairan

 Energy untuk makan

 Kemampuan merasakan makanan

 Kemampuan menikmati makanan

 Asupan nutrisi

 Stimulus untuk makan

 Kelaparan

Intervensi

 Manajemen nutrisi

 Identifikasi status nutrisi

 Identifikasi alergi dan intoleransi makanan

 Identifikasi makanan yang disukai


 Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrient

 Monitor asupan makanan

 Monitor berat badan

 Fasilitasi makanan secara menarik dan suhu yang sesuai

 Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein

 Ajarkan diet yang di programkan

 Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah dan jenis


nutrient yang dibutuhkan,jika perlu

 Edukasi diet

 Identifikasi kemampuan pasien dan keluarga menerima


informasi

 Identifikasi tingkat pengetahuan saat ini

 Identifikasi kebiasaan pola makan dimasa lalu

 Persiapkan materi media dan alat peraga

 Jadwalkan waktu yang tepat untuk memberikan pendidikan


kesehatan

 Jelaskan tujuan kepatuhan diet terhadap kesehatan

 Rujuk ke ahli gizi dan sertakan keluarga,jika perlu

Kriteria hasil : intoleransi aktivitas

 Toleransi aktivitas

 Kemudahan dalam melakukan aktivitas sehari-hari

 Kecepatan berjalan
 Kekuatan tubuh bagian atas

 Kekuatan tubuh bagian bawah

 Toleansi dalam menaiki tangga

 Keluhan lelah

 Ambulasi

 Menopang berat badan

 Berjalan dengan langkah yang efektif

 Berjalan dengan langkah pelan

 Berjalan dengan langkah sedang

 Berjalan dengan langkah cepat

 Berjalan menanjak

 Berjalan menurun

 Berjalan jarak jauh

 Perasaan khawatir saat berjalan

Intervensi

 Manajemen energy

 Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang mengakibatkan


kelelahan

 Monitor kelelahan fisik dan emosional

 Monitor lokasi dan ketidaknyamanan selama melakukan


aktivitas
 Sediakan lingkungan nyaman dan rendah stimulus(mis:
cahaya,suara,kunjungan)

 Anjurkan melakukan aktivitas secara bertahap

 Kolaborasi ahli gizi tentang cara mengurangi kelelahan.

 Dukungan ambulasi

 Identifikasi ada keluhan nyeri atau keluhan fisik lainnya

 Identifikasi toleransi fisik melakukan ambulasi

 Fasilitasi melakukan mobilitas fisik

 Jelaskan tujuan dan prosedur ambulasi

 Ajarkan ambulasi sederhana yang harus dilakukan (mis:


berjalan sesuai toleransi)
Daftar Pustaka
American Diabetes Association, 2019. Standards of Medical Care in
Diabetes. The Journal of Clinical and Applied Research and
Education. Volume 42 Suplement 1
Boulton, J, Amstrong, D, Kirsner, R, Attinger C, Lavery L, Lipsky B, Mills J,
Steinberg, J, 2018. Diagnosis and Management of Diabetic Foot
Complication. The American Diabetes Association, Inc.
Damayanti, A, 2015. Diabetes Mellitus dan Penatalaksanaan Keperawatan.
Yogyakarta, Nuha Medika
PPNI 2018, Standart intervensi keperawatan Indonesia: Definisi dan
Tindakan keperawatan ,edisi 1,Jakarta: DPP PPNI
PPNI 2018, Standart Luaran keperawatan Indonesia:Definisi dan kriteria
keperawatan , edisi 1 ,Jakarta: DPP PPNI
PPNI 2016, Standart diagnosis keperawatan Indonesia: Definisi dan indicator
Diagnostik , edisi 1. Jakarta : DPP PPNI.

Anda mungkin juga menyukai